Upload
trinhtu
View
237
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
JUDUL PENELITIAN:
KEMAMPUAN BELANJA DAERAH, INVESTASI
SWASTA, DAU, DAN SILPA MEMODERASI PENGRUH
DESENTRALISASI FISKAL PADA PERTUMBUHAN
EKONOMI DAERAH DAN KETIMPANGAN WILAYAH
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI
Tim Peneliti:
1. Eka Ardhani Sisdyani, S.E., MCom., Ak.
2. Dr. I.G.W Murjana Yasa, SE.,M.Si.
3. Dr. AANB Dwirandra, SE., M.Si.,Ak.
4. Dr. IGN Agung Suaryana, SE.,M.Si.,Ak.
Dibiayai oleh
DIPA BLU Universitas Udayana Tahun 2015
Nomor : DIPA-042.04.2.400107/2015, 15 April 2015
Sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Kegiatan Riset Unggulan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Tahun Anggaran 2015
Nomor : 1166/UN.14.1.12.II/KP.01.04/SPK/2015
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
OKTOBER, 2015
KEMAMPUAN BELANJA DAERAH, INVESTASI SWASTA, DAU,
DAN SILPA MEMODERASI PENGRUH DESENTRALISASI
FISKAL PADA PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH DAN
KETIMPANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI BALI
Eka Ardhani Sisdyani1, I.G.W Murjana Yasa2, AANB Dwirandra3,
I Gst Ngr Agung Suaryana4.
1Jurusan Akuntansi, FEB, Unund, Bukit Jimbaran, Indonesia. 2Jurusan Akuntansi, FEB, Unund, Bukit Jimbaran, Indonesia. 3Jurusan Akuntansi, FEB, Unund, Bukit Jimbaran, Indonesia. 4Jurusan Akuntansi, FEB, Unund, Bukit Jimbaran, Indonesia.
ABSTRAK
Kebijakan Desentralisasi fiskal/DF tidak serta merta (linear) pada pertumbuhan
ekonomi daerah/PED dan pengurangan ketimpangan wilayah/KW melainkan diduga terdapat
faktor-faktor kontinjensi memoderasinya, di antaranya: belanja daerah/BD, investasi
swasta/IS, DAU, dan SiLPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh DF
pada PED dan KW, serta kemampuan faktor-faktor kontinjensi, seperti: belanja daerah/BD,
investasi swasta/IS, DAU, dan SiLPA, memoderasi pengaruh DF pada PED dan KW, baik
untuk: 1)kabupaten/kota secara keseluruhan maupun lebih spesifik untuk: 2)kabupaten/kota
tumbuh cepat seperti: Badung, Denpasar, Buleleng, Gianyar, dan 3)kabupaten/kota tidak
tumbuh cepat, seperti: Karangasem, Bangli, Tabanan, Jembrana, dan Klungkung.
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian maka dikumpulkan data kualitatif dan
kuantitatif yang bersumber dari data sekunder yang dipublikasi BPS, Setda., dan atau
Bappeda kabupaten/kota dan Provinsi Bali. Lebih lanjut, data yang telah ditabulasi terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi asumsi klasik, uji fitness model, dan koefisien determinasinya,
lalu kemudian dilakukan uji hipotesis penelitian dengan menggunakan teknik Moderated
Regression Analysis (MRA).
Hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1)BD dan IS berpengaruh pada PED
kabupaten/kota namun tidak demikian halnya dengan DF, DAU, dan SILPA; 2)DF
berpengaruh pada PED dan KAW kabupaten/kota tumbuh cepat tetapi tidak demikian halnya
dengan BD, IS, DAU, dan SILPA; 3)DF bepengaruh pada PED kabupaten/kota tumbuh
kurang cepat namun tidak demikian halnya dengan pengaruh BD, IS, DAU, dan SILPA. IS
dan DAU berpengaruh pada KAW kabupaten/kota tumbuh kurang cepat tetapi tidak
demikian halnya dengan DF, BD, dan SILPA; 4)IS mampu memoderasi pengaruh DF
terhadap PED dan KAW seluruh kabupaten/kota tetapi tidak demikian halnya dengan BD,
IS, DAU, dan SILPA; 5) SILPA mampu memoderasi pengaruh DF terhadap PED
kabupaten/kota tumbuh cepat tetapi tidak demikian halnya dengan BD, IS, dan DAU.
Sementara itu, IS mampu memoderasi pengaruh DF terhadap KAW kabupaten/kota tumbuh
cepat tetapi tidak demikian halnya dengan BD, IS, DAU, dan SILPA; 6)BD, IS, DAU, dan
SILPA tidak mampu memoderasi pengaruh DF terhadap PED kabupaten/kota tumbuh
kurang cepat. Sementara itu, BD dan DAU mampu memoderasi pengaruh DF pada KAW
kabupaten/kota tumbuh kurang cepat tetapi tidak demikian halnya dengan BD dan SILPA.
Kata Kunci: Desentralisasi fiskal, Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Investasi Swasta,
SILPA, Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Ketimpangan Antar Wilayah.
PRAKATA
Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan rakhmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “Kemampuan Belanja Daerah, Investasi Swasta, DAU, dan SiLPA
memoderasi pengaruh Desentralisasi Fiskal pada Pertumbuhan EkonomiDaerah dan
Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali”. Di dalam tulisan ini,
disajikan pokok-pokok bahasan yang dimulai dari uraian latar belakang, pokok
masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. Kemudian diuraikan dan direfleksikan studi
pustaka terkait dengan konteks untuk kemudian dikembangkan hipotesis penelitian
serta dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan. Selanjutnya, dipaparkan
hasil dan pembahasan, dan pada akhirnya dibuat simpulan penelitian serta saran
untuk revitalisasi teori dan perbaikan kebijakan terkait desentralisasi fiskal.
Saran konstruktif sangat peneliti perlukan sebagai bahan evaluasi dan
introspeksi agar penelitian mendatang menjadi lebih baik. Pada kesempatan yang
baik ini, peneliti mengucapkan terimakasih atas dukungan berbagai pihak sehingga
penelitian ini dapat direalisasikan.
Denpasar, 30 Oktober 2015
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
RING KASAN ..................................................................................................... iii
PRAKATA ........................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB. I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Pokok Permasalahan Penelitian .................................................. 3
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5
2.1. Desentralisasi Fiskal.................................................................... 5
2.2. Ketimpangan Antar Wilayah....................................................... 5
2.3. Tipologi Klassen ......................................................................... 6
2.4. Pertumbuan Ekonomi Daerah ..................................................... 6
2.5. Ketimpangan Wilayah ................................................................. 6
2.6. Desentralisasi Fiskal dan pengaruhya pada Pertumbuhan
Ekonomi dan Ketimpangan Wilayah .......................................... 6
2.7. BD dan pengaruhnya pada PED dan KAW ................................ 6
2.8. IS dan pengaruhnya pada PED dan KAW .................................. 6
2.9. DAU dan pengaruhnya pada PED dan KAW ............................. 6
2.10. SiLPA dan pengaruhnya pada PED dan KAW ........................... 6
BAB. III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ...................................... 10
3.1. Tujuan Penelitian ...................................................................... 12
3.2. Manfaat Penelitian .................................................................... 12
BAB. IV METODE PENELITIAN .................................................................... 14
4.1 Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian. ............................................................ 14
4.2 Data dan Metode Pengumpulannya ......................................... 14
4.3 Variabel Penelitian .................................................................... 15
4.4 Definisi Operasional.................................................................. 16
4.5 Teknik Analisis Data ................................................................. 17
BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 23
5.1 Gambaran Umum Provinsi Bali ................................................ 23
5.3 Hasil Uji Asumsi Klasik .......................................................... 28
5.4 Hasil Uji Kelayakan Model (Uji F) dan Koefisien
Determinasi (Adj. R2) .............................................................. 31
5.3 Statistik Deskriptif ................................................................... 34
5.3 Moderated Regression Analysis (MRA) .................................... 24
BAB.VI KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 45
6.1 Kesimpulan ............................................................................... 45
6.2 Saran .......................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
1.1 Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Provinsi Bali
Tahun 2009 -2013 .......................................................................... ......... 2
5.1 Daftar Kota dan Luas Kabupaten/Kota di Provinsi Bali .................... 31
5.2a Hasil Uji Normalitas ....................................................................... 33
5.2b Hasil Uji Normalitas ......................................................................... ..... 33
5.2c Hasil Uji Normalitas ............................................................................ ..... 34
5.2d Hasil Uji Normalitas ............................................................................ ..... 34
5.2e Hasil Uji Normalitas ............................................................................ ..... 35
5.2f Hasil Uji Normalitas ............................................................................. ..... 35
5.2g Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 36
5.2g Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 36
5.2i Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 37
5.2j Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 37
5.2k Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 38
5.2l Hasil Uji Autokorelasi ............................................................................. ...... 38
5.2m Hasil Uji Multikolinearitas ................................................................. ..... 39
5.2n Hasil Uji Multikolinearitas .................................................................. ..... 39
5.2o Hasil Uji Multikolinearitas .......................................................................... 39
5.2p Hasil Uji Multikolinearitas................................................................ . 39
5.2q Hasil Uji Multikolinearitas............................................................................ 40
5.2r Hasil Uji Multikolinearitas........................................................................... 40
5.2s Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ ..... 41
5.2t Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ ..... 41
5.2u Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ ..... 42
5.2v Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ ..... 42
5.2w Hasil Uji Heteroskedastisitas ............................................................... ..... 43
5.2x Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ ..... 43
5.3a Uji Kelayakan Model (Dependen: PED) ............................................ ..... 44
5.3 b Koefisien Determinasi (Dependen: PED) ............................................... 44
5.3c Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW) .................................................. 45
5.3d Koefisien Determinasi (Dependen: KAW) ......................................... ..... 45
5.3e Uji Kelayakan Model (Dependen: PED) ......................................... ..... 46
5.3f Koefisien Determinasi (Dependen: PED) ......................................... ..... 46
5.3g Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW) ......................................... ..... 46
5.3h Koefisien Determinasi (Dependen: KAW) ......................................... ..... 47
5.3i Uji Kelayakan Model (Dependen: PED) ......................................... ..... 47
5.3j Koefisien Determinasi (Dependen: PED) ......................................... ..... 48
5.3k Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW) ......................................... ..... 48
5.3l Koefisien Determinasi (Dependen: KAW) ......................................... ..... 49
5.4a Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Seluruh Kab./kota) ......................... ..... 49
5.4b Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Kab./kota Tumbuh Cepat) ......... ..... 49
5.4c Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Kab./kota Tumbuh Cepat) ......... ..... 50
5.5a Hasil Uji Hipotesis MRA ....................................... .......................... 51
5.5b Uji Hipotesis Hasil Uji Hipotesis MRA ............................... ............... 54
5.5c Hasil Uji Hipotesis MRA ......................................... .......................... 57
5.5d Hasil Uji Hipotesis MRA ....................................................................... ..... 60
5.5e Hasil Uji Hipotesis MRA ....................................... .......................... 63
5.5f Hasil Uji Hipotesis MRA ....................................... .......................... 66
5.6 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis (Dependen: PED) ............................... ..... 69
5.7 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis (Dependen: KAW) ............................. ..... 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
Lampiran 1: StatistikDeskriptif
Lampiran 2: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik
Lampiran 4: Hasil Uji Kelayakan Model, dan Koefisien Determinasi
Lampiran 5: Hasil Uji Hipotesis
Lampiran 6: Hasil Tabulasi Data
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap daerah dalam melaksanakan pembangunan mengharapkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai dengan pemerataan, sehingga akan
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya. Namun, pada
kenyataannya dilapangan tidak pernah tercapai pemerataan. Todaro (2006)
mengatakan, meskipun laju pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis dapat
memberi jawaban atas berbagai macam persoalan kesejahteraan, namun hal
tersebut tetap merupakan unsur penting setiap program pembangunan realistis
yang sengaja dirancang untuk mengentaskan kemiskinan.
Kebijakan desentralisasi fiskal seharusnya mampu mencapai dua tujuan
sekaligus yaitu: pertumbuhan ekonomi daerah di satu sisi dan penurunanketimpangan
wilayah antar kabupaten/kota agar supaya memiliki mutiflier effect terhadap
perekonomian nasional, namun pada kenyataannya tidak mudah mencapinya.
Penelitian Garry M. Woller dan Kerk Phillips (1998) menemukan bahwa
pelaksanaan desentralisasi fiskal/DF di negara-negara sedang berkembang memiliki
masalah. Penelitian Bonet (2006) memperkuat kesimpulan tersebut dengan
menemukan masalah ketimpangan antar wilayah/KAW akibat pelaksanaan
desentralisasi fiskal di negara sedang berkembang(studi kasus: Kolombia).
Fenomena yang sama juga terjadi di Indonesia seperti yang ditunjukkan dari hasil
penelitian Siagian (2010), misalnya, menemukan adanya pertumbuhan ekonomi
daerah/PED setiap tahun tetapi ketimpangan wilayah 25 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Barat dalam periode 2004-2008 semakin meningkat. Temuan yang sama
diperoleh Sianturi dan Miyasto (2010) yang melakukan penelitian dengan periode
penelitian 2004-2008 pada 19 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara.
Fenomena yang terjadi pada kabupaten/kota di dua provinsi tersebut mungkin
juga terjadi di Provinsi Bali, seperti yang diindikasikan pada tabel 1 terkait data lima
tahun terakhir (2009 s.d. 2013) tentang PAD sembilan kabupaten/kota, laju
pertumbuhan ekonomi, dan gini ratioProvinsi Bali.
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui beberapa hal, sebagai berikut:
pertama, peningkatan PAD selama lima tahun terkahir (2009 s.d. 2013) sebagai
implikasi dari kebijakan DF tidak berdampak ganda/simultan, yang diindikasikan
dari pertumbuhan PDRB (tahun 2009 s.d. 2012) di satu sisi dan peningkatan gini
ratio (tahun 2009 s.d. 2012), bukannya penurunan gini ratio; kedua, PAD
kabupaten/kota di Provinsi senantiasa meningkat dari tahun ke tahun (dalam periode
tahun 2009 s.d. 2013), sementara PED (berdasarkan harga konstan 2000) dan gini
ratio tidak konsisten seperti halnya peningkatan PAD.
Tabel 1.1
Perkembangan Beberapa Indikator Ekonomi Provinsi Bali
Tahun 2009 -2013
THN
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI BALI
PAD
(9 Kabupaten/Kota)
*)
Pertumbuhan
PDRB ADHK 2000
**)
Gini Ratio **)
2009 1.451.833.498.981 5,33 0,31
2010 1.741.720.488.271 5,83 0,37
2011 2.525.654.615.350 6,49 0,41
2012 3.236.996.296.970 6,65 0,43
2013 4.042.972.974.759 6,05 0,40
*) Sumber: data diolah
**) Sumber: Indikator Ekonomi Bali 2013
Diduga, tidak konsistennya pertumbuhan ekonomi daerah dan gini ratio
mengikuti meningkatnya PAD disebabkan karena adanya faktor kontinjensi yang
memoderasi pengaruh kebijakan DF pada PED dan KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali. Govindarajan (1986) menyatakan bahwa untuk merekonsiliasi temuan
penelitian yang saling bertentangan diperlukan pendekatan kontinjensi dengan
mengevaluasi faktor-faktor kondisional, dalam penelitian ini misalnya kemungkinan
adanya hal-hal yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh PAD pada PED
dan KAW, di antaranya adalah: belanja daerah/BD, investasi swasta/IS, dana alokasi
umum/DAU, SiLPA.
BD akan lebih kuat mendorong PED bilamana lebih banyak proporsi pada
belanja modal. Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah
berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan
pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan
prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas
pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental
untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan
yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut
harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang
sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002). Dengan
ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah
daerahdiharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah (Harianto dan
Adi, 2006). Namun, besaran dan efektivitas belanja modal modal yang berbeda
antara kabupaten/kota tentu akan memiliki implikasi yang berbeda terhadap KAW.
IS merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii, 2009). IS
dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa
depankarena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka
kesempatan kerja baru dan pada akhirnya akan meningkatkan PED. Namun, jika
investasi terpusat pada satu kabupaten/kota saja justru akan mendorong KAW.
Tak terkecuali dengan dana alokasi umum/DAU, DAU yang besarannya
ditentukan berdasarkan fiskal gap,seharusnya berdampak ganda yaitu peningkatan
PED dan penurunan KAW tetapi pada kenyataannya bisa saja tidak demikian jika
pemda kurang bijaksana mengalokasikan DAU, apalagi DAU termasuk transfer
dana tanpa syarat/unconditional transfer of grant dari pemerintah pusat ke pemda.
Kemampuan pemda memanfaatkan SiLPA tahun sebelumnya juga berbeda-beda di
masing-masing daerah sehingga efek ganda SiLPA pada peningkatan PED dan
penurunan KAW juga sulit dicapai.
Penelitian ini memiliki dua perbedaan penting dengan penelitian sebelumnya,
yaitu: 1)penelitian ini mengimplementasikan uji interaksi dua variabel
independen/two-way interaction tests dalam rangka menguji kemampuan faktor-
faktor kontinjensi, seperti: belanja daerah, investasi swasta, DAU, dan SiLPA,
memoderasi pengaruh desentralisasi fiskal; 2) Studi meliputi studi kasus
kabupaten/kota secara total maupun lebih spesifik yaitu: (1) kabupaten/kota
berkembang cepat, dan (2) kabupaten/kota berkembang kurang cepat.
Penelitian ini menguji kemampuan faktor-faktor kontinjensi, seperti: belanja
daerah, investasi swasta, DAU, dan SiLPA, memoderasi pengaruh desentralisasi
fiskal pada pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan wilayah kabupaten/kota
di Provinsi Bali. Jika terbukti adanya pengaruh moderasi masing-masing faktor
kontinjensi tersebut maka hasil studi ini akan menjadi input penyempuranaan teori
Desentralisasi Fiskal, yang menegaskan bahwa desentralisasi fiskal tidak serta merta
(linear) berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah dan penurunan ketimpangan
daerah melainkan dimoderasi oleh faktor-faktor kontinjensi, seperti: belanja daerah,
investasi swasta, DAU, dan SiLPA.
Peneltian ini melakukan studi pengaruh densentralisasi fiskal dan berbagai
variabel pemoderasi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan
wilayah dengan maksud untuk melihat variabel pemoderasi mana saja yang mampu
memoderasi pengaruh desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi daerah dan
juga sekaigus mengurangi ketimpangan wilayah.
Penelitian ini merupakan pengembangan hasil penelitian Indah Utamai Dewi,
dkk (2011), yaitu ingin mengetahui kemampuan faktor-faktor kontinjensi
memoderasi pengaruh desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi daerah dan
ketimpangan wilayah yang lebih spesifik, yaitu: 1)kabupaten/kota berkembang cepat,
dan 2) kabupaten/kota berkembang kurang cepat di Provinsi Bali. Hasil penelitian
ini akan manjadi masukkan penting guna penguatan Teori Desentralisasi Fiskal dan
perbaikan kebijakan desentralisasi fiskal yang lebih sesuai dengan karakteristik
kabupaten/kota.
1.2 Pokok Permasalahan Penelitian
Berdasarkan paparan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan
pokok permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1) Apakah DF, BD, IS, DAU, dan SiLPA berpengaruh pada PED dan KAW
kabupaten/kota di Provinsi Bali?
2) Apakah DF, BD, IS, DAU, dan SiLPA berpengaruh pada PED dan KAW
kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali?
3) Apakah DF, BD, IS, DAU, dan SiLPA berpengaruh pada PED dan KAW
kabupaten/kota berkembang kurang cepat di Provinsi Bali?
4) Apakah BD, IS, DAU, dan SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED dan
KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali?
5) Apakah BD, IS, DAU, dan SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED dan
KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali?
6) Apakah BD, IS, DAU, dan SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED dan
KAW kabupaten/kota kurang cepat di Provinsi Bali?
BAB. II
STUDI PUSTAKA
2.1 Desentralisasi Fiskal
Teori Fiscal Federalism yang dikembangan oleh Hayek (1945), Musgrave
(1959) dan Oates (1972) menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai dengan
desentralisasi fiskal melalui otda (otonomi daerah). Dalam pandangan teori ini,
terdapat dua perspektif teori yang menjelaskan tentang dampak ekonomi dari
desentralisasi, yakni menurut traditional theories (first generation theory) dan new
perspective theories (second generation theories). Pandangan teori tradisional
tentang fiscal federalism menekankan keuntungan alokatif dari desentralisasi untuk
mendapatkan kemudahan informasi dari masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua
gagasan yang mendasari keuntungan alokatif ini. Pertama, yaitu tentang penggunaan
’knowledge in society’ yang menurut Hayek (1945) merupakan bentuk kemudahan
pengambilan keputusan yang dapat dicapai karena penggunaan informasi yang
efisien. Dalam konteks keuangan publik, pemerintah daerah mempunyai informasi
yang lebih baik daripada pemerintah pusat tentang kondisi daerah masing-masing
sehingga pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan keputusan tentang
penyediaan barang dan jasa publik daripada jika diserahkan ke pemerintah pusat.
Desentralisasi juga memungkinkan adanya local experiment dengan melihat dan
mempelajari pengalaman dari daerah lain sehingga bisa meniru keberhasilan dari
daerah tersebut serta belajar dari pengalaman kegagalannya. Bentuk eksperimen
seperti ini akan mengurangi biaya kegagalan dari sebuah sistem pemerintahan yang
sentralistik. Hal ini dikenal dengan ”laboratory of federalism”
Teori federalisme fiskal merupakan teori yang menjelaskan tentang
bagaimana hubungan desentralisasi dengan perekonomian, pelayanan publik, dan
kesejahteraan masyarakat. Dalam berbagai kajian tentang federalisme fiskal
(fiscal federalism), terdapat dua perspektif teori yang menjelaskan dampak
ekonomi dari desentralisasi, yaitu traditional theories (first generation theories)
dan new perspective theories (second generation theories). Traditional theories
menyatakan terdapat dua keuntungan dari desentralisasi, yaitu:
1) Dikemukakan oleh Hayek (1945) dalam Khusaini (2006), tentang penggunaan
“knowledge in society”, di mana menurut Hayek pengambilan keputusan yang
terdesentralisasi akan dipermudah dengan penggunaan informasi yang efisien
karena pemerintah daerah lebih dekat dengan masyarakatnya.
2) Diungkapkan oleh Tiebout (1956) dalam Khusaini (2006), terdapat dimensi
persaingan dalam pemerintah daerah dan ia berpandangan bahwa kompetisi
antar pemerintah daerah tentang alokasi pengeluaran publik memungkinkan
masyarakat memilih berbagai barang dan jasa publik yang sesuai dengan
selera dan keinginan mereka. Hal ini tidak akan terjadi dalam pemerintahan
sentralistik jika pemerintah pusat menyediakan barang dan jasa publik
secara seragam.
2.2 Ketimpangan Antar Wilayah
Perbedaan kemajuan antar wilayah yang berarti tidak samanya kemampuan
untuk bertumbuh yang analog dengan kesenjangan sehingga yang timbul adalah
ketidakmerataan sehingga muncul pendapat dan studi-studi empiris yang
menempatkan pemerataan dan pertumbuhan pada posisi yang dikotomis dalam hal
ini (Kuznet, 1955) mengemukakan suatu hipotesis yang di kenal dengan sebutan U
Hypothesis, hipotesa ini dihasilkan lewat kajian empiris terhadap pola pertumbuhan
ekonomi terhadap trade off antara pertumbuhan dan pemerataan.
Seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi maka setelah mencapai
tahap tertentu trade offtersebut akan menghilang diganti dengan hubungan kolerasi
positif antara pertumbuhan dan pemerataan yang disebabkan karena pertumbuhan
pada tahap awal pembangunan cenderung dipusatkan pada sektor modern
perekonomian yang pada saat itu kecil dalam penyerapan tenaga kerja. Ketimpangan
membesar karena kesenjangan antar sektor modern dan tradisional meningkat.
Peningkatan tersebut terjadi karena perkembangan di sektor modern lebih cepat
dibandingkan sektor tradisional. Berdasarkan tingkat kemajuannya wilayah-wilayah
dalam suatu negara dapat di kelompokkan sebagai berikut (Hanafiah, 1998) yaitu:
1) Wilayah terlalu maju terutama kota-kota besar dimana terdapat batas
pertumbuhan atau polarisasi, umpamanya dalam menghadapi masalah
diseconomies of scale yang menyebabkan masalah manajemen, kenaikan biaya
produksi, kenaikan biaya fasilitas pelayanan umum, kenaikan gaji dan upah,
kenaikan harga bahan baku energi, peningkatan ongkos sosial.
2) Wilayah netral di cirikan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan dan
kesempatan kerja yang tinggi, tidak ada kesesakan dan tekanan ongkos sosial
dan merupakan kota satelit bagi wilayah yang terlalu padat. 3. Wilayah sedang
merupakan wilayah dengan ciri-ciri campuran pola distribusi pendapatan dan
kesempatan kerja yang relatif baik yang merupakan gambaran kombinasi antara
daerah maju dan kurang maju dimana terdapat juga pengangguran dan kelompok
masyarakat miskin.
3) Wilayah kurang berkembang atau kurang maju yan merupakan wilayah dengan
tingkat pertumbuhan jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada
tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pembangunan nasional
seperti daerah-daerah konsentrasi industri yang sudah mundur.
4) Wilayah tidak berkembang merupakan wilayah tidak maju atau wilayah miskin
dimana industri modern tidak pernah dapat berkembang dalam berbagai skala
umumnya di tandai dengan daerah pertanian dengan usaha tani subsistem dan
kecil, berpenduduk jarang dan tersebar dan tidak terdapat kota atau konsentrasi
pemukiman yang relatif besar.
2.3 Tipologi Klassen di Provinsi Bali
Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen) digunakan untuk
mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-
masing daerah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua
indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita
daerah. Melalui analisis ini diperoleh empat karateristik pola dan struktur
pertumbuhan ekonomi yang berbeda, yaitu: daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh
(high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low
growth), daerah berkembang cepat (high growth but income), dan daerah relatif
tertinggal (low growth and low income) (Kuncoro dan Aswandi, 2002).
Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah kabupaten/kota dalam
penelitian kali ini adalah sebagai berikut: (1) daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh,
daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang
lebih tinggi dibanding rata-rata Provinsi Bali; (2) daerah maju tapi tertekan, daerah
yang memiliki pendapatan per kapita lebih tinggi, tetapi tingkat pertumbuhan
ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali; (3) daerah berkembang
cepat, daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi, tetapi tingkat pendapatan
per kapita lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali; (4) daerah relatif
tertinggaladalah daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapat
per kapita yang lebih rendah dibanding rata-rata Provinsi Bali. Dikatakan “tinggi”
apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibandingkan rata-rata seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Bali dan digolongkan “rendah” apabila indikator di suatu
kabupaten/kota lebih rendah dibandingkan rata-rata seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Bali.
Penelitian Ida Ayu Indah Utamai Dewi, dkk (2011) menunjukkan bahwa
sesuai tipologi klassen, dari empat jenis tipologi pola dan struktur ekonomi,
Kabupaten/Kota di Provinsi Bali terbagi dalam empat pola dan struktur, yaitu:
1)Daerah yang maju dan tumbuh cepat yaitu Kabupaten Badung, 2)Daerah
berkembang cepat tetapi tidak maju, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar
dan Kabupaten Buleleng, 3)Daerah maju tapi tertekan, yaitu Kabupaten Klungkung;
dan, 4) Daerah tertinggal yaitu Kabupaten Tabanan, Jembrana, Bangli dan
Karangasem.
2.4 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan
ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product(GDP) atau
Gross National Product(GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur
ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999), jika dikaitkan dengan daerah dapat
dianalogkan dengan produk domestik regional bruto/PDRB.
Pertumbuhan ekonomi daerah merupakan kemampuan suatu daerah dalam
menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang
banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana
berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Ini
berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi daerah berarti semakin meningkat
kemampuan daerah menyediakan/memenuhi kebutuhan penyediaan barang dan jasa
yang dapat dipenuhi melalui alokasi belanja modal.
Teori Pertumbuhan Neo Klasik dikembangkan oleh Robert Solow dan
Trevor Swan sejak tahun 1950-an (Arsyad, 1999). Teori yang sejalan dengan
pandangan ekonomi klasik menakankan bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung
kepada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal) dan
tingkat kemajuan teknologi. Perekonomian akan tetap mengalami tingkat pengerjaan
penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya
digunakan sepanjang waktu. Ini berarti bahwa sampai di mana perekonomian akan
berkembang tergantung pada pertambahan penduduk, akumulasi modal dan
kemajuan teknologi. Sementara, Evsey Domar dan R.F. Harrod (Arsyad, 1999), dua
ekonom sesudah Keynes, mengembangkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-
Domar yang menetapkan syarat agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang
dengan mantap, diantaranya: perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh,
perekonomian terdiri dari dua sektor, besarnya tabungan masyarakat proporsional
dengan besarnya pendapatan nasional, dan kecenderungan untuk menabung besarnya
tetap seperti halnya rasio antara modal-output dan rasio pertambahan modal-output.
Selanjutnya, teori pertumbuhan ekonomi modern dikembangkan oleh Kuznet pada
tahun 1971 (Arsyad, 1999) yang mengemukakan enam ciri pertumbuhan ekonomi
modern, yaitu: 1)Tingginya tingkat produk per kapita dan laju pertumbuhan
ekonomi, 2)Tingginya peningkatan produktivitas terutama produktivitas tenaga kerja,
3)Tingginya tingkat transformasi struktur ekonomi, 4)Tingginya tingkat struktur
sosial dan idiologi, 5)Kecenderungan negara-negara yang ekonominya sudah maju
untuk keliling dunia mencari pasaran dan sumber bahan baku, 6)Pertumbuhan
ekonomi terbatas pada sepertiga populasi dunia. Keenam karakteristik pertumbuhan
ekonomi tersebut sangat berhubungan dan saling memperkuat.
2.5 Ketimpangan Wilayah
Ketimpangan merupakan suatu fenomena yang terjadi hampir di lapisan
negara di dunia, baik itu negara miskin, negara sedang berkembang, maupun negara
maju, hanya yang membedakan dari semuanya itu yaitu besaran tingkat ketimpangan
tersebut, karenanya ketimpangan itu tidak mungkin dihilangkan namun hanya dapat
ditekan hingga batas yang dapat ditoleransi.Perbedaan kemajuan antar wilayah yang
berarti tidak samanya kemampuan untuk bertumbuh yang analog dengan
kesenjangan sehingga yang timbul adalah ketidakmerataan.
2.6 Desentralisasi Fiskal dan pengaruhya pada Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Wilayah
Dalam konteks negara kesatuan desentralisasi fiskal merupakan penyerahan
kewenangan fiskal dari otoritas Negara kepada daerah otonom. Kewenangan fiskal
paling tidak meliputi kewenangan untuk mengelola pendapatan/perpajakan,
keleluasaan untuk menentukan anggaran dan mengalokasikan sumber daya yang
dimiliki daerah untuk mebiayai pelayanan publik yang menjadi tugas daerah.
Defenisi desentralisasi fiskal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Davey
(2003) bahwa: Fiscal decentralisation is the division of public expenditure and
revenue between levels of government, and the discretion given to regional and local
government to determine their budgets by levying taxes and fees and allocating
resources.
Disisi belanja, diberikannya kewenangan fiskal kepada sebuah daerah otonom
didasarkan kepada prinsip agar alokasi sumber daya lebih efisien dan efektif.
Pemerintah Daerah yang lebih dekat ke masyarakat diasumsikan lebih tahu
kebutuhan masyarakat dibandingkan dengan Pemerintah Pusat yang jauh. Sehingga
alokasi sumber dayayang dilakukan oleh Pemda akan lebih responsif dan menjawab
kebutuhan masyarakat. Sedangkan disisi pendapatan, diberikannya kewenangan
perpajakan kepada daerah dimaksudkan agar partisipasi masyarakat pada pemerintah
keuntuk mendanai pelayanan publik lebih tinggi karena masyarakat dapat merasakan
langsung manfaat dari pembayaran pajak/retribusi tersebut.
Pose et all (2007) menyatakan bahwa terdapat banyak litetatur yang
menyatakan bahwa desentralisasi fiskal memberikan perubahan yang signifikan
terhadap kesejaterahan dan keuntungan ekonomi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa
pemerintah daerah (dengan asumsi lebih dekat dengan rakyat) lebih cakap dalam
membuat kebijakan yang menentukan barang publik yang dibutuhkan di daerahnya.
Dengan demikian pemerintah daerah menghasilkan fungsi alokasi yang lebih efisien.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Ebel dan Yilmaz (2002), Slinko (2002),
dan Vasquez dan Mc Nab (2001).
World Bank (1997) menyatakan desentralisasi dapat mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung melalui tiga cara, yaitu: pertama,
desentralisasi akan meningkatkan efisiensi pengeluaran publik sehingga efek
dinamisnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, bahwa
desentralisasi dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi, yang mana akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga didapat hubungan yang negatif
antara pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Dan cara terakhir, bahwa negara
sedang berkembang (NSB) memiliki sitem kelmbagaan dan perekonomian yang
berbeda dengan negara berkembang (NB), sehingga negara sedang berkembang tidak
akan mendapat keuntungan dari desentralisasi. Hal ini terjadi karena susunan
kelembagaan di negara-negara sedang berkembang tidak perlu memberikan sub
insentif kepada pemerintah untuk menggunakan keuntungan informasi dalam
merespon tindakan yang dilakukan.
Sementara itu, dalam konteks desentralisasi, masalah redistribusi memiliki
dua dimensi, yaitu kesetaraan horizontal(antar wilayah) dan kesetaraan di dalam
wilayah. Kesetaraan horizontal mengacu pada kondisi dimana pemerintah daerah
memiliki kapasitas yang sama dalam penyediaan barang publik (Ebel dan Yilmaz,
2002).
Ada dua faktor utama yang mempengaruhi ketimpangan horisontal, yaitu tax
base yang sangat berbeda antara wilayah dan karakteristik wilayah, dimana kedua
faktor tersebut sangat mempengaruhi penetuan biaya dan penyediaan barang publik.
Hubungan ynag positif antara ketimpangan wilayah dan desentralisasi fiskal
merupakan pendapat yang mendominasi diantara peneliti. Tibout dalam Slinko
(2002) menjelaskan hubungan yang positif antara desentralisasi fiskal dan
ketimpangan wilayah melalui sifat mobilitas wajib pajak, dimana masyarakat (wajib
pajak) memiliki kemampuan “voting by feet” (dapat secara bebas) dalam memilih
wilayah mana yang akan ditempati melalui dua pertimbangan yaitu selera dan
besarnya pengenaan pajak di daerah tersebut. Sehingga wilayah yang lebih maju
(wealth regions) dengan fasilitas dan pelayanan public yang lebih baik akan lebih
menarik untuk dijadikan tempat tinggal dibandingkan dengan wilayah yang kurang
maju (poor regions).
Ha.1a: DFberpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.1b: DFberpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha.1c: DFberpengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.2a: DFberpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.2b: DFberpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha.2c: DFberpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
2.7 BD dan pengaruhnya pada PED dan KAW
Penerapan otonomi daerah mengakibatkan pendelegasian kewenangan dari
pusat ke daerah. Pemerintah daerah yang awalnya adalah manifestasi dari pemerintah
pusat dan bertindak atas perintah dari pusat, dengan diberlakukannya otonomi daerah
berubah menjadi sebuah pemerintahan yang memiliki kewenangan dan tanggung
jawab otonom untuk mengatur wilayahnya (berdasarkan kebutuhan wilayah), dalam
koridor hukum yang telah ditentukan. Hal ini tercatum dalam European Charter of
Local Self Government dalam Bailey (1999):
Local self government denotes the right and the ability of local
authorities, within the limits of the law, to regulate and manage a
substantial share of public affairs under their own responsibility and in
the interest of the local population…local authorities shall be entitled
within national economic policy to adequate financial recourses of their
own, of which they may dispose freely within the framework of their
powers.
Sistem otonomi daerah tiap wilayah kabupaten/kota dapat menyediakan
berbagai pelayanan publik yang beragam, sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Sehingga hal ini tentu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus
menurunkan ketimpangan wilayah.
Pengeluaran pemerintah harus dilakukan guna membiayai berbagai aktifitas
atau fungsi yang menjadi tanggung jawabnya (M.R. Khairul Muluk, 2005). Menurut
Guritno Mangkoesoebroto (2001) ada 3 fungsi pemerintahan, yaitu:
1) Fungsi alokasi, yaitu fungsi pemerintah untuk mengusahakan agar alokasi
sumber-sumber ekonomi (barang publik, barang swasta, barang campuran)
dilaksanakan secara efisien;
2) Fungsi distribusi, yaitu fungsi pemerintah untuk mewujudkan distribusi
pendapatan atau kekayaan yang merata;
3) Fungsi stabilitas, yaitu fungsi pemerintah untuk menjaga kestabilan kondisi
perekonomian, karena perekonomian yang diserahkan kepada pasar akan rentan
terhadap goncangan (inflasi dan deflasi).
Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang
dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk
keperluan administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan
(Sukirno, 2002). Selanjutnya, Todaro (2000) mengatakan bahwa untuk
mengurangi kesenjangan pendapatan, baik antar wilayah dan juga antar
kelompok masyarakat merupakan upaya pemerintah pada berbagai tingkatan
secara langsung berupa pembayaran transfer dan secara tidak langsung melalui
penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan lain
sebagainya. Samuelson & Nordhaus (2001) menegaskan bahwa pengeluaran
pemerintah merupakan komponen relatif paling kecil dibanding pengeluaran
yang lain, namun efek yang ditimbulkan cukup besar, baik sebagai fungsi
alokasi, distribusi, maupun stabilisasi. Pengeluaran pemerintah bersifat otonom,
karena penetuan anggaran pemerintah lebih pada : a. Pajak yang diharapkan akan
diterima; b. Pertimbangan politik; dan c. Permasalahan yang dihadapi Investasi
Melalui pengembangan rerangka pemikiran di atas maka dapat dikembangkan
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha.3a: BD berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.3b: BD berpengaruh positif pada PEDkabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha.3c: BD berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Ha.4a: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.4b: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepatdi
Provinsi Bali.
Ha.4c: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Ha.5a: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.5b: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Ha.5c: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kotatertinggal di
Provinsi Bali.
Ha.6a: BD memoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha.6b: BD memoderasi pengaruh DF padaKAW wilayah kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.6c: BD memoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota relatif
tertinggal di Provinsi Bali.
2.8 IS dan pengaruhnya pada PED dan KAW
Investasi swasta diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-
penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga investasi disebut
juga dengan penanaman modal (Sukirno, 2010).
Keberhasilan pembangunan di suatu daerah disamping ditentukan oleh
besarnya pengeluaran pemerintah tersebut juga dipengaruhi oleh besarnya investasi.
Investasi merupakan salah satu pilar pertumbuhan ekonomi (Sajafii, 2009).
Investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan
pembangunan di masa depankarena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat
membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
Dengan karakteristik investasi swasta seperti itu, lebih lanjut, investasi tentu
merupakan tambahan sumber daya daerah disamping PAD yang dapat diduga
mampu meningkatkan kemampuan desentralisasi fiskal meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di satu sisi, dan sekaligus di sisi lain, menurunkan ketimpangan wilayah.
Melalui rerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas maka dapat
dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha. 7a: IS berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 7b: IS berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha. 7c: IS berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Ha. 8a: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 8b: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepatdi
Provinsi Bali.
Ha. 8c: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Ha. 9a: ISmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 9b: ISmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota berkembang
cepatdi Provinsi Bali.
Ha. 9c: ISmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Ha.10a: ISmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha.10b: ISmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota berkembang
cepatdi Provinsi Bali.
Ha.10c: ISmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
2.9 DAU dan pengaruhnya pada PED dan KAW
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dari pengertian yang
diambil dari Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal
antar daerah dan di sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang
mempunyai kapasitas fiskal yang rendah.
Undang-undang nomor 33 tahun 2004 porsi DAU menetapkan
sekurangkurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam
Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara itu, proporsi pembagian
DAU untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU bersifat “Block Grant”
yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan
kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
ontonomi daerah. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi DAU terhadap
peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan daerah yang
lain, termasuk PAD (Adi, 2006, dalam Harianto dan Adi, 2007). Diharapkan,
jumlah DAU yang besar ini simultan dengan PAD dapat meningkatkan alokasi pada
belanja modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Harianto dan Adi (2007), Darwanto dan
Yustikasari (2007), dan Solikin (2007) dan Putro (2011) menunjukkan bahwa DAU
sangat berpengaruh terhadap Belanja Modal. Variabel DAU berpengaruh terhadap
Anggaran Belanja Modal hal ini disebabkan karena adanya transfer DAU dari
Pemerintah pusat maka Pemerintah daerah bisa mengalokasikan pendapatannya
untuk membiayai Belanja Modal (Putro, 2011). Namun Moisio (2002 dalam
Abdullah dan Halim, 2006) menyatakan bahwa orang akan lebih berhemat
dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil effort-nya sendiri
dibanding pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti grant atau transfer).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikembangan hipotesis sebagai berikut:
Ha. 11a: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 11b: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang
cepatdi Provinsi Bali.
Ha. 11c: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota relatif tertinggal
di Provinsi Bali.
Ha. 12a: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha. 12b: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepatdi Provinsi Bali.
Ha. 12c: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Ha.13a: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha.13b: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Ha.13c: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
Ha.14a: DAU memoderasi pengaruh DFpada KAW kabupaten/kota di
Provinsi Bali.
Ha.14b: DAU memoderasi pengaruh DFpada KAW kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Ha.14c: DAU memoderasi pengaruh DFpada KAW kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
2.10 SiLPA dan pengaruhnya pada PED dan KAW
SiLPA menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih
realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode
anggaran.SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan
digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih
kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas
beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja
pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun
anggaran belum diselesaikan.
Dalam acara penyerahan DIPA 2012 di Istana Negara, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur di
Indonesia yang belum memuaskan dan menghendaki agar sisa anggaran tidak
digunakan untuk keperluan yang tidak jelas namun dapat digunakan untuk
pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan uraian rerangka pemikiran teoritis dan logis maka dapat
dikembangkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha. 15a: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 15b: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat cepatdi Provinsi Bali.
Ha. 15c: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Ha. 16a: SiLPA bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha. 16b: SiLPA bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat cepatdi Provinsi Bali.
Ha. 16c: SiLPA bepengaruh negatif pada ketimpangan wilayah kabupaten/kota
tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.17a: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Ha.17b: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.17c: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
DESENTRALIS
ASI FISKAL
(X1)
BS (X2)
IS (X3)
DAU (X4)
SiLPA (X5)
VARIABEL
MODERASI
VARIABEL
MODERASI
PED (Y1)
- Kab/kota
- Kab/kota berkembang Cepat
- Kab/kota Tertinggal
KAW (Y2)
- Kab/kota
- Kab/kota Berkembang Cepat
- Kab/kota Tertinggal
VARIABEL
INDEPENDEN
VARIABEL
DEPENDEN
Ha.18a: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota di
Provinsi Bali.
Ha.18b: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Ha.18c: SiLPAmemoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
Disain Penelitian
Berdasarkan dugaan penelitian sementara atau hipotesis penelitian yang
dikembangkan dari rerangka pemikiran di atas maka dapat dikembangkan model
penelitian ini seperti tersaji pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Disain Penelitian
BAB. III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal, belanja daerah, investasi
swasta, DAU, dan SiLPA pada pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan
antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali.
2) Untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal, belanja daerah, investasi
swasta, DAU, dan SiLPA pada pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan
antar wilayah kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi cepat di
Provinsi Bali.
3) Untuk mengetahui pengaruhdesentralisasi fiskal, belanja daerah, investasi
swasta, DAU, dan SiLPA pada pertumbuhan ekonomi daerah dan ketimpangan
antar wilayah kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan ekonomi kurang cepat di
Provinsi Bali.
4) Untuk mengetahui kemampuanbelanja daerah, investasi swasta, DAU, dan
SiLPA memoderasi pengaruhdesentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi
daerah dan ketimpangan antar wilayah kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan
ekonomi cepat di Provinsi Bali.
5) Untuk mengetahui kemampuanbelanja daerah, investasi swasta, DAU, dan
SiLPA memoderasi pengaruhdesentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi
daerah dan ketimpangan antar wilayah kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan
ekonomi kurang cepat di Provinsi Bali.
3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Bagi peneliti, penelitian ini merupakan kesempatan yang berharga untuk
meningkatkan kemampuan riset dan dapat menambah pengalaman riset
khususnya di bidang akuntansi sektor publik.
2) Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai
tambah pada perkembangan riset (khususnnya teori desentralisasi fiskal) dan
keilmuan (building block of reserach and science).
3) Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi kepada pembuatan
kebijakan terkait dengan tatakelola keuangan daerah pada umumnya dan
khususnya kebijakan terkait dengan desentralisasi fiskal, DAU, SiLPA, belanja
daerah, investasi swasta, pertumbuhan ekonomi daerah, dan ketimpangan atar
wilayah kabupaten/kota.
4) Bagi lembaga Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unud, diharapkan penelitian ini
dapat menambah warna akademis khususnya bidang riset akuntansi sektor
publik sehingga kedepan lembaga ini lebih diperhitungkan sebagai pusat
penelitian ilmiah khususnya di bidang sektor publik.
BAB. IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian dan Objek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Sekretariat Daerah Provinsi Bali, BPS Provinsi
dan BPS Kabupaten/Kota di seluruh Provinsi Bali. Sedangkan, objek penelitian ini
adalah PED dan KAW kabupaten/kota, kabupaten/kota berkembang cepat, dan
kabupaten/kota tertinggal.
4.2 Data dan Metode Pengumpulannya
Data penelitian berjenis data kuantitatif dan kualitatif yang bersumber dari
data sekunder berupa data realisasi pendapatan dan belanja daerah sembilan (9)
kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2003 – 2014 untuk data SiLPA dan tahun
2004-2014 untuk data selain SiLPA, yang dikumpulkan dengan metode observasi
non perilaku/studi dokumentasi.
4.3 Variabel Penelitian
Variabel diartikan sebagai objek pengamatan peneltian atau faktor-faktor
yang berperan dalam peristiwa dan fenomena-fenomena yang akan diteliti. Variabel-
variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Variabel dependen adalah PED dan KAW.
2) Variabel bebasnya adalah DF.
3) Variabel moderasi adalah BD, IS, DAU, dan SiLPA.
4.4 Definisi Operasional
1) PED
Pertumbuhan ekonomi sering di ukur dengan mengunakan pertumbuhan
produk domestik bruto (PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tidak
selalu tepat dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya.
Indikator lain, yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi ini (Kuncoro,2004; Gaspersz dan Feonay, 2003). Indikator ini
lebih komprehensif dalam mengukur pertumbuhan ekonomi dikarenakan lebih
menekankan pada kemampuan negara/daerah untuk meningkatkan PDB/PDRB agar
dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Indikator ini secara simultan
menunjukkan apakah pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan
kesejahteraan seiring dengan semakin cepatnya laju pertambahan penduduk
Data PED dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yang tersaji pada
publikasi PDRB kabupaten/kota di Provinsi Bali yang diterbitkan oleh Bappeda Bali.
PED diukur dengan formula sebagai berikut:
PDRB per kapitat - PDRB per kapita t-1
PED = X 100%
PDRB per kapita t-1
2) KAW
Dalam mengukur ketimpangan wilayah digunakan proksi sesuai dengan yang
dipakai dalam penelitian yang dilakukan oleh Jaime Bonet (2006) yang mendasarkan
ukuran kesenjangan wilayah pada konsep PDRB per kapita relative, dengan formula
sebagai berikut:
PDRB_KKit
KAW it = - 1
PDRB_ Balit
Dimana:
KAWit = ketimpangan wilayah kabupaten/kota i, pada tahun t
PDRB_KKit = PDRB per kapita kabupaten/kota i, pada tahun t
PDRB_ Balit = PDRB per kapita Propinsi Bali, pada tahun t
3) DF
Sesuai dengan Jin dan Zou (2002) dan Slinko (2002), pengukuran derajat
desentralisasi fiscal dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan
penerimaan, yaitu mengukur derajat desentralisasi fiskal dari share penerimaan
daerah terhadap total penerimaan daerah.
Sesuai Undang-undang nomor 33 tahun 2004 PAD terdiri dari Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan
Lainlain PAD yang sah. Pajak daerah dan retribusi daerah bersifat limitatif (closed-
list) artinya bahwa Pemerintah daerah tidak dapat memungut jenis pajak dan retribusi
selain yang telah di tetapkan dalam undang-undang. Nilai PAD dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yang tersaji pada Laporan Realisasi Anggaran
kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun h.
4) Belanja Daerah
Belanja daerah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan
pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan
administrasi pemerintahan dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sukirno, 2002).
Data belanja daerah diperoeh dari realisasi APBD kabupaten/kota di Provinsi Bali
pada tahun h.
5) Investasi Swasta
Investasi swasta diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanam-
penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan
perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian, sehingga investasi disebut
juga dengan penanaman modal (Sukirno, 2010). Data nilai investasi swasta adalah
data tahun h.
6) Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dari pengertian yang
diambil dari Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal
antar daerah dan di sisi lain juga memberikan sumber pembiayaan daerah. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa DAU lebih diprioritaskan untuk daerah yang
mempunyai kapasitas fiskal yang rendah.
Porsi DAU ditetapkan sekurangkurangnya 26% (dua puluh enam persen)
dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Sementara
itu, proporsi pembagian DAU untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan
sesuai dengan imbangan kewenangan antara provinsi dan kabupaten/kota. DAU
bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah
sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka ontonomi daerah. Nilai DAU dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder yang tersaji pada Laporan Realisasi Anggaran
kabupaten/kota pada tahun h.
7) SiLPA
SiLPA merupakan selisih dari surplus/defisit dengan pembiayaan neto.
SiLPA dapat digunakan sebagai indikator efisiensi pengeluaran pemerintah karena
SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi surplus pada APBD sekaligus terjadi
pembiayaan netto positif, atau pembiayaan netto lebih besar dari defisit APBD
(DJPK, 2013).
Data SiLPA dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder yang tersaji
pada Laporan Realisasi Anggaran kabupaten/kota pada tahun h-1.
4.5 Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Untuk mengetahui hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas
dari adanya gejala normalitas, multikolinearitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas maka dilakukan suatu pengujian yang disebut sebagai uji asumsi
klasik.
1) Uji Normalitas
Utama (2009:89) menyatakan bahwa uji normalitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal ataukah
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi residual yang normal atau
mendekati normal. Jika tidak normal, maka prediksi yang dilakukan dengan data
tersebut akan tidak baik, atau dapat memberikan hasil prediksi yang menyimpang.
Untuk menguji apakah data berdistribusi normal atau tidak, dapat dilakukan dengan
Uji Kolmogorov-Smirnov, apabila sig (2-tailed) lebih besar dari α = 0,05 maka data
berdistribusi normal, sedangkan apabila sig (2-tailed) lebih kecil dari α = 0,05 maka
data tidak berdistribusi normal.
2) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk melacak adanya korelasi auto atau
pengaruh data dari pengamatan sebelumnya dalam model regresi. Autokorelasi
muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya (Utama, 2009:92). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin-
Watson, dengan kriteria sebagai berikut:
du < d < 4-du berarti tidak ada auto korelasi
dl > d > 4-dl berarti ada auto korelasi
dl ≤ d ≤ du atau 4-du ≤ d ≤ 4-dl berarti tidak ada keputusan
Salah satu metode untuk mengobati autokorelasi adalah dengan merubah data
mentah variabel-variabel yang digunakan menjadi bentuk logaritma natural (Ghozali,
2011:125).
3) Uji Multikolinearitas
Utama (2009:94) menyatakan bahwa uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas,
karena model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
bebas. Untuk mendeteksi hal ini dapat dilihat dengan menganalisis matrik korelasi
variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang
cukup tinggi (umumnya di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya
multikolinearitas. Cara lainnya adalah dengan melihat nilai VIF dan tolerance. Agar
bebas multikolinearitas, nilai VIF harus lebih kecil dari 10 dan nilai tolerance harus
dibawah 0,1 (Ghozali, 2011:105). Jika data mengandung gejala multikolinearitas,
transformasi variabel dapat dilakukan dalam bentuk logaritma natural (Ghozali,
2011:110).
4) Uji Heteroskedastisitas
Utama (2009:94) menyatakan bahwa uji heteroskedastisitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak
mengandung gejala heteroskedastisitas atau mempunyai varians yang homogen. Uji
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meregresi nilai
absolute residual dari model yang diestimasi terhadap variabel bebas, jika tidak ada
satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap absolute residual atau
nilai signifikansinya lebih besar dari α = 0,05, maka tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas. Untuk mengatasi gejala heteroskedastisitas, transformasi data
dalam bentuk logaritma sering mampu mengurangi heteroskedastisitas (Ghozali,
2011:145).
Uji Kesesuaian Model (Uji F) dan Analisis Koefisien Determinasi
Uji kesesuaian model bertujuan untuk mengetahui apakah dalam penelitian
ini model yang digunakan layak untuk digunakan atau tidak. Langkah-langkah dalam
uji kesesuaian model (Uji F) adalah :
1) Menentukan taraf nyata sebesar 5%.
2) Menentukan besarnya p-value yang diperoleh dari hasil pengujian dengan
program SPSS.
Kriteria pengujian :
1) Bila nilai p-value dari F ≥ α sebesar 5% , menunjukan model penelitian ini tidak
layak untuk digunakan.
2) Bila nilai p-value dari F ≤ α sebesar 5% , menunjukkan model penelitian ini
layak untuk digunakan.
Analisis koefisien determinasi (Ajd. R2) digunakan untuk mengukur seberapa
besar variabel bebas mampu menjelaskan perubahan variabel terikatnya. Nilai
koefisien determinasi yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen
dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas tetapi apabila nilai
koefisien determinasi tinggi berarti variabel independen mampu sepenuhnya
menjelaskan variasi dari variabel dependen.
Moderated Regression Analysis (MRA)
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menguji apakah suatu variabel
merupakan variabel moderating yakni dengan melakukan uji interaksi. Uji interaksi
antarvariabel disebut dengan Moderated Regression Analysis (MRA) (Utama, 2009).
MRA merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda dimana dalam persamaan
regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel
independen) (Liana, 2009). Persamaan Moderated Regression Analysis (MRA)
sebagai berikut :
Yi= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X1X2+b7X1X3+b8X1X4
+b9X1X5+ e .................................................................................. (1)
Dimana :
Yi = (1) PED (kab/kota, kab/kota berkembang cepat, kab/kota
tertinggal).
(2) Ketimpangan Wilayah/KW (kab/kota, kab/kota
berkembang cepat, kab/kota tertinggal).
a = Konstanta
b1 - - b9 = Koefisien regresi
X1 = DF
X2 = BD
X3 = IS
X4 = DAU
X5 = SiLPA
X1.X2 = InteraksiDF dan BD
X1.X3 = InteraksiDF dan IS
X1.X4 = Interaksi DF dan DAU
X1.X5 = Interaksi DF dan SiLPA
e = Nilai residu
Analisis data diorietasikan untuk mengetahui pengaruh parsial maupun
moderasi baik secara keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi Bali maupun
berdasarkan kelompok kabupaten/kota hasil pengelompokkan berdasarkan analisis
Klassen Typology(Tipologi Klassen) yang telah dilakukan dalam penelitian Indah
Utami Dewi, dkk (2011). Hasil pengelompokkan yang telah dilakukan adalah
sebagai berikut:
1) Daerah yang maju dan tumbuh cepat, terdiri dari Kabupaten Badung;
2) Daerah berkembang cepat tetapi tidak maju, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten
Gianyar dan Kabupaten Buleleng;
3) Daerah maju tapi tertekan, yaitu Kabupaten Klungkung; dan
4) Daerah tertinggal yaitu Kabupaten Tabanan, Jembrana, Bangli dan
Karangasem.
Pada penelitian ini kabupaten/kota dikelompokkan menjadi dua (2), yaitu:
kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan cepat, meliputi: Badung, Denpasar,
Gianyar, dan Buleleng, dan kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan kurang cepat
meliputi: Klungkung, Tabanan, Bangli, dan Karangasem. Laju pertumbuhan
ekonomi dijadikan dasar pengelompokkan karena lebih dinamis dibandingkan per
kapita yang hanya merupakan kondisi sesaat.
Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel independen dan variabel moderasi secara individual dalam menerangkan
variasi variabel dependen. Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
(1) H0 diterima dan Hi ditolak jika p-value lebih besar dari α = 0,05 (p-value>0,05).
Hal ini berarti bahwa variabel bebas secara parsial tidak berpengaruh positif
terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel moderasi tidak mampu
memoderasi hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat.
(2) H0 ditolak dan Hi diterima jika p-value lebih kecil sama dengan α = 0,05 (p-
value>0,05). Hal ini berarti bahwa variabel bebas secara parsial berpengaruh
positif terhadap variabel terikat. Sedangkan variabel moderasi mampu
memoderasi hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat.
BAB. V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Provinsi Bali
Provinsi Bali adalah salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia yang
beribukota di Denpasar. Penduduk di Provinsi Bali sebagian besar memeluk agama
Hindu. Provinsi Bali adalah daerah pariwisata dan merupakan salah satu destinasi
pariwisata dunia. Bali yang juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata ini sering
menjadi tujuan kunjungan turis mancanegara maupun turis lokal Indonesia karena
Bali memiliki keindahan dan kekayaan budaya yang kental dan melekat pada
penduduknya.
Selain Pulau Bali, wilayah Provinsi provinsi bali terdiri dari pulau-pulau kecil
disekitarya, meliputi Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa
Penida, Pulau Serangan. Secara geografis, batas wilayah Pulau Bali di sebelah utara
adalah laut Bali, sebelah selatan adalah Samudra Indonesia, sebelah barat adalah
Provinsi Jawa Timur/Selat Bali, dan sebelah timur adalah Provinsi Nusa Tenggara
Barat/Selat Lombok. Provinsi Bali juga memiliki 4 (empat) buah danau yang
berlokasi di daerah pegunungan, yaitu Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Batur,
dan Danau Tamblingan.
Luas Wilayah Provinsi Bali mencapai 5 636.66 km2. Secara administrasi
wilayah Provinsi Bali dibagi menjadi delapan kabupaten dan satu kota meliputi
Kabupaten Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung,
Karangasem, dan Pemerintah Kota Denpasar. Pusat pemerintahan ibu kota Provinsi
Bali adalah terletak di daerah Renon yang termasuk wilayah Kota Denpasar.
Mengenai ibu kota perkabupaten beserta luas wilayah dari masing-masing daerah
yang terdapat di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 5.1 dibawah ini.
Salah satu provinsi di Indonesia yang menerapkan kebijakan Otonomi Daerah
adalah Provinsi Bali. Provinsi Bali diberlakukan Otonomi Daerah mulai 1 Januari
2001. Otonomi Daerah memberi kewenangan kepada Pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan di daerah dengan arah dan
tujuan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, pengingkatan pelayanan
publik, peningkatan daya saing, peningkatan peran serta masyarakat.
Tabel 5.1 Kota dan Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
Sumber: Bali Dalam Angka 2014
5.2 Data dan Amatan
Penelitian ini menguji pengaruh variabel independen pada PED dan KAW
untuk tiga lingkup wilayah, yaitu:
1) Keseluruhan sembilan (9) kabupaten/kota di Provinsi Bali.
2) Kabupaten/Kota yang tumbuh cepat, meliputi empat (4) kabupaten/kota, yaitu:
Badung, Denpasar, Gianyar, dan Buleleng;
3) Kabupaten yang tumbuh kurang cepat, meliputi lima (5) kabupaten/, yaitu:
Tabanan, Klungkung Bangli, Karangasem, dan Jembrana.
Penelitian ini mencakup sembilan (9) tahun data sehingga jumlah amatan
awal dan amatan yang memenuhi syarat untuk diproses lebih lanjut adalah sebagai
berikut:
No. Lingkup Uji Periode
Amatan
Jml
Amatan
Awal
Tidak
Lolos
Uji
Lolos
Uji
1. Kab./Kota Seluruh Prov. Bali 9 81 18 63
2. Kab./Kota Tumbuh Cepat 4 36 2 34
3. Kabupaten Tumbuh Cepat 5 45 2 43
No. Kabupaten/Kota Ibu Kota Luas Wilayah (km2)
1. Kab. Jembrana Negara 841.80
2. Kab. Tabanan Tabanan 839.33
3. Kab. Badung Mengwi 418.52
4. Kab. Gianyar Gianyar 368.00
5. Kab. Klungkung Semarapura 315.00
6. Kab. Bangli Bangli 520.81
7. Kab. Karangasem Amlapura 839.54
8. Kab. Buleleng Singaraja 1 365.88
9. Kota Denpasar Denpasar 127.78
Jumlah 5 636.66
5.3 Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
1) Lingkup: Seluruh Kabupaten/Kota
Berdasarkan Tabel 5.2a dan Tabel 5.2b dapat diketahui masing-masing nilai
Asymp. Sig. (2-tailed) Kolmogorov-Smirnov (K-S) test adalah sebesar 0,667dan
0,556 yang lebih besar dari α= 0,05 sehingga dapat dikatakan data yang digunakan
untuk lingkup uji seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali terdistribusi secara normal.
Tabel 5.2b Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW
N 63
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .14675916
Most Extreme Differences
Absolute .100
Positive .078
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .793
Asymp. Sig. (2-tailed) .556
a. Test distribution is Normal. Sumber: Lampiran 1
Tabel 5.2a Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED
N 63
Normal Parametersa Mean -.0210271
Std. Deviation
9.70687560E11
Most Extreme Differences
Absolute .092
Positive .092
Negative -.076
Kolmogorov-Smirnov Z .726
Asymp. Sig. (2-tailed) .667
a. Test distribution is Normal. Sumber: Lampiran 1
Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
Berdasarkan Tabel 5.2c dan Tabel 5.2d dapat diketahui masing-masing nilai
Asymp. Sig. (2-tailed)nilai Asymp. Sig. (2-tailed) dari Kolmogorov-Smirnov (K-S)
test adalah sebesar 0,758 dan 0,943 yang lebih besar dari α = 0,05 sehingga dapat
dikatakan data yang digunakan untuk lingkup uji kabupaten/kota tumbuh cepat di
Provinsi Bali terdistribusi secara normal.
Tabel 5.2c Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED_C
N 34
Normal Parametersa Mean .0005314
Std. Deviation 6.12470054E11
Most Extreme Differences
Absolute .115
Positive .115
Negative -.058
Kolmogorov-Smirnov Z .672
Asymp. Sig. (2-tailed) .758
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Lampiran 2
Tabel 5.2d Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW_C
N 34
Normal Parametersa Mean .0000000
Std.
Deviation .06885225
Most Extreme Differences Absolute .091
Positive .071
Negative -.091
Kolmogorov-Smirnov Z .529
Asymp. Sig. (2-tailed) .943
a. Test distribution is Normal Sumber: Lampiran 2
Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
Berdasarkan Tabel 5.2e dan Tabel 5.2f dapat diketahui masing-masing nilai
Asymp. Sig. (2-tailed)nilai Asymp. Sig. (2-tailed) dari Kolmogorov-Smirnov (K-S)
testadalah sebesar 0,758 dan 0,943 yang lebih besar dari α = 0,05 sehingga dapat
dikatakan data yang digunakan untuk lingkup uji kabupaten/kota tumbuh cepat di
Provinsi Bali terdistribusi secara normal.
Tabel 5.2e Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED_L
N 43
Normal Parametersa Mean -.0000795
Std. Deviation 2.4103151
6E11
Most Extreme
Differences
Absolute .147
Positive .147
Negative -.111
Kolmogorov-Smirnov Z .963
Asymp. Sig. (2-tailed) .312
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Lampiran 3
Tabel 5.2f Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW_L
N 43
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .14352432
Most Extreme
Differences
Absolute .121
Positive .110
Negative -.121
Kolmogorov-Smirnov Z .794
Asymp. Sig. (2-tailed) .555
a. Test distribution is Normal.
Sumber: Lampiran 3
UjiAutokorelasi
1) Lingkup: Seluruh Kabupaten/Kota
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2g dan Tabel 5.2h dapat diketahui masing-
masing nilai Durbin-Watson sebesar untuk PED dan KAW Kabupaten/Kota di
Provinsi Bali. Syarat sampel dikatakan lulus uji autokorelasi adalah nilai DW lebih
besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU (DU<DW<4-DU). Untuk PED dan KAW
Kabupaten/Kota, nilai DU pada table Durbin Watson adalah sebesar 1,617 dan nilai
4-DU adalah sebesar 2,383. Nilai DW untuk PED kabupaten/kota adalah 1,824 lebih
besar dari DU dan lebih kecil dari 4-DU (1,617 < 1,824 < 2,383). Begitu pula untuk
nilai DW untuk KAW kabupaten/kota sebesar 2,243lebih besar dari DU dan lebih
kecil dari 4-DU (1,617 < 2,243 <2,383). Dapat disimpulkan bahwa data yang
digunakan untuk lingkup uji seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali terbebas dari
gejala autokorelasi.
Tabel 5.2g Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.824
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: PED
Sumber: Lampiran 1
Tabel 5.2h Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.243
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW
Sumber: Lampiran 1
2) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2i dan Tabel 5.2j dapat diketahui masing-
masing nilai Durbin-Watson untuk PED dan KAW untuk Kabupaten/Kota
Berkembang Cepat. Nilai DU untuk data kabupaten/kota berkembang cepat adalah
1,591 dan nilai 4-DU adalah sebesar 2,409. Berdasarkan table 5.21 dan 5.2j, nilai
DW untuk PED dan KAW Kabupaten/Kota Berkembang Cepat masing-masing
sebesar 2,345 dan 1,856. Kedua nilai tersebut lebih besar dari nilai DU dan lebih
kecil dari 4-DU ( 1,591 < 2,345 < 2,409 dan 1,591 < 1,856 <2,409) sehingga dapat
dikatakan data yang digunakan untuk lingkup uji seluruh kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali terbebas dari gejala autokorelasi.
Tabel 5.2i Hasil Uji Autokorelasi
3) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang cepat
Berdasarkan hasil pada Tabel 5.2k dan Tabel 5.2l dapat diketahui masing-
masing nilai Durbin-Watson untuk kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Nilai
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.345
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
c. Dependent Variable: PED_C
Sumber: Lampiran 2
Tabel 5.2j Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.856
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_C
Sumber: Lampiran 2
DU untuk data kabupaten/kota tertinggal adalah 1,584 dan nilai 4-DU adalah sebesar
2,416. Berdasarkan table 5.2k dan 5.2l, nilai DW untuk PED dan KAW
Kabupaten/Kota tertinggal masing-masing sebesar 2,032 dan 1,634. Kedua nilai
tersebut lebih besar dari nilai DU dan lebih kecil dari 4-DU ( 1,584< 2,345 < 2,416
dan 1,584< 1,856 <2,416) sehingga dapat dikatakan data yang digunakan untuk
lingkup uji seluruh kabupaten/kota tertinggaldi Provinsi Bali terbebas dari gejala
autokorelasi.
Uji Multikolinearitas
1) Lingkup: Seluruh Kabupaten/Kota
Berdasarkan Tabel 5.2m dan Tabel 5.2n, nilai VIF untuk masing-masing
variabel semua bernilai di bawah 10 dan Tolerance > 0,1 sehingga dapat disimpulkan
bahwa data keseluruhan variabel penelitian terbebas dari gejala multikolinearitas.
Tabel 5.2k Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.032
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD b. Dependent Variable: PED_L
Sumber: Lampiran 3
Tabel 5.2l Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.634
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
c. Dependent Variable: KAW_L
Sumber: Lampiran 3
Tabel 5.2m Uji Multikolinearitas
2) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
Berdasarkan Tabel 5.2o dan Tabel 5.2p, nilai tolerance- nya adalah lebih dari 0,1
dan nilai VIF di bawah 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa data seluruh variabel
untuk lingkup kabupaten/kota di Provinsi Bali terbebas dari gejala multikolinearitas.
Tabel 5.2o Uji Multikolinearitas
3) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang cepat
Berdasarkan Tabel 5.2q dan Tabel 5.2r, keseluruhan nilai VIF kurang dari 10
dan nilai tolerance lebih dari 0,1 sehingga dapat dikatakan bahwa data variabel
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .306 3.267
BD .167 5.992
IS .452 2.210
DAU .327 3.054
SILPA .384 2.603
a. Dependent Variable: PED
Sumber: Lampiran 1
Tabel 5.2n Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .306 3.267
BD .167 5.992
IS .452 2.210
DAU .327 3.054
SILPA .384 2.603
a. Dependent Variable: KAW
Sumber: Lampiran 1
Tabel 5.2p Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .180 5.551
BD .151 6.605
IS .353 2.832
DAU .222 4.512
SILPA .246 4.060
a. Dependent Variable: KAW_C
Sumber: Lampiran 2
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .180 5.551
BD .151 6.605
IS .353 2.832
DAU .222 4.512
SILPA .246 4.060
a. Dependent Variable: PED_C
Sumber: Lampiran 2
penelitian untuk lingkup kabupaten/kota tumbuh kurang cepat di Provinsi Bali
terbebas dari gejala multikolinearitas.
Tabel 5.2q
Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Pada penelitian ini, untuk menguji apakah
model regresi mengandung gejala heteroskedastisitas atau tidak, dilakukan dengan
menggunakan uji Glejser. Agar model regresi bebas dari gejala heteroskedastisitas,
maka nilai signifikan variabel bebas terhadap absolute residual harus lebih besar dari
α = 0,05.
Lingkup: Seluruh Kabupaten/Kota
Berdasarkan Tabel 5.2s dan Tabel 5.2t, nilai signifikansi masing-masing
adalah di atas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Bali terbebas dari gejala heteroskedastisitas.
Tabel 5.2r
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .449 2.228
BD .136 7.331
IS .513 1.948
DAU .157 6.377
SILPA .471 2.124
a. Dependent Variable: KAW_L
Sumber: Lampiran 3
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .449 2.228
BD .136 7.331
IS .513 1.948
DAU .157 6.377
SILPA .471 2.124
a. Dependent Variable: PED_L
Sumber: Lampiran 3
Tabel 5.2s Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -6.460E12 7.290E12 -.886 .379
DF -2.366E9 5.450E10 -.008 -.043 .965
BD 2.796E11 2.971E11 .256 .941 .350
IS -.202 .110 -.284 -1.830 .072
DAU -1.245 .788 -.291 -1.580 .119
SILPA 2.430 1.248 .314 1.947 .056
a. Dependent Variable: ABS_RESPED
Sumber: Lampiran 1
Tabel 5.2t Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .178 .026 6.851 .000
DF -1.448E-13 .000 -.392 -.919 .361
BD 2.114E-14 .000 .090 .143 .887
IS 1.412E-14 .000 .146 .776 .440
DAU -1.771E-13 .000 -.305 -.815 .418
SILPA 9.320E-15 .000 .009 .053 .958
a. Dependent Variable: ABS_RESKAW
Sumber: Lampiran 1
2) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
Berdasarkan Tabel 5.2u dan Tabel 5.2v, nilai signifikansi untuk masing-
masing variabel di atas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data PED dan KAW
Kabupaten/Kota tumbuh cepat di Provinsi Bali terbebas dari gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 5.2u Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.078E12 8.272E12 1.097 .283
DF 7.293E10 2.155E11 .142 .338 .738
BD -4.951E11 3.936E11 -.574 -1.258 .220
IS 6.780E10 4.831E10 .419 1.403 .172
DAU 5.589E10 3.296E11 .064 .170 .867
SILPA 6.203E10 6.610E10 .336 .938 .357
a. Dependent Variable: ABS_RES_PED_C
Sumber: Lampiran 2
Tabel 5.2v Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) -.502 1.059 -.475 .639
DF .010 .028 .163 .362 .721
BD .011 .050 .108 .220 .828
IS .002 .006 .118 .368 .716
DAU .010 .042 .099 .242 .810
SILPA -.004 .008 -.202 -.525 .604
a. Dependent Variable: ABS_RES_KAW_C
Sumber: Lampiran 2
3) Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang cepat
Berdasarkan Tabel 5.2w dan Tabel 5.2x, nilai signifikansi untuk masing-
masing variabel semua bernilai di atas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data
PED dan KAW Kabupaten/Kota tertinggal di Provinsi Bali terbebas dari gejala
heteroskedastisitas.
Tabel 5.2w Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.236E12 2.824E12 -.792 .435
DF -6.260E10 6.613E10 -.253 -.947 .352
BD 1.812E11 1.356E11 .648 1.336 .193
IS -1.920E10 1.422E10 -.337 -1.350 .188
DAU -7.730E10 1.725E11 -.203 -.448 .658
SILPA 7.611E9 1.961E10 .101 .388 .701
a. Dependent Variable: ABS_RES_PED_L
Sumber: Lampiran 3
Tabel 5.2x Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.668 3.414 1.074 .292
DF .009 .080 .031 .117 .908
BD .108 .164 .316 .661 .514
IS .023 .017 .325 1.316 .199
DAU -.290 .209 -.620 -1.389 .176
SILPA .022 .024 .241 .935 .358
a. Dependent Variable: ABS_RES_KAW_L
Sumber: Lampiran 3
5.3 Uji Kelayakan Model (Uji F) dan Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Uji Kesesuaian Model (uji F) dimaksudkan dalam rangka mengetahui apakah
dalam penelitian ini model yang digunakan layak untuk digunakan atau tidak sebagai
alat analisis untuk menguji pengaruh variabel independen pada variabel
dependennya.
Lingkup: Seluruh Kabupaten/Kota
1) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Berdasarkan tabel 5.3a diketahui p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak untuk digunakan sebagai
alat analisis guna menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3a Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model Sum of
Squares df Mean Square F
Sig.
1 Regression 1.193E26 5 2.386E25 29.129 .000a
Residual 5.653E25 69 8.192E23
Total 1.758E26 74
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: PED
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan tabel 5.3b diketahui nilai Adj. R2 71,7%, variasi variabel
independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan variasi variabel
dependen PED sebesar 71,7% sedangkan sisanya sebesar 28,30% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model penelitian ini.
2) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Berdasarkan tabel 5.3c diketahui p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak untuk digunakan sebagai
alat analisis guna menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3 b Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .872a .760 .717 6.6490992E11
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
Tabel 5.3c Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
ANOVAb
Model Sum of
Squares df Mean Square F
Sig.
1 Regression 1.795 5 .359 17.892 .000a
Residual 1.384 69 .020
Total 3.179 74
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW
Sumber: Lampiran 4
Berdasarkan tabel 5.3d diketahui nilai Adj. R2 53,30%, berarti variasi
variabel independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan variasi variabel
dependen KAW sebesar 53,30% sedangkan sisanya sebesar 46,70% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model penelitian ini.
Tabel 5.3 d Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summary
R R Square Adjusted R Square
.751a .565 .533
a. Predictors: (Constant), SILPA1, DAU1, IS1, DF1, BD1
Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat
1) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Berdasarkan tabel 5.3e diketahui p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak digunakan sebagai alat
analisis guna menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3e Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.656E25 9 5.173E24 25.049 .000a
Residual 4.956E24 24 2.065E23
Total 5.151E25 33
a. Predictors: (Constant), DF_SILPA, DAU, IS, DF_DAU, BD, DF_IS, DF, SILPA, DF_BD
b. Dependent Variable: PED_C
Sumber: Lampiran 5
Berdasarkan tabel 5.3f diketahui nilai Adj. R2 86,68%, berarti variasi
variabel independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan variasi variabel
dependen PED sebesar 86,68% sedangkan sisanya sebesar 13,32% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model penelitian ini.
Tabel 5.3f Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Sumber: Lampiran 5
2) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Berdasarkan tabel 5.3g diketahui p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak digunakan sebagai alat
analisis guna menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3g Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
ANOVAb
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 2.620 9 .291 72.877 .000a
Residual .096 24 .004
Total 2.716 33
a. Predictors: (Constant), DF_SILPA, DAU, IS, DF_DAU, BD, DF_IS, DF, SILPA, DF_BD
b. Dependent Variable: KAW
Sumber: Lampiran 5
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .951a .904 .868 4.5443043E11
a. Predictors: (Constant), DF_SILPA, DAU, IS, DF_DAU, BD, DF_IS, DF, SILPA, DF_BD
Berdasarkan tabel 5.3h diketahui nilai Adj. R2 95,10%%, berarti variasi
variabel independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan variasi variabel
dependen KAW sebesar 95,10% sedangkan sisanya sebesar 4,90% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model penelitian ini.
Tabel 5.3h Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .982a .965 .951 .0632070
a. Predictors: (Constant), DF_SILPA, DAU, IS, DF_DAU, BD, DF_IS,
DF, SILPA, DF_BD
Sumber: Lampiran 5
Lingkup: Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang cepat
1) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Berdasarkan tabel 5.3i diketahui p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak digunakan sebagai alat
analisis untuk menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3i Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df Mean Square F
Sig.
1 Regression 8.254E24 5 1.651E24 25.033 .000a
Residual 2.440E24 37 6.595E22
Total 1.069E25 42
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DF, DAU, BD
b. Dependent Variable: PED_L
Sumber: Lampiran 6
Berdasarkan tabel 5.3j dapat diketahui nilai Adj. R2 74,10% yang bermakna
bahwa variasi variabel independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan
variasi variabel dependen PED sebesar 53,30 sedangkan sisanya sebesar 25,90%
dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.
Tabel 5.3j Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
1 .879a .772 .741
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DF, DAU, BD
b. Dependent Variable: PED_L
Sumber: Lampiran 6
2) Uji Kelayakan Model dan Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Berdasarkan tabel 5.3k diketahui p-value sebesar 0,003 yang lebih kecil dari
nilai α = 0,05, mengindikasikan model penelitian ini layak digunakan sebagai alat
analisis guna menguji hipotesis penelitian.
Tabel 5.3i Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
Sumber: Lampiran 6
Berdasarkan tabel 5.3l diketahui nilai Adj. R2 99,50%, variasi variabel
independen dalam model penelitian ini mampu menjelaskan variasi variabel
dependen PED sebesar 53,30 sedangkan sisanya sebesar 46,70% dijelaskan oleh
variabel lain di luar model penelitian ini.
ANOVAb
Model Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5.389 5 1.078 188.529 .003a
Residual .007 2 .004
Total 5.396 7
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_L
Sumber: Lampiran 6
5.4 Statistik Deskriptif
Karakteristik data uji seperti nilai rata-rata, nilai minimal, nilai maksimal, dan
standar deviasi dapat dilihat masing-masing pada tabel 5.4a untuk lingkup uji
seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali, tabel 5.4b untuk lingkup uji kabupaten/kota
tumbuh cepat, dan tabel 5.4c untuk lingkup uji kabupaten tumbuh kurang cepat.
Sumber: Lampiran 7
Tabel 5.4b Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Kab./kota Tumbuh Cepat)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 34 6.00 71.00 26.0294 18.59372
BD 34 3.17E11 1.54E12 8.5606E11 3.42387E11
IS 34 .00 3.17E12 8.1275E11 1.05872E12
DAU 34 1.32E11 7.96E11 3.8499E11 1.59877E11
SILPA 34 .00 4.97E11 1.0430E11 1.15528E11
PED 34 2.5509E12 6.9626E12 4.254608E12 1.2493822E12
KAW 34 -.3300 .7150 .019941 .2868983
Valid N (listwise) 34
Sumber: Lampiran 7
Tabel 5.3l Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
1 .819a .809 .705
Tabel 5.4a Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Seluruh Kab./kota)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 73 3.00 61.00 13.8800 12.91025
BD 73 1.79E11 1.54E12 6.5678E11 3.08125E11
IS 73 .00 3.03E12 4.0157E11 7.54302E11
DAU 73 1.31E11 6.88E11 3.5874E11 1.26513E11
SILPA 73 .00 4.15E11 6.2972E10 6.91606E10
PED 73 8.6862E11 6.9626E12 2.643977E12 1.5358746E12
KAW 73 -.4120 .5470 -.132907 .2082670
Valid N (listwise) 73
Tabel 5.4b Statistik Deskriptif (Lingkup Uji: Kab./kota Tumbuh Cepat)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 43 3.00 17.00 7.5116 3.83823
BD 43 1.79E11 1.20E12 5.3563E11 2.37173E11
IS 43 .00 9.07E11 1.0045E11 2.10040E11
DAU 43 1.31E11 6.63E11 3.3399E11 1.15318E11
SILPA 43 .00 1.04E11 4.2277E10 2.93919E10
PED 43 8.6862E11 2.9418E12 1.600633E12 5.0460472E11
KAW 43 -.4120 .0400 -.200488 .1487322
Valid N (listwise) 43
Sumber: Lampiran 7
5.5 Moderated Regression Analysis (MRA)
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel
merupakan variabel pemoderasi adalah dengan melakukan uji interaksi. Regresi
dengan melakukan uji interaksi antar variabel disebut dengan Moderated Regression
Analysis (MRA) yang diolah dengan bantuan program SPSS.
5.5.1 Uji Hipotesis MRA (Lingkup Uji Seluruh Kabupaten/Kota Provinsi Bali)
Untuk variabel dependen PED
Berdasarkan tabel 5.5a maka dapat dilakukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
Ha.1a: DF berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 22,938 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh positif dan
signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini gagal menolak
hipotesis penelitian Ha.1 yang menyatakan bahwa DF berpengaruh positif pada PED
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Tabel 5.5a Hasil Uji Hipotesis MRA
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig. Hasil Uji
Hipotesis B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.001E11 4.069E11 .145
DF 22.938 4.460 2.930 .000 Diterima
BD 1.488 1.844 .298 .423 Ditolak
IS -.417 .394 -.204 .294 Ditolak
DAU .708 2.850 .057 .804 Ditolak
SILPA -2.419 3.983 -.108 .546 Ditolak
DF_BD -2.360E-11 .000 -3.992 .000 Diterima
DF_IS 4.337E-12 .000 1.315 .002 Diterima
DF_DAU 7.166E-12 .000 .329 .100 Ditolak
DF_SILPA 1.343E-11 .000 .441 .059 Diterima
a. Dependent Variable: PED
Sumber: Lampiran 1
Ha.3a: BD berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah1.488 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,423 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti BD berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.3a yang menyatakan bahwa BD berpengaruh positif pada
PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.5a: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -2.360E-11sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh negatif dan signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil
ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.5a yang menyatakan bahwa BD
memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.7a: IS berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -0,417 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,294 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh negatif namun
tidak signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.7a yang menyatakan bahwa IS berpengaruh positif pada PED
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.9a: IS memoderasi pengaruh DF padaPED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 4,337E-12 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,002 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh positif dan signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil
ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.9a yang menyatakan bahwa IS memoderasi
pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali
Ha.11a: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,708sedangkan nilai P-Value dari uji MRA adalah
0,804yang lebih besar dari α = 0,05, berarti DAU berpengaruh positif namun tidak
signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis
penelitian Ha.11a yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh positif pada PED
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.13a: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah7,166E-12sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,100yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan DAU
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi
Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.13a yang menyatakan bahwa DAU
memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 15a: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -2,419 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,546 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh negatif
namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.15a yang menyatakan bahwa SiLPA bepengaruh positif pada
PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.17a: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah1,343E-11 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,059 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan
SiLPA berpengaruh positif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.17a yang menyatakan bahwa
SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Untuk variabel dependen KAW
Berdasarkan tabel 5.5b maka dapat dilakukan hipotesis penelitian sebagai
berikut:
Ha.2a: DF berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -0,023 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,352 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh negatif namun
tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.2a yang menyatakan bahwa DF berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.4a: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi 0,081 adalah sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,545 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti BF berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.4a yang menyatakan bahwa BD berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Tabel 5.5b Uji Hipotesis Hasil Uji Hipotesis MRA
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig. Hasil Uji
Hipotesis B Std. Error Beta
1
(Constant)
7.560 2.399
.003
DF -.023 .024 -.174 .352 Ditolak
BD .081 .133 .179 .545 Ditolak
IS .023 .011 .269 .049 Diterima
DAU -.402 .152 -.629 .011 Diterima
SILPA .030 .017 .266 .084 Ditolak
DF_BD 1.395E-24 .000 1.629 .189 Ditolak
DF_IS -3.789E-25 .000 -.747 .001 Diterima
DF_DAU -7.135E-25 .000 -.259 .720 Ditolak
DF_SILPA -1.373E-24 .000 -.368 .576 Ditolak
a. Dependent Variable: KAW
Sumber: Lampiran 8
Ha.6a: BD memoderasi pengaruh DF padaKAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah1,395E-24 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,189 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali. Hasil ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.6a yang menyatakan bahwa BD
memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.8a: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,023 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,049 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh positif dan
signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis
penelitian Ha.8a yang menyatakan bahwa IS berpengaruh negatif pada KAW
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.10a: IS memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah-3,789E-25sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,001yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh negatif dan signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil
ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.10a yang menyatakan bahwa IS
memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 12a: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -0,402 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,011yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DAU berpengaruh negatif dan
signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini gagal menolak
hipotesis penelitian Ha.12a yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.14a: DAU memoderasi pengaruh DFpada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -1,373E-24 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,576 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan DAU
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.14a yang menyatakan bahwa DAU
memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha. 16a: SiLPA bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota di Provinsi
Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,030 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,084yang lebih besar dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.16a yang menyatakan SiLPA bepengaruh negatif pada KAW
kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ha.18a: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -1,373E-24 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,576 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan
SiLPA berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.18a yang menyatakan bahwa
SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Untuk Variabel Dependen Ped Kabupaten/Kota Berkembang Cepat
Berdasarkan tabel 5.5c di halaman berikut dapat dilakukan pengujian
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha.1b: DF berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 4.974E10 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,033yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh positif dan
signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil ini
gagal menolak hipotesis penelitian Ha.1b yang menyatakan bahwa DF berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.3b: BD berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,455sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,856 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti BD berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.3b yang menyatakan bahwa BD berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.5b: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,016 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,092yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.5b yang menyatakan
bahwa BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Tabel 5.5 c Hasil Uji Hipotesis MRA
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig. Hasil Uji
Hipotesis B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.480E12 5.460E11 .000
DF 4.974E10 2.202E10 .740 .033 Diterima
BD .455 2.485 .125 .856 Ditolak
IS .020 .329 .017 .952 Ditolak
DAU -1.507 3.674 -.193 .685 Ditolak
SILPA 16.153 4.805 1.494 .003 Diterima
DF_BD -.039 .045 -.806 .392 Ditolak
DF_IS .016 .009 .706 .092 Ditolak
DF_DAU .043 .063 .167 .503 Ditolak
DF_SILPA -.237 .082 -1.411 .008 Diterima
a. Dependent Variable: PED_C
Sumber: Lampiran 8
Ha.7b: IS berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,020 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,952 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.7b yang menyatakan bahwa IS berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.9b: IS memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,020 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,952 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.9b yang menyatakan
bahwa IS memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha.11b: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -1,507 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,685 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti DAU berpengaruh positif namun
tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.11b yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.13b: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,043 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,503 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan DAU
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.13b yang
menyatakan bahwa DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.15b: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 16,153 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,003 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh positif dan
signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil ini
gagal menolak hipotesis penelitian Ha.15b yang menyatakan bahwa SiLPA
berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.17b: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -0,237sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,008yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan SiLPA
berpengaruh negatifdan signifikan pada PED kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali. Hasil ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.17b yang menyatakan
bahwa SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Untuk Variabel Dependen KAW Kabupaten/Kota Berkembang Cepat
Berdasarkan tabel 5.5d di halaman berikut dapat dilakukan pengujian
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha.2b: DF berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,021sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh positif dan
signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil ini
menolak hipotesis penelitian Ha.2b yang menyatakan bahwa DF berpengaruh negatif
pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.4b: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 3,159E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,370 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti BD berpengaruh positif
namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi
Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.4b yang menyatakan bahwa BD
berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Tabel 5.5d Hasil Uji Hipotesis MRA
Ha.6b: BD memoderasi pengaruh DF pada KAW wilayah kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -3,551E-15sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,576yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.6b yang menyatakan
bahwa BD memoderasi pengaruh DF pada KAW wilayah kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig.
Hasil Uji
Hipotesis
B
Std.
Error Beta
1 (Constant) -.379 .076 .000
DF .021 .003 1.384 .000 Diterima
BD 3.159E-13 .000 .377 .370 Ditolak
IS -3.003E-15 .000 -.011 .948 Ditolak
DAU -3.546E-13 .000 -.198 .494 Ditolak
SILPA -7.027E-13 .000 -.283 .304 Ditolak
DF_BD -3.551E-15 .000 -.318 .576 Ditolak
DF_IS -2.844E-15 .000 -.533 .039 Diterima
DF_DAU -9.002E-15 .000 -.152 .315 Ditolak
DF_SILPA 1.058E-14 .000 .274 .363 Ditolak
a. Dependent Variable:
KAW_C
Sumber: Lampiran 2
Ha. 8b: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -3,003E-15sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,948yang lebih besar dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh negatif
namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi
Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.8b yang menyatakan bahwa IS
berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha.10b: IS memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -2,844E-15sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,039 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh negatif dan signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.10b yang menyatakan bahwa
IS memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di
Provinsi Bali.
Ha. 12b: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -3,546E-13 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,494 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti DAU berpengaruh negatif namun
tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.12b yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh
negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Ha.14b: DAU memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -9,002E-15 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,315 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan DAU
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.14b yang
menyatakan bahwa DAU memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota
berkembang cepat di Provinsi Bali.
Ha. 16b: SiLPA bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat cepat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -7,027E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,304 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh negatif
namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat di Provinsi
Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.16b yang menyatakan bahwa SiLPA
bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota berkembang cepat cepat di Provinsi
Bali.
Ha.18b: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 1,058E-14 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,363yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan SiLPA
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota berkembang
cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.18b yang
menyatakan bahwa SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota
berkembang cepatdi Provinsi Bali.
Untuk Variabel Dependen PED Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang cepat
Berdasarkan Tabel 5.5e di halaman berikut dapat dilakukan pengujian
hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha.1c: DF berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,092 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,017 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh positif dan
signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini gagal
menolak hipotesis penelitian Ha.1c yang menyatakan bahwa DF berpengaruh positif
pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Tabel 5.5e Hasil Uji Hipotesis MRA
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig. Hasil Uji
Hipotesis B Std. Error Beta
1 (Constant) 26.966 .277 .000
DF .092 .037 1.143 .017 Diterima
BD 6.831E-13 .000 .523 .448 Ditolak
IS 1.429E-13 .000 .097 .829 Ditolak
DAU 1.044E-12 .000 .388 .612 Ditolak
SILPA 2.863E-12 .000 .271 .331 Ditolak
DF_BD 7.649E-16 .000 .012 .996 Ditolak
DF_IS -8.545E-15 .000 -.082 .869 Ditolak
DF_DAU -8.391E-14 .000 -.671 .808 Ditolak
DF_SILPA -6.236E-13 .000 -.665 .125 Ditolak
a. Dependent Variable: PED_L
Sumber: Lampiran 3
Ha.3c: BD berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 6,831E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,448yang lebih besar dari α = 0,05, berarti BD berpengaruh positif
namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.3c yang menyatakan bahwa BD berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.5c: BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 7,649E-16sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,996 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.5c yang menyatakan bahwa
BD memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.7c: IS Berpengaruh Positif Pada PED Kabupaten/Kota Tertinggal Di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 1,429E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,829yang lebih besar dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh positif
namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.7c yang menyatakan bahwa IS berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.9c: IS memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -8,545E-15 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,869yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.9c yang menyatakan bahwa
IS memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha. 11c: DAU berpengaruh positif pada PED kabupaten/kota relatif tertinggal
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 1,044E-12 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,612 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh positif
namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.11c yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.13c: DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -8,391E-14sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
adalah 0,808yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan DAU
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.13c yang menyatakan bahwa
DAU memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Ha. 15c: SiLPA bepengaruh positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 2,863E-12sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,331yang lebih besar dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh positif
namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil
ini menolak hipotesis penelitian Ha.15c yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh
positif pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.17c: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal
di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -6,236E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA adalah 0,125yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan SiLPA
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada PED kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.17c yang menyatakan bahwa
SiLPA memoderasi pengaruh DF pada PED kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Untuk Variabel Dependen: KAW Kabupaten/Kota dengan pertumbuhan lambat
Berdasarkan tabel 5.5f dapat dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut:
Ha.2c: DF berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat
Nilai koefisien regresi adalah -0,182 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
0,267 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti DF berpengaruh positif namun tidak
signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.2c yang menyatakan bahwa DF berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Tabel 5.5f Hasil Uji Hipotesis MRA
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Sig. Hasil Uji
Hipotesis B Std. Error Beta
1 (Constant) 15.173 4.908 .005
DF -.182 .160 -.585 .267 Ditolak
BD .414 .205 1.177 .055 Ditolak
IS .045 .018 .629 .017 Diterima
DAU -1.096 .337 -2.285 .004 Diterima SILPA .060 .031 .638 .062 Ditolak
DF_BD -3.352E-13 .000 -11.240 .006 Diterima
DF_IS -3.577E-16 .000 -.008 .978 Ditolak
DF_DAU 6.681E-13 .000 11.738 .005 Diterima DF_SILPA 1.191E-13 .000 .266 .633 Ditolak
a. Dependent Variable: KAW_L
Sumber: Lampiran 3
Ha.4c: BD berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,414 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
0,055yang lebih besar dari α = 0,05, berarti BD berpengaruh positif namun tidak
signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.4c yang menyatakan bahwa BD berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.6c: BD memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -3,352E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA 0,006 yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan BD
berpengaruh negatif dan signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali. Hasil ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.6c yang menyatakan bahwa BD
memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.8c: IS berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,045 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
0,017yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti IS berpengaruh positif dan signifikan
pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis
penelitian Ha.8c yang menyatakan bahwa IS berpengaruh negatif pada KAW
kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.10c: IS memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -3,577E-16sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA 0,978yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh negatif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di
Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.10c yang menyatakan bahwa
IS memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha. 12c: DAU berpengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah -1.096 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
0,004yang lebih kecil dari α = 0,05, berarti DAU berpengaruh negatif dan signifikan
pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini gagal menolak
hipotesis penelitian Ha.12c yang menyatakan bahwa DAU berpengaruh negatif pada
KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali.
Ha.14c: DAU memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 6,681E-13 sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA 0,005 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan IS
berpengaruh positif dan signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali. Hasil ini gagal menolak hipotesis penelitian Ha.14c yang menyatakan bahwa
DAU memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi
Bali.
Ha.16c: SiLPA bepengaruh negatif pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 0,060 sedangkan nilai P-Value dari uji MRA
0,062 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti SiLPA berpengaruh positif namun tidak
signifikan pada KAW kabupaten/kota tertinggal di Provinsi Bali. Hasil ini menolak
hipotesis penelitian Ha.16c yang menyatakan bahwa SiLPA berpengaruh negatif
pada KAW kabupaten/kota dengan pertumbuhan kurang cepat di Provinsi Bali.
Ha.18c: SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota dengan
pertumbuhan lambat di Provinsi Bali.
Nilai koefisien regresi adalah 1,191E-13sedangkan nilai P-Value dari uji
MRA 0,633 yang lebih besar dari α = 0,05, berarti interaksi DF dengan SiLPA
berpengaruh positif namun tidak signifikan pada KAW kabupaten/kota tumbuh
kurang cepat di Provinsi Bali. Hasil ini menolak hipotesis penelitian Ha.18c yang
menyatakan bahwa SiLPA memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota
tumbuh kurang cepat di Provinsi Bali.
4.7 Rekapitulasi Hasil Penelitian
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa penelitian ini bertujuan ingin
mengetahui pengaruh DF, BD, IS, dan DAU terhadap PED dan KAW untuk tiga
lingkup ranah uji, yaitu: seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali, Kabupaten/Kota
Tumbuh Cepat, dan Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang Cepat. Disamping itu,
penelitian ini juga ingin mengetahui kemampuan BD, IS, dan DAU memoderasi
pengaruh DF terhadap PED dan KAW dalam tiga lingkup ranah uji , yaitu: seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Bali, Kabupaten/Kota Tumbuh Cepat, dan
Kabupaten/Kota Tumbuh Kurang Cepat. Rekapitulasi hasil uji pengaruh parsial
maupun uji moderasi dengan dependen variabel PED disajikan pada tabel 5.6
sedangkan untuk dependen variabel disajikan pada tabel 5.7.
Tabel 5.6 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis (Dependen: PED)
VARIABEL
LINGKUP UJI:
Seluruh Kab./Kota Kab./Kota Tumbuh
Cepat
Kab. Tumbuh Kurang
Cepat
DF - tidak signifikan + signifikan + signifikan
BD + signifikan + tidak signifikan + tidak signifikan
IS + signifikan + tidak signifikan + tidak signifikan
DAU - tidak signifikan - tidak signifikan + tidak signifikan
SILPA + tidak signifikan + signifikan + tidak signifikan
DF_BD + tidak signifikan - tidak signifikan + tidak signifikan
DF_IS - signifikan + tidak signifikan - tidak signifikan
DF_DAU - tidak signifikan + tidak signifikan - tidak signifikan
DF_SiLPA - tidak signifikan - signifikan - tidak signifikan
Tabel 5.7 Rekapitulasi Hasil Uji Hipotesis (Dependen: KAW)
VARIABEL
LINGKUP UJI:
Seluruh Kab./Kota Kab./Kota Tumbuh
Cepat
Kab. Tumbuh
Kurang Cepat
DF - tidak signifikan + signifikan - tidak signifikan
BD + tidak signifikan + tidak signifikan + tidak signifikan
IS + signifikan - tidak signifikan + signifikan
DAU - signifikan - tidak signifikan - signifikan
SILPA + tidak signifikan - tidak signifikan + tidak signifikan
DF_BD + tidak signifikan - tidak signifikan - signifikan
DF_IS - signifikan - signifikan - tidak signifikan
DF_DAU - tidak signifikan - tidak signifikan + signifikan
DF_SiLPA - tidak signifikan + tidak signifikan + tidak signifikan
BAB. V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis dan pembahasan yang telah dilakukan maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) BD dan IS yang tinggi akan meningkatkan PED kabupaten/kota di Provinsi Bali
namun tidak demikian halnya dengan pengaruh DF, DAU, dan SILPA. Di sisi
lain, DAU dan IS yang tinggi akan akan meningkatkan KAW kabupaten/kota di
Provinsi Bali namun tidak demikian halnya dengan pengaruh DF, BD, dan
SILPA;
2) DF yang tinggi akan memacu PED dan KAW kabupaten/kota tumbuh cepat
tetapi tidak demikian halnya dengan BD, IS, DAU, dan SILPA;
3) DF yang tinggi akan meningkatkan PED kabupaten/kota tumbuh kurang cepat
namun tidak demikian halnya dengan pengaruh BD, IS, DAU, dan SILPA. Di
sisi lain, IS yang tinggi akan akan meningkatkan KAW dan DAU yang tinggi
akan menurunkan KAW kabupaten/kota tumbuh kurang cepat. Sedangkan DF,
BD, dan SILPA tidak berpengaruh pada KAW kabupaten/kota tumbuh kurang
cepat;
4) IS mampu memoderasi pengaruh DF terhadap PED dan KAW seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Bali tetapi tidak demikian halnya dengan BD, IS,
DAU, dan SILPA;
5) SILPA mampu memoderasi pengaruh DF terhadap PED kabupaten/kota tumbuh
cepat di Provinsi Bali tetapi tidak demikian halnya dengan BD, IS, dan DAU.
Sementara itu, IS mampu memoderasi pengaruh DF terhadap KAW
kabupaten/kota tumbuh cepat di Provinsi Bali tetapi tidak demikian halnya
dengan BD, IS, DAU, dan SILPA;
6) BD, IS, DAU, dan SILPA tidak mampu memoderasi pengaruh DF terhadap PED
kabupaten/kota tumbuh kurang cepat di Provinsi Bali. Sementara itu, BD dan
DAU mampu memoderasi pengaruh DF pada KAW kabupaten/kota tumbuh
kurang cepat tetapi tidak demikian halnya dengan BD dan SILPA.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, saran yang dapat direkomendasikan adalah
sebagai berikut:
1) Pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali harus berupaya meningkatkan PAD
dengan memanfaatkan pajak dan retribusi daerah, serta mengawasi setiap wajib
pajak dalam membayar pajak agar tidak terjadi penggelapan pajak oleh wajib
pajak.
2) Pemerintah pusat perlu mempertimbangkan agar supaya kebijakan DAU tidak
hanya terkait dengan formula perhitungan besaran DAU melainkan disertai
dengan kebijakan lainnya yang mampu meningkatkan DSD.
3) Oleh karena DBH berpengaruh positif dan signifikan terhadap DSD maka
pemerintah perlu meningkatkan pembagian DBH dan meningkatkan pengawasan
terhadap alokasi belanja daerahnya.
4) Walapun SiLPA tidak berpengaruh signifikan pada DSD tetapi pengaruh negatif
SiLPA pada DSD ini menunjukkan bahwa pembiayaan yang bersumber dari
SiLPA kurang dialokasikan pada belanja daerah yang mampu meningkatkan
DSD.
5) Pemerintah pusat harus mengoptimalkan program-program yang berkaitan
dengan peningkatan IPM seperti: pendidikan, kesehatan, dan daya beli
masyarakat, upaya ini harus ditingkatkan tiap tahunnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIEYKPN.
Aswandi, H dan Kuncoro, Mudrajad. 2002. Evaluasi Penetapan Kawasan
Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 17, No 1, 2002, 27-45
Badan Pusat Statistik. 2009. PDRB Propinsi Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota.
Badan Pusat StatistikPropinsi Jawa Barat. Bandung
Badan Pusat Statistik. Jawa Tengah Dalam Angka Berbagai Tahun.Badan Pusat
Statistik Jawa Barat. Bandung
Bappeda Provinsi Bali. 2014. Indikator Ekonomi Bali Tahun 2013.
Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi 1. Yogyakarta:BPFE
Uneversitas Gajah Mada.
Bonet, Jaime. 2006. Fiscal Decentralization and Regional IncomeDisparities:
envidence from the Colombian experience. Originalversion.
Ebel, Robert D dan Seidar Yilmaz. 2002. Concept of FiscalDecentralization and
World Wide Overview. World Bank Institute.Available:
http://www.worldbank.org
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics Fourth Edition. The Mc.Growth
Hill Compnies Inc. New York
Hefrizal, Handra. 2002. Horizontal Fiscal Disparities and Local ServicesInequalities:
A Survey of Eight Years Fiscal Decentralisation inIndonesia. Available:
http://[email protected]
Hirscman, Alberto. 1970. Teori dan Praktek Otonomi Daerah.
Jakarta:Grafindo.Jinghan, M L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan.Penerjemah D. Guritno. Rajawali Pers. Jakarta.
Harianto dan Adi Priyo Hadi. 2006). Hubungan antara DAU, Belanja Modal, PAD,
dan Pendapatan Per Kapita. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Ida Ayu Indah Utami Dewi, Made Kembar Sri Budhi, Wayan Sudirman. 2013.
Analisis ketimpangan pembangunan antara kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Ismerdekaningsih, Herlina, SE & Endah Sri Rahayu,SE. 2002. Analisis Hubungan
Penerimaan Pajak Terhadap Product Domestic Bruto Di Indonesia ( Studi
Tahun 1985-2000). ITB Central Library.
Jin, Jing dan Heng-Fu Zou. 2000. Fiscal Decentralization and EconomicGrowth in
China. World Bank Working Paper Series. Working PaperSeries 1452.
Avaliable: http://www.worldbank.org
Khusaini., Mohammad. 2006. Ekonomi Publik: Desentralisasi Fiskal dan
Pembangunan Daerah.Malang: BPFE Unibraw.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah:Reformasi,
Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Yogyakarta:Erlangga
Mangkoesoebroto, Guritno. 1997. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE
Pose et all. 2007. Fiscal Decentralization, Efficiency and Growth.Department Of
Geography and Environmental, London School ofEconomics. Avaliable:
http://www.iza.org
Rasyid, M. Ryaas. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Editor:Syamsudin
Haris. Lembaga Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Samuelson, Paul A. dan Nordhaus. 1994. Pembangunan Ekonomi (edisiTerjemahan).
Edisi ke-12. Jakarta: Erlangga
Siagian, Altito R. 2010. Dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
daerah dan ketimpangan wilayah (studi kasus Provinsi Jawa Barat).
Sianturi, Y.Simonsen, dan H.Miyasto. . Dampak desentralisasi fiskal terhadap
ketimpangan pendapatan antar wilayah (studi kasus kabupaten/kota Provinsi
Sunatera Utara).
Simanjuntak, Robert A. 2005. Hubungan Keuangan Pusat dan DaerahDalam Pasang
Surut Otonomi Daerah: Sketsa Perjalanan 100Tahun. Editior: Anhar
Ganggang. Jakarta: yayasan Tifa.
Slinko, Irina. 2002. Fiscal Decentralization on The Budget RevenueInequity among
Munipacalities and Growth Russian Regions.Avaliable:
http://www.econpapers.repec.org
Suparmoko, M. 1994. Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktek.Yogyakarta:
BPFE Universitas Gajah Mada.
Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik Untuk Keuangan danPembangunan Daerah.
Edisi Pertama. ANDI Yogyakarta.Yogyakarta.
Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006. Pembngunan Ekonomi.Edisi ke
Sembilan. Jakarta: Erlangga.
Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta:Bumi
AksaraVasquez, Jorge Martinez dan Robert M Mc. Nab. 2001.
FiscalDecentralization and Economic Growth, Working Papers,
AndrewYoung School of Policy Studies.
Avaliable:http://www.ecopapers.repec.org
Woller, Gary M. dan Kerk Phillips. 1998. Fiscal Decentralization andLDC Economy
Growth: An Empirical Studies. Vol. 34, No. 4.Department Of Economics.
Brigham Young Unverisity.
______, 2006. RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka MenengahNasional) 2004-
2009. Jakarta: Sinar Grafika.
______, UU No. 32 /2004 dan UU No. 33/2004, Jakarta: Cemerlang
LAMPIRAN 1
UJI ASUMSI KLASIK
LINGKUP: SELURUH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED
N 63
Normal Parametersa Mean -.0210271
Std. Deviation 9.70687560E11
Most Extreme Differences Absolute .092
Positive .092
Negative -.076
Kolmogorov-Smirnov Z .726
Asymp. Sig. (2-tailed) .667
a. Test distribution is Normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW
N 63
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .14675916
Most Extreme Differences Absolute .100
Positive .078
Negative -.100
Kolmogorov-Smirnov Z .793
Asymp. Sig. (2-tailed) .556
a. Test distribution is Normal.
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .306 3.267
BD .167 5.992
IS .452 2.210
DAU .327 3.054
SILPA .384 2.603
a. Dependent Variable: PED
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .306 3.267
BD .167 5.992
IS .452 2.210
DAU .327 3.054
SILPA .384 2.603
a. Dependent Variable: KAW
LAMPIRAN 1 (LANJUTAN)
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.824
c. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: PED
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.243
d. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW
Uji Heteroskedastisitas:
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -6.460E12 7.290E12 -.886 .379
DF -2.366E9 5.450E10 -.008 -.043 .965
BD 2.796E11 2.971E11 .256 .941 .350
IS -.202 .110 -.284 -1.830 .072
DAU -1.245 .788 -.291 -1.580 .119
SILPA 2.430 1.248 .314 1.947 .056
a. Dependent Variable: ABS_RESPED
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .178 .026 6.851 .000
DF -1.448E-13 .000 -.392 -.919 .361
BD 2.114E-14 .000 .090 .143 .887
IS 1.412E-14 .000 .146 .776 .440
DAU -1.771E-13 .000 -.305 -.815 .418
SILPA 9.320E-15 .000 .009 .053 .958
a. Dependent Variable: ABS_RESKAW
LAMPIRAN 2
UJI ASUMSI KLASIK
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH CEPAT
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED_C
N 34
Normal Parametersa Mean .0005314
Std. Deviation 6.12470054E11
Most Extreme Differences Absolute .115
Positive .115
Negative -.058
Kolmogorov-Smirnov Z .672
Asymp. Sig. (2-tailed) .758
a. Test distribution is Normal.
Uji Multikolineritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .180 5.551
BD .151 6.605
IS .353 2.832
DAU .222 4.512
SILPA .246 4.060
a. Dependent Variable: PED_C
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW_C
N 34
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .06885225
Most Extreme Differences Absolute .091
Positive .071
Negative -.091
Kolmogorov-Smirnov Z .529
Asymp. Sig. (2-tailed) .943
a. Test distribution is Normal.
oefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .180 5.551
BD .151 6.605
IS .353 2.832
DAU .222 4.512
SILPA .246 4.060
a. Dependent Variable: KAW_C
LAMPIRAN 2 (LANJUTAN)
Uji Autokorelasi
Uji Heteroskedastisitas:
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.345
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: PED_C
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 1.856
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_C
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 9.078E12 8.272E12 1.097 .283
DF 7.293E10 2.155E11 .142 .338 .738
BD -4.951E11 3.936E11 -.574 -1.258 .220
IS 6.780E10 4.831E10 .419 1.403 .172
DAU 5.589E10 3.296E11 .064 .170 .867
SILPA 6.203E10 6.610E10 .336 .938 .357
a. Dependent Variable: ABS_RES_PED_C
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.502 1.059 -.475 .639
DF .010 .028 .163 .362 .721
BD .011 .050 .108 .220 .828
IS .002 .006 .118 .368 .716
DAU .010 .042 .099 .242 .810
SILPA -.004 .008 -.202 -.525 .604
a. Dependent Variable: ABS_RES_KAW_C
LAMPIRAN 3
UJI ASUMSI KLASIK
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH TIDAK CEPAT
Uji Normalitas:
Uji Multikolinearitas:
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .449 2.228
BD .136 7.331
IS .513 1.948
DAU .157 6.377
SILPA .471 2.124
a. Dependent Variable: PED_L
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_PED_L
N 43
Normal Parametersa Mean -.0000795
Std. Deviation 2.41031516E11
Most Extreme Differences Absolute .147
Positive .147
Negative -.111
Kolmogorov-Smirnov Z .963
Asymp. Sig. (2-tailed) .312
a. Test distribution is Normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
RES_KAW_L
N 43
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .14352432
Most Extreme Differences Absolute .121
Positive .110
Negative -.121
Kolmogorov-Smirnov Z .794
Asymp. Sig. (2-tailed) .555
a. Test distribution is Normal.
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DF .449 2.228
BD .136 7.331
IS .513 1.948
DAU .157 6.377
SILPA .471 2.124
a. Dependent Variable: KAW_L
LAMPIRAN 3 (LANJUTAN)
Uji Autokorelasi:
Model Summaryb
Model Summaryb
Model Durbin-Watson
1 2.032
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_L
Model Durbin-Watson
1 1.634
a. Predictors: (Constant), SILPA, DF, IS, DAU, BD
b. Dependent Variable: PED_L
Uji Heteroskedastisitas:
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -2.236E12 2.824E12 -.792 .435
DF -6.260E10 6.613E10 -.253 -.947 .352
BD 1.812E11 1.356E11 .648 1.336 .193
IS -1.920E10 1.422E10 -.337 -1.350 .188
DAU -7.730E10 1.725E11 -.203 -.448 .658
SILPA 7.611E9 1.961E10 .101 .388 .701
a. Dependent Variable: ABS_RES_PED_L
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.668 3.414 1.074 .292
DF .009 .080 .031 .117 .908
BD .108 .164 .316 .661 .514
IS .023 .017 .325 1.316 .199
DAU -.290 .209 -.620 -1.389 .176
SILPA .022 .024 .241 .935 .358
a. Dependent Variable: ABS_RES_KAW_L
LAMPIRAN 4
UJI KELAYAKAN MODEL DAN KOEFISIEN DETERMINASI (ADJ. R2)
LINGKUP: SELURUH KABUPATEN/KOTA
Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.193E26 5 2.386E25 29.129 .000a
Residual 5.653E25 69 8.192E23
Total 1.758E26 74
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: PED
Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.795 5 .359 17.892 .000a
Residual 1.384 69 .020
Total 3.179 74
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW
Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .751a .565 .533 .1416396
a. Predictors: (Constant), SILPA1, DAU1, IS1, DF1, BD1
Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .872a .760 .717 6.6490992E11
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
LAMPIRAN 5
UJI KELAYAKAN MODEL DAN KOEFISIEN DETERMINASI (ADJ. R2)
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH CEPAT
Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.913E25 5 7.827E24 17.703 .000a
Residual 1.238E25 28 4.421E23
Total 5.151E25 33
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: PED_C
Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Model Summary
Mod
el R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .872a .760 .717 6.6490992E11
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2.560 5 .512 91.632 .000a
Residual .156 28 .006
Total 2.716 33
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_C
Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .971a .942 .932 .0747474
a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, IS, DF, BD
LAMPIRAN 6
UJI KELAYAKAN MODEL DAN KOEFISIEN DETERMINASI (ADJ. R2)
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH KURANG CEPAT
Uji Kelayakan Model (Dependen: PED)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8.254E24 5 1.651E24 25.033 .000a
Residual 2.440E24 37 6.595E22
Total 1.069E25 42
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DF, DAU, BD
b. Dependent Variable: PED_L
Koefisien Determinasi (Dependen: PED)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
1 .879a .772 .741
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DF, DAU, BD
b. Dependent Variable: PED_L
Uji Kelayakan Model (Dependen: KAW)
Koefisien Determinasi (Dependen: KAW)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
1 .999a .999 .995
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_L
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5.389 5 1.078 288.529 .003a
Residual .007 2 .004
Total 5.396 7
a. Predictors: (Constant), SILPA, IS, DAU, DF, BD
b. Dependent Variable: KAW_L
LAMPIRAN 7
STATISTIK DESKRIPTIF
LINGKUP: SELURUH KABUPATEN/KOTA
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH CEPAT
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 34 6.00 71.00 26.0294 18.59372
BD 34 3.17E11 1.54E12 8.5606E11 3.42387E11
IS 34 .00 3.17E12 8.1275E11 1.05872E12
DAU 34 1.32E11 7.96E11 3.8499E11 1.59877E11
SILPA 34 .00 4.97E11 1.0430E11 1.15528E11
PED 34 2.5509E12 6.9626E12 4.254608E12 1.2493822E12
KAW 34 -.3300 .7150 .019941 .2868983
Valid N (listwise) 34
LINGKUP: KABUPATEN KOTA TUMBUH KURANG CEPAT
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 43 3.00 17.00 7.5116 3.83823
BD 43 1.79E11 1.20E12 5.3563E11 2.37173E11
IS 43 .00 9.07E11 1.0045E11 2.10040E11
DAU 43 1.31E11 6.63E11 3.3399E11 1.15318E11
SILPA 43 .00 1.04E11 4.2277E10 2.93919E10
PED 43 8.6862E11 2.9418E12 1.600633E12 5.0460472E11
KAW 43 -.4120 .0400 -.200488 .1487322
Valid N (listwise) 43
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DF 75 3.00 61.00 13.8800 12.91025
BD 75 1.79E11 1.54E12 6.5678E11 3.08125E11
IS 75 .00 3.03E12 4.0157E11 7.54302E11
DAU 75 1.31E11 6.88E11 3.5874E11 1.26513E11
SILPA 75 .00 4.15E11 6.2972E10 6.91606E10
PED 75 8.6862E11 6.9626E12 2.643977E12 1.5358746E12
KAW 75 -.4120 .5470 -.132907 .2082670
Valid N (listwise) 75
LAMPIRAN 8
UJI HIPOTESIS DENGAN TEKNIK MRA
LINGKUP: SELURUH KABUPATEN/KOTA
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 6.001E11 4.069E11 1.475 .145
DF 22.938 4.460 2.930 5.143 .000
BD 1.488 1.844 .298 .807 .423
IS -.417 .394 -.204 -1.057 .294
DAU .708 2.850 .057 .249 .804
SILPA -2.419 3.983 -.108 -.607 .546
DF_BD -2.360E-11 .000 -3.992 -4.454 .000
DF_IS 4.337E-12 .000 1.315 3.302 .002
DF_DAU 7.166E-12 .000 .329 1.670 .100
DF_SILPA 1.343E-11 .000 .441 1.924 .059
a. Dependent Variable: PED
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 7.560 2.399 3.151 .003
DF -.023 .024 -.174 -.938 .352
BD .081 .133 .179 .609 .545
IS .023 .011 .269 2.018 .049
DAU -.402 .152 -.629 -2.640 .011
SILPA .030 .017 .266 1.761 .084
DF_BD 1.395E-24 .000 1.629 1.330 .189
DF_IS -3.789E-25 .000 -.747 -3.413 .001
DF_DAU -7.135E-25 .000 -.259 -.361 .720
DF_SILPA -1.373E-24 .000 -.368 -.562 .576
a. Dependent Variable: KAW
LAMPIRAN 8 (LANJUTAN)
UJI HIPOTESIS DENGAN TEKNIK MRA
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH CEPAT
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.480E12 5.460E11 4.543 .000
DF 4.974E10 2.202E10 .740 2.258 .033
BD .455 2.485 .125 .183 .856
IS .020 .329 .017 .060 .952
DAU -1.507 3.674 -.193 -.410 .685
SILPA 16.153 4.805 1.494 3.362 .003
DF_BD -.039 .045 -.806 -.872 .392
DF_IS .016 .009 .706 1.755 .092
DF_DAU .043 .063 .167 .681 .503
DF_SILPA -.237 .082 -1.411 -2.898 .008
a. Dependent Variable: PED_C
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.379 .076 -4.995 .000
DF .021 .003 1.384 6.973 .000
BD 3.159E-13 .000 .377 .914 .370
IS -3.003E-15 .000 -.011 -.066 .948
DAU -3.546E-13 .000 -.198 -.694 .494
SILPA -7.027E-13 .000 -.283 -1.051 .304
DF_BD -3.551E-15 .000 -.318 -.567 .576
DF_IS -2.844E-15 .000 -.533 -2.188 .039
DF_DAU -9.002E-15 .000 -.152 -1.025 .315
DF_SILPA 1.058E-14 .000 .274 .928 .363
a. Dependent Variable: KAW_C
LAMPIRAN 8 (LANJUTAN)
UJI HIPOTESIS DENGAN TEKNIK MRA
LINGKUP: KABUPATEN/KOTA TUMBUH KURANG CEPAT
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 26.966 .277 97.182 .000
DF .092 .037 1.143 2.512 .017
BD 6.831E-13 .000 .523 .768 .448
IS 1.429E-13 .000 .097 .218 .829
DAU 1.044E-12 .000 .388 .512 .612
SILPA 2.863E-12 .000 .271 .987 .331
DF_BD 7.649E-16 .000 .012 .005 .996
DF_IS -8.545E-15 .000 -.082 -.166 .869
DF_DAU -8.391E-14 .000 -.671 -.245 .808
DF_SILPA -6.236E-13 .000 -.665 -1.575 .125
a. Dependent Variable: PED_L
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 15.173 4.908 3.092 .005
DF -.182 .160 -.585 -1.138 .267
BD .414 .205 1.177 2.022 .055
IS .045 .018 .629 2.561 .017
DAU -1.096 .337 -2.285 -3.253 .004
SILPA .060 .031 .638 1.962 .062
DF_BD -3.352E-13 .000 -11.240 -3.017 .006
DF_IS -3.577E-16 .000 -.008 -.027 .978
DF_DAU 6.681E-13 .000 11.738 3.097 .005
DF_SILPA 1.191E-13 .000 .266 .484 .633
a. Dependent Variable: KAW_L