Upload
dinhmien
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
STUDY BASELINE EKOLOGI KABUPATEN LINGGA UTARA
TAHUN 2006
DISUSUN OLEH :
ANNA MANUPUTTY
WINARDI SOEROJO
AGUS BUDIYANTO YAHMANTORO RIO HARYANTO MUIN SINAGA ABANG ZULFA
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..…. i
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………..…. iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………………..…. iv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………… v
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………….…. 1
I.1. Latar Belakang …………………………………………………….…. 1
I.2. Tujuan Penelitian ………………………………………………….…. 2
I.3. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………..…. 2
BAB II. METODE PENELITIAN …………………………………………………..…. 2
II.1. Lokasi penelitian …………………..…………………………………. 2
II.2. Waktu Penelitian …………………………………………………..…. 2
II.3. Pelaksana Penelitian ……………………………………………...…. 2
II.4. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data ........................... … 2
II.4.1. Sistem Informasi Geografi …………………………...…. 3
II.4.2. Karang ……………………………………………………. 4
II.4.3. Megabentos …………………………………………..…. 6
II.4.4. Ikan Karang ………………………………………………. 7
II.4.4.a. Ikan-ikan target …………………………..…. 7
II.4.4.b. Ikan-ikan indikator ……………………….…. 7
II.4.4.c. Ikan-ikan major …………………………..…. 8
II.4.5. Mangrove ………………………………………………… 8
BAB III. HASIL PENGAMATAN …….…………………………………………….…. 8
III.1. Karang ……………………………………….……………………….. 8
III.1.1. Pengamatan karang dengan metoda RRI ……………. 8
III.1.2. Pengamatan karang dengan metoda LIT …………….. 13
III.2. Megabentos …………………………………………………………… 18
III.3. Ikan Karang ………………………………..................................…. 19
III.3.1. Hasil Pengamatan dengan metoda RRI ……………… 19
III.3.2. Hasil Pengamatan dengan metoda LIT ……………… 21
III.4. Mangrove ………………………………...…………………………… 24
III.5. SIG (Sistem Informasi Geografis) ………………………………….. 34
III.5.1. Geometri Citra 34
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
ii
III.5.2. Kondisi fisik wilayah studi ............................................ 34
III.5.3. Hasil Interpretasi ………………………………………… 35
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA …………………………………....…………………… 36
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
iii
DAFTAR TABEL Tabel 1. Kelimpahan megabentos di perairan Lingga Utara ................................. 18 Tabel 2. Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif keha- diran terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijum- pai ikan karang di perairan Lingga Utara (n = 63 stasiun) ...................... 20 Tabel 3. Kelimpahan jenis ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di perairan Lingga Utara …………………………………………. 22 Tabel 4. Sepuluh jenis ikan karang yang mempunyai kelimpahan yang tinggi di perairan Lingga Utara ............................................................................. 23 Tabel 5. Jumlah suku, jumlah jenis dan kelimpahan ikan karang di masing- masing lokasi penelitian .......................................................................... 23 Tabel 6. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Pulau Linggga dan sekitarnya 30 Tabel 7. Jenis, marga dan suku mangrove di P. Lingga dan sekitarnya …………. 32 Tabel 8. Gambaran kondisi mangrove di P. Lingga dan sekitarnya ………………. 33 Tabel 9. Luas (Ha) rataan terumbu dan mangrove di Kecamatan Lingga Utara ... 36
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta lokasi pengamatan studi baseline di perairan Lingga Utara ............ 5 Gambar 2. Lokasi pengamatan dengan metoda RRI di perairan Lingga Utara (Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya)................................................. 9 Gambar 3. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasil RRI di perairan Lingga Utara (Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya)................................................................................................. 9 Gambar 4. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan Lingga Utara (Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya)................................................. 10 Gambar 5. Lokasi pengamatan dengan metoda RRI di perairan Lingga Utara (Sekanah dan sekitarnya)……………………………………………………. 11 Gambar 6. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasil RRI di perairan Sekanah dan sekitarnya, Lingga Utara ................ 12 Gambar 7. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan Sekanah dan sekitarnya, Lingga Utara.......................................................................... 12 Gambar 8. Lokasi transek permanen (LIT) di perairan Lingga Utara........................ 13 Gambar 9. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasi LIT di perairan Lingga Utara................................................. 14 Gambar 10. Persentase tutupan karang hidup hasi LIT di perairan Lingga Utara...... 14 Gambar 11. Histogram menunjukkan kondisi biota megabentos di stasiun LIT, Perairan Lingga Utara………………………………………………………… 19 Gambar 12. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di dan masing-masing stasiun RRI di perairan Lingga Utara (Daerah Sekanah sekitarnya)................................................................................................... 20 Gambar 13. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing - masing stasiun RRI di perairan Lingga Utara (pulau-pulau Kongka dan sekitarnya).............................................................................. 21 Gambar 14. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil LIT di perairan Lingga Utara……………………………………………. 22
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi biota bentik dan abiotik hasil RRI di Perairan Lingga Utara .. 38 Lampiran 2. Presentase tutupan karang hasil LIT di Perairan Lingga Utara …….. 41 Lampiran 3. Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Lingga Utara dan se- itarnya berdasarkan hasil LIT dan koleksi bebas ............................... 42 Lampiran 4. Sebaran ikan karang berdasarkan penelitian hasil RRI dan LIT di Perairan Lingga Utara ........................................................................ 44
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
1
I. PENDAHULUAN
Kabupaten Lingga merupakan Kabupaten yang baru terbentuk setelah adanya
pemekaran wilayah di propinsi Kepulauan Riau. Tadinya daerah ini merupakan salah
satu kecamatan dari Kabupaten Kepulauan Riau yang sekarang sudah menjadi Propinsi
Daerah Tingkat I. Pembentukan Kabupaten Lingga berdasarkan Keputusan DPRD
Propinsi Riau Nomor : 08 / KPTS / DPRD / 2002 tanggal 30 Juli 2002 dan meninjau
kembali keputusan DPRD Kabupaten Kepulauan Riau Nomor : 14 / KPTS / DPRD / 1999
tanggal 24 Juni 1999 dan menjadikan Kabupaten baru ini sebagai daerah otonom.
Secara geografi wilayah Kabupaten Lingga terletak antara 0o 00’ – 1o 00’ Lintang
Selatan dan 103o 30’ – 105o 00’ Bujur Timur, dengan luas wilayah ± 211,772 km2. Ada
5 (lima) kecamatan di Kabupaten ini yaitu Kecamatan Singkep, Kecamatan Singkep
Barat, Kecamatan Lingga, Kecamatan Lingga Utara, dan Kecamatan Senayang.
Kegiatan survei “baseline” kali ini dilakukan di beberapa lokasi di Kecamatan Lingga
Utara dan di beberapa pulau yang masuk dalam Kecamatan Senayang.
I.1. Latar Belakang
Pada COREMAP Fase I kegiatan baseline di daerah ini, dalam hal ini di
Kecamatan Senayang- Lingga, sudah banyak dilakukan baik oleh CRITIC daerah Riau
(Propinsi Riau maupun Kabupaten Kepulauan Riau pada saat itu), maupun oleh CRITC
Pusat. Data yang ada dihimpun dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001. Pada tahun
2004 kegiatan baseline di Propinsi Kepulauan Riau sudah dilakukan oleh CRITC pusat,
tetapi lokasinya berbeda. Untuk Fase II kegiatan ini baru dilakukan pada tahun 2006
seiring dengan pemekaran wilayah di Kabupaten Kepulauan Riau. Dengan berjalannya
waktu, tidak menutup kemungkinan telah terjadi perubahan di perairan Senayang Lingga
dan sekitarnya. Dengan demikian perlu dilakukan pencatatan data yang baru sehingga
dapat digunakan sebagai data dasar untuk kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan
pemantauan (monitoring) pada kurun waktu tertentu (tiap setahun atau dua tahun).
Dengan adanya pemekaran wilayah, dari pihak penyandang dana menentukan
tambahan lokasi. Lokasi di perairan Kecamatan Lingga Utara ini adalah lokasi baru,
yang merupakan lokasi tambahan untuk COREMAP Fase II dari pihak penyandang dana
ADB (Asian Development Bank).
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
2
I.2. Tujuan Penelitian Melihat kondisi terumbu karang di pesisir dan di beberapa pulau di perairan Lingga
Utara dan Senayang sebagai studi awal untuk memperoleh data dasar (baseline data)
untuk keperluan pemantauan ditahun- tahun berikutnya.
I.3. Ruang Lingkup Penelitian
Pengamatan ekologi terumbu karang untuk pengambilan data dasar (baseline
study) di perairan Kabupaten Lingga telah dilakukan pada tahun 2006. Penelitian
“baseline” di terumbu karang di lokasi ini melibatkan disiplin ilmu utama yaitu ekosistem
karang dan ikan karang, juga mangrove dan dibantu oleh bidang SIG (Sistem Informasi
Geografi) untuk penyediaan peta dasar dan peta tematik. Data hasil pengamatan
disajikan dalam bentuk tabel, grafik maupun peta tematik.
II. METODE PENELITIAN II.1. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian meliputi perairan pesisir timur laut Pulau Lingga, yaitu perairan
Limbung dan Sekanah dengan pulau-pulau di sekitarnya seperti P. Penooh, P. Kongka
Besar, P. Kongka Kecil, P. Ileuh, P. Alut, P. Bulu dan P. Gaja.
II.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2006 selama 12 hari kerja.
II.3. Pelaksana Penelitian Pelaksana penelitian terdiri dari peneliti dan pembantu peneliti dari bidang studi:
ekologi karang, ikan karang, SIG, mangrove dan statistika.
II.4. Metode Penarikan Sampel dan Analisa Data Penelitian monitoring terumbu karang ini melibatkan beberapa kelompok penelitian
dan dibantu oleh personil untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa
data yang digunakan oleh masing-masing kelompok penelitian tersebut diuraikan
sebagai berikut :
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
3
II.4.1. Sistem Informasi Geografi Untuk keperluan pembuatan peta dasar ekosistem perairan dangkal, hasil
interpretasi citra penginderaan jauh (indraja) digunakan sebagai data dasar. Data
citra indraja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital Landsat 7 Enhanced
Thematic Mapper Plus (selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar tampak
dan kanal infra-merah dekat (band 1,2,3,4 dan 5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan
dalam studi ini karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan mintakat daratan.
Sedangkan saluran infra-merah dekat ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4
masih berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna untuk pembedaan
mintakat mangrove.
Citra yang digunakan adalah citra dengan cakupan penuh (full scene) yaitu 185
km x 185 km persegi. Ukuran piksel, besarnya unit areal di permukaan bumi yang
diwakili oleh satu nilai digital citra, pada saluran multi-spectral (band 1,2,3,4,5 dan 7)
adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang digunakan dalam studi ini ada 2
scene yaitu : path-row 124-60 dan 125-60 yang direkam oleh sensor Landsat 7 pada
April dan Februari 2003.
Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium terlebih dulu disusun peta
tentatif. Pengolahan citra untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat lunak
Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2a.
Prosedur untuk pengolahan citra sampai mendapatkan peta tentatif daerah
studi meliputi beberapa langkah berikut ini :
Langkah pertama, citra dibebaskan atau setidaknya dikurangi terhadap
pengaruh noise yang ada. Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan dengan
teknik smoothing menggunakan filter low-pass.
Langkah kedua, yaitu memblok atau membuang daerah tutupan awan. Ini
dilakukan dengan pertama-tama memilih areal contoh (training area) tutupan awan
dan kemudian secara otomatis komputer diminta untuk memilih seluruh daerah
tutupan awan pada cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan menjadi
format shape file. Konversi ini diperlukan agar didapatkan data berbasis vektor (data
citra berbasis raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut yang sangat
berguna untuk analisis selanjutnya. Dari tabel itu kemudian dilakukan pemilihan
daerah yang bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk shape file. Daerah
bukan awan inilah yang akan digunakan untuk analisis lanjutan.
Langkah ketiga, yaitu memisahkan mintakat darat dan mintakat laut. Pada
citra yang telah bebas dari tutupan awan dilakukan digitasi batas pulau dengan cara
digitasi langsung pada layar komputer (on the screen digitizing). Agar diperoleh hasil
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
4
digitasi dengan ketelitian memadai, digitasi dilakukan pada skala tampilan citra 1 :
25000. Digitasi batas pulau ini dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi
band 4, 2, 1. Kombinasi ini dipilih karena dapat memberikan kontras wilayah darat
dan laut yang paling baik. Agar kontrasnya maksimum, penyusunan komposit citra
menggunakan data yang telah dipertajam dengan perentangan kontras non-linier
model gamma.
Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara yang sama pada mintakat laut
didigitasi batas terluar dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan adalah
kombinasi band 3, 2, 1 dengan model perentangan kontras yang sama. Hasil
interpretasi berupa peta terumbu karang yang bersifat tentatif. Dengan cara yang
sama pula mangrove didelineasi dengan menggunakan citra yang menggambarkan
mintakat darat pada kombinasi band 4, 5, 2. Hasil delineasi merupakan peta
mangrove tentatif.
Berdasarkan peta tentatif tersebut kemudian secara acak dipilih titik-titik lokasi
sampel serta ditentukan posisinya. Titik-titik sampel itu di lapangan dikunjungi
dengan dipandu oleh alat penentu posisi secara global atau GPS. Selain sampel
model titik-titik ini digunakan pula sampel model garis transek dari pantai kearah tubir
yang juga dipilih secara acak. GPS yang dipergunakan saat kerja lapang adalah
merk Garmin tipe 12CX dengan ketelitian posisi absolut sekitar 15 meter. Dari data
yang terkumpul kemudian di laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi ulang
agar diperoleh batas yang lebih akurat.
I I .4.2. Karang
Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu karang seperti persentase
tutupan karang, biota bentik dan substrat di terumbu karang pada setiap stasiun
penelitian digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory (RRI) (Long et al.,
2004). Dengan metode ini, di setiap titik pengamatan yang telah ditentukan
sebelumnya, seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan mengamati
biota dan substrat yang ada di sekitarnya. Kemudian pengamat memperkirakan
persentase tutupan dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya selama
kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas tahan air (lembaran data). Peta
lokasi pengamatan disajikan dalam Gambar 1.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
5
Gambar 1. Peta lokasi pengamatan studi baseline di perairan Lingga Utara
Pada beberapa stasiun penelitian dipasang transek permanen di kedalaman
antara 3-5 m yang diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada lokasi
transek permanen, data diambil dengan menggunakan metode Line Intercept
Transect (LIT) mengikuti English et al., (1997), dengan beberapa modifikasi. Panjang
garis transek 10 m dan diulang 3 kali. Teknis pelaksanaan di lapangannya yaitu
seorang penyelam meletakkan pita berukuran panjang 70 m sejajar garis pantai
dimana posisi pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT ditentukan pada
garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-70 m. Semua biota dan substrat yang berada
tepat di garis tersebut dicatat dengan ketelitian hingga centimeter.
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai persentase tutupan untuk
masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek.
Selain itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan ukuran panjangnya,
sehingga bisa dihitung nilai indek keanekaragaman Shannon (Shannon diversity
index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan Pielou (Pielou’s
evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-
masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode LIT. Rumus untuk
nilai H’ dan J’ adalah :
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
6
H' = -Σ p i ln pi
i=1
dimana p i = n i/N
n i = frekuensi kehadiran jenis i
N = frekuensi kehadiran semua jenis
J ' = (H'/H'm a x)
dimana H'm a x = ln S
S = jumlah jenis
I I .4.3. Megabentos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos, terutama yang memiliki
nilai ekonomis penting dan berperan langsung di dalam ekosistem karena dapat
dijadikan indikator dari kesehatan terumbu karang, dilakukan metode “Reef Check”
pada semua stasiun transek permanen. Semua biota tersebut yang berada 1 m di
sebelah kiri dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya, sehingga luas
bidang yang teramati per transeknya yaitu (2 x 70) = 140 m2.
Adapun biota megabentos yang dicatat jenis dan jumlah individunya sepanjang
garis transek terdiri dari :
- Lobster (udang karang)
- ”Banded coral shrimp” (udang karang kecil yang hidup di sela
cabang karang Acropora spp, Pocillopora spp. atau Serriatopora
spp.)
- Acanthaster planci (bintang bulu seribu)
- Diadema setosum (bulu babi hitam)
- “Pencil sea urchin” (bulu babi seperti pensil)
- “Large Holothurian” (teripang ukuran besar)
- “Small Holothurian” (teripang ukuran kecil)
- “Large Giant Clam” (kima ukuran besar)
- “Small Giant Clam” (kima ukuran kecil)
- Trochus niloticus (lola)
- Drupella ( sejenis Gastropoda / keong yang hidup di atas atau di
sela-sela karang terutama karang bercabang)
- “Mushroom coral’ (karang jamur, Fungia spp.)
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
7
I I .4.4. Ikan Karang
Seperti halnya karang, metode RRI juga diterapkan pada penelitian ini untuk
mengetahui secara umum jenis-jenis ikan yang ditemukan pada setiap titik
pengamatan.
Pada setiap titik transek permanen, metode yang digunakan yaitu metode
Underwater Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang ada pada jarak 2,5 m di
sebelah kiri dan sebelah kanan garis transek sepanjang 70 m dicatat jumlah jenis
dan jumlah individunya. Luas bidang yang teramati per transeknya yaitu (5 x 70 ) =
350 m2.
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada Masuda (1984), Kuiter (1992)
dan Lieske dan Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan
dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO Species Catalogue Heemstra dan
Randall (1993).
Sama halnya seperti pada karang, nilai indek keanekaragaman Shannon
(Shannon diversity index = H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan
Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ; Zar, 1996) juga dipakai untuk
jenis ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen dari hasil UVC. Selain
itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu/ha. Dari
data kelimpahan tiap jenis ikan karang yang ditemukan di-masing-masing stasiun
transek permanen dilakukan analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi
Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke, 2001).
Jenis ikan yang didata dikelompokkan ke dalam 3 kelompok utama (English, et
al., 1997), yaitu :
II.4.4.1. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap
untuk konsumsi. Biasanya ikan-ikan ini menjadikan terumbu karang
sebagai tempat pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan target ini
diwakili oleh suku (famili) Serranidae (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap),
Lethrinidae (ikan lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae (ikan
ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Haemulidae (ikan bibir tebal),
Scaridae (ikan kakak tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
II.4.4.2. Ikan-ikan indikator, yaitu jenis ikan karang yang khas mendiami
daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem daerah
tersebut. Ikan-ikan indikator diwakili oleh suku Chaetodontidae (ikan kepe-
kepe);
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
8
II.4.4.3. Ikan-ikan major, merupakan jenis ikan berukuran kecil, umumnya 5-25
cm, dengan karakteristik pewarnaan yang beragam sehingga dikenal
sebagai ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam
jumlah individu maupun jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang, diwakili oleh suku
Pomacentridae (ikan betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae
(ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
II.4.5. Mangrove
Untuk mengetahui keberadaan mangrove di perairan Kepulauan Riau
khususnya di perairan Lingga, dilakukan pencuplikan data dengan cara koleksi
bebas maupun transek. Transek dilakukan dengan cara membuat garis tegak lurus
pantai ke arah darat dengan membuat petak-petak berukuran 10 x 10 meter.
Sampling dilakukan di 21 titik pengamatan di pulau-pulau kecil maupun di daratan P.
Lingga. Dari data pencuplikan dapat dihitung dominansi jenis berdasarkan Cox
(1967).
III. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan akan diuraikan berdasarkan metode yang dilakukan dari
masing-masing substansi yang diteliti dan disajikan dalam bentuk grafik, peta tematik
maupun dalam bentuk tabel atau lampiran.
III. 1. Karang
Untuk pengamatan karang, sampling telah dilakukan dengan dua metode, RRI
dan LIT. RRI dilakukan di 70 titik pengamatan yang mewakili pulau-pulau kecil dan
pesisir daratan Lingga Utara. Dari hasil RRI dipilih 8 titik untuk transek permanen dan
pengambilan data dilakukan dengan metode LIT. Hasil selengkapnya diuraikan
selanjutnya.
III. 1.1. Hasil pengamatan karang dengan metoda RRI Pengambilan sampel dan pencatatan data dilakukan di 70 titik di pulau-pulau
kecil maupun di pesisir daratan Lingga Utara yang mewakili daerah Limbung dan
Sekanah yang masuk dalam sub-distrik (kecamatan) Lingga Utara. Lokasi ini merupakan
lokasi perluasan dari COREMAP Fase I. Hasil pengamatan disajikan dalam Gambar 2 -
7.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
9
Gambar 2. Lokasi pengamatan dengan metoda RRI di perairan Lingga Utara
(Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya).
Gambar 3. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasil
RRI di perairan Lingga Utara (Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya).
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
10
Gambar 4. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan Lingga Utara
(Limbung, Pulau Kongka dan sekitarnya).
Dari hasil pengamatan dengan metoda RRI dapat dicatat bahwa kondisi karang
yang ditemukan di lokasi pengamatan di pulau-pulau kecil di daerah Limbung lebih baik
dari pada yang ditemukan di daerah Sekanah. Di lokasi seperti Pulau Bulu, P. Kongka
Besar, P. Kongka Kecil, P. Penooh, dan P. Empoh kondisi karangnya cukup baik untuk
perairan seperti Kepulauan Riau yang perairannya relatif keruh dan pesisir pulaunya
lebih banyak ditumbuhi mangrove. Tutupan karang hidup di pulau-pulau tersebut
berkisar antara 25 – 65 %, persentase tertinggi dicatat di selatan P. Kongka Besar (SNR
41). Untuk karang Acropora persentase tutupan tertinggi 30 % dicatat di selatan P.
Kongka Besar (SNR 45). Untuk karang non-Acropora persentase tutupannya tertinggi
dicatat di selatan P. Kongka Besar, 59,4 % (SNR 41). Untuk kategori lain, yang dicatat
memiliki persentase tutupan cukup tinggi (20 – 45 %) ialah lamun (seagrass) yang
umumnya terdiri dari jenis Enhalus spp., Thallasia spp. dan Thalassodendron sp. (SNR
29, 31, 32, 33, 36) disekitar pesisir daratan Limbung. Jenis lain seperti Siringodium sp.
dan Halophyla sp. juga ditemukan tetapi dalam jumlah sedikit. Persentase tutupan
tertinggi di catat 45 %, ditemukan di daerah pesisir Limbung (SNR 31, 33 dan 36). Biota
lain seperti fleshy seaweed dicatat 5 – 66. 67 % dengan tutupan tertinggi ditemukan di
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
11
utara P. Alut (SNR 20, SNR 22). Jenis alga terdiri dari Sargassum sp. dan Turbinaria sp.
yang merupakan jenis musiman. Sebagai tambahan ditemukan moluska ekonomis
penting (lola, Trochus niloticus) sejumlah 17 ekor di Tanjung Rawa, P. Kekek.
Untuk kategori abiotik, pasir halus sampai pasir lumpuran (silt) mendominasi lokasi
di pesisir Limbung dan secara umum kategori ini banyak ditemukan di lokasi pesisir
daratan utama (P. Lingga). Persentase tutupan tertinggi (100 %) dicatat di Tanjung
Lundang (pesisir daratan P. Lingga bagian timur laut). Untuk kategori DCA ( karang mati
yang sudah ditumbuhi alga) persentase tutupan tertinggi (55,6 %) di catat di pesisir
Limbung (SNR 30). Kategori abiotik lainnya seperti patahan karang bercabang (rubble),
tersebar tidak merata, bahkan di beberapa lokasi tidak ditemukan, namun persentase
tutupan tertinggi (60 %) dicatat di Sekanah (SNR 51). Di lokasi lainnya persentase
tutupan kategori ini sangat kecil bahkan tidak ditemukan sama sekali.
Gambar 5. Lokasi pengamatan dengan metoda RRI di perairan Lingga Utara
(Sekanah dan sekitarnya).
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
12
Gambar 6. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasil
RRI di perairan Sekanah dan sekitarnya, Lingga Utara.
Gambar 7. Persentase tutupan karang hidup hasil RRI di perairan Sekanah
dan sekitarnya, Lingga Utara.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
13
Persentase tutupan karang hidup dikategorikan dalam 4 kategori yaitu : kategori
sangat baik (exelent) 75 – 100 %; kategori baik, 50 – 74,9 %; kategori sedang, 25 – 49,9
% dan kategori jelek, 0 – 24,9 %. Dari hasil RRI di perairan Lingga Utara, kondisi karang
di pesisir Sekanah dan Limbung masuk dalam kategori jelek dan sedang. Untuk karang
di pesisir pulau Kongka dan sekitarnya masuk dalam kategori sedang dan baik. Kategori
baik terutama dicatat di pesisir P. Kongka Besar dan pulau-pulau kecil disekitarnya.
III. 1.2. Hasil pengamatan karang dengan metoda LIT
Transek garis (LIT) dilakukan di lokasi-lokasi yang dipilih mewakili pulau-pulau kecil
dan daratan P. Lingga bagian utara, dan dilakukan di 8 titik (Gambar 8). Kondisi karang
di lokasi-lokasi transek cukup baik dimana persentase tutupan karang hidup berkisar
antara 30,90 – 71,27 %. Persentase tutupan tertinggi dicatat di Pulau Buli, di Selat Dasi,
dan terendah di daerah Duara (Limbung). Secara rinci persentase tutupan kategori
bentik dan kondisi abiotik diuraikan untuk masing-masing lokasi. Hasil transek disajikan
dalam Gambar 9 dan 10.
Gambar 8. Lokasi transek permanen (LIT) di perairan Lingga Utara.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
14
Gambar 9. Persentase tutupan karang, biota bentik lainnya dan kategori abiotik hasi LIT di perairan Lingga Utara.
Gambar 10. Persentase tutupan karang hidup hasi LIT di perairan Lingga Utara.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
15
Stasiun SNL 009 ( P. Kongka Kecil)
Perairan sedikit keruh, rataan terumbu agak sempit dilanjutkan dengan lereng
terumbu yang landai. Pertumbuhan karang dicatat hanya sampai kedalaman 5 atau 6
meter saja dan selanjutnya dasar perairan terdiri dari pasir halus (silt). Persentase
tutupan karang Acropora dicatat 3,33 % sedangkan karang non-Acropora cukup tinggi
(62,23 %). Kenyataan ini membuktikan bahwa pertumbuhan karang di lokasi ini sangat
baik (persentase tutupan antara 50 – 74 %). Untuk kategori DCA (karang mati yang
sudah ditumbuhi alga) dicatat 31,80 %, terdiri dari bongkahan karang massif dan
patahan karang bercabang yang sudah lama mati. Pertumbuhan karang didominasi oleh
karang massif dengan ukuran koloni sedang, dari kelompok Porites spp. dan sub-masif
dari jenis Porites cylindrica dan Pavona frondifera.
Stasiun SNL 010 (P. Kongka Besar)
Perairan sedikit keruh. Rataan terumbu sempit dilanjutkan dengan lereng terumbu
yang landai. Pertumbuhan karang hanya sampai pada kedalaman 6 meter dan pada
kedalaman selanjutnya dasar perairan terdiri dari pasir halus bercampur lumpur.
Persentase tutupan karang Acropora dicatat 0,77 % sedangkan karang non-Acropora
64,87 %. Pertumbuhan karang masuk dalam kategori sangat baik. Kategori DCA dicatat
27, 30 %. Biota lain, terdiri dari spong, dicatat 1,77 %. Kategori abiotik yaitu pasir
5,30%. Karang didominasi oleh karang massif dengan ukuran koloni sedang dari
kelompok Porites spp. dan sub-masif dari jenis Porites cylindrica dan Pavona frondifera.
Stasiun SNL 012 (P. Ileuh / P. Berang)
Kondisi perairan lebih keruh dari pada di lokasi sebelumnya. Pantai sempit
dilanjutkan dengan rataan terumbu yang sempit dengan dasar perairan terdiri dari batu
kerikil dan batu bulat seperti batu kali (batu andesit). Pertumbuhan karang di rataan
terumbu berupa gerombol-gerombol kecil (patches), terdiri dari karang sub-masif dari
jenis Porites cylindrica. Lereng terumbu landai, pertumbuhan karang hanya sampai
kedalaman 5 meter. Tidak ditemukan karang Acropora di lokasi transek. Persentase
tutupan karang non-Acropora dicatat 62,37 %. Walaupun tidak ada kelompok Acropora
di lokasi transek, kondisi karang dikategorikan cukup baik. Biota lain dicatat spong 8,43
%, sedangkan DCA dicatat 22,67 %. Kategori abiotik yaitu “silt” dicatat 6,53 %. Jenis
karang yang dominan ialah Porites cylindrica.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
16
Stasiun SNL 023 (Pulau Alut)
Lokasi pengamatan terdapat di sebelah tenggara P. Ileuh, tepatnya di ujung
barat laut P. Alut. Perairan agak keruh, kurang lebih sama dengan di P. Ileuh. Pantai
sempit dilanjutkan dengan rataan terumbu yang sempit. Lereng terumbu landai,
pertumbuhan karang sampai pada kedalaman 6 meter dan pada kedalaman selanjutnya
dasar perairan terdiri dari lumpur. Persentase tutupan karang hidup 67,07 %, terdiri dari
persentase tutupan non-Acropora. Kondisi karang di lokasi ini dikategorikan cukup baik.
Kategori biota bentik lain sangat kecil, terdiri dari spong dengan persentase tutupan
3,10%, dan alga 5,10 %. Kategori abiotik tutupannya sedikit terdiri dari pasir (14,53 %).
Karang batu didominasi oleh kelompok Porites spp. (boulder), Porites spp. (sub-masif)
dan Pavona frondifera.
Stasiun SNL 291 (Pulau Buluh, Cawa)
Lokasi pengamatan terletak di sebelah tenggara P. Kongka. Kondisi pantai,
rataan terumbu dan lereng terumbu tidak berbeda jauh dengan di P. Kongka.
Pertumbuhan karang hanya sampai kedalaman 6 meter. Persentase tutupan karang
hidup 56,30 %, terdiri dari persentase tutupan Acropora 23,30 % dan merupakan nilai
tertinggi yang dicatat di perairan Lingga Utara, sedangkan persentase tutupan non-
Acropora 33,00 %. Kondisi karang di lokasi ini dikategorikan cukup baik walaupun
persentase tutupannya lebih rendah dari lokasi sebelumnya. Hal ini ditunjang dengan
adanya kelompok Acropora yang persentasenya cukup baik untuk kondisi perairan
seperti ini. Kategori biota bentik lain yang cukup baik ialah spong dengan persentase
tutupan 27,53 %. Kategori lain termasuk abiotik tutupannya sangat sedikit dan tidak
menunjukkan nilai yang berarti.
Stasiun SNL 702 (Duara, Limbung)
Lokasi pengamatan terletak di mulut teluk, berdekatan dengan daratan utama P.
Lingga berhadapan dengan P. Alut. Perairan sangat keruh dan jarak pandang kurang
lebih 1 meter. Pesisir pantai ditumbuhi mangrove. Rataan terumbu sempit dilanjutkan
dengan lereng terumbu yang landai. Pertumbuhan karang hanya sampai kedalaman 5
meter. Kondisi karang kurang baik, persentase tutupan karang hidup 30,90 % dan terdiri
dari karang non-Acropora terutama dari bentuk pertumbuhan sub-masif dan seperti
lembaran daun (foliosa). Pertumbuhan alga mendominasi perairan ini, dan terdiri dari
makroalga dari jenis Sargassum sp. dan Turbinaria sp., dan dicatat persentase
tutupannya 30,30 %. Persentase tutupan karang mati yang sudah dutumbuhi alga
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
17
(DCA) 13,57 %, sedangkan biota bentik lainnya seperti spong dicatat 2,77 % dan karang
lunak 1,27 %. Kategori abiotik yaitu pasir dicatat 14,83 %.
Stasiun SNL 705 (Pulau Buli, Selat Dasi)
Lokasi pengamatan terletak di sebelah barat laut lokasi-lokasi sebelumnya,
dekat ke daratan utama P. Lingga. Walaupun letaknya berdekatan dengan daratan
utama yang pesisirnya ditumbuhi mangrove namun kondisi karangnya cukup baik.
Persentase tutupan karang tertinggi (71,27 %) dicatat di lokasi ini. Karang hidup
didominasi oleh karang non-Acropora dan tidak ditemukan karang Acropora di lokasi
transek. Karang mati yang sudah ditumbuhi alga (DCA) dicatat persentase tutupannya
16,53 %. Spong 2,07 %, dan biota lain hanya sedikit (0,6 %). Kategori abiotik terdiri dari
pasir (8,13 %) dan patahan karang mati (rubble) dicatat 1,40 %. Pertumbuhan karang
sangat baik, karena posisinya di selat kecil memungkinkan sirkulasi arus yang cukup
baik. Karang batu didominasi oleh kelompok Porites spp. (boulder), Porites spp. (sub-
masif) dan Pavona frondifera.
Stasiun SNL 707 (Pulau Gaja, Selat Dasi)
Lokasi pengamatan berdekatan dengan lokasi sebelumnya (P. Buli) dan terletak
di pesisir P. Gaja, hanya dipisahkan oleh selat kecil. Pertumbuhan karang cukup baik
sama halnya dengan di P. Buli. Persentase tutupan karang dicatat 69,30%, terdiri dari
persentase tutupan Acropora 4,83 % dan non-Acropora 64,47 %. Karang mati yang
sudah ditumbuhi alga (DCA) dicatat persentase tutupannya cukup tinggi 23,67 %, spong
4,63 % dan biota lain hanya sedikit (0,97 %). Kategori abiotik terdiri dari patahan karang
mati (rubble) hanya sedikit, dicatat 0,53 %. Sama halnya dengan di lokasi P. Buli,
pertumbuhan karang di lokasi ini cukup baik karena dipengaruhi oleh sirkulasi air di
daerah selat. Karang batu didominasi oleh kelompok Porites spp. (boulder), Porites spp.
(sub-masif) dan Pavona frondifera.
Persentase tutupan karang hidup hasil LIT di 8 (delapan) lokasi pengamatan di
perairan Lingga Utara masuk dalam kategori baik (50 – 74,5 %) kecuali di perairan
Duara, Limbung (30,90 %) yang masuk dalam kategori sedang (25 – 49,9 %). Perairan
di sini sangat keruh, karena terletak di muara. Di lokasi ini banyak ditumbuhi alga,
30,30% (fleshy seaweed). Alga ini terdiri dari Sargassum sp. dan Turbinaria sp. yang
merupakan alga musiman.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
18
III. 2. Megabentos Pencatatan biota megabentos dilakukan bersamaan dengan transek LIT, dengan
bidang pengamatan 2 x 70 m2, seluas 140 m2. Hasil pencacahan biota dikonversikan per
satuan luas Ha (hectare) dan disajikan dalam Tabel 1. Kelimpahan megabentos
didominasi oleh 2 kelompok biota yaitu “mushroom coral” yaitu karang jamur yang terdiri
dari Fungia spp. dan juga kelompok bulu babi (Diadema setosum). Kelimpahan tertinggi
untuk kedua kelompok ini dicatat di lokasi SNL 021 yaitu di Pulau Ileuh. Karang jamur
dicatat 387 individu per 140 m2, di lokasi lain sangat sedikit bahkan tidak dijumpai. Untuk
bulu babi, jumlah tertinggi di P. Ileuh (127 individu per 140 m2) kemudian di P. Buli (100
individu per 140 m2). Di lokasi lain jumlahnya bervariasi antara 3 – 39 individu per 140
m2. Untuk biota lain seperti teripang (Holothuria sp., kima (Tridacna sp.) dan lola
(Trochus sp.) hanya ditemukan di P. Ileuh (masing-masing hanya 1 ekor) dan di P.
Gaja hanya ditemukan lola (1 ekor).
Tabel 1. Kelimpahan megabentos di perairan Lingga Utara.
Megabentos hasil “belt transect” di Lingga utara (jumlah individu per 140 m2)
Stasiun SNL009 SNL010 SNL012 SNL023 SNL0291 SNL702 SNL705 SNL707 Acanthaster planci 0 0 0 0 0 0 0 0 CMR 1 0 0 56 387 4 0 0 Diadema setosum 17 3 20 16 127 3 100 39 Drupella 0 0 0 0 0 0 0 0 Large Giant Clam 0 0 0 0 0 0 0 0 Small Giant Clam 0 0 0 0 1 0 0 0 Large Holothurian 0 0 0 0 1 0 0 0 Small Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 0 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 Pencil sea urchin 0 0 0 0 0 0 0 0 Trochus niloticus 0 0 0 0 0 0 0 1
Megabentos hasil “belt transect” di Lingga utara (Individu per Ha)
Stasiun SNL009 SNL010 SNL012 SNL023 SNL0291 SNL702 SNL705 SNL707 Acanthaster planci 0 0 0 0 0 0 0 0 CMR 71 0 0 4000 27643 286 0 0 Diadema setosum 1214 214 1429 1143 9071 214 7143 2786 Drupella 0 0 0 0 0 0 0 0 Large Giant Clam 0 0 0 0 71 0 0 0 Small Giant Clam 0 0 0 0 0 0 0 0 Large Holothurian 0 0 0 0 71 0 0 0 Small Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 0 Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 Pencil sea urchin 0 0 0 0 0 0 0 0 Trochus niloticus 0 0 0 0 0 0 0 71
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
19
Keberadaan megabentos bulu babi yang melimpah di P. Ileuh tidak
mempengaruhi pertumbuhan karang, terbukti dengan cukup baiknya pertumbuhan
karang di lokasi ini. Demikian pula dengan di P. Buli, kondisi karang cukup baik
walaupun banyak ditemukan bulu babi.
Gambar 11. Histogram menunjukkan kondisi biota megabentos di stasiun LIT,
Perairan Lingga Utara.
III.3. Ikan karang Sampling data ikan karang dilakukan dengan metode RRI dan sensus visual
bersamaan dengan LIT. Hasil pengamatan dengan menggunakan masing-masing
metode diuraikan selanjutnya.
III. 3.1. Hasil pengamatan dengan metode RRI
Dari 70 stasiun RRI di perairan Lingga Utara yang dilakukan pengamatan ikan
karang jenis Chaetodon octofasciatus. merupakan jenis yang paling sering dijumpai
selama pengamatan dengan metode ini. Demikian juga jenis Choerodon anchorago.
Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun yang diamati untuk kedua
jenis di atas masing-masing 58,73 %. Kemudian diikuti oleh Hemiglyphidodon
plagiometopon (50,79 %), Chaetodontoplus mesoleucus (44,44%) dan Chelmon
rostratus yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran 41,27 %. Sepuluh ikan
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
20
karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadirannya diatas 33,33 %
(berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang) di perairan
Lingga Utara dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Sepuluh jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran
terbesar berdasarkan jumlah stasiun RRI yang diamati dan dijumpai ikan karang di perairan Lingga Utara (n = 63 stasiun).
No. J e n i s Frekwensi Relatif
Kehadiran (%)
1 Chaetodon octofasciatus 58.73
2 Choerodon anchorago 58.73
3 Hemiglyphidodon plagiometopon 50.79
4 Chaetodontoplus mesoleucus 44.44
5 Chelmon rostratus 41.27
6 Abudefduf septemfasciatus 39.68
7 Lutjanus carponotatus 39.68
8 Paraglyphidodon melas 36.51
9 Apogon quinquelineata 33.33
10 Dischistodus prosopotaeniatus 33.33
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing
stasiun RRI di perairan Lingga Utara terlihat pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 12. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun RRI di perairan Lingga Utara (Daerah Sekanah dan sekitarnya)
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
21
Gambar 13. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing
- masing stasiun RRI di perairan Lingga Utara (pulau-pulau Kongka dan sekitarnya).
III. 3.2. Hasil pengamatan dengan metode LIT
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan di 8 stasiun transek
permanen di perairan Lingga Utara menjumpai sebanyak 59 jenis ikan karang yang
termasuk dalam 18 suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 5065
individu per Ha (Tabel 5). Jenis Archamia fucata merupakan jenis ikan karang yang
memiliki kelimpahan tertinggi pada setiap transek permanen di 8 lokasi pengamatan
dengan jumlah individu sebesar 482 ekor kemudian diikuti oleh Amblyglyphidodon
curacao (436 individu) dan Neopomacentrus filamentosus (429 individu). Sepuluh
besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ditampilkan dalam
Tabel 4. Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang diperoleh dari UVC
di lokasi transek permanen seperti ikan kakap (termasuk kedalam suku Lutjanidae)
yaitu 16 individu, ikan kerapu (termasuk dalam suku Serranidae) 2 individu, ikan ekor
kuning (termasuk dalam suku Caesionidae) yaitu 85 individu. Ikan kepe-kepe
(Butterfly fish; suku Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk menilai
kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan 114 individu. Hasil UVC ikan di
lokasi transek permanen disajikan dalam Gambar 14.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
22
Gambar 14. Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator hasil LIT di perairan Lingga Utara .
Tabel 3. Kelimpahan jenis ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di perairan Lingga Utara.
Kelimpahan No. SUKU (Jumlah indv./ha)
1 POMACENTRIDAE 2418
2 APOGONIDAE 1125
3 CHAETODONTIDAE 507
4 CAESIONIDAE 304
5 LABRIDAE 300
6 POMACANTHIDAE 111
7 LUTJANIDAE 71
8 SCOLOPSIDAE 64
9 NEMIPTERIDAE 50
10 SERRANIDAE 39
11 PEMPHERIDAE 25
12 HAEMULIDAE 14
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
23
13 MULLIDAE 14
14 HOLOCENTRIDAE 7
15 CENTROPOMIDAE 4
16 DASYATIDAE 4
17 MONACANTHIDAE 4
18 LETHRINIDAE 4
Tabel 4. Sepuluh jenis ikan karang yang mempunyai kelimpahan yang tinggi di perairan Lingga Utara.
No Jenis Kelimpahan (Jumlah indiv./Ha)
1 Archamia fucata 482
2 Amblyglyphidodon curacao 436
3 Neopomacentrus filamentosus 429
4 Chaetodon octofasciatus 407
5 Apogon quinquelineata 371
6 Hemiglyphidodon plagiometopon 304
7 Caesio teres
304
8 Amphiprion ocellaris 229
9 Neopomacentrus cyanomos 179
10 Apogon compressus 175
Tabel 5. Jumlah suku, jumlah jenis dan kelimpahan ikan karang di masing-masing lokasi penelitian.
Lokasi Jumlah Suku
Jumlah Jenis
Kelimpahan (jumlah individu/ha)
Perairan Lingga Utara 18 58 5065
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
24
III.4. Mangrove Dari pengamatan 21 titik pencuplikan data didapatkan 24 jenis mangrove yang
termasuk dalam 18 marga dan 15 suku (Tabel 7). Masing-masing titik pencuplikan data
dari lapangan digambarkan sebagai berikut :
1. Pulau Hantu (0.12969° LS -104.82121° BT)
Di pulau ini ketebalan mangrove hanya sekitar 10 meter dengan ketinggian 4 - 6
meter. Di tempat ini ditemukan mangrove yang berupa belta (diameter 2 - < 10 cm)
sebanyak 6 jenis dengan kepadatan antara 300 - 900 batang per hektar dan jenis
yang dominan adalah Rhizophora stylosa.
2. Desa Limbung (0.20415° LS - 104.79427° BT)
Ketebalan mangrove di tempat ini berkisar 40 - 50 meter yang umumnya didominasi
oleh jenis Avicennia alba untuk bagian depan sedang untuk bagian belakang banyak
ditemukan Rhizophora apiculata. Di tempat ini ditemukan mangrove dalam bentuk
belta dengan kepadatan 500 - 1200 batang per hektar dengan ketinggian 4 - 9 meter
dan ditemukan 11 jenis (Tabel 6). Walaupun bagian depan didominasi oleh
Avicennia alba, namun untuk masa mendatang jenis yang mendominasi adalah
Rhizophora apiculata, hal ini dapat dilihat dari perturnbuhan semai yang didominasi
oleh Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa, untuk pohon (diameter > 10 cm)
bagian depan ditemukan jenis Avicennia alba, Rhizophora apiculata dan Sonneratia
alba.
3. Desa Limbung (0.120415° LS -104.7942o BT)
Ditempat ini hanya ditemukan 4 jenis, bagian depan untuk pohon ditemukan jenis
Avicennia alba, Sonneratia alba dan Rhizophora apiculata. Sedang bagian belakang
didominasi oleh Rhizophora apiculata dengan ketinggian ada yang mencapai 20
meter.
4. Pulau Baru (0.13444° LS - 104.79072° BT)
Kondisi mangrove di tempat ini hanya bergerombol tipis sekitar 5 meter dan hanya
didapatkan 3 jenis (Tabel 6). Hanya ditemukan mangrove dalam bentuk belta dengan
kepadatan 500 - 800 batang per hektar dan ketinggian 3 - 6 meter.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
25
5. Pulau Kekek (0.18740° LS - 104.77980° BT)
Ketebalan mangrove mencapai 20 meter, bagian depan didominasi jenis Rhizophora
stylosa dan bagian belakang didominasi Sonneratia alba. Jenis yang ditemukan
sebanyak 7 jenis belta dengan kepadatan 600 - 1000 batang per hektar dan
ketinggian 4 - 7 meter.
6. Desa Limbung (0.17282° LS -104.74853° BT).
Ditempat ini Rhizophora stylosa mendominasi bagian depan dengan ketinggian 4 - 6
meter berupa belta dengan kepadatan 1000 - 2000 batang per hektar. Sedang di
bagian belakang didominasi oleh Sonneratia alba.
7. Pulau Pongole (0. 1508o LS - 104.74389° BT)
Ketebalan mangrove di tempat ini mencapai 20 meter, di temukan 8 jenis dalam
bentuk belta dengan kepadatan 750 - 1500 batang per hektar. Zonasi depan di
dominasi jenis Rhizophora stylosa, sedang bagian belakang didominasi jenis
Bruguiera gymnorrhiza. Di tempat ini ditemukan jenis Rhizophora lamarckii yang
merupakan persilangan antara Rhizophora stylosa dan Rhizophora apiculata, jenis
ini bersifat steril artinya mempunyai hypocotyl yang tidak bisa tumbuh menjadi semai.
8. Pulau Ujung Beting (0.13886° LS -104.74483o BT) Bagian depan (zonasi) di tempat ini di dominasi Rhizophora stvlosa dan bagian
belakang didominasi oleh Sonneratia alba. Ketebalan mangrove sekitar 20 meter
dengan kepadatan belta 800 - 1600 batang per hektar yang mempunyai ketinggian
berkisar 4 - 8 meter.
9. Pulau Alut (0.08762° LS - 104.72603o BT)
Ketebalan mangrove di tempat ini mencapai 15 meter, zonasi depan ditemukan
Sonneratia alba dalam bentuk pohon ada yang berdiameter 80 cm dengan
ketinggian 15 meter dan kepadatan 300 batang per hektar, untuk belta didominasi
Rhizophora styfosa dengan kepadatan 600 - 1000 batang per hektar dan
ketinggiannya mencapai 4 - 6 meter.
10. Pulau Lingga (0.08711o LS - 104.68461o BT)
Bagian depan belta yang mendominasi adalah Rhizophoro. stylosa. sedang di
bagian belakang banyak ditemukan Rhizophora mucronata. Ketebalan mangrove
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
26
sekitar 20 meter dengan kepadatan belta antara 1000 - 1600 batang per hektar dan
ketinggiannya mencapai 4 - 7 meter.
11. Pulau Buluh (0.12805° LS -104.9164° BT)
Ketebalan mangrove di tempat ini mencapai 50 meter, zonasi bagian depan
didominasi oleh Rhizophora stylosa. yang berupa belta dengan kepadatan berkisar
3000 - 4000 batang per hektar dengan ketinggian 4 - 6 meter. Bagian belakang
ditemukan mangrove yang berupa pohon (Bruguiera gymnorrhiza) dengan diameter
20 - 22 cm dan tingginya mencapai 20 meter. Untuk belta didominasi Rhizophora
rnucronata dengan kepadatan antara 3000 - 4000 batang per hektar dan ketinggian
berkisar 4- 6 meter.
12. Pulau Kongka Kecil (0.066toLS -104.8500o BT)
Pertumbuhan mangrove hanya ditemukan di pantai bagian barat dengan ketebalan
berkisar antara 15 hingga 75 meter terdiri atas 15 jenis, umumnya didominasi oleh
Rhizophora stylosa (TabeI 6). Kepadatan pohon (diameter > 10 cm) hanya berkisar
100 - 200 batang per hektar, sedangkan belta mencapai 400 - 600 batang per hektar
dengan habitat berupa pasir dan koral mati dengan campuran lumpur.
13. Pulau Kongka Besar (0.005° LS - 104.8333o BT)
Ketebalan mangrove di tempat ini berkisar antara 160 - 300 meter dan
menampakkan adanya zonasi walaupun tipis. Zona pertama yang berdekatan
dengan laut adalah Rhizophara mucronata (0 - 10 meter), disusul oleh Rhizophora
stylosa (10 - 50 meter) dan pada zona berikutnya adalah Rhizophora apiculata (50 -
150 meter), sedangkan yang berdekatan dengan daratan adalah Xylocarpus
granatum (150 -160 meter). Rata-rata jumlah pohon dan belta berkisar 600 -1200
batang per hektar dengan habitat berupa pasir lumpuran.
14. Pulau Ileuh (02882° LS -104.66370o BT)
Kondisi mangrove pada posisi 00o.898' LS – 104.039715' BT mempunyai ketebalan
sekitar 20 meter yang didominasi oleh Rhizophoro stylosa. Jenis lain yang ditemukan
adalah Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa, Aegiceras corniculatum, Rhizophora
apiculata, Xylocarpus granatum, Bruguiera gymnorrhiza, Avicennia marina clan
Ceriops tagal. Tinggi mangrove berkisar antara 4 - 8 meter dengan diameter berkisar
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
27
4 -12 cm dan kepadatan mencapai 300 batang per hektar. Habitat berupa hamparan
terumbu karang mati yang dilapisi sedikit pasir/peeahan koral.
Kondisi mangrove pada posisi 0°0.93 LS – 104.39.315 o BT di bagian depan
didominasi oleh R.hizophora mucronata yang merupakan zona depan yang berjarak
20 meter dari batas pantai. Tinggi mangrove berkisar antara 4 - 6 meter dengan
diameter antara 6 - 10 cm dan habitat berupa lumpur yang agak dalam. Bagian
belakang merupakan zone Rhizophora stylosa sepanjang kurang lebih 80 meter
dengan habitat pasir tipis/pecahan koral.
15. Pulau Kecil didepan P. Ileuh (0.02509° LS - 104.65504° BT)
Lokasi ini merupakan pulau kecil tanpa nama, terletak didepan Pulau Ileuh.
Ketebalan mangrove hanya sampai 15 meter yang didominasi Rhizophora stylosa
dengan ketinggian 10 meter dan kepadatan 400 - 800 batang per hektar.
16. Pulau Berang Kecil (0.01043° LS -104o65504oBT)
Di sebelah utara pada posisi 0o0.45’ LS - 104o39.403' BT jenis yang mendominasi
adalah Rhizophora stylosa demikian juga di daerah selatan yang terletak pada posisi
0° 0.440' LS - 104o 39.393' BT didominasi oleh jenis yang sama. Jenis lain yang
dijumpai adalah Rhizophora mucronata, Sonneratia alba, Aegiceras corniculatum,
Bruguiera cylindrica, Heritiera littoralis, Pemphis addula, Excoecaria agallocha,
Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Oncosperma filamentosa, Baringtonia
racemosa dan Thespesia populnea.
Keadaan zonasi tidak begitu tampak, jenis dominan (Rhizophora stylosa) hampir
dijumpai pada bagian depan sampai ke belakang yang berjarak sekitar 50 meter.
Tinggi pohon berkisar antara 4 - 10 meter dengan diameter antara 6 - 12 cm dan
kepadatan antara 200 - 400 batang per hektar. Habitat berupa hamparan terumbu
karang yang sudah mati yang dilapisi pasir tipis.
17. Pulau Malin (0.06506° LS -104o547030BT)
Bagian depan didominasi Rhizophora mucronata yang berasosiasi dengan
Rhizophora stylosa dengan ketinggian 3 - 5 meter dan kepadatan berkisar 800 1400
batang per hektar. Zonasi belakang didominasi Sonneratia alba dengan ketinggian 5
- 7 meter yang berasosiasi dengan Bruguiera cylindrica, Rhizophora apiculata
sehingga secara keseluruhan didapatkan 5 jenis (Tabel 6).
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
28
18. Pulau Ujung Kayu
Di bagian barat pulau ini hampir semua pantai ada mangrove yang didominasi jenis
Rhizophora stylosa bagian depannya dengan ketinggian 4 - 5 meter. Bagian
belakang Rhizophora apiculata merupakan jenis dominan. Kepadatan belta secara
keseluruhan berkisar 800 - 1000 batang per hektar dengan jenis yang didapatkan
hanya 5 jenis (Tabel 6).
19. Pulau Bugai (0.06506° LS -104o547030BT)
Di pantai ini tidak dijumpai mangrove yang murni hanya dijumpai asosiasinya saja
yang berjumlah 4 jenis (Tabel 6).
20. Sta. 20. (0.06427° LS -104o520240BT)
Bagian Timur pulau ini dijumpai mangrove dengan ketebalan berkisar 10 - 20 meter.
Bagian depan dijumnpai mangrove Sonneratia alba dalam bentuk pohon berkisar
400 - 500 batang per hektar dengan ketinggian 8 - 10 meter. Untuk belta kepadatan
1000 - 1200 batang per hektar dengan ketinggian 4 - 6 meter. Bagian belakang
hanya didapatkan mangrove dalam bentuk belta dengan kepadatan 900 - 1200
batang per hektar dengan ketinggian 4 - 5 meter. Secara keseluruhan didapatkan
hanya 3 jenis (TabeI 6). 21. Depan pelabuhan Baru 0.00142° LS -104o502630BT
Ketebalan mangrove berkisar 10 - 20 meter dengan kepadatan beIta berkisar 2000 -
3000 bat.ang per hektar dan ketinggiannya mencapai 3 - 6 meter. Bagian depan
didominasi jenis Aegiceras corniculatum. Bagian belakang banyak ditemukan
Rhizophora stylosa dengan ketinggian 4 - 6 meter, sedang untuk pohon dijumnpai
jenis Xylocarpus granatum dan Lumnitzera littoralis, kepadatan pohon berkisar 100 -
200 batang per hektar dengan ketinggian 6 - 7 meter, sehingga keseluruhan
didapatkan 6 jenis (Tabel 6).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa umumnya
mangrove di Pulau Lingga dan pulau-pulau kecil sekitamya didominasi jenis Rhizophora
stylosa walaupun sebagian ada juga zonasi depan yang didominasi Rhizophora
mucronata yang umumnnya hidup pada lumpur yang agak lembek. Kebanyakan
habitatnya berupa batuan koral yang sudah mati atau pasir bercampur sedikit lumpur.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
29
Hal ini sesuai pendapat Steenis (1958), Bunning (1944) dan Kartawinoto & Waluyo
(1977) yang menyatakan bahwa Rhizophora stvlosa tumbuh pada pantai yang berpasir
atau terumbu karang yang sudah mati, sehingga mengakibatkan keanekaragaman jenis
yang didapat hanya sedikit. Walaupun demikian keberadaan mangrove yang hampir
dijumpai di seluruh pulau-pulau kecil ini sangat potensial. Meskipun dilihat dari potensi
ekonomi tidak begitu besar namun dipandang dari faktor lingkungan keberadaan
mangrove ini sangat besar sebagai tempat berpijah dan tempat hidup ikan-ikan kecil.
Selain itu juga keberadaan mangrove ditempat ini bisa menyuburkan perairan di
sekitarnya (Odum 1971), sehingga sangat bermanfaat untuk kehidupan fauna di perairan
tersebut.
Dari 21 pencuplikan data didapatkan 24 jenis mangrove yang termasuk dalam 18
marga dan 15 suku. Sekitar 90 % Pulau Lingga dan pulau-pulau kecil lainnya di
pantainya ditumbuhi mangrove. Daerah Desa Limbung zonasi depan dijumpai jenis
Avicennia alba, akan tetapi untuk masa mendatang jenis ini akan terganti oleh
Rhizophora stylosa. Jenis dominan untuk belta umumnya Rhizophora stylosa sedang
untuk pohon didominasi Sonneratia alba.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
30
Tabel 6. Jenis-jenis mangrove yang didapatkan di Pulau Linggga dan sekitarnya. Lokasi
No Jenis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 211 Aaostichum aureum - + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 2 Aegiceras corniculatum - - - - - - - + - - - + + + - - - - - - + 3 Avicennia alba - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - -4 Bruguiera cilindrica - - - - + - - - - + - - - - - - + - - .. - 5 B. gymnorrhiza - - - - + + + - - + + + + + - - - - - - + 6 B. parviflora - + - - - - - - - - + - - - - - - - - - -
7 Calophyllum inophyllum + - - - - - - - - - - - - + - - - - + - -8 Cerbera odullum - - - - - - - - - + - + + + - - - - - - -9 Ceriops tagal - - - - - - - - - - - + + - - - - - - - +10 Excoecaria agallocha - + - - - - + + - + - + + + - + - - - - -11 Lumnitzera littorea - + - - + + + + - + - + - + - - - - - - +12 Nypa fruticans - + - - - - - - .. - - - - + - - - - - - -13 Pandanus tectonus - - - - - - + + - - - - - - - - - - - - .-14 Phemphis acidula + - - - - - - - - - - + + - - - - - + - -15 Rhizophora apiculata + + + - - - - - - - + + - - - + - - - -16 R. lamarckii - - - - - - + - - - - + - - - - - - - - -17 R. mucronata - - - - - - - + - + + + + + - + + + - - -18 R. stylosa + + - - + + + + + + + + + + + - + + - + +19 Scaevola taccada + + - + - - + + - - - - - + - - - + + + -20 Sonneratia alba + + + + + - + + + - + + + - + + + - - + -21 Terminalia cattapa + - - - - - - - - - - - - + - - - - - - -22 Thespesia populnea - + + - + - - + - - - + + + - - - + + - -23 Xylocarpus granatum - - - - + - - + .. - + + + - - - - - - - +24 X. moluccensis - - - - - - - + - - + + - - - - - - - - -
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
31
Keterangan : 1. P. Hantu (0o 07’ 46,9” LS – 104o 46’ 16,4” BT)
2. Desa Limbung
3. Desa Limbung (0o 12’ 14,9” LS – 104o 47’ 39,4” BT)
4. P. Baru (0o 08’ 04,0” LS – 104o 47’ 26,6” BT)
5. P. Kekek (0o 11’ 14,6” LS – 104o 46’ 47,3” BT)
6. Desa Limbung (0o 10’ 22,2” LS – 104o 44’ 54,7” BT)
7. P. Pongole (0o 09’ 03,1” LS – 104o 44’ 38,0” BT)
8. P. Ujung Beting (0o 08’ 19,9” LS – 104o 44’ 41,4” BT)
9. P. Alut (0o 06’ 15,4” LS – 104o 43’ 33,7” BT)
10. P. Lingga (0o 06’ 13,6” LS – 104o 41’ 04,6” BT)
11. P. Buluh (0o 07’ 41,0” LS – 104o 54’ 59,0” BT)
12. P. Kongka Kecil (0o 03’ 59,8” LS – 104o 51’ 00,0” BT)
13. P. Kongka Besar (0o 00’ 18,0” LS – 104o 49’ 59,9” BT)
14. P. Eleuh (0o 01’ 43,8” LS – 104o 39’ 49,3” BT)
15. Pulau NN (0o 01’ 30,3” LS – 104o 39’ 18,1” BT)
16. P. Berang Kecil (0o 00’ 37,5” LS – 104o 39’ 24,9” BT)
17. P. Malin (0o 04’ 34,8” LS – 104o 39’ 25,0” BT)
18. P. Ujung Kayu
19. P. Bugai (0o 03’ 54,2” LS – 104o 32’ 49,3” BT)
20. Pulau X (0o 00’ 05,1” LS – 104o 30’ 09,4” BT)
21. Pulau XX (depan pelabuhan Baru, 0o 00’ 05,1” LS – 104o 30’ 09,5” BT)
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
32
Tabel 7. Jenis, marga dan suku mangrove di P. Lingga dan sekitarnya.
No Suku No Jenis 1 Apocynaceae 1 Cerbera odollum Gaertn 2 Avicenniaceae 2 Avicennia alba Bl. 3 Combretaceae 3 Lumnitzera littorea (Jack) Voiroh
4 Terminalia catappa L. 4 Euphorbiaceae 5 Excoecaria agallocha L. 5 Goodeniaceae 6 Scaevola taccada (Gaertn.) Roxb. 6 Guttiferae 7 Calophyllum inophyllum L. 7 Lythraceae 8 Pemphis acidula J.R.G. Forst 8 Malvaceae 9 Thespesia populnea Soland 9 Meliaceae 10 Xylocarpus granatum Koen
11 Xylocarpus moluccensis (Lmk) Roem 10 Myrsinaceae 12 Aegiceras corniculatum (L.) Blanco 11 Palmae 13 Nypa fruticans Wurmb 12 Pandanaceae 14 Pandanus tectorius Parkinson ex Z. 13 pteridaceae 15 Acrostichum aureum L. 14 Rhizophoraceae 16 Bruguiera cylindrica (L.) BI.
17 B. gymnorrhiza (L.) Lamk. 18 B. parviflora (Roxb.) W. & A. ex Griff 19 Ceriops tagal (Griff) Din,g Hou 20 Rhizophora apiculata BL 21 R. lamarckii Montr. 22 R. mucronata Lmk. 23 R. stylosa Griff
15 Sonneratiaceae 24 Sonneratia alba J.E. Smith
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
33
Tabel 8. Gambaran kondisi mangrove di P. Lingga dan sekitarnya.
No Lokasi/posisi Jenis dominan
Zonasi ( m )
Ketebalan ( m )
Kepadatan Batang per hektar
Tinggi ( m )
1 P. Hantu 0o 07’ 46,9” LS – 104o 46’ 16,4” BT
R.s - 10 Belta 300 - 900 4 - 6
2 Desa Limbung A.a Depan A.a Belakang R.a
40 - 50 Belta, 500 - 1200 4 - 9
3 Desa Limbung 0o 12’ 14,9” LS – 104o 47’ 39,4” BT
A.a Depan A.a Belakang R.a
30 Belta, 800 - 1400 4 - 9
4 P. Baru 0o 08’ 04,0” LS – 104o 47’ 26,6” BT
S.a - 5 Belta, 500 - 800 3- 6
5 P. Kekek 0o 11’ 14,6” LS – 104o 46’ 47,3” BT
R.s Depan R.s Belakang S.a
20 Belta, 600 - 1000 4 - 7
6 Desa Limbung 0o 10’ 22,2” LS – 104o 44’ 54,7” BT
R.s Depan R.s Belakang S.a
15 Belta, 1000 – 2000 4 - 6
7 P. Pongole 0o 09’ 03,1” LS – 104o 44’ 38,0” BT
R.s Depan R.s Belakang B.g
20 Belta, 750 - 1500 3 – 7
8 P. Ujung Beting 0o 08’ 19,9” LS – 104o 44’ 41,4” BT
R.s Depan R.s Belakang, S.a
20 Belta, 800 - 1600 4 - 8
9 P. Alut 0o 06’ 15,4” LS – 104o 43’ 33,7” BT
S.a - 15 Pohon, 300 - 400 10-15
10 P. Lingga 0o 06’ 13,6” LS – 104o 41’ 04,6” BT
R.m - 20 Belta, 1000 - 1600 4 – 7
11 P. Buluh 0o 07’ 41,0” LS – 104o 54’ 59,0” BT
R.s Depan R.s Belakang B.g
50 Belta 3000 – 4000 Pohon 100 - 300
4 – 6 15-20
12 P. Kongka Kecil 0o 03’ 59,8” LS – 104o 51’ 00,0” BT
R.s Depan R.s 15 - 75 Belta 400 – 600 Pohon 100 - 200
4 – 8 4 - 8
13 P. Kongka Besar 0.0050 LS – 104.83330 BT
R.m Depan R.m Belakang R.a
160-300 Belta 600 – 1200 Pohon 600 - 1200
4 – 12 4 - 12
14 P. Eleuh 0o 01’ 43,8” LS – 104o 39’ 49,3” BT
R.m Depan R.m, R.s Belakang E.a
10 - 30 Belta 400 - 800 4 – 6
15 P. NN, 0o 01’ 30,3” LS – 104o 39’ 18,1” BT
R.s - 10 - 15 Belta 300 - 800 3 - 4
16 P. Berang Kecil 0o 00’ 37,5” LS – 104o 39’ 24,9” BT
R.m Depan R.m Belakang S.a
10 - 50 Belta 1000 – 1600 Pohon 200 - 400
4 – 10 4 - 10
17 P. Malin 0o 04’ 34,8” LS – 104o 39’ 25,0” BT
R.m Depan R.m Belakang S.a
15 - 30 Belta 800 - 1400 3 - 7
18 P. Ujung Kayu R.s Depan R.s Belakang R.a
10 - 40 Belta 800 - 1000 4 - 5
19 P. Bugai 0o 03’ 54,2” LS – 104o 32’ 49,3” BT
P.a - 0 - 5 Belta 600 - 800 4 - 6
20 Pulau X 0o 00’ 05,1” LS – 104o 30’ 09,4” B
S.a Depan S.a Belakang R.s
10 - 20 Belta 1000 – 1200 Pohon 400 - 500
4 – 10 4 - 10
21 Pulau XX 0o 00’ 05,1” LS – 104o 30’ 09,5” BT
R.s Depan A.c Belakang R.s
0 - 50 Belta 2000 – 3000 Pohon 100 200
4 – 7 4 - 7
Ket.erangan : A.a = Acrostichum aureum E.a = Excoecaria agallocha R.m = R. mucronata A.c = Aegiceras corniculatm P.a = Phemphis acidula R.s = R. st:ylosa B.g = Bruguiera gymnorrhiza R.a = Rhizophora apiculata S.a = Sonneratla alba
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
34
III.5. SIG (Sistem Informasi Geografis)
III.5.1. Geometri citra Citra yang digunakan dalam studi ini adalah citra Landsat 7 dimana produk
yang dijual di pasaran adalah citra yang secara geometris telah mempunyai
koordinat bumi universal tranverse mercator (UTM) dalam unit meter. Dengan
demikian proses koreksi geometris citra tidak diperlukan lagi mengingat
berdasarkan pengalaman selama ini koordinat citra Landsat 7 mempunyai
ketelitian yang cukup baik yaitu kurang dari 1 piksel (30 m). Hal ini ternyata juga
berlaku untuk citra yang merekam wilayah studi di Pulau Lingga dan sekitarnya.
Dari 132 titik lokasi yang dikunjungi di lapangan, kesemuanya dapat diplot ke
dalam peta hasil digitasi dari citra dengan baik. Tidak ada satu titikpun yang
meleset.
III.5.2. Kondisi fisik wilayah studi
Berdasarkan pada interpretasi visual citra dan ditambah dengan data yang
diperoleh dari lapangan, wilayah studi secara umum merupakan wilayah dengan
kondisi morfologi datar sampai berbukit. Untuk P. Lingga sendiri dapat
diklasifikasikan mempunyai wilayah datar sampai bergunung dengan puncaknya
yaitu Gunung Daik.
Pantai di P. Lingga umumnya datar sampai landai dan di beberapa tempat
dataran pantainya cukup sempit (langsung bukit). Secara umum pula pantai yang
ada di P. Lingga dapat diklasifikasikan sebagai pantai bermangrove sekitar 50 %
dan 50 % sisanya pantai berpasir. Pasir yang ada umumnya pasir putih yang
berasal dari rombakan karang mati.
Untuk pulau-pulau kecil di sekitar P. Lingga, secara umum merupakan
pulau yang berbentuk bukit kecil dan tersusun dari batuan beku yang bersifat
granitis dan andesitan dengan beberapa sisipan batu pasir maupun sekis.
Dengan demikian pantainya mempunyai dataran sempit dan berbatu dengan
selang-seling pantai berpasir putih yang relatif sempit. Namun demikian di
beberapa lokasi ditumbuhi mangrove cukup baik sehingga dapat pula disebut
sebagai pantai bermangrove.
Pada pulau-pulau kecil lainnya yang bukan merupakan pulau bukit kecil,
merupakan pulau hasil perkembangan gosong karang yang sangat datar. Pada
pulau-pulau hasil perkembangan gosong karang ini tidak ada satupun pantainya
yang ditumbuhi mangrove. Pantai yang ada di pulau-pulau tersebut adalah pantai
pasir putih.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
35
Pada keseluruhan lokasi studi, secara umum tanah belum berkembang
baik. Tanah yang ada di pulau-pulau kecil di sekitar P. Lingga adalah tanah
regolit sehingga umumnya tidak ada solum tanah. Kondisinya tidak demikian di
P. Lingga. Tanah di P. Lingga relatif sudah cukup berkembang walaupun pada
beberapa lokasi masih dijumpai tanah regolit. Secara umum tanah di P. Lingga
adalah tanah laterit dengan solum yang tipis hingga dengan ketebalan yang lebih
dari 2 meter.
Kondisi air tanah pada lokasi studi secara umum tidak begitu baik terutama
di pulau-pulau kecil. Sedangkan untuk P. Lingga, kondisi air tanah di bagian
dataran memang tidak begitu baik tetapi sumber air tawar masih dapat diperoleh
dari mata air di daerah perbukitan.
III.5.3. Hasil interpretasi Peta hasil interpretasi diklasifikasikan dalam 4 klas utama yaitu daratan,
rataan terumbu, mangrove dan obyek lain. Klas obyek lain merupakan
pengelompokan obyek di wilayah perairan dangkal yang tidak termasuk ke dalam
mintakat terumbu seperti rataan lumpur dan daerah estuari.
Dalam klas rataan terumbu sendiri sesungguhnya di lapangan terdiri dari
beberapa klas yang lebih kecil lagi seperti rataan pasir, lamun, alga, karang mati,
serta karang hidup. Berhubung obyek-obyek tersebut sangat sulit untuk
diinterpretasi dan didelineasi secara sendiri-sendiri, maka dijadikan satu
kelompok besar yaitu klas rataan terumbu. Di lapangan, sebenarnya obyek
padang lamun cukup signifikan diketemukan. Namun demikian ternyata ketika
kembali dari lapangan dan dilakukan digitasi ulang untuk delineasi batas sebaran
lamun, tetap saja masih sulit dilakukan. Oleh karena itu, pada studi kali ini
padang lamun tidak didelineasi sendiri.
Berdasarkan klasifikasi yang ada dan telah diverifikasi dengan data
lapangan, disusunlah peta klasifikasi akhir. Dengan peta akhir ini kemudian
dihitung luas masing-masing klas obyek terutama klas rataan terumbu dan
mangrove. Informasi luas mangrove dan rataan terumbu ini sangat penting untuk
keperluan pengelolaan wilayah pesisir setempat. Hasil penghitungan luas
mangrove dan rataan terumbu dibedakan menjadi dua yaitu untuk seluruh
kabupaten dan untuk wilayah studi saja. Luas mangrove dan rataan terumbu
Kabupaten Lingga dan wilayah studi disajika pada tabel di bawah.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
36
Tabel 9 . Luas (Ha) rataan terumbu dan mangrove di Kecamatan Lingga Utara.
No. Jenis tutupan Wilayah studi Seluruh kabupaten
1 Terumbu tepi 8.422,38 44.510,53
Terumbu gosong 556,59 2.210,55
Total : 8.978,97 46.721,08
2 Mangrove 3.030,65 12.670,29 IV. DAFTAR PUSTAKA Bunning, 1944. Flora 137: 341 - 342 (dikutip dalam Steenis 1958). Cox, G.W, 1967. Laboratory Manual of General Ecology. M.W.G. Brown Company,
Minneapolis : 165.pp. English, S., C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey manual for Tropical Marine
Resources. 2nd edition. Australian Institute of Marine Science, 390 pp. Heemstra, P.C. and Randall, J.E. 1993. FAO Species Catalogue. Vol. 16. Grouper
of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephilidae). Kartawinata, K.S., dan E.B. Waluyo 1077. A preliminary study of the mangrove
forest on Pulau Rambut. Jakarta Bay. Mar. Ris. Indonesia 18 : 119 - 129. Kasry, A. 1967. Beberapa Masalah Pencemaran Laut di Daerah Kepulauan Riau,
Seminar Laut Nasional II. Jakarta 27 - 30 Juli 1987. Lear, R. and T. Tunner, 1977. Mangrove of Australia, University of Queensland.
Press : 1 – 21. Long, B.G.; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef
resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17. Lugo, A.E., M. Sell and S.C. Snedaker. 1973. Mangrove Ecosystem Analysis, In :
The role of mangrove ecosystem in the maintenance of environmental quality and a hight productivity of desirable fisheries. A final report submitted in the bureau odf sport fisheries and Wildlife in fulfilmen of contract No. 16 15 008 606 Center for aquatic sciences, Univ. of Florida : 60 pp.
Masuda, H, K. Amaoka, C. Araga, T. Uyeno and T. Yoshino, 1984. The fishes of the
Japanese Archipelago. Tokai. Univ. Press : 1-437. Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. W.P. Sanders Co. Philadelphia : 574 pp. Pielou, E.C. 1966. Ecological Diversity. John Wiley and Sons, New York, 165 pp.
Laporan Baseline Ekologi Senayang Lingga
CRITC – COREMAP Jakarta
37
Randall, J.E. and Heemstra, P.C. 1991. Indo-Pacific Fishes. Revision of Indo-Pacific Grouper (Perciformes: Serranidae: Epinepheliae), with description of five new species.
Shanon, C.E., 1948. A mathematical theory of communication. Bell System Tech. J.,
27 : 379-423. Steenis, C.G.G.J. Van 1958. Ecology (Introductory part to the monograph of
Rhizophoraceae by Ding Hou). Flora Malesiana 5 : 431-441. Swieft, M.J., O.W. Heal and J.M. Anderson. 1979. Decomposition in terestrial
ecosystem. Blackwell Sci. Pub. Oxford Edinburgh : 145-153. Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine communities: an approach
to statistical analysis and interpretation, 2nd edition. PRIMER-E: Plymouth. Zar, J.H. 1996. Biostatistical analysis Second Edition. Prentice-Hall Int. Inc. New
Jersey : 622 pp.