Upload
dannia-riski-ariani
View
262
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
1/25
LAPORAN PBL 4
BLOK NEUROLOGY AND SPESIFIC SENSE SYSTEM (NSS)
KASUS 4
Tutor : dr. Nasid Abdullah
Kelompok 6
Anggia Puspitasari G1A008058
Fickry Ardiansyah N. G1A009008
Dannia Riski Ariani G1A009027
Yulita Swandani A. G1A009032
Windy Nofiatri R. G1A009035
Wily Gustafianto G1A009058
Andromeda G1A009074
Fariza Zumala Laili G1A009087
Nurtika G1A009105
Egi Dwi Satria G1A009122
Siti Maslikha G1A008054
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
2/25
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi
meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera.
Cedera kepala telah menyebabkan kematian dan cacat pada usia kurang dari 50
tahun, dan luka tembak pada kepala merupakan penyebab kematian nomor 2 pada
usisa dibawah 35 tahun. Hampir separuh penderita yang mengalami cedera kepala
meninggal. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus
tengkorak.
Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang
memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang
terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak.
Kerusakan otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang
berlawanan. Cedera percepatan-perlambatan kadang disebut coup contrecoup
(bahasa Perancis untuk hit-counterhit).Cedera kepala yang berat dapat merobek,
meremukkan atau menghancurkan saraf, pembuluh darah dan jaringan di dalamatau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada jalur saraf, perdarahan atau
pembengkakan hebat.
Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek
yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena
tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan tekanan bisa merusak
atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka
tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke
dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut
herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak
melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis.
Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital
(denyut jantung dan pernafasan).
Klasifikasi cedera kepala
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
3/25
1. Cedera kepala ringan (GCS : 1315 )2. Cedera kepala sedang (GCS : 9 - 12 )3. Cedera kepala berat (GCS : =< 8 )
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan
kerusakan otak yang hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi
antikoagulan (obat untuk mencegah pembekuan darah), sangat peka terhadap
terjadinya perdarahan disekeliling otak (hematoma subdural). Kerusakan otak
seringkali menyebabkan kelainan fungsi yang menetap, yang bervariasi
tergantung kepada kerusakan yang terjadi, apakah terbatas (terlokalisir) atau lebih
menyebar (difus).
Kelainan fungsi yang terjadi juga tergantung kepada bagian otak mana
yang terkena. Gejala yang terlokalisir bisa berupa perubahan dalam gerakan,
sensasi, berbicara, penglihatan dan pendengaran. Kelainan fungsi otak yang difus
bisa mempengaruhi ingatan dan pola tidur penderita, dan bisa menyebabkan
kebingungan dan koma.
Hematoma subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural.
Dalam bentuk akut yang hebat,baik darah maupun cairan serebrospinal memasuki
ruang tersebut sebagai akibat dari laserasi otak atau robeknya arakhnoidea
sehingga menambah penekanan subdural pada jejas langsung di otak. Dalam
bentuk kronik, hanya darah yang efusi ke ruang subdural akibat pecahnya vena-
vena penghubung, umumnya disebabkan oleh cedera kepala tertutup. Efusi itu
merupakan proses bertahap yang menyebabkan beberapa minggu setelah cedera,
sakit kepala dan tanda-tanda fokal progresif yang menunjukkan lokasi gumpalan
darah.
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai
48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan
neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi
batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan
pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan
dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
4/25
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan kepala (non kontras) tampak
sebagian suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan banyak terdapat konveksitas
otak didaerah parietal. Terdapatdalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian
atas tentorium serebelli.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
5/25
BAB II
PEMBAHASAN
INFORMASI 1
RPS
Seorang laki-laki, usia 30 tahun dibawa ke IGD oleh tukang ojeg karena
tertabrak mobil saat sedang menyebrang jalan. Menurut keterangan tukang ojeg,
kejadian berlangsung sekitar 30 menit sebelum pasien tiba di IGD. Saat itu pasien
tengah menyebrang jalan, kemudian tiba-tiba meluncur sebuah mobil dengan
kecepatan tinggi dan menabrak dari arah kiri pasien. Pasien terpelanting dan
kepalanya membentur tiang listrik yang ada di pinggir jalan. Pasien seketika
langsung tidak sadarkan diri
Ketika sampai di IGD, pasien tampak gelisah, mta tertutup dan sesekali
mengerang kesakitan. Pasien kemudian muntah menyemprot.
I. Klarifikasi Istilah1. Muntah nyemprot:
Muntah yang menyemprot dan biasanya tanpa diawali dengan mual karena
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
II. Batasan MasalahIdentitas : laki - laki
Usia : 30 tahun
Keluhan Utama : Hilang kesadaranRPS : Onset : 30 menit
Kronologis :Tertabrak dari arah kiri, kemudian
terpelanting dan kepalanyamembentur
tiang listrik, pasien langsung tidak sadarkan
diri.
Kualitas : -
Kuantitas : -
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
6/25
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
7/25
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi Eutrofi
Fungsi Sensorik : sulit dinilai
Fungsi vegetative : sulit dinilai
III.Diagnosis Diferensial1. Hematom Epidural
Adalah hematom yang terletak di antara tulang tengkorak dan duramater.
Etiologi berupa pecahnya a. meningea media atau cabang-cabangnya.
Alasan diagnosis:
a. Terjadi penurunan kesadaranb. Biasanya terjadi di lobus parietotemporalisc. Tekanan darah meninggid. Dilatasi pupil pada sisi traumae. Kelemahan respons motorik kontralateralf. Reflex hiperaktif atau sangat cepatg. Tanda babinski positif.
2. Hematom SubduralAdalah hematom yang terletak di bawah lapisan duramater. Etiologi dari
hematom subdural adalah rupturnya bridging vein, gabungan rupturnya
bridging vein dan laserasi piamater serta arachnoid dari korteks serebri.
Alasan diagnosis:
a. Penurunan kesadaranb. Keluhan biasanya timbul langsung setelah hematom subdural terjadi
atau jauh setelah mengidap trauma kepala (interval latent)
c. Hemiparesis ringand. Terbagi menjadi 2 yaitu hematom subdural akut (timbul dalam 24-48
jam setelah trauma) dan hematom subdural kronik (timbul >48 jam
tetapi
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
8/25
3. Perdarahan IntraserebralAdalah perdarahan dalam korteks serebri yang berasal dari arteri kortikal,
terbanyak pada lobus temporalis. Tanda dan gejala: Nyeri kepala,
penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegi. Alasan diagnosa
pasien mengalami riwayat trauma dan terdapat tanda gejala yang
mengarah ke perdarahan intra serebral. kontralateral, dilatasi pupil,
perubahan tanda-tanda vital.
IV. Identifikasi Masalah1. Etiologi penurunan kesadaran menurut semenite?2. Klasifikasi cedera kepala?3. Tingkat kesadaran?4. Patofisiologi penurunan kesadaran, gelisah, pupil anisokhor, refleks
cahaya mata sinistra turun, pupil sinistra melebar (berhubungan dengan
lobus temporalis)?
5. Patofisiologi muntah proyektil, TD meningkat?
V. Menganalisa Masalah1. Etiologi penurunan kesadaran menurut semenite
S: Sirkulasi. Meliputi stroke dan penyakit jantung.
E: Ensefalitis. Dengan tetap mempertimbangkan adanya infeksi sitemik
(sepsis) yang mungkin melatarbelakanginya muncul secara bersamaan.
M:Metabolisme. Misalnya hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia,
koma hepatikum.
E:Elektrolit. Misalnya diare dan muntah yang berlebihan.N:Neoplasma. Tumor otak baik primer maupun metastasis.
I:Intoksikasi. Intoksikasi berbagai macam obat maupun bahan kimia dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
T: Trauma. Terutama trauma kapitis : komusio, kontusio, perdarahan
epidural, perdarahan subdural, dapat pula trauma abdomen dan dada.
E:Epilepsi. Pasca serangan Grand Mall atau pada status epileptikus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
9/25
2. Klasifikasi cedera kepala dibedakan berdasarkan:a. Mekanisme
1)Cidera kepala tertutupJika terjadi cidera kepala, tidak melibatkan patah tulang tengkorak.
Cidera kepala tertutup terbagi menjadi 2 yaitu:
a)High velocity (kecepatan tinggi) umumnya terjadi padakecelakaan lalu lintas.
b)Low velocity (kecepatan rendah) umumnyab terjadi padakecelakaan kerja atau kecelakaan yang tidak terlalu berat.
2)Cidera kepala terbuka/tembusMelibatkan jaringan kulit kepala yang mengalami cidera dan patah
tulang tengkorak.
b. Derajat, sesuai dengan skor skala GCS1)Berat: GCS 3-82)Sedang: GCS 9-123)Ringan: GCS 13-15
c. Morfologi1)Patah tulang tengkorak
Dapat terjadi di basis crania ataupun atap tengkorak.
2)Lesi intrakranial, dibagi 2:a)Lesi fokal: dapat ditentukan letak lesinya. Contoh berupa
hematoma epidural, hematoma subdural, hematoma intracerebral.
b)Lesi difus: tidak dapat ditentukan lesinya. Contohnya edemaserebral, cidera akson difus, dan contusio cerebri.
Hematom Epidural
Hematoma epidural merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera
kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50 %. Hal ini terjadi
paling sering di daerah parietotemporalis akibat robekan arteri meningea
media. Gejala yang nampak dan khas pada pada pasien hematoma epidural
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
10/25
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
11/25
e. Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan perdarahansubdural yang spontan, dan keganasan ataupun perdarahan dari tumor
intrakranial.
f. Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.
Klasifikasi Hematoma Subdural Akut berdasar Gejala Klinis:
a. Hematoma Subdural AkutHematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam
24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma
otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan
pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum,
yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan
ini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan
hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan kepala (non kontras)
tampak sebagian suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial
berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table)
tengkorak dan banyak terdapat konveksitas otak didaerah parietal.
Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian atas
tentorium serebelli.
b. Hematoma Subdural SubakutHematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu
lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti
pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh
perdarahan vena dalam ruangan subdural.Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya
trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun
jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun
perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan
intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
12/25
kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap
rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan
peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan
menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-
tanda neurologik dari kompresi batang otak.
Pada pemeriksaan CT scan dengan kontras, vena-vena kortikal
akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural
hematoma dan jaringan otak. Perdarahan subdural subakut sering
juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam
membedakan nya dengan epidural hematom.
c. Hematoma Subdural KronikTimbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu,
bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera pertama.Trauma
pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural.
Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh
membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang
mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel
darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang
menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran
atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan
tekanan hematoma.
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat
mudah dilihat pada gambaran CT. Bila pada CT-Scan kepala telah
ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksakemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan, misalnya fraktur
tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid.
Pada Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-
gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk
dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
a. Sakit kepala yang menetap
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
13/25
b. Rasa mengantuk yang hilang-timbulc. Linglungd. Perubahan ingatane. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
3. Tingkat kesadarana. Sadar: orientasi waktu, orang, dan tempat masih baik.b. Otomatisme: tingkah laku masih normal, kesulitan mengingat peristiwa
sebelum periode hilangnya kesadaran.
c. Konfusi: tidak kooperatif, gangguan daya ingat, sulit dibangunkan.d.Delirium: disorientasi waktu, tempat, orang,, agitasi, gelisah.e. Stupor: diam, mungkin tampaknya tidur.f. Stupor dalam: bisu, sulit dibangunkan, respon terhadap nyeri.g. Koma: tidak sadar, tubuh flasid.h. Koma irreversible dan kematian: reflex hilang, pupil dilataso, napas
berhenti
4. Patofis penurunan kesadaran, gelisah, pupil anisokhor, refleks cahaya matasinistra turun, pupil sinistra melebar (berhubungan dengan lobus
temporalis)?
Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya lobus
temporalis otak ke arah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan
bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus)
mengalami herniasi di bawah tepi tentorium. Tekanan herniasi unkus pada
sirkulasi arteri ke formasio retikularis medula oblongata menyebabkan
penuruna kesadaran dan gelisah. Di tempat ini juga terdapat nuklei sarafIII (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan gangguan pada
otot-otot penggerak bola mata yang dipersarafinya sehingga menimbulkan
dilatasi pupil dan refleks cahaya yang menurun pada pemeriksaan (Price,
2005).
5. Patofisiologi muntah proyektilRiwayat trauma
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
14/25
TIK meningkat
Merangsang reseptor intrakranial
Merangsang pusat muntah di dorsolateral pada formatio retikularis
Kontraksi duodenum dan antrum lambung, tekanan intra abdomen
meningkat
Terjadi peristaltik retrograd
Lambung terisi penuh dan diafragma naik ke kavitas thorak
Tekanan intra thorak meningkat, sfingter esofagus membuka tanpa
didahuli oleh mual.
6. Patofisiologi peningkatan tekanan darahAdanya riwayat trauma menyebabkan gangguan aliran darah ke otak
sehingga terjadi penurunan pasokan darah ke otak dan mekanisme
kompensasi tubuh adalah meningkatkan tekanan darah sistemik.
VI. Merumuskan Tujuan Belajar1. Anatomi perdarahan otak (arteri meningea media)
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
15/25
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
16/25
otak (parenkim otak) 1400 gram, darah 75 ml, dan cairan cerebro spinal
(CSF) 75 ml. setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang
menghasilkan suatu tekanan intracranial normal, TIK normal 50-200
mmH2O atau 4-15 mmHg. Dalam keadaan normal TIK dipengaruhi oleh
aktifitas sehari-hari dan dapat meningkat sewaktu-waktu untuk sementara,
misalnya saat pernafasan abdominal yang dalam, batuk, dan mengedan.
Apabila TIK meningkat yang menetap akan merusak jaringan otak.
Kenaikan TIK bila volume salah satu dari 3 unsur meningkat, akan
menyebabkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya. Hipotesis
Monroe-Kellie menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas
sehingga salah satu dari 3 ruangannya meluas, maka ruangan lain harus
mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila TIK konstan).
Bentuk kompensasi apabila TIK meningkat berupa kenaikan aliran CSF ke
dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap kenaikan TIK tanpa
meningkatkan TIK. Adapun yang menyebabkan potensi kematian yaitu
apabila penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah
(horizontal herniasi) bila TIK makin meningkat. Bila TIK meningkat dan
menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif lagi dan dapat
menyebabkan kematian neural. Peningkatan TIK dapat disebabkan oleh
tumor, cidera kepala, edema otak, dan obstruksi aliran CSF (Price
&Wilson, 2003)
4. Hasil CT scan hematom epidural, hematom subdural, perdarahanintraserebral.
Hematom Epidural
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, danpotensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu
bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral),
berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas
darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi
kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma,
Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan
adanya peregangan dari pembuluh darah.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
17/25
Hematom SubduralGambaran CT scan kepala terdapat lesi hiperdens berbentuk bulan sabit
yang sering terjadi pada pada daerah yang berseberangan dengan trauma
(Counter Coup).
Hematom Intraserebral
Gambaran khas adalah lesi perdarahan diantara neuron otak yang relatif
normal. Tepi bisa tegas atau tidak tergantung apakah ada oedem otak atau
tidak.
Hematom Epidural
Hematom Subdural
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
18/25
Info 3
Pemeriksaan penunjang
Head CT Scan : tampak gambaran hiperdens berbentuk bulan sabit di
region temporal sinistra ukuran 5x2x2 cm sesuai untuk hematom subdural akut.
Diagnosis :penurunan kesadaran e.c Hematom Subdural Akut
1. Definisi Hematom Subdural AkutHematom ini terjadi akibat rupturnya bridging veins, karena tarikan ketika
terjadi benturan pada permukaan lateral dan atas hemisferum dan sebagian di
daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging veins. Karena disebabkan
perdarahan vena, maka darah yang terkumpul berjumlah 100-200 cc saja.
Perdarahan vena biasanya terjadi karena tamponade hematom sendiri.
Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah
5-7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi dalam 10-20 hari. Darah
yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah. Di
situ bisa timbul lagi perdarahan-perdarahan kecil, yang menimbulkan
hiperosmolaritas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi
timbulnya perdarahan kecil-kecil dan pembentukan suatu kantong subdural
yang penuh dengan cairan dan sisa darah. Jika keluhan timbul (gejala
neurologik) dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera, maka disebut hematom
subdural akut.
Hematom Intraserebral
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
19/25
Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan
otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya
menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat
menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi
dan tekanan darah.
Perdarahan subdural akut pada CT-Scan kepala (non kontras) tampak
sebagian suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit
sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan banyak terdapat
konveksitas otak didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di
daerah bagian atas tentorium serebelli.
2. Etiologi Hematom Subdurala. Hematoma Subdural Akut
1)Trauma kepala2)Koagulopati atau antikoagulasi medis (misalnya, warfarin, heparin,
hemofilia, penyakit hati, trombositopenia).
3)Perdarahan intrakranial non traumatic karena aneurisma serebral,kelainan arteriovenosa, atau tumor (meningioma atau metastasis dural).
4)Pascaoperasi (kraniotomi, CSF shunting).5)Hipotensi intrakranial (misalnya, setelah pungsi lumbal, lumbal CSF
bocor, tabrakan lumboperitoneal, anestesi epidural spinal).
6)Spontan atau tidak diketahui penyebabnya (jarang).b. Hematom Subdural Kronis
1)Trauma kepala (relatif ringan, misalnya pada individu usia tua denganatrofi otak).
2)Hematom subdural akut dengan atau tanpa intervensi bedah.3)Spontan atau idiopatik.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
20/25
3. Patofisiologi Hematom Subdural AkutTrauma berat
Peregrakan rotarik
Tarikan bridging vein
100-200cc
(perlahan/langsung)
Hematom
Hematom meluas ditemporal
Lobus tertekan kearah bawah dan dalam/desakan intrakrnial
Menekan lobus medial
Herniasi uncus dan sebagian girus hippocampus
Penekanan pada Penekanan nuclei saraf cranial III Lebih meluas
formatio retikularis Dilatasi pupil dan ptosis TIK
Penurunan kesadaran TD gangguan vital deserebrasi
&fungsi pernafasan
Kelemahan respon motorik kontralateralReflek hipraktif
Babinsky (+) reflek hiperaktif
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
21/25
4. Penatalaksanaan Cidera kepalaa. Cidera Kepala Sedang
Definisi: Pasien mungkin konfusi atau somnolen namun tetap mampu untuk
mengikuti perintah sederhana (SKG 9-13).
Pengelolaan:
Di Unit Gawat Darurat:
1) Riwayat: jenis dan saat kecelakaan, kehilangan kesadaran, perdarahanhidung / mulut / telinga, kejang.
2) Pemeriksaan umum guna menyingkirkan cedera sistemik.3) Pemeriksaan neurologis.4) Radiograf tengkorak bila diduga trauma tembus.5) Radiograf tulang belakang leher dan lain-lain bila ada indikasi6) Kadar alkohol darah dan skrining toksik dari urin .7) Contoh darah untuk penentuan golongan darah.8) Tes darah dasar dan EKG.9) CT scan kepala.10) Rawat untuk pengamatan bahkan bila CT scan normalPada kasus ini pasien mengalami cidera kepala sedang.
Setelah dirawat:
1) Pemeriksaan neurologis setiap setengah jam.2) CT scan bila ada perburukan neurologis
Walau pasien ini tetap mampu mengikuti perintah sederhana, mereka
dapat memburuk secara cepat. Karenanya harus ditindak hampir seperti
halnya terhadap pasien cedera kepala berat, walau mungkin dengankewaspadaan yang tidak begitu akut terhadap urgensi.
b. Cidera Kepala BeratDefinisi: Pasien tidak mampu mengikuti bahkan perintah sederhana karena
gangguan kesadaran (SKG 8). (Tidak termasuk disini kelompok cedera
kepala berat dengan GCS > 8).
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
22/25
Pengelolaan Inisiasi cidera kepala berat Prioritas pertama pada pasien
cedera kepala adalah resusitasi fisiologis yang lengkap dan cepat. Tidak
ada tindakan spesifik untuk hipertensi intrakranial yang tidak disertai
tanda-tanda herniasi tentorial atau perburukan neurologis progresif yang
tidak diakibatkan oleh kelainan ekstrakranial. Bila tanda-tanda herniasi
transtentorial atau perburukan neurologis yang bukan disebabkan kelainan
ekstrakranial tampil, pikirkan bahwa hipertensi intrakranial terjadi dan
segera tindak dengan agresif. Hiperventilasi segera lakukan. Mannitol
disukai namun dibawah keadaan resusitasi cairan yang adekuat. Sedasi dan
blok neuromuskuler dapat berguna untuk mengoptimalkan transport,
namun masing-masing mempengaruhi pemeriksaa neurologis. Jenis sedatif
terserah masing-masing dokter. Blok neuromuskuler digunakan bila sedasi
saja tidak adekuat. Gunakan aksi pendek. Hipertensi intrakranial
berpotensi memperburuk outcome, sayang semua jenis tindakan terhadap
hipertensi intrakranial bukan saja bisa berkomplikasi serius, namun
beberapa berpengaruh langsung terhadap resusitasi, seperti misalnya
diuretika.
5. Penatalaksanaan cidera kepala sedang di IGDPemeriksaan fisik berupa:
a. Stabilisasi sistem cardiacpulmonal dengan ABC.b. Menilai GCS.c. Melakukan pemeriksaan mororik.d. Memeriksa apakah ada tanda-tanda fraktur basis cranii, berupa perdarahan
di telinga maupun racoon eyes.
e.
Memeriksa adakah luka pada jaringan otakf. Memeriksa adakah luka lainnya.
Manajemen:
a. Stabilisasi ABC1) Bersihkan jalan napas2) Melakukan ekstensi pada kepala dengan mengenakan neck collar pada
pasien
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
23/25
3) Pemasangan oropharungeal tube4) Memberi supply oksigen 6-10 L/menit dengan sungkup5) IV line6) Pemeriksaan cervical X-ray dan CT scan kepala (gold standard)
b. Pemasanga nasogastric tube1) Mencegah aspirasi2) Hati-hati apabila terjadi fraktur basis cranii
c. Pemberian obat1) Analgesik2) Mannitol 0,5-2 mg/kgBB setiap 4-6 jam3) Anticonvulsant: fenitoin4) Antibiotik
Indikasi dilakukan pembedahan:
a. Pergeseran garis tengah otak >5 mmb. Fraktur impresi >1 diploec. Luka tembusd. Sakit kepala
6. Prognosis Hematoma Subdural AkutTindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang
baik, karena sekitar 90 % kasus pada umumnya akan sembuh total. Hematoma
subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angka mortalitas
menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.
Info 4
Terapi inisial:
a. Konservatifb. Injeksi manitolc. Antibiotikad. Antikonvulsane. kortikosteroid
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
24/25
BAB III
KESIMPULAN
1. Hematom subdural adalah penimbunan darah di dalam rongga subdural.2. Hematom subdural dibagi menjadi 2 berdasar waktu munculnya gejala klinis
setelah cidera kepala, yaitu hematom subdural akut dan kronik.
3. Hematom subdural akut adalah hematom yang terjadi di bawah lapisan otakduramater, yang menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam
setelah cedera kepala.
4. Penatalaksanaan pada pasien cidera kepala saat di IGD adalah stabilisasiABC, pemasangan NGT, pemberian obat, dan pembedahan.
5. Prognosis baik apabila dilakukan penatalaksanaan yang tepat.
8/2/2019 Laporan Pbl 4_fix
25/25
DAFTAR PUSTAKA
Biros MH, Heegaard WG. Head injury. In: Marx JA, Hockberger RS, Walls RM,et al., eds.Rosen's Emergency Medicine: Concepts and Clinical Practice.
7th ed. St. Louis, Mo: Mosby; 2009:chap 38.
Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition,
Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117178
Ekayuda I., Angiografi, Radiologi Diagnostik, edisi kedua, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta, 2006, 359-366
Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5
Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D.
EGC, Jakarta, 2004, 818-819
Jason Mc phee and William F. Ganong. Patofisiologi penyakit pengantar
kedokteran klinis. EGC. 2010. Jakarta . Hal 162-165.
Mc.Donald D., Epidural Hematoma,www.emedicine.com
Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono,
Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Vol. 2. Jakarta: EGC, hal 1175-6.
Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis (Proses-
Proses Penyakit). Jakarta : EGC
http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/http://www.emedicine.com/