Upload
aufar-zaim
View
78
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan untuk standarisasi larutan kimia lingkungan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat, bukannya antara dua zat
murni. Suatu bentuk yang paling lazim dari campuran adalah larutan. Di alam sebagian
besar reaksi berlangsung dalam larutan air. Sebagai contoh, cairan tubuh baik tumbuhan
maupun hewan, merupakan larutan dari berbagai jenis zat. Dalam tanah pun reaksi pada
umumnya berlangsung dalam lapisan tipis larutan yang diadsorpsi pada padatan.
Reaksi penetralan asam–basa dapat digunakan untuk menentukan kadar (konsentrasi)
berbagai jenis larutan, khususnya yang terkait dengan reaksi asam–basa. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya.
Demikian pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan
asam yang diketahui kadarnya.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
sekunder dengan menggunakan larutan primer melalui teknik titrasi. Beberapa jenis
titrasi adalah titrasi asam–basa dan titrasi redoks. Konsep keseimbangan sangat penting
dalam proses standarisasi larutan.
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengetahui perbedaan larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
2. Mempelajari cara standarisasi larutan dengan konsentrasi tertentu.
3. Mengetahui reaksi kimia dan proses titrasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Titrasi
Salah satu teknik yang paling penting dalam kimia analitik ialah titrasi, yaitu
penambahan secara cermat volume suatu larutan yang mengandung zat A yang
konsentrasinya diketahui, kepada kedua larutan yang mengandung zat B yang
konsentrasinya tidak diketahui, yang mengakibatkan reaksi antara keduanya secara
kuantitatif. Selesainya reaksi, yaitu pada titik akhir, ditandai dengan semacam
perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi (Day, 1983).
Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan
menambahkan zat yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Pada
titik akhir, jumlah zat kimia A yang telah ditambahkan secara unik berkaitan dengan
bahan kimia B yang tidak diketahui yang semula ada, berdasarkan persamaan reaksi
titrasi (Oxtoby, 2001).
Titrasi memungkinkan kimiawan menetukan jumlah zat yang ada dalam sampel. Dua
penerapan titrasi yang paling lazim melibatkan reaksi netralisasi asam–basa dan reaksi
oksidasi–reduksi (redoks) (Day, 1983).
2.2 Titrasi Asam Basa
Dalam kebanyakan reaksi asam–basa, tidak ada perubahan warna yang tajam pada titik
akhirnya. Dalam hal ini, perlu ditambahkan sedikit indikator, yaitu zat warna yang
berubah warna bila reaksi selesai (Oxtoby, 2001).
Fenolftalein merupakan salah satu indikator yang mengubah warna menjadi merah
muda bila larutan berubah dari asam ke basa. Konsentrasi asam asetat dalam larutan
berair dapat ditentukan dengan menambahkan beberapa tetes larutan fenolftalein dan
menitrasinya dengan larutan natrium hidroksida yang konsentrasinya diketahui secara
cermat. Jika warna merah muda tampak permanen, cerat buret ditutup.
Pada titik ini, reaksinya adalah :
CH3COOH (aq) + OH- (aq) CH3COO-
(aq) + H2O (l)
(Oxtoby, 2001)
2.3 Titrasi Redoks
Titrasi redoks memiliki keuntungan khusus karena tajamnya spesies berwarna pada
titik akhir titrasi. Misalnya, MnO4- berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna.
Jadi, bila MnO4- ditambahkan pada Fe2+ dengan sedikit berlebih, maka warna larutan
berubah menjadi ungu secara permanen (Norman H Nachtrieb, 2001).
Titrasi dimulai dengan membuka cerat buret dan membiarkan sedikit volume larutan
permanganat mengalir ke dalam labu yang mengandung larutan Fe2+. Timbullah
secercah warna ungu larutan yang cepat memudar sewaktu ion permanganat bereaksi
dengan ion Fe2+ menghasilkan produk hampir tak berwarna Mn2+ dan Fe3+ (Day, 1983).
Volume larutan permanganat ditambahkan sedikit demi sedikit sampai Fe2+ hampir
semua terkonversi menjadi Fe3+. Pada tahap ini, penambahan setetes saja KMnO4 akan
memberikan warna ungu pucat pada campuran reaksi dan menandakan selesainya
reaksi. Volume titran larutan KMnO4 dihitung dari selisih pembacaan awal pada
meniskus larutan dalam buret dengan pembacaan volume akhir (Day, 1983).
Titrasi langsung ini merupakan dasar dalam prosedur analitis yang lebih rumit. Banyak
prosedur analitis yang tidak langsung dan melibatkan reaksi awal tambahan, sebelum
titrasi sampel dilakukan. Misalnya, garam kalsium yang larut tidak akan mengambil
bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat (Day, 1983).
3
2.4 Indikator
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam
titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam
dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukkan
warna yang berbeda. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan
kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang
sederhana yaitu para – nitrofenol yang merupakan suatu asam lemah dan berdisosiasi
(Norman H Nachtrieb, 2001).
Bentuk tak berdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem
ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti–ganti (suatu sistem
tergonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai
sistem tergonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih
panjang dibanding dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang tanpa sistem
tergonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spektrum yang tampak
dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna (Day, 1983).
Indikator terkenal fenolftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian dengan kehilangan
hidrogen kedua, menjadi ion dengan sistem tergonjugasikan, maka dihasilkanlah warna
merah. Metil jingga, indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan suatu basa
dan berwarna kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan
suatu kation yang berwarna merah muda (Norman H Nachtrieb, 2001).
Ada sedikitnya dua sumber kesalahan dalam penentuan titik akhir suatu titrasi dengan
menggunakan indikator visual. Satu terjadi apabila indikator yang digunakan tidak
berubah warna pada pH yang sesuai. Ini merupakan kesalahan tetap dan dapat
dibetulkan dengan penentuan suatu blangkot indikator. Ini hanyalah volum asam atau
basa yang diperlukan untuk merubah pH dari pH pada titik ekivalen ke pH pada saat
indikator berubah warna. Blangko indikator biasanya ditentukan secara eksperimental
(Day, 1983).
Kesalahan kedua dalam keadaan asam yang sangat lemah (atau basa) dengan kelandaian
kurva titrasi tidak yang besar dan dengan demikian perubahan warna pada titik ekivalen
tidak tajam. Bahkan kalau indikator yang sesuai digunakan, suatu kesalahan tak tetap
terjadi dan tercermin dalam tiadanya ketepatan dalam memutuskan dengan tepat bila
perubahan warna terjadi. Penggunaan solven bukan air mungkin memperbaiki
ketajaman titik akhir pada keadaan-keadaan demikian (Day, 1983).
Agar mempertajam perubahan warna yang ditunjukkan oleh beberapa indikator,
campuran dari dua indikator atau dari suatu indikator dari suatu indikator dan suatu zat
warna indiferon, kadang-kadang digunakan “metil jingga yang diubah” yang terkenal
bagi titrasi karbonat merupakan campuran metil jingga dan zat warna ksilen sianole FF.
Pewarna ini menyerap beberapa dari panjang gelombang dari cahaya yang dipancarkan
oleh kedua bentuk berwarna, sehingga mengurangi ketumpang tindihan kedua warna.
Pada pH yang pertengahan, metil jingga menerima sebuah warna yang hampir
komplementer terhadap zat warna ksilen sianole FF dan larutannya tampak abu-abu.
Perubahan warna ini lebih mudah dideteksi dari pada perubahan yang berangsur-angsur
dari metil jingga dari kuning menjadi merah melalui beberapa corak jingga. Banyak
campuran dari dua indikator telah dianjurkan untuk perubahan warna yang akan
diperbaiki (Polling dan Harsono, 1992).
2.5 Larutan Standar
Dalam pratikum di laboratorium adalah biasa untuk membuat larutan-larutan suatu
asam dan suatu basa dengan konsentrasi yang berdekatan dengan yang dikehendaki dan
kemudian melakukan standarisasi larutan-larutan tersebut terhadap satu standar primer.
Adalah mungkin untuk membuat suatu larutan standar asam klorida dengan menimbang
langsung sebagian HCl yang bertitik didih tetap dengan densitas yang diketahui, yang
diikuti oleh pengenceran di dalam suatu botol pengukur. Akan tetapi larutan asam ini
lebih sering distandarisasi dengan cara biasa terhadap suatu standar primer (Polling dan
Harsono, 1992).
5
Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar primer dan asam atau basa jelas harus
memenuhi persyaratan bagi analisa titrimetrik. Tambahan pula standar primer harus
mempunyai sifat – sifat berikut :
1. Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang
diketahui.
2. Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh demikian higroskopik sehingga
menarik air sewaktu ditimbang.
3. Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk dapat
mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.
4. Asam atau basanya, sebiknya yang kuat yaitu terdisosiasi tinggi.
5. Larut dalam pelarut yang diinginkan, misalnya dalam air.
6. Bersifat stabil (tidak mudah terurai atau berubah menjadi zat lain).
7. Sebaiknya relatif murah, tidak beracun dan aman bagi lingkungan.
Dalam titrasi asam basa, zat yang digunakan sebagi larutan standar adalah kalium
hidrogenptalat. Zat ini adalah suatu asam bervalensi satu (Polling dan Harsono, 1992).
Pada setiap kasus, kesetimbangan reaksi kimia akan terganggu dan berubah dengan
adanya pengaruh beberapa faktor dari luar sistem reaksi. Suatu contoh sederhana,
larutan gula yang jenuh , jika ditambahkan lagi gula maka dengan pengadukan yang
lamapun tidak akan melarut, kecuali jika terjadi transfer energi. Namun kristal gula
(dalam larutan jenuhnya) akan segera larut jika sistem larutan dinaikkan suhunya –
sistem pelarutan seperti ini akan menghasilkan larutan lewat jenuh/super jenuh setelah
didinginkan kembali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 4.1.1 Perlakuan dan Pengamatan
No Perlakuan Pengamatan
Pembuatan Larutan Standar H2C2O4
1.Digunakan sarung tangan dan masker Tangan steril dan tidak
terkontaminasi dengan bahan kimia
2.Disiapkan aluminium foil berbentuk
kotak (wadah)
Sebagai wadah H2C2O4
3. Disiapkan H2C2O4 H2C2O4 titrat
4.
Diletakkan H2C2O4 ke dalam
alumunium foil dan ditimbang 3,015
gr
Ditimbang dengan akurat
menggunakan neraca analitik
5.Dipindahkan ke labu takar dan
dicampur dengan 50ml akuades
Larutan tercampur dengan
homogeny
6. Dihomogenkan larutan Larutan sampel tercampur merata
Standarisasi Larutan NaOH dengan larutan standar H2C2O4
1.Dipindahkan larutan H2C2O4 10ml ke
dalam gelas ukur
Larutan H2C2O4 digunakan sebagai
titrat
2.Ditetes 2 tetes indikator pp dengan
pipet tetes
Ditambahkan pp sebagai indikator
3.
Diletakkan gelas ukur dibawah buret
dan dihomogenkan sambil ditetes
NaOH
Diletakkan gelas ukur untuk proses
titrasi dengan NaOH sebagai titran
4.Dihomogenkan sampai berwarna
merah muda
Warna merah muda sebagai
perubahan larutan menjadi basa
5. Dihitung volume pada buret Dapat mengetahui konsentrasi
7
larutan NaOH
Standarisasi Larutan HCl dengan larutan standar NaOH
1.Diambil 10ml HCl dipindahkan ke
gelas ukur
Larutan HCl digunakan sebagai
titrat
2.Ditetes 2 tetes indikator pp dengan
pipet tetes
Ditambahkan pp sebagai indikator
3.
Diletakkan gelas ukur dibawah buret
dan dihomogenkan sambil ditetes
NaOH
Diletakkan gelas ukur untuk proses
titrasi dengan NaOH sebagai titran
4.Dihomogenkan sampai berwarna
merah muda
Warna merah muda sebagai
perubahan larutan menjadi basa
5. Dihitung volume pada buretDapat mengetahui konsentrasi
larutan HCl
Tabel 4.1.2 Pembuatan Larutan H2C2O4
No g H2C2O4 ml larutan Konsentrasi (N)
1. 0,315 gr 50 ml 0,1 N
Tabel 4.1.3 Standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4
No Volume H2C2O4 (ml) Volume NaOH (ml) Konsentrasi NaOH (N)
1. 10ml 10ml 0,1 N
Tabel 4.1.4 Standarisasi larutan HCl dengan larutan NaOH
No Volume HCl (ml) Volume NaOH (ml) Konsentrasi HCl (N)
1. 10ml 14ml 0,14 N
4.2 Perhitungan
4.2.1 Pembuatan Larutan Standar H2C2O4
Diketahui : Ar = H = 1
C = 12
O = 16
eV H2C2O4 = 2
M H2C2O4 = 0,1 N
V H2C2O4 = 50 ml = 0,05 L
Ditanya : gr H2C2O4 …..?
Jawab :
Mr = H2C2O4 2H2O
= (1×2) + (12×2) + (4×16) + (2(2 + 16))
= 2 + 24 + 64 + 36
= 126
BM = Mr eV
= 126 2
= 63
gr = M × BM × V
= 0,1 N × 63 × 0,05 L
= 0,315 gr
4.2.2 Standarisasi larutan NaOH dengan larutan standar H2C2O4
Diketahui : V1 = V NaOH = 10 ml
V2 = V H2C2O4 = 10 ml
N2 = N H2C2O4 = 0,1 N
Ditanya : N1 HCl …..?
Jawab :
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . N1 = 10 ml . 0,1 N
N1 = 0,1 N
Jadi konsentrasi NaOH adalah 0,1 N
9
4.2.3 Standarisasi larutan HCl dengan larutan Standar NaOH
Diketahui: V1 = V HCl = 10 ml
V2 = V NaOH = 6,7 ml
N2 = N NaOH = 0,1 N
Ditanya: N1 ……?
Jawab:
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . N1 = 6,7 ml . 0,1 N
N1 = 0,15 N
Jadi konsentrasi HCl adalah 0,15 N
4.3 Reaksi Kimia
4.3.1 Reaksi kimia H2C2O4 dan NaOH
H2C2O4 + 2NaOH NaC2O4 + 2H2O
4.3.2 Reaksi kimia HCl dan NaOH
HCl + NaOH NaCl + H2O
4.4 Pembahasan
Prinsip percobaan tersebut didasarkan pada penentuan konsentrasi suatu zat yang telah
diketahui konsentrasinya untuk tepat bereaksi secara sempurna dengan larutan cuplikan.
Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil
ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan
kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25 °C, nilai pH untuk larutan netral adalah
7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan
dikatakan basa. Di bawah ini tabel indikator pada rentang pH dan perubahan warna
yang terjadi.
Tabel 4.4.1 Indikator pada rentang pH dan perubahan warna
Indikator Rentang
pH
Kuantitas penggunaan
per 10 ml
Asam Basa
Timol biru 8,0-9,6 1-5 tetes 0,1% larutan kuning Biru
Fenolftalein (pp) 8,0-10,0 1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alcohol
tak
berwarna
Merah
α-Naftolbenzein 9,0-11,0 1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 90% alcohol
kuning Biru
Timolftalein 9,4-10,6 1 tetes 0,1% larutan dlm
90% alcohol
tak
berwarna
Biru
Nile biru 10,1-11,1 1 tetes 0,1% larutan Biru Merah
Alizarin kuning 10,0-12,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning Lilac
Salisil kuning 10,0-12,0 1-5 tetes 0,1% larutan
dlm 90% alcohol
Kuning orange-
coklat
Diazo ungu 10,1-12,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning Ungu
Tropeolin O 11,0-13,0 1 tetes 0,1% larutan Kuning orange-
coklat
Nitramin 11,0-13,0 1-2 tetes 0,1% larutan
dlm 70% alcohol
tak
berwarna
orange-
coklat
Poirrier's biru 11,0-13,0 1 tetes 0,1% larutan Biru ungu-pink
Asam
trinitrobenzoat
12,0-13,4 1 tetes 0,1% larutan tak
berwarna
orange-
merah
Jadi diketahui dari tabel diatas bahwa pada indikator fenolftalien rentang pHnya yaitu 8
- 10 dengan perubahan warna pada keadaan asam tak berwarna (bening) sedangkan
pada keadaan basa berwarna merah. Proses titrasi dilakukan sampai muncul perubahan
warna dari yang tidak berwarna menjadi berwarna merah jambu, warna merah jambu
adalah pengaruh dari PP. Fenolftalein mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH
8 – 10). Struktur PP akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton
dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat akibat akan terjadi
11
perubahan warna. PP sendiri bersifat asam lemah, karena syarat suatu indikator adalah
asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk
tidak terionisasinya.
Titrasi merupakan salah satu cara analisa yang dilakukan dalam analisa kuantitatif
larutan. Larutan yang telah diketahui normalitasnya adalah larutan standar. Larutan
standar tersebut tebagi menjadi dua, yakni larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui
konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan, umumnya konsentrasinya
dinyatakan dalam normalitas atau moralitas. Larutan standar primer yang digunakan
dalam standarisasi larutan ini adalah larutan oksalat. Larutan standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan. Larutan
standar sekunder yang digunakan pada standarisasi larutan adalah larutan NaOH dan
larutan HCl.
Di dalam titrasi kita mengenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik
ekuivalen adalah suatu keadaan dimana asam dan basa tepat habis bereaksi. Titik
ekuivalen dapat terlihat dari perubahan secara visual, yakni warna, endapan dan
kekeruhan. Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana titrasi harus dihentikan tepat
pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Pada titik akhir titrasi ini kondisi
indikator dan titrasi sudah sesuai atau paling tidak sedikit perbedaan yang terjadi. Tetapi
sangat sulit mencari indikator yang mempunyai pH interval mendekati pH ekuivalen.
Maka pada percobaan ini digunakan fenolftalein (pp) sebagai indikatornya. Indikator
jenis ini yang sering digunakan karena tergolong asam yang sangat lemah yaitu diprotik
dan tidak berwarna. PP (fenolftalein) berdisosiasi menjadi suatu bentuk tidak berwarna
dan kemudian dengan kehilangan hidrogen kedua menjadi ion dengan sistem
tergonjugasikan, maka dihasilkan warna merah (pada kondisi basa) dan tidak berwarna
(pada kondisi asam).
Pada standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan cara larutan H2C2O4 dititrasi dengan
larutan NaOH. Dalam proses ini digunakan fenolftalein sebagai indikator. Saat
melakukan proses titrasi harus dilakukan dengan teliti sehingga pada titik akhir titrasi
larutan H2C2O4 yang telah ditetesi indikator pp menunjukkan perubahan warna yaitu
dari warna yang sebelumnya bening menjadi warna merah muda. Setelah mengetahui
volume NaOH yang terpakai, maka konsentrasi larutan H2C2O4 dapat dicari.
Larutan NaOH dititrasi dengan larutan HCl. Dalam melakukan standarisasi HCl ini,
digunakan pp sebagai indikator, sehingga pada saat titik akhir titrasi warna HCl yang
semula berwarna being menjadi merah muda. Setelah mengetahui volume NaOH yang
digunakan atau yang telah terpakai, maka konsentrasi HCl dapat dicari. Adapun hasil
reaksi yang terjadi antara larutan NaOH dengan indikator pp maupun maupun larutan
HCl dengan indikator pp.
Reaksi pp dengan NaOH :
OH OH ONa O
C + 2NaOH C + 2H2O
O
C C ONa
O O
13
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui
konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan. Dalam percobaan ini
yang menjadi larutan standar primer adalah larutan NaOH. Larutan standar
sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diketahui setelah dititrasi dengan
larutan standar primer. Dalam percobaan ini yang menjadi larutan sekunder
adalah H2C2O4 dan HCl.
2. Standarisasi larutan dilakukan dengan menambahkan suatu indikator. Dalam
percobaan ini yang menjadi indikator adalah fenolftalein.
3. Hasil yang diperoleh dari praktikum ini : konsentrasi NaOH adalah 0,1 N, dan
konsentrasi HCl adalah 0,14 N.Adapun reaksi kimia H2C2O4 dan NaOH yang
terbentuk sebagai berikut
H2C2O4 + 2NaOH NaC2O4 + 2H2O
dan reaksi kimia HCl dan NaOH yang terbentuk sebagai berikut
HCl + NaOH NaCl + H2O.
5.2 Saran
Pada saat melakukan titrasi sebaiknya dengan teliti dan hati–hati karena akan
mempengaruhi perhitungan. Pada saat proses titran dihaarpkan praktikan membuka
keran buret secara perlahan hingga menetes bukannya membuka keran buret secara
langsung. Praktikan seharusnya mengetahui cara kerja secara benar dan pasti agar saat
melakukan titran larutan tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Day, Jr R A . 1983 . Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat . Erlangga : Jakarta
2. Oxtoby, David W, H P Gillis dan Norman H Nachtrieb . 2001 . Prinsip – prinsip
Kimia Modern . Erlangga : Jakarta
3. Polling dan Harsono . 1992 . Ilmu Kimia Edisi Ketiga . Erlangga : Jakarta
15