Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
LAPORAN KEMAJUAN PENELITIAN
DESAIN MUTU KURIKULUM
MADRASAH UNGGULAN BERBASIS PESANTREN
(STUDI MULTI KASUS DI MTS AL QODIRI 1 DAN NURUL ISLAM 1
JEMBER)
Disusun Oleh:
ARBAIN NURDIN , M.Pd.I
AKHMAD MUNIR, M.Pd.I
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
2018
Kategori:
Penelitian Pembinaan Kapasitas
2
LAPORAN PERKEMBANGAN/ KEMAJUAN PENELITIAN
(PROGRESS REPORT)
Laporan antara (progress report) penelitian Program Bantuan Operasional
Perguruan Tinggi (BOPTN) tahun 2018 sebagai berikut:
A. Identitas Penelitian
Judul Penelitian : Desain Mutu Kurikulum Madrasah Unggulan
Berbasis Pesantren (Studi Multikasus di MTs AL
Qadiri 1 Jember dan MTs Nurul Islam 1 Jember
Jenis Penelitian : Kualitatif
Kategori penelitian : Penelitian Pembinaan Kapasitas
Peneliti : Arbain Nurdin, M.Pd.I
: Akhmad Munir, M.Pd.I
B. Kegiatan yang telah dilakukan
No Kegiatan Hasil
1. Pengurusan surat izin
penelitian
Terbitnya surat izin penelitian dari
LP2M
2.
3. Penyusunan lembar
pedoman wawancara
Sudah berbentuk kisi-kisi pertanyaan
berdasarkan informan dan fokus
penelitian
4. Wawancara dengan Kepala
MTs Unggulan Al Qadiri 1
Jember
Wawancara dengan Kepala MTs
Unggulan Al Qadiri 1 Jember masih
menjawab 1 fokus penelitian, 2 fokus
yang lain masih proses.
1. Konsep pemetaan kebutuhan
kurikulum (sudah)
2. Formulasi Kurikulum (belum)
3. Kebijakan operasionalisasi kurikulum
di Madrasah unggulan berbasis
pesantren dalam kegiatan
pembelajaran(belum)
5. Wawancara Kepala
Madrasah Tsanawiyah
Unggulan Nurul Islam 1
Jember
Wawancara dengan Kepala Madrasah
Tsanawiyah Unggulan Nurul Islam 1
Jember masih menjawab 1 fokus
penelitian, 2 fokus yang lain masih
proses.
a. Konsep pemetaan kebutuhan
kurikulum (sudah)
b. Formulasi Kurikulum (belum)
c. Kebijakan operasionalisasi kurikulum
di Madrasah unggulan berbasis
3
pesantren dalam kegiatan
pembelajaran(belum)
6. Wawancara dengan Waka
Kurikulum MTs Unggulan
Al Qadiri 1 Jember
Fokus penelitian yang pertama dan
kedua sudah terjawab dalam
wawancara, cuma perlu di kuatkan
dengan data dokumentasi dan di
triangulasi lebih lanjut. Fokus penelitian
yang ke 3 masih belum.
7. Wawancara dengan waka
Kurikulum MTs Unggulan
Nurul Islam 1 Jember
Fokus penelitian yang kedua dan ketiga
sudah terjawab dalam wawancara, cuma
perlu di kuatkan dengan data
dokumentasi. Disamping itu perlu
ditriangulasi lebih lanjut. Fokus
penelitian yang ke 1 masih belum.
8. Wawancara dengan
pengasuh atau wakil
pengasuh
Support data wawancara untuk fokus 1,
2 dan 3 sudah
9. Wawancara dengan pihak
lembaga audit mutu
Support data wawancara untuk fokus 1
dan 3 sudah selesai. Untuk fokus ke 2
belum. Perlu ditindaklanjuti lebih lanjut
10. Wawancara dengan Guru-
guru
Wawancara dengan guru bidang studi
untuk fokus penelitian ke 3 sudah,
sedangkan fokus 1 dan 2 belum.
11. Penyusunan Proposal
Penelitian (Bab I, II, dan III)
Sudah Tersusun dan terpetakan
berdasarkan BAB
C. Rencana kegiatan yang akan dilakukan
No Kegiatan Waktu
Pelaksanaan
Uraian
1. Penggalian Data
Lanjutan
Minggu ke-4 bulan
November
Melanjutkan penggalian data
wawancara, observasi dan
dokumentasi yang kurang
berdasarkan fokus-fokus
penelitian yang belum
terjawab
2. Pengolahan dan
Analisis Data
Analisis data dengan teori
yang relevan dan
perbandingan hasil dari
penelitian sebelumnya
3. Penyajian
lanjutan Bab IV
Minggu ke-4 bulan
November
Mendeskripsikan temuan
penelitian dalam bab IV
Penyajian data berdasarkan
hasil interview, pembahasan
(kolaborasi antara temuan
wawancara, observasi dan
4
dokumentasi) dengan
kerangka teori. Kemudian di
analisis serta pembuatan
simpulan-simpulan.
4. Pembahasan
hasil penelitian
Minggu ke-1 bulan
Desember
Melakukan pembahasan
terhadap hasil penyajian data
yang tertuang dalam bab IV
berdasarkan kerangka teoretik
bab II dan di tuangkan dalam
BAB V.
5. Pelaporan Minggu ke-2 bulan
Desember
Penjilidan dan upload laporan
6. Publikasi Akhir bulan
Desember
Pembuatan jurnal
5
A. LATAR BELAKANG
Pondok pesantren dari lahirnya, hingga di era global ini mempunyai daya
tarik yang khas sebagai institusi pengembangan dan proses pendewasaan
peserta didik, ditilik dari sisi kehidupan sehari-harinya, sistem dan metodenya,
isi pendidikanya dan lain sebagainya, baik pondok pesantren yang masih
bercorak tradisional (konvensional) maupun yang bercorak modern. Dengan
maraknya pendidikan berlabel internasional, semakin menambah ketatnya
persaingan mutu pendidikan, terlebih lagi dilingkungan pesantren. Persaingan
ini tentu saja memposisikan pesantren agar tetap menjadi lembaga pendidikan
yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Kehadiran pesantren sebagai institusi pendidikan mampu memberikan
sumbangan penting dan krusial dalam proses transmisi ilmu-ilmu Islam,
reproduksi ulama, pemeliharaan ilmu, dan tradisi Islam, bahkan pembentukan
dan ekspansi masyarakat Muslim santri.1 Pesantren menjadi bagian
infrastruktur masyarakat yang secara makro telah berperan menyadarkan
masyarakat untuk memiliki idealisme, kemampuan intelektual, dan perilaku
yang baik guna menata dan membangun karakter bangsa. Pesantren secara
berkesinambungan berusaha membentuk perilaku masyarakatnya.2
Fenomena tersebut tentu saja dinilai sebagai bentuk perubahan pendidikan
pesantren kearah yang lebih modern. Sebagaimana Marno menjelaskan, bahwa
perubahan pondok pesantren bisa dilihat dari munculnya lembaga pendidikan
formal (madrasah dan sekolah umum) di dalam pondok pesantren, hingga
akhirnya pondok pesantren menjadi sub-sistem dari pendidikan Nasional.3
Memperhatikan pentingnya reposisi pesantren dalam merespon
perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat, maka mau tidak mau pesantren
harus mampu mengambil peran dan melakukan gerakan konstruktif dengan
memformulasi sistem pendidikan pesantren dengan menyelenggarakan
lembaga formal yang bermutu, salah satunya dengan mengadopsi filosofi dan
pendekatan manajemen peningkatan mutu dengan tidak mengadopsi
keseluruhan filosofinya yang mengutamakan kepentingan bisnis, yang pada 1 Azyumardi Azra, 1999, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam (Jakarta:
Paramadina), 184-185. 2 Suwendi, 2004, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 117 3 Marno, 2007, Islam : By Management and Leardership, (Jakarta : Lintas Pustaka), 100.
6
umumnya banyak diterapkan diperusahaan yang mengejar keuntungan provit
dari pada proses pemberdayaan moral, intelektual dan spiritual sehingga
memiliki kematangan mental kepribadian.
Keberadaan pesantren sebagai lembaga pendidikan, baik yang masih
mempertahankan sistem pendidikan tradisionalnya maupun yang sudah
mengalami perubahan, memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Dari waktu ke waktu, pesantren semakin tumbuh dan berkembang
kuantitas maupun kualitasnya. Tidak sedikit masyarakat yang menaruh
perhatian dan harapan terhadap pesantren sebagai pendidikan alternatif.
Terlebih lagi dengan berbagai inovasi sistem pendidikan yang dikembangkan
di pesantren dengan mengadopsi corak pendidikan umum, menjadikan
pesantren semakin kompetitif untuk menawarkan pendidikan kepada
masyarakat. Meski telah melakukan berbagai inovasi pendidikan, sampai saat
ini pendidikan pesantren tidak kehilangan karakteristiknya yang unik yang
membedakan dirinya dengan model pendidikan umum yang diformulasikan
dalam bentuk sekolahan.4
Saat ini, ada kecenderungan kuat di kalangan keluarga Muslim untuk
menyekolahkan anaknya di pesantren, baik karena alasan religius ataupun
lingkungan sosial dan budaya. Fenomena ini menunjukkan bahwa lembaga
pendidikan pesantren tengah mengalami semacam “kebangkitan” atau
setidaknya menemukan “popularitas” baru. Hal ini menjadi indikasi tentang
harapan orang tua muslim untuk mendapatkan pendidikan Islami yang baik,
kompetitif, dan bermutu bagi anak-anaknya.5 Salah satu indikator dari
pendidikan bermutu adalah kemampuan institusi pendidikan tersebut
melahirkan sumberdaya manusia yang bermutu. Ada pun ciri sumber daya
yang bermutu adalah manusia yang memiliki kemampuan prakarsa, kerja sama,
kerja tim, pelatihan kesejawatan, penilaian, komunikasi, penalaran, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, penggunaan informasi, perencanaan
keterampilan belajar dan keterampilan multibudaya.6
4 M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo, 2006,Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global
(Yogyakarta: Laksbang), 10-11 5 Sulthon dan Khusnuridlo, 2006, Manajemen Pondok Pesantren....., 29. 6 Abdul Hadis dan Nurhayati B., 2010 Manajemen Mutu Pendidikan (Bandung: Alfabeta), 70-71
7
Pendidikan bermutu dapat dilihat dari sisi prestasi siswa, proses
pembelajaran, kemampuan lulusan dalam mengembangkan potensinya di
masyarakat serta dalam hal memecahkan masalah dan berpikir kritis. Oleh
karena itu, perlu mengkaji mutu dari segi proses, produk, maupun sisi internal
dan kesesuaian. Mutu dilihat dari proses adalah efektivitas dan efisiensi seluruh
faktor berperan dalam proses pendidikan. Faktor-faktor tersebut, misalnya,
kualitas pendidik, sarana-prasarana, suasana belajar, kurikulum yang
dilaksanakan, dan manajemen pengelolaannya. Faktor-faktor tersebut yang
akan membedakan mutu pendidikan pesantren, dan mutu proses pendidikan
dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap lulusannya. Lulusan dari
pesantren yang mempunyai faktor-faktor yang mendukung proses
pembelajaran bermutu tinggi akan mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang tinggi pula. Atau dengan kata lain, pendidikan yang bermutu
pada dasarnya akan menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula.7
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, berbagai kebijakan
penyelenggaraan pendidikan telah ditetapkan, termasuk penetapan standar
nasional pendidikan (SNP) sebagai kriteria minimal penyelenggaraan
pendidikan yang dimaksudkan sebagai acuan peningkatan mutu pendidikan.
Sebagaimana mana tertuang pada lingkup standar nasional pendidikan
meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan (kurikulum),
standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,
standar pengelolaan, standar pembiayaan, standar penilaian pendidikan.88
Kriteria tersebut merupakan standar dalam menetapkan perencanaan dan
pengelolaan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan dalam
berbagai aspek.
Fenomena hadirnya madrasah unggulan berbasis pesantren, adalah babak
baru pesantren menggalang kebangkitan mutu dan bersinergi dengan
perkembangan zaman, bukan semata-mata mengadopsi, namun tetap kokoh
menjaga reputasi pesantren ditengah derasnya gelombang kompetisi sebagai
7 M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, 2009, Landasan Kependidikan, Konsep dan Aplikasinya
(Jakarta: Rajawali Pers), 83. 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan, Bab 2 Pasal 2 Ayat 1.
8
konsekswensi perkembangan globalisasi. Pesantren mampu tampil dan menjadi
bagian penting dalam mengembangkan pendidikan nasional melalui
penyelenggaraan madrasah unggulan berbasis pesantren. Umumnya madrasah
unggulan berkembang di daerah perkotaan yang mayoritas sudah dilabelisasi
oleh pemerintah sebagai madrasah negeri yang mengembangkan keunggulan-
keunggulan tertentu, kini pesantren sebagai madrasah swasta juga turut serta
diapresiasi dan di dukung oleh pemerintah mengembangkan potensi
madrasahnya sesuai dengan kultur dan espektasi pesantren dan masyarakat
pada umumnya.
Berdasarkan fakta objektif diatas, proses peningkatan mutu menjadi
penting, dituntut para stake holder kelembagaan pesantren mampu melakukan
terobosan dan gagasan kreatif dan kebijakan strategis dalam rangka
peningkatan mutu madrasah unggulan berbasis pesantren, sehingga mampu
menjadikan madrasah sebagai institusi yang unggul, yang dapat melahirkan
generasi-generasi yang memiliki keluasan ilmu, kematangan jiwa, keluhuran
akhlak, serta memiliki keterampilan-keterampilan professional yang akan
menjawab tuntutan zaman dan espektasi kebutuhan masyarakat. Maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang Desain Mutu Kurikulum Madrasah Unggulan
Berbasis Pesantren yang objek penelitiannya di MTs Unggulan Al Qadiri 1
dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember.9 kedua lembaga pendidikan
unggulan tersebut di bawah naungan Pondok pesantren dari waktu kewaktu
mampu meramu kebijakan strategisnya, membentuk lembaga formal dan
9 Hasil observasi sementara dan data-data dokumentasi di Pondok Pesantren Nurul Islam Jember,
lembaga tersebut mengelola beberapa pendidikan formal seperti PAUD dan TK “Anaprasa” Nuris
Jember, MI “Unggulan” Nuris Jember, MTs “Unggulan” Nuris Jember, MA “Unggulan” Nuris
Jember, yang masing-masing memiliki program yang berorientasi pada mutu. Kedua, dari sisi
programnya, ada Madrasah Sains / M-Sains, Tingkat SMP, MTs, SMA, MA, SMK, yang meliputi
programM-Sains Robotika, M-Sains Astronomi Toefl, M-Sains Bahasa Inggris, M-Sains Toefl, M-
Sains Biologi, M-Sains Kimia, M-Sains Fisika, M-Sains Matematika, M-Sains Geografi, M-Sains
Ekonomi, M-Sains IPS, Public Speaking, Karya Tulis Ilmiah, Programming, Desain Grafis,
Teknik Kendaraan Ringan (TKR) Tekhnik Sepeda Motor (TSM). Dibidang pengembangan bahasa,
meliputi pengembangan bahasa arab dan inggris. Dibidang bahasa arab meliputi Al-Muhadatsah
Al-Arabiyah (Arabic Conversation) English Conversation (Al-Muhadatsah Al-Injilisiyah).
Dibidang Manajemen, pondok pesantren tersebut mengembangkan manajemen Mutu
Ekstrakurikuler MI UnggulanNuris Full Day School, Manajemen Mutu Tahfidz Al Quran,
Manajemen Mutu Aqidatul Awam, Manajemen Mutu TPA, MPKIS (Manajemen Pengembangan
Kitab Kuning). Pada program tahfidz terdapat Madrasah Tahfid Al Quran, MHQ MTs, MHQ Putra
dan putri. Disamping program diatas, lebih lanjut pada tataran uji pemahaman dan penguatan
mental dalam pengembangan kitab, terdapat program Bahtsul Masa’il.
9
lembaga mutu dan audit mutu khas pesantren, formulasi kurikulum,
manajemen peningkatan mutu, mendesain program-program unggulan
sehingga mampu mendorong atmosfir mutu akademik dan non akademik
madrasah sehingga menjadi madrasah unggulan. Tidak jarang prestasi-
prestasinya tampak dan membanggakan.
Peneliti ingin memfokuskan galian penelitiannya pada aspek desain
formulasi kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren, bagaimana
kerangka konsepsi kurikulumnya, penetapan standarnya mutu kurikulumnya,
serta pola pengorganisasian sumberdaya dalam mengimplementasikan
konsepsi/ desain kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana karakterisatik kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis
Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan
Nurul Islam 1 Jember)?
2. Bagaimana formulasi pengembangan kurikulum di Madrasah Unggulan
Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs
Unggulan Nurul Islam 1 Jember)?
3. Bagaimana strategi partisipasi steakholder dalam penerapan kurikulum di
madrasah unggulan berbasis pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al
Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mendeskripsikan karakteristik kurikulum di Madrasah Unggulan
Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs
Unggulan Nurul Islam 1 Jember).
2. Untuk mendeskripsikan dan menemukan formulasi pengembangan
kurikulum di Madrasah Unggulan Berbasis Pesantren (Studi Kasus di MTs
Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs Unggulan Nurul Islam 1 Jember)
3. Untuk mendeskripsikan dan menemukan strategi partisipasi steakholder
dalam penerapan kurikulum di madrasah unggulan berbasis pesantren dalam
10
kegiatan pembelajaran (Studi Kasus di MTs Unggulan Al Qadiri 1 dan MTs
Unggulan Nurul Islam 1 Jember)
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis.Baik bagi peneliti sendiri maupun beberapa pihak yang terlibat
langsung maupun tidak dalam penyelesaian penelitian ini.
Manfaat disini dapat terklasifikasikan menjadi 2 bagian, yakni manfaat
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan kontribusi cakrawala pengetahuan secara teoritis
tentang peningkatan mutu kurikulum madrasah unggulan berbasis pesantren,
yang dapat dijadikan dasar teoretis konseptual dalam menentukan suatu
kebijakan untuk memajukan dan menjadikan sekolah berkualitas yang
tercermin pada seluruh civitas akademika.
2. Manfaat Praktis
Dapat memberikan kontribusi secara praktis bagi lembaga pendidikan
pada khususnya yang memiliki tanggung jawab besar dalam pengelolaan
kelembagaan. Beberapa pihak di lembaga pendidikan dapat memanfaatkan
hasil penelitian ini. Sedangkan bagi peneliti dapat memahami dan
mempunyai gambaran secara riil permasalahan yang ada dilembaga yang
diteliti, yang kemudian dapat menjadi pengalaman secara akademis dan
riset, bahwa antara teori dengan praktek sangatlah berbeda. Oleh karena itu,
bagaimana mengambil sintesa dari keduanya dengan melakukan riset yang
diharapkan dapat muncul titik terang, yang kemudian menegaskan formulasi
penyikapannya.
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Dasar Pemikiran Pengembangan Madrasah Unggulan
Masyarakat Indonesia tidak sedikit yang lebih mempercayai lembaga
pendidikan madrasah dari pada sekolah umum. Lembaga pendidikan Islam
ini diminati oleh masyarakat yang menghendaki para putra-putrinya
memperoleh pendidikan agama yang cukup sekaligus pendidikan umum
yang memadai. Namun, ada empat masalah utama yang sedang dihadapi
oleh madrasah pada umumnya, yaitu : masalah identitas diri madrasah,
masalah jenis pendidikan yang dipilih sesuai titik tekan keagamaan,
masalah kemunduran kualitas ajaran Islam yang berimplikasi pada
kedangkalan pemahaman Islam dan masalah sumber daya internal yang ada
dan pemanfaatannya bagi pembangunan madrasah sendiri di masa depan.10
Berikut beberapa dasar pemikiran lain dikembangkannya model madrasah
unggulan:
a. Dasar Religius
Islam memerintahkan belajar pada ayat pertama yang diturunkan pada
Rasulullah SAW oleh karena belajar itu adalah kewajiban utama dan sarana
terbaik mencerdaskan umat.[21] Perintah belajar tersebut tidak terbatas pada
urusan duniawi saja, tetapi juga dalam urusan ukhrawi. Firman Allah SWT
dalam Al Qur’an surat At Taubah ayat 122:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-
tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
(Q.S At Taubah: 122)11
Lafadz “liyatafaqqahuu fidiin” dalam ayat tersebut memberi isyarat
tentang kewajiban memperdalam ilmu agama.[22]
10 Muhaimin. 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah
dan Perguruan Tinggi. (Jakarta : Raja Grafindo Persada),186. 11 Muhammad Taufiq, Software Quran In Word, Versi 1, 3, Surat 009: 122
12
Arti seorang muslim perlu mendalami ilmu agama dan mengajarkan
kepada orang lain berdasarkan kadar yang diperkirakan dapat memberikan
kemaslahatan bagi mereka, sehingga memberikan pengetahuan hukum-
hukum agama yang pada umumnya harus diketahui oleh orang-orang
beriman. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang pintar dalam urusan
duniawi namun mereka lalai dalam urusan akhirat. Firman Allah SWT:
Artinya : “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat
adalah lalai”.(Q.S. Ar Rum: 7).12
Jadi belajar agama merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang
muslim sebagai benteng yang dapat menjaga diri dan tetap dalam koridor
yang disyariatkan. Begitu pentingnya belajar agama sehingga Allah SWT
memberikan kedudukan tinggi pada orang yang memusatkan perhatian
mendalami ilmu agama sebagaimana derajatnya orang-orang berjihad
dengan harta dan dirinya dalam rangka meninggikan kalimah Allah SWT.
Salah satu cara yang bisa dilakukan dengan belajar disebuah lembaga yang
khusus mengajarkan ilmu-ilmu agama yaitu Madrasah.
b. Dasar Yuridis
Penyelenggaraan Madrasah secara yuridis diatur dalam tata perundangan
kita. Sila pertama yang menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki
makna bahwa agama dijadikan sebagai pembimbing sekaligus
keseimbangan hidup bangsa Indonesia. Ini berarti bahwa lembaga
keagamaan seperti Madrasah diakui sebagai tempat pembinaan mental
spiritual bangsa indonesia. Secara konstitusional pasal 29 ayat 2 negara
menjamin kebebasan rakyatnya dalam melaksanakan ajaran agamanya.
Termasuk kebebasan belajar di Madrasah. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan
bahwa pemerintah mengusahakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya adalah penyelenggaraan
Madrasah. Secara operasional ketentuan Madrasah terakhir diatur dalam
keputusan menteri agama No. 1 tahun 2001 setelah lahirnya Direktorat
pendidikan keagamaan dan pondok pesantren khususnya melayani pondok
12 Muhammad Taufiq, Software Quran In Word, Versi 1, 3, Surat 030: 07
13
pesantren dan Madrasah. keberadaan Madrasah sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional diperkuat dengan lahirnya Undang-undang No. 20
tahun 2003 terutama pasal 30 ayat 1 hingga 4 yang menyatakan bahwa:
1) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan
atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama sesuai dengan
peraturan perundangan. Ini berarti pendidikan keagamaan dapat
diselenggarakan oleh pemerintah (pendidikan keagamaan negeri) dan
dapat diselenggarakan oleh masyarakat (pendidikan keagamaan
swasta).
2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota masyarakat yangmemahami dan mengamalkan
nilai-nilai agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.
3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur formal, non
formal dan informal. Ketentuan ini memberikan ruang yang sangat
luas pada lembaga pendidikan keagamaan untuk menyelenggarakan
pendidikan pada jalur formal persekolahan, non formal seperti
kursus, pelatihan, kelompok belajar keagamaan
(majlis ta’lim), atau jalur informal seperti pendidikan dalam keluarga.
4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan madrasah, pesantren,
dan bentuk lain yang sejenis.13
2. Konsep Pengembangan Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa yunani yang semula digunakan dalam
bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni jarak
yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari start hingga finish.
Pengertian ini kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan. Dari bahasa
Arab, istilah kurikulum diartikan dengan manhaj, yakni jalan yang terang,
atau jalan terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam
konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.
13 Azizy, A. Qodri dkk, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah: Pertumbuhan dan
Perkembangan, (Jakarta: Departemen Agama), 58-59
14
Al-Khauly (1981) menjelaskan almanhaj sebagai seperangkat rencana
dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan
tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam kontek pendidikan kurikulum
diartikan sebagai jalan terang yang dilalui pendidik dengan peserta didik
untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap serta nilai-nilai.
Menurut Al-Khauly, bahwa al-manhaj sebagai seperangkat rencana dan media
untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.14
Sedangkan secara terminologi, menurut pandangan lama, kurikulum
merupakan kumpulan-kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan
pendidik atau dipelajari peserta didik. Selanjutnya telah beralih dari
menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman
belajar. Menurut Caswel dan Campbell dalam buku mereka yang terkenal
Curriculum Development (1935)15 mengemukakan kurikulum adalah
To be composed of all the experiences children have under the
guidance of teachers. Perubahan penekanan pada pengalaman ini
lebih ditegaskan oleh Ronald C. Doll, The
commonly accepted definition of the curriculum has changed from
content of courses of study and list of subjects and courses to all
experiences which are offered to learners under the auspices or
direction of the school…
Definisi yang dikemukakan oleh Doll tidak hanya menunjukkan adanya
perubahan penekanan dari isi kepada proses, tetapi juga menunjukkan adanya
perubahan lingkup, dari konsep yang sangat sempit kepada yang lebih luas
cakupannya.
Lebih lanjut Hilda Hilda Taba mempunyai pendapat yang berbeda dengan
pendapat-pendapat tersebut. Perbedaan antara kurikulum dan pengajaran
menurutnya bukan terletak pada implementasinya, tetapi pada keluasan
cakupannya. Kurikulum berkenaan dengan cakupan tujuan, isi dan metode
yang lebih luas atau lebih umum, sedangkan yang lebih sempit atau lebih
khusus menjadi tugas pengajaran. Menurut Taba keduanya membentuk suatu
kontinum, kurikulum terletak pada ujung tujuan umum atau tujuan jangka
14 Muhaimain. 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (upaya mengefektifan
pendidikan agama Islam disekolah). (Bandung, PT. Rosdakarya), 1 15 Nana Syaodih Sukmadinata, 2002, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya), 4
15
panjang, sedangkan pengajaran pada ujung lainnya yaitu yang lebih khusus
atau lebih dekat. Kurikulum memberikan pegangan pada pelaksanaan
pengajaran di kelas, tetapi merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik
untuk menjabarkannya.16
Pendapat-pendapat yang muncul dalam proses kurikulum meliputi semua
pengalaman didalam lingkungan pendidikan, baik yang direncanakan maupun
tidak direncanakan, terkait belajar dan perkembangan siswa. ada tiga aspek
yang berkaitan dengan proses kurikulum, pertama) keputusan yang dibuat
mengenai tujuan (umum dan khusus) institusional pendidikan. Kedua)
keputusan, terkait dengan isi/materi pelajaran yang sesuai dan diyakini dapat
mencapai tujuan. Ketiga) metode mengajar yang sesuai untuk
mengorganisasikan dan menyampaikan isi kontek pelajaran. metode dalam
pembelajaran itu akan menjadi pengalaman pendidikan bagi siswa,
pengalaman tersebut merupakan produk dari interaksi apa yang diajarkan,
bagaimana menyajikan dan cara siswa belajar.17
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU. No. 20/2003)
bahwa dalam menyusun kurikulum harus memperhatikan peningkatan iman
dan taqwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan
pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan agama, dinamikan perkembangan global dan
persatuan dan kesatuan serta nilai kebangsaan.18
Dalam proses pengembangan kurikulum, setidaknya memperhatikan
beberapa hal, meliputi: landasan pengembangan, prinsip-prinsip, pendekatan-
pendekatan, prosedur-prosedur serta beberapa model pengembangan
kurikulum.
16 Hilda Taba, 1872, Curriculum Development Theory and Practice, (New York: Harcourt, Brace
and World,), 7 17 Bafadal, Ibrahim, 2006, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Sentralisasi Menuju
Desentralisasi (Jakarta, PT Bumi Aksara), 9 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UUD
republik Indosia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas.(Bandung. Penebit Citra Umbara), 117
16
a. Landasan-landasan Pengembangan Kurikulum
Pada sisi yang pertama aspek landasan pengembangan kurikulum. Dalam
pengembangan kurikulum program studi PAI setidaknya memperhatikan
beberapa landasan, diantaranya:
1) Landasan Religius
Landasan religius (agama) yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai
Ilahi dalam al Qur’an dan as-Sunnah.
2) Landasan Yuridis
Hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah, serta berlangsung seumur
hidup. Pembangunan di bidang pendidikan didasarkan atas Falsafah
Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang
sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, mampu
mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, mampu mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti luhur dan mencintai
bangsa dan sesama manusia, sesuai dengan ketentuan yang termaktub
dalam Undang-Undang Dasar 1945,19 dan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
3) Landasan Filosofis
Ada empat fungsi filsafat dalam proses pengembangan kurikulum.
Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan tujuan pendidikan. Kedua,
filsafat dapat menentukan isi atau materi yang harus diberikan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan
strategi atau cara pencapaian tujuan. Keempat, melalui filsafat, dapat
ditentukan bagaimana tolok ukur keberhasilan proses pendidikan.20
b. Prinsip-prinsip Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum program studi PAI memperhatikan
prinsip-prinsip pengembangan sebagai berikut:
19 Oemar Hamalik, 2008, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya), 64-65 20 Wina Sanjaya, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group), 43
17
Prinsip Pertama, prinsip relevansi. Ada dua macam relevansi yang
harus dimiliki kurikulum, yaitu relevan ke luar dan relevansi di dalam
kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi dan proses
yang tercakup dalam kurikulum harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan
dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terdapat
kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yakni
antara tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian. Relevansi internal
menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.
Prinsip kedua, adalah fleksibelitas. Kurikulum hendaknya bersifat luntur
atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-
hal yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun
kemampuan dan latar belakang peserta didik.
Prinsip ketiga adalah kontinuitas yaitu kesinambungan. Perkembangan
dan proses belajar peserta didik berlangsung secara berkesinambungan, tidak
terputus-putus. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman yang disediakan
kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas
dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang
pendidikan lainnya hingga ke jenjang pekerjaan.
Prinsip keempat adalah praktis yakni mudah dilaksanakan,
menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga dapat dijangkau oleh
semua kalangan masyarakat. Prinsip ini juga disebut dengan prinsip
efisiensi.
Prinsip kelima adalah efektivitas. Dalam suatu kurikulum, yang juga
harus diperhatikan yaitu keberhasilan dari pelaksanaan proses kegiatan
belajar mengajar.21
c. Pendekatan-pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pada sisi ketiga, aspek pendekatan-pendekatan pengembangan kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum program studi PAI, memperhatikan
beberapa pendekatan-pendekatan. Mengingat pendekatan adalah cara kerja
21 Hoover, Kenneth H. (1982). The Professional Teacher‟ s Handbook dalam Nana Syaodih
Sukmadinata, 2002, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 150-151
18
dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti
langkah-langkah pengembangan yang sistematis agar memperoleh kurikulum
yang lebih baik.
Adapun pendekatan pendekatan yang dikembangkan adalah sebagai
berikut:
1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)
Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai
dasar organisasi kurikulum. Prioritas pendekatan ini adalah
mengutamakan sifat perencanaan program dan juga mengutamakan
penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.22
2) Pendekatan berorientasi pada tujuan.
Kelebihan pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi
pada tujuan ini adalah a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi
penyusun kurikulum, b) Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang
jelas pula di dalam menetapkan materi pelajaran atau bidang studi,
metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai
tujuan. c) Tujuan-tujuan yang jelas tersebut juga akan memberikan arah
dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai. d) Hasil
penelitian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum
dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.23
3) Pendekatan Rekonstruksionalisme
Pendekatan ini disebut juga rekontruksi sosial karena memfokuskan
kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat.24
4) Pendekatan Humanistik
Kurikulum ini berpusat pada siswa atau peserta didik (student-centered)
dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai
prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Prioritasnya
adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan minat,
kebutuhan, dan kemampuan peserta didik.25
22 Abdullah Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Yogjakarta: Ar-Ruzz
Media), 199. 23 Subandijah, 1993, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. (Jakarta: Raja Grafindo Persada), 56 24 Nasution, S. 1993, Pengembangan Kurikulum. (Bandung: Citra Aditya Bakti) 48. 25 Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum….. 203
19
5) Pendekatan Akuntabilitas (Accountability).
Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik
yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan
peserta didik dalam mencapai standar tersebut. Agar memenuhi tuntutan
tersebut, para pengembang kurikulum mengkhususkan tujuan pelajaran
agar dapat mengukur prestasi belajar. Dalam banyak hal gerakan ini
menuju kepada ujian akademis yang ketat sebagai syarat memasuki
lembaga pendidikan yang lebih tinggi.2626
6) Pendekatan Interdisipliner.
Banyak usaha telah dijalankan selama ini untuk mendobrak tembok
pemisah yang dibuat-buat antara berbagai mata pelajaran atau disiplin
ilmu yang terdapat dalam pendekatan bidang studi. Masalah-masalah
dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi
memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.
3. Karakteristik Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran di
Madrasah Unggulan
Sekolah atau madrasah unggulan dilihat dari aspek kurikulum bersandar
pada kebijakan pendidikan nasional. Secara bertahap dilakukan penulisan
materi ajar dalam bahasa Inggris (untuk mapel umum) dan Arab (untuk
mapel PAI dan Bahasa Arab), khususnya untuk jenjang MTs. Selain itu
kurikulum diperkaya dengan mengadopsi kurikulum dari sekolah pada
negara maju. Adapun keunggulan yang dapat dikembangkan adalah
sebagai berikut:
a. Mengembangkan program khusus penguatan baca tulis Al-Qur’an baik
untuk guru maupun peserta didik.
b. Memiliki standar dalam pengembangan kemampuan berfikir kritis dan
budaya akademik, dengan mengembangankan kegiatan karya tulis
ilmiah bagi MTs 17
c. Menetapkan standar dalam Menetapkan standar dalam penggunaan
Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) dalam pembelajaran
26 Idi, 2007, Pengembangan Kurikulum….. 203
20
(email, blog atau e-learning project, e-library) dan menjadikan internet
sebagai sumber belajar
d. Menyusun perencanaan, implementasi dan evaluasi penerapan bahasa
inggris dan arab di madrasah secara bertahap
e. Mengembangkan budaya islami di madrasah
f. Mengembangkan muatan karakter santri meliputi : pengembangan etos
keilmuan yang tinggi, tafaqquh fi ad-din, pembiasaan beribadah secara
istiqomah, pembinaan akhlakul karimah, riyadhah spiritual, penanaman
visi dan orientasi hidup sebagai penyampaian risalah dakwah,
penanaman nilainilai moral utama.
g. Pada aspek Standar Kompetensi Lulusan Standar keunggulan
kompetensi lulusan setidaknya memuat: pertama, dari Rata-rata hasil
UN minimal 7,5. Kedua, memiliki kompetensi bahasa inggris dan arab
bagi guru dengan skor TOEFL minimum 350 dan TOEAFL 300.
Ketiga, memiliki kompetensi bahasa inggris dan arab bagi peserta didik
didik MTs didorong untuk mencapai kompetensi bahasa inggris dan
arab dengan TOEFL minimum 300 dan TOEAFL 250 melalui program
yang dilakukan secara bertahap. Keempat, menetapkan standar
pembinaan prestasi bidang akademik, keagamaan, olahraga dan seni,
dan memperoleh prestasi minimal dalam kurun waktu tiga tahun meraih
6 kejuaraan tingkat kabupaten (juara I), 4 kejuaraan tingkat Provinsi
(juara I, II, III), 2 kejuaraan tingkat Nasional (Juara I-VI, dan harapan I,
II, III).2727
h. Pada aspek pembelajaran, bahwa proses pembelajaran bersifat
interaktif, inspiratif, menyenangkan, dan menantang sehingga dapat
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Proses
pembelajaran memberikan ruang yang cukup untuk peserta didik agar
memiliki akhlak mulia, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa
entrepreneurship, jiwa patriot, jiwa inovator, prakarsa, kreativitas,
kemandirian berdasarkan bakat, minat dan perkembangan fisik maupun
27 Lampiran Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor: 609B Tahun 2012 Tentang Rintisan Madrasah Unggulan, Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Rintisan Madrasah Unggulan.
21
psikologisnya secara optimal yang terintegrasi pada keseluruhan
kegiatan pembelajaran. Pendidik harus dapat mengembangkan proses
pembelajaran yang membangun pengalaman belajar peserta didik
melalui kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi yang efektif dan
efisien. Mutu pembelajaran ditingkatkan dengan dukungan penerapan
TIK pada semua mata pelajaran serta menggunakan bahasa Inggris
untuk kelompok sains dan matematika dan bahasa Arab untuk mata
pelajaran PAI dan Bahasa Arab untuk jenjang MTs.
Ada pun model keunggulan yang perlu dikembangkan sebagai berikut :
a) Menetapkan standar minimal indicator hasil belajar secara komprehensif
dengan mengembangkan seluruh ranah pembelajaran; b) Menetapkan
prosedur operasional dan administrasi standar pelaksanaan pembelajaran
yang interaktif inspiratif, menyenangkan dan menantang; c) Menetapkan
indikator pembelajaran yang mengembangkan akhlak mulia, kepribadian
unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneurship patriotisme,inovator, kreatif,
dan mandiri; d) Menetapkan standar prosedur pembelajaran dengan
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi beserta prosedur evaluasinya dan
melakukan langkah penguatan dengan memberikan fasilitasi pendukung di
madrasah serta dengan mengoptimalkan peran MGMP; e) Menggunakan
metode pembelajaran yang bervariasi; f) Menetapkan indikator mutu
pengelolaan kelas dengan model kelas interaktif dan kompetitif; g)
Menerapkan standar penggunaan bahasa Inggris dan Arab pada proses
pembelajaran (MTs) secara bertahap. h) Mengembangkan alat peraga
proses pembelajaran berbasis ICT; i) Penggunaan teknologi informasi
sebagai penunjang administrasi akademik khususnya dalam pengelolaan
administrasi hasil belajar; j) Menetapkan tahapan pengembangan
perpustakaan madrasah menuju perpustakaan unggul dan menetapkan
indicator kesuksesan pengelolaan perpustakaan; k) Bagi MTs memiliki
Laboratorium IPA, IPS, Bahasa/ Multimedia disertai dengan program
pengelolaan, indicator sukses dan rencana tahapan pengembangan; l)
Melaksanakan remedial berbasis pemetaan dalam KKM dan
mengadministrasikannya; m) Melaksanakan kegiatan pengayaan dengan
22
merujuk pada standar soal olimpiade, menetapkan target pencapaian
standar pengayaan dan melakukan evaluasi pencapaian hasil belajar.28
4. Karakteristik Madrasah Unggulan
Menurut Moedjiarto, setidaknya dalam praktik dilapangan terdapat tiga
tipe madrasah atau sekolah Islam unggulan. Pertama, tipe madrasah atau
sekolah Islam berbasis pada anak cerdas. Tipe seperti ini sekolah atau
madrasah hanya menerima dan menyeleksi secara ketat calon siswa yang
masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun
proses belajar-mengajar di lingkungan madrasah atau sekolah Islam tersebut
tidak terlalu istimewa bahkan biasa-biasa saja, namun karena input siswa yang
unggul, maka mempengaruhi output nya tetap berkualitas.Kedua, tipe
madrasah atau sekolah Islam berbasis pada fasilitas. Sekolah Islam atau
madrasah semacam ini cenderung menawarkan fasilitas yang serba lengkap
dan memadahi untuk menunjang kegiatan pembelajarannya. Tipe ini
cenderung memasang tarif lebih tinggi ketimbang rata-rata sekolah atau
madrasah pada umumnya. Ketiga, tipe madrasah atau sekolah Islam berbasis
pada iklim belajar. Tipe ini cenderung menekankan pada iklim belajar yang
positif di lingkungan sekolah/madrasah. Lembaga pendidikan dapat menerima
dan mampu memproses siswa yang masuk (input) dengan prestasi rendah
menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi. Tipe ketiga ini termasuk agak
langka, karena harus bekerja ekstra keras untuk menghasilkan kualitas yang
bagus.29
5. Upaya Peningkatan Mutu Madarasah Unggulan
Konsep peningkatan mutu seperti yang dikembangkan Philip Crosby,
Edward Deming dan Joseph Juran yang mengembangkan konsep Total quality
manajemen, pada prinsipnya, bahwa dalam meraih kualitas maka komitmen
harus dibangun dalam setiap diri karena pertama, kualitas merupakan kunci
28 Lampiran Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Nomor: 609B Tahun 2012 Tentang Rintisan Madrasah Unggulan, Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Rintisan Madrasah Unggulan. 29 Moedjiarto, 2002, Sekolah Unggul, (Surabaya: Duta Graha Pustaka). 34.
23
ke arah program yang berhasil. Kedua, perbaikan-perbaikan kualitas menuntut
komitmen menajemen sepenuhnya untuk dapat berhasil.Komitmen kepada
kualitas ini harus terus-menerus. Ketiga, perbaikan kualitas adalah kerja
keras.Tidak ada jalan pintas atau perbaikan cepat. Menuntut perbaikan budaya
bagi organisasi secara keseluruhan. Keempat, perbaikan kualitas menuntut
banyak pelatihan. Kelima, perbaikan kualitas menuntut keterlibatan semua
karyawan secara aktif, dan komitmen mutlak dari manajemen senior.30
Total quality manajemen (manajemen mutu terpadu) sebagai salah satu
suatu filosofi dan suatu metodologi untuk membantu para pengelola dalam
mengelola perubahan dan inti dari TQM adalah perubahan budaya dari
pelakunya.31 Lebih lanjut Slamet (1995) menegaskan bahwa TQM adalah
suatu prosedur dimana setiap orang berusaha keras secara terus menerus
memperbaiki jalan menuju sukses.TQM bukanlah seperangkat peraturan dan
ketentuan yang kaku, tetapi merupakan proses-proses dan prosedur-prosedur
untuk memperbaiki kinerja. TQM juga menselaraskan usaha-usaha orang
banyak sedemikian rupa sehingga orang-orang tersebut menghadapi tugasnya
dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan
pekerjaan.32
Pada tataran aplikasi, ada lima unsur utama dalam penerapan TQM, yaitu:
(1) berfokus pada pelanggan, (2) perbaikan pada proses secara sistematik, (3)
pemikiran jangka panjang, (4) pengembangan sumber daya manusia, dan (5)
komitmen pada mutu.33 Dalam konteks sekolah pertama seluruh program
sekolah diarahkan dan difokuskan pada pelanggan dalam hal ini siswa sebagai
pelanggan internal, orang tua dan masyarakat. Kedua, seluruh
kegiatan(program) senantiasa disusun secara sistemik dan terorganisir. Ketiga,
komitmen sekolah dalam proses pendidikan lebih diorientasikan pada
pemikiran jangka panjang, artinya bukan semata hanya memproduk siswa
secara spontan dan sekedar lulus, tanpa dibekali dengan potensi, keterampilan
30 Edward Sallis, 1993, Total Quality Management in Education, (London: Kogan Page Limited),
25. 31 Salis, 1993, Total Quality Management..... 32 Slamet, Margono. 1994, Manajemen Mutu Terpadu Dan Perguruan Tinggi Bermutu. (Proyek
Heds Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan) 33 Margono. Manajemen Mutu........
24
dan mental yang kuat dengan prinsip-prinsip yang telah dirumuskan..
Keempat, seluruh sumber daya sekolah senantiasa dipacu dan terus
ditingkatkan baik kinerja maupun potensi-potensinya demi tercapainya
sumber daya yang berkualitas.34
Proses peningkatan mutu yang dilakukan sekolah/ madrasah, faktanya
tidak semua mampu menerapkan seluruh filosofi dan prosedur peningkatan
mutu, dengan beberapa faktor: Pertama, kurangnya sosialisasi kepada semua
unsur sekolah, hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya pengetahuan dan
pemahaman impelementor terhadap manajemen peningkatan mutu sehingga
sumberdaya manusia belum siap. Kedua, Kurangnya kepekaan dalam
mengidentifikasi tantangan nyata sekolah, hal ini dibuktikan dengan belum
adanya susunan data khusus oleh sekolah mengenai tantangan nyata
sekolah.Hal ini disebabkan karena sekolah belum maksimal
mengoperasionalkan pendekatan SWOT, sekolah masih disibukkan kegiatan
rutinitas, tetapi untuk bersaing dan meningkatkan lembaganya masih terbentur
dengan kegiatan-kegiatan tekhnis. Ketiga, alternatif langkah pemecahan
persoalan, artinya sekolah mampu mencari solusi / alternatif untuk mengatasi
permasalahan yang ada, namun dalam kenyataannya sekolah belum mampu
mengambil tindakan yang dapat mengubah kondisi tidak siap menjadi siap.
34 Prinsip tersebut menurut Deming pertama,miliki tekad yang kuat dan terus menerus untuk
memperbaiki mutu produk dan jasa, kedua, menggunakan filosofi yang tidak bisa menerima
keterlambatan, kesalahan, cacat materi dan cacat pekerjaan.Ketiga, menghentikan pemeriksaan
mutu pada akhir proses, ganti dengan adanya proses yang baik sejak awal sampai akhir guna
mendapatkan hasil yang bermutu. Keempat, hendaknya jangan terkecoh oleh besarnya biaya saja;
yang mahal belum tentu baik, yang mudah belum tentu baik, demikian pula sebaliknya.Kelima,
intens melakukan terus menerus berupa kegiatan sampai kearah pada pencapaian
mutu.Keenam,hendaknya melembagakan pembinaan dalam bentuk on the job atau training untuk
semua orang (pimpinan, guru, dan staf sekolah lainnya) agar masing-masing dapat selalu
meningkatkan kualitas kerjanya, Ketujuh, hendaknya melembagakan kepemimpinan yang
membantu setiap orang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kedelapan, hendaknya
menghilangkan sumber-sumber yang menyebabkan orang merasa takut dalam organisasi, artinya
berbagai masalah yang timbul perlu di sharingkan, bukan dipendam, sehingga nantinya dicarikan
alternatif solusinya dan mengajak seluruh civitas sekolah berani menghadapi masalah.Kesembilan,
hendaknya menghilangkan segala yang menghambat komunikasi antar bagian dan antar individu
dalam organisasi sekolah, artinya perlu adanya keterbukaan menjadi penting antara bawahan
dengan atasan meskipun ada perasaan sungkan.Kesepuluh, singkirkan penghalang yang merebut
hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga atas hasil kerjanya.Kesebelas, lembagakan
program yang kuat untuk pendidikan, pelatihan dan pengembangan diri bagi semua orang. Kedua
belas, Ciptakan struktur yang memungkinkan semua orang bisa ikut serta dalam usaha
memperbaiki mutu organisasi sekolah (Deming dalam Sallis, Edward Total Quality Management
in Education; 1993:48-49)
25
Keempat, melakukan rencana peningkatan mutu kurang efektif, hal ini
dibuktikan dengan belum optimalnya pelaksanaan rencana peningkatan mutu.
Sebagai sebuah contoh guru masih belum sepenuhnya mampu menciptakan
kondisi/ metode pembelajaran yang efektif, siswa masih kurang siap dalam
menerima pelajaran, adanya kesenjangan di bidang keahilan tertentu (guru
mengajar tidak sesuai dengan bidang studi) buku setiap pelajaran kurang
lengkap, serta sarana prasarana dan dana kurang memadai.35
Untuk menyikapi hal tersebut pemerintah tetap dan terus mengupakan,
mulai dengan melakukan pembinaan dan pelatihan peningkatan kapasitas
ketenagaan dan tata kelola kelembagaan dengan melibatkan stake holder di
lembaga pendidikan. Disamping itu kegiatan supervisi tetap dilaksanakan,
melalui supervisi akademik dan supervisi manajerial sebagai bentuk upaya
menampung aspirasi dan menindaklanjuti progress report perkembangan
sekolah. Kebijakan evaluasi diri sekolah/madrasah yang rutin setiap tahun
dilakukan oleh sekolah/ madrasah sebagai bentuk pertanggungjawaban
kepada pemerintah, masih dimaknai sebagai bentuk kegiatan pelaporan
administratif yang pada tataran aplikatif masih belum dimaknai sebagai follow
up perbaikan sekolah/ madrasah, karena sebab kondisi lembaga masih
memiliki kompleksitas problem internal. Setiap sekolah/madrasah memiliki
minesite dan kultur yang beragam, sehingga komitmen meraih mutu,
kadangkalanya masih terjebak dengan anggaran dan mental sumberdaya
manusia yang fruktuatif yakni antara maju dan tidak, sehingga kegiatan di
sekolah terkesan berjalan apa adanya.
Secara ideal, sebenarnya semangat otonomi pendidikan memberikan
kewenangan bagi sekolah untuk mengelola secara profesional, akuntabel dan
transparan guna mencapai mutu pendidikan yangdiharapkan dengan
melibatkan sumberdaya yang ada untuk berpacu meningkatkan etos kerja
demi terwujudnya prestasi akademis dan non akademis, sehingga harapannya
menjadikan sekolah atau madrasah unggulan. Kewenangan di era otonomi
daerah ini merupakan momentum strategis untuk mengelola sekolah menjadi
35 Dwi Ningsih, Rahayu, Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah Pada Sekolah Menengah Atas
Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan Meranti, Jurnal, Program Studi Ilmu Administrasi
Negara Fisip Universitas Riau, 2012:3
26
sekolah unggulan, disamping karena tuntutan zaman dan perubahan sosial,
disisi lain karena tuntutan dunia kerja. Peserta didik tidak hanya dibekali ilmu
pengetahuan agama, tetapi harus di imbangi dengan penguasaan disiplin ilmu
pengetahuan umum, keterampilandan kecakapan-kecakapan lain yang harus
terus ditingkatkan sekolah melalui tenaga pendidik yang profesional.36
Merefleksikan tentang harapan lembaga pendidikan menjadi sekolah/
madrasah unggulan, bahwa madrasah unggulan adalah madrasah program
unggulan yang lahir dari sebuah keinginan untuk memiliki madrasah yang
mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi ditunjang oleh akhlakul karimah. Sementara
sekolah Islam unggulan adalah sekolah yang dikembangkan untuk mencapai
keunggulan dalam keluaran (out put) pendidikannya. Untuk mencapai
keunggulan tersebut, maka masukan (input), proses pendidikan, guru dan
tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta sarana
penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan tersebut.37
Oleh karena itu ada beberapa faktor pendukung dalam terselenggaranya
sekolah yang unggul. Sebagaimana menurut Imron Arifin, unsur pendukung
madrasah atau sekolah Islam berprestasi (unggul) itu setidaknya ada sembilan
faktor, yaitu: Faktor sarana dan prasarana, Faktor guru, Faktor murid, Faktor
tatanan organisasi dan mekanisme kerja, Faktor kemitraan, Faktor komitmen
/sistem nilai, Faktor motivasi, iklim kerja, dan semangat kerja., Faktor
36 Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Asep Deni Nurmansyah yang fokusnya meneliti
tentang Implementasi Manajemen Mutu Terpadu Di Sekolah Menengah Kejuruan Dilingkungan
Dinas Pendidikan Kabupaten Subang, yang diterbitkan oleh Universitas Pendidikan Indonesia,
tahun 2012. Hasil penelitiannya efektif dilakukan, melalui siklus manajemen mutu, mulai dari
perencanaannya, pengendalian mutu, proses peningkatan mutu terutama pelayanan pendidikannya.
Hal itu juga tidak lepas dari peran pemimpin yang memiliki etos kerja yang tinggi dan berorientasi
pada bawahan. Upaya yang dilakukan kepala sekolah di SMK mampu mendorong para
bawahannya untuk komitmen pada etos kerja dan spirit mendorong kualitas peserta didiknya
sehingga output yang dihasilkan membanggakan. 37 Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Wardiman Djojonegoro tahun 1994
tepatnya setahun setelah pengangkatannya,. Istilah sekolah unggul lahir dari satu visi yang jauh
menjangkau ke depan, wawasan keunggulan. Menurut Wardiman, selain mengharapkan terjadinya
distribusi ilmu pengetahuan, dengan membuat sekolah unggul ditiap-tiap propinsi, peningkatan
SDM menjadi sasaran berikutnya. Lebih lanjut, Wardiman menambahkan bahwa kehadiran
sekolah unggul bukan untuk diskriminasi, tetapi untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dan
memiliki wawasan keunggulan. Sinergi, Jurnal Populer Sumber Daya Manusia, Volume 1, No. 1
Januari-Maret 1998. Hal. 15.
27
keterlibatan semua pihak, Faktor kepemimpinan kepala sekolah.38 Dengan
demikian, harapan menjadikan sekolah unggulan dapat terwujud melalui
strategi manajemen peningkatan mutu yang efektif dan berkelanjutan.
38 Arifin, Imron, 2008, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah Berprestasi,
(Yogyakarta: Aditya Media), 322-323.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN
Sesuai dengan judul yang peneliti angkat, maka penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif.Menurut Moleong “Metode Kualitatif”
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang dapat
diamati.39 Pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa
angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.
Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin
menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas.
1. Kehadiran Peneliti dan Lokasi Penelitian
a. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif mutlak diperlukan, karena
peneliti sendiri merupakan alat (instrumen) pengumpul data yang utama
sehingga kehadiran peneliti mutlak diperlukan dalam menguraikan data.
Karena dengan terjun langsung ke lapangan maka peneliti dapat melihat
secara langsung fenomena di daerah yang akan diteliti. Peneliti sekaligus
merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis, penafsir
data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya".40 Peneliti
berusaha sebaik mungkin bersikap selektif, penuh kehati-hatian, dan serius
dalam menyaring data sesuai dengan realitas di lapangan sehingga data yang
terkumpul benar-benar relevan dan terjamin keabsahannya.Peneliti sebisa
mungkin menghindari kesan-kesan yang dapat menyinggung perasaan
maupun merugikan informan. Proses pemilihan informan, peneliti
menggunakan teknik purposive (bertujuan) yaitu peneliti memilih orang-
orang yang dianggap mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti.
Kehadiran peneliti di lapangan dalam rangka menggali informasi, peneliti
39 Lexy.J.Meleong, 1992, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pt. Remaja Rosda Karya),.6 40 .Meleong, 1992, Metodologi Penelitian...., 121
29
menggunakan tiga tahapan, yaitu: pemilihan informan awal, pemilihan
informan lanjutan, menghentikan pemilihan informan lanjutan, peneliti
menganggap penelitian telah selesai, kecuali bila ditemukan lagi informasi-
informasi baru yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Al Qadiri 1 Jember dan
Nurul Islam I Jember. Peneliti memilih lokasi tersebut karena banyak
prestasi-prestasi gemilang yang membanggakan.
2. Instrumen Penelitian
Dalam kegiatan penelitian untuk memperoleh data yang berasal dari
lapangan, seorang peneliti biasanya menggunakan instrumen yang mampu
mengambil informasi dari objek atau subjek yang diteliti. Untuk mencapai
tujuan tersebut seorang peneliti dapat membuat instrumen.41 Instrumen
penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan data.42
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam penelitian ini,
peneliti menjadi instrumen kunci atau utama, sebagai instrumen kunci,
peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan instrumen tambahan
berupa pedoman wawancara, pedoman observasi dan pedoman
dokumentasi.
3. Data Dan Sumber Data
Dalam penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka menurut
Lutfand bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata
dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain.43 Adapun sumber data dalam hal ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan data yang dikumpulkan, diolah dan
disajikan oleh peneliti dari sumber utama. Dalam penelitian ini yang
41Sukardi, 2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi Dan Praktiknya, (Jakarta: Bumi
Aksara), 121 42 Suharsimi Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta), 177 43 Arikunto, 2000, Manajemen Penelitian, 112
30
menjadi sumber data utama yaitu Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Islam,
para madrasah formal unggulan, guru, beberapa staf siswa.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data pelengkap yang
berfungsi melengkapi data yang di perlukan oleh data primer. Adapun
sumber data sekunder yang diperlukan yaitu: pedoman manajemen, buku
profil pondok pesantren dan sekolah/madrasah formal, majalah, jurnal,
dokumentasi foto kegiatan-kegiatan dan lain sebagainya.
4. Tekhnik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi sebagai
bahan utama yang relevan dan obyektif. Dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Interview (wawancara)
Metode interview adalah “cara pengumpulan data dengan tanya jawab
sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan
penelitian.44 Dalam penelitian ini, metode interview ini digunakan untuk
memperoleh data tentang desain mutu kurikulum madrasah unggulan
berbasis pesantren melalui proses wawancara dengan pimpinan pondok
pesantren, kepala madrasah, sekolah, Guru, para staf dan siswa serta
beberapa informan pendukung lainnya.
b. Metode Observasi
Dalam penelitian kualitatif, observasi dapat digunakan untuk memeriksa
latar, aktivitas individu atau kelompok individu dalam latar, orang yang
berperan serta dalam suatu aktifitas dan maknanya.45 Metode observasi
adalah “suatu pengamatan dan pencatatan secara sistematik fenomena-
fenomena yang diselidiki".46 Metode ini digunakan untuk memperoleh data
tentang keakuratan dan kepastiannya dalam hasil wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah “apabila menyelidiki ditujukan dalam
penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu dengan melalui sumber-
44 Arikunto, Manajemen Penelitian 193 45 M. Patton, 1987, Qualitative Evaluation Methods, (Beverly Hill: Sage Publications), 16 46 Sutrisno Hadi, 1994, Metodologi Reseach Ii, (Yogyakarta: Fak. Psikologi UGM), 136
31
sumber dokumen.47 Data dokumentasi ini digunakan untuk melengkapi data
yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Salah satu cara yang
dilakukan adalah menela’ah rekaman dan dokumen. Selain itu metode
dokumentasi ini pula digunakan untuk mengetahui: Profil pondok pesantren
dan lembaga pendidikan formal unggulan yang meliputi: Sejarah berdirinya,
Visi, Misi dan Tujuan, Struktur organisasi dan deskripsi tugas Data tenaga
pendidik dan kependidikan, Kebijakan Program, dan aturan (Tata tertib
sekolah), Rencana strategis pondok pesantren dan Sekolah/madrasah,
Fasilitas-fasilitas pendukung.
5. Tekhnik Analisa Data
Moleong mengklasifikasikan tiga model analisis data dalam penelitian
kualitatif, yaitu (1) metode perbandingan konstan (constant comparative
method) seperti yang dikemukakan oleh Glaser & Strauss, (2) metode analisis
data menurut Spradley, dan
(3) metode analisis data menurut Miles & Huberman.48 Dalam penelitian ini,
metode yang digunakan adalah metode analisis data menurut Miles &
Huberman yaitu analisis model interaktif. Analisis data berlangsung secara
simultan yang dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data dengan
alur tahapan: pengumpulan data (data collection), reduksi data (data
reduction), penyajian data (data display) dan kesimpulan atau verifikasi
(conclution drawing & verifying).49
6. Pengecekan Keabsahan Data.
Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data merupakan usaha untuk
meningkatkan derajat kepercayaan data.50 Untuk menjamin kesahihan dan
keabsahan data, maka peneliti berupaya menggunakan metode pengecekan
keabsahan temuan.Dalam penelitian ini, pemeriksaan keabsahan data
didasarkan pada kriteria-kriteria untuk menjamin kepercayaan data yang
diperoleh melalui penelitian.Terdapat empat kriteria untuk menjaga keabsahan
47 Winarno Surachmad, 1990, Dasar-Dasar Dan Teknik Research, (Jakarta: Tarsito), 132 48 Moleong, Metodologi Penelitian...., 15 49 Miles, M. B. dan Huberman Am, 1984, An Expenden Source Book, Qualitative Data Analysis, (London: sage publication), 20 50 Moleong, Metodologi Penelitian...., 107
32
data menurut Nasution dan Moleong, sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan dua kriteria, yaitu kredibilitas atau derajat kepercayaan,
dependibiltas atau kebergantungan.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. TEMUAN PENELITIAN
1. KARAKTERISTIK KURIKULUM DI MADRASAH UNGGULAN
BERBASIS PESANTREN
Kurikulum yang menjadi unggulan di madrasah ini ada lima,
program tahfidz, bahasa Arab dan bahasa Inggris (lugghotaini),
tartil al-Qur’an, membaca kitab kuning dan karakter atau akhlak.
Kurikulum ini sudah dimulai sejak tahun 2012 selain program
tahfidz, oleh karenanya sudah hampir 6 tahun ini program-
program tersebut sudah kita mulai dan hasilnya bisa dilihat.51
Kurikulum unggul di madrasah ini lebih ditekankan kepada
kejujuran siswa, bila tahap kejujuran ini terlaksana maka semua
program unggulan yang direncanakan menjadi berhasil atau
unggul tadi, jadi kami selaku pengelola madrasah memiliki rasa
tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai jujur dalam
setiap program yang kami unggulkan.52
Lima program unggulan ini menjadi lima jaminan
kompetensi di madrasah ini, tapi secara latar belakang alasan
memilih lima program unggulan ini adalah karena merupakan
ciri khas pesantren seperti program dua bahasa dan membaca
kitab kuning, selanjutnya bahasa Inggris dan program tahfidz
dipilih karena merupakan tuntutan masyarakat saat ini,
sedangkan program tartil al-Qur’an menjadi landasan dasar
semua jaminan kompetensi tadi.53
Ditambahkan oleh Waka kesiswaan MTs al-Qodiri 1 Jember, bahwa latar
belakang munculnya ide program unggulan yang menjadi bagian kurikulum
madrasah ini adalah :
Adanya fenomena di masyarakat akan minimnya nilai-nilai
pesantren yang terlihat dan muncul dari para santri alumni
pondok pesantren, fenomena ini yang memberikan landasan
akan munculnya ide menerapkan kurikulum pesantren yang
51 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018 52 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018 53 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018
34
unggul dan dapat dilihat langsung oleh masyarakat hasilnya
(alumninya).54
Di madrasah ini integrasi antara kurikulum sekolah dan
kurikulum pesantren dilakukan, dalam prakteknya ya seperti full
day school itu. Dan untuk menerapkannya diperlukan
kedisplinan semuanya. Contohnya program-program tadi yang
lima bisa berjalan bila semua elemen di madrasah ini memiliki
sikap disiplin. Itu yang kami tanamkan sejak dini baik kepada
siswa maupun guru-guru.55
Masalah disiplin ini memang kami tekankan karena
merupakan bagian daripada unggul dalam konteks kurikulum
madrasah, sehingga bila ingin madrasah itu dikatakan unggul
maka madrasah harus disiplin, ini yang kami tanamkan kepada
semuanya untuk selalu disiplin dalam belajar maupun lainnya.
Konsekuensinya ialah anak mendapat perhatian dan pengawasan
yang full baik dari tingkat pendar sampai kepada waka.56
Untuk mengontrol mutu kurikulum di madrasah ini, kami
memiliki Kabag pendidikan, namun Kabag sudah memberikan
keleluasaan kepada kami sebagai pengelola madrasah untuk
menerapkan dan mengembangkan kurikulum yang sudah
direncanakan. Dan program unggulan ini di evaluasi seminggu
sekali dari pihak sekolah.57
2. FORMULASI PENGEMBANGAN KURIKULUM DI MADRASAH
UNGGULAN BERBASIS PESANTREN
Di madrasah ini ada dua bentuk laporan penilaian, ada rapot
seperti sekolah-sekolah lainnya, lalu ada lagi syahadah,
semacam sertifikat kelulusan program-program yang menjadi
unggulan di madrasah ini. syahadah ini menjadi karakter dan ciri
madrasah ini menjadi madrasah unggulan.58
54 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018 55 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018 56 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018 57 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018 58 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018
35
Penilaian KKM di madrasah ini, alhamdulillah hampir 80%
siswa dapat mencapai nilai terbaik yaitu 95, hal ini dibuktikan
dengan hasil raport siswa. Sehingga evaluasi-evaluasi terus kami
lakukan agar semua siswa dapat mencapai nilai KKM terbaik.
Karena menurut kami tidak ada siswa bodoh itu.59 Di madrasah
ini juga memiliki penilaian pada aspek akhlak seperti buku di
gambar ini :
Gambar 4.1
Buku Saku Jujur
Di dalam buku saku jujur di atas memiliki lima aspek penilaian sebagai
berikut : penilaian kedisiplinan, penilaian ketertiban, penilaian keteraturan,
penilaian kemandirian dan penilaian kebersihan kesehatan.
Pembinaan pengelola madrasah terhadap peningkatan
kompetensi guru dalam menjalankan program unggulan, sejak
awal kami memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengikuti pelatihan di Pare/kampung Inggris bagi guru bidang
bahasa Inggris, ada juga guru yang kami sekolahkan di waktu
liburan ke pondok pesantren Mambaul Falah Bondowoso, ada
juga guru kami yang belajar bahasa Arab di Pondok Pesantren
Dalwa Bangil, ada juga yang ke Yasinat dan Nurul Jadid.60
Khusus kedisiplinan kami melalukan studi banding ke
Pondok Pesantren Gontor Ponorogo, karena memang pondok
tersebut sudah memberikan bukti keberhasilan menjalankan
59 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018 60 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018
36
program kedisiplinan itu. Karena kita menyakini bahwa dengan
disipilin semua program dapat berjalan dengan baik.61
Di lain waktu kadang madrasah juga mendatangkan pemateri
dari dosen untuk memberikan wawasan terkait kompetensi yang
perlu dikembangkan oleh guru-guru di madrasah ini, hal ini
sering kita lakukan biasanya satu semester satu kali. Sehingga
momen liburan bisa dimanfaatkan oleh guru-guru untuk belajar
mengembangkan diri.62
3. STRATEGI PARTISIPASI STEAKHOLDER DALAM PENERAPAN
KURIKULUM DI MADRASAH UNGGULAN BERBASIS
PESANTREN
Kepala sekolah dalam hal ini bu Nyai ya memiliki peran yang
cukup besar, karena beliau lah yang membantu kita sebagai
pengelola untuk menyakinkan kepada pihak yayasan agar
program unggulan yang kita canangkan ini dapat diterapkan
dalam sistem integrasi antara kurikulum sekolah dengan
kurikulum pesantren atau diniyah, sehingga siswa tidak perlu
mengikuti kurikulum diniyah yang dilaksanakan oleh yayasan
pondok pesantren.63
Kepala sekolahlah yang mengusulkan kepada pimpinan
pesantren dalam hal ini pimpinan yayasan agar kurikulum
unggulan ini dapat diterima dan dilaksanakan di madrasah
Tsanawiyah, sehingga keikutsertaan kepala sekolah dalam hal
kebijakan ini menjadi penting bagi kami sebagai pengelola
menerapkan kurikulum unggulan dengan penuh tanggung jawab
karena mendapat banyak perhatian dari pihak pimpinan terutama
Kiai dan Nyai pesantern.64
B. PEMBAHASAN
61 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018 62 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018 63 Wawancara bersama Bapak Eko (Waka Kurikulum MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember), tanggal 20 Desember 2018 64 Wawancara bersama Waka Kesiswaan MTs Unggulan al-Qodiri 1 Jember, tanggal 06 Desember 2018
37
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Soebahar, Modernisasi Pesantren, Studi Transformasi
Kepemimpinan Kiai dan Sistem Pendidikan Pesantren,
(Yogyakarta: LKIS, 2013)
Abdurrahman Wahid, 2001.Menggerakkan Tradisi; Esai-Esai Pesantren,
(Yogyakarta: LKIS)
Arifin, Imron, 2008. Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Mengelola Sekolah
Berprestasi, (Yogyakarta: Aditya Media)
Arikunto, Suharsimi, 2000. Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta).
Azizy, A. Qodri dkk, 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah
Diniyah: Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta:
Departemen Agama
Azyumardi Azra, 1999. Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam
(Jakarta: Paramadina)
Bafadal, 2006. Ibrahim ”Manajemen peningkatan mutu sekolah dasar sentralisasi
menuju desentralisasi (Jakarta, PT Bumi Aksara)
Departemen Penddikan Nasional, 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis
Sekolah. Jakarta: Dirjen DIKDASMEN
Dwi Ningsih, Rahayu, Efektivitas Manajemen Berbasis Sekolah Pada Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi Kabupaten Kepulauan
Meranti, Jurnal, Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fisip
Universitas Riau, 2012:3
Hilda Taba, 1872. Curriculum Development Theory and
Practice, (New York: Harcourt, Brace and World)
Hoover, Kenneth H. (1982). The Professional Teacher‟s Handbook dalam Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 150-151
Idi, Abdullah, 2007, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Lampiran Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor: 609B Tahun 2012
Tentang Rintisan Madrasah Unggulan, Petunjuk Teknis
Penyelenggaraan Rintisan Madrasah Unggulan.
Lexy.J.Meleong, 1992. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Pt. Remaja
Rosda Karya)
M. Patton, Qualitative Evaluation Methods, (Beverly Hill: Sage Publications,
1987) Marno, Islam : By Management and Leardership, (Jakarta
: Lintas Pustaka, 2007) Miles, M. B. dan Huberman Am,
1984.An Expenden Source Book, Qualitative Data Analysis,
(london: sage publication).
38
Moedjiarto, 2002. Sekolah Unggul(Surabaya: Duta Graha Pustaka)
Moh. Mahfud MD, 2012. Gus Dur, Islam, Politik dan Demokrasi, (Yogyakarta:
LKIS).
Moleong, Lexy J., 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja
Rosdakarya)
Muhaimin, 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (upaya
mengefektifan pendidikan agama Islam disekolah). (Bandung,
PT. Rosdakarya)
M. Sukardjo dan Ukim Kamaruddin, 2009. Landasan Kependidikan, Konsep dan
Aplikasinya (Jakarta: Rajawali Pers)
Nana Syaodih Sukmadinata, 2002. Pengembangan Kurikulum, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya)
Nasution, S, 1993, Pengembangan Kurikulum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan.
Sallis, Edward, 1993.Total Quality Management in Education, (London: Kogan
Page Limited.)
Sinergi, 1998. Jurnal Populer Sumber Daya Manusia, Volume 1, No. 1 Januari-
Maret.
Slamet, Margono, 1994. Manajemen Mutu Terpadu Dan Perguruan Tinggi
Bermutu. Proyek Heds Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan
Sukardi, 2005.Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi Dan Praktiknya,
(Jakarta:
Bumi Aksara) Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 129a/u/2004 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Pendidikan. Sutrisno Hadi, 1994. Metodologi Reseach, (Yogyakarta: Fak. Psikologi Ugm) Subandijah, 1993. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo
Persada Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004) Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta UUD Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sikdiknas.(Bandung. Penebit Citra Umbara).
39
Oemar Hamalik, 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung:
Remaja Rosdakarya) Winarno Surachmad, 1990. Dasar-Dasar Dan Teknik Research, (Jakarta: Tarsito) Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008)
Zamakhsyari Dhofier, 2009,Tradisi Pesantren; Memadu Modernitas untuk
Kemajuan Bangsa, (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press).
Zamakhsyari Dhofier, 2011. Tradisi Pesantren; Studi Pandangan Hidup Kyai dan
Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (edisi revisi)
(Jakarta: LP3ES).