47
REFERAT “Manajemen Partus Prematurus ” Tutor : dr. Alfi Muntafiah Disusun oleh : KELOMPOK 5 Marisa Rosa Bella Indah Adhiarini Sukma Annisa Amalia F Diana Verify Hastutya Nunung Hasanah Wiwin Noviyanti Rizky Tejo Hutomo Anggraini K Faridz Albam Wiseso Ageng Sadeno Putro Widya Devi Cita I G1A008020 G1A008022 G1A008050 G1A008051 G1A008073 G1A008084 G1A008085 G1A008104 G1A008105 G1A008116 G1A008136 BLOK SISTEM REPRODUKSI

Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fs

Citation preview

Page 1: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

REFERAT“Manajemen Partus Prematurus ”

Tutor : dr. Alfi Muntafiah

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

Marisa Rosa Bella

Indah Adhiarini Sukma

Annisa Amalia F

Diana Verify Hastutya

Nunung Hasanah

Wiwin Noviyanti

Rizky Tejo Hutomo

Anggraini K

Faridz Albam Wiseso

Ageng Sadeno Putro

Widya Devi Cita I

G1A008020

G1A008022

G1A008050

G1A008051

G1A008073

G1A008084

G1A008085

G1A008104

G1A008105

G1A008116

G1A008136

BLOK SISTEM REPRODUKSIJURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2010

Page 2: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya

kami dapat menyelesaikan referat yang membahas suatu keadaan abnormal pada

blok reproduksi ini, yaitu Partus Prematurus. Tidak lupa juga, kami mengucapkan

terima kasih kepada teman-teman kelompok 5 (kelompok referat blok reproduksi)

atas kerja samanya dalam mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan

pembuatan referat ini. Bagaimanapun, tanpa bantuan teman-teman semua, referat

ini tidak akan dapat terwujud.

Blok sistem reproduksi merupakan blok yang mempelajari definisi, struktur

anatomi, histologi, fisiologi sistem reproduksi, patofisiologi, pendekatan diagnosis

(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar rutin, pemeriksaan

penunjang penapis/screening, pemeriksaan penunjang lanjutan) dan

penatalaksanaan berbagai keadaan abnormal pada sistem reproduksi beserta

permasalahan di dalam komunitas serta prinsip-prinsip hukum dan etikanya. Blok

ini mengajak mahasiswa untuk menganalisis permasalahan kesehatan pada sistem

reproduksi menggunakan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi dan

sistematis. Sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia, mahasiswa tidak

hanya dibimbing untuk mencapai kompetensi dalam bidang kognitif (knowledge)

semata tetapi juga diarahkan untuk mampu menguasai kompetensi psikomotor

(skill) dan afektif (attitude) serta selalu mengikuti perkembangan mutakhir dalam

ilmu kedokteran utamanya kedokteran komunitas.

Tujuan dari pembuatan referat ini adalah sebagai berikut :

a. Memenuhi penugasan di blok reproduksi.

b. Meningkatkan pengetahuan terkait tema yang diberikan dengan metode

pembelajaran dengan sistem student centered learning dengan kelompok

belajar.

c. Memberikan pengalaman dan peningkatan pengetahuan tentang manajemen

partus prematurus dan juga beberapa hal terkait dengan kompetensi dalam

sistem reproduksi.

Kami akui masih banyak sekali kekurangan dari referat yang telah kami

buat. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang tidak dapat disebutkan satu-

persatu. Tetapi, terlepas dari itu semua, kami berharap referat yang telah kami

Page 3: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

buat dapat sedikit memberikan gambaran tentang manajemen partus prematurus

karena kami berusaha menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh

pembaca.

Mudah-mudahan referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Purwokerto, Oktober 2010

Ttd.

Kelompok 5 Referat Blok Reproduksi

Page 4: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

BAB I

PENDAHULUAN

Manajemen persalinan prematur adalah tindakan-tindakan yang diambil

untuk mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan prematur baik

yang berkaitan dengan ibu maupun pada janin yang dilahirkan. Penelitian yang

dilakukan belakangan ini banyak menitikberatkan pada prediksi persalinan

prematur dan juga manajemen bagi bayi prematur itu sendiri.

Menurut data epidemiologi di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari

1 juta partus prematurus (10% dari kelahiran normal) dengan perkiraan biaya

lebih dari 5 milyar dolar dan kurang lebih 5000 bayi per tahun meninggal karena

komplikasi prematuritas dan berat badan lahir rendah. Di RSU Dr. Saiful Anwar

Malang terjadi lebih dari seratus kejadian partus prematurus dari total 3750

persalinan per tahun (3,1 %). .(Luzzi et al,2003)

Penyebab partus prematurus sulit ditentukan, tapi tampaknya sangat

berhubungan dengan status medis dan status sosial, termasuk di antaranya

kemiskinan, malnutrisi, ketergantungan obat, penyakit menular seksual, rokok,

dan kehamilan pada usia muda. .(Luzzi et al,2003)

Beberapa pemeriksaan dan faktor risiko dapat memperkirakan terjadinya

partus prematurus, antara lain ras kulit hitam, indeks masa tubuh yang rendah,

perdarahan pervagina, kontraksi, infeksi pelvis, bakterial vaginosis, partus

prematurus habitualis, tes serviko vaginal fetal fibronectin, dan ukuran servik

yang pendek. Dua yang disebutkan terakhir merupakan prediktor paling kuat.

beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa fetal fibronectin test (fFN)

merupakan prediktor yang paling baik untuk memperkirakan partus prematurus

yang akan terjadi dalam 7 10 hari pada ibu hamil dengan gejala. Dilain sisi 58

kasus partus prematurus pada 264 wanita hamil dengan servik pendek ( 22 % ). .

(Luzzi et al,2003)

Gejala terjadinya partus prematurus antara lain kontraksi, perdarahan dan

dilatasi servik. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan fFN bervariasi

tergantung metode yang digunakan. Pemeriksaan fFN dapat dilakukan pada

perawatan ante natal untuk mendeteksi ibu-ibu yang memiliki risiko tinggi tapi

Page 5: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

tanpa menunjukkan gejala partus prematurus. Pemeriksaan fFN dapat

memprediksi partus prematurus iminen sebelum dilatasi serviks yang lanjut pada

ibu-ibu dengan gejala, dengan demikian tujuan pemeriksaan ini adalah menjaga

agar kehamilan dapat melewati minggu ke-34. Hasil pemeriksaan ini sangat

penting untuk keperluan penatalaksanaan lebih lanjut, sehingga dapat membantu

menurunkan angka kejadian partus prematurus dan menurunkan angka kematian

bayi baru lahir. .(Luzzi et al,2003)

Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada

semua sistem organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem

peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak).

Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur

cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa

berupa sindroma gangguan pernapasan, perdarahan otak, kelainan jantung,

kelainan usus, anemia dan infeksi. .(Luzzi et al,2003)

Metode FFN memiliki beberapa diantaranya dapat mengetahui hasilnya

dengan cepat, memiliki sensitivitas tinggi, dan dapat dilakukan saat kunjungan

ANC karena prosedurnya seperti PAP smear. Meskipun begitu, metode ini akan

menjadi kurang bermakna bila cervix telah mengalami atau mendapat

intervensisebelumnya.(Luzzi et al,2003)

Page 6: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kriteria penderita yang dapat diperiksa yaitu ibu hamil dengan usia

kehamilan antara 20 hingga 37 minggu, disertai gejala dan tanda partus

prematurus, membrana masih intak dan dilatasi serviks kurang dari 3 cm. Gejala

dan tanda partus prematurus adalah adanya kontraksi uterus (dengan atau tanpa

disertai nyeri ), nyeri perut bagian bawah yang intermiten, nyeri punggung, rasa

tekanan pada pelvis, perdarahan pervaginam selama trimester kedua atau ketiga,

kram intestinal seperti nyeri haid ( dengan atau tanpa diare ), perubahan sekret

vagina ( dalam hal jumlah, warna dan konsistensi ) dan adanya perasaan

khawatir / tidak nyaman ( not feeling right ).(Luzzi,2003)

A. Hasil anamnesis

1. Keluhan utama

a. Kontraksi uterus, biasanya lebih dari dua kali per setengah jam. Hal

tersebut menujukkan bahwa sudah adanya his yang dapat memicu

terjadinya kelahiran.

b. Perdarahan vagina, kebanyakan pasien datang dengan keluarnnya

darah dari vagina disertai lendir, atau bloody show. Lendir yang

bersemu darah ini biasanya berasal dari lender kanalis serviks karena

serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal

dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis

servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks

membuka. Adanya perdarahan dapat pula terjadi akibat luruhnya

plasenta atau plasenta previa.

c. Ketuban pecah dini, biasanya pasien menerangkan keluarnya cairan

dari vagina yang merembes. Ketuban pecah dini mungkin mengawali

terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang

menyertai seperti: serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda,

infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain.

Page 7: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

(Scharf dan Crino, 2002, Roman dan Pernoll, 2003, Wiknjosastro dkk,

2007)

2. Riwayat penyakit dahulu

Perlu ditanyakan tentang :

a. Riwayat melahirkan prematur atau abortus sebelumnya

Adanya riwayat anak yang dilahirkan preterm atau abortus dapat

merupakan suatu faktor resiko. Terdapat hubungan genetik pada

kejadian tersebut.

b. Kehamilan ganda

Sebanyak 10 % pasien dengan partus preterm ialah kehamilan ganda.

Keadaan kehamilan ganda dapa menginduksi terjadinya persalinan pre

term karena dilatasi uterus semakin besar. Pembesaran uterus pada

kehamilan ganda lebih besar dari pada kehamilan tunggal.

c. Infeksi selama kehamilan, ataupun gejala-gejala adanya infeksi. Yang

penting adalah pertanyaan tentang infeksi traktus respiratorius dan

saluran kencing. Infeksi yang sering terjadi adalah akibat dari infeksi

asenden dari traktus genitalia eksterna. Patogen yang umunya dapat

menyebabkan infeksi adalah Gonorrhea, Chlamydia, Ureaplasma,

Trichomonas, Treponema pallidum, dan mycoplasma. Selain itu,

infeksi sistemik, misalnya pyelonefitis, juga berhubungan dengan

kelahiran prematur.

d. Obat-obatan yang pernah digunakan

e. Riwayat trauma

Trauma dapat memicu kontraksi uterus dan dilatasi serviks uteri.

f. Riwayat penyakit pada organ-organ reproduksi.

Adanya penyakit pada organ reproduksi, misalnya adanya myoma atau

tumor yang lainnya, dapat menyebabkan vasodilatasi uterus dan

berkurangnya volume cavum uterina, sehingga dapat menyebakan

kelahiran preterm.

g. Riwayat hipertensi

Pada ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi, yang dilakukan

justru adalah pengeluaran janin secepatnya (kelahiran preterm buatan)

Page 8: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

jika memang janin telah cukup matang, hal ini dikarenakan untuk

mencegah terjadinya pre-eklamsia.

h. Riwayat diabetes

Sama dengan hipertensi, keadaan diabetes mellitus yang tidak

terkontrol dapat menjadi indikasi partus preterm buatan.

i. Serviks inkompeten

Riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dengan

terjadinya inkompeten. Dari suatu penelitian ditemukan 59% pasien

pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8% mengalami konisasi.

Demikian pula dengan Chamberlain dan Gibbings yang menemukan

60% pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan

dan 49% mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.

(Scharf dan Crino, 2002, Wiknjosastro dkk, 2007)

3. Anamnesis lain

Hal lain yang perlu ditanyakan adalah tentang hal-hal yang dapat

meningkatkan faktor resiko kelahiran prematur, yaitu :

a. Usia ibu

Usia ibu hamil kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun dapat

meningkatkan resiko.

b. Kebiasaan merokok

Rokok dapat memicu pengeluaran sitokin dan mediator inflamasi lain

yang juga dapat memicu partus preterm.

c. Riwayat ante natal care selama kehamilan

Riwayat pemeriksaan kehamilan yang buruk dapat meningkatkan

resiko kelahiran prematur. Dalam hal ini, dalam ante natal care dapat

diperiksa kondisi kesehatan ibu dan janin secara rutin. Selain itu,

pemeriksaan rutin dapat mencegah komplikasi sedini mungkin,

misalnya adanya infeksi yang ditemukan dapat langsung ditangani,

sehingga resiko partus preterm atau ketuban pecah dini dapat

dikurangi.

Page 9: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

d. Riwayat hubungan seksual dengan suami selama kehamilan. Koitus

yang dilakukan pada trimester ketiga dapat memicu kontraksi uterus,

sehingga sebaiknya dihindari.

(Scharf dan Crino, 2002)

B. Patogenesis Terjadinya Partus Prematurus

Partus prematurus lebih menunjukkan sindrom daripada diagnosis yang

spesifik karena penyebabnya sangat beragam, sehingga ada banyak teori yang

menjelaskan patogenesis partus prematurus. Ada teori yang menyebutkan

bahwa Koriodesidua dapat secara selektif diperkaya dengan 15-

hydroxyprostaglandine dehydrogenase yang menyebabkan prostaglandin E

sampai di myometrium dan memulai kontraksi oleh karena suatu hal. Teori

lain mengatakan bahwa partus prematurus terjadi karena adanya jalur pendek

pada kaskade proses kelahiran normal. Pada keadaan ini unit fetoplasental

dapat memicu terjadinya partus prematurus apabila lingkungan intrauterin

menjadi "tidak nyaman" dan mengancam keberadaan fetus. 30 % partus

prematurus diduga diakibatkan adanya infeksi intra amnion. .

(prawirohardjo,2008)

Pada ibu hamil yang mengalami infeksi, kadar produk jalur

lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat. Hal ini juga akan

meningkatkan kadar sitokin, termasuk IL-1, IL-6 dan TNF- dalam cairan

amnion. Sitokin ini merangsang sintesis prostaglandin pada membrana fetalis

dan desidua serta menghambat perusakan prostaglandin. Selain itu IL-1 dan

TNF- meningkatkan ekspresi matriks metallo-proteinase dan IL-8 pada

korion, desidua dan servik. Hal ini akan meningkatkan rusaknya matriks

ekstraselular membrana fetalis dan servik. TNF- dan matriks

metalloproteinase juga meningkatkan program kematian sel-sel amnion. .

(prawirohardjo,2008)

Keadaan psikososial ibu atau stres fisiologik fetus, misalnya kurangnya

aliran darah uteroplasental, dapat menyebabkan aktivasi prematur dari poros

fetal hipotalamik pituitari adrenal corticotropin releasing hormone di

hipotalamus dan sel-sel plasenta, korion, amnion, dan desidua uterus

Page 10: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

terinduksi sehingga memicu produksi prostaglandin. Prostaglandin selanjutnya

merangsang kontraksi uterus dan pematangan servik. Prostaglandin juga

merangsang pelepasan corticotropin releasing hormone di plasenta,

membrana fetalis dan desidua kembali sehingga akhirnya merangsang partus

prematurus. .(prawirohardjo,2008)

Terlepasnya plasenta ( perdarahan ke dalam desidua uterus ) juga dapat

menyebabkan partus prematurus. Desidua kaya akan faktor jaringan, yang

merupakan inisiator primer hemostasis. Setelah terjadi perdarahan, membrana

mengikat faktor jaringan sel desidua membentuk kompleks yang diaktivasi

oleh faktor VII untuk mengaktivasi faktor X yang menghasilkan trombin.

Ikatan trombin dengan reseptornya meningkatkan produksi ensim yang

merusak desidua dan membrana fetalis. Trombin juga terikat pada reseptor

myometrium, merangsang kontraksi uterus.(prawirohardjo,2008)

Partus prematurus dapat dipresipitasi oleh tarikan mekanis myometrium

yang disebabkan oleh peningkatan ukuran uterus melebihi kemampuan uterus.

Contohnya pada kehamilan ganda dan kasus-kasus polihidramnion. Tarikan

mekanis ini menyebabkan partus prematurus dengan jalan aktivasi reseptor

oksitonin, sintesis prostaglandin dalam amnion, myometrium, dan sel-sel

servik. Mekanisme terjadinya partus prematurus ini mendorong ditemukannya

penanda biologik yang berguna sebagai prediktor terjadinya partus

prematurus.(prawirohardjo,2008)

Page 11: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Gambar. Patofisiologi kelahiran prematur akibat infeksi. (Rompas, 2004)

C. Hasil pemeriksaan fisik

1. Pemeriksaan tanda vital

a. Biasanya ditemukan tekanan darah yang meningkat

b. Tanda-tanda anemia jika telah terjadi perdarahan

c. Tanda-tanda infeksi jika ada, misalnya demam, frekuensi buang air

kencing meningkat, keputihan yang disertai bau dan lendir kehijauan.

(Scharf dan Crino, 2002)

2. Pemeriksaan janin

Merupakan pemeriksaan untuk mengetahui keadaan janin pada

kandungan. Keadaan perkembangan janin terhambat (intrauterine growth

restriction) dapat mendorong terminasi kehamilan lebih dini. Pemeriksaan

janin meliputi :

a. Perhitungan tinggi fundus uteri

b. Pemeriksaan Leophold untuk mengetahui posisi, habitus dan presentasi

janin

c. Pemeriksaan detak jantung janin, untuk mengetahui frekuensi denyut

jantung per menit dan regularitasnya.

(Scharf dan Crino, 2002)

Page 12: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

3. Pemeriksaan servik dalam :

a. Adanya pendataran pelvis

b. Adanya kontraksi pelvis

c. Ditemukan rupturnya membran servik

d. Pengambilan spesimen dalam servik untuk dilakukan kultur

e. Pemeriksaan ini bisa diulang jika pada pemeriksaan awal tidak

ditemukan adanya kelainan.

(Scharf dan Crino, 2002, Roman dan Pernoll, 2003)

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Pemeriksaan kultur urine

b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin

c. Pemeriksaan darah tepi ibu:

1) Jumlah lekosit

2) C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang

menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya

untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik

kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di

hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF (Rompas, 2004)

2. Amniosentesis

a. Hitung lekosit

b. Pewarnaan Gram bakteri (+) pasti amnionitis

c. Kultur

d. Kadar IL-1, IL-6

e. Kadar glukosa cairan amnion (Rompas, 2004)

3. Pemeriksaan ultrasonografi

a. Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara

oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos

dkk. (1986) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan

koloni bakteri pada amnion. (Rompas, 2004)

Page 13: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

b. Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks <

3 cm (USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.

Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari

manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta

previa. (Rompas, 2004)

c. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan

kontraksi. (Rompas, 2004)

E. Pemeriksaan Lain

1. Estriol Saliva

Penggunaan estriol saliva untuk mendeteksi kelahiran prematur

adalah berdasarkan pada keyakinan bahwa kelenjar adrenal akan

menghasilkan dehidroeplandosteron pada saat menjelang kelahiran. Akan

tetapi estriol saliva ini sangat dipengaruhi oleh irama sirkadia, memuncak

di mlah hari, dan akan tersupresi dengan penggunaan dexametason. Hal

inilah yang menyebabkan pemprediksian dengan menggunakan estriol ini

menjadi kurang baik dalam memprediksi kelahiran premature. (Ross,

2010)

2. Fibronectin Dan Fetal Fibronectin

a. Fibronectin (FN) adalah suatu glikoprotein dimerik yang banyak

ditemukan di permukaan sel, matriks peri dan inter seluler, bermacam-

macam cairan tubuh, jaringan ikat dan membrana basalis. FN disintesis

oleh bermacam-macam sel dan hubungannya erat dengan fibroblas, sel

endotel, kondrosit, sel glial, sel amnion, miosit, trombosit, dan

monosit. Peran utamanya adalah sebagai pelekat sel dengan matriks

ekstra selular melalui reseptor integrin. Oleh karena itu peranannya

sangat penting dalam pergerakan sel embryo, pertumbuhan fibroblas,

pertahanan polaritas membrana basalis, adesi substrat sel, inflamasi,

dan penyembuhan luka, serta dapat berperan dalam opsonisasi.

Strukturnya tergantung pada sel asalnya. (Luzzi et al,2003)

b. Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama

kehamilan dan berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac

Page 14: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

pada dinding uterus. Oleh karena itu fFN ini terdapat pada pertemuan

antara membran amnion dan dinding uterus.fFN yang diproduksi oleh

sel-sel amniotik dirangsang pembentukannya oleh mediator inflamasi

(termasuk IL-1 dan TNF-) yang diperkirakan mempunyai peranan

penting dalam terjadinya partus prematurus. (Luzzi et al,2003)

Selama trimester pertama kehamilan dan selama kurang lebih

separuh trimester kedua kehamilan (<22 mg) fFN normal ada pada

sekresi serviko vaginal. Pada sebagian besar kehamilan, setelah 22

minggu usia kehamilan, protein ini tidak dapat terdeteksi sampai akhir

trimester ketiga kehamilan ( 1 3 minggu sebelum partus ). Adanya

fFN selama minggu ke-24 34 pada kehamilan beresiko tinggi

menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi,

terjadi pemisahan antara membrana fetalis dan desidua maternal,

sehingga kemungkinan besar dapat terjadi partus prematurus. (Luzzi et

al,2003)

Caranya dengan memutar secara hati-hati dacron swab tersebut

pada forniks posterior selama kurang lebih 10 detik untuk memberi

kesempatan cairan servikovaginal terabsorbsi. Setelah itu sampel yang

telah terambil ditempatkan pada tabung yang berisi bufer. Untuk

mencegah kesalahan interpretasi, maka sebelum pengambilan sampel,

penderita tidak melakukan aktivitas yang dapat melukai servik, seperti

koitus, pemeriksaan servik dengan jari, ultrasonografi vagina, kultur

mikrobiologi sekret vagina, atau pap smear. Hasil pemeriksaan juga

akan invalid apabila swab terkontaminasi dengan pelicin, sabun atau

desinfektan, karena dapat mempengaruhi reaksi antigen-antibodi.

(Luzzi et al,2003)

Metode yang digunakan untuk pemeriksaan fFN adalah dengan

Rapid fFN dan Fetal Fibronectin Enzyme Immunoassay (ELISA).

Peralatan solid phase immunosorbent pada rapid fFN yang berbentuk

kaset didisain untuk mendeteksi fFN pada cairan servikovaginal secara

kualitatif. Sampel yang telah diambil, dicampur dengan bufer,

kemudian diinkubasi pada suhu 370C dalam penangas selama 10 menit.

Page 15: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Dengan menggunakan filter penghisap, campuran tersebut disaring.

Setelah itu diambil sebanyak 200 µL dan ditempatkan pada rapid fFN

cassette. Sampel mengalir dari bantalan absorben melintasi membran

nitroselulose dengan aktivitas kapiler, melalui zona reaksi yang

mengandung monoclonal anti-fetal fibronectin antibody yang

diikatkan pada konjugat mikrosfer berwarna biru. Konjugat ini

kemudian dipindahkan oleh aliran sampel. Sampel kemudian mengalir

melalui zona yang mengandung goat polyclonal anti-human

fibronectin antibody yang kemudian menangkap kompleks konjugat

fibronektin. Sampel yang tersisa akan mengalir melalui zona yang

mengandung antibodi polyclonal goat anti-mouse IgG yang akan

menangkap konjugat yang tidak terikat, dan menghasilkan garis

kontrol. Setelah 20 menit dari waktu reaksi, intensitas garis tes dan

garis kontrol dibaca dengan analyzer yang menggunakan teknologi

optikal reflektan dalam menghasilkan format digital Rapid fFN

cassette. Datanya kemudian dianalisa menggunakan beberapa

parameter. Hasil ini adalah hasil perbandingan data absorben sampel

dengan data absorben kalibrator, di mana nilai rujukan kalibrator

adalah 0,050 µg/mL fFN. (Luzzi et al,2003)

Pada metode Fetal Fibronectin Enzyme Immunoassay

menggunakan FDC-6 Monoclonal Antibody. Cairan servikovaginal

diinkubasikan ke dalam sumur plastik mikrotiter yang dindingnya telah

dilapisi dengan FDC-6 Monoclonal Antibody. Kompleks antigen-

antibodi ini kemudian dicuci untuk membuang materi yang tidak

spesifik. Setelah itu direaksikan dengan antibodi human fibronectin

yang telah dilabel dengan enzim. Dilakukan pencucian kembali untuk

membuang antibodi berlabel yang tidak terikat, dan selanjutnya

diinkubasi dengan substrat. Keberadaan fFN pada spesimen ditentukan

secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550nm. (Luzzi et

al,2003)

Page 16: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

F. Kriteria Diagnosis

1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259

hari

2. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo

adanya pembukaan dan servisitis.

3. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,

atau sedikitnya 2 cm

4. Selaput ketuban seringkali telah pecah

5. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,

rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang

6. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah. (Rompas,

2004)

G. Penanganan persalinan preterm.

1. Selaput ketuban pecah pada periode laten.

a. Diagnosis PPROM. (Preterm premature rupture of membranes): mdcfk

b. Riwayat ketuban pecah natural.

c. Rawat inap.

d. Kelahiran disengaja/ intentional/ active management (32-34 minggu

dan 35-36 minggu, periksa pematangan paru-kortikosteroid,

antibiotik).

e. Expectant management (24-32 minggu, tokolitik, pematangan paru-

kortikosteroid, dan antibiotik).

f. Expectant atau active management (kurang dari 24 mgg)

2. Selaput ketuban utuh

a. Amniosentesis.

b. Kortikosteroid.

c. Antibiotik/antimikroba.

d. Cerclage darurat.

e. Menghambat persalinan preterm

3. Pemberian kortikosteroid:

a. Dexamethason : 6mg per 12 jam, 2hari (4 kali), atau

Page 17: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

b. Betamethason : 12 mg per 12 jam, 1 hari (2 kali).

(Cuningham, et al., 2010. Williams Obstetrics)

4. Pemberian antibiotik/ antimikroba:

a. Propilaksis group beta-streptococus (GBS),

b. Terapi.

H. Menghambat persalinan preterm

1. Tirah baring

2. Hidrasi dan sedasi

3. Beta- adrenergic receptoragonists (ritodrin, terbutalin)

4. Magnesium sulfat

5. Prostaglandin inhibitor (indometacin)

6. calcium –channel blocker (nifedipin)

7. Antociban ( competitive antagonist of oxytocin-induced contractions),dan

8. Nitric Oxidedonors (prawirohardjo,2008)

I. Rekomendasi penanganan persalinan preterm

1. Konfirmasi persalinan preterm secara rinci.

2. Pada kehamilan <34 minggu, jika tidak ada indikasi maternal atau fetal

untuk dilahirkan, observasi ketat HIS, DJJ, dan pemeriksaan serial untuk

menilai perubahan serviks.

3. Pada kehamilan <34 minggu, diberikan kortikosteroid untuk pematangan

paru.

4. Pertimbangkan pemberian MgSO4 infus 12-24 jam untuk memberi

kesempatan neuroproteksi janin.

5. Pada kehamilan <34 minggu yang tidak dipertahankan kehamilannya,

beberapa praktisi percaya perlu dihambat sekedar pemberian

kortikosteroid dan propilasis GBS (TOKOLITIK KONTROVERSI)

6. Pada kehamilan 34 minggu atau lebih, monitor kemajuan persalinan dan

kesejahteraan janin.

7. Pada persalinan aktif (active management) antimicrobia diberikan untuk

mencegah neonatal infeksi GBS. (prawirohardjo,2008)

Page 18: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

J. Prognosis

1. Prematur dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi yang

terkait kematian dan morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang meninggal

dalam 28 hari pertama mempunyai bobot yang kurang dari 2500 gram

pada saat lahir.

2. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur

3. Gangguan respirasi menyebabkan 44 % kematian yang terjadi pada umur

kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram, angka

kematian ini naik menjadi 74 %

4. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak, bayi

prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala

5. Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang

lahir engan berat 2000-2500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari

97%, 1500-2000 gram lebih dari 90%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-

80% (Luzzi et al,2003)

K. Komplikasi yang dapat terjadi

Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu,

ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin

pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat

dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudah terjadinya komplikasi dan

makin tingginya angka kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar

kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur. Bersangkutan dengan

kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun

fisiologik maka mudah timbul beberapa kaelainan seperti berikut ini:

1. Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu

tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari

kurangnya jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif

lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif,

produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang

belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi

sebagaimana mestinya.

Page 19: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

2. Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada

BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (rasio lesitin

sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru tang

belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang

mudah melengkung (pliable thorax). Penyakit gangguan pernapasan yang

sering diderita bayi prematur dalah penyakit membran hialin dan aspirasi

pneumoni. Di samping itu sering timbul pernapasan periodik (periodic

breathing) dan apnea yang disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla

belum matur.

3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi: distensi abdomen akibat

dari motilitas usus berkurang; volume lambung berkurang sehingga waktu

pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan

mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan

beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari sfingter kardio-esofagus

yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke

esofagus dan mudah terjadi aspirasi.

4. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defiesiensi

vitamin K.

5. Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi

urine yang sedikit, urea clearance yang terendah, tidak sanggup

mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat

mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolik.

6. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile),

kekurangan faktor pembekuan seperti protrombin, faktor VII dan faktor

christmas.

7. Gangguan imunologik: daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang

karena rendahnya kadar IgG gamma glubolin. Bayi prematur relatif belum

sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap

peradangan masih belum baik.

8. Perdarahan intraventrikuler : lebih dari 50% bayi prematur menderita

perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur

sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan

Page 20: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

pernapasan.Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia.

Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Penambahan

aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya

otoregulasi serebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi

perdarahan dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan

germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nukleus kaudatus

dan ependim. Luasnya perdarahan intraventrikuler ini dapat du diagnosis

dengan ultrasonografi atau CT scan.

9. Retrolental fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi

tinggi (pao2 lebih dari 115 mm HG = 15 kPa) maka akan terjadi

vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-

kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis,

distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari

retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada bayi prematur

tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan oksigen

dengan kecepatan dua liter per menit.( Prawirohardjo, 2008)

Page 21: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

BAB III

PEMBAHASAN

A. Metode Lama

Pemeriksaan panjang servik adalah salah satu pemeriksaan yang

menggunakan speculum dan vaginal touché yang mengukur panjang servik

pada usia keamilan tertentu . Sejauh ini pemeriksaan panjang servik pada usia

kehamilan 24-28 minggu kehamilan merupakan pemeriksaan paling efektif

untuk menilai resiko partus prematurus baik bagi mereka yang memiliki resiko

tinggi maupun yang beresiko rendah . bagi kehamilan yang merupakan

campuran dari kehamilan resiko tinggi dan rendah, pemeriksaan panjang

servik dengan menggunakan USG pada usia kehamilan 24 minggu memiliki

korelasi yang sangat tinggi untuk resiko kelahiran preterm sebelum minggu ke

35. Resiko relative kelahiran preterm pada wanita yang panjangnya 25 mm

atau kurang pada usia kehamilan 24 minggu adalah sebesar 6.2. dan

apabilapanjag servik kurang dari sama dengan 25 mm pada usia kehamilan 28

minggu, memiliki nilai prediksi 49% untuk terjadinya kelahiran kurang dari

28 minggu. (Ross, 2010)

Gambar. Vaginal Scan servik normal

(kiri) dan servik yang pendek (kanan).

(The Fetal Medicine Foundation, 2010)

Diantara wanita yang memiliki resiko

tinggi dengan riwayat persalinan spontan

preterm (diluar kehamilan multiple,

anomaly uterus, dan operasi servik

sebelumnya), 20% pasien menunjukkan

pemendekan jarak servik kurang dari 25

mm dengan menggunakan transvaginal ultrasonografi saat usia kehamilan

22-25 minggu. Dan pada pasien-pasien ini pula, 37,5% nya mengalami

persalinan pada usia kehamilan <35 minggu. Sebaliknya, pasien yang

memiliki panjang servik >25 mm yang mengalami kelahran preterm (<35

minggu) hanya 10,6%. Pada mereka yang memiliki resiko rendah untuk

Page 22: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

melahirkan preterm, metode ini juga sangat efektif. Bagi mereka yang

memiliki resiko rendah namun memiliki servik yang pendek pada usia

kehamilan 24-28 minggu, terdeteksi 8,5% nya dapat mengalami persalinan

preterm. Bila dibandingkan dengan Fibronektin fetal, metode ini memiliki

sensitifitas yang lebih besar yaitu 39% dan spesifitas 92,5%, sedang untuk

nilai prediksi negatifnya dapat mencapai 98%.(Ross, 2010)

Walaupun pemeriksaan panjang servik dengan menggunakan VT bersifat

cukup subjektif, cara pemeriksaan servik ini juga dapat menggunakan

Cerivlenz, yaitu suatu alat pengukur jarak servik. Selain itu pengukuran

dengan transvagianal ultrasonografi juga merupakan alat yang cukup baik

dalam menilai panjang servik ini. Kedua metode ini cenderung murah dan

mudah untuk dilakukan sehingga pemeriksaan ini cukup dianjurkan. (Ross,

2010)

Page 23: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Gambar. Cerivlenz (Medgadged, 2010)

Kelebihan Metode

1. Memiliki nilai spesifitas,sensitifitas, dan nilai ramal negative yang tinggi.

2. Merupakan metode palik efektif untuk menilai persalinan preterm,

3. Murah dan mudh dilakukan.

Kekurangan Metode

1. Bila menggunakan VT sifatnya menjadi cukup subjektif.

2. Prediksi dapat dinilai setelah 16 minggu kehamilan.

B. Metode Baru

Fibronectin (FN) adalah suatu glikoprotein dimerik yang banyak ditemukan

di permukaan sel, matriks peri dan inter seluler, bermacam-macam cairan tubuh,

jaringan ikat dan membrana basalis. Strukturnya tergantung pada sel asalnya.

Page 24: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Gambar 1. Struktur molekul fibronectin. Terdiri dari 2 sub unit yang dihubungkan

dengan ikatan disulfida dekat ujung terminal karbonnya.

Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama kehamilan

dan berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac pada dinding uterus.

Adanya fFN selama minggu ke-24, 34 pada kehamilan beresiko tinggi

menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi, terjadi

pemisahan antara membrana fetalis dan desidua maternal, sehingga kemungkinan

besar dapat terjadi partus prematurus. (Luzzi et al,2003)

Nilai ramal negatif dari tes fFN bervariasi tergantung metode yang

digunakan, yaitu berkisar > 99% untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari

pada wanita dengan gejala dan nilai ramal positif bervariasi antara 9,1% sampai

38,9% untuk memprediksi kelahiran dalam 7 hari dan berkisar antara 16,7 % - 40

% untuk memprediksi kelahiran dalam 14 hari. Penderita dengan hasil

pemeriksaan fFN negatif, hanya 1 dari 10,5 persalinan terjadi pada kehamilan

kurang dari 37 minggu. Sedangkan pada penderita dengan hasil pemeriksaan fFN

positif, setengah dari persalinan terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37

minggu. Sensitivitas tes fFN ini berkisar antara 73 - 75 % dan spesifisitasnya

berkisar antara 50 - 60 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari.

Pemeriksaan fFN paling sensitif memperkirakan terjadinya partus prematurus

pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( sensitivitas 63%). Hal terpenting

dari pemeriksaan ini adalah nilai ramal negatif (99 % penderita dengan hasil

pemeriksaan fFN negatif, tidak akan melahirkan dalam waktu 7 hari mendatang).

Saat ini pemeriksaan fFN dapat dilakukan dengan cepat. Hasil pemeriksaan dapat

dikeluarkan dalam waktu 1 jam. Bahan yang diperiksa adalah cairan serviko

vaginal. Prosedur pengambilan cairan serviko vaginal seperti pada pengambilan

untuk keperluan pemeriksaan pap smear. Spekulum diletakkan pada vagina,

kemudian dengan sebuah lidi kapas atau Q tip atau dacron swab, diambil sekret

serviko vaginal pada daerah forniks posterior vagina dan servik. (Luzzi et al,2003)

Pemeriksaan ini juga tidak dianjurkan pada wanita hamil tanpa gejala partus

prematurus yang mempunyai faktor risiko terjadinya partus prematurus seperti

Page 25: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

kehamilan ganda, cervical cerclage atau placenta praevia. Oleh karena itu

pemeriksaan fFN hanya dianjurkan pada kehamilan dengan risiko tinggi disertai

dengan gejala akan terjadinya partus prematurus. (Luzzi et al,2003)

Kelebihan teori baru (Fetal Fibronectin) :

1. sebagai lem biologis yang membantu menempelkan kantong janin dan dinding

rahim

2. nilai ramal negatif dari tes fFN bervariasi tergantung metode yang digunakan,

yaitu berkisar > 99 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari pada

wanita dengan gejala.

3. nilai ramal positif bervariasi antara 9,1% sampai 38,9% untuk memprediksi

kelahiran dalam 7 hari dan berkisar antara 16,7 % - 40 % untuk memprediksi

kelahiran dalam 14 hari.

4. spesifisitasnya berkisar antara 50 - 60 % untuk memprediksi kelahiran dalam

7 - 14 hari.

5. pemeriksaan fFN paling sensitif memperkirakan terjadinya partus prematurus

pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( sensitivitas 63%).

6. hasil pemeriksaan dapat dikeluarkan dalam waktu 1 jam.

7. tes ini menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi dalam meramalkan siapa

bumil yang tidak akan mengalami kelahiran prematur.

8. Fetal fibronectin normalnya dapat dilihat dalam cairan vagina hingga

kehamilan berusia 22 minggu, kemudian menghilang hingga satu atau dua

minggu sebelum kelahiran.

9. Uji usap dapat dilakukan untuk mengambil sampel cairan vagina pada

kehamilan usia 22 dan 34 minggu. Bila terlihat adanya fibronection, bumil

tersebut memiliki risiko tinggi akan mengalami kelahiran prematur.

10. Perempuan yang terancam melahirkan secara prematur seringkali

menyebabkan kecemasan tersendiri bagi ibu hamil. Karenanya dengan tes

fetal fibronectin, ibu hamil bisa memprediksi kelahirannya dengan lebih

akurat serta mengurangi kecemasan dan ketakutan yang merupakan resiko

terjadinya persalinan prematur.

Page 26: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Kekurangan teori baru (Fetal Fibronectin) :

1. hasil pemeriksaan akan invalid apabila swab pada saat dilakukan dacron swab

terkontaminasi dengan pelicin, sabun atau desinfektan, karena dapat

mempengaruhi reaksi antigen-antibodi.

2. Memiliki spesifitas, sensitifitas, serta nilai ramal negative yang lebih rendah

dibandingkan dengan pemeriksaan panjang servik.

3. Kurang terjangkau.

Hasil pemeriksaan yang negatif dapat meyakinkan klinisi mau pun orang tua

janin bahwa risiko terjadinya partus prematurus rendah. Hal ini dapat mengurangi

intervensi medis yang tidak perlu dan juga mengurangi hospital stay. Sebaliknya,

hasil pemeriksaan yang positif akan ditindak lanjuti oleh dokter dan pasien

dengan tindakan preventif untuk memperpanjang masa kehamilan selama

mungkin. Sebagai contoh para peneliti menganalisis kasus 22 perempuan yang

dirawat di rumah sakit dan menunjukkan tanda-tanda melahirkan prematur.

Ternyata didapatkan sekitar 17 perempuan tidak juga melahirkan di rumah sakit

meski sudah dirawat lebih dari delapan hari. Rata-rata perempuan ini telah

menerima obat steroid untuk meningkatkan fungsi paru-paru bayi atau obat

tocolytic untuk menghentikan kontraksi. Dan situasi ini berubah signifikan setelah

menggunakan tes fetal fibronectin.Terbukti 98,6 persen tes ini akurat untuk

mengidentifikasi perempuan yang meskipun sudah menunjukkan tanda-tanda

kelahiran prematur, tidak perlu melahirkan dulu selama kurang lebih dua minggu.

Sehingga dapat mengurangi pemeriksaan lain yang sebenarnya tidak perlu dan

juga dapat lebih dini dalam mempersiapkan maturitas organ janin. Untuk metode

selanjutnya yang diharapkan untuk dikembangkan adalah perlu dicari metode

yang memiliki spesifitas, spesifitas dan nilai ramal yang tinggi dengan deteksi

yang lebih dini dari metode-metode sebelumnya dan tentunya dengan harga yang

terjangkau. Selain itu, metode yang dikembangkan pun tidak hanya menekankan

pada prediksi kelahiran prematur namun juga menekankan mengenai manajemen

bagi janin prematur yang lebih komprehensif, yaitu bukan hanya mencakup

pematangan organ tapi juga pencegahan komplikasi yang dapat terjadi pada janin.

Page 27: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4
Page 28: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

BAB IV

KESIMPULAN

1. Partus prematurus didefinisikan sebagai kelahiran sebelum usia kehamilan 28

- 37 minggu.

2. Manajemen persalinan prematur adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk

mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan prematur baik

yang berkaitan dengan ibu maupun pada janin yang dilahirkan.

3. Penyebab partus prematurus sulit ditentukan, tapi tampaknya sangat

berhubungan dengan status medis dan status sosial, termasuk di antaranya

kemiskinan, malnutrisi, ketergantungan obat, penyakit menular seksual,

rokok, dan kehamilan pada usia muda.

4. Kriteria penderita yang dapat diperiksa yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan

antara 20 hingga 37 minggu, disertai gejala dan tanda partus prematurus,

membrana masih intak dan dilatasi serviks kurang dari 3 cm.

5. Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama kehamilan dan

berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac pada dinding uterus.

Adanya fFN selama minggu ke-24, 34 pada kehamilan beresiko tinggi

menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi

6. Hasil pemeriksaan fFN yang negatif dapat meyakinkan klinisi maupun orang

tua janin bahwa risiko terjadinya partus prematurus rendah.

7. Namun begitu, pemeriksaan tinggi servik sebahai metode terdahulu masih

sangat efektif digunakan, sehingga perlu dikembangkan metode yang lebih

baik lagi.

Page 29: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

DAFTAR PUSTAKA

Honest H, Bachmann LM, Gupta JK, Kleijnen J, Khan KS. Accuracy of

cervicocaginal fetal fibronectin test in predicting risk of spontaneous

preterm birth: systemic review. BMJ 2002; 325: 1-10.

Iams J. Prevention of Preterm Birth. N Engl JMed 1998; 338: 54-56.

Norwitz ER, Robinson JN, Challis JRG. The Control of Labor. NEngl J Med

1999; 341: 660 666.

Medical Record Bagian Kandungan dan Kebidanan RSU Dr. Saiful Anwar

Malang.

Lockwood CJ.Predicting Premature Delivery No Easy Task. N Engl J Med

2002; 346: 282 284.

Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, et al. The Preterm Prediction Study : The

Value of New vs Standard Risk Factors in Predicting Early and All

Spontaneous Preterm Births. Am J Publ Health 1998; 88: 233 238.

Luzzi V, Hankins K, Gronowski AM. Accuracy of Rapid Fetal Fibronectin Tli

system in Predicting Preterm Delivery. Clin Chemistr 2003; 49: 501 502.

Cruse JM, Lewis RE. Illustrated Dictionary of Immunology.1st

ed. USA: CRC Press, Inc; 1995.

Fetal Fibronectin (fFN): A Test for Preterm Delivery. Medical References 2003

Aug [cited 2003 Dec 12]; [6 screens].

Maternal Fetal Medicine: Fetal Fibronectin. Center for Maternal Fetal Medicine

2001. Available from: http//www.MFM Center. Com.

15. Parry S, Strauss JF. Premature Rupture of the Fetal Membranes. NEngl J

Med 1998; 338: 663 670.

Rompas, Jefferson. 2004. Pengelolaan Persalinan Prematur. Cermin Dunia

Kedokteran No. 145. Diunduh di

[http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_11PersalinanPreterm.pdf/

145_11PersalinanPreterm.html] pada 16 Oktober 2010.

Page 30: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Ross, Michael. G. 2010. Preterm Labor. Emedicine Articles. Diunduh di

[http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview] pada 16 Oktober

2010

http://course1.winona.edu/sberg/ILLUST/fibronectin.

Dewi, Juliani, et all. cdk vol. 34 no. 5/158 Sept-Okt 2007. Fetal Fibronectin

Sebagai Predikator Partus Prematurus. FKU Brawijaya : Malang

Guinn, Debra A., Ronald S. Gibbs. 2003. Preterm Labor and Delivery. Dalam:

Danforth’s Obstetrics and Gynecology. 9th Edition. Lippincott Williams &

Wilkins Publishers.

Roman, Ashley S., Martin L. Pernoll. 2003. Late Pregnancy Complications.

Dalam : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 9th

Edition. McGraw-Hill Companies.

Scharf, Andrea C., Jude P. Crino. 2002. Preterm Labor and Premature Rupture of

Membranes. Dalam : The John Hopkins Manual of Gynecology and

Obstetrics. 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.

Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 9. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP

Cuningham, et al., 2010. Williams Obstetrics, 23rd ed, McGraw-Hill Companies,

Inc. USA.

Iams J. Prevention of Preterm Birth. N Engl JMed 1998; 338: 54 56

Lockwood CJ.Predicting Premature Delivery No Easy Task. N Engl J Med 2002;

346: 282 284

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran”. Edisi 3. Jilid 1.

Jakarta : Media Aesculapius

Medgadged. 2010. CerviLenz Debuts Simple Device to Assess Preterm Labor

diunduh di

[http://www.medgadget.com/archives/2010/05/cervilenz_debuts_simple_dev

ice_to_assess_preterm_labor_1.html] pada 29 Oktober 2010.

Sastrawinata, R. Sulaeman. 1984. “Obstetri Patologi”. Bandung : Elstar Offset

Page 31: Laporan Referat Repro Revisi Ke 4

Ross, Michael G. 2010. Preterm Labor. Emedicine Review. Diunduh di

[http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview] pada 29 Oktober

2010.

The Fetal Medicine Foundation. 2010. Cervical assessment. Diunduh di

[http://www.fetalmedicine.com/fmf/training-certification/certificates-of-

competence/cervical-assessment/] pada 29 Oktober 2010