41
LAPORAN PRAKTIKUM PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH PADAT-A Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktiukm Mata Kuliah Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah Padat-A (PTPSP- A) Semester Ganjil (III) Disusun Oleh : 1. Rindy Astike Dewanty 2. Riza Nurita A 3. Rizky Amalia Nur A 4. Santi Astuti 5. Santika Nugraheni 6. Selvi Sulistyaningrum 7. Siska Septiana 8. Sri Karyati 9. Sun Elsa Novita 10. Tomi Saputra 11. Waskitho P07133110083 P07133110084 P07133110085 P07133110086 P07133110087 P07133110088 P07133110090 P07133110091 P07133110092 P07133110093 P07133110094 P07133110095

Laporan PTPSP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

SAMPAH

Citation preview

Page 1: Laporan PTPSP

LAPORAN PRAKTIKUM

PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH PADAT-A

Disusun Guna Memenuhi Tugas Praktiukm Mata Kuliah Penyehatan Tanah dan

Pengelolaan Sampah Padat-A (PTPSP-A) Semester Ganjil (III)

Disusun Oleh :

1. Rindy Astike Dewanty

2. Riza Nurita A

3. Rizky Amalia Nur A

4. Santi Astuti

5. Santika Nugraheni

6. Selvi Sulistyaningrum

7. Siska Septiana

8. Sri Karyati

9. Sun Elsa Novita

10. Tomi Saputra

11. Waskitho Adiyoga

12. Yelly Atiefsa Narmala

P07133110083

P07133110084

P07133110085

P07133110086

P07133110087

P07133110088

P07133110090

P07133110091

P07133110092

P07133110093

P07133110094

P07133110095

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

2011

Page 2: Laporan PTPSP

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Praktikum Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah Padat-A

( PTPSP-A).

Penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan, dan

dukungan dari berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, untuk itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Hj. Lucky Herawati, SKM, Msc, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Yogyakarta.

2. Tuntas Bagyono, SKM, M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kesehatan

Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.

3. Sri Puji Ganefati SKM, M.Kes,YB.Kamat Kartono,Drs.Adib Suyanto

selaku dosen pengampu mata kuliah PTPSP-A Jurusan Kesehatan

Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan bantuan dan doa.

5. Teman– teman kelas Non Regular angkatan 2010 Jurusan Kesehatan

Lingkungan Politeknik Kesehatan Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa di dalam laporan ini masih banyak kekurangan

dan ketidaksempurnaan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun

senantiasa penulis harapkan.

Semoga laporan ini bermanfaat.

Yogyakarta, Desember 2011

Penulis

Page 3: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 1

PENGAMBILAN SAMPEL TANAH SECARA KIMIA DAN

MIKROBIOLOGIS SERTA PEMERIKSAAN KUALITAS FISIK TANAH

Hari/tanggal : Senin,28 November 2011

A. Tujuan

1. Agar mahasiswa mampu melakukan pengambilan sampel tanah

secara kimia dan mikrobiologis.

2. Agar mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan kualitas fisik

tanah seperti : suhu,pH,dan kelembaban tanah.

B. Dasar Teori

Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian

kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah sangat

vital peranannya bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung

kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai

penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat

yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh. Tanah juga menjadi

habitat hidup berbagai mikroorganisme. Bagi sebagian besar hewan darat,

tanah menjadi lahan untuk hidup dan bergerak. Ilmu yang mempelajari

berbagai aspek mengenai tanah dikenal sebagai ilmu tanah. Tanah berasal

dari pelapukan batuan dengan bantuan organisme, membentuk tubuh unik

yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai

''pedogenesis''. Proses yang unik ini membentuk tanah sebagai tubuh alam

yang terdiri atas lapisan-lapisan atau disebut sebagai horizon tanah. Setiap

horizon menceritakan mengenai asal dan proses-proses fisika, kimia, dan

biologi yang telah dilalui tubuh tanah tersebut.

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara kimia dan

mikrobiologis. Perbedaannya terletak pada teknik pengambilan sampel

tanah,untuk pengambilan tanah secara mikrobiologis dilakukan secara

aseptis supaya sampel tanah yang diambil steril. Pengambilan sampel

Page 4: Laporan PTPSP

tanah merupakan tahapan terpenting di dalam program uji tanah. Analisis

kimia dari contoh tanah yang diambil diperlukan untuk mengukur kadar

hara, menetapkan status hara tanah dan dapat digunakan sebagai petunjuk

penggunaan pupuk dan kapur secara efisien, rasional dan menguntungkan.

Pemeriksaan kualitas fisik tanah yang dilakukan meliputi : suhu,pH dan

kelembaban tanah. Suhu atau disebut temperatur tanah menunjukkan

derajat panas dari tanah tersebut. Suhu tanah berpengaruh terhadap

penyerapan air. Makin rendah suhu, makin sedikit air yang di serap oleh

akar, karena itulah penurunan suhu tanah mendadak dapat menyebabkan

kelayuan tanaman. Pada stasiun Agroklimatologi pengukuran suhu tanah

di lakukan dalam berbagai kedalaman, yaitu : 5;10;20;50; dan 100 cm di

atas permukaan tanah. Pengukuran di lakukan pada areal terbuka.

Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer.Kelembaban tanah

merupakan konsentrasi uap air yang terkandung dalam tanah.

Kelembaban tanah diperiksa dengan menggunakan hygrometer. pH

tanah menunjukkan derajat keasaman tanah atau keseimbangan antara

konsentrasi H+ dan OH- dalam larutan tanah. Apabila konsentrasi H+ dalam

larutan tanah lebih banyak dari OH- maka suasana larutan tanah menjadi

asam, sebalikya bila konsentrasi OH- lebih banyak dari pada konsentrasi

H+ maka suasana tanah menjadi basa. pH tanah sangat menentukan

pertumbuhan dan produksi tanaman makanan ternak, bahkan berpengaruh

pula pada kualitas hijauan makanan ternak. pH tanah yang optimal bagi

pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0.

Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya pertumbuhan tanaman

menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting

seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya

terjadi kenaikan Al3+ dalam larutan tanah yang berdampak secara fisik

merusak sistem perakaran, terutama akar-akar muda, sehingga

pertumbuhan tanaman menjadiaa terhambat. Selain itu pH tanah rendah

memungkinkan terjadinya hambatan terhadap pertumbuhan

mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses mineralisasi unsur hara

seperti N dan P dan mikroorganisme yang berpengaruh pada pertumbuhan

Page 5: Laporan PTPSP

tanaman. Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu

dengan kertas lakmus, pH indikator dan pH soil tester. Pengukuran yang

paling akurat adalah menggunakan pH soil tester.

C. Alat

1.Pengambilan sampel tanah untuk pemeriksaan kualitas fisik

a. Auger/bor tangan

b. Sekop kecil

c. pH soil tester

d. APD (sarung tangan, sepatu boot, topi kerja, masker)

e. Alat tulis

2.Pengambilan sampel tanah secara kimia dan mikrobiologis

a. Auger / bor tangan

b. Sekop kecil

c. Plastik pembungkus pliptop vol.2 kg

d. APD ( sarung tangan, sepatu boot, masker, topi kerja )

e. Alat tulis

f. Box sampel

g. Kertas label

D. Langkah Kerja

1. Pengambilan sampel tanah secara kimia dan mikrobiologis

a. Melakukan pengambilan sampel tanah dengan menggunakan auger

atau bor tangan dengan kedalaman 15-25 cm.

b. Mengambil tanah yang ada pada auger atau bor tangan dengan

menggunakan sekop kecil.

c. Memasukkan tanah yang sudah diambil ke dalam plastic pliptop

sebanyak 100 gram.

d. Memberi label pada kemasan sampel, dengan rincian :

1) Tanggal pengambilan sampel :………………………….

2) Lokasi pengambilan sampel :………………………….

3) Jenis sampel :padatan/sampah/tanah

Page 6: Laporan PTPSP

4) Jenis pemeriksaan :fisik/kimia/mikrobiologi dan

parasitologi

5) Nama petugas :…………………………

6) Tanda tangan petugas : ………………………...

e. Memasukkan kemasan sampel yang sudah diberi label ke dalam

box sampel.

2. Pengambilan sampel tanah untuk pemeriksaan kualitas fisik

a. Melakukan pengeboran tanah dengan menggunakan auger atau bor

tangan dengan kedalaman 15-25 cm.

b. Melakukan pengukuran suhu dan kelembaban dengan

menggunakan thermometer dan hygrometer dan mencatat hasilnya.

c. Melakukan pengukuran pH tanah dengan menggunakan pH soil

tester dengan cara :

1) Membasahi tanah yang akan diukur pH nya.

2) Menancapkan pH soil tester ke dalam lubang tanah

sampai garis berwarna kuning

3) Menekan tombol berwarna putih pada dinding pH soil

tester

4) Menunggu jarum yang terdapat pada pH soil tester

berhenti

5) Melakukan pencatatan hasil pengukuran pH tanah.

E.Hasil Pengamatan

Setelah dilakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah ,didapatkan hasil sebagai

berikut :

pH tanah = 5

F.Pembahasan

Pengambilan sampel tanah dilakukan didepan ruang hyperkes sebelah

utara sedikit. Dalam menentukan lokasi pengambilan sampel sebaiknya titik

pengambilan sampel tanahnya terbuka dalam artian tidak mengambil sampel

Page 7: Laporan PTPSP

tanah dari galengan, selokan, bibir teras, tanah tererosi sekitar rumah dan jalan,

bekas pembakaran sampah/ sisa tanaman/ jerami, bekas penimbunan pupuk,

kapur dan bahan organic, dan bekas penggembalaan ternak. Sebelum dilakukan

pengambilan sampel tanah , permukaan tanah yang akan diambil sampel

tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu dari rumput- rumputan, sisa

tanaman, bahkan organic/ serasah, dan batu- batuan atau kerikil.Selain itu alat-

alat yang digunakan bersih dari kotoran- kotoran dan tidak berkarat. Kantong

plastic yang digunakan sebaiknya masih baru, belum pernah dipakai untuk

keperluan lain. pH tanah yang diperiksa = 5 menunjukkan bahwa kondisi tanah

tersebut asam, kurang baik untuk pertumbuhan tanaman yang ada, untuk

pertumbuhan tanaman yang baik pH tanah mendekati netral (tujuh).

G.Kesimpulan

Setelah dilakukan pemeriksaan kualitas fisik tanah diperoleh hasil bahwa

sampel tanah yang diperiksa pH = 5 yang menunjukkan kondisi tanah tersebut

kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena terlalu asam.

Page 8: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 2

PEMBUATAN BRIKET

Hari dan Tanggal : Senin, 05 Desember 2011

A. Tujuan

1. Agar mahasiswa mampu membuat briket

2. Agar mahasiswa mengetahui perbandingan/campuran briket yang efektif

B. Dasar Teori

Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api.

Bahan bakar dapat bersifat alami (ditemukan langsung dari alam), tetapi juga

bersifat buatan (diolah dengan teknologi maju). Bahan bakar alami misalnya

kayu bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas

alam cair dan listrik. Sebenarnya listrik tidak dapat disebut sebagai bahan

bakar karena langsung menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya

dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat

nyalannya (Ismun, 1993).

Saat ini biaya yang dibutukan untuk mendapatkan bahan bakar makin

lama makin mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah

bahan bakar, maka makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka

bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar, maka harganya

akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar

semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang ang

mapu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak

banyak terjangkau oleh masayarakat desa atau pedagan-pedagang kecil yang

memerlukan bahan bakar (Anonimous, 2000).

Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut. Pada

bagian pangkal tempurung terdapat 3 buah lubang tubuh (ovule) yang

menunjukkan bahwa bakal buah asalnya berlubang 3 dan yang tumbuh

biasanya satu buah.

Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3

mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan

Page 9: Laporan PTPSP

silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Tempurung kelapa

banyak mengandung lignin, methoxyl yang hampir sama dengan yang ada

pada kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung

kelapa berkisar antara 18200 kJ/kg hingga 19338,05 kJ/kg (Palugkun, 1999).

Briket bioarang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan

arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bioarang diolah menjadi

bahan yang sebenarnya termasuk bahan lunak yang dengan proses tertentu

diolah menjadi bahan arang keras dengan bentuk tertentu. Kualitas dari

bioarang ini tidak kalah dengan batubara atau bahan bakar jenis arang

lainnya. Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan

dengan menambah bahan perekat, dimana bahan baku diarangkan terlebih

dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik

maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Penggunaaan bahan perekat

dimaksudkan unuk menarik air dan mebentuk tekstur yang padat atau

mengikat dua substrat yang direkatkan. Dengan adanya bahan perekat masa

susunan partikel semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses

pencetakan keteguhan tekan dan arang briket akan semakin baik. Dalam

penggunaan bahan perekat harus memperhatikan faktor ekonomis maupun

non ekonomisnya (Silalahi, 2000)

Biorang ini memberikan keuntungan yaitu biayanya amat murah. Alat

yang digunakan untuk pembuatan briket bioarang cukup sederhana dan bahan

bakunya pun sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena berasal dari

sampah, limbah pertanian yang tidka digunakan lagi. Bahan baku untuk

pembuatan arang umumnya tlah tersedia disekitar kita. Briket bioarang dalam

penggunaannya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan tungku

lainnya (Andry, 2000).

C. Alat dan Bahan :

1. Alat

a. Bahan organik yang dapat terbakar (batok kelapa)

b. Air

c. Tepung kanji

Page 10: Laporan PTPSP

2. Bahan

a. Drum

b. Minyak tanah

c. Korek api

d. Pengaduk

e. Kompor

f. Penumbuk

g. Ayakan

h. Panci

i. Pencetak briket

D. Cara Kerja :

1. Memasukan bahan- bahan organik dalam drum dan memberi minyak

tanah

2. Membakar bahan-bahan organik dan mengaduknya sampai rata

3. Menutup drum dengan tidak rapat agar bahan organik tersebut tidak

menjadi abu (tetap menjadi arang)

4. Drum tersebut disiram air agar menjadi dingin dan kemudian

memindahakan arang ke penumbuk

5. Arang ditumbuk sampai halus dan disaring / diayak

6. Membuat lem dengan cara memanaskan campuran tepung kanji

dengan air

7. Lem yang telah jadi dicampur dengan arang yang telah ditumbuk dan

diayak

8. Lem dan arang terus dicampur sampai rata dan partikel arang saling

menempel satu sama lain

9. Memasukan campuran lem dan arang tersebut ke dalam cetakan dan

kemudian dikeringkan, dapat dijemur dibawah sinar matahari atau

dioven.

10. Briket siap digunakan.

Page 11: Laporan PTPSP

E. Pembahasan

Pada pembuatan briket kami menggunakan bahan dasar tempurung

kelapa. Selanjutnya tempurung kelapa dibakar untuk dijadikan menjadi arang.

Tempurung yang sudah menjadi arang ditumbuk hingga dianggap halus, lalu

diayak untuk memisahkan tumbukan arang yang masih berukuran besar.

Lem ini dibuat dengan campuran tepung kanji dan air yang

dipanaskan. Campuran antara air dan tepung kanji ini dibuat sampai

campuran tidak encer dan tidak terlalu menggumpal.

Arang yang sudah diayak kemudian dicampur dengan lem.

Perbandingan antara lem dan arang, sebaiknya lebih banyak arangnya karena

hasilnya akan lebih bagus. Jika lem yang digunakan terlalu banyak maka

briket akan mengahsilakan banyak asapa jika digunakan. Cetak campuran lem

dan juga arang dengan penutup pipa. Hasil cetakan selanjutnya dikeringkan

dibawah sinar matahari langsung, bisa 2-3 hari atau jika cuaca tidak

mendukung bisa 5-7 hari pengeringan atau bisa dengan teknik pengovenan.

F. Kesimpulan

1. Briket dibuat dari campuran arang yang ditumbuk dengan lem (kanji +

air). Lem yang digunakan sebagai perekat. Campuran lem dan juga arang,

lebih banyak arangnya untuk mendapatkan hasil briket yang baik dan agar

tidak menjadi campuran briket yang menimbulkan banyak asap jika

digunakan.

2. Briket dikatakan baik apabila setelah pengeringan briket memiliki tekstur

yang keras dan tidak kenyal atau tidak hancur saat dipencet/digenggam

dengan tangan.

Page 12: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 3

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK SEBAGAI BAHAN DASAR

KOMPOS

Hari dan Tanggal : Selasa, 06 Desember 2011

A. Tujuan

1. Mahasiswa mampu melakukan pengelolaan sampah organik

2. Mahasiswa mampu mengolah sampah organik menjadi kompos

B. Dasar teori

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah

mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme

(bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Bahan- bahan organik tersebut

seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan,

rerontokan kembang, air kencing dan kotoran hewan dan lain-lain. Adapun

kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan

lingkungan yang basah dan lembab.

Kompos yang telah diolah menjadi pupuk dapat memberikan berbagai

manfaat sebagai menyedikan unsur hara mikro bagi tanaman, mengemburkan

tanah, memperbaiki struktur dan tekstur tanah, meningkatkan porositas,

aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah, meningkatkan daya ikat tanah

terhadap air, memudahkan pertumbuhan akar tanaman.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan kompos pertama bahan baku

sebagai bahan baku kompos menjadi sangat penting, sebab memanfaatkan

kekayaan alam yang semula terbuang. Meski hampir semua bahan organik

bisa dimanfaatkan, tetapi beberapa diantaranya tidak boleh digunakan dalam

pembuatan kompos sebab bisa menimbulkan bau busuk dan mengandung

bibit penyakit pes. Berikut beberapa contoh bahan yang harus dihindari:

daging, tulang, dan duri-duri ikan, produk-produk yang berasal dari susu,

sisa-sisa makanan berlemak, kotoran hewan peliharaan, arang, abu arang, abu

rokok, potongan tanaman tua/rerumputan yang telah tercemari barang-barang

kimia atau terkena hama.

Page 13: Laporan PTPSP

Kedua suhu, kestabilan suhu (mempertahankan panas) pada suhu ideal

(40-50 derajat ) sangat penting dalam pembuatan kompos. Salah satu caranya

dengan menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2m.

Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas

mudah/cepat menguap.

Ketiga nitrogen, nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri

penghancur untuk tumbuh dan berkembang biak, timbunan bahan kompos

yang kandungan nitrogennya terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan

panas sehingga pembusukan bahan-bahan menjadi sangat terhambat, oleh

karena itu, semua bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-

bijian yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur dengan bahan-

bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun dan sampah-sampah lunak dari

dapur sangat tepat digunakan sebagai bahan pencemar. Apabila tidak tersedia

bahan-bahan yang mengandung nitrogen, bahan kompos bisa ditambah

dengan berbagai pupuk organik, misalnya pupuk kandang.

Keempat kelembaban, kelembaban didalam timbunan kompos mutlak

harus dijaga. Kelembaban yang tinggi (bahan dalam keadaan becek) akan

mengakibatkan volume udara menjadi berkurang. Makin basah timbunan

bahan maka kegiatan mengaduk harus makin sering dilakukan, dengan

demikian volume udara terjaga stsbilitasnya dan pembiakan bakteri anaerobik

bisa dicegah.

Timbunan kompos akan mulai berasap saat panas mulai timbul. Pada

bagian tengah mungikin menjadi kering, jika proses ini terjadi, proses

pembusukan bisa berhenti secara mendadak. Untuk mencegah keadaan ini,

panas dan kelembabnan dalam timbunan bahan perlu dikontrol. Caranya

dengan menusukan tongkat kedalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan

basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengkomposan telah

berjalan baik.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Komposter (ember plastik volume 40lt)

Page 14: Laporan PTPSP

b. Pisau

c. Balok kayu alas pemotong sampah

d. Plastik transparan

e. Pipa PVC ¼ Inchi panjang @ 1,5 m

f. Tali rafia

2. Bahan

a. Sampah organik dedaunan

b. Kotoran sapi kering / kompos

c. Kapur tohor

d. Air + EM4

D. Cara Kerja

1. Melakukan pemotongan sampah organik dengan ukuran antara 2–5 cm

sebanyak 3000 gr

2. Memasukkan pipa PVC secara tegak lurus (tepat di tengah-tengah)

sebelum bahan-bahan pembuatan kompos dimasukkan

3. Memasukan sampah yang sudah dipotong–potong ke dalam komposter

sebanyak 3000 gr atau setinggi 30 cm

4. Menambahkan kotoran sapi kering di atas sampah, atau inokulan sebanyak

300 gr atau setinggi 3 cm

5. Memerciki sampah dengan larutan EM4 + air 250 ml hingga terlihat basah

6. Menaburkan dengan merata kapur tohor sebanyak 100 gr atau setinggi 1-2

mm saja

7. Memasukkan kembali sampah/bahan baku (jika wadah/tempat masih

memungkinkan).

8. Menutup komposter dengan plastik transparan yang diberi lubang di

tengah-tengahnya dengan luas alas pipa PVC

9. Melakukan pengamatan pengamatan pada kompos. Jika sampah organik

menimbulkan panas maka, bisa dipastikan akan menjadi kompos. Namun,

jika tidak menimbulkan panas maka sampah organik tersebut tidak akan

menjadi kompos.

Page 15: Laporan PTPSP

10. Setelah 1 minggu, melakukan pengadukan hingga homogen, jika sampah

organik kering maka perciki dengan air hingga terlihat basah.

11. Menutup kembali ember/wadah dengan penutup/plastik. Setiap 3x dalam

1 hari, kompos harus di bolak-balik.

12. Setelah menjadi sampah organik menjadi kompos, bisa diayak untuk

dikemas/dijual.

E. Hasil Praktikum dan Pembahasan

Bahan dasar yang kami gunakan pada pembuatan kompos kali ini

adalah bahan organik berupa daun tumbuhan kering (kecoklatan) dan daun

tumbuhan basah (hijau). Daun-daun tersebut kami campur menjadi satu

dengan perbandingan 1:1, kemudian kami cacah menjadi ukuran ± 2-5 cm.

Selanjutnya campuran sampah organik dimasukkan ke dalam ember yang

sudah diberikan pipa PVC berlubang, setinggi ± 30 cm (dalam praktikum

kami hanya 15 cm, karena ember tidak mencukupi untuk mencapai 30 cm).

Diatasnya kemudian kami masukkan inokulan berupa kotoran sapi,

sekitar 3 cm. Bio aktivator dipercikkan diatas kotoran sapi, sampi terlihat

basah. Bio aktivator yang kami gunakan adalah EM4 (berwarna kecoklatan).

Kapur tohor selanjutnya ditaburkan saja (karena kebutuhan kapur ini juga

sedikit). Jika kapur tohor terlalu banyak akan menyebabkan kompos menjadi

warna putih, padalah kompos yang bagus adalah yang berwarna coklat

kehitaman.

Dalam praktikum kami hanya membuat1 lapisan sampah organik

untuk kompos, karena kapasitas untuk 1 lapis saja, ember/wadah sudah

hampir penuh. Lapisan ini kemudian kami menutup dengan plastik yang rapat

dan diberikan lubang untuk masuk pipanya, agar udara dari lubang pipa tetap

bisa masuk.

Dengan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu menangani

permasalahan sampah organik dan mengurangi dampak dengan cara

pembuatan kompos.

Page 16: Laporan PTPSP

F. Kesimpulan

Dari hasil praktik tersebut dapat disimpulkan bahwa sampah organik

dapat di olah menjadi kompos yang dapat mengurangi pencemaran

lingkungan terutama pada rumah tangga, proses pembuatan kompos ini juga

cukup mudah dan bahan-bahannya mudah didapatkan dengan memanfaatkan

sampah-sampah organik seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting

dan dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang, air kecing dan kotoran

hewan, dan lain-lain.

Page 17: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 4

PEMANTAUAN KEPADATAN LALAT di TPS / TPA

Hari dan tanggal : Senin, 12 Desember 2011

A. Tujuan

1. Mahasiswa mampu melakukan pemantauan kepadatan lalat di TPS dan

TPA

2. Mahasiswa dapat membuat interpretasi data dan rekomendasi hasil

pengukuran kepadatan lalat

B. Dasar Teori

Lalat merupakan salah satu insekta ordo diptera, yaitu insekta yang

mempunyai sepasang sayap berbentuk membran. Lalat dari genus Musca,

Fannia, Phaenicia, Calliphoara, Phormia dan Tomoxis, sering disebut

sebagai lalat domestik, karena hidup di dekat manusia. Lalat sebagai vektor

penyakit secara mekanik, terutama penyakit saluran pencernaan makanan.

Lalat bersarang dan berkembangbiak di tempat yang terdapat bahan

organik, seperti sampah. Telur diletakkan pada bahan organik yang lembab.

Lalat betina bertelur setelah berumur 3-23 hari, tergantung pada suhu dan

makanan yang tersedia. Setiap kali bertelur antara 100-150 butir dan mampu

bertelur sebanyak 2-4 kali. Setelah 8-30 jam telur menetas menjadi larva

(meggot/made), kemudian tumbuh dengan cepat antara 3-14 hari. Setelah

larva cukup besar, pindah ke tempat yang kurang lembab dan menjadi

kepompong (pupa). Bila sarang sangat lembab/ basah, larva akan masuk ke

dalam tanah / bawah papan / daun/ rumput kering, akan menjadi pupa, 3-10

hari kemudian. Minimal penyelesaian matamorfosa selama ±30 hari.

Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan feses yang akan

membentuk titik-titik hitam, dimana sangat penting untuk mengenal tempat

istirahat lalat. Tempat istirahat lalat sangat berdekatan dengan makanan atau

tempat berkembangbiaknya yang terlindung dari angin. Lalat merupakan

Page 18: Laporan PTPSP

serangga fototropik, yaitu menyukai sinar. Pada malam hari lalat tidak aktif,

namun dengan adanya sinar buatan lalat akan menjadi aktif kembali.

Pemantauan kepadatan lalat dilakukan untuk merencanakan upaya

pengendalian. Penentuan kepadatan lalat, lebih tepat dilakukan pada lalat

dewasa bila dibandingkan pengukuran larva lalat. Cara pemantauan

kepadatan lalat yang paling murah dan mudah menggunakan Fly grill (fly

grill suvey). Fly grill dapat dibuat dari bilah kayu lebar 2 cm, tebal 1 cm

dengan panjang masing-masing 80 cm, sebanyak 16-24 buah. Bilah-bilah

yang ada dibentuk sejajar dengan jarak 1-2 cm.

Pemantauan kepadatan lalat diperlukan untuk melindungi masyarakat

dari gangguan yang ditimbulkan oleh lalat maka sasaran lokasi yang di ukur

adalah yang berhubungan keberadaan manusia. Sasaran lokasi yang diukur

antara lain :

1. Pemukiman penduduk

2. Tempat-tempat umum (pasar, terminal, rumah makan, dsb).

3. Tempat penyimpanan sampah sementara (TPS)

4. Tempat pembuangan akhir sampah (TPA)

Interpretasi hasil pengukuran kepadatan lalat tiap lokasi atau blok grill adalah sebagai berikut :

Hasil pengukuran Interpretasi0-2 Tidak menjadi masalah (rendah)

3-5 Populasi sedang, perlu dilakukan penanganan tempat

berkembangbiaknya lalat (sampah, kotoran hewan, dll)

6-20 Populasinya padat, perlu dilakukan penanganan tempat

berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin

direncanakan upaya pengendaliannya.

>20 Populasinya sangat padat, perlu dilakukan penanganan

terhadap tempat berkembangbiak lalat, serta diadakan

tindakan pengendalian

Pada tempat-tempat khusus seperti Rumah Sakit, Restoran dan Hotel disarankan tidak ada satu ekor lalat.

Page 19: Laporan PTPSP

C. Alat dan bahan

1. Blok grill

2. Counter

3. Alat tulis

4. APD

D. Cara kerja

1. Meletakkan blok grill pada tempat yang telah ditentukan. Untuk titik

pertama (T1) diletakkan di tengah-tengah TPS, selanjutnya di sekitar TPS

dengan jarak ±1 m dari titik tengah sebanyak 2 titik (T2 dan T3).

2. Sebelum memulai penghitungan lalat, mengusir lalat yang ada di blok

grill. Lalu menghitung dan mencatat jumlah lalat yang hinggap selama 30

detik.

3. Mengulangi penghitungan sebanyak 10 kali disetiap titik.

4. Membuat rata-rata dari 5 perhitungan tertinggi dan mencatatnya.

5. Rata-rata hasil perhitungan yang ada merupakan Indek/ kepadatan lalat.

E. Hasil Perhitungan

TitikPengukuran 30 detik ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Titik 1 4 5 3 3 3 5 7 0 4 3

Titik 2 5 2 3 5 5 6 5 5 2 6

Titik 3 8 6 8 3 7 5 3 4 5 1

F. Perhitungan

1. Titik 1 ¿ 4+4+5+5+75

¿5

2. Titik 2 ¿ 5+5+5+6+65

¿6

Page 20: Laporan PTPSP

3. Titik 3 ¿ 5+6+7+8+85

¿7

Hasil pengukuran kepadatan lalat ¿ 5+6+73

¿6

G. Pembahasan

Praktek kepadatan lalat dilakukan di TPS kampus Poltekkes Kemenkes

Yogyakarta. Dan kelompok kami memilih 3 titik untuk mengukur kepadatan

lalat di tempat tersebut,dimana titik tersebut antara lain 2 titik sudut depan

dan 1 titik bagian tengah. Pengukuran kepadatan lalat menggunakan counter,

stopwatch, blok grill, dan alat tulis. Kepadatan lalat paling banyak berada

pada titik 3 yaitu 7 ekor/blokgrill.

H. Kesimpulan

Kepadatan lalat di TPS kampus Poltekkes Kemenkes Yogyakarta adalah:

1. Titik 1 = 5 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasi sedang, dengan

interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat

(sampah, kotoran hewan, dll)

2. Titik 2 = 6 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasinya padat, dengan

interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat

dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.

3. Titik 3 = 7 ekor/ blokgrill., menunjukkan populasinya padat, dengan

interpretasi perlu dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat

dan bila mungkin direncanakan upaya pengendaliannya.

4. Hasil pengukuran kepadatan lalat di TPS kampus Poltekkes Kemenkes

Yogyakarta adalah 6 ekor, menunjukkan populasi padat sehingga perlu

dilakukan penanganan tempat berkembangbiaknya lalat dan bila mungkin

direncanakan upaya pengendaliannya.

Page 21: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 5

PEMBUATAN INOKULAN

Hari dan tanggal : Selasa, 13 Desember 2011

A. Tujuan

1. Mahasiswa mampu membuat inokulan untuk biostater

2. Mahasiswa mampu memanfaatkan bahan-bahan organik dalam pembuatan

inokulan

B. Dasar teori

Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik

maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator

pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting

Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko

Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau

menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap

aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.

Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah

dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang

terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam

bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara

anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara

dalam mendegradasi bahan organik.

Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat

dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai

upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga

produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari

pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan

kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali

tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai

pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi

penggunaan pupuk kimia.

Page 22: Laporan PTPSP

Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung

karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota,

lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan

yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.

C. Alat dan Bahan

1. Pisau

2. Gelas dan sendok

3. Botol transparan/botol bekas air mineral

4. Tempe

5. Gula

6. Air

D. Cara Kerja

1. Melarutkan 1 sdt gula kedalam 1 gelas air matang

2. Mengiris tipis tempe

3. Memasukkan larutan gula kedalam botol dan memasukkan irisan bahan

diatas. 1 botol untuk 1 macam bahan yang telah diiris. Di tutup rapat-rapat

4. Menggojok botol hingga homogen

5. Mendiamkan selama 2 hari (2x24jam) dengan keadaaan tutup sedikit

terbuka

6. Setelah itu itu memisahkan air dengan ampasnya dengan cara disaring

7. Mencampurkan masing-masing air dari seluruh bahan menjadi satu agar

bakteri yang terkandung lebih beragam

E. Hasil Kerja dan Pembahasan

Kami memakai tempe untuk bahannya kemudian dimasukkan kedalam

botol yang telah ada airnya setelah itu digojok hingga homogen. Campuran

didiamkan selama 2x24 jam untuk memaksimalkan proses pembentukan

bakteri dalam inokulan. Pada waktu 2 hari perlakuan tersebut, botol tidak

ditutup rapat untuk memasukan udar ke dalam botol. Tapi, tutup botol tidak

Page 23: Laporan PTPSP

dibuka secara penuh karena justru akan memasukkan bakteri-bakteri yang ada

di udara dan akan menghambat proses pertumbuhan bakteri dalam inokulan.

Setelah 2x24 jam ampas tempe disaring untuk mendapatkan larutan

yang sudah berisikan bakteri. Larutan tersebut kemudian dicampur dengan

larutan yang lain dengan bahan dasar yang berbeda, agar kandungan bakteri

dalam larutan menjadi lebih berragam.

F. Kesimpulan

Pembuatan inokulan memerlukan waktu 2 hari. Warna yang ditimbulkan

putih kekuningan, berbusa dan bau.

Page 24: Laporan PTPSP

PRAKTIKUM 6

LAPORAN KUNJUNGAN ke BATAN

(Badan Tenaga Nuklir Nasional)

Hari, tanggal : Selasa, 03 Januari 2012

A. Tujuan

a. Untuk mengetahui tentang sejarah ternentuknya Badan Tenaga Nuklir

Nasional yang ada di Yogyakarta

b. Untuk mengetahui bidang Teknologi Akselator dan fisika nuklir.

c. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah nuklir

d. Untuk mengetahui peralatan – peralatan di laboratorium nuklir.

B. Sejarah

Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) adalah institusi

litbang dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang berlokasi di

Yogyakarta tepatnya di Jl. Babarsari. Di bangun pada tahun 1973, pada waktu

itu bernama Pusat Penelitian Gama (Puslit Gama). Tahun 1980 institusi ini

berganti nama menjadi Pusat Penelitian Bahan Murni dan Instrumentasi

(PPBMI) sampai dengan tahun 1985, dan berdasarkan Keputusan Presiden RI

Nomor 82 tahun 1985 nama PPBMI diganti menjadi Pusat Penelitian Nuklir

Yogyakarta (PPNY).

Sebagai tindak lanjut keputusan Presiden Nomor 197 tahun 1998 tentang

Badan Tenaga Nuklir Nasional, PPNY diganti namanya menjadi Pusat

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Maju (P3TM). Sehubungan dengan

adanya reorganisasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang diatur

dengan peraturan Kepala BATAN nomor 392/KA/XI/2005 tentang Organisasi

dan Tata Kerjaa BATAN, maka institusiP3TM berganti nama menjadi Pusat

Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB). Peralatan utama litbang

dan laboratorium penunjang serta fasilitas layanan administrasi PTAPB berada

pada bangunan gedung – gedung yang menempati lahan seluas 17.000 m2 .

Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan mempunyai tugas

melaksanakan penelitian dan pengembanagn di bidang teknologi akselerator

Page 25: Laporan PTPSP

dan fisika nuklir,kimia dan teknologi proses bahan industri nuklir, pelayanan

pendayagunaan reaktor riset serta melaksanakan pelayanan pengendalian

keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.

C. Manfaat Radiasi Nuklir

1. Bidang medis

Sinar X (Rontgen) untuk foto rontgen

2. Bidang peternakan dan pertanian

Pembuatan bibit tanaman unggul

3. Bidang industry

Untuk mengetahui kerusakan pipa bawah tanah

4. Bidang pangan

Untuk mengawetkan makanan

5. Bidang Teknologi

Untuk Pembangkit Listrik

D. Jalannya Kegiatan

Pada hari Selasa tanggal 3 Januari 2012, kelas kami mengadakan

kunjungan ke BATAN (Badan Tenaga Nukllir Nasional) yang berada di Jl.

Babarsari Yogyakarta. Perjalanan dimulai pada pukul 08.00 menggunakan 2

bus dari kampus Poltekkes. Perjalanan kami tempuh selama 50 menit, setelah

sampai di BATAN, pemeriksaan dilakukan oleh pihak keamanan, kami pun

tidak diperbolehkan membawa tas dan kamera di dalam BATAN. Setelah itu

kami menuju ke ruang pertemuan. Kemudian kami mendapat sambutan dari

Bapak Edy selaku petugas dari BATAN. Sambutan dari Poltekkes

disampaikan oleh Ibu Sri Puji Ganefati, selaku dosen pembimbing mata kuliah

PTPSP. Sedikit penjelasan disampaikan oleh Bapak Edy tentang sejarah

BATAN dan tentang radiasi nuklir beserta manfaatnya. Setelah itu ada sesi

tanya jawab.

Selanjutnya kami diajak berkeliling di salah satu bangunan dimana

ditempat tersebut kami mendapatkan penjelasan mengenai cara pengambilan

sampel lingkungan. Kami juga diajak ke ruangan baru di BATAN yang

Page 26: Laporan PTPSP

bernama nuklir corner, di sana berisi berbagai macam penjelasan dan contoh-

contoh aplikasi nuklir yang dikemas dengan menarik, sehingga mudah dalam

pembelajaran.

Setelah semua kegiatan selesai, pada pukul 11.00 kami berpamitan dan

tidak lupa mengucapkan terima kasih atas sambutan dan pengetahuan yang

telah diberikan kepada kami. Selanjutnya sampai kampus jam 12.00.

E. Pembahasan

Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali pada 17 titik dengan

radius paling jauh 15 km. Sampel yang diambil adalah sampel tanah, air,

udara, dan rumput (tanaman).

1. Cara pengambilan sampel tanah

Diambil di berbagai kedalaman dengan lokasi melingkar. Sampel diambil,

kemudian diayak, jika dalam jumlah besar digerus dengan Ballsmill.

Diletakkan dalam plangset 0,5 gram, diratakan lalu dicacah 100 mes.

2. Cara pengambilan sampel air

Sampel air dari selokan/ sumur diambil sebanyak 2 liter, panaskan selama

1 hari maka akan timbul endapan. Endapan diletakkan dalam plangset,

panaskan sebentar lalu timbang. Siap untuk dicacah.

3. Cara pengambilan sampel udara

Udara disedot dengan alat penyedot/ flaptep, kemudian dicacah.

4. Cara pengambilan sampel rumput/ tanaman

Rumput/ tanaman dianginkan selama 2 hari, kemudian dibakar dengan

suhu 100ºC dan diabukan dengan oven bersuhu 400-500ºC selama 24 jam.

Lalu di timbang 1 gram, letakkan dalam plangset dan dicacah.

Jika menemukan lambang radiasi seperti di bawah ini pada suatu

ruangan atau suatu barang, 3 hal yang harus diperhatikan adalah:

Gambar : Lambang Radiasi

Page 27: Laporan PTPSP

a. Jarak. Usahakan jangan dekat-dekat.

b. Waktu paparan. Jika kita terpaksa harus dekat dengan ruangan atau

barang dengan simbol radiasi maka kita harus memperpendek

waktu paparan.

c. Pelindung / APD. Jika terpaksa diharuskan untuk mendekat dalam

waktu yang lama, maka gunakan APD yang tepat. Contohnya :

1. Untuk melindungi dari paparan sinar α, maka APD yang dapat

dipakai adalah kertas. Karena sinar α tidak tembus kertas.

2. Untuk melindungi dari paparan sinar β, maka APD yang dapat

dipakai adalah besi dengan ketebalan khusus.

3. Untuk melindungi dari paparan sinar dan sinar X, maka APD

yang dapat dipakai adalah logam timbale (Pb).

Pengelolaan limbah radioaktif dengan cara menimbun bahan atau

benda yang mengandung radiasi di dalam tanah dengan kedalaman 100 m

di salah satu pulau yang sudah diisolasi.

F. Kesimpulan

1. Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan (PTAPB) mempunyai

tugas melaksanakan penelitian dan pengembanagn di bidang teknologi

akselerator dan fisika nuklir,kimia dan teknologi proses bahan industri

nuklir, pelayanan pendayagunaan reaktor riset serta melaksanakan

pelayanan pengendalian keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.

2. Manfaat radiasi nuklir antara lain di bidang medis, bidang peternakan dan

pertanian, bidang industry, bidang pangan, dan bidang teknologi.

3. Pengambilan sampel untuk pemeriksaan berapa radiasinya, dilakukan

sebulan sekali pada 17 titik dengan radius paling jauh 15 km. Sampel yang

diambil antara lain sampel tanah, air, udara, dan rumput (tanaman).

4. Hal yang perlu diperhatikan untuk menghindari radiasi adalah jarak, waktu

paparan dan pelindung/ APD.

Page 28: Laporan PTPSP