Upload
novia-mentari
View
28
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fs
Citation preview
REFERAT“Manajemen Partus Prematurus ”
Tutor : dr. Alfi Muntafiah
Disusun oleh :
KELOMPOK 5
Marisa Rosa Bella
Indah Adhiarini Sukma
Annisa Amalia F
Diana Verify Hastutya
Nunung Hasanah
Wiwin Noviyanti
Rizky Tejo Hutomo
Anggraini K
Faridz Albam Wiseso
Ageng Sadeno Putro
Widya Devi Cita I
G1A008020
G1A008022
G1A008050
G1A008051
G1A008073
G1A008084
G1A008085
G1A008104
G1A008105
G1A008116
G1A008136
BLOK SISTEM REPRODUKSIJURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2010
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya
kami dapat menyelesaikan referat yang membahas suatu keadaan abnormal pada
blok reproduksi ini, yaitu Partus Prematurus. Tidak lupa juga, kami mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman kelompok 5 (kelompok referat blok reproduksi)
atas kerja samanya dalam mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan
pembuatan referat ini. Bagaimanapun, tanpa bantuan teman-teman semua, referat
ini tidak akan dapat terwujud.
Blok sistem reproduksi merupakan blok yang mempelajari definisi, struktur
anatomi, histologi, fisiologi sistem reproduksi, patofisiologi, pendekatan diagnosis
(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dasar rutin, pemeriksaan
penunjang penapis/screening, pemeriksaan penunjang lanjutan) dan
penatalaksanaan berbagai keadaan abnormal pada sistem reproduksi beserta
permasalahan di dalam komunitas serta prinsip-prinsip hukum dan etikanya. Blok
ini mengajak mahasiswa untuk menganalisis permasalahan kesehatan pada sistem
reproduksi menggunakan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi dan
sistematis. Sesuai dengan standar kompetensi dokter Indonesia, mahasiswa tidak
hanya dibimbing untuk mencapai kompetensi dalam bidang kognitif (knowledge)
semata tetapi juga diarahkan untuk mampu menguasai kompetensi psikomotor
(skill) dan afektif (attitude) serta selalu mengikuti perkembangan mutakhir dalam
ilmu kedokteran utamanya kedokteran komunitas.
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah sebagai berikut :
a. Memenuhi penugasan di blok reproduksi.
b. Meningkatkan pengetahuan terkait tema yang diberikan dengan metode
pembelajaran dengan sistem student centered learning dengan kelompok
belajar.
c. Memberikan pengalaman dan peningkatan pengetahuan tentang manajemen
partus prematurus dan juga beberapa hal terkait dengan kompetensi dalam
sistem reproduksi.
Kami akui masih banyak sekali kekurangan dari referat yang telah kami
buat. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu. Tetapi, terlepas dari itu semua, kami berharap referat yang telah kami
buat dapat sedikit memberikan gambaran tentang manajemen partus prematurus
karena kami berusaha menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh
pembaca.
Mudah-mudahan referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Purwokerto, Oktober 2010
Ttd.
Kelompok 5 Referat Blok Reproduksi
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen persalinan prematur adalah tindakan-tindakan yang diambil
untuk mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan prematur baik
yang berkaitan dengan ibu maupun pada janin yang dilahirkan. Penelitian yang
dilakukan belakangan ini banyak menitikberatkan pada prediksi persalinan
prematur dan juga manajemen bagi bayi prematur itu sendiri.
Menurut data epidemiologi di Amerika Serikat setiap tahun terjadi lebih dari
1 juta partus prematurus (10% dari kelahiran normal) dengan perkiraan biaya
lebih dari 5 milyar dolar dan kurang lebih 5000 bayi per tahun meninggal karena
komplikasi prematuritas dan berat badan lahir rendah. Di RSU Dr. Saiful Anwar
Malang terjadi lebih dari seratus kejadian partus prematurus dari total 3750
persalinan per tahun (3,1 %). .(Luzzi et al,2003)
Penyebab partus prematurus sulit ditentukan, tapi tampaknya sangat
berhubungan dengan status medis dan status sosial, termasuk di antaranya
kemiskinan, malnutrisi, ketergantungan obat, penyakit menular seksual, rokok,
dan kehamilan pada usia muda. .(Luzzi et al,2003)
Beberapa pemeriksaan dan faktor risiko dapat memperkirakan terjadinya
partus prematurus, antara lain ras kulit hitam, indeks masa tubuh yang rendah,
perdarahan pervagina, kontraksi, infeksi pelvis, bakterial vaginosis, partus
prematurus habitualis, tes serviko vaginal fetal fibronectin, dan ukuran servik
yang pendek. Dua yang disebutkan terakhir merupakan prediktor paling kuat.
beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa fetal fibronectin test (fFN)
merupakan prediktor yang paling baik untuk memperkirakan partus prematurus
yang akan terjadi dalam 7 10 hari pada ibu hamil dengan gejala. Dilain sisi 58
kasus partus prematurus pada 264 wanita hamil dengan servik pendek ( 22 % ). .
(Luzzi et al,2003)
Gejala terjadinya partus prematurus antara lain kontraksi, perdarahan dan
dilatasi servik. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan fFN bervariasi
tergantung metode yang digunakan. Pemeriksaan fFN dapat dilakukan pada
perawatan ante natal untuk mendeteksi ibu-ibu yang memiliki risiko tinggi tapi
tanpa menunjukkan gejala partus prematurus. Pemeriksaan fFN dapat
memprediksi partus prematurus iminen sebelum dilatasi serviks yang lanjut pada
ibu-ibu dengan gejala, dengan demikian tujuan pemeriksaan ini adalah menjaga
agar kehamilan dapat melewati minggu ke-34. Hasil pemeriksaan ini sangat
penting untuk keperluan penatalaksanaan lebih lanjut, sehingga dapat membantu
menurunkan angka kejadian partus prematurus dan menurunkan angka kematian
bayi baru lahir. .(Luzzi et al,2003)
Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada
semua sistem organ. Baik itu pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem
peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem saraf pusat (otak).
Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur
cenderung mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa
berupa sindroma gangguan pernapasan, perdarahan otak, kelainan jantung,
kelainan usus, anemia dan infeksi. .(Luzzi et al,2003)
Metode FFN memiliki beberapa diantaranya dapat mengetahui hasilnya
dengan cepat, memiliki sensitivitas tinggi, dan dapat dilakukan saat kunjungan
ANC karena prosedurnya seperti PAP smear. Meskipun begitu, metode ini akan
menjadi kurang bermakna bila cervix telah mengalami atau mendapat
intervensisebelumnya.(Luzzi et al,2003)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kriteria penderita yang dapat diperiksa yaitu ibu hamil dengan usia
kehamilan antara 20 hingga 37 minggu, disertai gejala dan tanda partus
prematurus, membrana masih intak dan dilatasi serviks kurang dari 3 cm. Gejala
dan tanda partus prematurus adalah adanya kontraksi uterus (dengan atau tanpa
disertai nyeri ), nyeri perut bagian bawah yang intermiten, nyeri punggung, rasa
tekanan pada pelvis, perdarahan pervaginam selama trimester kedua atau ketiga,
kram intestinal seperti nyeri haid ( dengan atau tanpa diare ), perubahan sekret
vagina ( dalam hal jumlah, warna dan konsistensi ) dan adanya perasaan
khawatir / tidak nyaman ( not feeling right ).(Luzzi,2003)
A. Hasil anamnesis
1. Keluhan utama
a. Kontraksi uterus, biasanya lebih dari dua kali per setengah jam. Hal
tersebut menujukkan bahwa sudah adanya his yang dapat memicu
terjadinya kelahiran.
b. Perdarahan vagina, kebanyakan pasien datang dengan keluarnnya
darah dari vagina disertai lendir, atau bloody show. Lendir yang
bersemu darah ini biasanya berasal dari lender kanalis serviks karena
serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal
dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis
servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks
membuka. Adanya perdarahan dapat pula terjadi akibat luruhnya
plasenta atau plasenta previa.
c. Ketuban pecah dini, biasanya pasien menerangkan keluarnya cairan
dari vagina yang merembes. Ketuban pecah dini mungkin mengawali
terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang
menyertai seperti: serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda,
infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain.
(Scharf dan Crino, 2002, Roman dan Pernoll, 2003, Wiknjosastro dkk,
2007)
2. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan tentang :
a. Riwayat melahirkan prematur atau abortus sebelumnya
Adanya riwayat anak yang dilahirkan preterm atau abortus dapat
merupakan suatu faktor resiko. Terdapat hubungan genetik pada
kejadian tersebut.
b. Kehamilan ganda
Sebanyak 10 % pasien dengan partus preterm ialah kehamilan ganda.
Keadaan kehamilan ganda dapa menginduksi terjadinya persalinan pre
term karena dilatasi uterus semakin besar. Pembesaran uterus pada
kehamilan ganda lebih besar dari pada kehamilan tunggal.
c. Infeksi selama kehamilan, ataupun gejala-gejala adanya infeksi. Yang
penting adalah pertanyaan tentang infeksi traktus respiratorius dan
saluran kencing. Infeksi yang sering terjadi adalah akibat dari infeksi
asenden dari traktus genitalia eksterna. Patogen yang umunya dapat
menyebabkan infeksi adalah Gonorrhea, Chlamydia, Ureaplasma,
Trichomonas, Treponema pallidum, dan mycoplasma. Selain itu,
infeksi sistemik, misalnya pyelonefitis, juga berhubungan dengan
kelahiran prematur.
d. Obat-obatan yang pernah digunakan
e. Riwayat trauma
Trauma dapat memicu kontraksi uterus dan dilatasi serviks uteri.
f. Riwayat penyakit pada organ-organ reproduksi.
Adanya penyakit pada organ reproduksi, misalnya adanya myoma atau
tumor yang lainnya, dapat menyebabkan vasodilatasi uterus dan
berkurangnya volume cavum uterina, sehingga dapat menyebakan
kelahiran preterm.
g. Riwayat hipertensi
Pada ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi, yang dilakukan
justru adalah pengeluaran janin secepatnya (kelahiran preterm buatan)
jika memang janin telah cukup matang, hal ini dikarenakan untuk
mencegah terjadinya pre-eklamsia.
h. Riwayat diabetes
Sama dengan hipertensi, keadaan diabetes mellitus yang tidak
terkontrol dapat menjadi indikasi partus preterm buatan.
i. Serviks inkompeten
Riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dengan
terjadinya inkompeten. Dari suatu penelitian ditemukan 59% pasien
pernah mengalami dilatasi kuretase dan 8% mengalami konisasi.
Demikian pula dengan Chamberlain dan Gibbings yang menemukan
60% pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan
dan 49% mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam.
(Scharf dan Crino, 2002, Wiknjosastro dkk, 2007)
3. Anamnesis lain
Hal lain yang perlu ditanyakan adalah tentang hal-hal yang dapat
meningkatkan faktor resiko kelahiran prematur, yaitu :
a. Usia ibu
Usia ibu hamil kurang dari 18 tahun atau lebih dari 40 tahun dapat
meningkatkan resiko.
b. Kebiasaan merokok
Rokok dapat memicu pengeluaran sitokin dan mediator inflamasi lain
yang juga dapat memicu partus preterm.
c. Riwayat ante natal care selama kehamilan
Riwayat pemeriksaan kehamilan yang buruk dapat meningkatkan
resiko kelahiran prematur. Dalam hal ini, dalam ante natal care dapat
diperiksa kondisi kesehatan ibu dan janin secara rutin. Selain itu,
pemeriksaan rutin dapat mencegah komplikasi sedini mungkin,
misalnya adanya infeksi yang ditemukan dapat langsung ditangani,
sehingga resiko partus preterm atau ketuban pecah dini dapat
dikurangi.
d. Riwayat hubungan seksual dengan suami selama kehamilan. Koitus
yang dilakukan pada trimester ketiga dapat memicu kontraksi uterus,
sehingga sebaiknya dihindari.
(Scharf dan Crino, 2002)
B. Patogenesis Terjadinya Partus Prematurus
Partus prematurus lebih menunjukkan sindrom daripada diagnosis yang
spesifik karena penyebabnya sangat beragam, sehingga ada banyak teori yang
menjelaskan patogenesis partus prematurus. Ada teori yang menyebutkan
bahwa Koriodesidua dapat secara selektif diperkaya dengan 15-
hydroxyprostaglandine dehydrogenase yang menyebabkan prostaglandin E
sampai di myometrium dan memulai kontraksi oleh karena suatu hal. Teori
lain mengatakan bahwa partus prematurus terjadi karena adanya jalur pendek
pada kaskade proses kelahiran normal. Pada keadaan ini unit fetoplasental
dapat memicu terjadinya partus prematurus apabila lingkungan intrauterin
menjadi "tidak nyaman" dan mengancam keberadaan fetus. 30 % partus
prematurus diduga diakibatkan adanya infeksi intra amnion. .
(prawirohardjo,2008)
Pada ibu hamil yang mengalami infeksi, kadar produk jalur
lipooksigenase dan siklooksigenase meningkat. Hal ini juga akan
meningkatkan kadar sitokin, termasuk IL-1, IL-6 dan TNF- dalam cairan
amnion. Sitokin ini merangsang sintesis prostaglandin pada membrana fetalis
dan desidua serta menghambat perusakan prostaglandin. Selain itu IL-1 dan
TNF- meningkatkan ekspresi matriks metallo-proteinase dan IL-8 pada
korion, desidua dan servik. Hal ini akan meningkatkan rusaknya matriks
ekstraselular membrana fetalis dan servik. TNF- dan matriks
metalloproteinase juga meningkatkan program kematian sel-sel amnion. .
(prawirohardjo,2008)
Keadaan psikososial ibu atau stres fisiologik fetus, misalnya kurangnya
aliran darah uteroplasental, dapat menyebabkan aktivasi prematur dari poros
fetal hipotalamik pituitari adrenal corticotropin releasing hormone di
hipotalamus dan sel-sel plasenta, korion, amnion, dan desidua uterus
terinduksi sehingga memicu produksi prostaglandin. Prostaglandin selanjutnya
merangsang kontraksi uterus dan pematangan servik. Prostaglandin juga
merangsang pelepasan corticotropin releasing hormone di plasenta,
membrana fetalis dan desidua kembali sehingga akhirnya merangsang partus
prematurus. .(prawirohardjo,2008)
Terlepasnya plasenta ( perdarahan ke dalam desidua uterus ) juga dapat
menyebabkan partus prematurus. Desidua kaya akan faktor jaringan, yang
merupakan inisiator primer hemostasis. Setelah terjadi perdarahan, membrana
mengikat faktor jaringan sel desidua membentuk kompleks yang diaktivasi
oleh faktor VII untuk mengaktivasi faktor X yang menghasilkan trombin.
Ikatan trombin dengan reseptornya meningkatkan produksi ensim yang
merusak desidua dan membrana fetalis. Trombin juga terikat pada reseptor
myometrium, merangsang kontraksi uterus.(prawirohardjo,2008)
Partus prematurus dapat dipresipitasi oleh tarikan mekanis myometrium
yang disebabkan oleh peningkatan ukuran uterus melebihi kemampuan uterus.
Contohnya pada kehamilan ganda dan kasus-kasus polihidramnion. Tarikan
mekanis ini menyebabkan partus prematurus dengan jalan aktivasi reseptor
oksitonin, sintesis prostaglandin dalam amnion, myometrium, dan sel-sel
servik. Mekanisme terjadinya partus prematurus ini mendorong ditemukannya
penanda biologik yang berguna sebagai prediktor terjadinya partus
prematurus.(prawirohardjo,2008)
Gambar. Patofisiologi kelahiran prematur akibat infeksi. (Rompas, 2004)
C. Hasil pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tanda vital
a. Biasanya ditemukan tekanan darah yang meningkat
b. Tanda-tanda anemia jika telah terjadi perdarahan
c. Tanda-tanda infeksi jika ada, misalnya demam, frekuensi buang air
kencing meningkat, keputihan yang disertai bau dan lendir kehijauan.
(Scharf dan Crino, 2002)
2. Pemeriksaan janin
Merupakan pemeriksaan untuk mengetahui keadaan janin pada
kandungan. Keadaan perkembangan janin terhambat (intrauterine growth
restriction) dapat mendorong terminasi kehamilan lebih dini. Pemeriksaan
janin meliputi :
a. Perhitungan tinggi fundus uteri
b. Pemeriksaan Leophold untuk mengetahui posisi, habitus dan presentasi
janin
c. Pemeriksaan detak jantung janin, untuk mengetahui frekuensi denyut
jantung per menit dan regularitasnya.
(Scharf dan Crino, 2002)
3. Pemeriksaan servik dalam :
a. Adanya pendataran pelvis
b. Adanya kontraksi pelvis
c. Ditemukan rupturnya membran servik
d. Pengambilan spesimen dalam servik untuk dilakukan kultur
e. Pemeriksaan ini bisa diulang jika pada pemeriksaan awal tidak
ditemukan adanya kelainan.
(Scharf dan Crino, 2002, Roman dan Pernoll, 2003)
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan kultur urine
b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin
c. Pemeriksaan darah tepi ibu:
1) Jumlah lekosit
2) C-reactive protein . CRP ada pada serum penderita yang
menderita infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya
untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik nonspesifik
kuman Pneumococcus yang disebut fraksi C. CRP dibentuk di
hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1, IL-6, TNF (Rompas, 2004)
2. Amniosentesis
a. Hitung lekosit
b. Pewarnaan Gram bakteri (+) pasti amnionitis
c. Kultur
d. Kadar IL-1, IL-6
e. Kadar glukosa cairan amnion (Rompas, 2004)
3. Pemeriksaan ultrasonografi
a. Oligohidramnion : Goulk dkk. (1985) mendapati hubungan antara
oligohidramnion dengan korioamnionitis klinis antepartum. Vintzileos
dkk. (1986) mendapati hubungan antara oligohidramnion dengan
koloni bakteri pada amnion. (Rompas, 2004)
b. Penipisan serviks: Iams dkk. (1994) mendapati bila ketebalan seviks <
3 cm (USG) , dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.
Sonografi serviks transperineal lebih disukai karena dapat menghindari
manipulasi intravagina terutama pada kasus-kasus KPD dan plasenta
previa. (Rompas, 2004)
c. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan kekuatan
kontraksi. (Rompas, 2004)
E. Pemeriksaan Lain
1. Estriol Saliva
Penggunaan estriol saliva untuk mendeteksi kelahiran prematur
adalah berdasarkan pada keyakinan bahwa kelenjar adrenal akan
menghasilkan dehidroeplandosteron pada saat menjelang kelahiran. Akan
tetapi estriol saliva ini sangat dipengaruhi oleh irama sirkadia, memuncak
di mlah hari, dan akan tersupresi dengan penggunaan dexametason. Hal
inilah yang menyebabkan pemprediksian dengan menggunakan estriol ini
menjadi kurang baik dalam memprediksi kelahiran premature. (Ross,
2010)
2. Fibronectin Dan Fetal Fibronectin
a. Fibronectin (FN) adalah suatu glikoprotein dimerik yang banyak
ditemukan di permukaan sel, matriks peri dan inter seluler, bermacam-
macam cairan tubuh, jaringan ikat dan membrana basalis. FN disintesis
oleh bermacam-macam sel dan hubungannya erat dengan fibroblas, sel
endotel, kondrosit, sel glial, sel amnion, miosit, trombosit, dan
monosit. Peran utamanya adalah sebagai pelekat sel dengan matriks
ekstra selular melalui reseptor integrin. Oleh karena itu peranannya
sangat penting dalam pergerakan sel embryo, pertumbuhan fibroblas,
pertahanan polaritas membrana basalis, adesi substrat sel, inflamasi,
dan penyembuhan luka, serta dapat berperan dalam opsonisasi.
Strukturnya tergantung pada sel asalnya. (Luzzi et al,2003)
b. Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama
kehamilan dan berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac
pada dinding uterus. Oleh karena itu fFN ini terdapat pada pertemuan
antara membran amnion dan dinding uterus.fFN yang diproduksi oleh
sel-sel amniotik dirangsang pembentukannya oleh mediator inflamasi
(termasuk IL-1 dan TNF-) yang diperkirakan mempunyai peranan
penting dalam terjadinya partus prematurus. (Luzzi et al,2003)
Selama trimester pertama kehamilan dan selama kurang lebih
separuh trimester kedua kehamilan (<22 mg) fFN normal ada pada
sekresi serviko vaginal. Pada sebagian besar kehamilan, setelah 22
minggu usia kehamilan, protein ini tidak dapat terdeteksi sampai akhir
trimester ketiga kehamilan ( 1 3 minggu sebelum partus ). Adanya
fFN selama minggu ke-24 34 pada kehamilan beresiko tinggi
menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi,
terjadi pemisahan antara membrana fetalis dan desidua maternal,
sehingga kemungkinan besar dapat terjadi partus prematurus. (Luzzi et
al,2003)
Caranya dengan memutar secara hati-hati dacron swab tersebut
pada forniks posterior selama kurang lebih 10 detik untuk memberi
kesempatan cairan servikovaginal terabsorbsi. Setelah itu sampel yang
telah terambil ditempatkan pada tabung yang berisi bufer. Untuk
mencegah kesalahan interpretasi, maka sebelum pengambilan sampel,
penderita tidak melakukan aktivitas yang dapat melukai servik, seperti
koitus, pemeriksaan servik dengan jari, ultrasonografi vagina, kultur
mikrobiologi sekret vagina, atau pap smear. Hasil pemeriksaan juga
akan invalid apabila swab terkontaminasi dengan pelicin, sabun atau
desinfektan, karena dapat mempengaruhi reaksi antigen-antibodi.
(Luzzi et al,2003)
Metode yang digunakan untuk pemeriksaan fFN adalah dengan
Rapid fFN dan Fetal Fibronectin Enzyme Immunoassay (ELISA).
Peralatan solid phase immunosorbent pada rapid fFN yang berbentuk
kaset didisain untuk mendeteksi fFN pada cairan servikovaginal secara
kualitatif. Sampel yang telah diambil, dicampur dengan bufer,
kemudian diinkubasi pada suhu 370C dalam penangas selama 10 menit.
Dengan menggunakan filter penghisap, campuran tersebut disaring.
Setelah itu diambil sebanyak 200 µL dan ditempatkan pada rapid fFN
cassette. Sampel mengalir dari bantalan absorben melintasi membran
nitroselulose dengan aktivitas kapiler, melalui zona reaksi yang
mengandung monoclonal anti-fetal fibronectin antibody yang
diikatkan pada konjugat mikrosfer berwarna biru. Konjugat ini
kemudian dipindahkan oleh aliran sampel. Sampel kemudian mengalir
melalui zona yang mengandung goat polyclonal anti-human
fibronectin antibody yang kemudian menangkap kompleks konjugat
fibronektin. Sampel yang tersisa akan mengalir melalui zona yang
mengandung antibodi polyclonal goat anti-mouse IgG yang akan
menangkap konjugat yang tidak terikat, dan menghasilkan garis
kontrol. Setelah 20 menit dari waktu reaksi, intensitas garis tes dan
garis kontrol dibaca dengan analyzer yang menggunakan teknologi
optikal reflektan dalam menghasilkan format digital Rapid fFN
cassette. Datanya kemudian dianalisa menggunakan beberapa
parameter. Hasil ini adalah hasil perbandingan data absorben sampel
dengan data absorben kalibrator, di mana nilai rujukan kalibrator
adalah 0,050 µg/mL fFN. (Luzzi et al,2003)
Pada metode Fetal Fibronectin Enzyme Immunoassay
menggunakan FDC-6 Monoclonal Antibody. Cairan servikovaginal
diinkubasikan ke dalam sumur plastik mikrotiter yang dindingnya telah
dilapisi dengan FDC-6 Monoclonal Antibody. Kompleks antigen-
antibodi ini kemudian dicuci untuk membuang materi yang tidak
spesifik. Setelah itu direaksikan dengan antibodi human fibronectin
yang telah dilabel dengan enzim. Dilakukan pencucian kembali untuk
membuang antibodi berlabel yang tidak terikat, dan selanjutnya
diinkubasi dengan substrat. Keberadaan fFN pada spesimen ditentukan
secara spektrofotometri pada panjang gelombang 550nm. (Luzzi et
al,2003)
F. Kriteria Diagnosis
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu lengkap atau antara 140 dan 259
hari
2. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo
adanya pembukaan dan servisitis.
3. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau sedikitnya 2 cm
4. Selaput ketuban seringkali telah pecah
5. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang
6. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah. (Rompas,
2004)
G. Penanganan persalinan preterm.
1. Selaput ketuban pecah pada periode laten.
a. Diagnosis PPROM. (Preterm premature rupture of membranes): mdcfk
b. Riwayat ketuban pecah natural.
c. Rawat inap.
d. Kelahiran disengaja/ intentional/ active management (32-34 minggu
dan 35-36 minggu, periksa pematangan paru-kortikosteroid,
antibiotik).
e. Expectant management (24-32 minggu, tokolitik, pematangan paru-
kortikosteroid, dan antibiotik).
f. Expectant atau active management (kurang dari 24 mgg)
2. Selaput ketuban utuh
a. Amniosentesis.
b. Kortikosteroid.
c. Antibiotik/antimikroba.
d. Cerclage darurat.
e. Menghambat persalinan preterm
3. Pemberian kortikosteroid:
a. Dexamethason : 6mg per 12 jam, 2hari (4 kali), atau
b. Betamethason : 12 mg per 12 jam, 1 hari (2 kali).
(Cuningham, et al., 2010. Williams Obstetrics)
4. Pemberian antibiotik/ antimikroba:
a. Propilaksis group beta-streptococus (GBS),
b. Terapi.
H. Menghambat persalinan preterm
1. Tirah baring
2. Hidrasi dan sedasi
3. Beta- adrenergic receptoragonists (ritodrin, terbutalin)
4. Magnesium sulfat
5. Prostaglandin inhibitor (indometacin)
6. calcium –channel blocker (nifedipin)
7. Antociban ( competitive antagonist of oxytocin-induced contractions),dan
8. Nitric Oxidedonors (prawirohardjo,2008)
I. Rekomendasi penanganan persalinan preterm
1. Konfirmasi persalinan preterm secara rinci.
2. Pada kehamilan <34 minggu, jika tidak ada indikasi maternal atau fetal
untuk dilahirkan, observasi ketat HIS, DJJ, dan pemeriksaan serial untuk
menilai perubahan serviks.
3. Pada kehamilan <34 minggu, diberikan kortikosteroid untuk pematangan
paru.
4. Pertimbangkan pemberian MgSO4 infus 12-24 jam untuk memberi
kesempatan neuroproteksi janin.
5. Pada kehamilan <34 minggu yang tidak dipertahankan kehamilannya,
beberapa praktisi percaya perlu dihambat sekedar pemberian
kortikosteroid dan propilasis GBS (TOKOLITIK KONTROVERSI)
6. Pada kehamilan 34 minggu atau lebih, monitor kemajuan persalinan dan
kesejahteraan janin.
7. Pada persalinan aktif (active management) antimicrobia diberikan untuk
mencegah neonatal infeksi GBS. (prawirohardjo,2008)
J. Prognosis
1. Prematur dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi yang
terkait kematian dan morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang meninggal
dalam 28 hari pertama mempunyai bobot yang kurang dari 2500 gram
pada saat lahir.
2. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur
3. Gangguan respirasi menyebabkan 44 % kematian yang terjadi pada umur
kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram, angka
kematian ini naik menjadi 74 %
4. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak, bayi
prematur lebih rentan terhadap kompresi kepala
5. Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang
lahir engan berat 2000-2500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari
97%, 1500-2000 gram lebih dari 90%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-
80% (Luzzi et al,2003)
K. Komplikasi yang dapat terjadi
Alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi matur. Oleh sebab itu,
ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin
pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat
dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudah terjadinya komplikasi dan
makin tingginya angka kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar
kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur. Bersangkutan dengan
kurang sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun
fisiologik maka mudah timbul beberapa kaelainan seperti berikut ini:
1. Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu
tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari
kurangnya jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif
lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif,
produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang
belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi
sebagaimana mestinya.
2. Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada
BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (rasio lesitin
sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru tang
belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang
mudah melengkung (pliable thorax). Penyakit gangguan pernapasan yang
sering diderita bayi prematur dalah penyakit membran hialin dan aspirasi
pneumoni. Di samping itu sering timbul pernapasan periodik (periodic
breathing) dan apnea yang disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla
belum matur.
3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi: distensi abdomen akibat
dari motilitas usus berkurang; volume lambung berkurang sehingga waktu
pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan
mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan
beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari sfingter kardio-esofagus
yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke
esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
4. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defiesiensi
vitamin K.
5. Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi
urine yang sedikit, urea clearance yang terendah, tidak sanggup
mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat
mudahnya terjadi edema dan asidosis metabolik.
6. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile),
kekurangan faktor pembekuan seperti protrombin, faktor VII dan faktor
christmas.
7. Gangguan imunologik: daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang
karena rendahnya kadar IgG gamma glubolin. Bayi prematur relatif belum
sanggup membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap
peradangan masih belum baik.
8. Perdarahan intraventrikuler : lebih dari 50% bayi prematur menderita
perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan
pernapasan.Akibatnya bayi menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnia.
Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Penambahan
aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya
otoregulasi serebral pada bayi prematur, sehingga mudah terjadi
perdarahan dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan
germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nukleus kaudatus
dan ependim. Luasnya perdarahan intraventrikuler ini dapat du diagnosis
dengan ultrasonografi atau CT scan.
9. Retrolental fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi
tinggi (pao2 lebih dari 115 mm HG = 15 kPa) maka akan terjadi
vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-
kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis,
distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari
retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada bayi prematur
tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan oksigen
dengan kecepatan dua liter per menit.( Prawirohardjo, 2008)
BAB III
PEMBAHASAN
A. Metode Lama
Pemeriksaan panjang servik adalah salah satu pemeriksaan yang
menggunakan speculum dan vaginal touché yang mengukur panjang servik
pada usia keamilan tertentu . Sejauh ini pemeriksaan panjang servik pada usia
kehamilan 24-28 minggu kehamilan merupakan pemeriksaan paling efektif
untuk menilai resiko partus prematurus baik bagi mereka yang memiliki resiko
tinggi maupun yang beresiko rendah . bagi kehamilan yang merupakan
campuran dari kehamilan resiko tinggi dan rendah, pemeriksaan panjang
servik dengan menggunakan USG pada usia kehamilan 24 minggu memiliki
korelasi yang sangat tinggi untuk resiko kelahiran preterm sebelum minggu ke
35. Resiko relative kelahiran preterm pada wanita yang panjangnya 25 mm
atau kurang pada usia kehamilan 24 minggu adalah sebesar 6.2. dan
apabilapanjag servik kurang dari sama dengan 25 mm pada usia kehamilan 28
minggu, memiliki nilai prediksi 49% untuk terjadinya kelahiran kurang dari
28 minggu. (Ross, 2010)
Gambar. Vaginal Scan servik normal
(kiri) dan servik yang pendek (kanan).
(The Fetal Medicine Foundation, 2010)
Diantara wanita yang memiliki resiko
tinggi dengan riwayat persalinan spontan
preterm (diluar kehamilan multiple,
anomaly uterus, dan operasi servik
sebelumnya), 20% pasien menunjukkan
pemendekan jarak servik kurang dari 25
mm dengan menggunakan transvaginal ultrasonografi saat usia kehamilan
22-25 minggu. Dan pada pasien-pasien ini pula, 37,5% nya mengalami
persalinan pada usia kehamilan <35 minggu. Sebaliknya, pasien yang
memiliki panjang servik >25 mm yang mengalami kelahran preterm (<35
minggu) hanya 10,6%. Pada mereka yang memiliki resiko rendah untuk
melahirkan preterm, metode ini juga sangat efektif. Bagi mereka yang
memiliki resiko rendah namun memiliki servik yang pendek pada usia
kehamilan 24-28 minggu, terdeteksi 8,5% nya dapat mengalami persalinan
preterm. Bila dibandingkan dengan Fibronektin fetal, metode ini memiliki
sensitifitas yang lebih besar yaitu 39% dan spesifitas 92,5%, sedang untuk
nilai prediksi negatifnya dapat mencapai 98%.(Ross, 2010)
Walaupun pemeriksaan panjang servik dengan menggunakan VT bersifat
cukup subjektif, cara pemeriksaan servik ini juga dapat menggunakan
Cerivlenz, yaitu suatu alat pengukur jarak servik. Selain itu pengukuran
dengan transvagianal ultrasonografi juga merupakan alat yang cukup baik
dalam menilai panjang servik ini. Kedua metode ini cenderung murah dan
mudah untuk dilakukan sehingga pemeriksaan ini cukup dianjurkan. (Ross,
2010)
Gambar. Cerivlenz (Medgadged, 2010)
Kelebihan Metode
1. Memiliki nilai spesifitas,sensitifitas, dan nilai ramal negative yang tinggi.
2. Merupakan metode palik efektif untuk menilai persalinan preterm,
3. Murah dan mudh dilakukan.
Kekurangan Metode
1. Bila menggunakan VT sifatnya menjadi cukup subjektif.
2. Prediksi dapat dinilai setelah 16 minggu kehamilan.
B. Metode Baru
Fibronectin (FN) adalah suatu glikoprotein dimerik yang banyak ditemukan
di permukaan sel, matriks peri dan inter seluler, bermacam-macam cairan tubuh,
jaringan ikat dan membrana basalis. Strukturnya tergantung pada sel asalnya.
Gambar 1. Struktur molekul fibronectin. Terdiri dari 2 sub unit yang dihubungkan
dengan ikatan disulfida dekat ujung terminal karbonnya.
Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama kehamilan
dan berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac pada dinding uterus.
Adanya fFN selama minggu ke-24, 34 pada kehamilan beresiko tinggi
menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi, terjadi
pemisahan antara membrana fetalis dan desidua maternal, sehingga kemungkinan
besar dapat terjadi partus prematurus. (Luzzi et al,2003)
Nilai ramal negatif dari tes fFN bervariasi tergantung metode yang
digunakan, yaitu berkisar > 99% untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari
pada wanita dengan gejala dan nilai ramal positif bervariasi antara 9,1% sampai
38,9% untuk memprediksi kelahiran dalam 7 hari dan berkisar antara 16,7 % - 40
% untuk memprediksi kelahiran dalam 14 hari. Penderita dengan hasil
pemeriksaan fFN negatif, hanya 1 dari 10,5 persalinan terjadi pada kehamilan
kurang dari 37 minggu. Sedangkan pada penderita dengan hasil pemeriksaan fFN
positif, setengah dari persalinan terjadi pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu. Sensitivitas tes fFN ini berkisar antara 73 - 75 % dan spesifisitasnya
berkisar antara 50 - 60 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari.
Pemeriksaan fFN paling sensitif memperkirakan terjadinya partus prematurus
pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( sensitivitas 63%). Hal terpenting
dari pemeriksaan ini adalah nilai ramal negatif (99 % penderita dengan hasil
pemeriksaan fFN negatif, tidak akan melahirkan dalam waktu 7 hari mendatang).
Saat ini pemeriksaan fFN dapat dilakukan dengan cepat. Hasil pemeriksaan dapat
dikeluarkan dalam waktu 1 jam. Bahan yang diperiksa adalah cairan serviko
vaginal. Prosedur pengambilan cairan serviko vaginal seperti pada pengambilan
untuk keperluan pemeriksaan pap smear. Spekulum diletakkan pada vagina,
kemudian dengan sebuah lidi kapas atau Q tip atau dacron swab, diambil sekret
serviko vaginal pada daerah forniks posterior vagina dan servik. (Luzzi et al,2003)
Pemeriksaan ini juga tidak dianjurkan pada wanita hamil tanpa gejala partus
prematurus yang mempunyai faktor risiko terjadinya partus prematurus seperti
kehamilan ganda, cervical cerclage atau placenta praevia. Oleh karena itu
pemeriksaan fFN hanya dianjurkan pada kehamilan dengan risiko tinggi disertai
dengan gejala akan terjadinya partus prematurus. (Luzzi et al,2003)
Kelebihan teori baru (Fetal Fibronectin) :
1. sebagai lem biologis yang membantu menempelkan kantong janin dan dinding
rahim
2. nilai ramal negatif dari tes fFN bervariasi tergantung metode yang digunakan,
yaitu berkisar > 99 % untuk memprediksi kelahiran dalam 7 - 14 hari pada
wanita dengan gejala.
3. nilai ramal positif bervariasi antara 9,1% sampai 38,9% untuk memprediksi
kelahiran dalam 7 hari dan berkisar antara 16,7 % - 40 % untuk memprediksi
kelahiran dalam 14 hari.
4. spesifisitasnya berkisar antara 50 - 60 % untuk memprediksi kelahiran dalam
7 - 14 hari.
5. pemeriksaan fFN paling sensitif memperkirakan terjadinya partus prematurus
pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu ( sensitivitas 63%).
6. hasil pemeriksaan dapat dikeluarkan dalam waktu 1 jam.
7. tes ini menunjukkan keberhasilan yang cukup tinggi dalam meramalkan siapa
bumil yang tidak akan mengalami kelahiran prematur.
8. Fetal fibronectin normalnya dapat dilihat dalam cairan vagina hingga
kehamilan berusia 22 minggu, kemudian menghilang hingga satu atau dua
minggu sebelum kelahiran.
9. Uji usap dapat dilakukan untuk mengambil sampel cairan vagina pada
kehamilan usia 22 dan 34 minggu. Bila terlihat adanya fibronection, bumil
tersebut memiliki risiko tinggi akan mengalami kelahiran prematur.
10. Perempuan yang terancam melahirkan secara prematur seringkali
menyebabkan kecemasan tersendiri bagi ibu hamil. Karenanya dengan tes
fetal fibronectin, ibu hamil bisa memprediksi kelahirannya dengan lebih
akurat serta mengurangi kecemasan dan ketakutan yang merupakan resiko
terjadinya persalinan prematur.
Kekurangan teori baru (Fetal Fibronectin) :
1. hasil pemeriksaan akan invalid apabila swab pada saat dilakukan dacron swab
terkontaminasi dengan pelicin, sabun atau desinfektan, karena dapat
mempengaruhi reaksi antigen-antibodi.
2. Memiliki spesifitas, sensitifitas, serta nilai ramal negative yang lebih rendah
dibandingkan dengan pemeriksaan panjang servik.
3. Kurang terjangkau.
Hasil pemeriksaan yang negatif dapat meyakinkan klinisi mau pun orang tua
janin bahwa risiko terjadinya partus prematurus rendah. Hal ini dapat mengurangi
intervensi medis yang tidak perlu dan juga mengurangi hospital stay. Sebaliknya,
hasil pemeriksaan yang positif akan ditindak lanjuti oleh dokter dan pasien
dengan tindakan preventif untuk memperpanjang masa kehamilan selama
mungkin. Sebagai contoh para peneliti menganalisis kasus 22 perempuan yang
dirawat di rumah sakit dan menunjukkan tanda-tanda melahirkan prematur.
Ternyata didapatkan sekitar 17 perempuan tidak juga melahirkan di rumah sakit
meski sudah dirawat lebih dari delapan hari. Rata-rata perempuan ini telah
menerima obat steroid untuk meningkatkan fungsi paru-paru bayi atau obat
tocolytic untuk menghentikan kontraksi. Dan situasi ini berubah signifikan setelah
menggunakan tes fetal fibronectin.Terbukti 98,6 persen tes ini akurat untuk
mengidentifikasi perempuan yang meskipun sudah menunjukkan tanda-tanda
kelahiran prematur, tidak perlu melahirkan dulu selama kurang lebih dua minggu.
Sehingga dapat mengurangi pemeriksaan lain yang sebenarnya tidak perlu dan
juga dapat lebih dini dalam mempersiapkan maturitas organ janin. Untuk metode
selanjutnya yang diharapkan untuk dikembangkan adalah perlu dicari metode
yang memiliki spesifitas, spesifitas dan nilai ramal yang tinggi dengan deteksi
yang lebih dini dari metode-metode sebelumnya dan tentunya dengan harga yang
terjangkau. Selain itu, metode yang dikembangkan pun tidak hanya menekankan
pada prediksi kelahiran prematur namun juga menekankan mengenai manajemen
bagi janin prematur yang lebih komprehensif, yaitu bukan hanya mencakup
pematangan organ tapi juga pencegahan komplikasi yang dapat terjadi pada janin.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Partus prematurus didefinisikan sebagai kelahiran sebelum usia kehamilan 28
- 37 minggu.
2. Manajemen persalinan prematur adalah tindakan-tindakan yang diambil untuk
mengantisipasi komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan prematur baik
yang berkaitan dengan ibu maupun pada janin yang dilahirkan.
3. Penyebab partus prematurus sulit ditentukan, tapi tampaknya sangat
berhubungan dengan status medis dan status sosial, termasuk di antaranya
kemiskinan, malnutrisi, ketergantungan obat, penyakit menular seksual,
rokok, dan kehamilan pada usia muda.
4. Kriteria penderita yang dapat diperiksa yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan
antara 20 hingga 37 minggu, disertai gejala dan tanda partus prematurus,
membrana masih intak dan dilatasi serviks kurang dari 3 cm.
5. Fetal fibronectin (fFN) adalah protein yang diproduksi selama kehamilan dan
berfungsi sebagai "lem biologik", melekatkan fetal sac pada dinding uterus.
Adanya fFN selama minggu ke-24, 34 pada kehamilan beresiko tinggi
menunjukkan bahwa "lem biologik" tersebut mengalami disintegrasi
6. Hasil pemeriksaan fFN yang negatif dapat meyakinkan klinisi maupun orang
tua janin bahwa risiko terjadinya partus prematurus rendah.
7. Namun begitu, pemeriksaan tinggi servik sebahai metode terdahulu masih
sangat efektif digunakan, sehingga perlu dikembangkan metode yang lebih
baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Honest H, Bachmann LM, Gupta JK, Kleijnen J, Khan KS. Accuracy of
cervicocaginal fetal fibronectin test in predicting risk of spontaneous
preterm birth: systemic review. BMJ 2002; 325: 1-10.
Iams J. Prevention of Preterm Birth. N Engl JMed 1998; 338: 54-56.
Norwitz ER, Robinson JN, Challis JRG. The Control of Labor. NEngl J Med
1999; 341: 660 666.
Medical Record Bagian Kandungan dan Kebidanan RSU Dr. Saiful Anwar
Malang.
Lockwood CJ.Predicting Premature Delivery No Easy Task. N Engl J Med
2002; 346: 282 284.
Goldenberg RL, Iams JD, Mercer BM, et al. The Preterm Prediction Study : The
Value of New vs Standard Risk Factors in Predicting Early and All
Spontaneous Preterm Births. Am J Publ Health 1998; 88: 233 238.
Luzzi V, Hankins K, Gronowski AM. Accuracy of Rapid Fetal Fibronectin Tli
system in Predicting Preterm Delivery. Clin Chemistr 2003; 49: 501 502.
Cruse JM, Lewis RE. Illustrated Dictionary of Immunology.1st
ed. USA: CRC Press, Inc; 1995.
Fetal Fibronectin (fFN): A Test for Preterm Delivery. Medical References 2003
Aug [cited 2003 Dec 12]; [6 screens].
Maternal Fetal Medicine: Fetal Fibronectin. Center for Maternal Fetal Medicine
2001. Available from: http//www.MFM Center. Com.
15. Parry S, Strauss JF. Premature Rupture of the Fetal Membranes. NEngl J
Med 1998; 338: 663 670.
Rompas, Jefferson. 2004. Pengelolaan Persalinan Prematur. Cermin Dunia
Kedokteran No. 145. Diunduh di
[http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_11PersalinanPreterm.pdf/
145_11PersalinanPreterm.html] pada 16 Oktober 2010.
Ross, Michael. G. 2010. Preterm Labor. Emedicine Articles. Diunduh di
[http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview] pada 16 Oktober
2010
http://course1.winona.edu/sberg/ILLUST/fibronectin.
Dewi, Juliani, et all. cdk vol. 34 no. 5/158 Sept-Okt 2007. Fetal Fibronectin
Sebagai Predikator Partus Prematurus. FKU Brawijaya : Malang
Guinn, Debra A., Ronald S. Gibbs. 2003. Preterm Labor and Delivery. Dalam:
Danforth’s Obstetrics and Gynecology. 9th Edition. Lippincott Williams &
Wilkins Publishers.
Roman, Ashley S., Martin L. Pernoll. 2003. Late Pregnancy Complications.
Dalam : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 9th
Edition. McGraw-Hill Companies.
Scharf, Andrea C., Jude P. Crino. 2002. Preterm Labor and Premature Rupture of
Membranes. Dalam : The John Hopkins Manual of Gynecology and
Obstetrics. 2nd Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers.
Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 9. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP
Cuningham, et al., 2010. Williams Obstetrics, 23rd ed, McGraw-Hill Companies,
Inc. USA.
Iams J. Prevention of Preterm Birth. N Engl JMed 1998; 338: 54 56
Lockwood CJ.Predicting Premature Delivery No Easy Task. N Engl J Med 2002;
346: 282 284
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran”. Edisi 3. Jilid 1.
Jakarta : Media Aesculapius
Medgadged. 2010. CerviLenz Debuts Simple Device to Assess Preterm Labor
diunduh di
[http://www.medgadget.com/archives/2010/05/cervilenz_debuts_simple_dev
ice_to_assess_preterm_labor_1.html] pada 29 Oktober 2010.
Sastrawinata, R. Sulaeman. 1984. “Obstetri Patologi”. Bandung : Elstar Offset
Ross, Michael G. 2010. Preterm Labor. Emedicine Review. Diunduh di
[http://emedicine.medscape.com/article/260998-overview] pada 29 Oktober
2010.
The Fetal Medicine Foundation. 2010. Cervical assessment. Diunduh di
[http://www.fetalmedicine.com/fmf/training-certification/certificates-of-
competence/cervical-assessment/] pada 29 Oktober 2010