Upload
aniqabdillah
View
244
Download
37
Embed Size (px)
DESCRIPTION
about nata de leri
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Beras mengandung protein, vitamin, dan mineral. Pada proses pengolahan beras menjadi
nasi, beras biasanya akan dicuci berulang kali hingga dianggap bersih. Air cucian beras
biasanya akan langsung dibuang karena dianggap tidak memiliki nilai penting, padahal
sebenarnya air cucian beras masih mengandung nilai gizi yang cukup besar. Sehingga akan
sayang apabila tidak dimanfaatkan secara maksimal. Air cucian beras yang menjadi medium
bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum memiliki kandungan gizi seperti
karbohidrat, protein, dan vitamin B1 atau thiamin yang sebagian besar terdapat pada
pericarpus dan aleuron yang ikut terkikis (Rachmat dkk., 2007). Besarnya kandungan
karbohidrat dan zat-zat lain di dalam air cucian beras membuatnya berpotensi sebagai media
untuk pembentukan selulosa (nata) (Fitriah, 2007)
Nata adalah bahan pangan hasil fermentasi bakteri Acetobacter xylinum yang
menghasilkan lembaran gel di permukaan substrat yang berupa selulosa (Arviyanti dkk.,
2009). Untuk menghasilkan produk nata yang maksimal perlu diperhatikan hal-hal seperti
temperatur ruang inkubasi, kualitas starter, kebersihan alat dan lain-lain.
1.2. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengkaji proses pembuatan nata dari air cucian beras dengan cara fermentasi.
2. Mengkaji hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel yaitu bahan baku ( air cucian
beras 1 dan 3), nutrisi ( MgSO4, KH2PO4, urea ).
1.3. MANFAAT PERCOBAAN
1. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan nata dari air cucian beras dengan cara
fermentasi.
2. Mahasiswa mampu memahami hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel yaitu bahan
baku ( air cucian beras 1 dan 3), nutrisi ( MgSO4, KH2PO4, urea ).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Nata
Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa latin
menjadi “natare” yang berarti terapung-apung (Susanti, 2005). Nata termasuk produk
fermentasi. Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan yang
mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain (Lapuz et al., 1967). Beberapa
spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang
paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum (Swissa et al., 1980).
B. Spesifikasi Bahan Baku
1. Pengertian Air Leri
Air Leri adalah air cucian beras. Telah dilakukan berbagai penelitian bahwa kandungan
nutrisi dari air leri sangat melimpah. Ada pun beberapa kandungan nutrisi utama pada air
cucian beras diantaranya: karbohidrat sebesar 89 % hingga 90 % yang berupa pati , gula ,
protein , glutein , selulosa , hemiselulosa dan juga beberapa jenis vitamin B (Puspitarini,
2011)
2. Manfaat Air Leri
Secara ekonomi air leri atau air cucian beras tidak bernilai bagi kebanyakan orang
bahkan air leri dianggap sampah. Hampir tidak ada orang yang memanfaatkannya untuk
dijadikan bahan baku makanan, padahal air leri mudah didapatkan, tanpa memerlukan proses
yang panjang, jika dimanfaatkan dapat mendatangkan keuntungan besar (Cakragil, 2011).
Dengan kandungan karbohidrat ( 89-90%) yang besar pada air cucian beras (Puspitarini,
2011) dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nata karena memenuhi syarat pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum dalam pembuatan nata. Bakteri akan mensintesa selulosa dari
karbohidrat yang terkandung dalam air cucian beras (M. Nur Chamsyah dan Yoga Adesca,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa Universitas di Indonesia ,
ternyata air cucian beras sangat bermanfaat untuk kesuburan tanaman dan berfungsi sebagai
pengendali organisme pengganggu tanaman , memperbanyak serta menyehatkan akar
tanaman. Pemanfaatan air leri atau air cucian beras sebagai pupuk tanaman adalah pola
pertanian yang ramah lingkungan dikarenakan air limbah organik cucian beras di ketahui
mempunyai mikroba / bakteri Pseudomonas fluorescens Ia banyak di gunakan sebagai bahan
baku POC ( Pupuk Organik Cair ) . Bakteri Pseudomonas fluorescens sejenis mikroba atau
mikroorganisme yang beradaptasi serta mengkloning dengan baik pada sistem perakaran
( akar tanaman ) serta mempunyai keunggulan untuk mensintesis metabolit untuk proses
menghambat perkembangbiakan patogen. Kebanyakan dari para petani yang mengadopsi
pola organik selalu menggunakan air cucian beras dalam proses pembuatan pupuk cair
organik. Penambahan air leri ke dalam pupuk hayati merupakan cara murah untuk
meningkatkan kekebalan dan kesuburan tanaman terhadap serangan penyakit (Joko, 2014)
C. Landasan Teori
1. Teori Acetobacter xylinum
Starter nata adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan syarat yang
sangat penting, acetobacter xylinum menghasilkan enzim pembentuk nata. Bakteri
Acetobacter xylinum tergolong familia Pseudomonas dan genus Acetobacter. Berbentuk
bulat dengan panjang 2 mikron, biasanya terdapat sebagai sel tunggal atau kadang kadang
berikatan dengan sel lain membentuk ikatan seperti rantai. Pembentukan nata
memerlukan starter sebanyak 10-20% dari volume media sebagai starter mikroba
(Saragih, 2004).
a) Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil alkohol, tidak
membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil peruraian protein (indol), dan
mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang
paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi
glukosa sehingga menjadi selulosa. Selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal
sebagai nata.
b) Fase pertumbuhan
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan
lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
a. Fase adaptasi
Begitu dipindahkan ke media baru, bakteri Acetobacter xylinum tidak langsung
tumbuh dan berkembang. Pada fase ini, bakteri akan terlebih dahulu menyesuaikan
diri dengan substrat dan kondisi lingkungan barunya. Fase adaptasi bagi Acetobacter
xylinum dicapai antara 0 – 24 jam atau ± 1 hari sejak inokulasi.
b. Fase pertumbuhan awal
Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah. Fase ini menandai
diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Fase ini dilalui dalam beberapa jam.
c. Fase pertumbuhan eksponensial (logaritmik)
Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan logaritmik, yang ditandai dengan
pertumbuhan yang sangat cepat. Fase ini dicapai dalam waktu antara 1- 5 hari
tergantung pada kondisi lingkungan. Pada fase ini juga, bakteri mengeluarkan enzim
ekstraseluler polimerase sebanyak–banyaknya untuk menyusun polimer glukosa
menjadi selulosa.
d. Fase pertumbuhan lambat
Pada fase ini, terjadi pertumbuhan yang melambat karena ketersediaan nutrisi
yang telah berkurang, terdapatnya metabolit yang bersifat toksik yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, dan umur sel yang telah tua.
e. Fase pertumbuhan statis (stasioner)
Pada fase ini, jumlah sel yang tumbuh relatif sama dengan jumlah sel yang mati.
Penyebabnya adalah di dalam media terjadi kekurangan nutrisi, pengaruh metabolit
toksik lebih besar, dan umur sel semakin tua. Pada fase ini, sel akan lebih tahan
terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim jika dibandingkan dengan ketahanannya
pada fase lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.
f. Fase menuju kematian
Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian karena nutrisi sudah hampir
habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya.
g. Fase kematian
Pada fase ini bakteri sudah mati semua karena telah kehilangan seluruh nutrisi
dan cadangan energinya (Ahira, 2013)
2. Teori Thiman
Menurut Thiman (1962), pembentukan nata terjadi karena proses pengambilan
glukosa dari larutan gula dalam bahan dasar nata oleh sel-sel Acetobacter xylinum.
Glukosa tersebut digabungkan dengan asam lemak membentuk precursor (penciri
nata) pada membran sel, selanjutnya precursor dikeluarkan dalam bentuk akskresi dan
bersama enzim mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa material diluar sel.
Komponen ini akan membentuk sel mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi.
D. Hal-hal yang Berpengaruh pada Fermentasi Nata
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan produk nata yang maksimal, sebagai
berikut :
1. Temperatur
Temperatur harus diperhatikan karena berkaitan dengan pertumbuhan
bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Pada
umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (28oC).
Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengganggu pertumbuhan bakteri
pembentuk nata, yang akhirnya juga menghambat produksi nata. Praktikum yang
praktikan lakukan menggunakan lemari yang ada dilaboratorium mikrobiologi S1
Teknik Kimia Universitas Diponegoro dengan suhu kamar (±28oC).
2. Kualitas starter
Starter yang kurang baik akan menghasilkan nata yang kurang baik
pula. Sebaiknya digunakan starter yang berkualitas baik untuk mendapatkan nata
dengan kualitas baik. Starter yang berkualitas baik adalah starter yang
tidak terkontaminasi, dengan ketebalan nata yang sedang (tidak terlalu tebal dan
tidak terlalu tipis), dan berada pada lapisan atas permukaan media fermentasi. Jumlah
starter optimum yang digunakan sekitar 10-20 %, dan pada praktikum ini kami
menggunakan 18 % starter.
3. Sanitasi :
Bekerja dengan mikrooranisme dituntut dengan tingkat sanitasi yang tinggi.
Saitasi tersebut meliputi :
1. Sanitasi perorangan : praktikan harus pada keadaan bersih menggunakan
masker dan sarung tangan
2. Sanitasi lingkugan : lingkungan pembuatan nata harus bersih dan steril
3. Saniitasi alat : alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu dengan
menyemprotkan alkohol
4. Medium
Medium fermentasi harus mengandung banyak karbohidrat di samping vitamin –
vitamin dan mineral karena pada hakikatnya nata tersebut adalah benang –benang
halus dari sel bakteri yang kaya akan selulosa yang diproduksi dari glukosa oleh
bakteri Acetobacter xylinum. Nata merupakan hasil fermentasi dari
bakteri Acetobacter xylinum, bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang dalam medium
yang mengandung karbohidrat dan akan mengubah glukosa dari hasil sintesis
karbohidrat menjadi selulosa. Medium yang digunakan air cucian beras pertama dan
ketiga
5. Waktu Fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2 – 4
minggu. Minggu ke 4 dari waktu fermentasi merupakan waktu maksimal
produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang diproduksi
akan menurun. Waktu yang kami gunakan untuk fermentasi hanya 4 hari.
6. pH Fermentasi
Metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi dipengaruhi oleh keasaman
media. Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel terhadap ion
hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan
mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. pH optimum pembuatan nata berkisar antara 4-
5. Sebelum dilakukan fermentasi semua variabel yang kami gunakaan pH-nya diatur
sampai 4,5 dengan menggunakan asam asetat dan larutan NaOH.
7. Tempat Fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk nata. Di
samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari langsung, jauh
dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril. Dalam pembuatan nata juga
harus diperhatikan bahwa selama proses pembentukan nata berlangsung harus di
hindari gerakan atau goncangan di sekitar tempat fermentasi. Akibat adanya gerakan
atau goncangan ini akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan
menyebabkan terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang
pertama. Hal ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar (Budiyanto,
2004) sehingga praktikan menggunakan almari sebagai tempat fermentasi nata de leri.
8. Kebutuhan oksigen (O2)
Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba anaerob fakultatif yang
berarti dalam hidupnya membutuhkan udara yang sedikit dan jika udara terlalu
banyak maka bakteri tersebut akan mati (Eka, 2012). Dalam pertumbuhan,
perkembangan, dan aktivitasnya bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami
gangguan dalam pertumbuhannya dan bahkan segera mengalami kematian. Wadah
yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat (setidaknya ada celah
untuk pertukaran udara) untuk mencukupi kebutuhan oksigen, tetapi bila udara yang
secara langsung mengenai produk nata, maka dapat menyebabkan terjadinya
kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002). Pada praktikum yang kami
lakukan adanya penutupan pada beaker glass tetapi penutupan tersebut masih terdapat
rongga untuk pertukaran udara.
9. Penutup
Penutupan dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari udara bebas dan bukan
untuk mengisolasi bakteri acetobacter xylinum pada media dari oksigen (Rony
Palungkun, 1993). Selama proses fermentasi wadah harus tertutup (masih ada celah
untuk terjadinya pertukaran udara) agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat
mencemari proses fermentasi.
10. Sumber karbon
Sumber karbon merupakan faktor penting dalam proses fermentasi. Bakteri untuk
menghasilkan nata membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya.
Glukosa akan masuk ke dalam sel dan digunakan bagi penyediaan energi yang
dibutuhkan dalam perkembangbiakannya. Pemenuhan kebutuhan karbon ini kami
menggunakan glukosa anhidris yang ada di lab.
11. Sumber nitrogen
Urea berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan
aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak
khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat. Produsen nata menggunakan amonium
sulfat karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara
20,5–21 persen, sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya berwarna putih.
12. Sumber magnesium
sumber Mg merupakan termasuk dalam nutrien mikro yang dibutuhkan oleh
Acetobacter xylinum yang berperan di dalam stabilisasi ribosom, stabilisasi membran
dan dinding sel, serta berfungsi sebagai kofaktor enzim.
13. Sumber kalium
Sumber K yang dibutuhkan metabolisme dan terlihat bahwa dalam banyak
proses transport, kebutuhan K dapat digantikan dengan Na, Rb dan NH4. Sumber K
sendiri merupakan termasuk dalam nutrien mikro yang dibutuhkan oleh Acetobacter
xylinum
E. Manfaat Produk
1. Melancarkan Pencernaan
Serat yang terkandung dalam Nata de Leri ini ternyata lebih banyak dibandingkan
Nata de Coco dan nata de cassava. Serat yang terkandung berfungsi untuk melancarkan
pencernaan.
2. Pencegah Penyakit Beri-Beri
Selain kaya akan serat dan karbohidrat, nata de lerry juga kaya akan vitamin B yang
berfungsi sebagai pencegah penyakit beri-beri.
3. Diet dan sembelit
Karena kaya akan serat, nata de leri baik untuk melancarkan pencernaan. Salah satunya
untuk melancarkan pembuangan feses tubuh dan mencegah sembelit (konstipasi) (Annisa,
2014)
4. Nata sebagai bahan pembuat kertas
Peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian
Bogor (IPB), telah menemukan bahan alternative pembuat kertas dari Nata (selulosa/serat
yang terbentuk karena proses microbial). Kertas dapat dibuat dari semua bahan setengah jadi
(pulp) yang mengandung selulosa. Namun demikian, selulosa kayu sampai saat ini masih
mendominasi bahan utama yang digunakan untuk proses pembuatan kertas. Selulosa
mikrobial adalah alternatif pengganti kayu yang memiliki kelebihan tingkat kemurnian
tinggi karena terbebas dari kandungan lignin, proses isolasi yang mudah, memiliki
kristalinitas dan produktivitas selulosa yang tinggi serta memiliki warna yang cenderung
bening atau putih (sehingga tidak perlu bahan pemutih). Pulp selulosa mikrobial dari nata
atau campurannya dengan pulp kayu telah terbukti bisa digunakan sebagai bahan pembuat
kertas yang kuat dan ramah lingkungan. Kualitasnya (indeks tarik dan indeks sobek) berada
di atas kualitas kertas dari pulp Acacia mangium, jerami, bagas, dan pulp abaka. Daya serap
airnya lebih rendah daripada kertas bungkus dan kertas dari batang pisang ambon. Sehingga
disimpulkan selulosa mikrobial ini dapat dijadikan alternatif dalam proses pembuatan kertas.
(Syamsu, 2015)
F. Bahan Baru sebagai Medium Fermentasi Nata
a. Nata de Banana Skin
Menurut Agus (2012), jumlah kulit pisang cukup banyak yaitu kira-kira 1/3 dari
buah pisang yang belum dikupas. Hal tersebut sangat disayangkan mengingat limbah kulit
pisang mengandung beberapa nutrisi yang masih dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi
suatu produk pangan misalnya nata de banana skin. Kulit pisang mempunyai kandungan
gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium,fosfor, zat besi,
vitamin B, vitamin C dan air. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dalam kulit pisang
merupakan syarat utama untuk memproduksi nata
b. Nata de Mocaf
Nata De Mocaf ini diteliti dan diciptakan untuk mengatasi problem limbah cair
fermentasi tepung mocaf yang bisa menimbulkan masalah dikemudian hari. Pembuatan
tepung mocaf semakin berkembang mulai dari tingkat desa sampai dengan perkotaan
karena memang sangat mudah mengerjakannya. Disamping itu, karena tepung mocaf
sangat laku dipasaran dan bisa menggantikan tepung terigu hampir 100%. Mudahnya
dibuat dan lakunya tepung mocaf tersebut, dikhawatirkan limbah cairnya dibuang
disembarang tempat tanpa memikirkan kesehatan lingkungan. Meskipun sudah ditemukan
limbah cair tepung mocaf bisa bermanfaat untuk dibuat minuman Nata De Mocaf layak
dikonsumsi, berserat tinggi, menyehatkan dan laku dijual.
G. Fungsi Nutrient
1. KH2PO4 : Ion PO43- adalah sumber P yang sering digunakan sebagai nutrient dan
sekaligus sebagai buffer. PO43- adalah regulator pada metabolisme
karbohidrat dan lipid.
2. MgSO4 : Sumber Mg. Mg dibutuhkan mikroba pada ribosomnya. Mg berfungsi
sebagai kofaktor enzim dan terdapat dalam dinding sel dan membran.
3. Glukosa : Sebagai sumber karbon
4. Urea : Sebagai sumber nitrogen
H. Ringkasan Jurnal
Pemanfaatan Limbah Cucian Beras untuk Pembuatan Makanan Berserat Tinggi
Menggunakan Bakteri Acetobacter xylinum
Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan air bekas cucian beras sebagai bahan baku
pembuatan makanan berserat tinggi ( nata de leri ), dan mencari kadar gula optimm yang bisa
menghasilkan nata terbaik. Percobaan dilakukan pada skala laoratorium yang disusun
menggunakan rancangan faktorial dengan tiga ulangan. Perlakuan yang diuji adalah jenis beras
meliputi beras putih, beras merah, ketan putih, dan ketan hitam; serta kadar gula yang terdiri dari
0%, 5%, 10%, dan 15%. Parameter yang dianalisis yakni warna, tebal, berat basah, kadar serat,
dan kadar protein nata yang terbentuk. Data pengmatan dianalisis statistik memakai analisis
keragaman dengan α 1% dan α 5% dilanjutkan uji DMRT α 5% bila ada perbedaan yang nyata.
Berdasarkan analisis keragaman α 1% terbukti bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan
antara jenis beras dan kadar gula dengan kualitas nata de leri yang terbentuk. Kadar gula
optimum yang menghasilkan nata terbaik adalah 5% yang terjadi pada semua jenis beras. Gula
yang berlebihan dalam medium justru menghambat proses fermentasi karena medium yang pekat
menyebabkan sel bakteri lisis. Fermentasi leri yang berasal dari ketan putih menghasilkan nata
paling tebal (130 cm), paling berat (200 g) serta mempunyai kadar serat tertinggi (7,5 %). Hal ini
disebabkan oleh kadar pati dalam leri ketan putih terbanyak dibandingkan dengan lainnya. Kadar
protein tertinggi dikandung oleh nata yang dibentuk dari leri beras putih 1,2% ( zulkoni, 2013).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1.Bahan dan alat yang Digunakan
3.1.1.Bahan yang digunakan
1. Air cucian beras
2. MgSO4
3. KH2PO4
4. Glukosa
5. Urea
6. Acetobacter xylinum
7. NaOH & CH3COOH
3.2.Gambar Alat
3.3.Variabel Percobaan
3.3.1 Variabel Tetap
3.1.2.Alat yang Digunakan
1. Kompor listrik
2. Beaker glass
3. alkohol spray
4. Gelas ukur
5. Pengaduk
6. Buret, statif, dan klem
pengaduk Gelas ukur Buret, Statif, dan Klem
Kompor listrik Beaker glass Alkohol spray
1. Penutup : Daun pisang
2. % Starter : 18 %
3.3.2 Variabel Berubah
1. Bahan baku : a. Air cucian beras 1
b.Air cucian beras 3
2. Pemanasan : a. Air cucian beras 1 tanpa dipanaskan
b. air cucian beras 1 dengan pemanasan
c. air cucian beras 3 dengan pemanasan
3. Nutrien : a. MgSO4
b. KH2PO4,
c. Urea
3.2.Cara Kerja
3.2.1 Pembuatan Nata
1. Saring air perasan cucian beras 1 dan 3
12. Didihkan, setelah dingin tambahkan nutrien sesuai variabel percobaan ( MgSO4
, KH2PO4, urea, glukosa )
3. Atur pH sampai 4,5 menggunakan CH3COOH dan NaOH
4. Masukkan kedalam beaker glass
5. Tambahkan starter Acetobacter xylinum 18%V
6. Fermentasikan pada 30oC selama 4 hari
7. Panen nata yang terbentuk
8. Cuci nata dan keringkan
9. Timbang nata
3.2.2. Analisa Glukosa:
a. Pembuatan glukosa standar
1) Ambil 2,5 gram glukosa anhidrit
2) Encerkan hingga 1000 ml
b. Standarisasi kadar glukosa
1) Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml, netralkan pHnya
2) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B
3) Panaskan hingga 60 – 70oC
4) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 – 70oC sampai warna biru
hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
5) Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 – 70oC sampai
warna biru menjadi merah bata
6) Catat kebutuhan titran (F)
c. Menghitung kadar glukosa bahan
1) Ambil 5 ml bahan, encerkan hingga 100 ml, ambil 5 ml lalu netralkan pHnya
2) Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, dan tambahkan 5 ml glukosa
standar yang telah diencerkan
7) Panaskan hingga 60 – 70oC
3) Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 – 70oC sampai warna biru
hampir hilang, lalu tambahkan 2 tetes MB
4) Titrasi kembali dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60 – 70oC sampai
warna biru menjadi merah bata
5) Catat kebutuhan titran (M)
%S = (F−M ) x ( V total
V pengenceran )x (V PENGENCERANV YANG DIAMBIL )x 0.0025
V TOTAL x ρ medium fermentasix 100%
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PERCOBAAN
Tabel 4.1 Tinggi Nata de Leri
VARIABEL TINGGI NATA De LERI MASSA NATA SAAT PANENHARI 1 HARI 2 HARI 3 HARI 4
1 0 0 0,2 cm 0,5 cm 5 gr
2 0 0 0,2 cm 0,2 cm 11 gr
3 0 0 0,1 cm 0,2 cm 2 gr
4 0 0 0,1 cm 0,1 cm 1 gr
5 0 0 0,2 cm 0,3 cm 11,8 gr
6 0 0 0,4 cm 0,1 cm 8 gr
Tabel 4.2 Hasil Percobaan
Variabel
ANALISA GLUKOSA
ρ Awal (gr/cm3)
ρ Akhir (gr/cm3)
% S Awal
% S Akhir
Volume titran awal (ml)
Volume titran akhir
(ml)1 1,011 0,830 7,72 2,44 21,7 182 0,981 0,858 9,68 9,32 20 123 1,130 0,848 6,64 5,896 22 154 1,130 0,798 6,64 8,771 22 135 1,130 0,868 6,64 3,456 22 176 1,130 0,842 6,64 3,562 22 17
Tabel 4.3 Perbandingan pH
Variabel Ph awal Ph akhir
1 4,5 4
2 4,5 3
3 4,5 4
4 4,5 3
5 4,5 4
6 4,5 4
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Perubahan % S
1 2 3 4 5 60
2
4
6
8
10
12
% S AWAL% S AKHIR
VARIABEL
% S
Gambar 4.2.1 Perbedaan % s awal dan % akhir pada masing masing variabel
Berdasarkan gambar 4.2.1 dapat dilihat bahwa %S awal lebih besar dari %S akhir setelah proses frmentasi. Hal ini disebabkan karena pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium yang nantinya dikenal dengan sebutan nata, maka glukosa yang ditemukan akan lebih sedikit disebabkan karena nata sudah mulai terbentuk (Mayu, 2012)
4.2.2 Perbandingan pH Awal dan pH Akhir
1 2 3 4 5 60
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
pH AWALpH AKHIR
VARIABEL
pH
Gsmbar 4.2.2 Perbandingan pH awal dan pH akhir
Berdasarkan gambar 4.2.2 dapat diketahui bahwa pH mengalamin penurunan, dari pH awal semua variabel 4,5 menjadi 4 ; 3 ; 4 ; 3 ; 4 ; 4 untuk masing – masng variabel secara berurutan.
Bakteri Acetobacter xylinum memiliki dua hasil metabolit, yaitu metabolit primer dan
sekunder. Penyebab dari turunnya pH dari nata adalah hasil dari metabolit primer karena pada
metabolit primer dihasilkan asam asetat yang bisa menurunkan pH karena sifat asamnya,
sedangkan pada metabolit sekunder dihasilkan jalinan serabut selulosa yang merupakan serat
kasar yang nantinya akan menjadi nata (Mayu, 2012). Acetobacter xylinum mampu
mendegradasi substrat yang terdapat pada air leri secara optimal sebagai nutrisi pertumbuhannya
hingga menghasilkan asam asetat atau dapat dikatan bahwa penurunan pH dapat terjadi akibat
fermentai karbohidrat menjadi asam asetat, sehingga akan cenderung terjadi penurunan pH
(Huda, 2009).
Reaksinya :
C6H12O 6 2 CH3CH2OH + CO2 (anaerob)
Pada tahap ini terjadi perombakan glukosa pada air leri menjadi alkohol dan gas
CO2. Selanjutnya :
CH3CH2OH + O2 CH3COOH + H2O
Pada tahap ini terjadi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dengan memanfatkan bakteri acetobacter xylinum (Deriven, 2015). Karena terbentuk asam asetat sehingga pHnya turun.
4.2.3 Perubahan Densitas (ρ)
1 2 3 4 5 60
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
ρ AWALρ AKHIR
VARIABEL
DE
NSI
TA
S
Gambar 4.2.3 Perbandingan densitas awal dan densitas akhir
Berdasarkan gambar 4.2.3 dapat diketahui bahwa denitas dari masing-masing variabel mengalami penurunan. Densitas pada awal percobaan, hari pertama (praktikum) lebih besar dari hari saat pemanenan. Hari pertama sebesar 1,011 ; 0,981; 1,130, sedangkan hari pemanenan semua variabel mengalami penurunan (0,830 ; 0,858 ; 0,848 ; 0,798 ; 0,868 ; 0,842).
Hal ini diakibatkan ketika proses fermentasi, Acetobacter xylinum merubah glukosa pada air leri menjadi alkohol dan gas CO2
C6H12O6 + 2 CH3 2CO2 + 2H2O ( anaerob )
Mengakibatkan massa pada media berkurang karena nutrisi yang ada pada media telah disintesis oleh Acetobacter xylinum ( Deriven, 2015 ). Hal ini dapat dibuktikan dengan terbentknya nata pada hasil praktikum yang telah dilakukan dengan berat masing-masing nata
tiap variabel 5; 11; 2; 11.8; dan 8 gr. Berdasarkan rumus densitas ( ρ =mv ), yang berarti densitas
sebanding dengan massa, sehingga bila massa pada media fermentasi berkurang, maka densitasnya juga akan berkurang.
4.2.4 Perbandingan Penggunaan Bahan Dasar pada Variabel 1 dan 3
Pada hasil praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil nata pada variabel 1 dengan bahan dasar air cucian beras pertama (5gr) menghasilkan nata yang lebih berat dari pada variabel 3 yang menggunakan air cucian beras ketiga (2gr).
Hal ini disebabkan karena pada variabel 1 menggunakan air cucian beras pertama yang kandungan glukosanya atau nutrisinya lebih tinggi dibanding variabel 3 yang menggunakan air cucian beras ketiga dimana kandungan glukosa pada air cucian beras I sebesar 21,89 % ( Agus, 2008) dan pada air cucian beras ke 3 kandungan glukosanya sebesar 6,64 %. Berat selulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ada pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk nata. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak. Berat selulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya. Oleh sebab itu nata yang terbentuk pada variabel 1 lebih berat dari variabel 3.
4.2.5 Perbandingan Perlakuan Pemanasan pada Variabel 1 dan 2
Pada praktikum yang telah dilakukan terdapat perbedaan perlakuan pemanasan pada variabel 1 dan 2, dimana pada variabel 1 tidak dilakukan pemanasan dan vaiabel 2 dilakukan pemanasan
hingga mendidih. Hasil nata yang didapat lebih baik pada variabel 2 dengan berat 11 gr dari pada variabel 1 dengan berat 5 gr.
Pemanasan erat kaitannya dengan proses sterilisasi bahan yang akan di proses. Pemanasan air leri ini dilakukan hingga mendidih dengan tujuan agar membunuh mikroorganisme kontaminan yang terkandung dalam air cucian beras. Bakteri kontaminan harus di hilangkan karena dapat mengakibatkan produksi nata menjadi tidak maksimal atau produktivitas dari Acetobacter xylinum menurun akibat adanaya kompetisi dengan bakteri kontaminan ataupun nata yang sudah terbentuk didegradasi kembali oleh bakteri kontaminan, serta kualitas nata yang dihasilkan mengalami penurunan ( Elisa, 2013). Maka dari itu nata yang dihasilkan pada variabel 2 lebih banyak dari pada variabel 1 karena kontaminan yang terdapat pada variabel 2 lebih sedikit dari variabel 1.
4.2.6 Teori Penutup dan Nutrien
Penutupan dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari udara bebas dan bukan untuk mengisolasi bakteri Acetobacter xylinum pada media dari oksigen (Palungkun, 1993). Selama proses fermentasi wadah harus tertutup (masih ada celah untuk terjadinya pertukaran udara) agar kotoran yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi. Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba anaerobik fakultatif atau lebih tepatnya mikroba anaerob fakultatif yang artinya bakteri ini dapat tumbuh baik bila ada sedikit oksigen (Eka, 2014). Bila kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat (setidaknya ada celah untuk pertukaran udara) untuk mencukupi kebutuhan oksigen, tetapi bila udara yang secara langsung mengenai produk nata, maka dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata (Pambayun, 2002). Pada praktikum yang kami lakukan adanya penutupan pada beaker glass dengan penutup daun pisang tetapi penutupan tersebut masih terdapat rongga untuk pertukaran udara.
Untuk pengaruh penambahan nutrisinya, nutrisi yang ditambahkan adalah MgSO4, KH2PO4,
dan Urea. Fungsi nutrisi adalah untuk penambahan bahan makanan bagi Acetobacter xylinum.
Ion PO43- adalah sumber P yang sering digunakan sebagai nutrient dan sekaligus sebagai buffer.
PO43- adalah regulator pada metabolisme karbohidrat dan lipid. MgSO4 sebagai sumber Mg yang
berperan di dalam stabilisasi ribosom, stabilisasi membran dan dinding sel, serta berfungsi
sebagai kofaktor enzim. Urea berfungsi sebagai sumber nitrogen untuk merangsang pertumbuhan
dan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak
khamir, pepton, kalium nitrat dan amonium fosfat. Produsen nata menggunakan amonium sulfat
karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh. Kandungan nitrogen urea antara 20,5–21 %,
sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya berwarna putih.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. %S semakin turun karena glukosa yang ada pada air cucian beras diambil oleh Acetobacter xylinum yang kemudian akan berikatan dengan asam lemak pada membran sel, kemudian glukosa akan berubah menjadi selulosa. Seiring pembentukan selulosa, maka kadar glukosa (%S) makin turun.
2. pH pada media fermentasi semakin turun karena Acetobacter xylinum mampu mendegradasi substrat yang terdapat pada air cucian beras secara optimal sebagai nutrisi pertumbuhannya hingga menghasilkan asam asetat. Pembentukan asam asetat ini sebagai hasil metabolit primer dari Acetobacter xylinum menyebabkan pH menjadi turun.
3. Densitas semakin turun karena pada proses fermentasi, nutrisi (terutama glukosa) telah disintesis oleh Acetobacter xylinum yang menyebabkan massa pada media akan mengalami penurunan, hal ini dapat dibuktikan dengan terbentuknya nata pada media fermentasi .
4. Penggunaan bahan baku air cucian beras pertama menghasilkan nata (5 gr) yang lebih banyak atau lebih berat dari air cucian beras ketiga (2 gr) karena pada air cucian beras pertama kandungan glukosanya lebih banyak (21,89%) dari pada kandungan glukosa pada air cucian beras ketiga (6,64%).
5. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa variabel 2 yang mengalami perlakuan pemanasan hingga mendidih menghasilkan nata lebih banyak (11 gr) dari pada variabel 1 (5 gr) yang tidak mendapatkan perlakuan pemanasan. Hal ini disebabkan karena pada variabel 2 bakteri kontaminan yang ada sudah mati karena adanya pemanasan sehingga produksi nata bisa optimal, berbeda dengan variabel 1 yang masih terdapat bakteri kontaminan sehinngga hasil yang didapatkan tidak maksimal.
6. Penutupan dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari udara bebas dan bukan untuk mengisolasi bakteri Acetobacter xylinum pada media dari oksigen serta semakin banyak nutrisi yang ditambahkan semakin banyak juga nata yang akan dihasilkan. Pada praktikum ini nutrisi yang didapatkan ialah MgSO4, KH2PO4, dan Urea.
5.2 SARAN
1. Hindarkan Acetobacter xylinum dari cahaya matahari2. Acetobacter xylinum jangan sampai tergoyang 3. Lakukan sanitasi perorangan, lingkungan maupun alat terlebih dahulu sebelum
melakukan praktikum.4. Tutup medium fermentasi dengan benar dan rapi agar tidak ada semut yang masuk ke
media.
LEMBAR PERHITUNGAN
1. Menghitung DensitasAwal :
Kalibrasi Picnometer
T aquadest = 28oC
Ρ aquadest = 0,996 g/ml
Mpicno kosong = 30,2 gr
Mpicno isi aquadest = 80,69 gr
ρaquadest = m2−m1volume
0,996 gr/ml= (80,69−30,2 ) gr
volume
Volume = 50,49 gr
0,996gr /ml
= 50,7 ml
Menghitung Densitas
a. Air Cucian Beras 1 tanpa pemanasan ( variabel 1 ) :
Misi = 81,481 gr
ρ = massavolume
= 81,481−30,2 gr
50,7 ml
= 1,011 gr/cm3
b. Air Cucian beras 1 dengan pemanasan ( variabel 2 ) :
misi = 79.96 gr
ρ = massavolume
= 79,96−30,2 gr
50,7 ml
= 0,981 gr/cm3
c. Air Cucian 3 (variabel 3,4,5, dan 6 ) :
misi = 87,51 gr
ρ = massavolume
= 87,51−30,2 gr
50,7 ml
= 1,130 gr/cm3
2. Menghitung Densitas Akhir
Kalibrasi Picnometer
T aquadest = 28oC
Ρ aquadest = 0,996 g/ml
Mpicno kosong = 15,5 gr
Mpicno isi aquadest = 42,1 gr
ρaquadest = m2−m1volume
0,996 gr/ml= (42,1−15,5 ) gr
volume
Volume = 26,6 gr
0,996gr /ml
= 26,7 ml
Menghitung Densitas
a. Variabel 1 : misi = 37,66 gr
ρ = massavolume
= 22.16 gr26,7 ml
= 0,830 gr/cm3
b. Variabel 2 : misi = 38,4 gr
ρ = massavolume
= 22,9 gr26,7ml
= 0,858gr/cm3
c. Variabel 3 : misi = 38,14 gr
ρ = massavolume
= 22,64 gr26,7 ml
= 0,848gr/cm3
d. Variabel 4 : misi = 36,8 gr
ρ = massavolume
= 21,3 gr26,7ml
= 0,798gr/cm3
e. Variabel 5 : misi = 38,68 gr
ρ = massavolume
= 23,18 gr26,7 ml
= 0,868gr/cm3
f. Variabel 6 : misi = 37,98 gr
ρ = massavolume
= 22,48 gr26,7 ml
= 0,842gr/cm3
3. Menghitung %S Awal :
%S =(F−M ) x ( Vtotal
Vtitrasi ) x( VpengenceranVyangdiambil )x 0.0025
Vtotal x ρ medium fermentasix100 %
F = 29,5 ml
a. Variabel 1 :
M = 21,7 ml
%S V1 = (29,5−21,7 )(1000
5 )( 1005 )x 0.0025
1000 x1,011x 100 %
= 7,72%
b. Variabel 2 :
M = 20 ml
%S V2= (29,5−20 )( 1000
5 )(1005 )x 0.0025
1000 x 0,981x100 %
= 9,68%
c. Variabel 3 :
M = 22 ml
%S V3= (29,5−22 )( 1000
5 )( 1005 )x 0.0025
1000 x 1,130x100 %
= 6,64%
4. Menghitung %S Akhir :
%S =(F−M ) x ( Vtotal
Vtitrasi ) x( VpengenceranVyangdiambil )x 0.0025
Vtotal x ρ medium fermentasix100 %
F = 20 ml
a. Variabel 1 :
M = 18 ml
%S V1= (20−18 )( 1000
5 )(1005 )x 0.0025
1000 x x 0.830x100 %
= 2.44%
b. Variabel 2 :
M = 12 ml
%S V2 = (20−12 )( 1000
5 )( 1005 ) x 0.0025
1000 x x 0.858x100 %
= 9.32 %
c. Variabel 3 :
M = 15 ml
%S V3= (20−15 )( 1000
5 )(1005 )x 0.0025
1000 x x 0.848x100 %
= 5.89 %
d. Variabel 4 :
M = 13 ml
%S V4= (20−13 )( 1000
5 )(1005 )x 0.0025
1000 x x 0.798x100 %
= 8.77%
e. Variabel 5 :
M = 17 ml
%S V5= (20−17 )(1000
5 )( 1005 )x 0.0025
1000 x 0.868x 100 %
= 3.46 %
f. Variabel 6 :
M = 17 ml
%S V6= (20−17 )(1000
5 )( 1005 )x 0.0025
1000 x x0.842x 100 %
= 3.56 %
DAFTAR PUSTAKA
Dreecold and Cumn. Industrial Mikrobiology 2nd ed Mc. Graw Hill book Inc, New York.
Haryanti, S. 2010. Jumlah dan Distribusi Stomata pada Daun Beberapa Spesies Tanaman
Dikotil dan Monokotil. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol XVIII, No. 2.
Holmstad, R., Antoine, C., Silvy, J., Costa, A.P., dan Antoine, J. 2012. Modelling The Paper
Sheet Structure According To The Equivalent Pore Concept. Norwegian Pulp and Paper
Research Institute, PFI, Norway.
Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. 1967. The Organism and CultureRequirements,
Characteristics and Identity. The Philippine J. Science.98:191 – 109.
Swissa, M., Aloni, Y., Weinhouse, H. &Benziman, M. 1980. Intermediary step in
Acetobacterxylinum Cellulose Synthesis” Studies whit whole Cells and Cell Free
Preparation of the Wild Type and A Celluloses Mutant. J.Bacteriol. 143: 1142 – 1150.