Laporan Penelitian Bahasa Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENELITIAN

PENGARUH KETERBUKAAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT TERHADAP KESEMBUHAN PENYANDANG AUTISME

Aloysius Glenn NIM. 09/285442/TK/35791

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 20121|

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan atas rahmat dan karunia yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian berjudul Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia untuk Akademik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia untuk Akademik yaitu Ir. Samsul Kamal, M.Sc., Ph.D yang telah memberikan informasi mengenai langkah-langkah dalam melakukan penelitian. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada temanteman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah ikut berpartisipasi dalam membantu penyelesaian laporan penelitian ini. Penulis mohon maaf apabila hanya bisa menghadirkan hasil penelitian secara kualitatif berupa perkembangan yang dirasakan orang tua, masyarakat, dan penyandang autisme itu sendiri akibat interaksi dengan masyarakat. Hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dan akses yang dimiliki oleh peneliti dan objek (musim liburan siswa Sekolah Luar Biasa tiba). Melalui penelitian yang lebih kompleks, dimungkinkan hasil penelitian yang mampu mengukur seberapa besar pengaruh masyarakat terhadap kesembuhan penyandang autisme. Penulis juga mohon maaf apabila masih banyak terdapat kesalahan di dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu pula penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga proposal penelitian ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Terimakasih. Yogyakarta, 5 Januari 2011 Penulis DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i DAFTAR ISI.................................................................................................ii2|Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1 1.1 Latar Belakang.............................................................................1 1.2 Rumusan Masalah........................................................................2 1.3 Batasan Masalah...........................................................................2 1.4 Tujuan Penelitian..........................................................................2 1.5 Manfaat Penelitian........................................................................3 1.6 Hipotesis.......................................................................................4 BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................5 2.1 Autisme dan Penyebabnya............................................................5 2.2 Gejala Autisme.............................................................................6 2.3 Ciri-Ciri Autisme..........................................................................7 2.4 Perkembangan Autisme................................................................8 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................9 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian......................................................9 3.2 Populasi dan Sample....................................................................9 3.3 Prosedur Pengambilan Data.........................................................10 BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN.............................................................12 BAB V PENUTUP........................................................................................18 5.1 Kesimpulan...................................................................................18 5.2 Saran.............................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................19 LAMPIRAN..................................................................................................20 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan mengenai autisme berawal dari adanya anggapananggapan di masayarakat yang mengatakan bahwa Anak dan orang dewasa dengan autisme lebih senang sendirian dan menutup diri serta tidak peduli dengan orang lain atau Anak dan orang dewasa dengan autisme tidak dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi serta Anak dengan autisme tidak dapat memberi dan menerima afeksi dan kasih sayang. Secara tidak disadari,

3|

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

anggapan-anggapan tersebut telah mengurangi hasrat masyarakat untuk mau mendekat dan bergaul dengan anak autisme. Padahal anak dan orang dewasa dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi secara sosial tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif. Mereka sering kali sangat peduli tetapi kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati secara spontan. Sebenarnya, anak dan orang dewasa dengan autisme dapat mempelajari keterampilan bersosialisasi jika mereka menerima pelatihan yang dikhususkan untuk mereka. Keterampilan bersosialisasi pada anak dan orang dewasa dengan autisme tidak berkembang dengan sendirinya hanya dengan pengalaman hidup sehari-hari. Di samping itu, stimulasi sensoris diproses secara berbeda oleh beberapa anak dengan autisme, menyebabkan mereka memiliki kesulitan dalam menunjukkan afeksi dalam cara yang konvensional. Memberi dan menerima kasih sayang dari seorang anak dengan autisme akan membutuhkan penerimaan untuk menerima dan memberi kasih sayang sesuai dengan konsep dan cara anak. Peduli dengan anak autis memerlukan kepekaan yang lebih karena mereka umumnya jarang melakukan kontak mata. Kontak mata yang dilakukan mungkin lebih singkat durasinya atau berbeda dari anak normal, tetapi mereka mampu melihat orang lain, tersenyum dan mengekspresikan banyak komunikasi nonverbal lainnya. Orang tua terkadang merasa sulit untuk berkomunikasi hingga anak mau mulai membangun hubungan yang lebih dalam. Keluarga dan teman mungkin tidak memahami kecenderungan anak untuk sendiri, tetapi dapat belajar untuk menghargai dan menghormati kapasitas anak untuk menjalin hubungan dengan orang lain. 1.2 Rumusan Masalah Masyarakat menganggap bahwa penyandang autisme tidak memerlukan orang lain di sekitarnya karena merasa bahwa penyandang autisme tidak senang bersosialisasi. Oleh karena itu, masyarakat enggan terlibat aktif untuk bergaul dengan penyandang autisme atau bahkan cenderung menjauhkan diri dari mereka. Masyarakat juga tampak masa bodoh dengan akibat yang4|Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

ditimbulkan oleh sikap mereka tersebut terhadap perkembangan mental penyandang autisme. 1.3 Batasan Masalah Gejala autisme adalah sesuatu yang kompleks tetapi dalam penelitian ini variabel kesembuhan autisme diwakilkan oleh 3 faktor utama, yaitu perkembangan interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Sebagian besar variabel dalam penelitian ini relatif sulit dikuantifikasi seperti kepedulian dan keterbukaan masyarakat, perkembangan interaksi sosial, perkembangan komunikasi, dan perkembangan perilaku. Oleh karena itu, penelitian ini hanya bisa menghadirkan hasil secara kualitatif yaitu perkembangan yang dirasakan oleh orang tua, masyarakat, dan penyandang autisme itu sendiri akibat dari interaksi dengan masyarakat. Melalui penelitian yang lebih kompleks, dimungkinkan hasil penelitian yang mampu mengukur seberapa besar pengaruh masyarakat terhadap kesembuhan penyandang autisme. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini dibagi menjadi 2, yaitu main objective sebagai tujuan pokok dan specific objective sebagai tujuan khusus yang mendukung tujuan utama.

Main objective Untuk mengungkap pengaruh keterbukaan dan kepedulian

masyarakat terhadap perkembangan penyandang autisme di Yogyakarta.

Spesific objective

1. Mengetahui pengaruh dari keterbukaan dan kepedulian masyarakat

terhadap perkembangan interaksi sosial dari penyandang autisme.2. Mengetahui pengaruh dari keterbukaan dan kepedulian masyarakat

terhadap perkembangan komunikasi dari penyandang autisme.3. Mengetahui pengaruh dari keterbukaan dan kepedulian masyarakat

terhadap kemampuan mengendalikan perilaku dari penyandang autisme.5|Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

1.5 Manfaat Penelitian Melalui penelitian yang mampu membuktikan bahwa sikap masyarakat yang peduli dan terbuka pada kehadiran penyandang autis mampu mempengaruhi kesembuhan penyandang autis, maka masyarakat bisa disadarkan untuk lebih peduli terhadap mereka. Kesembuhan disini bukan berarti menjadi manusia normal sepenuhnya mengingat ketidaknormalan ini tidak dapat dihilangkan, tetapi berupa peningkatan kemampuan penyandang untuk mengendalikan ketidaknormalannya sehingga mampu mengendalikan gejalanya menjadi lebih ringan seperti pada sindrom Asperger. Perkembangan kesembuhan autisme dapat ditunjukkan melalui pengukuran 3 gangguan utamanya, yaitu interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku. Diharapkan ketiga hal tersebut akan berkembang ke arah yang positif setelah seorang autis berinteraksi dengan masyarakat. Selanjutnya, dengan mengetahui hal tersebut maka masyarakat diharapkan akan lebih terbuka dan peduli terhadap keberadaan penyandang autisme. 1.6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Keterbukaan

dan

kepedulian

dari

masyarakat

mempengaruhi

perkembangan interaksi sosial dari penyandang autisme2. Keterbukaan

dan

kepedulian

dari

masyarakat

mempengaruhi

perkembangan komunikasi dari penyandang autisme3. Keterbukaan

dan

kepedulian

dari

masyarakat

mempengaruhi

kemampuan mengendalikan perilaku dari penyandang autisme

6|

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Autisme dan Penyebabnya Autisme adalah gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, yang gejalanya sudah timbul sebelum anak itu mencapai usia tiga tahun. Penyebab autisme adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar secara efektif. Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu:1. Faktor psikososial, karena orang tua dingin dalam mengasuh anak

sehingga anak menjadi dingin pula2. Teori

gangguan

neuro-biologist yang

menyebutkan

gangguan

neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada kedua anak kembar. Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah prenatal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun,

7|

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan. 2.2 Gejala Autisme Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: 1. Perkembangan hubungan sosial yang terganggu 2. Gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal 3. Pola perilaku yang khas dan terbatas 4. Manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama. Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi secara verbal. Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan sebagainya. Gejala autisme sangat bervariasi. Sebagian anak berperilaku hiperaktif dan agresif atau menyakiti diri, tapi ada pula yang pasif. Mereka cenderung sangat sulit mengendalikan emosinya dan sering tempertantrum (menangis dan mengamuk). Kadang-kadang mereka menangis, tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Selain berbeda dalam jenis gejalanya, intensitas gejala autisme juga berbeda-beda, dari sangat ringan sampai sangat berat. Oleh karena banyaknya perbedaan-perbedaan tersebut di antara masingmasing individu, maka saat ini gangguan perkembangan ini lebih sering dikenal sebagai Autistic Spectrum Disorder (ASD) atau Gangguan Spektrum Autistik (GSA). Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit, status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu ASD/GSA memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai8|Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di bidang tertentu (musik, matematika, menggambar). 2.3 Ciri-Ciri Autisme Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain. Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kegagalan perkembangan, biasanya mengalami gangguan pada:1. Komunikasi, perkembangan bahasa sangat lambat atau bahkan tidak

ada sama sekali. Penggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan makna yang dimaksud. Lebih sering berkomunikasi dengan menggunakan gesture dari pada kata-kata; perhatian sangat kurang.2. Interaksi Sosial, lebih senang menyendiri dari pada bersama orang lain;

menunjukkan minat yang sangat kecil untuk berteman; response terhadap isyarat sosial seperti kontak mata dan senyuman sangat minim.3. Gangguan

Sensorik, mempunyai sensitifitas indra (penglihatan,

pendengaran, peraba, pencium dan perasa) yang sangat tinggi atau bisa pula sebaliknya.4. Gangguan

Bermain, anak autistik umumnya kurang memiliki

spontanitas dalam permainan yang bersifat imajinatif; tidak dapat mengimitasi orang lain; dan tidak mempunyai inisiatif.5. Perilaku, bisa berperilaku hiper-aktif ataupun hipo-pasif; marah tanpa

sebab jelas; perhatian yang sangat besar pada suatu benda;

9|

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

menampakkan agresi pada diri sendiri dan orang lain; mengalami kesulitan dalam perubahan rutinitas. Gangguan lain yang mempengaruhi fungsi otak penyandang autisme adalah: Epilepsi, Retardasi Mental, Down Syndrome atau gangguan genetis lain. Melihat gangguan-gangguan yang biasanya menyertai gejala autisme seperti yang dikemukakan di atas, menyebabkan banyak orang beranggapan bahwa penyandang autisme tidak mempunyai harapan untuk sembuh dan hidup normal. Namun intervensi behavioral, biologis, dan edukasional terbukti dapat dijadikan alat untuk mengurangi efek-efek autisme yang merusak. Ada 3 pendekatan utama dalam terapi terhadap penderita autisme, yaitu: (1) Pendekatan Psiko-dinamis; (2) Pendekatan Behavioral; dan (3) Medis. 2.4 Perkembangan Autisme Prevalensi autisme menigkat dengan sangat mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Menurut Autism Research Institute di San Diego, perbandingan jumlah individu autistik pada tahun 1987 diperkirakan 1:5000 anak. Jumlah ini meningkat dengan sangat pesat dan pada tahun 2005 perbandingannya sudah menjadi 1:160 anak. Di Indonesia belum ada data yang akurat oleh karena belum ada pusat registrasi untuk autisme. Namun diperkirakan angka di Indonesia pun mendekati angka di atas. Autisme lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dengan perbandingan 4:1.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian A. Lokasi penelitian Penelitian ini digunakan untuk mendapatkan pembuktian apakah penyikapan masyarakat memberikan pengaruh terhadap kesembuhan10 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

penyandang autisme di Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan di Yogyakarta. Data mengenai penyandang autisme bisa diperoleh di lembaga yang menangani autisme di Yogyakarta, seperti Lembaga Bimbingan Autisme Bina Anggita, SLB Autisma Dian Amanah, dan Pusat Terapi Autistik Fajar Nugraha. Karena keterbatasan waktu dan akses, peneliti hanya bisa melakukan penelitian di satu lokasi, yaitu SLB Autisma Dian Amanah yang beralamat di Perum Lempongsari B11, Sariharjo, Ngaglik, Sleman. B. Waktu penelitian Penelitian ini berlangsung kurang lebih 3 hari pada tanggal 19-22 Desember 2011. Waktu tersebut digunakan untuk melakukan wawancara, observasi langsung, menyebarkan kuesioner, mengisi kuesioner, dan mengembalikan kuesioner. Adapun waktu penelitian yang singkat disebabkan keterbatasan waktu yang dimiliki objek penelitian karena musim liburan mereka telah tiba. 3.2 Populasi dan Sampel Berdasarkan kebutuhan informasi yang akan diperoleh maka dipilih sampel berupa keluarga dari penyandang autisme dan penyandang autisme itu sendiri yang berdomisili di Yogyakarta. Sampai saat ini belum ada data mengenai jumlah penyandang autisme di Yogyakarta. Dikarenakan akses ke penyandang autisme serta waktu penelitian yang amat terbatas, maka peneliti hanya bisa melakukan penelitian terhadap 8 ayah/ibu dari 8 penyandang autisme. Kedelapan penyandang autisme tersebut merupakan siswa laki-laki di Sekolah Luar Biasa (SLB) Autisma Dian Amanah. Pada saat penelitian, Sekolah Luar Biasa ini sendiri memiliki 17 orang murid. 3.3 Prosedur Pengambilan Data Berdasarkan tujuan utama dari riset yang akan dilakukan, jenis data yang dibutuhkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil atau diukur dari sumber (responden) secara langsung, yaitu keluarga dari penyandang autisme dan penyandang autisme itu sendiri .11 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

Data yang diambil antaralain: A. Data yang berkaitan tentang interaksi penyandang autisme dengan penyikapan masyarakat Data-data yang perlu diambil yaitu, frekuensi terjadinya interaksi antara masyarakat dengan penyandang autisme, bagaimana sikap masyarakat terhadap penyandang autisme, alasan masyarakat bersikap seperti itu, dan reaksi penyandang autisme terhadap sikap masyarakat. B. Data yang berkaitan tentang kencenderungan perkembangan

kesembuhan penyandang autisme Data-data yang perlu diambil yaitu, frekuensi terjadinya interaksi sosial dengan masyarakat, frekuensi terjadinya komunikasi dengan orang di sekitarnya, dan frekuensi berperilaku tidak lazim. Berdasarkan data-data yang dibutuhkan untuk penelitian, maka cara yang akan digunakan untuk mengumpulkan data-data tersebut yaitu dengan menggunakan kuesioner, interview, dan observasi. Metode-metode tersebut memiliki kelebihan masing-masing yang akan saling melengkapi. Penggunaan kuesioner untuk mengetahui pengaruh penyikapan masyarakat terhadap kesembuhan penyandang autisme dipilih karena tidak membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan metode interview. Metode interview dilakukan untuk menggali jawaban dari para responden secara mendalam. Kuesioner disebar ke keluarga penyandang autisme. Setiap responden, diberi waktu mengisi kuesioner dan kuesioner yang telah diisi dikumpulkan pada saat itu juga, namun ada beberapa responden yang menginginkan pengumpulan kuesioner pada keesokan harinya. Hal ini dipersilahkan untuk memberi kesempatan kepada responden untuk mengingat-ingat hal-hal yang berkaitan dengan jawaban pada kuesioner. Saat pengisian kuesioner, peneliti menemani atau menyediakan nomor kontak untuk membantu responden yang kurang mengerti terhadap maksud pertanyaan pada kuesioner.

12 |

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

Pertanyaan dalam kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data-data yang dibutuhkan di atas. Pertanyaan yang digunakan berupa closes-ended dan open-ended questions. Bila pertanyaan close-ended memiliki sejumlah opsi tertutup, pertanyaan open-ended mampu memberikan keleluasaan sebebas-bebasnya pada responden dalam menjawab. Disamping memperoleh informasi melalu data primer, maka penulis juga akan mencari informasi yang dibutuhkan melalui data sekunder. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan browsing di internet dan perpustakaan untuk mencari data-data yang sudah ada sebelumnya baik melalui artikel maupun jurnal yang terkait dengan autisme.

BAB IV ISI DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuesioner, wawancara, dan studi pustaka diperoleh beberapa hal yang mendukung hipotesis bahwa keterbukaan dan kepedulian masyarakat membawa pengaruh positif pada perkembangan kesembuhan penyandang autisme. Berikut rangkuman jawaban dari kuesioner dan wawancara terhadap orang tua dari penyandang autisme, yaitu Bapak Anton, Bapak Satya, Ibu Gina, Ibu Rahma, Ibu Tere, Ibu Mita, Ibu Nila, dan Ibu Mega:1. Pertanyaan: Seberapa sering ia berinteraksi dengan masyarakat? Menurut

Anda, apa yang membuat ia berinteraksi dengan frekuensi tersebut? Hasil: Tiga orang tua tidak membebaskan anaknya berinteraksi dengan masyarakat karena rasa takut, rata-rata anak mereka hanya berinteraksi selama kurang dari 1 jam. Para orang tua takut anaknya dijahili atau justru melukai orang lain. Sedangkan, 5 orang tua lainnya membiarkan anaknya untuk berinteraksi dengan masyarakat. Pada awalnya mereka memang13 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

mengalami kesulitan dalam membangun interaksi karena ketertutupan dari kedua pihak, namun akhirnya mereka semua berhasil.2. Pertanyaan: Bagaimana sikap masyarakat terhadapnya? Jelaskan!

Hasil: Semua orang tua menilai masyarakat bisa menerima anak mereka dengan baik. Ada masyarakat yang memperlakukan anak mereka biasa saja (seperti pada anak normal), ada juga yang memperlakukannya secara khusus (dengan hati-hati). Walaupun begitu, ada juga sebagian kecil masyarakat yang kerap mengejek anak mereka. Secara keseluruhan, para orang tua menilai bahwa masyarakat telah bersikap baik pada anak mereka.

Tabel 1. Persentase Jawaban Pertanyaan 23. Pertanyaan: Menurut Anda, seberapa besar peran masyarakat sekitar

dalam mengembangkan kemampuannya dalam berinteraksi sosial? Hasil: Semua orang tua merasa bahwa masyarakat berperan dalam mengembangkan kemampuan anaknya berinteraksi sosial. Mereka menilai bahwa melalui interaksi, masyarakat dan penyandang autisme belajar untuk saling memahami. Mereka berharap masyarakat belajar bagaimana caranya memperlakukan seorang penyandang autisme, begitu pula penyandang autisme itu sendiri belajar untuk menyadari pentingnya keberadaan orang lain dan berusaha menjadi manusia yang bisa diterima masyarakat.

Tabel 2. Persentase Jawaban Pertanyaan 34. Pertanyaan: Menurut Anda, seberapa besar peran masyarakat sekitar

dalam mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi? Hasil: Para orang tua menilai bahwa masyarakat sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan anaknya berkomunikasi. Mereka menjawab dengan sederhana bahwa melalui interaksi dengan masyarakat anak mereka akan berlatih berkomunikasi dengan sendirinya. Ketika berkomunikasi dengan satu cara ternyata perkataan mereka sulit direspon, maka mereka akan mencoba cara lain. Akan tetapi, mengingat mereka tidak begitu14 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

berhasrat untuk berkomunikasi maka diperlukan peran aktif dari orang sekitar untuk membangun komunikasi dua arah. Cara yang biasa dilakukan adalah dengan tidak mengajukan pertanyaan atau pernyataan yang membingungkan.

Tabel 3. Persentase Jawaban Pertanyaan 45. Pertanyaan: Menurut Anda, seberapa besar peran masyarakat sekitar

dalam mengembangkan perilakunya ke arah yang lebih baik? Hasil: Sama seperti 2 poin sebelumnya, para orang tua menilai bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam mengendalikan perilaku anaknya ke arah yang lebih baik. Tentunya hal tersebut dapat diwujudkan oleh masyarakat yang kondusif untuk anaknya belajar berperilaku. Anak autis cenderung tidak bisa menilai baik-buruk atau benar-salahnya suatu perilaku. Bukan hanya orang tua, tapi juga masyarakat bisa memberi tahu ketika anak autis melakukan tindakan abnormal, seperti mengepak-ngepakan tangan. Perlu kesabaran untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan perihal mengapa tidak boleh begini dan mengapa harus begitu.

Tabel 4. Persentase Jawaban Pertanyaan 56. Pertanyaan:

Tuliskan

sebebas-bebasnya

mengenai

pengaruh

sikap

masyarakat sekitar terhadap perkembangan autismenya! Hasil: Masyarakat turut berperan dalam membawa perkembangan autisme ke arah yang lebih baik. Ciri-ciri utama autisme sendiri antaralain kesulitan melakukan kontak sosial, kesulitan melakukan komunikasi, dan berperilaku tidak lazim. Dengan kata lain, apabila kita berhasil membuat mereka mampu berkontak sosial dan berkomunikasi dengan lebih baik berarti kita telah membawa mereka pada gejala autis yang lebih ringan. Untuk melatih mereka melakukan dua hal tersebut, tentu masyarakat bisa mendukungnya dengan aktif dalam melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan mereka. Karena, penyandang sendirilah yang punya obatnya sedangkan15 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

masyarakat dan keluarga harus setia mendukungnya. Disamping itu, masyarakat bisa mengingatkan anak autis ketika mereka berperilaku tidak lazim. Dengan kata lain, masyarakat adalah orang tua di luar rumah. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner kepada 8 orang tua dari penyandang autisme, semuanya berpendapat bahwa masyarakat turut berperan dalam perkembangan buah hatinya ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan kemampuan buah hatinya dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan berperilaku. Ketiga poin tersebut merupakan 3 gejala atau gangguan utama pada autisme. A. Interaksi Sosial Ibu Rahma menyatakan, Dulu jangankan sama orang baru, sama saya saja dia jarang ngobrol. Tapi setelah sepupu saya berhasil ngajak dia main bersama, saya rasa dia jadi lebih terbuka untuk bergaul. Pernyataan tersebut mendukung hipotesis bahwa interaksi dengan masyarakat mendukung kemampuan berinteraksi dari anak autis. Karena, pada dasarnya penyandang autisme tidak cukup belajar bersosialisasi dari pengalaman sehari-hari. Perlu latihan khusus untuk bisa mengajarkannya cara-cara bersosialisasi, adapun masyarakat adalah tempat yang tepat untuk mereka berlatih bersosialisasi. Jadi, masyarakat hendaknya menjadikan sosialisasi sebagai pelatihan khusus. Dan sebagaimana seorang guru mengajarkan muridnya, sesulit apapun masyarakat hendaknya selalu bersabar dalam mengajarkan anak autis. B. Komunikasi Bapak Anton menyatakan, Awalnya susah banget ngertiin maksud mereka, tapi lama kelamaan lumayan ngerti juga. Sering-sering ngobrol aja. Pernyataan Bapak Anton ini mengisyaratkan terjadinya proses pembelajaran baik dari pihak penyandang autis maupun lawan bicaranya. Sama dengan poin sebelumnya, anak autis tidak cukup belajar berkomunikasi dari pengalaman sehari-hari. Perlu keterlibatan masyarakat untuk berkomunikasi secara aktif dengan anak autis. Dan lagi-lagi kuncinya adalah bersabar dan jangan mudah menyerah.16 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

C. Perilaku Anak autis biasanya melakukan tindakan yang diulang-ulang (repetitif). Hal yang berbeda tentunya akan terjadi apabila masyarakat mengajaknya untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat dan normal. Mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh orang tua untuk selalu mengawasi dan mengendalikan perilaku anaknya, maka di sini peran masyarakat dibutuhkan. Disamping itu, anak autis juga akan belajar untuk mencontoh perilaku masyarakat agar mereka dapat lebih diterima oleh masyarakat. Hasil penelitian ini masih bersifat kualitatif, karena belum terdapat angka-angka yang mampu menunjukkan seberapa besar pengaruh masyarakat dalam membantu kesembuhan autisme. Diperlukan penelitian yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat memperoleh hasil penelitian yang kuantitatif dengan validitas yang teruji. Sebenarnya, peneliti sendiri sudah memiliki gambaran untuk sebuah penelitian terkait yang lebih besar. Dalam hal ini, peneliti akan mengamati keseharian penyandang autisme untuk mengetahui frekuensi terjadinya perilaku yang tidak wajar, menguji kemampuan komunikasi melalui tes verbal, serta membandingkan perkembangan mental antara sampel yang sering dan jarang melakukan interaksi dengan masyarakat. Sayangnya penelitian semacam ini akan memakan waktu yang sangat lama sampai bertahun-tahun.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan17 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

Ketertutupan dan ketidakpedulian masyarakat akan menghambat kesembuhan penyandang autisme. Sebaliknya, keterbukaan dan kepedulian dari masyarakat sekitar akan membantu penyandang autisme dalam mengembangkan kemampuannya dalam berinteraksi sosial, berkomunikasi, dan mengendalikan perilaku. 5.2 Saran Masyarakat harus menghapus anggapan bahwa penyandang autisme tidak memerlukan sosialisasi karena dianggap punya dunia sendiri. Sebaliknya, masyarakat hendaknya bersikap lebih terbuka dan peduli dengan kehadiran penyandang autisme guna membantu perkembangan kesembuhan penyandang autisme itu sendiri. Diperlukan penelitian yang lebih kompleks dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat memperoleh hasil penelitian yang kuantitatif dengan validitas yang teruji. Peneliti merasa penelitian semacam ini harus lebih digiatkan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya peran mereka dalam membantu perkembangan kesembuhan penyandang autisme. Kalau bukan kita, siapa lagi?

DAFTAR PUSTAKA

Administrator. 2009. Apa Itu Autisme. (Diakses online pada 8 Desember 2011) URL: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme Administrator. 2009. Kenali Autisme. (Diakses online pada 8 Desember 2011) URL: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-itu-autisme/ 86-kenali-autisme

18 |

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

Administrator. 2009. Mitos Tentang Autisme. (Diakses online pada 8 Desember 2011) URL: http://www.autis.info/index.php/tentang-autisme/apa-ituautisme/ 221-mitos-tentang-autisme Administrator. 2010. Sindrom Gangguan Autisme (Autism Syndrome Disorder). (Diakses online pada 8 Desember 2011) URL: http://www.autis.info/ index.php/ tentang-autisme/apa-itu-autisme/232-sindrom-gangguanautisme-autism-syndrome-disorder-

LAMPIRAN

KUESIONER Permasalahan mengenai autisme berawal dari adanya anggapan-anggapan di masayarakat yang mengatakan bahwa Anak dan orang dewasa dengan autisme lebih senang sendirian dan menutup diri serta tidak peduli dengan orang lain dan sebagainya. Secara tidak disadari, anggapan-anggapan tersebut telah mengurangi hasrat masyarakat untuk mau mendekat dan bergaul dengan anak autisme. Padahal anak dan orang dewasa dengan autisme pada dasarnya ingin berinteraksi secara sosial tetapi kurang mampu mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif. Mereka sering kali sangat peduli tetapi kurang mampu untuk menunjukkan tingkah laku sosial dan berempati secara spontan. Saya adalah Aloysius Glenn mahasiswa semester 5 Program Studi Teknik Industri Universitas Gadjah Mada. Saya ingin meneliti Pengaruh Kepedulian19 |Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

dan Keterbukaan Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme sebagai tugas mata kuliah Bahasa Indonesia untuk Akademik. Oleh karena itu Saya memohon kesediaan saudara untuk dapat mengisi kuesioner yang diberikan dengan lengkap, tanpa paksaan, dan disesuaikan dengan keinginan Saudara. Apabila ada pertanyaan yang kurang jelas, bisa menghubungi Saya via SMS: 0856 5623 2306 atau melalui email : [email protected] Terima kasih atas partisipasi Saudara dalam pengisian kuesioner ini. DATA RESPONDEN Nama Umur Posisi :_____________________________________________________ : _____ Tahun : (Orang Tua / Saudara / Masyarakat Setempat /______________ )

*Kata ia/-nya ditujukan untuk penyandang autisme yang Anda kenal. 1. Seberapa sering ia berinteraksi dengan masyarakat? Menurut Anda, apa yang membuat ia berinteraksi dengan frekuensi tersebut? a. Sehari lebih dari sekali b. Sehari sekali c. Dua atau lebih hari sekali Penjelasan:

1. Bagaimana sikap masyarakat terhadapnya? Jelaskan! a. Baik b. Buruk c. Biasa saja Penjelasan:

20 |

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

1. Menurut

Anda,

seberapa

besar

peran

masyarakat

sekitar

dalam

mengembangkan kemampuannya dalam berinteraksi sosial? a. Sangat penting b. Penting c. Tidak penting Penjelasan:

1. Menurut

Anda,

seberapa

besar

peran

masyarakat

sekitar

dalam

mengembangkan kemampuannya dalam berkomunikasi? a. Sangat penting b. Penting c. Tidak penting Penjelasan:

1. Menurut

Anda,

seberapa

besar

peran

masyarakat

sekitar

dalam

mengembangkan perilakunya ke arah yang lebih baik? a. Sangat penting b. Penting Penjelasan: c. Tidak penting

21 |

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta

1. Tuliskan sebebas-bebasnya mengenai pengaruh sikap masyarakat sekitar terhadap perkembangan autismenya! Penjelasan:

Mungkin banyak hal yang sulit dipahami dari dirinya, namun kita bisa memulainya dengan memahami setiap keterbatasan dan kehebatan yang dimilikinya. Terimakasih.

22 |

Pengaruh Keterbukaan dan Kepedulian Masyarakat terhadap Kesembuhan Penyandang Autisme di Yogyakarta