Upload
rinandityo2508
View
29
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM ANALISIS STRUKTUR MATERIAL
Citation preview
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 1
BAB I
LAPORAN AWAL PRAKTIKUM ANALISIS STRUKTUR MATERIAL
1.1 Modul I : Preparasi Sampel
1.1.1 Mounting
1.1.1.1 Tujuan
Mounting pada sampel bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu
media, untuk memudahkan penanganan sampel yang berukuran kecil dan tidak
beraturan dengan tanpa merusak sampel.
1.1.1.2 Dasar Teori
Pada dasarnya, sampel
yang diuji berukuran sangat
kecil atau memiliki bentuk yang
tidak beraturan sehingga sangat
sulit untuk ditangani khususnya
ketika dilakukan pengamplasan Gambar 1.1 Sampel mountingdan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,
spesimen lembaran logam tipis, potongan yang tipis, dll. Untuk memudahkan
penanganannya, maka spesimen – spesimen tersebut harus ditempatkan pada
suatu media (media mounting).
Adapun syarat – syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah[1][2]:
1. Tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa (inert)
2. Sifat eksotermis, viskositas, dan penyusutan linier rendah
3. Sifat adhesi baik
4. Tahan terhadap panas selama gerinda dan poles
5. Tidak mudah pecah, memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
6. Kemampualiran yang baik, dapat menembus pori, celah, dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
7. Konduktif (khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 2
Cetakan mounting umumnya memiliki diameter sekitar 25 mm (1 inch), 32
mm (1,25 inch), 38 mm (1,5 inch), atau disesuaikan dengan stage dari mikroskop.
Teknik mounting bisa dilakukan menggunakan teknik pemanasan atau suasana
temperatur kamar. Spesimen yang tidak tahan panas tidak boleh dimounting
panas, harus menggunakan mounting dingin. Mounting dingin biasanya dilakukan
menggunakan polimer tertentu[2].
Pada umumnya mounting menggunakan material plastik sintetik.
Materialnya dapat berupa resin (castable resin) dan thermosetting mounting.
Resin (castable resin) biasa dicampur dengan hardener atau bakelit. Penggunaan
castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan
bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Namun bahan
castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang
cocok untuk material-material yang keras. Variabel yang sangat penting dalam
proses castable mounting adalah komposisi atau rasio dari resin dan hardener
serta kecepatan pengadukan dari campuran resin dan hardener. Jika variabel
tersebut tidak dijaga dengan baik, maka akan terjadi cacat dalam mounting yang
mengganggu proses selanjutnya. Resin yang sering dipakai dalam proses castable
ini adalah epoxy, acrylic, dan polyester[3].
Selain castable resin, dapat pula
digunakan thermosetting mounting
dengan menggunakan material bakelit.
Mounting dengan menggunakan bahan
ini adalah mounting yang paling baik.
Material ini berupa bubuk yang tersedia
dengan warna yang beragam.
Thermosetting mounting membutuhkan
Gambar 1.2 Mounting pada sampelalat khusus, karena dibutuhkan aplikasi
tekanan (4200 lb/in2) dan panas (1490C) pada mold saat mounting. Variabel yang
berpengaruh pada proses compression mounting adalah tekanan dan temperatur.
Bakelit banyak digunakan untuk proses compression mounting karena
penggunaannya yang sederhana, hasil yang baik dan biaya yang relatif rendah.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 3
1.1.1.3 Prosedur Percobaan
1.1.1.3.1 Alat dan Bahan
1. Cetakan
2. Resin + Hardener
3. Sampel
4. Solatip
5. Pengaduk
1.1.1.3.2 Flowchart Proses
Castable Mounting
Mulai
Siapkan cetakan
Letakan sampel pada dasar cetakan
Siapkan resin 1/3 bagian cetakan
Campurkan resin dengan 15 tetes hardener
Tuangkan resin + hardener ke dalam cetakan
Tunggu 25 – 30 menit
Tunggu 25 – 30 menit
Keluarkan mounting dari cetakan
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 4
Thermosetting Mounting
Mulai
Siapkan sampel Atur piston
Letakan sampel pada permukaan piston
Pengaturan tekanan piston
Pengaturan alat mounting + penuangan bubuk bakelit
Pasang balok pendingin
Turunkan tekanan
Keluarkan mounting dari cetakan
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 5
1.1.2 Pengamplasan/Grinding
1.1.2.1 Tujuan
Pengampalasan (grinding) bertujuan untuk meratakan dan menghaluskan
permukaan sampel dengan cara menggosokan sampel pada kain abrasif/amplas.
1.1.2.2 Dasar Teori
Sampel yang baru saja dipotong, atau
sampel yang telah terkorosi memiliki
permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar
ini harus diratakan agar pengamatan struktur
mudah untuk dilakukan. Pengamplasan
dilakukan dengan menggunakan kertas amplas
yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan Gambar 1.3 Proses grinding
dengan mesh (120, 240, 320, 400, 600, 800, 1000, 1200 #). Urutan pengamplasan
harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah (hingga 150 mesh) ke nomor mesh
yang tinggi (800 hingga 1200 mesh) tujuannya adalah untuk menghilangkan hasil
goresan dari pengamplasan sebelumnya[3].
Gambar 1.4 Mikrostruktur permukaan Copper hasil pengamplasan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 6
Ukuran grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan
dan kedalaman kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan[1]. Lihat tabel 1.1
berikut:
Tabel 1.1 Ukuran grit pada pengamplasan pertama dengan alat potong yang berbeda
Jenis alat potong Ukuran kertas amplas (grit) untuk pengamplasan pertama
Gergaji pita 60 – 120Gergaji abrasif 120 – 240
Gergaji kawat / intan kecepatan rendah
320 – 400
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian
air. Dalam hal ini air berfungsi sebagai pemindah geram dan memperpanjang
masa pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika
melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 45o atau
90o terhadap arah sebelumnya dengan tujuan menghilangkan goresan pada tahap
sebelumnya. Bahan amplas yang umum adalah SiC, Al2O3, atau intan[2].
Tabel 1.2 Fungsi bahan amplas SiC, Al2O3, dan intan
SiC Alumina Intan
Abrasif SiC merupakan
hasil reaksi temperatur
tinggi antara silika dan
karbon. Material ini
memiliki kekerasan
hingga mendekati 2500
HV. Untuk preparasi
metalografi, SiC
digunakan untuk melapis
kertas grinding abrasif
(amplas) dalam rentang
bervariasi, dari sangat
kasar 60 grit hingga
sangat halus 1200 grit.
Alumina merupakan
material yang terbentuk
secara alami dari bauksit.
Kekerasannya dapat
mencapai 2000 HV.
Abrasif Alumina sering
digunakan sebagai
tahapan akhir dalam
pemolesan dikarenakan
kekerasan dan
ketangguhannya yang
tinggi.
Merupakan material yang
paling keras sampai saat
ini. Kekerasannya sekitar
8000 HV dan 10 dalam
skala Mohs. Memiliki
struktur kristal kubik dan
tersedia dalam bentuk
alami maupun buatan.
Meskipun diamong ideal
untuk grinding kasar,
namun harganya yang
relatif mahal membuat
proses tersebut menjadi
tidak lagi efisien.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 7
1.1.2.3 Prosedur Percobaan
1.1.2.3.1 Alat dan Bahan
1. Sampel
2. Kertas amplas berbagai ukuran (120, 240, 320, 400, 600, 800,
1000, 1200 #)
3. Mesin amplas
4. Air
1.1.2.3.2 Flowchart Proses
Mulai
Potong kertas amplas dan pasang pada mesin amplas
Nyalakan mesin dengan kecepatan rendah sambil tuang air secara kontinyu
Pengamplasan
Lakukan dengan variasi ukuran kertas amplas dan kecepatan mesin amplas
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 8
1.1.3 Pemolesan/Polishing
1.1.3.1 Tujuan
Pemolesan bertujuan untuk mendaptkan permukaan sampel yang halus dan
mengkilat seperti kaca tanpa gores.
1.1.3.2 Dasar Teori
Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan
sampel hingga orde 0.01 μm. Seperti halnya pengamplasan, pemolesan juga
dilakukan dari yang kasar ke yang lebih halus. Pemolesan kasar dapat dilakukan
dengan tangan dengan arah pemolesan tegak lurus dengan arah pengampelasan
terakhir. Pada pemolesan halus dapat dilakukan dengan tangan atau dengan
pemoles otomatis. Selama proses pemolesan, spesimen harus digerakkan
kontinyu dan diputar-putar, untuk mencegah timbulnya ekor komet[4].
Permukaan sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-
benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka
pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang
dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Hal ini dapat
dijelaskan pada gambar berikut[2]:
Gambar 1.5 Permukaan halus (kiri) dan permukaan kasar (kanan)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Material Page 9
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar terlebih dahulu
kemudian dilanjutkan dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara
lain yaitu sebagai berikut[5] :
a. Pemolesan Mekanis
Proses polishing biasanya multistage karena pada tahapan awal
dimulai dengan penggosokan kasar (rough abrasive) dan tahapan
berikutnya menggunakan penggosokan halus (finer abrasive) sampai
hasil akhir yang diinginkan. Mesin poles metalografi terdiri dari
piringan berputar dan diatasnya diberi kain poles terbaik yaitu kain
“selvyt” (sejenis kain beludru). Cara pemolesannya yaitu benda uji
diletakkan diatas piringan yang berputar dan kain poles diberi air serta
ditambahkan sedikit pasta poles. Pasta poles yang biasa dipakai adalah
jenis alumina (Al2O3) dan pasta intan.
b. Pemolesan Kimia Mekanis
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang
dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif
dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan untuk
melihat struktur spesimen yang dipreparasi. Metode ini akan
memberikan hasil yang baik jika larutan etsa yang diberikan sedikit
tetapi pada dasarnya bebas dari logam pengotor akibat dari abrasif.
c. Pemolesan Elektropolishing
Electropolishing disebut juga electrolytic polishing yang banyak
digunakan oleh stainless steel, tembaga paduan, zirconium, dan logam
lainnya yang sulit untuk dipoles dengan metode mekanis. Ketika
electropolishing digunakan dalam metalografi, biasanya diawali
dengan mechanical polishing dan diikuti oleh etching. Mekanismenya
yaitu menggunakan sistem elektrolisis yang terdiri dari anoda (+) dan
katoda (-).
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Gambar 1.6 Sampel copper dipoles dengan partikel intan ukuran: a) 6 mikron, b) 1 mikron[3].
1.1.3.3 Prosedur Percobaan
1.1.3.3.1 Alat dan Bahan
1. Sampel
2. Mesin poles
3. Alumina dan Air
4. Kain poles
1.1.3.3.2 Flowchart Proses
Mulai
Pasang kain poles pada mesin poles
Tuangkan alumina pada permukaan kain poles
Nyalakan mesin poles pada kecepatan rendah
Letakan sampel pada permukaan kain poles
Pemolesan
(tambahkan alumina bila perlu)
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Etsa Material
Nitrid acid/nital: asam
nitrit + alkohol 95%
Khusus untuk baja karbon,
mendapatkan fasa pearlit, ferrite,
dan ferrite dari martensit
Picral (asam picric +
alcohol
Khusus untuk baja, mendapatkan
fasa pearlit, ferrite, dan ferrite dari
martensit
1.1.4 Etsa
1.1.4.1 Tujuan
1. Mengamati dan mengidentifikasi detil struktur logam dengan bantuan
mikroskop optik setelah terlebih dahulu dilakukan proses etsa pada sampel.
2. Mengetahui perbedaan antara etsa kimia dengan elektro etsa serta
aplikasinya.
3. Dapat melakukan preparasi sampel metalografi secara baik dan benar
1.1.4.2 Dasar Teori
Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau pengikisan batas butir
secara selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga
detil struktur yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam[1]. Untuk
beberapa material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga
perlu pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat[2]. Ada beberapa
jenis etsa seperti di bawah ini:
1. Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia
dimana zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri
sehingga pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati.
Berikut ini adalah contoh etsa yang digunakan untuk berbagai
material[1]:
Tabel 1.3 jenis etsa serta waktu etsa pada material
Waktu
5-10 detik
Ferric chloride (ferric
chloride + HCl + air)
Untuk stainless steel, nikel
austenitic dan paduan tembaga
Hydrofluoric acid: HF
+ air
Untuk aluminium dan paduannya
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
10-15 detik
< 5 detik
Dalam proses pengetsaan perlu diperhatikan waktu etsa, hindari waktu etsa
yang terlalu lama (umumnya sekitar 4 – 30 detik saja). Kemudian setelah
di etsa, sampel harus segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan
alkohol dan dikeringkan dengan hair dryer.
2. Etsa Elektrolitik
Dilakukan untuk mengetsa logam yang sulit dietsa dengan metode kimia
dan untuk memunculkan fasa-fasa tertentu. proses etsa ini menggunakan
reaksi elektroetsa. Cara ini dilakukan khusus untuk stainless steel karena
dengan etsa kimia susah untuk mendapatkan detil strukturnya.
AB = Daerah Etsa
BC = Daerah Tak stabil
CD = Daerah Poles
DE = Daerah evolusi dan pitting
Gambar 1.7 Kurva Arus dan tegangan pada Proses Etsa
Hubungan kuat arus dan tegangan dalam etsa seperti pada gambar di atas
terbagi menjadi beberapa daerah karakteristik, yaitu:
Daerah A-B :
Daerah proses etsa, dimana ion logam sebagai anoda, larut dalam
larutan elektrolit.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Daerah B-C :
Daerah tidak stabil, karena permukaan logam merupakan gabungan
dari daerah pasif dan aktif yang disebabkan oleh perbedaan energi
bebas antara butir dan batas butir.
Daerah C-D :
Daerah poles, terjadi kestabilan arus, meskipun tegangan
ditambahkan. Hal ini disebabkan oleh stabilnya larutan. Meskipun
pada daerah ini logam berubah menjadi logam oksida, tetapi oleh
larutan elektrolit logam itu dilarutkan kembali.
Daerah D-E :
Terjadi evolusi oksigen pada anoda, dimana gelembung gas melekat
dan menetap pada permukaan anoda untuk waktu yang lama, sehingga
menyebabkan pitting. Dengan penambahan tegangan, rapat arus
melonjak tinggi tak terkendali[1].
Gambar 1.8 Instalasi elektrolitik polishing dan etching
1.1.4.3 Prosedur Percobaan
1.1.4.3.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Blower/dryer
2. Cawan gelas dan pipet.
3. Alat elektro-etsa (rectifier, amperemeter, penjepit sampel konduktif)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Bahan
1. Zat etsa: FeCl3, Nital 2%, HF 0.5%, dan asam oksalat (H2C2O4) 15 g/100ml air.
2. Air, alkohol, tissue.
1.1.4.3.2 Flowchart Proses
Etsa Kimia
Mulai
Bersihkan sampel dengan air + alkohol
Celupkan sampel pada zat etsa selama waktu tertentu
Bersihkan sampel dengan alkohol
Keringkan sampel denga hair dryer
Selesai
Etsa Elektrolitik
Mulai
Susunlah alat seperti gambar 6 (rectifier jangan dihidupkan dahulu
Tentukan daerah yang ingin di etsa
Atur besarnya rus yang akan digunakan
Bilas dengan air dan HNO3, keringkan dengan hair dryer
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.2 Modul II : Pembuatan Foto dan Analisis Struktur Makro dan Mikro
1.2.1 Pengamatan Struktur Mikro
1.2.1.1 Tujuan
1. Mengetahui proses pengambilan foto mikrostruktur
2. Menganalisa struktur mikro dan sifat-sifatnya
3. Mengenali fasa-fasa dalam struktur mikro
1.2.1.2 Dasar Teori
Skala pengamatan mikro adalah Pengamatan 100 X atau lebih besar. Hal
yang diamati adalah fasa, besar butir, endapan. Alat yang digunakan: Mikroskop
Optik, Scanning Electron Microscope (SEM), Transmision Electron Microscope
(TEM). Beda material akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda pula.
1.2.1.2.1 Mikrostruktur Baja Karbon
Struktur yang terdapat pada material adalah tergantung pada komposisi
unsur-unsur pembentuk, yang dapat dilihat dari diagram fasa[1]. Fasa-fasa yang
terdapat pada mikrostruktur baja karbon dapat dilihat pada diagram fasa Fe-Fe3C.
Gambar 1.9 Diagram Fe – Fe3C[6]
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Dari diagram fasa Fe-Fe3C di atas beberapa fasa yang terdapat pada
mikrostruktur baja karbon adalah Ferrite (α-iron) dengan C max = 0,022%,
Austenite (γ) dengan C max = 2.11%, Cementite (Fe3C) dengan komposisi C =
6,70%, Pearlite (α+ Fe3C) dengan C max = 0,76%[7]. Pada baja karbon hasil
perlakuan panas, terbentuk fasa martensit atau bainit. Ada beberapa macam proses
perlakuan panas yaitu annealing, spheroidisasi, normalisasi, tempering, dan
quenching.
1.2.1.2.2 Mikrostruktur Besi Tuang
Besi tuang pada dasarnya merupakan perpaduan antara besi dan karbon,
dimana pada diagram Fe-Fe3C terlihat bahwa besi tuang mengandung kadar karbon
lebih besar dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan austenit pada
temperatur eutektik, yaitu pada rentang 2,14 – 6,67%. Secara komersial besi tuang
yang dipakai adalah besi tuang dengan kadar karbon 2,5 – 4%. Tipe-tipe besi tuang,
antara lain[1]:
Besi tuang putih (white cast iron), semua kadar karbonnya terpadu dalam
bentuk sementit.
Besi tuang malleable (malleable cast iron), semua karbonnya dalam bentuk
partikel tak beraturan yang dikenal dengan karbon temper.
Besi tuang kelabu (gray cast iron), semua atau hampir semua karbonnya
dalam bentuk flakes.
Besi tuang nodular (ductile cast iron), semua atau hampir semua karbonnya
dalam bentuk spheroidal.
1.2.1.2.3 Mikrostruktur Baja Perkakas
Tingginya kualitas baja perkakas diperoleh dari penambahan paduan-paduan
seperti Cr, W, dan Mo, ditambah perlakuan-perlakuan khusus. Mikrostruktur yang
dihasilkan pada umumnya adalah matriks martensit dengan adanya partikel-partikel
karbida, grafit, serta presipitat.
Klasifikasi baja perkakas berdasarkan AISI (American Iron and Steel
Institute) dibagi dalam 7 kelompok utama, yaitu water hardening (W), shock resisting
(S), cold work (O, A, D), hot work (H), mold (P), dan special purpose (L, F).[1]
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.2.1.2.4 Mikrostruktur Paduan Aluminium
Mikrostruktur hampir semua paduan alumunium terdiri dari kristal utama
padatan alumunium (biasanya berbentuk dendritik) ditambah dengan produk hasil
reaksi dengan paduan. Elemen paduan yang tidak berada dalam keadaan padat
biasanya membentuk fasa campuran pada eutectik, kecuali silikon yang muncul
sebagai produk utama. Pada paduan alumunium-silikon, eutektik terjadi pada
sekitar 12% Si[1].
1.2.1.2.5 Mikrostruktur Paduan Tembaga
Paduan tembaga yang akan dibahas di sini adalah paduan tembaga dengan
elemen dasar seng. Kuningan merupakan paduan tembaga seng, dengan elemen-
elemen lainnya seperti timbal, timah dan alumunium. Pada diagram fasa Cu-Zn,
kelarutan seng dalam larutan padatan fasa α meningkat dari 32,5% pada
temperatur 903 oC ke 39% pada temperatur 454 oC. Fasa α berbentuk FCC,
sementara fasa β berbentuk BCC[1].
1.2.1.2.6 Mikrostruktur Hasil Lasan
Pada gambar di bawah menggambarkan berbagai daerah pada produk las
baja. Daerah pada produk las dimulai dari daerah logam las terdiri dari: daerah
terpengaruh panas/heat affected zone (daerah fusi, daerah pertumbuhan butir,
daerah penghalusan butir (rekristalisasi), daerah transisi) dan daerah tak
terpengaruh panas/unaffected zone[1].
Gambar 1.10 Diagram skematis menunjukan lima daerah pada baja yang dilas
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.1.4.3 Prosedur Percobaan
1.1.4.3.1 Alat dan Bahan
1. Sampel
2. Preparat
3. Mikroskop optik dengan kamera
4. Lilin
1.1.4.3.2. Flowchart Proses
Pengamatan Struktur Mikro
Mulai
Letakan sampel pada kaca preparat
Berikan lilin pada bawah sampel
Ratakan peletakan sampel dengan alat penekan dan lilin
Nyalakan mikroskop
Atur perbesaran mikroskop dan lensa objektif
Atur fokus pada lensa
Amati gambar mikrostruktur
Mengambil sampel dan matikan mikroskop
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Pengambilan Foto
Mulai
Letakan sampel pada kaca preparat
Berikan lilin pada bawah sampel
Ratakan peletakan sampel dengan alat penekan dan lilin
Nyalakan mikroskop dan letakan sampel di bawah lensa objektif
Atur fokus
Tentukan diafragma dan pencahayaan
Ambil foto mikrostruktur
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.2.2 Metalografi Kuantitatif
1.2.2.1 Tujuan
1. Menentukan jumlah fasa
2. Mengukur besar butir
1.2.2.2 Dasar Teori
Sampel yang telah dipoles dan dietsa dapat dianalisis secara kuantitatif
dengan melihat mikrostruktur material tersebut. Analisis dari ruang dua dimensi
dapat dilakukan untuk menduga morfologi sampel dalam tiga dimensi. Analisis
tersebut dinamakan ”metalografi kuantitatif” atau disebut juga stereology
kuantitatif. Terkait dengan tujuannya, ada pun standard yang menjelaskan tentang
perhitungan ukuran butir, yaitu ASTM E112[7]. Parameter-parameter ini dapat
dihubungkan dengan sifat mekanis, terutama kekuatan logam[1].
Salah satu jenis metode metalografi kuantitatif adalah, metode kuantitatif
manual. Metode-metode kuantitatif manual ini meliputi[1]:
Chart Method
Standard chart method meliputi mengamati sampel dan
membandingkannya dengan referensi dari standard chart yang berisi
mikrografi pada perbesaran yang sama dengan parameter-parameter
yang berbeda. Proses ini menjadikan sampel dapat dibandingkan
dengan sampel standard dan merupakan penentuan mikrostruktur yang
paling representatif.
Counting Method
Merupakan pengukuran / perhitungan dari parameter metalografi secara
langsung. Contoh metalografi kuantitatif manual secara umum adalah
penentuan jumla grain size, (n). Grain size number dapat ditemukan
dari persamaan berikut:
n = 2 G-1
dimana n = jumlah butir per inch kuadrat pada perbesaran 100x
G = ASTM grain saize number
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Tabel 1.4 ASTM Grain size (Tabel lengkap dapat dilihat dalam ASTM E112)
Jeffries Planimetric Method (satuan pengukuran: mm)
Sebuah lingkaran digambar pada foto mikrostruktur dengan diameter
79.8 mm (luas area 5000 mm2). Gambar 2.10 adalah contoh dari
mikrostruktur baja austenitic dengan beberapa pearlite halus.
Gambar 1.11 Contoh gambar untuk perhitungan metode Jeffries dan Triple Point
Jumlah atau banyaknya butir per mm2 dihitung dengan persamaan: (
), dimana M adalah perbesaran foto, adalah
jumlah butir dalam area dan adalah jumlah butir yang memotongkeliling lingkaran. Besar butir ASTM dihitung dengan persamaan
[ ] . Triple Point Method (satuan pengukuran: mm)
Seperti metode Jeffries, sebuah lingkaran digambar pada foto
mikrostruktur dengan diameter 79.8 mm (luas area 5000 mm2). Contoh
gambar dapat dilihat pada gambar 1.4. Nilai NA dihitung dengan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
menggunakan persamaan , dimana P adalah jumlah triple
point dari grain boundary dan AT adalah area lingkaran pada perbesaran
1x. Besar butir ASTM dihitung dengan persamaan
[ ] .1.2.2.3 Prosedur Percobaan
1.2.2.3.1 Alat dan Bahan
1. Foto mikrostruktur
2. Alat tulis
3. Kalkulator
1.2.2.3.2 Flowchart Proses
Mulai
Gambar lingkaran d=79,8 mm pada foto mikrostuktur dari sampel
Hitung jumlah butir dalam area lingkaran (n1)
Hitung jumlah butir yang memotong keliling lingkaran (n2)
Hitung jumlah butir/mm2 (NA)
Hitung besar butir ASTM (G)
Hubungkan ukuran butir dengan sifat mekanis material
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.2.3 Pengamatan Struktur Makro
1.2.3.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perpatahan pada
sampel makro.
1.2.3.2 Dasar Teori
Dalam material teknik, terdapat dua jenis perpatahan yang mungkin
terjadi, yaitu perpatahan ulet (ductile) dan getas (brittle)[7]. Klasifikasi ini
berdasarkan pada kemampuan material tersebut untuk mengalami deformasi
plastis. Material ulet akan menunjukkan deformasi plastis sebelum mengalami
perpatahan sedangkan sedikit atau tidak ada sama sekali deformasi plastis terjadi
pada material getas. Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa
tampilan perpatahan seperti diilustrasikan oleh gambar 2.4 di bawah ini:
(a) (b) (c)
Gambar 1.12 (a) Perpatahan sangat ulet dimana spesimen mengalami necking. (b) Perpatahan
cukup ulet setelah beberapa necking. (c) Perpatahan getas tanpa deformasi plastis terjadi[7].
1.2.3.2.1 Perpatahan Ulet
Karakteristik utama dari perpatahan ulet adalah berserabut (fibrous) dan
gelap (dull)[8]. Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet
umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum
terjadinya kerusakan[1]. Perpatahan ulet memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
Permukaan hasil patahan gelap karena menyerap cahaya
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Karakteristik berserabut (fibrous) dan gelap (dull).
Terjadi ‘necking’ (penciutan) pada sampel hasil pengujian tersebut akibat
berkumpulnya void yang membuat void semakin besar. Void-void pada
daerah necking ini menjadi tempat terkonsentrasinya stress yang akhirnya
menjadi penyebab patah.
Gambar 1.13 (a) Scanning electron fractograph dari perpatahan ulet hasil beban
tarik unaksial dengan perbesaran 3300x. (b) Scanning electron fractograph dari
perpatahan ulet hasil beban puntir dengan perbesaran 5000x[7].
1.2.3.2.2 Perpatahan Getas
Permukaan perpatahan getas memiliki karakteristik berbutir (granular)
dan terang. Ciri-ciri perpatahan getas adalah sebagi berikut[8]:
a. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material.
b. Retak atau perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah
atom-atom material (transgranular).
c. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grains) maka dapat dilihat
pola-pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang
keluar dari daerah awal kegagalan.
d. Material keras dengan butir halus (fine grains) tidak memiliki pola-pola yang
mudah dibedakan.
e. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang
bercahaya dan mulus.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Gambar 1.14 (a) Profil skematis menunjukkan propagasi retak memotong butir
(transgranular fracture). (b) Scanning electron fractograph dari ductile cast iron yang
menunjukkan permukaan patahan transgranular
1.2.3.3 Prosedur Percobaan
1.2.3.3.1 Alat dan Bahan
1. Sampel
2. Lilin
3. Kaca Preparat
4. Mikroskop optik kamera
1.2.3.3.2 Flowchart Proses
Mulai
Bersihkan area pengamatan
Pengamatan visual dengan mata
Pengamatan sampel dengan stereoscan macroscope
Pengambilan foto struktur makro
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.3 Modul III : Perjobaan Jominy
1.3.1 Tujuan
1. Mendapatkan hubungan antara jarak permukaan pada pendinginan
langsung dengan sifat kemampukerasan bahan.
2. Mendapatkan hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang
terbentuk serta mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut.
1.3.2 Dasar Teori
Percobaan Jominy adalah salah satu prosedur standard yang digunakan
untuk menentukan hardenability. Hardenability (kemampukerasan) merupakan
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kemampuan suatu paduan untuk
dikeraskan melalui pembentukan martensit sebagai hasil dari perlakuan panas
(heat treatment)[7]. Proses ini disebut juga kombinasi pemanasan dan pendinginan
yang bertujuan mengubah struktur mikro dan sifat mekanis logam disebut
perlakuan panas (heat treatment).
Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda dengan media
pendingin yang berbeda, misalnya air, udara, atau minyak/oli akan mengalami
perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa
martensit, bainit, ferit, dan perlit merupakan hasil transformasi fasa, yakni dari
fasa austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan
yang berbeda-beda dimana untuk setiap paduan bahan dapat dilihat pada diagram
Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature Transformation
(TTT) diagram. Masing-masing fasa di atas mempunyai nilai kekerasan yang
berbeda. Dengan pengujian jominy maka dapat diketahui laju pendinginan yang
berbeda akan menghasilkan kekerasan bahan yang berbeda[1].
Kekerasan salah satu faktor yang penting dalam mendesain suatu material.
Pada baja, pendinginan yang cepat dari fasa austenit menghasilkan fasa martensit
yang tinggi kekerasannya. Kemampukerasan baja merupakan kemampuan baja
untuk menghasilkan fasa martensit diseluruh bagian produk disebut sebagai
kemampukerasan baja. Semakin besar persentase martensit pada logam, semakin
besar kemampukerasan material tersebut. Baja dengan paduan C, Cr, Mo, V, dan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Cr akan mempertinggi kemampukerasan baja. Bahan dengan kemampukerasan
tinggi, memiliki 100% fasa martensit pada pendinginan cepat[1].
Percobaan Jominy menggunakan sampel berbentuk silinder dengan
diameter (d) 25,4 mm (1,0 in.) dan panjang (L) 100 mm (4 in.)[7]. Perlakuan yang
sangat penting dalam pengujian Jominy ialah setiap bagian dari sampel akan
merespon pendinginan yang diperlakukan. Salah satu parameter pengujiannya
adalah derajat pendinginan yang menentukan terbentuknya fasa martensit.
Pengukuran kemampukerasan didapat dengan mengukur kekerasan sepanjang
batang sampel. Nilai kekerasan diukur mulai dari ujung batang yang dekat dengan
media pendingin yang akan didapat 100% martensit, pada ujung sebaliknya yang
akan didapat 0% martensit dan terdapat fasa campuran ferit dan perlit, serta
diantaranya yang akan didapat gabungan antara martensit dan ferit perlit. Hasil
kekerasan yang diperoleh dapat menggambarkan kinetika dekomposisi austenit
pada baja dalam proses pendinginan, dan kurva Jominy dapat digunakan untuk
memplot profil kekerasan dari suatu bagian[1].
Gambar 1.15 (a) Pembentukan fasa pada percobaan Jominy dilihat dari diagram CCT, (b)
Diagram kematis percobaan Jominy dan setelah pengujian kekerasan[7].
Makin lambat laju pendinginan logam, makin banyak matriks perlit yang
ditampilkan dan kekerasan makin turun . Penambahan kadar karbon atau paduan
atau bertambah besarnya ukuran butir akan menyebabkan grafik bergeser ke
kanan sehingga memudahkan pembentukan struktur martensit.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Untuk pendinginan lambat akan mendapatkan struktur[1]:
a. Bainit bawah, yaitu struktur seperti jarum, mirip martensit
b. Bainit atas, yaitu struktur seperti perlit dengan sifat lapisan yang lebih halus
c. Perlit halus, yaitu struktur perlit yang halus dengan lapisan ferit dan
sementit
d. Perlit kasar, yaitu struktur sama dengan perlit halus namum lamel lebih
kasar dan kekerasan lebih rendah.
1.3.3 Prosedur Percobaan
1.3.3.1 Alat dan Bahan
Gambar 1.16 pengujian Jominy
1. Batang baja (spesimen), d = 2.5 cm, L = 10 cm
2. Oven muffle dengan suhu max 1100oC
3. Kran air dengan tekanan yang cukup
4. Amplas
5. Alat penguji kekerasan Brinell
6. Mikroskop pengukur jejak
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
1.3.3.2 Flowchart Proses
Mulai
Siapkan benja uji
Amplas salah satu sisi benja uji dengan gerinda
Memanaskan batang uji dalam oven dengan T preheating 3500C selama 15 menit dan T austenisasi 9000C selama 30 menit.
Batang dikeluarkan dari ovencdengan cepat dan meletakkan batang pada alat bangku Jominy (ujung bawah logam mengalami penyemprotan air.
Tunggu hingga mendingin
Bersihkan bagian untuk penjajakan dengan amplas
Lakukan penjejakan Brinell pada 15 titik yang berjarak sama
Ukur besar d jejak Brinell
Hitung kekerasan dengan rumus kekerasan Brinell*)
Selesai
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
*) Rumus kekerasan Brinell:
Dimana; P = Beban yang digunakan, Kg
D = Diameter bola, mm, dan
d = diameter indentasi, mm
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
DAFTAR PUSTAKA
[1] Modul Praktikum Metalografi dan HST 2013. Depok: Laboratorium
Metalografi dan HST, Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
[2] Sofyan, Nofrijon. 2010. Teknik Pengamatan Struktur Mikro. Handout Mata
Kuliah Material Characterization I. Depok: Departemen Teknik Metalurgi
dan Material FTUI.
[3] Anonim. -. Sample Preparation. http://www.doitpoms.ac.uk/tlplib/optical-
microscopy/preparation.php (diakses pada tanggal 24 Februari 2013 pukul
13.32)
[4] Surya, Abdul Khalim. 2004. Laporan Pendahuluan Praktikum Metalografi
dan HST. Depok: Dokumen Pribadi.
[5] Anonim. 2010. Metalografi. http://candadisini.blogspot.com/ (diakses pada
tanggal 24 Februari 2013 pukul 15.43)
[6] Metals Handbook: Metallography, Structures and Phase Diagrams, vol.8, 8th
edition, ASM Handbook Committee, T. Lyman, Editor, ASM, 1973, hal.275
[7] Callister, Jr, William D. (2007). Materials science and Engineering–An
Introduction 7e. New York: John Wiley & Sons, Inc.
[8] Waroko, Rhidiyan . 2009. Karakteristik Material 1: Metalografi Kuantitatif.
Depok: Departemen Metalurgi dan Material FTUI.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
BAB II
PENGUJIAN ANALISIS STRUKTUR MATERIAL
II.1 Pengujian Analisis Struktur Material
II.1.1 Hasil Mounting
Mounting adalah salah satu proses yang dilakukan dalam pengujian
metalografi. Proses ini bertujuan untuk menempatkan sampel pada suatu media
agar memudahkan penanganan atau preparasi sampel yang berukuran kecil, tipis,
atau memiliki bentuk yang tidak beraturan[1].
Hal utama yang harus diperhatikan dalam proses mounting adalah bahan
mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material uji dan jenis reagen etsa
yang akan digunakan, seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal. Mounting
terdiri dari 2 macam jenis mounting :
a. Castable mounting dengan menggunakan resin
b. Compression mounting dengan menggunakan bakelit
Perbedaan mendasar antara castable mounting dan compression mounting
adalah pada penampakan dari mountingnya. Pada castable mounting biasanya
tembus cahaya, sedangkan pada compression mounting hasil mountingnya besifat
opaque atau tak tembus cahaya.
Proses mounting yang digunakan dalam praktikum analisa struktur
material kali ini adalah castable mounting yang menggunakan resin serta hardener
yang bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan resin pada saat mounting.
Proses castable mounting ini merupakan teknik mounting yang lebih sederhana
dibandingkan dengan compression mounting karena pada castable mounting tidak
dibutuhkan tekanan dan panas dalam pengaplikasiannya. Peralatan dan bahan
yang digunakan dalam castable mounting ini cukup simpel yaitu seperti plastik
bekas tempat rol film yang dipotong menjadi 2 bagian yang digunakan sebagai
cetakan, lakban atau solatip yang digunakan untuk menutupi bagian bawah
cetakan, castable resin, dan hardener.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.1.1.1Kondisi Sampel Sebelum dan Sesudah Mounting
Sampel yang diberikan kepada
praktikan adalah sampel besi tuang
nodular yang telah di mounting
sebelumnya oleh asisten. Sampel yang
diberikan kepada praktikan merupakan
sampel jadi hasil mounting, jadi praktikan
tidak dapat mengamati kondisi sampel
sebelum mounting. Praktikan hanya dapat
mengamati kondisi sampel sesudah
Gambar 2.1 Sampel individu besi tuang nodular
mounting. Sampel berupa potongan kecil berbentuk menyerupai segi empat tidak
beraturan. Kondisi permukaan sampel sesudah di mounting terdapat sedikit
produk korosi yang membuat sampel harus diamplas dan dipoles sebelum masuk
ke dalam pengamatan mikrostrukturnya. Selain itu, jika diamati hasil mounting
pada sampel individu, terdapat gelembung-gelembung yang terjebak di dalam
resin yang telah membeku. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kecepatan
pengadukan castable resin dan hardener yang tidak merata sehingga membuat
gelembung-gelembung tersebut terperangkap di dalamnya. Untuk permukaan
hasil mounting sendiri terlihat sangat halus dan merata, artinya perbandingan
komposisi antara castable resin dan hardener yang sudah merata[2].
II.1.1.2 1.2 Prosedur Kerja Mounting
Castable mounting adalah mounting sederhana yang digunakan saat
praktikum. Seperti yang telah diketahui, tujuannya adalah untuk mempermudah
penanganan sampel yang akan di uji metalografi. Untuk melakukan teknik
mounting ini ada prosedur kerja yang perlu dilakukan yaitu sebagai berikut[3] :
a. Pasangkan selotip sebagai penutup cetakan bagian bawah
b. Setelah itu masukkan sampel uji kedalam cetakan bagian bawah
cetakan hingga sampel tersebut terlihat menempel dengan selotip.
c. Mencampurkan castable resin dengan hardener ditempat lain
(tempatnya juga menggunakan plastik bekas tempat rol film yang masih
utuh), dengan komposisi castable resin 1/3 bagian dari cetakan plastik
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
tempat rol film yang ditambahkan 35 tetes hardener. Pencampuran
dilakukan sambil diaduk agar pencampuran antara castable resin dan
hardener terjadi secara merata, tetapi pengadukannya jangan terlalu
cepat untuk menghindari terbentuknya gas hole pada mounting.
d. Setelah dilakukan pencampuran, kemudian castable resin dimasukkan
ke dalam cetakan yang telah disiapkan, setelah dimasukkan ke dalam
cetakan kemudian tunggu antara 25 - 30 menit.
e. Setelah mounting mengeras, melepas selotip dari cetakan lalu
mengeluarkan mounting dari cetakan.
Gambar 2.2 Peralatan dan bahan castable mounting[3]
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa parameter yang mempengaruhi
proses castable mounting ini. Berdasarkan literatur, parameter-parameter yang
mempengaruhi proses mounting antara lain:
1. Pemasangan selotip atau perekat pada cetakan
Pemasangan selotip pada cetakan diusahakan rapat, rata, dan rapi
agar sampel tidak bergeser dari dudukannya dan permukaan mounting rata.
Selain itu untuk meminimalisasi keberadaan cacat.
2. Pengadukan resin dan hardener
Pengadukan harus dilakukan dengan baik. Apabila terlalu cepat
saat pencampuran resin dan hardener dapat menyebabkan bubble atau
gelembung yang nantinya dapat terperangkap dalam resin.
3. Hardener
Hardener yang digunakan juga harus diperhatikan karena dapat
mempengaruhi hasil akhir mounting. Apabila hardener semakin banyak
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
dicampurkan ke dalam resin maka mounting akan menjadi lebih keras dan
dapat menyebabkan keretakan.
4. Ketebalan Resin
Semakin tebal resin maka semakin lambat waktu pengerasannya
dan sebaliknya, semakin tipis resin maka waktu pengerasannya semakin
cepat.
5. Jenis Resin dan Hardener
Masing-masing resin memiliki karakterisasi dan sifat yang
berbeda. Begitu pula dengan hardener.
Dalam proses mounting sering kali terjadi ketidaksempurnaan mounting
atau pun cacat. Biasanya hal ini terjadi karena ada beberapa hal yang menjadi
kendala dalam pengerjaan pada saat proses mounting. Kendala tersebut dapat
berupa kendala dari bahan dasar (resing dan hardener) atau pun dari praktikan
yang melakukan proses mounting, seperti:
1. Jenis resin dan hardener yang berbeda maka akan menghasilkan
perbandingan jumlah keduanya saat pencampuran juga berbeda. Hal
ini dapat mempengaruhi waktu pendinginan resin.
2. Kecepatan pengadukan resin dan hardener yang terlalu terburu-buru
atau malah terlalu lambat.
3. Adanya beberapa cacat yang terjadi akibat proses mounting yang
kurang baik.
II.1.1.2 Analisa Penampakan Permukaan Hasil Mounting dan Sifat Mounting yang
diperoleh
Permukaan mounting sampel individu yang diberikan kepada praktikan
sangat rapi dan permukaannya halus dan transparan. Warna transparan ini
menunjukkan bahwa resin dan hardener sudah tercampur dengan baik dengan
sifak mekanik yang cukup baik (keras). Pada hasil mounting tersebut terdapat
beberapa titik-titik cacat berupa gelembung-gelembung (bubbles) di sekitar
sampel dan di tepi hasil mounting.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil mounting sudah sesuai dengan
parameter yang ada (sampel yang menempel dengan sempurna pada media
mounting, permukaan cukup rata dan bahan mounting memiliki kekerasan yang
hampir sama dengan sampelnya). Hal ini bertujuan agar pada proses selanjutnya
menjadi lebih mudah penanganannya. Pada saat mounting, ambil daerah sampel
yang paling halus. Mounting hanya dilakukan pada satu sisi. dan sampel berada
ditengah-tengah mounting.
II.1.1.3 1.3 Cacat – Cacat pada Mounting
Pada proses mounting terdapat parameter – parameter yang menjadi acuan
agar diperoleh hasil mounting yang baik dan bebas dari cacat. Cacat – cacat
tersebut dihasilkan akibat proses yang tidak sempurna. Di bawah ini akan
diterangkan cacat – cacat yang terjadi pada mounting[3]:
1. Castable mounting antara lain:
Cracking: retaknya media mounting, disebabkan oleh terlalu
banyaknya hardener dan temperatur yang terlalu tinggi.
Bubbles: terdapat gelembung gas pada media mounting, disebabkan
karena pengadukan yang terlalu kasar atau cepat saat pencampuran
resin dan hardener, sehingga ada udara yang terperangkap di dalam
campuran tersebut. Pencegahannya adalah mengaduk secara
perlahan campuran resin dan hardener.
Discoloration: pengotoran, perubahan warna, dan perusakan warna,
yang terjadi karena rasio resin dan hardener tidak seimbang, dan
hardener teroksidasi.
Soft mounts: media mounting terlalu lunak, perbandingan resin dan
hardener tidak seimbang, dan juga hardener terlalu sedikit.
Tacky tops: Permukaan mounting tidak rata, disebabkan oleh tidak
ratanya permukaan cetakan saat dituang atau karena perbandingan
resin dan hardener yang kurang tepat. Cara pencegahannya adalah
dengan benar-benar meratakan permukaan isolasi yang akan dituang
resin dan memperhitungkan perbandingan resin dan hardener.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
2. Compression mounting
Radial Split: retakan pada daerah sisi sampel yang terkena
mounting, karena luasan daerah mounting dan ketajaman permukaan
sampel.
Edge Shrinkage: penyusutan mounting, disebabkan oleh penurunan
suhu yang cepat.
Circumferential Splits: pori-pori pada mounting, disebabkan oleh
terserapnya cairan dan gas yang terperangkap pada proses mounting.
Burst: pengkerutan disekitar permukaan sampel, disebabkan oleh
proses mounting yang terlalu cepat dan tekanan yang berlebihan.
Unfused: retakan di sekeliling sampel, disebabkan oleh tegangan
permukaan dan tekanan yang berlebihan.
II.1.2 Hasil Amplas
II.1.2.1 Prosedur Kerja Amplas
Gambar 2.3 Mesin amplas otomatis
Sampel yang diterima praktikan
adalah sampel material besi tuang nodular
yang sudah dimounting. Seperti yang telah
dikatakan sebelumnya, pada permukaan
sampel ditemukan produk korosi berupa karat
halus yang memperkasar permukaan sampel.
Permukaan sampel yang kasar seperti ini tidak
dapat diamati secara metalografi. Oleh karena
itu diperlukan permukaan yang sangat halus
untuk dapat diamati mikrostrukturnya.
Setelah sampel dimounting, maka tahapan selanjutnya adalah
menghaluskan permukaan sampel dari hasil potongan atau oksidasi seperti pada
sampel individu praktikan. Proses ini dinamakan proses pengamplasan atau
grinding. Pengamplasan bertujuan untuk menghasilkan permukaan sampel yang
rata. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas (partikel SiC)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
ldengan ukuran/grit dari yang kecil
(kasar) ke ukuran/grit yang besar
(halus)[1]. Penentuan ukuran kekasaran
amplas awal yang dipakai disesuaikan
dengan material yang akan diamplas.
Proses pengamplasan ini dilakukan
menggunakan mesin amplas otomatis ,
dalam artian mesin pengamplasan Gambar 2.4 Mesin amplas manual
tersebut telah berputar dengan kecepatan tertentu secara konstan sehingga yang
perlu kita lakukan adalah mengatur posisi sampel, meletakkan diatas permukaan
dan memberikan penekanan sesuai kebutuhan. Sampel yang akan dilakukan
proses pengamplasan adalah sampel metalografi yaitu material besi tuang nodular,
sampel HST, sampel kelompok, dan sampel jominy. Proses pengamplasan dapat
dilihat dalam langkah - langkah berikut ini:
1. Menempatkan kertas amplas pada mesin amplas dan kemudian dijepit
sesuai dengan ukuran mesin amplasnya.
2. Pada saat pemasangan kertas amplas ini juga harus diberi air pada
permukaan mesin amplas agar nantinya kertas amplas yang dipasang
tidak bergelombang dan juga agar kertas amplas dapat melekat dengan
baik.
3. Jika terbentuk gelombang pada mesin amplas, maka akan
menghasilkan permukaan yang tidak rata atau dua permukaan yang
terhaluskan dan juga dapat menyebabkan kertas amplas robek.
4. Kemudian saat menjalankan mesin amplas, dimulai dari kecepatan
yang rendah ke kecepatan tinggi. Tujuannya agar sampel ketika
diamplas, pada kecepatan yang besar permukaannya akan semakin
cepat halus dan rata. Terutama untuk sampel dengan kekerasan yang
tinggi akan dibutuhkan kecepatan pengamplasan tinggi pula agar
sample lebih mudah untuk dihaluskan.
Pengamplasan dilakukan dengan mesin amplas otomatis dengan besar grid
80#, 120#, 240#, 400#, 600#, 800#, 1000#, 1200#, dan 1500#. Karena
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Gambar 2.5 Pengamplasan ferrous dan non-ferrous[2]
pengamplasan dilakukan
bersama dengan sampel-sampel
praktikan lain, maka
penempatan sampel ferrous dan
non ferrous harus dipisah.
Untuk sampel ferrous dilakukan
pengamplasan pada kain amplas
agak lebih keluar dan non
ferrous dilakukan agak lebih ke
dalam. Hal ini dilakukan agar geram-geram yang dihasilkan sampel ferrous tidak
merusak atau mengikis sampel non ferrous. Beberapa kondisi yang sangat
berpengaruh pada hasil pengamplasan dan perubahan permukaan yang dihasilkan,
yaitu:
Pemberian air ketika pengamplasan
Pemberian air akan memperkecil kerusakan akibat panas,
memperpanjang masa pemakaian kertas amplas dan untuk menghilangkan
geram-geram yang terjadi akibat pengikisan sebelumnya.
Perubahan arah pengamplasan 450 atau 900 terhadap arah
sebelumnya
Ketika mengamplas, arah pengampelasan harus selalu dijaga tetap
untuk satu jenis ukuran amplas dan baru diubah secara tegak lurus (90°)
terhadap arah sebelumnya ketika jenis ukuran amplas diganti. Perubahan
arah tersebut dilakukan agar alur-alur yang terjadi akibat pengamplasan
sebelumnya dapat dihilangkan. Sehingga garis yang ditinggalkan adalah
garis akibat pengamplasan dengan mesh yang halus dan pada saat
pengujian brinel tidak mempengaruhi hasil kekerasan brinel[4].
Ukuran grit amplas
Penggantian kertas amplas dengan grit yang lebih tinggi, hingga
diperoleh permukaan yang halus dan rata. Ukuran grit pertama yang
dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman kerusakan
yang ditimbulkan oleh pemotongan.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Pengoperasian mesin amplas dari kecepatan rendah ke kecepatan
tinggi
Hal ini bertujuan agar sampel ketika di amplas, pada kecepatan yang
besar permukaannya akan semakin cepat halus dan rata. Khususnya untuk
sample dengan kekerasan yang tinggi dibutuhkan kecepatan pengamplasan
tinggi agar sample lebih mudah untuk dihaluskan.
Pencampuran ferrous dan non-ferrous
Untuk sampel ferrous diletakkan di bagian agak keluar sedangkan
untuk sampel non ferrous diletakkan di bagian agak ke dalam dari kertas
amplasnya. Hal ini untuk mencegah terjadinya pengikisan sampel non
ferrous oleh geram-geram hasil amplas sampel ferrous.
Dalam proses pengamplasan, kerap kali ditemukan kendala – kendala yang
membuat hasil pengamplasan menjadi kurang baik. Kendala yang paling sering
dialami adalah ketidakkonstanan tekanan pada sampel yang sedang di amplas.
Sehingga membuat sampel mempunyai cacat bidang karena tekanan yang tidak
merata pada saat pengamplasan. Kendala lainnya adalah praktikan yang lalai tidak
mengubah arah pengamplasan saat ukuran grit kertas amplas diubah. Hal ini
menyebabkan masih terdapat goresan – goresan pada permukaan sampel. Kendala
lainnya adalah pemberian air yang tidak kontinyu, karena penyiramannya
dilakukan secara manual serta kecepatan putar yang terlalu cepat dapat
menyebabkan sampel terpental.
II.1.2.2 Analisa Penampakan dan Kondisi Sampel Setelah Pengamplasan dari
Setiap Grid Kertas Amplas yang Berbeda
Kondisi permukaan sampel individu setelah pengamplasan pertama,
goresan-goresan masih terlihat jelas. Dilanjutkan dengan pengamplasan
berikutnya dengan ukuran grid yang lebih tinggi dan terdapat bidang-bidang hasil
pengamplasan, namun banyak bidang yang terbentuk akan hilang setelah
pengamplasan terakhir. Penampakan permukaan setelah pengamplasan akhir
sudah halus dan rata. Tetapi pada sampel kelompok dan HST masih terdapat
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
sedikit goresan halus hasil amplas grit 1500, dan ada goresan tebal akibat
pengaplasan yang tidak sempurna pada grid sebelumnya.
Pada sampel HST dan sampel kelompok, permukaan hasil ampasan grid
1500 sudah menunjukkan permukaan yang mengkilap, namun juga masih ada
goresan akibat pengamplasan yang tidak sempurna pada grid sebelumnya. Tetapi
dapat dikatakan permukaan sampel untuk ketiganya cenderung rata.
II.1.3 Hasil Poles
II.1.3.1 3.1 Prosedur Poles
Proses selanjutnya setelah pengamplasan adalah pemolesan atau polishing.
Pemolesan dilakukan dengan menggunakan kain beludru berwarna hijau yang
sudah terpasang pada mesin poles otomatis. Pemolesan yang dilakukan oleh
praktikan merupakan pemolesan tipe mekanik. Bahan pemoles yang dipakai
adalah TiO2 yang berwarna putih. Proses pemolesan bertujuan untuk
memperhalus permukaan sampel hingga skala mikron agar permukaan sampel
yang dipoles dapat memantulkan cahaya dengan baik, sehingga pada saat
pengamatan mikrostruktur dapat terlihat lebih jelas. Ada dua tahapan dalam
pemolesan mekanik. Tahap pertama praktikan harus menekan kencang sampel
pada saat dilakukan pemolesan, hal ini bertujuan untuk menghilangkan goresan –
goresan dari proses pengamplasan serta membuat arah pemolesan menjadi searah.
Kemudian sampel di putar-putar tanpa tekanan yang besar, hal ini dimaksudkan
untuk meratakan deformasi dipermukaannya.
a b
Gambar 2.6 (a) Mesin poles mekanik; (b) Proses pemolesan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Adapun langkah-langkah kerja pemolesan yang dilakukan:
1. Menyalakan mesin poles.
2. Menuang cairan titanium oksida pada kain beludru yang berada di mesin
poles.
3. Melakukan pemolesan dengan cara meletakkan sampel di atas mesin poles,
sampel harus diputar-putar secara kontinyu dan perlahan untuk
menghindari terjadinya cacat ekor komet.
4. Lakukan pemolesan hingga permukaan sampel sudah terlihat halus dan
mengkilap. Sampel dicuci dan dikeringkan dengan menggunakan hair
dryer. Sampel dapat langsung dilihat struktur mikronya di bawah
mikroskop namun penampakannya masih belum terlihat jelas. Yang
diperhatikan pada mikroskop adalah hanya mengamati goresan pada
permukaan.
Parameter yang dapat mempengaruhi proses pemolesan antara lain:
1. Pemutaran sampel saat pemolesan
Saat sampel dilakukan pemolesan, sampel harus diputar-putar agar tidak
terjadi cacat ekor komet.
2. Penambahan cairan titanium oksida
Penambahan cairan titanium oksida harus dilakukan secara berkala. Ketika
cairan sudah terlihat habis maka harus segera dituang kembali.
3. Penambahan air
Sama seperti pengamplasan, pada saat pemolesan juga perlu ditambahkan
air namun tidak kontinyu. Hal ini bertujuan agar geram-geram yang
mungkin masih tersisa pada sampel hasil pengamplasan dapat hilang dan
tidak mempengaruhi permukaan sampel pada saat pengamatan struktur
mikro.
Cacat – cacat yang sering terjadi pada saat pemolesan adalah:
a. Terbentuknya ekor komet ( comet tailing ): proses pemolesan, sampel
harus digerakkan dan diputar-putar secara kontinu pada porosnya untuk
menghindari terbentuknya ekor komet
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
b. Pemolesan yang terlalu lama akan mengakibatkan permukaan sampel
menjadi cembung pada bagian tepinya dikarenakan pemolesan dilakukan
secara radial.
c. Sedangkan jika pemolesan dilakukan dalam tempo waktu yang relatif
cepat akan menghasilkan permukaan yang tidak rata dan kurang
mengkilap.
Kendala-kendala yang terjadi saat pemolesan yaitu:
1. Kecepatan putaran mesin poles yang terlalu kencang dapat membuat
sampel terpental.
2. Pemberian tekanan yang berlebih dapat membuat sampel terdeformasi
berlebih dan dapat menimbulkan cacat pada permukaan sampel bila dilihat
di bawah mikroskop.
II.1.3.2 3.2Analisa Penampakan dan Kondisi Sampel Setelah Pemolesan
Setelah melalui proses pengamplasan dan pemolesan, permukaan sampel
individu menjadi mengkilap dan tidak terlihat adanya goresan. Saat diamati
dibawah mikroskop, strutur mikronya sudah sedikit terlihat, namun masih terdapat
sedikit goresan pada permukaan sampel. Oleh sebab itu, sampel harus dipoles
sedikit lagi agar goresan pada permukaannya benar – benar hilang. Setelah
permukaan bebas dari goresan, maka sampel sudah siap untuk di etsa dan diamati
mikrostrukturnya.
Gambar 2.7 Sampel individu hasil pemolesan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.1.4 Hasil Etsa
II.1.4.1 4.1 Prosedur Kerja Etsa
Setelah sampel melalui proses pemolesan, maka selanjutnya akan melalui
proses pengetsaan atau etching. Etsa merupakan suatu proses penyerangan atau
pengikisan batas butir yang selektif dan terkendali dengan pencelupan ke larutan
pengetsa baik menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga
detil struktur yang akan diamati akan terlihat jelas dan tajam di bawah
mikroskop[1]. Pengetsaan yang dilakukan pada sampel praktikan yaitu jenis etsa
kimia. Zat etsa yang digunakan memiliki karakteristik tersendiri yang disesuaikan
dengan sampel yang akan diamati.
Sampel individu adalah material besi tuang nodular. Zat etsa yang cocok
untuk material jenis ini adalah nital. Pada saat pengetsaan, etsa yang digunakan
adalah nital 2 – 3 % selama 10 detik. Sebelum melakukan etsa, sampel terlebih
dulu dibersihkan permukaannya dengan menggunakan air dan sedikit sabun.
Sampel dibersihkan sampai permukaannya kesat (bebas lemak). Setelah itu, maka
proses etsa dimulai dengan mencelupkan permukaan sampel hasil poles ke dalam
larutan nital 2 – 3 % selama 10 detik sambil sampel digoyang-goyangkan.
Penggoyangan sampel harus dilakukan karena untuk menghindari menempelnya
produk korosi hasil etsa yang akan mengganggu pengamatan struktur mikro.
Setelah sampel dicelupkan ke dalam larutan etsa, sampel segera di cuci dengan air
mengalir selama kurang lebih 2 detik, kemudian celupkan ke dalam alkohol 70%
sambil digoyang-goyangkan. Secara umum tahapan proses etsa antara lain :
1. Membersihkan bagian permukaan sampel yang telah dipoles dengan air
lalu kemudian dibersihkan dengan sabun agar bersih dari pengotor
lemak
2. Sampel dicelupkan ke dalam kaca arloji yang berisi zat etsa yang akan
digunakan dan ditahan sampai batas waktu yang telah ditentukan sambil
digoyang-goyang selama 5-10 detik
3. Setelah itu segera diangkat dan dibersihkan dengan air lalu ditetesi
alkohol
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
4. Kemudian sampel segera dikeringkan dengan hair dryer
Dalam proses pengetsaan, adapun beberapa kendala yang terjadi, sehingga
membuat kondisi sampel menjadi kurang baik. Kendala – kendala tersebut antara
lain:
1. Zat etsa yang tidak sesuai dengan jenis material
2. Waktu etsa yang terlalu lama atau terlalu sebentar
3. Permukaan sampel yang tidak bersih dari lemak
Yang harus diperhatikan dalam proses
etsa adalah penentuan zat etsa yang sesuai
untuk setiap jenis material sampel. Jika
penggunaan zat etsa tidak sesuai maka dapat
menimbulkan cacat terutama pada proses
etsa kimia yang disebabkan oleh mekanisme
pengikisan batas butir nantinya tidak akan
menghasilkan hasil etsa yang baik. Selain
itu juga harus diperhatikan waktu
pengetsaan karena terkait dengan kecepatan
penyerangan zat etsa. Pengetsaan yang
terlalu cepat mengakibatkan batas butir tidakGambar 2.8 Proses etsa[3]
terkikis dengan baik sehingga mikrostruktur tidak tampak dengan baik.
Sedangkan jika terlalu lama maka zat etsa akan mengikis butir dari material dan
menyebabkan material menjadi hangus. Sedangkan untuk proses etsa yang
berlebihan atau sering disebut dengan istilah over-etching dapat diatasi dengan
mengamplas kembali sampel yang hangus kemudian dipoles dan dietsa[5].
II.1.4.2 4.2 Analisa Penampakan dan Kondisi Sampel setelah Etsa
Penampakan dan kondisi sampel individu setelah dietsa sedikit buram,
berbeda dengan sebelum di etsa. Setelah dilihat di bawah mikroskop struktur
mikro sudah dapat dilihat dengan jelas. Melalui lensa okuler pada mikroskop,
struktur mikro dari sampel besi tuang nodular dapat terlihat dengan jelas,
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
perbedaan – perbedaan fasa satu dengan yang lainnya. Setelah itu, praktikan
memilih daerah tertentu untuk dapat diambil gambarnya.
II.1.5 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel Individu
Foto Struktur Sampel Besi Tuang Nodular (BTN) Percobaan
Poroitas
Grafit
Martensit (dark)
Austenit (white)
Sampel : Besi Tuang Nodular
Etsa : Nital 2 – 3 % selama 10 detik
Perbesaran : 500x
Keterangan : Nodular grafit dalam matriks martensit dan sedikit austenit.
Foto Struktur Sampel BTN Literarur[6]
Grafit
Martensit (dark)
Austenit (white)
Sampel : Besi Tuang Nodular
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Etsa : Nital 2%
Perbesaran : 500x
Keterangan : Nodular grafit dalam matriks martensit kasar dan austenit yang
sangat halus.
Foto Struktur Sampel BTN Literatur (Etsa berbeda)[6]
Perlite (dark)
Grafit
Ferit (white)
Sampel : Besi Tuang Nodular
Etsa : Picral 3%
Perbesaran : 500x
Keterangan : nodular grafit dalam matriks perlit dan ferit bebas.
Sampel yang diberikan berupa besi tuang nodular. Besi tuang nodular
(nodular cast iron) atau ductile cast iron biasanya diberikan penambah berupa
sedikit Magnesium (Mg) atau Serium (Ce) untuk mendapatkan mikrostruktur
yang diinginkan sehingga sifat mekanis yang diinginkan tercapai. Penambah ini
biasa disebut dengan nodulizer. Seperti besi tuang lainnya besi tuang nodular akan
membentuk grafit namun memiliki bentuk yang berbeda. Grafit yang terbentuk
pada besi tuang nodular berbentuk nodul atau seperti partikel sphere. Bentuk ini
terbentuk karena penambahan nodulizer pada saat besi dalam kondisi cair.
Fasa matriks yang dihasilkan tergantung pada proses heat treatment yang
dilakukan. Heat treatment yang disertai pendinginan moderat menghasilkan
pearlitic ductile cast iron (sering dipakai untuk as-cast piece), sementara dengan
pendinginan lambat diperoleh ferritic ductile cast iron. Mekanisme heat treatment
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
selama beberapa jam pada sekitar 700oC akan menguletkan matriks ferit[9].
Kenyataannya, ductile (nodular) iron memiliki sifat-sifat mekanik yang mendekati
baja. Untuk pendinginan cepat sendiri, maka akan menumbuhkan fasa matriks
martensit. Pada mikrostruktur BTN terdapat nodular grafit yang dikelilingi oleh
-ferit matriks.
Foto hasil percobaan yang didapatkan sesuai dengan literatur. Grafit yang
terbentuk pada hasil percobaan berbentuk bulat dan berwarna gelap atau
kehitaman. Matriks yang dihasilkan adalah matriks martensit yang berbentuk
panjang dan tirus menyerupai jarum dan berwarna gelap. Namun, pada
mikrostrukturnya masih terdapat fasa austenit yang ditandai dengan fasa yang
berwarna terang atau keputihan. Hal ini menandakan bahwa sampel besi tuang
nodular tersebut telah mendapatkan heat treatment atau perlakuan panas
sebelumnya.
Foto mikrostruktur literatur menghasilkan ciri visual yang sama dengan
foto mikrostruktur percobaan, namun dengan perbesaran yang sama dihasilkan
nodular grafit yang lebih besar dari pada foto mikrostruktur percobaan. Selain itu,
matriks martensit pada literatur terlihat lebih kasar dibandingkan dengan foto
mikrostruktur percobaan. Hal ini terjadi karena kemungkinan keduanya
mengalami perlakuan panas yang berbeda dengan parameter perlakuan yang
berbeda pula sehingga dihasilkan struktur yang berbeda.
Untuk foto mikrostruktur literatur yang menggunakan zat etsa yang
berbeda, dapat dilihat bahwa fasa yang dihasilkan pun berbeda. Hal ini
menandakan bahwa untuk menghasilkan suatu fasa tertentu maka dapat digunakan
etsa tertentu pula.
Besi tuang nodular atau biasa disebut ductile cast iron memiliki banyak
keunggulan dibandingkan dengan besi tuang lainnya. Keunggulan dari besi tuang
nodular yaitu :
1. Keuletan baik
2. Regangan 10-20 %
3. Mampu dikeraskan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
4. Tahan aus
5. Mudah dibubut, seperti besi cor
6. Menyerap getar dan bunyi
7. Tahan korosi
8. Ringan
9. Mudah dalam permesinan
10. Dapat mengalami heat treatment
11. Tahan panas
Untuk komposisi umum dari besi tuang nodular sendiri, dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Tabel komposisi besi tuang nodular
Komposisi Berat (%)
C <2.96%
Si 3.8 to 4.3%,
Cu 0.5 to 1.0%,
Ni dan atau Mo 0 to 4%,
Mo 1.0%,
Mn 0.1 to 0.8%,
Mg 0.03 to 0.07%
S 0.015%
Sedangkan untuk sifat mekanis dari besi tuang nodular tergantung dari
komposisi yang ditambahkan dalam peleburan dan grade-nya. Besi tuang nodular
memiliki sifat mekanis yaitu keuletan (ductility) yang tinggi, dengan elongasi
lebih dari 18% dan tertinggi sebesar 25%, atau kekuatannya tinggi, dengan
kekuatan tarik mencapai 120 Ksi. Rentang sifat-sifat mekanik untuk besi tuang
nodular adalah :
tensile strength 380 MPa-480 Mpa,
ductilities (% elongation) dari 18-25 %
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Untuk mengetahui sifat mekanik besi tuang nodular yang lebih jelas beserta
dengan grade-nya, dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Tabel sifat mekanik BTN sesuai grade
Besi tuang dalam diagram fasa dapat dilihat pada diagram fasa Fe-Fe3C di
bawah ini. Secara umum, dapat dilihat pada diagram fasa Fe-Fe3C, besi tuang
memiliki kandungan karbon antara 2 - 6,67 % C[7].
CAST IRON
Gambar 2.9 Diagram fasa Fe-Fe3C[8]
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Dalam pengambilan foto mikrostruktur, ada banyak hal yang diperhatikan
antara lain fokus yang digunakan yang menentukan kejelasan foto, kemudian,
pencahayaan pada saat pengambilan foto yang turut menentukan terang atau
gelapnya foto, dan yang tak boleh dilupakan adalah saat preparasi sampel, karena
hal itu turut menentukan hasil foto. Sebaiknya sebelum diletakkan pada meja
mikroskop sampel di clamping dengan lilin terlebih dahulu agar rata sehingga
gambar yang dihasilkan bagus.
Besi tuang nodular banyak digunakan sebagai aplikasi pada berbagai
bidang, antara lain :
1. Agrikultur : traktor, implement part
2. Otomotif : crank shaft, piston, dan cylinder head
3. Mining : hoist drums, pulleys, dan elevator bucket
4. Steel mill : work rolls, furnace doors, table rolls, dan bearing
5. Tools & die : wrenches, levers, handles, clamp frames, chuck bodies
II.1.6 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel Kelompok
Foto Mikrostruktur Sampel Kelompok Percobaan
Pengotor
Perlite (dark)
Ferit (white)
Sampel : KS1008/JIS G 3505 SWRM 8 (low carbon steel)
Etsa : Nital 2 – 3% selama 10 detik
Perbesaran : 200x
Keterangan : Matriks ferit dan perlit
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Foto Mikrostruktur Sampel Kelompok Literatur[6]
Perlite (dark)
Ferit (white)
Sampel : Rimmed steel (0.06 %C)
Etsa : Nital
Perbesaran : 100x
Keterangan : Matriks ferit dan sedikit perlit
Sampel kelompok adalah termasuk ke dalam golongan baja karbon rendah
dengan kandungan karbon sebesar 0,06 – 0,08% C. Praktikan tidak menemukan
mikrostruktur sampel yang sesuai dalam literatur, namun praktikan mengambil
mikrostruktur berdasarkan persamaan persen karbon yang dikandung sampel
kelompok. Praktikan memilih mikrostruktur rimmed steel (0,06%C) sebagai
pembanding sampel kelompok. Untuk komposisi kimia dari sampel kelompok
dapat dilihat pada tabel 2.3. Kondisi sampel, sampel mengalami TMCP (rolling)
dari billet berukuran 13 x 13 x 900 cm menjadi batangan kawat berdiameter 5,5
mm.
Tabel 2.3 Komposisi kimia sampel kelompok
C Mn Si P S Cu Ni Cr V CE=(C+Mn)/6
0,06-
0,08
0,40-
0,50
0,04-
0,08
0,020 0,025 0,10 0,10 0,10 0,015 0,15 0,16
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Berdasarkan beberapa pertanyaan yang diberikan kepada praktikan untuk
menganalisa hasil mikrostruktur sampel kelompok, maka di dapatkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Material yang menjadi sampel spesial adalah KS1008 / JIS G 3505
SWRM 8 dengan kandungan 0,06 % C. Material ini tergolong ke dalam
baja karbon rendah dengan paduan utama 0,40 % Mn dan beberapa unsur
paduan lain seperti pada tabel. Sampel ini di berikan perlakuan TMCP
(rolling). Praktikan tidak dapat menemukan mikrostruktur material ini
pada literatur, namun praktikan menemukan mikrostruktur yang hampir
sama dengan material ini, yaitu rimmed steel dengan kandungan karbon
0,06 % C dengan perlakuan rolling pada 845oC dan coiled pada 620oC.
Struktur kedua material ini hampir sama dengan perlakuan sama-sama di
rolling dengan metode TMCP[6]. Terlihat pada gambar banyak terdapat
butir-butir ferrite yang halus. Sedangkan bagian yang kecil berwarna gelap
adalah pearlite yang tersebar di sekeliling ferrite. Terlihat butir yang
sedikit memanjang, hal ini menandakan bahwa butir tersebut adalah hasil
rolling.
2. TMCP adalah Thermo-Mechanical Control Process. TMCP meruapak
metode pengontrolan secara mikrostruktural dengan cara memadukan
proses rolling dan cooling[10]. Thermo-Mechanical Control Process ini
dilakukandengan dua proses, yaitu:
a. Proses thermal (panas)
Proses panas ini dilakukan dengan cara memanaskan dan atau
mendinginkan suatumaterial agar menjadi lebih keras atau lebih lunak
b. Proses mechanical (mekanik)
Sedangkan proses mekanikn dilakukan dengan cara
memberikan penempaan (forging), pengerolan (rolling), atau
pemotongan (cutting).
Prinsip yang digunakan TMCP, yaitu pengerasan material melalui
beberapa cara seperti penghalusan/pengecilan ukuran butir dan menambah
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
jumlahnya. Ukuran butir dapat mempengaruhi sifat mekanis suatu
material. Salah satunya adalah sifat kekerasan. Ukuran butir yang kecil
dengan jumlah yang banyak akan menghambat pergerakan dislokasi, yang
kemudian material menjadi sulit untuk berdeformasi, sehingga kekerasan
material pun akan meningkat[10].
3. Menurut sumber, proses TMCP ini digunakan untuk aplikasi High
Strength Low Alloy (HSLA) dalam bentuk hot rolled coil untuk berbagai
keperluan. Di antaranya digunakan untuk pipa transmisi minyak dan gas
bumi[11].
II.1.7 Hasil Pengamatan Struktur Mikro Sampel HST
Foto Mikrostruktur Sampel HST Percobaan
Sampel : S45C HST Air Cooled
Etsa : Nital 4%, 10 detik
Perbesaran : 500x
Keterangan : Austenisasi 900oC, perlit (hitam) lebih dominan dibandingkan
dengan ferit (putih)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Foto Mikrostruktur Sampel HST Literatur[12]
Sampel : S45C Air Cooled
Etsa : Nital 2 %
Perbesaran : -
Keterangan : Perlit (hitam) terlihat lebih
seimbang dengan ferit (putih).
merata dan jumlahnya relatif
Perbandingan Sampel antar Media Quench
Foto Mikrostruktur Percobaan Kelompok 1
Martensit
Sampel : S45C HST Water Quenched
Etsa : Nital 4%, 10 detik
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Perbesaran : 100x
Keterangan : Austenisasi 900oC lalu diquench dengan media air selama kurang
lebih 10 detik. Struktur yang terbentuk seperti jarum menandakan
struktur tersebut adalah struktur martensit.
Foto Mikrostruktur Percobaan Kelompok 2
Sampel : S45C HST Air Cooled
Etsa : Nital 4%, 10 detik
Perbesaran : 500x
Keterangan : Austenisasi 900oC, perlit (hitam) lebih dominan dibandingkan
dengan ferit (putih)
Foto Mikrostruktur Percobaan Kelompok 3
Sampel : S45C HST Oil Quenched
Etsa : Nital 4%, 10 detik
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Perbesaran : 500x
Keterangan : Austenisasi 900oC lalu diquench dengan media oli selama kurang
lebih 30 detik. Struktur yang terbentuk ada seperti jarum
menandakan struktur tersebut adalah struktur martensit, lalu di
sekitar batas butir ada yang terbentuk perlit (hitam)
Sampel yang digunakan adalah Baja S45C atau biasa juga disebut AISI
1045. Berikut dibawah ini merupakan komposisi kimia dan sifat mekanis dari baja
tersebut AISI 1045:
Tabel 2.4 Komposisi kimia dan sifat mekanik AISI 1045[13]
Baja ini termasuk baja karbon medium karena besarnya kandungan karbon
sekitar 0,43 – 0,50 wt%. Berdasarkan diagram fasa Fe-Fe3C pada gambar 2.10
maka dapat dilihat bahwa fasa yang seharusnya terbentuk dengan pendingan
isotermal adalah perlit dan ferit.
Aplikasi yang biasa digunakan untuk material ini seperti ram hidrolik,
shafts dan juga fastener untuk kekuatan sedang dan kuat. Baja ini utamanya
digunakan pada aplikasi yang membutuhkan kekuatan tinggi dan juga keuletan
dan ketangguhan yang tinggi ( atlas metal ). Hal ini disebabkan karena struktur
yang terdapat pada baja ini yaitu gabungan fasa pearlite yang cukup keras
digabungkan dengan fasa ferrite yang memiliki keuletan yang sangat baik.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Gambar 2.10 Komposisi karbon AISI 1045 dalam diagram fasa Fe-Fe3C[8]
II.1.8 Perhitungan Besar Butir Sampel Kelompok
78,9 mm
Gambar 2.11 Perhitungan besar butir dengan metoda Jeffries
Pada percobaan metalografi kuantitatif, praktikan harus menghitung besar
butir salah satu sampel yang didapat. Sampel yang akan dihitung besar butirnya
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
adalah sampel kelompok dengan material KS1008/JIS G 3505 SWRM 8. Metode
yang digunakan dalam perhitungan ini adalah metode Jeffries Planimetric
Method. Metoda ini menggunakan bantuan sebuah lingkaran dengan diameter
78,9 mm (luas area 5000mm2) yang digambarkan pada sampel serta diketahui
bahwa perbesaran sampel adalah 200x. Maka dapat dilakukan perhitungan dengan
menggunakan rumus[1]:
( )Dimana, Na adalah jumlah butir per mm2, M adalah perbesaran, n1 adalah jumlah
butir dalam area, dan n2 adalah jumlah butir yang memotong keliling lingkaran.
Setelah dihitung maka didapat bahwa:
n1 = 57 butir
n2 = 24 butir
( )Na = 8 (57 + 12)
Na = 8 (69)
Na = 552 butir per mm2
Selain menghitung jumlah butir per mm2, dapat dihitung pula besar butir
ASTM melalui persamaan[1]:
[ ] G = [3,322 log 552] – 2,95
G = 9,108 – 2,95
G = 6,150
Berdasarkan hasil perhitungan metalografi kuantitatif yang di atas maka di
dapat bahwa Na = 552 butir per mm2 dan besar butir ASTM (G) = 6,150.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.1.9 Hasil Pengamatan Struktur Makro
Foto Makrostruktur Percobaan
Sampel : Cu-Zn
Perbesaran : 6,3x
Keterangan : Perpatahan brittle hasil sampel uji tarik.
Foto Makrostruktur Literatur
Sampel : Cu-Zn
Perbesaran :
Keterangan : Perpatahan brittle hasil sampel uji tarik.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.1.9.1 Analisa Karakteristik Permukaan
Bila dilihat dari foto struktur makronya, sampel merupakan sampel uji
tarik dengan perpatahan getas. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penampakan
perpatahan granular atau berbutir-butir yang tampak terang saat dilihat.
II.1.9.2 Penjelasan Mekanisme yang Dapat Menyebabkan Sifat dan Bentuk
Penampakan pada Sampel Makro
Jenis perpatahan sampel makro yang kami dapat merupakan sampel uji
tarik yang menunjukkan adanya perpatahan getas di permukaannya. Hal ini dapat
dilihat pada foto makro bahwa adanya perpatahan granular atau kristalin pada
sampel. Ciri-ciri fenomena perpatahan getas adalah sebagai berikut:
Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi
Retak atau perpatahan merambat sepanjang bidang kristalin membelah
atom material (transgranular)
Pada material lunak dengan butir kasar (coarse grain) dapat terlihat pola
fan like yang berkembang keluar dan daerah awal kegagalan
Pada material amorphous (glass), permukaan patahan bercahaya dan
mulus
II.1.9.3 Analisa Bahan Material yang Digunakan Sebagai Sampel berdasarkan
Sifat-Sifat yang Terdapat Pada Sampel Makro
Dengan memperhatikan segala karakteristik yang muncul setelah
melakukan pengamatan terhadap permukaan patahan tersebut serta berdasarkan
pengamatan fisik dari sampel pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
sampel tersebut adalah sampel kuningan (Cu-Zn). Sampel tersebut dilakukan
pengujian tarik dan menghasilkan perpatahan brittle atau getas dengan butir yang
kasar pada permukaan dan tidak terlihat adanya deformasi plastis. Berdasarkan
warnanya yang kuning keemasan, dapat disimpulkan bahwa sampel tersebut
adalah kuningan (Cu-Zn).
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.1.9.4 9.4 Analisa Pemakaian Sampel dan Lingkungannya
Kuningan merupakan logam yang cukup populer dipakai. Beberapa aplikasi dari
logam tersebut antara lain[14]:
Perhiasan
Lencana
Pegangan pintu
Gembok kunci (lock)
Instrumen musik (trumpet, trombone)
II.2 Percobaan Jominy
II.2.1 Data Percobaan
Jenis Baja : S 45 C (medium carbon steel)
Temperatur austenisasi : 900°C
Waktu tahan : 45 menit
Jenis indentor : Brinnel (Hardened Stee Ball)
Diameter indentor : 3,2 mm
Beban indentasi : 187,5 kg
Waktu indentasi : 15 detik
Nila
i Kek
eras
an
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.2.2 Tabel Hasil Penjejakan dan Nilai BHN
Tabel 2.5 Tabel hasil penjejakan dan Nilai BHN
Titik Pengujian
Jarak Dari Sumber Air
Diameter Penjejakan (mm)
D1 D2 Drata-rata
BHN
ke- (mm)
1 2 0.846 0.856 0.851 323.88
2 12 0.955 0.964 0.960 253.47
3 22 0.964 0.977 0.971 247.62
4 32 0.986 1.035 1.011 227.93
5 42 1.027 0.997 1.012 227.24
6 52 0.984 1.050 1.017 224.95
7 62 1.028 1.041 1.035 217.20
8 72 1.030 1.038 1.034 217.41
9 82 1.042 1.057 1.050 210.86
10 92 1.110 1.054 1.082 198.01
II.2.3 Grafik Hardenability
3253002752502252001751501251007550250
Grafik Hardenability Kelompok 2
2 12 22 32 42 52 62 72 82 92Jarak Dari Sumber Air (mm)
Gambar 2.12 Grafik nilai kekerasan vs jarak sumber air
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
II.2.4 Pembahasan Hasil
Gambar 2.13 Sampel Jominy
Percobaan Jominy
bertujuan untuk mengukur
hardenability (kemampukerasan)
baja, yaitu kemampuan dari baja
untuk mengeras dengan cara
membentuk struktur martensit
yang dihubungkan dalam fungsi
jarak di bawah pengkondisian
tertentu. Percobaan ini dihubungkan dengan pengaruh mikrostruktur (ukuran
butir dan paduan) terhadap nilai kekerasan baja. Kemampukerasan baja juga
tergantung pada komposisi kimia dari baja dan juga oleh kondisi proses seperti
temperatur austenisasi, media quench dan faktor lainnya.
Pada percobaan Jominy ini sampel dipanaskan hingga temperatur
austenisasi pada waktu dan temperatur yang telah ditentukan. Sampel terlebih
dahulu di preheating untuk mendapatkan temperatur yang merata pada seluruh
bagian sampel. Karena jika temperaturnya tidak merata maka data yang diperoleh
akan tidak tepat. Sampel dipanaskan pada temperatur austenisasi karena pada
proses quenching perubahan fasa yang terjadi didasarkan pada transformasi fasa
austenit. Sampel diletakkan dalam posisi berdiri dalam dapur. Kemudian sampel
dipanaskan hingga temperatur ausenisasi 900oC dan kemudian di holding selama
kurang lebih 45 menit. Hal ini harus dilakukan karena proses quenching
didasarkan pada transformasi fasa austenit. Setelah temperatur austenit dicapai,
sampel dikeluarkan secara hati-hati dan diletakkan pada bangku Jominy dengan
cepat untuk menghindari terjadinya kontak dengan udara yang terlalu lama,
kemudian langsung segera dilakukan quenching menggunakan media air.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
a b
Gambar 2.14 Sampel Jominy: (a) beberapa setelah dipanaskan; (b) pendinginan menyeluruh
Logam yang didinginkan dengan kecepatan yang berbeda-beda misalnya
dengan media pendingin yang berbeda, air, udara atau minyak akan mengalami
perubahan struktur mikro yang berbeda. Setiap struktur mikro misalnya fasa
martensit, bainit, ferit dan perlit merupakan hasil transformasi fasa dari fasa
austenit. Masing-masing fasa tersebut terjadi dengan kondisi pendinginan yang
berbeda-beda dimana untuk setiap paduan bahan dapat dilihat perubahan fasanya
pada diagram Continous Cooling Transformation (CCT) dan Time Temperature
Transformation (TTT) diagram.
Sebelum dilakukan penjejakan untuk mengetahui kekerasannya,
pembersihan sampel penting untuk dilakukan. Pembersihan sampel dilakukan
dengan cara pengamplasan yang bertujuan untuk meratakan permukaan dan
menghilangkan kerak pada permukaan sampel yang timbul akibat adanya kontak
dengan udara dan air saat proses quenching. Hal ini juga dilakukan agar hasil
pengujian kekerasan yang dilakukan lebih akurat. Langkah berikutnya adalah
melakukan penjejakan brinell pada 10 titik yang berjarak sama yaitu berjarak 10
mm antara titik yang satu dengan yang lainnya dengan titik awal berjarak 2 mm
dari ujung sampel.
Hal yang sangat penting dalam percobaan Jominy adalah setiap posisi dari
sampel merespon pada laju pendinginan. Seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya, laju pendinginan menentukan jumlah martensit dan oleh karena itu
makin cepat laju pendinginan maka sifat kekerasan suatu material akan semakin
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
meningkat pula. Nilai kekerasan yang semakin kecil mengindikasikan
transformasi membentuk struktur bainit, ataupun ferit/perlit.
Kemampukerasan baja ditentukan oleh dua faktor yaitu:
a. Komposisi paduan
Semakin banyak komposisi paduan baja maka kemampukerasan suatu baja
juga ikut meningkat. Unsur-unsur paduan baja kecuali Co akan menggeserkan
hidung kurva TTT ke kanan, sehingga akan memudahkan baja untuk membentuk
martensit.
b. Ukuran butir kristal
Pada saat baja dipanaskan pada temperatur austenisasi (sekitar 900oC),
seluruh fasa baja akan bertransformasi menjadi fasa austenit. Waktu holding
sangat menentukan kekerasan baja, semakin lama waktu holding maka butir
austenitnya akan semakin besar sehingga semakin mudah membentuk martensit.
Gambar 2.15 Grafik Pengaruh Jarak quench terhadap kekerasan
Pada grafik terlihat bahwa semakin jauh jarak dari end-quench kekerasan
yang didapatkan akan semakin menurun hal ini disebabkan oleh fase yang
terdekat dengan end-quench lebih cepat pendinginannya dan membentuk fasa
martensit. Hal ini berhubungan langsung dengan difusi atom C, dimana dengan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
pendinginan yang cepat pada daerah end-quench maka atom C akan terperangkap
dan membentuk struktur BCT, dan membentuk struktur yang amat keras dimana
terdapat banyak karbon pada daerah end-quench.
Sebaliknya, pada daerah yang jauh dengan end-quench maka pendinginan
berlangsung relatif lebih lambat dibandingkan dengan bagian end-quench,
sehingga terdapat waktu yang lama untuk pendinginan dalam penyesuaian
temperatur ruang. Hal ini mempengaruhi keadaan atom C pada baja, dimana pada
waktu penyesuaian yang cukup lama akan membuat atom C banyak yang
berdifusi keluar dari baja, sehingga kekerasan yang diperoleh pada titik yang jauh
dari end-quench akan didapatkan nilai kekerasan yang cukup rendah.
Percobaan Jominy yang dilakukan menggunakan sampel logam baja S 45
C atau AISI 1045 yang memiliki komposisi sebagai berikut:
Tabel 2.6 Komposisi Baja AISI 1045[13]
Fenomena penurunan kekerasan pada percobaan jominy dapat dijelaskan
melalui grafik dibawah ini :
Gambar 2.16 Fasa- fasa yang terbentuk pada percobaan jominy[1]
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Gambar di atas menunjukkan hubungan antara posisi sepanjang spesimen
Jominy dengan cotinuous cooling transformation. Dapat dilihat pada ujung
quench diperoleh fasa martensit dengan kekerasannya yang tinggi. Semakin jauh
jarak dari ujung (titik awal pendinginan), maka fasa yang terbentuk adalah paduan
dari martensit, ferit dan bainit sehingga kekerasannya menurun.
Berdasarkan literatur grafik hardenability Baja AISI 1045, didapat bahwa
semakin jauh jarak dari quench-end maka kekerasannya akan semakin menurun.
Namun pada grafik hardenabilty kelompok 2 yang didapatkan pada praktikum
kali ini, terdapat perbedaan yang tidak sesuai dengan literatur. Ketidaksesuaian
tersebut adalah pada grafik hardenability kelompok 2, untuk jarak 2 – 62 mm
terjadi penurunan kekerasan yang diikuti dengan peningkatan kekerasan yang
signifikan pada jarak 72 – 92 mm dari quench-end. Berdasarkan pengamatan
praktikan selama praktikum berlangsung, ketidaksesuaian tersebut mungkin
disebabkan oleh tidak meratanya proses pendinginan yaitu debit air yang
fluktuatif. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut, pada saat kuens dengan debit
air yang rendah maka cipratan air yang terjadi dapat terminimalisir sehingga tidak
terkena batang jominy dengan jarak quench-end yang tinggi. Namun pada saat
kuens dengan debit air yang tinggi maka cipratan air akan semakin besar yang
memungkinkan cipratan tersebut untuk mengenai quench-end dengan jarak yang
tinggi tersebut.
Gambar 2.17 Grafik hardenability AISI 1045
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Sampel batang Jominy yang digunakan dalam pengujian kemampukerasan
ini adalah sampel yang terbuat dari material baja S45C, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya. Baja S45C merupakan jenis baja karbon menengah
dengan kadar karbon sekitar 0,45%. Baja S45C tergolong baja hypoeutectoid di
mana untuk baja ini fasa stabil yang terdapat pada kondisi temperatur ruang
adalah fasa ferit dan fasa perlit.
Berdasarkan data yang diperoleh dari literatur menunjukan bahwa nilai
kemampukerasan untuk baja S45C adalah sekitar 1/8 inch atau sekitar 3,175 mm.
Adanya perbedaan antara nilai kemampukerasan antara data pada literatur dengan
data yang terdapat pada percobaan kemungkinan disebabkan oleh variabel-
variabel yang kurang dikendalikan dalam pengujian nilai kemampukerasan ini.
Perbedaan variabel tersebut kemungkinan dapat disebabkan dari kondisi
perlakuan batang Jominy pada saat dikeluarkan dari oven, parameter temperatur
austenisasi, paramater waktu tahan austenisasi dan lain sebagainya.
Faktor penyebab lainnya dari ketidakakuratan hasil percobaan
kemungkinan disebabkan karena kesalahan dalam perhitungan diameter jejak
pengujian kekerasan material dimana ada beberapa titik tertentu yang
kekerasannya meningkat. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam penentuan
kekerasan dengan metode brinell akibat permukaan material yang digunakan tidak
rata dimana pada pengujian ini dilakukan pengamplasan secara manual untuk
meratakan sampel yang cukup sulit dilakukan mengingat kekerasan material yang
tinggi dan tidak begitu rata, ditambah lagi dengan sampel uji yang sudah
megalami proses-proses sebelumnya berkali-kali dan menyebabkan data yang
didapatkan kurang akurat.
Aplikasi dari percobaan Jominy ini adalah, untuk mengetahui komposisi
dan kemampukerasan dari suatu baja dengan komposisi paduan tertentu. Hal ini
berhubungan langsung dengan efek paduan pada baja tersebut, apakah
mempengaruhi waktu pembentukan fasa martensit menjadi lebih lama atau tidak.
Selain itu fungsi dari grafik Jominy pada industri adalah sebagai dasar untuk
mengetahui kemampukerasan dari suatu baja yang dapat digunakan juga sebagai
dasar dalam melakukan proses pengerasan atau heat treatment dengan
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
menggunakan media pendingin tertentu. Dari grafik Jominy kita juga bisa
mendapatkan suatu fasa tertentu dengan kekerasan tertentu pula dengan
menggunakan media serta kecepatan pendinginan tertentu. Grafik Jominy sama
dengan grafik CCT dimana struktur ferrous mendapat pendinginan secara
langsung dan cepat dan mengakibatkan terbentuknya struktur martensit yang
memiliki kekerasan yang sangat tinggi.
II.3 Percobaan HST
II.3.1 Data Percobaan Kekerasan
Tabel 2.7 data percobaan kekerasan sampel HST
Jenis Material Kekerasan Berdasarkan Media Kuens
Baja S45CAir Oli Udara
656.1 BHN 544.54 BHN 185.3 BHN
II.3.2 Pembahasan Hasil
II.3.2.1 Analisa Penyebab Perbedaan Kekerasan Dihubungkan dengan
Transformasi Fasa yang Terjadi Berdasarkan Media Kuens
Perlakuan panas yang diberikan terhadap suatu jenis material sangat
mempengaruhi sifat mekanis akhir dari material tersebut. Oleh karena itu
perlakuan panas terkadang dilakukan dengan tujuan yang berbeda, ada yang
meningkatkan kekerasan, atau ada juga yang bahkan justru bertujuan
meningkatkan ketangguhan dengan sedikit mengornbankan kekerasan. Oleh
karena itu, untuk menganalisa sifat akhir dari material perlu dipertimbangkan
perlakuan panas yang dialaminya. Dalam hal ini praktikan mencoba menganalisa
pengaruh perbedaan waktu pendinginan terhadap kekerasan yang dihasilkan.
Material yang digunakan adalah S45C. Material ini merupakan baja murni
karbon sedang, sehingga pembacaan dapat dilakukan menggunakan diagram fasa
Fe3C. Pada diagram Fe3C, dengan komposisi 0,45 % karbon dan temperature
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
9000C, material sudah mencapai titik austenisasinya seperti pada gambar di
bawah ini.
Setelah baja tersebut diaustenisasi pada temperature sekitar 9000C
kemudian baja tersebut didinginkan dengan media yang berbeda – beda. Baja
tersebut kemudian diuji kekerasannya dengan metode Brinell. Dari hasil
pengamatan hanya didapatkan diameter dari masing-masing jejak yang kemudian
dicari nilai kekerasan BHN menggunakan rumus[1] :
BHN
PD
D
D 2 d 2 2
BHN : Brinell Hardness Number (Nilai Kekerasan Brinell)
P : Beban indentasi (kg)
D : Diameter indentor (mm)
d : Diameter jejak (mm)
Dari hasil perhitungan rata-rata didapatkanlah hasil pada tabel di atas. Jika
dibandingkan antara ketiga media quench, seharusnya laju pendinginan tercepat
dimiliki oleh air, oli kemudian udara. Begitu juga tingkat kekerasannya
seharusnya urutan yang memiliki kekerasan paling tinggi adalah sampel dengan
media quench air, oli, udara. Seperti grafik berikut ini :
Gambar 2.18 Skema pendinginan berbagai media
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Semakin cepat laju pendinginannya maka martensit yang terbentuk akan
semakin banyak dan sifat kekerasan pun akan semakin tinggi. Dan semakin lama
laju pendinginan maka peluang terbentuknya martensit pun akan semakin kecil
hal ini disebabkan karena pada pada sampel yang laju pendinginannya lebih
lambat sempat terjadi difusi karbon yang menyebabkan pembentukan fasa ferrite,
perlit, atau bainite dimana fasa-fasa tersebut memiliki kekerasan lebih rendah
dibanding fasa martensit[15].
Pada kelompok 1 yang melakukan pendinginan dengan media air,
didapatkan kekerasan yang paling tinggi yaitu 656.1 BHN. Hal ini dikarenakan
pada baja S45C yang didinginkan pada media air tersebut terbentuk struktur
martensit seperti pada literatur. Struktur martensit merupakan struktur yang
memiliki kekerasan tinggi yaitu 550 BHN[15].
Pada kelompok 2 yang melakukan pendinginan dengan media udara,
didapatkan kekerasan paling minimum yaitu 185.3 BHN. Hal ini dikarenakan
pada sampel tersebut hanya terbentuk fasa pearlite dan ferrite, sehingga kekerasan
yang dicapai lebih rendah.
Pada kelompok 3 yang melakukan pendinginan dengan media oli,
didapatkan kekerasan di bawah sampel kelompok 1 yaitu 544.54 BHN. Hal ini
dikarenakan pada pendinginan oli, terdapat fasa pearlite yang terbentuk pada batas
butir, sehingga kekerasan yang dicapai lebih rendah dibandingkan sampel
kelompok 1 yang memilki struktur hampir full martensit.
II.3.2.2 Kesesuaian Hasil Percobaan dari Literatur, serta Variabel-variabel yang
Berpengaruh pada Percobaan tersebut
Hasil dari ketiga sampel tersebut menunjukkan hal yang serupa dengan
literatur, bahwa sampel yang memiliki kekerasan paling tinggi ialah sampel yang
didinginkan melalui media air lalu oli dan yang terakhir adalah media udara.
Variabel – variabel yang dapat berpengaruh pada percobaan ini antara lain[5]:
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
a. Temperatur dan waktu austenisasi
Pengaruh kedua hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.19 Pengaruh temperatur dan waktu austenisasi terhadap kekerasan setelah kuens
b. Kecepatan pendinginan
Gambar 2.20 Grafik kecepatan pendinginan
Dengan media pendingin yang berbeda oli dan air maka dapat terlihat
bahwa struktur mikro yang didapat pun berbeda. Dari grafik continuous
cooling transformation diatas ini, jelas terbukti bahwa media pendingin air
akan lebih efektif karena terbentuk fasa martensit mencapai 100%,
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
sedangkan dengan media oli masih akan diperoleh hasil bainite dan fine
pearlite sehingga kekerasan dan kekuatan yang dicapai tidak akan
mencapai titik maksimum.
II.3.2.3 2.3 Aplikasi dari Percobaan HST
Heat and surface treatment logam sering digunakan untuk merekayasa
sifat-sifat dari logam sehingga kita bisa mendapatkan sifat sesuai dengan aplikasi
yang kita inginkan. Percobaan HST ini seringkali diaplikasikan pada tool steel
dimana kita ingin mendapatkan permukaan yang keras dan tahan aus tapi dibagian
dalamnya tetap tangguh contohnya palu, gear, dll.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
III.1 Kesimpulan
III.1.1 Preparasi Sampel
III.1.1.1 III.1.1.1 Mounting
Mounting dilakukan untuk mempermudah penanganan sampel yang
berukuran kecil untuk diamati. Cacat pada mounting kerap kali terjadi, untuk
menghindarinya maka perlu diperhatikan:
Perbandingan resin dan hardener yang digunakan haruslah seimbang, agar
hasil mounting bisa keras sempurna
Kecepatan pengadukan saat pencampuran resin dan hardener juga harus
diperhatikan, jangan terlalu cepat dan terlalu lambat agar dapat
menghasilkan hasil mounting yang baik
Pemakaian masker dan sarung tangan sangat perlu untuk menghindari
terhirupnya bau dari bahan resin dan hardener pada saat mounting.
III.1.1.2 rinding
Tahap selanjutnya setelah sampel selesai di mounting adalah
pengamplasan atau grinding. Grinding bertujuan untuk mendapat permukaan
sampel halus dan rata. Proses amplas dimulai dari grit yang paling rendah (kasar)
ke grit yang paling tinggi (halus). Yang harus diperhatikan dalam proses amplas
adalah:
Setiap mengganti amplas arah sampel berputar harus diputar 45o atau 90o.
Tekanan dalam memegang sampel juga harus diperhatikan karena jika
tidak searah maka akan terbentuk lebih dari 1 bidang pada permukaan
sampel.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Sambil diamplas, air perlu untuk selalu dituangkan ke mesin amplas
sebagai pemindah geram dan memperpanjang masa pemakaian kertas
amplas.
III.1.1.3 III.1.1.3 Poles
Setelah proses pemolesan, sampel harus dipoles (polishing) lagi.
Pemolesan merupakan suatu kegiatan untuk memperhalus permukaan sampel agar
permukaan sampel tersebut dapat memantulkan cahaya secara baik. Sehingga
pada proses selanjutnya kita dapat mengamati mikrostruktur dengan lebih jelas.
Hal yang penting untuk diperhatikan saat pemolesan adalah:
Jenis zat poles yang digunakan pada saat preparasi. Dapat digunakan
alumina, silika, atau intan.
Jenis kain pemoles juga harus diperhatikan, kain yang biasa digunakan
adalah kain beludru berwarna hijau
Kecepatan poles dan waktu polesnya
Saat pemolesan, air juga harus tetap dialirkan pada permukaan mesin poles
sebagai pemindah geram.
Saat pemolesan, mesin untuk material ferrous tidak boleh digabung
dengan material non-ferrous. Hal ini untuk menghindari tergoresnya
geram hasil poles material ferrous pada permukaan material non-ferrous
saat pemolesan berlangsung.
III.1.1.4 III.1.1.4 Etsa
Sampel yang telah dipoles selanjutnya akan masuk ke dalam tahap
pengetsaan atau etching. Pengetsaan merupakan penyerangan korosi selektif yang
terkendali. Ada 2 jenis etsa, kimia dan elektrolit. Etsa yang biasa digunakan
adalah etsa kimia. Hasil dari proses pengetsaan akan menyebabkan warna yang
berbeda untuk setiap fasa, butir dan batas butir. Hal itu juga memperjelas fasa-
fasa yang terdapat pada material jika dilihat dengan mikroskop optik. Selain itu
variabel yang perlu diperhatikan saat pengetsaan adalah:
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
Keadaan sampel harus terlebih dahulu bersih dari kotoran dan lemak-
lemak yang menempel pada permukaannya. Cara menghilangkannya
adalah dengan mencuci permukaannya dengan sabun
Zat etsa yang digunakan harus sesuai dengan material yang akan di etsa
serta ketersediaan alkohol sangatlah penting.
Waktu pengetsaan juga sangat penting untuk diperhatikan. Jangan terlalu
cepat karena mungkin saja permukaan sampel belum terkorosi dan
menyebabkan tidak munculnya fasa-fasa yang ingin diamati pada
mikroskop. Sebaliknya jika terlalu lama, maka akan menyebabkan over
etsa.
III.1.2 Pembuatan Foto dan Analisis Struktur Makro dan Mikro
III.1.2.1 engamatan Struktur Mikro
Pengamatan mikro bertujuan untuk struktur dan fasa dari material yang
kita amati, selain itu dengan pengamatan mikro kita juga dapat mengetahui cacat-
cacat mikro yang terdapat pada sampel. Aplikasi pengamatan mikrostruktur akan
dipakai dalam quality qontrol, desain rekayasa, tahap awal penelitian material,
analisa perpatahan, pendugaan elemen dalam suatu material dan lainnya. Dalam
pengambilan foto mikro, hal penting yang harus diperhatikan agar menghasilkan
foto yang baik adalah pengaturan fokus, intensitas pencahayaan, dan pengaturan
diafragma, serta lama exposure time.
III.1.2.2 alografi Kuantitatif
Sampel yang telah dipoles dan dietsa dapat dianalisis secara kuantitatif
dengan melihat mikrostruktur material tersebut. Analisis dari ruang dua dimensi
dapat dilakukan untuk menghitung jumlah butir dan besar butirnya. Ada banyak
metode yang dapat digunakan, salah satunya adalah Jeffries Planimetric Method
dengan menggunakan rumus ( ) untuk menghitung
jumlah
butir dan [ ] untuk menghitung besar butir
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
ASTM.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
III.1.2.3 engamatan Struktur Makro
Pengamatan struktur makro pada percobaan ini adalah mengamati
permukaan perpatahan suatu material. Untuk dapat menghasilkan foto makro
maka digunakan mikroskop khusus untuk melihat makrostruktur. Perpatahan yang
dihasilkan pada material kuningan (Cu-Zn) adalah perpatahan getas. Dilihat dari
permukaannya yang kasar dan tidak terlihat adanya deformasi plastis.
III.1.3 Percobaan Jominy
Aplikasi dari percobaan Jominy bertujuan untuk mengetahui seberapa
dalam kekerasan yang dicapai sehingga diperoleh hubungan antara jarak
permukaan pada pendinginan langsung dengan sifat kemampukerasan bahan dan
hubungan antara kecepatan pendinginan dengan fasa yang terbentuk serta
mendapatkan sifat kekerasan dari fasa tersebut. Dasar grafik Jominy yaitu kurva
CCT yang dapat menjelaskan kemampukerasan bahan dari suatu pendinginan
dengan media pendingin tertentu sehingga dapat diketahui fasa apa saja yang
terbentuk. Laju pendinginan juga berpengaruh dalam kemampukerasan baja.
Semakin cepat laju pendinginan maka semakin mudah mendapatkan fasa
martensit.
III.1.4 Percobaan HST
Pada percobaan HST ini kita dapat mengetahui efek dari perbedaan media
quench untuk material dengan komposisi yang sama. Perbedaan media quench ini
mempengaruhi kecepatan pendinginan dan juga mempengaruhi fasa yang
terbentuk pada sampel yang secara otomatis akan mempengaruhi kekerasan dari
material.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
III.2 Saran
Setelah melakukan praktikum selama dua hari di Laboratorium
Metalografi dan HST, ada beberapa saran yang praktikan ajukan, yaitu:
Banyak alat-alat seperti mesin poles, mesin amplas, dan mikroskop yang
rusak, sebaiknya segera diperbaiki agar praktikum bisa berjalan lebih
baik.
Perlunya dilakukan maintanance rutin untuk semua alat-alat laboratorium
untuk memperpanjang life time dari alat-alat tersebut
Secara keseluruhan sistem praktikum analisa struktur material ini sudah
bagus, membuat praktikan mengerti dan mandiri.
Jika memungkinkan, sebaiknya dicari jadwal yang tepat agar praktikum
tidak mengganggu jam kuliah.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
BAB IV
TUGAS TAMBAHAN
1. Jelaskan proses elektro-mekanis polishing!
Di sebut juga pemolesan Metode Reinacher. Pemolesan ini adalah
kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring pemoles. Baik
digunakan untuk logam mulia, tembaga, kuningan dan perunggu.
2. Sebutkan cacat-cacat pada grinding dan polishing!
Cacat polishing :
Terbentuknya ekor komet ( comet tailing ): proses pemolesan, sampel
harus digerakkan dan diputar-putar secara kontinu pada porosnya untuk
menghindari terbentuknya ekor komet
Pemolesan yang terlalu lama akan mengakibatkan permukaan sampel
menjadi cembung pada bagian tepinya dikarenakan pemolesan dilakukan
secara radial.
Sedangkan jika pemolesan dilakukan dalam tempo waktu yang relatif
cepat akan menghasilkan permukaan yang tidak rata dan kurang
mengkilap.
Cacat grinding :
Cacat gores : adanya berkas-berkas pasir silika atau aluminium oksida
yang terkumpul dan terkonsentrasi pada satu bagian di sampel. Sehingga
menyebabkan goresan yang lebih dalam dibanding permukaan sampel
yang lain.
Cacat miring (peyang): ini biasanya dikarenakan ada nya perbedaan
penekanan sampel ke permukaan kertas amplas, sehingga ada bagian yang
tidak teramplas secara baik atau tidak merata.
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
3. Jelaskan etsa selain kimia dan elektrolitik!
Molten salt untuk material keramik
Magnetic
Thermal
Plasma
Potensiostatik
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
DAFTAR PUSTAKA
[1] Modul Praktikum Metalografi dan HST 2013. Depok: Laboratorium
Metalografi dan HST, Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
[2] Anonim. -. Sample Preparation. http://www.doitpoms.ac.uk/tlplib/optical- microscopy/preparation.php (diakses pada tanggal 3 Maret 2013 pukul 10.00 WIB)
[3] Exaudi, Jones Sahat. 2012. Laporan Akhir Praktikum Metalografi dan HST. Depok: Dokumen Pribadi.
[4] Sofyan, Nofrijon. 2010. Teknik Pengamatan Struktur Mikro. Handout Mata
Kuliah Material Characterization I. Depok: Departemen Teknik Metalurgi
dan Material FTUI.
[5] Ariati, Myrna. 2007. Metalografi dan Perlakuan Panas Logam. Handout Mata Kuliah Heat and Surface Treatment. Depok: Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.
[6] ASM International Staff. 1985. ASM Handbook Volume 9: Metallography and Microstructures. USA: ASM International.
[7] Bastarina, Annisa Destavia. 2006. Laporan Akhir Praktikum Metalografi dan HST. Depok: Dokumen Pribadi.
[8] Metals Handbook: Metallography, Structures and Phase Diagrams, vol.8, 8th
edition, ASM Handbook Committee, T. Lyman, Editor, ASM, 1973, hal.275
[9] Radzikowska, Janina M. -. Metallography and Microstructures of Cast Iron.Poland: The Foundry Research Institute.
[10] Imai, Shiro. 2002. General Properties of TMCP Steels. Tokyo, Japan: Plate Technical Dept., Nippon Steel Corporation.
[11] Lestari, Riani Dwi. 2011. Perluas Pengetahuan, ITB Gelar Seminar Besi & Baja. http://kampus.okezone.com/read/2011/10/27/373/521202/perluas- pengetahuan-itb-gelar-seminar-besi-baja (diakses pada tanggal 5 Maret 2013pukul 17.00 WIB)
[12]http://www.csun.edu/~bavarian/Courses/MSE%20227/1045_4143_%20Steel_
microstructure.pdf (diakses pada tanggal 5 Maret 2013 pukul 18.00 WIB)
Laporan Akhir Praktikum Analisis Struktur Page
[13] Technical Assistance. 2006. Atlas Speciality Metals: Atlas 1405. Australia:
http://www.atlassteels.co.nz/documents/Atlas1045.pdf (di akses pada tanggal
5 Maret 2013 pukul 18.00 WIB)
[14] http://en.wikipedia.org/wiki/Brass (diakses pada tanggal 5 Maret 2013 pukul
13.00 WIB)
[15] Myrna, Ariati. 2009. Dasar Pengetahuan Fasa. Handout Mata Kuliah Heat and Surface Treatment. Depok: Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI.