Upload
nia-nurdinia-rahmah
View
1.032
Download
169
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Praktik kerja lapangan
Citation preview
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Praktik Kerja Lapangan ( PKL ) adalah suatu bentuk penyelenggaraan
pendidikan keahlian yang memadukan secara sistemik dan sesuai program
penguasaan keahlian yang diperoleh melalui profesional tertentu. Dimana siswa
yang bersangkutan ditempatkan disuatu institusi dalam jangka waktu tertentu,
sehingga mahasiswa lebih jelas dan mengetahui fungsi dan kedudukannya dalam
dunia industri sebagai tenaga siap pakai yang terjun langsung ke masyarakat tanpa
menghadapi hambatan.
Praktik kerja lapangan (PKL), mengandung makna bahwa kegiatan ini
menjadi tanggung jawab bersama antar pihak universitas dan masyarakat atau
dunia kerja. Di lingkungan universitas dan lingkungan dunia kerja, semua sistem
pendidikan/ pelatihan yang berlangsung di dunia kerja dievaluasi oleh dunia
kerja. Atas dasar pemikiran tersebut, Praktik Kerja Lapangan menjadi salah satu
kurikulum wajib yang harus ditempuh oleh mahasiswa S-1 Departemen Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga.
Wawasan mahasiswa tentang dunia kerja yang berkaitan dengan industri
sangat diperlukan, sehubungan dengan kondisi obyektif Indonesia yang
merupakan negara berkembang, dimana teknologi masuk dan di aplikasikan oleh
industri terlebih dulu. Sehingga diharapkan bahwa nantinya mahasiswa sebagai
calon output dari perguruan tinggi akan lebih mengenal perkembangan industri.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu persyaratan studi
sebelum kelulusan Sarjana di Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Airlangga Surabaya yang dilaksanakan oleh mahasiswa dangan
bimbingan semua pihak yang terkait di lokasi Praktik Kerja Lapangan tersebut.
Dalam pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset dan
Standardisasi Industri (BARISTAND) Surabaya, yang berdasarkan adanya
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 2
kesesuaian bidang studi mengenai laboratorium industri, sehingga diharapkan
dengan program ini mahasiswa dapat memperoleh tambahan wawasan
pengetahuan serta pengalaman secara langsung di lapangan dan meningkatkan
keterampilan dalam rangka menerapkan teori yang diterima selama di bangku
perkuliahan yang dipandang sangat penting bagi mahasiswa sebagai calon Sarjana
kimia yang siap terjun ke masyarakat secara langsung.
Pemahaman tentang permasalahan di dunia industri akan banyak
diharapkan dapat menunjang pengetahuan secara teoritis yang didapat dari materi
perkuliahan, sehingga mahasiswa dapat menjadi salah satu sumber daya manusia
yang siap menghadapi tantangan era globalisasi. Atas dasar pemikiran tersebut,
Praktik Kerja Lapangan menjadi salah satu kurikulum wajib yang harus ditempuh
oleh mahasiswa S-1 Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Airlangga.
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan
Tujuan Praktik Kerja Lapangan adalah sebagai berikut:
1. Untuk menghasilkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang profesional, jujur
dan bertanggung jawab dalam hal pelayanan kefarmasian kepada
masyarakat.
2. Untuk mengenalkan mahasiswa kimia kepada dunia kerja yang sebenarnya
agar mendapatkan pengalaman dan wawasan kerja yang luas.
3. Memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memasyarakatkan diri
pada suasana lingkungan kerja yang sebenarnya, terutama dalam disiplin
kerja.
4. Meningkatkan, memperluas dan membentuk kemampuan mahasiswa
dalam mengembangkan teori dan praktikum yang didapat dari akademik
serta memantapkan keterampilan yang sebagai bekal untuk memasuki
dunia kerja.
5. Memenuhi salah satu persyaratan bagi mahasiswa dalam rangka
memperoleh gelar Sarjana.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 3
6. Meningkatkan dan memantapkan wawasan tentang teknologi baru dari
lingkugan akademik dan sebaliknya.
7. Meningkatkan pengenalan mahasiswa pada aspek-aspek organisasi dalm
laboratorium antara lain sruktur organisasi dan manajemen laboratorium.
8. Memperoleh ilmu yang bermanfaat untuk memperbaiki dan
mengembangkan pendidikan seiring kemajuan zaman.
9. Memberikan peluang kerja sama antar akademik dan tempat praktik kerja
lapangan dilaksanakan.
1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan
Adapun manfaat dari dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) yaitu :
1. Sebagai dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dan untuk lebih
menyempurnakan penelitian berikutnya.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengawasan terhadap
produk industri dan pencemaran selama berada di perusahaan Baristand
3. Untuk mengikuti salah satu Akademik Program Studi SI Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Sebagai pengalaman bagi
penulis selama mengadakan kegiatan prigram lapangan.
1.4 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan
Praktik Kerja Lapangan mahasiswa Departemen Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Airlangga Surabaya bertempat di Balai Riset dan
Standardisasi Industri (BARISTAND) Surabaya yang berlangsung mulai tanggal
20 Januari 21 Februari 2014.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 4
BAB II
GAMBARAN UMUM BARISTAND INDUSTRI
2.1 Sejarah Berdirinya BARISTAND INDUSTRI Surabaya
Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya (BARISTAND
INDUSTRI SURABAYA), sejak awal berdirinya telah mengalami beberapa kali
perubahan nama dan perpindahan lokasi dari satu kota ke kota lain. Didirikan
pada 4 Maret 1947 di Klaten Jawa Tengah dengan nama Balai Penyelidikan
Kimia, berada di bawah Kementerian Kemakmuran. Dari Klaten pindah ke Solo
pada 25 April 1950 dan pindah untuk ke dua kalinya ke Yogyakarta pada 25 April
1951. Dari Yogyakarta pindah ke Jalan Garuda No. 2 Surabaya dan pada Mei
1961, pindah untuk ke empat kalinya ke Jl. Perak Timur 358 Surabaya. Untuk
terakhir kalinya bersamaan dengan peringatan hari Pahlawan 10 November 1975,
menempati gedung milik sendiri seluas 4.200 m di atas tanah 10.200 m yang
berlokasi di Jl. Jagir Wonokromo 360 Surabaya.
Selain perpindahan lokasi, juga mengalami perubahan nama dari semula
Balai Penyelidikan Kimia, berubah menjadi Balai Penelitian Kimia dibawah
PNPR Nupika Yasa (1966 1980). Sesuai dengan tuntutan perkembangan
industrialisasi maka berdasar Keputusan Menteri Perindustrian No.
357/MK/SK/8/1980, tanggal 26 Agustus 1980, nama, Struktur Organisasi, Tugas
Pokok dan Fungsinya ditingkatkan menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan
Industri Surabaya (BISb), yang berada dibawah Badan Penelitian dan
Pengembangan Industri Departemen Perindustrian. Guna menunjang peningkatan
daya saing industri dalam perdagangan bebas, Struktur Organisasi, Tugas Pokok
dan Fungsi BISb ditingkatkan dan namanya diubah menjadi Balai Riset dan
Standardisasi Industri dan Perdagangan Surabaya (BARISTAND INDAG
SURABAYA) berdasar Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
No. 784/MPP/SK/11/2002 tanggal 29 November 2002.
Sehubungan dengan pemisahan Departemen Perindustrian dan
Departemen Perdagangan serta dalam rangka menyesuaikan misi organisasi Balai
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 5
Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan sesuai dengan kebutuhan nyata
masyarakat industri maka berdasar Surat Keputusan Menteri Perindustrian No.
49/M-IND/PER/6/2006 maka struktur organisasi Balai Riset dan Standardisasi
Industri dan Perdagangan Surabaya diubah menjadi Balai Riset dan Standardisasi
Industri Surabaya (Baristand Industri Surabaya).
Sejak awal berdirinya sampai dengan tahun 2005, kegiatan jasa pelayanan
teknis lebih terkonsentrasi pada bidang kimia dan logam, namun sejak tahun 2005
fokus kegiatan diarahkan ke bidang peralatan listrik dan elektronika (termasuk
audio video), namun sejak tahun 2007 untuk mendukung pengembangan industri
nasional yang berbasis produk elektronika telematika, maka kegiatan riset dan jasa
layanan teknis pada Baristand Industri Surabaya lebih difokuskan pada bidang
elektronika telematika.
Baristand Industri Surabaya sebagai unit pelaksana teknis yang menangani
litbang industri elektronika telematika, berperan dalam melaksanakan kebijakan
pengembangan industri nasional untuk menopang pengembangan industri
elektronika telematika di Indonesia. Dengan melaksanakan tugas tersebut maka
diharapkan akan berkembang industri elektronika telematika yang kuat dan
mandiri sehingga dapat memperluas lapangan kerja dan mendorong percepatan
pembangunan industri nasional.
Di samping tugas pembangunan yaitu mendorong tumbuhnya industri
elektronika telematika nasional, Baristand Industri Surabaya secara internal
mempunyai tugas untuk meningkatkan kemampuan diri melalui peningkatan
kompetensi serta memberikan jasa layanan teknis kepada industri kecil, menengah
dan besar yang juga merupakan suatu kegiatan bisnis. Pada dasarnya upaya
peningkatan kompetensi Balai merupakan sumber yang dapat meningkatkan peran
Baristand Industri Surabaya dalam menunjang program pembangunan industri
elektronika telematika maupun meningkatkan jasa pelayanan teknis yang
diberikan kepada industri dan masyarakat.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 6
2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Baristand Industri Surabaya
2.2.1 Tugas Pokok Baristand Industri Surabaya
Melaksanakan riset dan standardisasi serta sertifikasi di bidang industri
tentang:
a) Bahan baku
b) Proses
c) Produk
d) Peralatan
e) Standardisasi
f) Pengendalian pencemaran
2.2.2 Fungsi Baristand Industri Surabaya
1. Pemasaran, promosi, pelayanan informasi, penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil riset/litbang;
2. Perumusan dan penerapan standar, pengujian dan sertifikasi dalam
bidang bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil
produk;
3. Pelaksaan penelitian dan pengembangan teknologi industri di bidang
bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil produk
serta penanggulangan pencemaran industri.
4. Pengembangan teknologi penanggulangan pemncemaran industri;
5. Pelaksanaan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan,
perlengkapan, kearsipan, rumah tangga, koordinasi penyusunan bahan
rencana dan program, penyiapan bahan evaluasi dan pelaporan.
6. Penyusunan program dan pengembangan kompetensi di bidang jasa
riset/litbang.
7. Perumusan dan penetapan standard, pengujian dan sertifikasi dalam
bidang bahan baku, bahan penolong, proses, peralatan/mesin dan hasil
produk.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 7
8. Pemasaran, kerja sama, promosi, pelayanan informasi, penyebaran
informasi, penyebarluasan dan pendayagunaan hasil riset/ penelitian dan
pengembangan.
2.3 Sarana dan Pra Sarana
2.3.1 Gedung dan Lahan
Tanah seluas 10.200 m2 dan bangunan seluas 4.540 m2 (tingkat 2) yang
terdiri dari perkantoran, laboratorium pengujian, laboratorium proses, ruang
peraga, ruang rapat, ruang pengolaan proyek, ruang perpustakaan, auditorium,
gudang bahan kimia/peralatan, arsip dan lahan parkir yang luas.
Gambar 2.1 Gedung Baristand Industri
2.3.2 Laboratorium
1. Laboratorium Kimia
2. Laboratorium Pencemaran
3. Laboratorium Fisika
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 8
4. Laboratorium Elektronika dan Telematika
5. Laboratorium Kaibrasi
2.3.3 Pra Sarana Pendukung
1. Workshop perbengkelan dan konstruksi.
2. Mobil laboratorium khusus untuk pengujian udara dengan kemampuan
2 unit mobil.
3. Unit perpustakaan yang berisi buku literature, himpunan buku SNI, JIS,
ASTM, laporan penelitian, publikasi, kantor HAKI, dokumentasi hasil
libang dan informasi dan majalah mengeai industri dan perdagangan.
2.4 Sumber Daya Manusia
Baristand Industri Surabaya dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya
memiliki kekuatan sumber daya manusia dengan komposisi menurut latar belakang
pendidikan, kepangkatan / golongan dan status fungsi jabatan memiliki perkembangan
seperti ditunjukan Tabel 2.4.a, Tabel 2.4.b. dan Tabel 2.4.c.
Sumber daya manusia Baristand Industri Surabaya juga dapat dikelompokan
berdasarkan keahlian / profesi, termasuk yang telah disertifikasi lembaga personil
sebagaimana ditunjukan Tabel III.
Tabel 2.4.a Kekuatan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan Tingkat
Pendidikan
N
O
LATAR
BELA-
KANG
PENDIDI
-KAN
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014
1
. S3 - - - - - - - - -
2 S2 1 3 - 8 16 20 19 22 22
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 9
.
3
. S1 41 46 44 45 37 45 44 41 42
4
. D3 10 9 8 7 4 7 7 4 5
5
. SMA 46 38 42 33 33 26 25 16 16
6
. SMP 7 5 6 6 6 4 2 1 1
7
. SD 2 2 - - 1 1 1 1 1
T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87
Tabel 2.4.b Perkembangan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan
Golongan
N
O
GOLON
GAN TAHUN
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014
1
.
Golongan
IV 4 6 7 11 11 13 13 14 14
2
.
Golongan
III 84 80 72 67 68 72 70 58 59
3
.
Golongan
II 19 17 16 16 16 17 14 13 14
4
.
Golongan
I - - - - 1 1 1 0 0
T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 10
Tabel III. Perkembangan SDM Baristand Industri Surabaya berdasarkan
Fungsional
N
O URAIAN TAHUN
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2013 2014
1
.
Fungsional
:
- Peneliti 9 9 9 9 8 7 7 7 9
- Penyuluh 5 5 3 3 2 2 2 2 2
- Penguji
Mutu
Barang
6 6 6 6 2 2 2 2 5
- Ahli
Lingkunga
n
10 10 9 9 9 8 3 2 2
-
Kepegawa
ian
2 2 2 1 1 1 - - -
- Humas 3 3 2 2 2 2 - - -
- Arsiparis 2 1 1 1 1 1 1 1 1
- Dokter 0 0 1 1 1 1 1 1 1
2
.
Non
Fungsional 70 67 67 67 71 79 82 66 65
T O T A L 107 103 100 99 97 103 98 85 87
Pada tahun 2011, Baristand Industri Surabaya juga masih melakukan sub kontrak
tenaga ahli tertentu yang keahliannya belum dimiliki pegawai Baristand Industri
Surabaya dan / atau jumlahnya belum mencukupi kebutuhan (umumnya untuk auditor
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 11
dan tenaga ahli). Disamping itu, Baristand Industri Surabaya juga masih melakukan
outsourcing untuk teknisi laboratorium kimia / makanan minuman, administrasi
pelayanan, tenaga kebersihan dan tenaga keamanan.
2.5 Keorganisasian
2.5.1 Struktur Organisasi Baristand Industri Surabaya
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor 49/M-
IND/PER/6/2006 struktur organisasi dari Baristand Industri Surabaya (dapat
dilihat pada lampiran).
2.5.2 Tata Kerja Baristand Industri Surabaya
Kepala Balai, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan kelompok jabatan
fungsional dalam melaksanakan tugasnya diligkungan Baristand Surabaya wajib
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronasi di lingkungan internal
maupun instansi lain di luar Baristand Surabaya sesuai dengan bidang tugasnya.
Setiap pimpinan organisasi di lingkungan Baristand Surabaya mengawasi
pelaksanaan tugas bawahan dan apabila terjadi penyimpangan pelaksanaan tugas,
wajib mengambil keputusan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setiap pimpinan suatu organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta
bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan
berkala tepat pada waktunya.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan para seksi di lingkungan Baristand
Industri Surabaya dan selanjutnya Kepala Sub Bagian Tata Usaha menyusun
laporan Baristand Industri Surabaya. Setiap laporan yang diterima kepala
Baristand Surabaya Wajib diolah dan dipergunakan sebagaibahan untuk
menyusun laporan lebih lanjut dan memberikan petunjuk kepada bawahan. Dalam
menyampaikan laporan kepada atasan, tembusan laporan wajib disampaikan
kepada satuan/unit organisasi lain yang secara fungsional mempuyai hubungan
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 12
kerja dan tembusan laporan wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk
menyusun laporan lebih lanjut serta untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.
Dalam melaksanakan tugas setiap pimpinan satuan/unit organisasi di
lingkungan Baristand Industri Surabaya dibantu oleh pimpinan satua/unit
organisasi di bawahnya.
2.6 Kerjasama Industri
Kerjasama yang ditawarkan oleh Baristand Insustri Surabaya, antara lain:
1. Kerjasama riset (joint research) untuk mengembangkan jenis produk
industri dan komoditi unggulan yang berbasis daya lokal.
2. Kerjasama riset dan pengembangan cluster industri
3. Kerjasama perencanaan dan pembangunan IPAL
4. Kerjasama penyusunan atau studi AMDAL
5. Kerjasama bimbingan penyusunan sistem manajemen
6. Kerjasama pengendalian mutu bahan baku dan produk industri
7. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia bidang industri dan
kewirausahaan
8. Kerjasama pemanfaatan, teknologi dan perbaikan mutu produk bagi UKM.
9. Kerjasama penyuluhan teknologi dan proses
10. Kerjasama diseminasi atau pameran teknologi terapan atau tepat guna
11. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan
kesempatan untuk melaksanakan praktik kerja lapangan.
12. Kerjasama pengembangan sumber daya manusia bagi para teknisi atau
bimbingan TA (tugas akhir).
Selanjutnya guna mengantisipasi kebutuhan pelayanan teknis yang
memiliki persyaratan pelayanan khusus (misalnya terakreditasi oleh komite
akreditasi nasional) dan pelayanan yang tidak terkait langsung dengan tugas
pokok dan fungsi yang harus dioprasionalkan, Baristand Industri Surabaya
mengembangkan organisasi fungsional yang ditetapkan melalui surat keputusan
kepala balai, diantaranya adalah:
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 13
1. Laboratorium pengujian dan kalibrasi Baristand Surabaya (akreditasi KAN
tahun 2004, laboratorium pengujian : LP-213-IDN dan kalibrasi LK-061-
IDN).
2. Lembaga sertifikasi Surabaya (LSPro Surabaya) (akreditasi KAN 2004
LSPro-011-IDN).
3. Lembaga sertifikasi sistem mutu Surabaya (LSSM Surabaya) (proses
akreditasi).
4. Lembaga inspeksi.
2.7 Visi dan Misi Baristand Industri Surabaya
2.7.1 Visi Baristand Industri Surabaya
Menjadi lembaga riset dan pelayanan teknis yang handal dan terpercaya
(center of axcellence) di bidang teknologi telematika.
2.7.2 Misi Baristand Industri Surabaya
1. Melaksanakan kegiatan riset teknologi telematika untuk mendorong
tumbuhnya industri telematika.
2. Memberikan jasa pelayanan teknis yang berkualitas di bidang riset,
pengujian dan kalibrasi, standardisasi dan sertifikasi, RBPI mesin/alat,
pelatihan, lingkungan, konsultasi dan informasi kepada dunia usaha.
3. Meningkatkan kemampuan dan keahlian SDM Baristand Industri Surabaya
yang profesional untuk penguasaan teknologi dan pemberian pelayanan
teknis kepada industri telematika.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Air Limbah
Air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat
yang bersifat membahayaka kehidupan manusia maupun hewan. Lebih
kurang 80% dari air yang digunakan untuk aktifitas manusia akan dibuang
lagi dalam bentuk air limbah.Jumlah air limbah dari industri sangat
bervariasi tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan
pada proses industri, derajat penggunaan air, derajat pengolahan air limbah
yang ada. Jumlah air limbah yang dihasilkan oleh industri yang tidak
menggunakan proses basah diperkirakan sekitar 50 m3/ha/hari. Sekitar 85-
95% dari jumlah air yang digunakan adalah berupa air limbah.
Menurut Ehless dan Steel yang dikutip oleh Sudarmaji (2006), air
limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan
tempat-tempat umum lainnya yang biasanya mengandung bahan dan zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu
kelestarian lingungan.
Industri dan kegiatan lainnya yang mempunyai air buangan yang
membentuk limbah cair dalam skala besar harus melakukan penanganan
agar tidak berdampak pada lingkungan sekitar. Apabila limbah cair tersebut
tidak dilakukan pengolahan dan dibuang langsung ke lingkungan umum,
sungai, danau, laut akan berdampak pada lingkungan karena jumlah polutan
didalam air menjadi semakin tinggi. Pada dasarnya ada dua alternatif
penanganan yaitu membawa limbah cair ke pusat pengolahan limbah atau
memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Air limbah sebelum
dilepaskan kepembuangan akhir harus menjalani pengolahan terlebih
dahulu.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 15
3.2 Alkohol
Alkohol merupakan senyawa seperti air yang satu hidrogennya diganti
oleh rantai atau cincin hidrokarbon. Sifat fisis alkohol, alkohol mempunyai
titik didih yang tinggi dibandingkan alkana-alkana yang jumlah atom C nya
sama. Hal ini disebabkan antara molekul alkohol membentuk ikatan
hidrogen. Rumus umum alkohol R OH, dengan R adalah suatu alkil baik
alifatis maupun siklik. Dalam alkohol, semakin banyak cabang semakin
rendah titik didihnya. Sedangkan dalam air, metanol, etanol, propanol
mudah larut dan hanya butanol yang sedikit larut. Alkohol dapat berupa
cairan encer dan mudah bercampur dengan air dalam segala perbandingan
(Brady, 1999).
Berdasarkan jenisnya, alkohol ditentukan oleh posisi atau letak gugus
OH pada rantai karbon utama karbon. Ada tiga jenis alkohol antara lain
alkohol primer, alkohol sekunder dan alkohol tersier. Alkohol primer yaitu
alkohol yang gugus OH nya terletak pada C primer yang terikat langsung
Gambar 3.1. Air Limbah
Gambar 3.2. Struktur Alkohol
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 16
pada satu atom karbon yang lain contohnya : CH3CH2CH2OH (C3H7O).
Alkohol sekunder yaitu alkohol yang gugus -OH nya terletak pada atom C
sekunder yang terikat pada dua atom C yang lain. Alkohol tersier adalah
alkohol yang gugus OH nya terletak pada atom C tersier yang terikat
langsung pada tiga atom C yang lain (Fessenden, 1997).
3.3 Sabun
Sabun adalah garam alkali dari asam lemak dan dihasilkan menurut
reaksi asam basa biasa. Basa alkali yang umum digunakan untuk membuat
sabun adalah Kalium Hidroksida (KOH), Natrium Hidroksida (NaOH), dan
Amonium Hidroksida (NH4OH) sehingga rumus molekul sabun selalu
dinyatakan sebagai RCOOK atau RCOONa atau RCOONH4. Sabun kalium
ROOCK disebut juga sabun lunak dan umumnya digunakan untuk sabun
mandi cair, sabun cuci pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sedangkan
sabun natrium, RCOONa, disebut sabun keras dan umumnya digunakan
sebagai sabun cuci, dalam industri logam dan untuk mengatur kekerasan
sabun kalium. Didalam air, sabun bersifat sedikit basa. Hal ini disebabkan
bagian rantai alkil sabun (RCOO-
) mengalami hidrolisis parsial dalam air :
RCOO-
+ H2O RCOOH + OH-
Karenanya kulit akan terasa kering jika terlalu lama kontak dengan air
yang mengandung sabun. Untuk mengatasi hal ini biasanya produsen
produsen sabun menambahkan sedikit pelembab (moisturizer) kedalam
sabun. Jika didalam air terdapat ion ion Ca2+
dan Mg2+
baik dalam bentuk
bikarbonat atau hidroksida, bagian alkil dari sabun ini akan di endapkan
bersama dengan ion ion logam tersebut :
2RCOO + Mg2+
->
Mg(RCOO)2
2RCOO-
+ Ca2+
-> Ca(RCOO)2
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 17
Akibatnya dibutuhkan relatif lebih banyak sabun sebelum bisa membuat air
menjadi berbuih (petrucci, 1966). Dari segi pengolahan air maka sabun
cukup efektif untuk mengendapkan ion ion penyebab hardness (ion Ca2+
dan Mg2+
) dengan hanya meningkatkan ion Na2+
dan K2+
. Sehingga
pemakaian sabun untuk mengurangi hardness dalam pengolahan air perlu
juga mendapat perhatian.
Pemakaian sabun terutama berhubungan dengan sifat surface active
agent dari sabun. Sabun bersifat dapat mengurangi tegangan permukaan
yang dibasahi dibandingkan jika tanpa sabun. Selain itu sifat lain yang
cukup penting adalah kemampuan molekul sabun dalam air membentuk
emulsi. Kemampuan ini berhubungan dengan kemampuan molekul sabun
dalam mengikat kotoran yang melekat pada suatu permukaan
(membersihkan).
3.4 Makanan
Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan
salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi
untuk memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan atau perkembangan
serta mengganti jaringan tubuh yang rusak, memperoleh energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari, mengatur metabolisme dan berbagai
keseimbangan air, mineral, dan cairan tubuh yang lain, juga berperan di
Gambar 3.3. Sabun Mandi
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 18
dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit
(Notoatmodjo, 2003).
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan
setiap saat dan dimanapun ia berada serta memerlukan pengelolaan yang
baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Tanpa adanya makanan dan
minuman, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Adapun
pengertian makanan menurut WHO (World Health Organization) yaitu
semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan
substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Putraprabu,
2008).
3.5 Madu
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa
manis, dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nectar)
atau bagian lain dari tanaman (extra floral nectar) atau ekskresi serangga (
SNI, 2004). Definisi madu menurut Codex (1989) adalah zat pemanis alami
yang diproduksi oleh lebah madu dari nektar tanaman atau sekresi bagian
lain dari tanaman atau ekskresi dari insekta pengisap tanaman, yang
dikumpulkan, diubah dan dikombinasikan dengan zat tertentu dari lebah
Gambar 3.4. Bahan Makanan
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 19
kemudian ditempatkan, dikeringkan, lalu disimpan di dalam sarang hingga
matang.
Lebah menambahkan enzim dan bahan anti mikroba selama proses
pemindahan (Siregar, 2006). Enzim utama madu adalah diastase (amilase),
invertase (sukrase, -glukosidase) dan glukosa oksidase. Diastase berperan
dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana, invertase
menguraikan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa dan glukosa oksidase
berperan dalam memproduksi hidrogen peroksida serta glukosa asam
glukonik (Suarez et al ., 2010). Lebah menurunkan kadar hingga sekitar
50%, selanjutnya akan memasukkannya ke sel madu yaitu sel-sel yang
terdapat di bagian atas sisiran. Lebah pekerja masih terus mengipasi madu di
dalam sel sampai kadar air mencapai sekitar 20%, selanjutnya sel ditutupi
atau disegel dengan malam (wax). Madu dalam sel yang tersegel disebut
madu matang dan sudah dapat dipanen. Proses pembentukan madu yang
melibatkan banyak bunga dari berbagai tanaman dan banyak lebah
menyebabkan madu dari setiap koloni lebah memiliki komposisi kimia,
penampilan fisik, maupun ciri biologi yang khas. Produk lebah madu selain
madu diantaranya pollen dan royal jelly. Pollen merupakan pakan lebah
madu yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat (Sihombing, 2005).
Gambar 3.5. Madu
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 20
3.6 Pewarna Makanan
Warna dari suatu produk makanan ataupun minuman merupakan salah
satu ciri yang sangat penting. Warna merupakan kriteria dasar untuk
menentukan kualitas makanan, antara lain warna juga dapat memberi
petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan.
Bahan pewarna makanan kadang-kadang ditambahkan dalam makanan
untuk membantu mengenali identitas atau karakteristik dari suatu makanan,
mempertegas warna alami dari makanan; untuk mengkoreksi variasi alami
dalam warna, menjaga keseragaman warna, dimana variasi tersebut biasa
terjadi pada intensitas warna dan memperbaiki penampilan makanan yang
mengalami perubahan warna alaminya selama proses pengolahan maupun
penyimpanan.
Zat pewarna makanan sering kali menimbulkan masalah kesehatan,
terutama dalam penyalahgunaan pemakaiannya. Zat warna untuk tekstil dan
kulit terkadang dipakai untuk mewarnai makanan. Di Indonesia, karena
undangundang penggunaan zat warna belum ada, terdapat kecenderungan
penyalahgunaan pemakaian zat warna untuk sembarang bahan pangan;
misalnya zat pewarna untuk tekstil dan kulit dipakai untuk mewarnai bahan
makanan. Hal ini sangat berbahaya bagi kesehatan karena adanya residu
logam berat pada pewarna tersebut. Timbulnya penyalahgunaan zat pewarna
tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan rakyat mengenai zat pewarna untuk
makanan, atau disebabkan karena tidak adanya penjelasan dalam label yang
melarang penggunaan senyawa tersebut untuk bahan pangan, dan harga zat
pewarna untuk industri relatif jauh lebih murah dibandingkan dengan harga
zat pewarna untuk makanan. Zat warna tersebut memiliki warna yang cerah,
dan praktis digunakan.
Zat warna tersebut juga tersedia dalam kemasan kecil di pasaran
sehingga memungkinkan masyarakat tingkat bawah dapat membelinya.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 21
Tabel 3. 6 Perbedaan antara zat pewarna sintetis dan alami
Pembeda Zat pewarna Sintetis Zat pewarna alami
Warna yang dihasilkan Lebih cerah
Lebih homogeny
Lebih pudar
Tidak homogen
Variasi warna Banyak Sedikit
Harga Lebih murah Lebih mahal
Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas
Kestabilan Stabil Kurang stabil
Beberapa contoh pewarna makanan yang diperbolehkan untuk
dikonsumsi manusia antara lain : Caramel, Tartrazin, Brilliant Blue FCF,
Carmoisin, Sunset Yellow.
Tartrazin
Tartrazin (Rumus molekul C16H9N4Na3O9S2) atau E102 atau FD&C
Yellow 5, adalah pewarna kuning lemon sintetis yang umum digunakan
sebagai pewarna makanan. Tartrazin merupakan bahan pewarna yang umum
digunakan di Afrika, Swedia, dan Indonesia. Untuk menghasilkan warna
lain, tartrazin dapat dicampurkan dengan E133 Biru Brilian/Brilliant Blue
FCF atau E142 Hijau/Green S untuk menghasilkan sejumlah variasi warna
hijau. Parlemen Eropa mengizinkan penggunaan senyawa ini di negara Uni
Eropa dengan Surat Keputusan Konsul (Council Directive) 94/36/EC.
Berikut adalah daftar makanan yang mungkin mengandung tartrazin :
minuman ringan, puding, keripik, sereal, kue, sup, saus, es krim, permen,
selai, jeli, mustard, acar, yogurt, mie, dan jus. Ada tidaknya, sedikit
banyaknya kandungan tartrazine tergantung pada kebijakan perusahaan
manufaktur atau koki yang membuat makanan.
Penggunaan tartrazin dapat menyebabkan biduran (urtikaria). Gejala
alergi tartrazin dapat timbul apabila senyawa ini terhirup (inhalasi) atau
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 22
ditelan (ingesti). Reaksi alergi yang timbul berupa sesak napas, pusing,
migrain, depresi, pandangan kabur, dan sulit tidur.
Gambar 3.6 Struktur tartrazin
3.7 Spektrofotometri UV - VIS
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat
(190-380) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen
spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995:26).
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup
besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis
lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja
dan Suharman, 1995: 26).
Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer.
Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang
gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya
yang ditranmisikan atau yang diabsorpsi. Spektrofotometer tersusun atas
sumber spektrum yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk
larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur pebedaan
absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 1990:
216).
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 23
3.8 Spektroskopi Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada
pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan
tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil
mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas
berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi
elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan
proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi
(pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena
mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas
(Basset, 1994).
Spektrofotometri molekuler pita absopsi inframerah dan UV-tampak yang di
pertimbangkan melibatkan molekul poliatom, tetapi atom individu juga menyerap
radiasi yang menimbulkan keadaan energi elektronik tereksitasi. Spectra absorpsi
lebih sederhana dibandingakan dengan spectra molekulnya karena keadaan energi
elektronik tidak mempunyai sub tingkat vibrasi rotasi. Jadi spectra absopsi atom
terdiri dari garis-garis yang jauh lebih tajam daripada pita-pita yang diamati dalam
spektrokopi molekul (Underwood, 2001).
Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi
unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk
Gambar 3.7. Spektrofotometer UV - VIS
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 24
analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam
keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah
energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas
asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk
membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground
state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang
menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut
dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006).
I = Io . a.b.c
Atau,
Log I/Io = a.b.c
A = a.b.c
dengan,
A = absorbansi, tanpa dimensi
a = koefisien serapan, L2/M
b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L
c = konsentrasi, M/L3
Io = intensitas sinar mula-mula
I = intensitas sinar yang diteruskan
Bagian-bagian AAS adalah sebgai berikut (Day, 1986).
a. Lampu katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada
setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,
seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.
Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Lampu Katoda Monologam : Digunakan untuk mengukur 1 unsur.
Lampu Katoda Multilogam : Digunakan untuk pengukuran beberapa logam
sekaligus.
b. Tabung gas
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 25
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu 20000 K, dan ada
juga tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan
kisaran suhu 30000 K. Regulator pada tabung gas asetilen berfungsi untuk
pengaturan banyaknya gas yang akan dikeluarkan, dan gas yang berada di dalam
tabung. Spedometer pada bagian kanan regulator merupakan pengatur tekanan
yang berada di dalam tabung. Gas ini merupakan bahan bakar dalam
Spektrofotometri Serapan Atom
c. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata.
Lobang yang berada pada burner, merupakan lobang pemantik api.
d. Monokromator
Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah
sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol
intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa
digunakan ialah monokromator difraksi grating.
e. Detektor
Detektor merupakan alat yang mengubah energi cahaya menjadi energi
listrik, yang memberikan suatu isyarat listrik berhubungan dengan daya radiasi
yang diserap oleh permukaan yang peka. Fungsi detektor adalah mengubah energi
sinar menjadi energi listrik, dimana energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk
mendapatkan data. Detektor AAS tergantung pada jenis monokromatornya, jika
monokromatornya sederhana yang biasa dipakai untuk analisa alkali, detektor
yang digunakan adalah barier layer cell. Tetapi pada umumnya yang digunakan
adalah detektor photomultiplier tube.
Photomultiplier tube terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka
cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton
menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda.
Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan
elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju anoda besar dan
akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik. Untuk menambah kinerja alat maka
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 26
digunakan suatu mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat
bantu lain seperti autosampler.
f. Sistem pembacaan
Sistem pembacaan merupakan bagian yang menampilkan suatu angka atau
gambar yang dapat dibaca oleh mata.
g. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada
spektrofotometry serapan atom (AAS), diolah sedemikian rupa di dalam ducting,
agar asap yang dihasilkan tidak berbahaya.
3.9 Turbidimetri
Turbidimeter merupakan alat yang digunakan untuk menguji kekeruhan,
yang biasanya dilakukan pengujian adalah pada sampel cairan misalnya air. Salah
satu parameter mutu yang sangat vital adalah kekeruhan yang kadang-kadang
diabaikan karena dianggap sudah cukup dilihat saja atau alat ujinya yang tidak ada
padahal hal tersebut dapat berpengaruh terhadap mutu. Oleh sebab itu untuk
mengendalikan mutu dilakukan uji kekeruhan dengan alat turbidimeter. Ada
beberapa cara praktis memeriksa kualitas air, yang paling langsung karena
beberapa ukuran redaman (yaitu, pengurangan kekuatan) cahaya saat melewati
Gambar 3.8. Seperangkat AAS
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 27
kolom sampel air, Kekeruhan diukur dengan cara ini menggunakan alat yang
disebut nephelometer dengan setup detektor ke sisi sinar. Satuan kekeruhan dari
nephelometer dikalibrasi disebut Nephelometric Kekeruhan Unit (NTU).
Kekeruhan di danau, waduk, saluran, dan laut dapat diukur dengan
menggunakan Secchi disk. Kekeruhan di udara, yang menyebabkan redaman
matahari, digunakan sebagai ukuran polusi. Untuk model redaman dari radiasi
balok, beberapa parameter kekeruhan telah diperkenalkan, termasuk faktor
kekeruhan Linke (TL). Kekeruhan (atau kabut) juga diterapkan untuk padatan
transparan seperti kaca atau plastik. Dalam kabut produksi plastik didefinisikan
sebagai persentase cahaya yang dibelokkan lebih dari 2,5 dari arah cahaya
masuk.
Dasar pengukuran secara turbidimetri adalah berkurangnya intensitas
radiasi yang diteruskan yang disebabkan oleh adanya hamburan oleh partikel
analit dalam bentuk koloid atau suspensi. Karena mekanisme turbidimetri sama
dengan spektrofotometri UV-Vis yaitu absorbsi, maka pada turbidimetri juga
berlaku Hukum Lambert Beer
Dengan ketentuan :
Gambar 3.8. Turbidimeter
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 28
T = Transmitan
I = Intensitas sinar yang diteruskan
Io = Intensitas sinar yang datang
k = tetapan yang tergantung pada ukuran, bentuk partikel dan sumber radiasi
b = tebal kuvet
C = konsentrasi analit yang diukur
Untuk membuat kondisi dan distribusi partikel yang homogen perlu dikontrol
parameter-parameter pembentukan endapan sebagai berikut :
1. Konsentrasi pereaksi
2. Cara penambahan pereaksi
3. pH larutan
4. Temperatur
5. Cara pengadukan
6. Kekuatan ion (matriks sampel/standar)
7. Waktu mulai pembentukan endapan sampai dengan pengukuran
Ke dalam larutan sampel sering ditambahkan surfaktan (gliserrol, gelatin,
dekstrin) untuk menstabilkan endapan dalam bentik koloid dan mencegah
terjadinya koagulasi.
Tabel 3.8 Beberapa kation dan anion yang kadarnya bisa ditentukan dengan
metode turbidimetri
Analit Pengendap Endapan
Ag+ NaCl AgCl
Ca2+ Na2C2O4 CaC2O4
Cl- AgNO3 AgCl
CN- AgNO3 AgCN
CO32- BaCl2 BaCO3
F- CaCl2 CaF2
SO42- BaCl2 AgNO3
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 29
BAB IV
METODE PELAKSANAAN
4.1 Analisis TOC (Total Organic Carbon)
Acuan : SNI 06-6898.28-2005
Prinsip
Contoh uji yang telah homogen diaspirasikan ke dalam tabung
pembakaran yang dibungkus dengan katalis oksidatif dan dipanaskan
pada suhu 6800C. Air akan menguap dan bahan organik teroksidasi
menjadi CO2 dan H2O. CO2 yang dihasilkan dialirkan bersama gas
pembawa dan ukur respon detektor dengan Nondispersive Infrared
Analyzer (NDIR). Dari hasil pengukuran, didapat nilai karbon total dan
karbon anorganik secara terpisah, sedangkan nilai TOC didapat dari
selisihnya.
Alat-alat
1. TOC analyzer
2. Timbangan analitik
3. Penyaring dengan ukuran pori 0,45
4. Labu ukur 50 ml ; 100 ml dan 1000 ml
5. Pipet volumetrik 10 ml ; 25 ml dan 50 ml
6. Labu semprot
7. Desikator
8. Oven
Bahan-bahan
1. Air suling bebas karbon
2. Kalium hidrogen ftalat
3. Natrium karbonat (Na2CO3)
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 30
4. Natrium hidrogen karbonat (NaHCO3)
5. Gas oksigen murni bebas CO2 yang mengandung hdrokarbon
sebagai metan lebih kecil dari 1 mg/L.
Prosedur Kerja
1. Optimalkan alat TOC analyzer sesuai petunjuk penggunaan alat.
2. Ukur respon detektor masing masing larutan kerja.
3. Buat kurva kalibrasi untuk mendapatkan persamaan garis regresi.
4. Lanjutkan dengan pengukuran contoh uji yang sudah dipersiapkan.
Cara menghitung
Konsentrasi karbon organik total (TOC) mg/L
Dengan pengertian:
TOC adalah karbon organik total dalam contoh uji (mg/L)
TC adalah total karbon hasil pengukuran (mg/L)
IC adalah kabon anorganik hasil pengukuran (mg/L)
Fp adalah faktor pengenceran
4.2 Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) refluks terbuka
Acuan : SNI 06-6989.15-2004
Prinsip
Zat organik dioksidasi dengan campuran mendidih asam sulfat dan
kalium dikromat yang diketahui normalitasnya dalam suatu refluk selama
2 jam. Kelebihan kalium dikromat yang tidak tereduksi, dititrasi dengan
larutan ferro ammonium sulfat (FAS).
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 31
Alat-alat
1. Peralatan refluks, yang terdiri dari labu erlenmeyer, pendingin Liebig
30 cm;
2. Hot plate atau yang setara;
3. Labu ukur 100 mL dan 1000 mL;
4. Buret 25 mL atau 50 mL;
5. Pipet volum 5 mL; 10 mL; 15 mL dan 50 mL;
6. Erlenmeyer 250 mL (labu refluk); dan
7. Timbangan analitik.
Bahan-bahan
1. Larutan baku kalium dikromat 0,25 N.
Larutkan 12,259 g K2Cr2O7 (yang telah dikeringkan pada 1500C
selama 2 jam) dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 mL.
2. Larutan asam sulfat perak sulfat.
Tambahkan 5,5 g Ag2SO4 kedalam 1 kg asam sulfat pekat atau
10,12 g Ag2SO4 dalam 1000 mL asam sulfat pekat , aduk dan
biarkan 1 hari sampai 2 hari untuk melarutkan.
3. Larutan indikator ferroin.
Larutkan 1,485 g 1,10 phenanthrolin monohidrat dan 0,695 g
FeSO4.7H2O dalam air suling dan encerkan sampai 100 mL.
4. Larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N.
Larutkan 39,2 g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam air suling,
tambahkan 20 mL H2SO4 pekat, dinginkan dan tepatkan sampai
1000 mL. Bakukan larutan ini dengan larutan baku kalium dikromat
0,25 N.
5. Larutan baku potasium hidrogen phthalat (KHP).
Larutkan 425 mg KHP (yang telah dihaluskan dan dikeringkan pada
1100C), dalam air suling dan tepatkan sampai 1000 mL. Larutan ini
mempunyai kadar KOK 500 mg/L O2. Bila disimpan dalam
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 32
refrigerator dapat digunakan sampai 1 minggu selama tidak ada
pertumbuhan mikroba.
6. Asam sulfamat.
Hanya digunakan jika ada gangguan nitrit, 10 mg asam sulfamat
untuk 1 mg nitrit
7. Serbuk merkuri sulfat, HgSO4.
8. Batu didih.
Prosedur Kerja
1. Pipet 10 mL contoh uji, masukkan kedalam erlenmeyer 250 mL.
2. Tambahkan 0,2 g serbuk HgSO4 dan beberapa batu didih.
3. Tambahkan 5 mL larutan kalium dikromat, K2Cr2O7 0,25 N.
4. Tambahkan 15 mL pereaksi asam sulfat perak sulfat perlahan-
lahan sambil didinginkan dalam air pendingin.
5. Hubungkan dengan pendingin Liebig dan didihkan diatas hot plate
selama 2 jam.
6. Dinginkan dan cuci bagian dalam dari pendingin dengan air suling
hingga volume contoh uji menjadi lebih kurang 70 mL.
7. Dinginkan sampai temperatur kamar, tambahkan indikator ferroin 2
sampai dengan 3 tetes, titrasi dengan larutan FAS 0,1 N sampai
warna merah kecoklatan, catat kebutuhan larutan FAS.
8. Lakukan langkah 3.5 a) sampai dengan 3.5 g) terhadap air suling
sebagai blanko. Catat kebutuhan larutan FAS. Analisis blanko ini
sekaligus melakukan pembakuan larutan FAS dan dilakukan setiap
penentuan KOK.
9.
Cara menghitung
Normalitas FAS
dengan pengertian :
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 33
V1 adalah volume larutan K2Cr2O7 yang digunakan, mL;
V2 adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan, mL;
N1 adalah Normalitas larutan K2Cr2O7.
dengan pengertian :
A adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk blanko, mL;
B adalah volume larutan FAS yang dibutuhkan untuk contoh, mL;
N adalah normalitas larutan FAS.
4.3 Analisis BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Acuan : Standard Methods 20th. Edition 1998
Prinsip
Cara uji BOD pada dasarnya adalah pengukuran oksigen terlarut
sebelum dan sesudah inkubasi dengan menggunakan alat DO meter.
Alat-alat
1. Botol Winkler 100 ml yang telah ditera sampai ketelitian 0,1 ml
2. Ruangan inkubator dengan suhu 20,0 ( 1,00 C)
3. Pipet volume 5 ml, 10 ml, 25 ml, 50 ml
4. Pipet ukur 5 ml, 10 ml, 25 ml
5. Labu ukur 100 ml, 250 ml, 1000 ml
6. Aerator
Bahan-bahan
1. Larutan MgSO4 (22,5 gram MgSO4.7H2O dalam 1 liter akuades)
2. Larutan CaCl2 (7,5 gram dalam akuades)
3. Larutan FeCL2 (0,25 gram FeCl2.6H2O dalam 1 liter akuades)
4. Buffer Phosphate (larutkan 8,5 gram KH2PO4; 21,75 gram K2HPO4;
33,4 gram Na2HPO4.7H2O; 1,7 gram NH4Cl dilarutkan dalam 1 liter
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 34
akuades).
Prosedur Kerja
1. Buat larutan pengencer (air aerasi) dalam 1 liter terdiri dari :
a. 1 ml larutan MgSO4
b. 1 ml larutan CaCl2
c. 1 ml larutan FeCl3
d. 1 ml larutan Buffer Phospat
kemudian diaerasi selama 6 jam (sampai jenuh).
2. Pipet 5 ml sampel ( sesuai dengan kondisi sampel ) masukkan dalam
labu ukur 250 ml, lalu tambahkan larutan pengencer sampai tanda
batas. Kocok.
3. Masukkan air aerasi dalam labu ukur 250 ml sebagai blanko.
4. Tuangkan setiap 1 sampel uji yang telah diencerkan ke dalam 2 botol
winkler 100 ml, botol pertama diukur DO nya terlebih dahulu,
Sementara botol yang kedua letakkan dalam ruang inkubator 200 C
(tanpa cahaya) selama 5 hari.
5. Botol Winkler yang pertama ditambahkan MnSO4 dan alkali yodida
dengan perbandingan 1 : 1 ( bisa 1 ml atau 2 ml) sebagai reagen.
Tutup Kocok. Diamkan. Biarkan mengendap.
6. Dekantasi sedikit air dalam botol winkler pertama lalu tambahkan
H2SO4 pekat dengan perbandingan yang sama dengan reagen
MnSO4. Tutup dan kocok.
7. Titrasi botol winkler pertama dengan Thiosulfat (Na2S2O3)
menggunakan buret mikro sampai warna larutan coklat pudar lalu
tambahkan amilum 4 tetes. Lanjutkan titrasi. Catat volume thiosulfat
yang dibutuhkan.
8. Lakukan hal yang sama dengan botol winkler kedua yang telah di
inkubasi 5 hari.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 35
Cara menghitung
BOD
Keterangan :
DO1 adalah jumlah oksigen terlarut sebelum inkubasi (awal)
DO5 adalah jumlah oksigen terlarut setelah inkubasi (5 hari)
4.4 Analisis Uji PH dengan PH meter
Acuan : SNI 06-6989.11-2004
Prinsip
Metode pengukuran pH berdasarkan pengukuran aktifitas ion
hidrogen secara potensiometri/elektrometri dengan menggunakan pH
meter.
Alat-alat
1. pH meter dengan perlengkapannya;
2. Pengaduk gelas atau magnetik;
3. Gelas piala 250 mL;
4. Kertas tissue;
5. Timbangan analitik; dan
6. Termometer.
Bahan-bahan
1. Larutan penyangga 4, 7 dan 10 yang siap pakai dan tersedia
dipasaran, atau dapat juga dibuat dengan cara sebagai berikut:
a. Larutan penyangga, pH 4,004 (250C).
Timbangkan 10,12 g kalium hidrogen ptalat, KHC8H4O4,
larutkan dalam 1000 mL air suling.
b. Larutan penyangga, pH 6,863 (250C).
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 36
Timbangkan 3,387 g kalium dihidrogen fosfat, KH2PO4 dan
3,533 g dinatrium hidrogen fosfat, Na2HPO4, larutkan dalam
1000 mL air suling.
c. Larutan penyangga, pH 10,014 (250C).
2. Timbangkan 2,092 g natrium hidrogen karbonat, NaHCO3 dan 2,640
g natrium karbonat, Na2CO3, larutkan dalam 1000 mL air suling.
Prosedur Kerja
1. Keringkan dengan kertas tisu selanjutnya bilas elektroda dengan air
suling.
2. Bilas elektroda dengan contoh uji.
3. Celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap.
4. Catat hasil pembacaan skala atau angka pada tampilan dari pH
meter.
5. Berikut instruksi kerja PH meter:
INSTRUKSI KERJA RADIOMETER PHM 210
Operasional dan Kalibrasi pH meter
1. Hubungkan elektroda ke Radiometer PHM 210
2. Nyalakan dengan menekan tombol On
3. Siapkan buffer pH 4,7 ke dalam beker 50 ml
4. Tekan tombol CAL, layar akan menunjukkan sensitivitas
terakhir dan pertanyaan menggunakan standart apa, kemudian
pilih dengan menekan tombol . Kemudian akan muncul
perintah untuk memasukkan buffer pertama.
5. Bersihkan elektroda dengan akuades dan keringkan
6. Letakkan elektroda dalam buffer 4 tekan layar akan
menunjukkan stabilising
7. Ketika pH yang diukur sudah stabil layar akan menampilkan
perintah masukkan buffer 2
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 37
8. Elektroda dibersihkan dan dikeringkan
9. Letakkan elektroda dalam buffer pH 7 tekan
10. Setelah point kalibrasi terakhir dan stabil layar menunjukkan
prosentase sensitivitas, jika sensitivitas > 95 %, maka alat dapat
digunakan, jika kurang dari 95 %, maka alat akan eror dan kita
harus mengulang langkah ke 4 sampai 10.
11. Bersihkan elektroda dengan akuades masukkan ke dalam sampel
yang akan diperiksa
12. Baca pH dan suhu sampel hingga layar menunjukkan STAB
13. Tekan tombol
4.5 Analisis Uji Flourida (F) dengan spektrofotometer
Acuan : SNI 06-6989.29-2005
Prinsip
Flourida beraksi dengan campuran SPADN-asam zirkonil
menyebabkan berkurangnya warna larutan. Pengurangan warna ini
sebanding dengan banyaknya unsur flourida dalam contoh uji yang
kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 570
nm.
Alat-alat
1. Spektrofotometer
2. Volume pipet 2 ml ; 5 ml ; 16 ml
3. Gelas beaker 50 ml
Bahan-bahan
1. SPADNS
2. Asam zirkonil
3. Asam klorida
4. Natrium Arsenit
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 38
Prosedur Kerja
1. Pipet 25 ml sampel yang telah di saring pada gelas beaker 50 ml.
2. Tambahkan 5 ml larutan SPDANS-asam zirkonil (pereaksi untuk
flour). Kocok hingga homogen.
3. Ukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm dan catat
absorbansinya. Ulangi prosedur ini hingga 3 kali.
4. Apabila serapan contoh uji berada di luar serapan kurva kalibrasi
standart, ulangi pengujian penggunaan contoh uji yang telah
diencerkan.
Cara menghitung
Kadar Flour (mg/L)
= kadar yang terbaca dari pengukuran (kurva kalibrasi) x f pengenceran
Rpd
= [(hasil terbesar kadar hasil terendah kadar) x 100%] / rata-rata hasil
4.6 Analisis Uji Krom (Cr) dengan spektrofotometer
Acuan : SNI 19 1132 1989
Prinsip
Krom6+ (Cr6+) dalam suasana sedikit asam bereaksi dengan
diphenil carbazid membentuk senyawa yang bernama ungu kemerahan.
Kisaran uji antara 0,001 0,1 mg/L.
Alat-alat
1. Spektrofotometer
2. Volume pipet 25 ml
3. Mat pipet 10 ml
4. Labu ukur 50 ml
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 39
5. Kertas sharing Whatman 40
6. Corong kaca
7. Erlenmeyer 100 ml
Bahan-bahan
1. H2SO4 1 : 1
2. H3PO4 pa
3. Diphenil carbazid dalam aceton
Prosedur Kerja
1. Persiapan Sampel
Sampel disaring dengan kertas saring Whatman 40. Sampel siap uji .
2. Cara Uji
a. Pipet 25 ml sampel siap uji ke dalam labu ukur 50 ml.
b. Tambahkan 1 ml H2SO4 1:1 , tambahkan 0,3 ml H3PO4 p.a kocok
c. Tambahkan 1 ml diphenil carbazid 0,5 % dalam keton, tepatkan,
kocok.
d. Lakukan pengerjaan terhadap blanko dan standart sama dengan
sampel.
e. Periksa pada panjang gelombang 540 nm dengan alat
spektrofotometer selama 5 -10 menit.
Cara menghitung
Kadar Cr6+ dalam sampel
=
4.7 Analisis Uji Kekeruhan dengan alat ORBECO HELIGE
(Turbidimeter)
Acuan : SNI 01-3553-2006 dan SNI 01-3554-2006
Prinsip
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 40
Intensitas cahaya contoh uji yang di serap dan dibiaskan,
dibandingkan terhadap intensitas cahaya suspensi baku.
Alat-alat
1. Turbidimeter (nephelometer)
2. Tabung nephelometer
3. Labu ukur 100 mL
4. Neraca analitik
5. Pipet volume 5 mL dan 10 mL
Bahan-bahan
1. Aquades
2. Larutan standar primer 4.000 NTU
3. Larutan standar 1 NTU, 10 NTU, 40 NTU, 400 NTU, 1.000 NTU.
Prosedur Kerja
1. Mengkalibrasi alat turbidimeter dengan beberapa standar kekeruhan.
2. Mengocok larutan sampel dengan sempurna, mendiamkan sampai
tidak ada gelembung udara.
3. Menuangkan larutan sampel ke dalam tabung nephelometer.
4. Membaca nilai kekeruhan larutan sampel pada alat turbidimeter.
5. Apabila terbentuk endapan, ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat
dan batu didih lalu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai lautan
jernih dan volumenya tinggal 10-20 mL.
Cara menghitung
Kekeruhan larutan sampel diperoleh dari harga NTU yang muncul
pada skala turbidimeter.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 41
4.8 Analisis kadar Fe dengan ASS ( Atomic Absorbtion Spektrofotometry )
Prinsip
Analisis cemaran logam Fe dengan SSA menggunakan lampu
katoda Fe berdasarkan penyerapan energi radiasi oleh atom-atom Fe pada
tingkat energi dasar dengan atomisasi tungku karbon.
Alat-alat
1. SSA tungku karbon terkalibrasi
2. Pipet mikro 0,5 mL, 1,0 mL, dan 10,0 mL terkalibrasi
3. Kertas saring dengan diameter pori 0,45 m
4. Labu ukur 50 mL, 100 mL, dan 1.000 mL
5. Pipet ukur 10 mL dan 100 mL
6. Tabung reaksi 20 mL
7. Gelas beker 150 mL dan 500 mL
8. Pemanas listrik
9. Batu didih
Bahan-bahan
1. Aquadem
2. Larutan HNO3 pekat p.a
3. Larutan induk Cd 1.000 mg/L
4. Larutan baku Cd 10 mg/L
5. Larutan standar Cd 0 g/L; 2,5 g/L; 5 g/L; 7,5 g/L; dan 10 g/L
Prosedur kerja
1. Menyaring 100 mL larutan sampel menggunakan kertas saring.
2. Mengasamkan larutan sampel dengan larutan HNO3 sampai dengan
pH kurang dari 2 (cek dengan indikator universal).
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 42
3. Apabila terbentuk endapan, ditambahkan 5 mL larutan HNO3 pekat
dan batu didih lalu dipanaskan di atas pemanas listrik sampai lautan
jernih dan volumenya tinggal 10-20 mL.
4. Mendinginkan larutan, kemudian memindahkan secara kuantitatif ke
dalam labu ukur 100 mL kemudian diencerkan dengan akuadem
sampai tanda batas.
5. Larutan sampel siap diuji.
6. Mengukur absorbansi larutan standar Fe dan larutan sampel dengan
menggunakan SSA tungku karbon.
Cara menghitung
Kadar Fe dalam sampel diperoleh dengan cara
menyubtitusikan absorbansi larutan sampel ke dalam kurva kalibrasi
atau persamaan regresi linier larutan standar.
4.9 Analisis Uji Jumlah Padatan Tersuspensi (TSS)
Acuan : SNI 06-6989.3-2004
Prinsip
Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang
telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai
mencapai berat konstan pada suhu 103C sampai dengan 105C.
Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika
padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan,
diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume
contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara
padatan terlarut total dan padatan total.
Alat-alat
1. Desikator yang berisi silika gel;
2. Oven, untuk pengoperasian pada suhu 103C sampai dengan 105C;
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 43
3. Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg;
4. Pengaduk magnetik;
5. Pipet volum;
6. Gelas ukur;
7. Cawan aluminium;
8. Cawan porselen/cawan Gooch;
9. Penjepit;
10. Kaca arloji; dan
11. Pompa vacum.
Bahan-bahan
1. Kertas saring (glass-fiber filter) menggunakan Whatman Grade 934
AH, dengan ukuran pori (Particle Retention) 1,5 m ( Standar for
TSS in water analysis).
2. Air suling.
Prosedur Kerja
1. Lakukan penyaringan dengan peralatan vakum. Basahi saringan
dengan sedikit air suling.
2. Aduk contoh uji dengan pengaduk magnetik untuk memperoleh
contoh uji yang lebih homogen.
3. Pipet contoh uji dengan volume tertentu, pada waktu contoh diaduk
dengan pengaduk magnetik.
4. Cuci kertas saring atau saringan dengan 3 x 10 mL air suling,
biarkan kering sempurna, dan lanjutkan penyaringan dengan vakum
selama 3 menit agar diperoleh penyaringan sempurna. Contoh uji
dengan padatan terlarut yang tinggi memerlukan pencucian
tambahan.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 44
5. Pindahkan kertas saring secara hati-hati dari peralatan penyaring dan
pindahkan ke wadah timbang aluminium sebagai penyangga. Jika
digunakan cawan Gooch pindahkan cawan dari rangkaian alatnya.
6. Keringkan dalam oven setidaknya selama 1 jam pada suhu 103C
sampai dengan 105C, dinginkan dalam desikator untuk
menyeimbangkan suhu dan timbang.
7. Ulangi tahapan pengeringan, pendinginan dalam desikator, dan
lakukan penimbangan sampai diperoleh berat konstan atau sampai
perubahan berat lebih kecil dari 4% terhadap penimbangan
sebelumnya atau lebih kecil dari 0,5 mg.
CATATAN 1. Jika filtrasi sempurna membutuhkan waktu lebih dari 10
menit, perbesar diameter kertas saring atau kurangi volume contoh uji.
CATATAN 2. Ukur volume contoh uji yang menghasilkan berat kering
residu 2,5 mg sampai dengan 200 mg. Jika volume yang disaring tidak
memenuhi hasil minimum, perbesar volume contoh
uji sampai 1000 mL.
Cara menghitung
TSS
dengan pengertian:
A adalah berat kertas saring + residu kering, mg;
B adalah berat kertas saring, mg.
4.10 Analisis Uji Minyak dan Lemak
Acuan : SNI 06-6989.10-2004
Prinsip
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 45
Dalam suasana asam, minyak yang larut atau emulsi diekstraksi
dengan normal heksan, ekstrak dikeringkan dan akhirnya ditimbang.
Kisaran uji anatara 1 50 mg/L.
Alat-alat
1. Corong pemisah yang tertutup kran dari Teflon.
2. Alat destilasi
3. Timbangan analitik
4. Alat-alat gelas
5. Peralatan yang dipekai harus bersih, bebas minyak dan lemak
Bahan-bahan
1. Asam Klorida (HCl) 1 : 1
Tambahkan dengan hati-hati 50 ml asam klorida pekat ke dalam 50
ml air. Dinginkan .
2. Normal Heksan (titik didih 690C)
3. Natrium Sulfat Na2SO4 anhidrat (kristal)
Prosedur Kerja
1. Sampel diasamkan dengan HCl (1:1) sampai pH 2.
2. 1 liter (1000 ml) sampel air masukkan ke dalam corong pemisah I .
tambah 15 ml n-heksan, kocok selama 2 menit.
3. Tambah 25 ml n-heksan, kocok selama 2 menit.
4. Diamkan beberapa menit sampai semua lapisan ekstrak terpisah dari
air.
5. Pemisahan secara kuantitatif ekstrak minyak lemak dengan
pemisahan air pada lapisan bagian bawah ke dalam corong pemisah
II.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 46
6. Ekstrak kembali air pada corong pemisah II dengan 25 ml n-heksan,
diamkan beberapa menit dan pisahkan ekstrak dar air secara
kuantitatif.
7. Saring ekstrak pada corong pemisah I dan II dengan kertas saring
(Whatman no. 40) ang telah diberi Na2SO4 anhidrat ke dalam labu
destilasi yang telah diketahui beratnya (A gram)
8. Bersihkan masing-masing corong pemisah dengan 25 ml n-heksan,
kemudian kumpulkan ke dalam labu destilasi melalui kertas saring
halus yang telah dipakai untuk menyaring ekstrak.
9. Suling ekstrak minyak dan lemak dalam n-heksan dengan sistem
destilasi pada suhu maksimum 850 C selama 15 menit.
10. Dinginkan labu destilasi dalam eksikator selama 30 menit
11. Timbang sampai konstan dengan timbangan analitis (B gram)
Cara menghitung
Dengan pengertian:
A adalah massa labu destilat kosong
B adalah massa labu destilat + sampel
Laboratorium Kimia Makanan
4.11 Analisis Sampel Teripang
4.11.1 Uji Kadar Air
Acuan : SNI 01 2891 1992
Prinsip
Kehilangan bobot pada pemanasan 105" C dianggap
sebagai kadar air yang terdapat pada contoh.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 47
Alat-alat
1. Botol timbang bertutup;
2. Eksikator;
3. Oven;
4. Neraca analitik.
Bahan-bahan
1. Teripang basah
Prosedur Kerja
1. Timbang dengan seksama 1g-2 g cuplikan pada sebuah botol
timbang bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Untuk
contoh berupa cairan, botol timbang dilengkapi dengan
pengaduk dan pasir kuarsaikertas saring berlipat;
2. Keringkan pada oven suhu 105" C selama 3 jam;
3. Dinginkan dalam eksikator;
4. Timbang, ulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap.
Cara menghitung
Dimana:
W adalah bobot cuplikan sebelum dikeringkan (gram)
W1 adalah kehilangan bobot setelah dikeringkan (gram)
4.11.2 Uji Formalin
Acuan : SNI 01 2894 1992
Prinsip
Formalin juga dapat ditentukan kadarnya secara titrasi
asam-basa dengan menambahkan hidrogen peroksida dan NaOH
1 N dan pemanasan hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 48
dengan HCl 1 N menggunakan indikator fenolftalein (Ditjen
POM, 1979).
Reaksi :
HCHO + H2O2 HCOOH + H2O
HCOOH + NaOH HCOONa + H2O
NaOH + HCl NaCl + H2O
Alat-alat
1. Labu erlenmeyer 250 ml
2. Alat destilasi
3. Waterbath
4. Buret
Bahan-bahan
1. Larutan anti busa (as. Oleat)
2. Larutan H2O2 dan NaOH 0,1 N
3. Pentitran HCl 0,1 N
Prosedur Kerja
1. Potong kecil-kecil sampel teripang dan timbang sampel
sebanyak 5 gram ke dalam labu erlenmeyer
2. Sampel ditambahkan akuades sampe batas 100ml, lalu
dikocok dan disaring dengan kertas saring
3. Tambahkan 1 ml anti busa (as. oleat)
4. Sampel yang telah di saring, dilakukan dsetilasi hingga hasil
destilasi mencapai 75ml
5. Lalu sampel hasil destilasi ambil 10ml dan ditambahkan
25ml H2O2, 50ml NaOH 0,1 N
6. Larutan sampel kemudian dibuihkan hingga busanya hilang
7. Selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan HCl 0,1N yang
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 49
terlebih dahulu sampel telah diberi indikator pp hingga
warna pink tepat hilang tidak berwarna
8. Lakukan titrasi dengan HCl 0,1N pada blanko, yaitu NaOH
50 ml
9. Catat volume yang diperlukan untuk mentitrasi sampel dan
blanko
Cara menghitung
Kadar Formalin =
[(vol titrasi blanko vol titrasi sampel) x N HCl x 3,003 x
1000 x f. Pengenceran] / berat sampel
4.12 Analisis Sampel Mie Instan
4.12.1 Uji Protein
Acuan : SNI 01 2891 - 1992
Prinsip
Senyawa nitrogen diubah menjadiu amonium sulfat oleh
H2SO4 pekat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dengan
NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan
kemudian dititar dengan larutan baku asam.
Alat-alat
1. Labu Kjeldhal 100 ml;
2. Alat penyulingan dan kelengkapannya;
3. Fernanas listri k/pem bakar;
4. Neraca analitik.
Bahan-bahan
1. Campuran selen
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 50
Campuran 2,5 gram serbuk SeO2 , 100 gram K2SO4 dan 20
gram CuSO45H2O.
2. Indikator Campuran
Siapkan larutan bromocresol green 0,1 % dan larutan merah
metil 0,1 % dalam alkohol 95% secara terpisah. Campur 10
ml bromocresol green dengan 2 metil merah.
3. Larutan asam borat, H3BO3 4%.
Larutkan 20 gram H3BO4 dalam 500 ml air suling. Setelah
dingin pindahkan ke dalam botol bertutup gelas. Campur 500
ml asam borat dengan 5 ml indikator.
4. Larutan asam klorida, HCl 0,1 N
5. Larutan natrium hidroksida NaOH 35 40 %
Larutkan 400 gram natrium hidroksida ke dalam 1000 ml air,
simpan dalam botol bertutup karet.
Prosedur Kerja
1. Timbang seksama 0, 5 gram cuplikan masukkan ke dalam
labu kjeldhal 100 ml.
2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan 10 ml H2SO4 pekat
3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai
mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau hijauan
(sekitar 2 jam).
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam
labu ukur 100 ml. Tepatkan sampai tanda tera , kocok hingga
homogen.
5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling,
tambahkan 5 ml NaOH 30 % dan beberapa indikator pp.
6. Suling selama lebih kurang 10 menit sebagau penampung
gunakan gunakan 20 ml H3BO4 2% yang telah dicampur
indikator.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 51
7. Bilas ujung pendingin dengan air suling.
8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.
9. Kerjakan penetapan blanko.
Cara menghitung
Kadar Protein =
Keterangan:
w sampel = berat sempel (gram)
V1 = volume HCl 0,01 N yang digunakan penitraan contoh
(ml)
V2 = volume HCl yang dipergunakan penitraan blanko (ml)
N = normalitas HCl
fk = faktor konversi untuk protein dari makanan secara
umum: 6,25 ; susu dan hasil olahannya : 6,38 ; mentega
kacang : 5,46.
fp = faktor pengenceran
4.12.2 Uji Hg
Acuan : SNI 01-2896-1998 dan SNI 7387:2009
Prinsip
Mereaksikan senyawa raksa dengan NaBH4 atau SnCl2
dalam keadaan basah guna membentuk gas atomik Hg dan
diikuti dengan pembacaan absorbans menggunkan
Spektrofotometer serapan atom tanpa nyala dengan panjang
gelombang 253,7 nm.
Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80; bobot atom
200,59; bobot jenis 13,55 g/cm3; titik leleh -38,9 C; titik didih
357,3 C; tekanan uap 163 x 10-3 Pa; kelarutan dalam air 60
g/l pada 20C, 250 g/l pada 50 C dengan faktor konversi 1
mg/kg = 8,34 mg/m3, 1 mg/m3 = 0,12 mg/kg. Merkuri berupa
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 52
logam cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan tidak
berbau.
Alat-alat
1. Labu destruksi 100 ml beralas bulat
2. Pendingin destruksi
3. Labu ukur 100 ml terkalibrasi
Bahan-bahan
1. Larutan pereduksi : larutan SnCl2 dan NaBH4
2. Larutan pengencer : larutan HNO3-H2SO4
3. Larutan baku raksa
Prosedur Kerja
1. Siapkan labu destruksi 250 ml berdasar bulat
2. Pada labu ukur 100 ml, masukkan 5 gram sampel
3. Tambahkan 25 ml H2SO4 18 N, 20 ml HNO3 7N, 1 ml
larutan natrium molibdat 2% dan batu didih secukupnya
pada labu ukur
4. Pindahkan sampel dalam labu destruksi
5. Tambahkan 20 ml HNO3-HClO4 (1:1) melalui pendingin
6. Panaskan hingga timbul uap putih
7. Dengan hati-hati tambahkan 10 ml akuades melalui
pendingin, sambil terus dogoyang-goyangkan
8. Didihkan lagi selama 10 menit, hingga larutan berubah jadi
tidak berwarna
9. Matikan pemanas dan dinginkan sampai suhu kamar
10. Secara kuantitatif, pindahkan larutan destruksi contoh ke
dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan air suling sampai
tanda batas.
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 53
11. Larutan siap untuk di uji kadar Hg dengan menggunakan
spektrofotmeter serapan atom tanpa nyala (AAS) pada
panjang gelombang 253,7 nm
4.13 Analisis Padatan Tak Larut Sampel Madu
Acuan : SNI 01-2891-1992 (uji makanan dan minuman) dan SNI
01-3545-2004 (uji madu)
Prinsip
Madu adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis
yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar)
atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi
serangga.
Padatan yang tidak dapat larut dalam air adalah zat-zat kotoran
seperti pasir-pasir, potongan- potongan daun, serangga dan lain-lain.
Alat-alat
1. Botol timbang
2. Eksikator
3. Oven
4. Neraca analitik
Bahan-bahan
Madu
Prosedur Kerja
1. Timbang seksama lebih kurang 20 g contoh masukkan dalam gelas
piala 400 ml, dapat larut ke dalam kertas
2. Dalam keadaan panas, enap tuangkan bagian yang tidak yang telah
dikeringkan dan ditimbang;
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 54
3. Bilas piala gelas dan kertas saring dengan air panas;
4. Keringkan kertas saring dalam oven pada suhu 1050C selama 2 jam,
dinginkan dan sampai bobot tetap.
Cara menghitung
Persamaan Jumlah Padatan Tidak Larut Air
= [(selisih berat kertas saring awal dan akhir) x 100%] / berat awal
sampel
4.14 Analisis Uji Kehalusan Sampel Tepung Ketela
Acuan : SNI 01-2891-1992
Prinsip
Pengukuran derajat kehalusan dari cuplikan.
Alat-alat
1. Ayakan dengan ukuran mesh yang sesuai (dalam uji kali ini
menggunakan mess 8).
Bahan-bahan
Tepung yang akan diuji
Prosedur Kerja
1. Timbang seksama kurang lebih 100 g cuplikan, kemudian ayak
dengan ukuran ayakan yang sesuai (pada tepung ketela ini
menggunakan mesh 80).
2. Timbang bagian yang kurang dalam ayakan.
Cara menghitung
Kehalusan mesh =
Dimana:
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 55
W1 adalah bobot yang tertinggal dalam ayakan
W adalah bobot cuplikan
4.15 Analisis Zat Warna Sampel Kerupuk
Acuan : SNI 01-2891-1992
Prinsip
Penyerapan zat warna menggunakan benang wol dalam suasana
asam dengan pemanasan, dilanjutkan pelarutan benang wol yang telah
berwarna.
Alat-alat
1. Gelas beker 100 ml dan 1.000 mL
2. Kertas saring biasa
3. Kertas saring whatman no.1
4. Penangas air (water bath)
5. Indikator universal
6. Pengaduk gelas
7. Cawan tetes
8. Pipa kapiler
9. Bejana kromatografi
Bahan-bahan
1. Larutan amoniak 2% dalam etanol 70%
2. Benang wol (bulu domba) bebas lemak
3. Larutan amoniak encer
4. Akuades
5. Zat warna pembanding
6. Larutan elusi
7. Eter
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 56
Prosedur Kerja
1. Membersihkan benang wol dari lemak dengan cara merendam
benang wol dengan eter.
2. Memasukkan sampel sebanyak 20 gram ke dalam gelas beker 1.000
mL.
3. Menambahkan larutan amoniak 2% dalam etanol 70% sampai
dengan volume 500 mL.
4. Mengaduk campuran sampel dan larutan amoniak hingga rata lalu
didiamkan.
5. Menyaring campuran, lalu filtrat diuapkan diatas penangas air
(waterbath) sampai bau alkohol dan amoniak hilang.
6. Menambahkan asam asetat 1:1 sampai dengan pH 4 (dicek dengan
menggunakan indikator universal).
7. Menarik zat warna dengan benang wol (bulu domba) dengan cara
memasukkan bulu domba ke dalam sampel lalu dipanaskan diatas
waterbath sambil diaduk-aduk selama 10 menit hingga warna
terserap pada bulu domba.
8. Mengambil bulu domba, kemudian dimasukkan ke dalam gelas
beker 100 mL
9. Mencuci bulu domba dengan menggunakan air panas (di cuci sampai
air panas tidak berwarna).
10. Menambahkan larutan amoniak encer, lalu dipanaskan diatas
waterbath sampai warna pada bulu domba itu luntur.
11. Larutan dipekatkan sampai bau amoniak hilang.
12. Menotolkan sampel pada kertas kromatografi (kertas whatman no.1)
13. Menotolkan zat warna pembanding dan standard pewarna yang telah
diencerkan dengan akuades dalam cawan tetes.
14. Memasukkan kertas tersebut ke dalam bejana kromatografi yang
terlebih dahulu sudah dijenuhkan dengan uap elusi (eluen yang
digunakan adalah alkohol:akuades:1-butanol 1:1:4).
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 57
15. Membandingkan Rf bercak sampel dengan Rf bercak pewarna
standar.
Cara menghitung
4.16 Analisis Abu Sulfat
Acuan : SNI 01 2891 - 1992
Prinsip
Pengukuran abu yang diendapkan sebagai sulfat.
Alat-alat
1. Cawan porselen atau platina;
2. Tanur listrik;
3. Neraca analitik.
Bahan-bahan
1. Asam sulfat pekat (H2SO4).
Prosedur Kerja
1. Timbang 2 g - 3 g cuplikan ke dalam sebuah cawan porselen (atau
platina) yang telah diketahui bobotnya;
2. Tuangkan di atas nyala pembakaran, lalu abukan dalam tanur listrik
pada suhu 550" C sampai pengabuan sempurna;
3. Dinginkan, kemudian tambahkan 1 tetes - 2 tetes H2SO4 pekat;
4. Uapkan dalam ruang asam sampai gas SO2 hilang;
5. Pijarkan kembali dalam tanur;
6. Dinginkan dalam eksikator, lalu timbang sampai bobot tetap.
Cara menghitung
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
(BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SURABAYA)
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014 58
Dimana:
W adalah bobot abu sulfat (gram)
W1 adalah bobot contoh (gram)
Laboratorium Galian
4.17 Analisis Sampel Sabun Mandi
4.17.1 Penentuan Kadar Air dan Zat Menguap
Acuan : SNI 06-3532-1994
Prinsip
Pengukuran kekurangan berat setelah pengeringan pada
suhu 1050C.
Alat-alat
1. Botot timbang tutup asah;
2. Lemari pengering.
Bahan-bahan
1. Sabun yang telah diiris tipis tipis.
Prosedur Kerja
1. Timbang dengan teliti lebih kurang 4 g contoh yang telah
disiapkan dengan menggunakan botol timbang yang telah
diketahui berat tetapnya (A );
2. Panaskan dalam lemari pengering pada suhu 1050C selama 2
jam sampai