Upload
budiningrum
View
491
Download
54
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mm
Citation preview
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL
SIRUP KERING AMOXICILIN
QUEENSAMOX®
OLEH :
GOLONGAN III
KELOMPOK II
1. Ni Wayan Ika Himawari (1008505074)
2. Putu Eka Wida Yanti (1008505076)
3. Ni Wayan Nining Yulianingsih (1008505084)
4. Putu Adi Cahya Kusuma (1008505086)
5. Priwitri Sanjiwani (1008505091)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2012
BAB I
TUJUAN DAN TEORI DASAR
1.1. LATAR BELAKANG
Dewasa ini kepedulian masyarakat terhadap kesehatan semakin meningkat.
Hal ini juga diimbangi dengan perkembangan dunia pengobatan yang semakin
pesat. Umumnya masyarakat lebih mengenal sediaan tablet, tetapi seiring
perkembangan dunia pengobatan untuk memenuhi kebutuhan pasien, sekarang
semakin banyak tersedia berbagai macam sediaan obat, seperti kapsul, kaplet
(kapsul tablet), sirup, sirup kering, krim, suppositoria dan masih banyak sediaan
lainnya. Berbagai jenis sediaan yang ada ini tentunya memiliki keunggulan dan
kelemahannya masing-masing.
Sebagian besar obat memiliki rasa pahit alami yang dapat menciptakan rasa
terbakar di tenggorokan atau mulut. Tentunya hal ini dapat menurunkan minat
pasien untuk mengkonsumsi obat, sehingga dapat mengurangi efektivitas dari
terapi yang diberikan. Umumnya, bahan aktif seperti antibiotika memiliki rasa
yang tidak menyenangkan. Pengurangan rasa pahit merupakan parameter penting
dari evaluasi produk sediaan oral.
Selain itu, untuk sejumlah bahan obat, terutama golongan antibiotika-
antibiotika tertentu tidak memiliki stabilitas yang cukup bila dibuat sediaan dalam
larutan berair untuk memenuhi periode shelf-life yang diperpanjang. Untuk itu,
bahan aktif antibiotik dibuat dalam bentuk sediaan sirup kering, yang baru akan
direkonstitusi kembali dengan air suling saat akan diserahkan ke pasien untuk
dikonsumsi. Setelah diberi pelarut, maka sediaan akan stabil selama 7-14 hari
tergantung pada pembuatannya. Biasanya, periode ini merupakan waktu yang
cukup bagi pasien untuk menghabiskan semua volume obat yang tertulis di resep.
Sirup kering sendiri merupakan suatu campuran padat yang ditambahkan air
pada saat akan digunakan, sediaan ini umumnya dibuat untuk bahan-bahan obat
yang tidak stabil dan tidak larut dalam pembawa air, seperti ampisilin, amoksilin,
dan lain sebagainya.
1.2. TUJUAN
1.2.1. Mengetahui formulasi sediaan Sirup Kering Amoxicillin.
1.2.2. Mengetahui tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan Sirup Kering
Amoxicillin.
1.2.3. Dapat melakukan evaluasi granul dari sediaan sirup kering
Amoxicilin.
1.2.4. Dapat melakukan evaluasi sediaan sirup kering Amoxicilin.
1.3. DASAR TEORI
Sebagian besar obat memiliki rasa pahit alami yang dapat menciptakan rasa
terbakar di tenggorokan atau di mulut. Bahan aktif seperti antibiotik memiliki rasa
tidak menyenangkan yang kuat (Harmik dkk., 2004). Pengurangan rasa pahit
merupakan parameter penting dari evaluasi produk dalam formulasi farmasi
oral.Sejumlah bahan-bahan obat, terutama antibiotika-antibiotika tertentu, tidak
mempunyai stabilitas yang cukup dalam larutan berair untuk memenuhi periode
shelf-lifeyang diperpanjang.Para ahli farmasi meracik sediaan antibiotik dalam
bentuk granul atau bubuk kering yang ditambahkan sejumlah tertentu air suling
sebelum digunakan oleh pasien. Campuran bubuk kering mengandung bahan obat,
penambah rasa, pewarna, dapar, dan lain-lain kecuali pelarut. Setelah diberi
pelarut maka sediaan akan stabil selama 7-14 hari tergantung pada pembuatannya.
Biasanya periode ini merupakan waktu yang cukup bagi pasien untuk
menghabiskan semua volume obat yang tertulis di dalam resep (Ansel, 1989).
Amoxicilin merupakan zat aktif yang biasa digunakan sebagai
antibiotika.Amoxicillin yang merupakan antibiotika golongan penicillin tidak
stabil dalam bentuk sediaan sirup.Senyawa golongan ini mengalami hidrolisis oleh
air dengan mendegradasi cincin beta laktam yang diproduksi (Lund,
1994).Sehingga untuk mengatasi masalah ini dibuat sediaan amoxicillin dalam
bentuk sediaan sirup kering.Stabilitas yang dimiliki amoxicillin dalam air adalah
14 hari, sehingga dengan dibuat dalam bentuk sirup kering diharapkan degradasi
cincin beta laktam yang ada pada amoxicillin dapat dihindari (Lasy, et.al., 2004).
1.3.1. Granulasi
Granula adalah gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil, umumnya
berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih
besar.Ukuran biasanya berkisar antara ayakan 4-12, walaupun demikian granula
dari macam-macam ukuran lubang ayakan mungkin dapat dibuat tergantung pada
tujuan pemakaiannya (Ansel, 1989).
Umumnya granula dibuat dengan cara melembabkan serbuk yang diinginkan
atau campuran serbuk yang digiling, dan melewatkan adonan yang sudah lembab
pada celah ayakan dengan ukuran ayakan yang sesuai dengan granula yang ingin
dihasilkan.Sehingga partikel yang lebih besar berbentuk dan mengering oleh
pengaruh udara atau di bawah panas (sesuai dengan sifat obat yang
memungkinkannya) sambil bergerak di atas nampan pengering untuk menghindari
perekatan granula.Granula dapat juga diolah tanpa memakai pelembapan, caranya
dengan menyalurkan adonan dari bahan serbuk yang ditekan melalui mesin
pembuat granula (Ansel, 1989).
Dari bahan asal yang sama, bentuk granul biasanya lebih stabil secara fisik dan
kimia daripada bentuk serbuk. Setelah dibuat dan dibiarkan beberapa waktu,
granul tidak segera mengering atau mengeras seperti balok bila dibandingkan
dengan serbuknya.Hal ini karena luas permukaan granul lebih kecil dibandingkan
dengan serbuknya.Granula biasanya lebih tahan terhadap udara panas (Ansel,
1989). Granulasi adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk
dengan jalan membentuknya menjadi bulatan-bulatan atau agregat-agregat dalam
bentuk beraturan yang disebut dengan granul (Lachman dkk., 2008). Idealnya
suatu granul yang dihasilkan dari proses granulasi mempunyai sifat: bentuk sferis,
distribusi ukuran partikel baik (distribusi normal) dan tidak banyak fines,
kelembaban granul 2-5%, fluiditas baik, kompresibilitas baik, cukup keras/tidak
rapuh, mengalami deformasi plastis bila dikompresi. Efektivitas dan hasil
granulasi tergantung pada beberapa sifat, yaitu :
a. Besarnya ukuran obat dan eksipien
b. Tipe bahan pengikat yang digunakan
c. Jumlah bahan pengikat yang digunakan
d. Efektifitas dan lamanya proses pengadukan
e. Kecepatan pengeringan
(Sulaiman, 2007).
Ada 2 jenis metode pembuatan granul yaitu sebagai berikut :
1. Granulasi Kering
Pada metode granulasi kering, granul dibentuk oleh pelembapan atau
penambahan bahan pengikat ke dalam campuran serbuk obat tetapi dengan
cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari campuran serbuk dan
setelah itu memecahkannya dan menjadikan pecahan-pecahan ke dalam granul
yang lebih kecil. Dengan metode ini baik zat aktif maupun pengisi harus
memiliki sifat kohesif supaya massa yang jumlahnya besar dapat dibentuk.
Metode ini khususnya untuk bahan-bahan yang tidak dapat diolah dengan
metode granulasi basah, karena kepekaannya terhadap uap air atau karena
untuk mengeringkannya memerlukan temperatur yang tinggi (Ansel, 1989).
Keuntungan granulasi kering adalah memerlukan tahap proses yang lebih sedikit
sehingga mengurangi kebutuhan akan proses validasi; waktu hancur lebih cepat karena
tidak diperlukannya larutan pengikat; tidak memerlukan pengeringan sehingga tidak terlalu
lama pengerjaannya ; dapat digunakan untuk zat aktif dosis besar yang peka terhadap panas
dan lembab.
2. Granulasi Basah
Granulasi basah merupakan suatu proses pencampuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan
pengikat dengan jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat
digranulasi. Metode granulasi basah digunakan apabila zat aktif tahan terhadap
lembab dan panas. Keuntungan dari metode granulasi basah ini adalah
memperoleh aliran yang baik, meningkatkan komprebilitas, mengontrol
pelepasan, mencegah pemisahan komponen-komponen campuran selama proses
dan meningkatkan kecepatan disolusi. Sedangkan kekurangan dari metode
granulasi basah yaitu banyak tahap dalam proses produksi yang harus
divalidasi, biaya yang diperlukan cukup tinggi, zat aktif yang sensitif terhadap
lembab dan panas tidak dikerjakan dengan cara ini dan untuk zat termolabil
dilakukan dengan pelarut non air (Anonim, 2010).
Adapun prinsip dari metodegranulasi basah ini adalah membasahi massa tablet
dengan larutan pengikat tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu
pula, dan kemudian massa basah tersebut digranulasi(Anonim, 2010). Metode ini
membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu perekat sebagai
pengganti pengompakan, dimana teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau
bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk dan cairan
yang dimasukkan terpisah. Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang cukup
penting dimana jembatan cair yang terbentuk diantara partikel dan kekuatan
ikatannya akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat,
gaya tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal
pembentukan granul bila cairan sudah ditambahkan (Anonim, 2010).
Pencampuran dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua
bahan pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab
maka massadilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat penggiling
dengan tujuan agar terbentuk granul sehingga luas permukaan meningkat dan
proses pengeringan menjadi lebihcepat. Setelah pengeringan, granul diayak
kembali dimana ukuran ayakan tergantung padaalat penghancur yang digunakan
dan ukuran tablet yang akan dibuat (Anonim, 2010).Setelah pengayakan kering
biasanya bahan pelincir kering ditambahkan ke dalam granul.Sehingga setiap
granul dilapisi oleh bahan pelincir. Bahan pelincir yang umum digunakan
adalah talk, magnesium stearat, dan kalsium stearat. Manfaat pelincir dalam
pembuatan tablet kompresi adalah untuk mempercepat aliran granul dalam
corong ke dalam rongga cetakan, mencegah melekatnya granul dengan punch,
selama pengeluaran tablet mengurangi pergesekan antara tablet dan dinding
cetakan (Ansel, 1989).
1.3.2. Suspensi Oral
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat
yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.
Preparat lain yang tersedia adalah serbuk kering yang dimaksudkan untuk
disuspensikan dalam cairan pembawa. Jenis produk ini umumnya campuran
serbuk yang mengandung obat dan bahan pensuspensi maupun pendispersi, yang
melarutkan dan pengocokan dengan sejumlah tertera cairan pembawa (biasanya air
murni) menghasilkan bentuk suspensi yang cocok untuk diberikan. Obat seperti itu
tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu dengan adanya cairan
pembawa air. Lebih sering diberikan sebagai campuran serbuk kering untuk dibuat
suspensi pada waktu akan diberikan (Ansel, 1989).
Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral. Salah satunya adalah karena
obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tapi stabil bila
disuspensi. Dalam hal ini suspensi oral menjamin stabilitas kimia dan
memungkinkan terapi dengan cairan. Bentuk cair lebih disukai dibandingkan
bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan
cairan atau keluwesan dalam pemberian dosis, pemberian lebih mudah (untuk
anak-anak), dan aman. Rasa obat yang pahit atau tidak enak bila diberikan dalam
bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai partikel yang tidak larut
dalam suspensi. Nyatanya untuk obat-obat yang tidak enak rasanya telah
dikembangkan bentuk-bentuk kimia khusus menjadi bentuk yang tidak larut dalam
pemerian yang diinginkan sehingga didapatkan sediaan cair yang rasanya enak.
Kebanyakan suspensi oral berupa sediaan air dengan pembawa yang diharumkan
dan dimaniskan untuk memenuhi selera pasien (Ansel, 1989).
1.3.3. Sirup Kering
Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat akan
digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak
stabil dan tidak larut dalam pembawa air, seperti ampisilin, amoksilin, dan lain-
lainnya (Ofner et al., 1989). Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV Sirup kering
adalah sediaan berbentuk suspensi yang harus direkonstitusikan terlebih dahulu
dengan sejumlah air atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Sedian ini
adalah sediaan yang mengandung campuran kering zat aktif dengan satu atau lebih
dapar, pewarna, pengencer, pendispersi, dan pengaroma yang sesuai (Depkes RI,
1995).Agar campuran setelah ditambah air membentuk dispersi yang homogen,
maka dalam formulanya digunakan bahan pensuspensi (Anwar dkk., 2006).
Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat sebagai campuran kering untuk suspensi
oral adalah obat-obat antibiotik. Produk kering yang dibuat secara komersial guna
mengandung obat-obat antibiotik, dengan bahan tambahan untuk pewarna,
pemanis, flavor, penstabil, dan pensuspensi atau zat pengawet yang mungkin
diinginkan untuk meningkatkan stabilitas dari, baik serbuk kering atau campuran
granul atau dasar suspensi cair. Apabila akan dioplos dan diberikan kepada pasien,
salah satu dari obat ini, ahli farmasi membuka serbuk yang ada pada dasar wadah
dengan menusuk secara perlahan-lahan dengan benda keras lalu menambahkan
sejumlah air murni sesuai dengan yang ditunjukkan pada label, biasanya sebagian-
sebagian da dikocok yang keras sampai semua serbuk kering telah tersuspensi.
Penting bagi seorang ahli farmasi untuk menambahkan secara tepat jumlah air
yang telah ditetapkan kepada campuran kering apabila ingin dihasilkan konsentrasi
yang tepat perunit dosis. Penggunaan air murni lebih baik daripada air ledeng
untuk emnghindari penambahan pengotor yang dapat merusak yang dapat merusak
serta memberi efek kebalikan dari efek stabilitas sediaan yang dihasilkan (Ansel,
1989).
1.3.4. Evaluasi
a. Granul
Parameter yang diujikan antara lain :pengujian distribusi ukuran partikel
granul, pengujian kecepatan aliran, pengujian sudut diam (istirahat), penentuan
susut pengeringan dan kadar lembab , penentuan sifat kerapatan, BJ nyata, BJ
mampat, porositas, pengujian kompaktibilitas.
1. Pengujian Distribusi Ukuran Partikel Granul (Granulometri)
Granulometri adalah analisis dan repartisi granul (penyebaran ukuran-
ukuran granul).Dalam melakukan analisis granulometri digunakan susunan
pengayak dengan berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan paling atas dan
dibawahnya disusun pengayak dengan mesh yang semakin kecil.
Prosedurnya :
Timbang 100 gr granul
Letakkan granul pada pengayak paling atas
Getarkan mesin 5-30 menit, tergantung dari ketahanan granul terhadap
getaran
Timbang granul yang tertahan pada tiap-tiap pengayak
Hitung persentase granul pada tiap pengayak
(Siregar, 2010)
2. Pengujian Kecepatan Aliran dan Sudut Diam
Sifat alir suatu bahan dihasilkan dari banyak gaya. Partikel-partikel
padat akan saling tarik menarik dan gaya yang bekerja antara partikel bila
mereka berhubungan terutama gaya permukaan, ada beberapa gaya yang dapat
bekerja diantara partikel-partikel padat: gaya gesek, gaya tegangan
permukaan, gaya mekanik, gaya elektrostatis, dan gaya kohesi. Semua gaya
tersebut dapat mempengaruhi sifat mengalir dari zat padat (Lachman dkk,
2008).
Uji ini dilakukan dengan metode corong. Adapun caranya adalah
sebagai berikut yaitu ditimbang 100 gram granul yang sudah terbentuk,
kemudian dimasukkan ke dalam corong dengan ukuran tertentu yang bagian
bawahnya tertutup. Alat dijalankan, kemudian dicatat waktu yang diperlukan
seluruh granul untuk melalui corong tersebut dengan menggunakan
stopwatch. Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan
kurang lebih atau sama dengan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan
demikian kecepatan alir yang baik adalah lebih besar dari 10 gram per detik
(Citrasari, 2010).
Penetapan sudut diam granul dilakukan dengan memasukkan 100 gram
granul secara perlahan-lahan melalui lubang bagian atas corong, sementara
bagian bawah ditutup. Setelah semua serbuk dimasukkan, penutup dibuka dan
serbuk dibiarkan keluar.Tinggi kerucut dan diameternya diukur sehingga
dapat diketahui sudut diamnya (Banker and Anderson, 1986). Granul akan
mengalir baik jika mempunyai sudut diam antara 25-45° (Wadke dan
Jacobson, 1980).
Gambar 1. Penetapan Sudut Diam
Rumus yang digunakan adalah:
Tan α = atau α = arc tan
3. Penentuan Susut Pengeringan dan Kadar Lembab
a. Susut pengeringan (LOD = Loss On Drying)
Uji susut pengeringan dilakukan dengan cara campur dan timbang
seksama zat uji kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
lakukan penetapan menggunakan 1 gram hingga 2 gram. Apabila zat uji
berupa hablur besar, gerus secara cepat hingga ukuran partikel lebih kurang 2
mm. Tara botol timbang dangkal bersumbat kaca yang telah dikeringkan
selama 30 menit pada kondisi seperti yang akan digunakan dalam penetapan.
Masukkan zat uji ke dalam botol timbang tersebut, dan timbang saksama botol
beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, letakkan zat uji sampai
setinggi lebih kurang 5 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10mm.
Masukkan ke dalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat ini di dalam oven.
Panaskan zat uji pada suhu, dan waktu tertentu seperti yang tertera pada
monografi.Pada waktu oven dibuka, botol segera ditutup dan biarkan dalam
desikator sampai suhunya mencapai suhu kamar sebelum ditimbang. Jika
contoh yang diuji berupa tablet, gunakan sejumlah serbuk tablet dari tidak
kurang dari 4 tablet yang diserbukhaluskan (Depkes RI, 1995).
Susut pengeringan merupakan suatu pernyataan kadar, kelembabab
berdasarkan berat basah dengan rumus :
%100basahsampelseluruhberat
sampeldalamairberatLOD%
b. Kandungan kelembaban (MC = Moisture Consentration)
Uji ini dilakukan untuk mengukur kadar air dalam granul dengan metode
gravimetric dengan cara membandingkan bobot granul setelah dipanaskan
dengan bobot granul sebelum dipanaskan. Pada saat pemanasan
berlangsung, air yang masih tertinggal dalam granul akan menguap.
Kandungan kelembaban yaitu suatu perhitungan berdasarkan berat
kering dengan rumus :
100%keringsampelseluruhberat
sampeldalamairberatMC%
Syarat nilai % MC yang baik adalah dari 0% sampai tak terbatas.
4. Uji Kompresibilitas
Uji Kompresibilitas dilakukan dengan cara menimbang 100 g granul
masukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat volumenya, kemudian granul
dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan alat uji, catat volume uji
sebelum dimampatkan (Vo) dan volume setelah dimampatkan dengan
pengetukan 500 kali (V) (Aulton, 1988; Depkes RI, 1995).
Kompresibilitas dihitung dari kerapatan granul, yaitu dengan
memasukkan sejumlah tertentu granul kedalam gelas ukur.Volume awal
dicatat, kemudian diketuk-ketuk sampai tidak terjadi pengurangan
volume.Selanjutnya dihitung persen kompressibilitasnya.(Lachman, 1994).
Kompressibilitas suatu sediaan granul dapat dihitung dengan rumus:
Jika %K:
5% – 10% : aliran sangat baik
11% - 20% : aliran cukup baik
21% - 25% : aliran cukup
>26% : aliran buruk
5. Uji Bobot Jenis
Tujuan dilakukannya penentuan bobot jenis nyata adalah untuk
mengetahui kecepatan aliran dan untuk menyesuaikan dengan ukuran
(diameter) tablet yg akan diproduksi. Penentuan bobot jenis nyata dilakukan
dengan memasukkan 100 gram granul ke dalam gelas ukur, kemudian diamati
volumenya. Bobot jenis nyata dihitung dengan rumus:
Bobot jenis mampat merupakan perbandingan bobot dengan volume
setelah proses pemampatan (ketukan 500x). Penetapan bobot jenis mampat
dilakukan dengan memasukkan ke dalam gelas takar 100 gram granul,
kemudian dimampatkan 500x dengan alat volumeter. Selanjutnya diamati
volume setelah pemampatan. Bobot jenis mampat dihitung dengan rumus:
Penetapan Bobot Jenis Mampat
6. Uji Friabilitas
Metode pengujian friabilitas memberikan suatu cara mengukur
kecenderungan granul pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil jika mengalami
gaya pengganggu. Prosedur mencakup pengambilan sejumlah granul kemudian
granul ditempatkan pada sebuah wadah dan dikocok dan diguling-gulingkan
selama periode waktu yang ditetapkan. Setelah dikocok, serbuk diayak di atas
pengayak dengan ukuran mesh 10. Persentase bahan yang lewat diambil sebagai
ukuran friabilitas atau kekuatan granul(Siregar, 2010).
b. Fisika
1. Homogenitas
Sediaan suspensi terekonstitusi dilarutkan dengan air hingga mencapai
volume yang telah ditentukan yaitu 100 mL. Setelah itu, zat yang terdispersi
harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan – lahan,
endapan harus segera terdispersi kembali. Sediaan terekonstitusi dapat
mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi. Selain itu,
kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan
dituang (Depkes RI, 1979).
2. Distribusi Ukuran Partikel
Distribusi ukuran partikel dilakukan untuk melihat baik tidaknya granul
yang terbentuk. Bila granul yang terbentuk baik maka pada saat pengayakan
sebagian besar suspensi kering akan tertahan diayakan dengan mesh yang
dikehendaki (mesh 20) karena granul yang terbentuk cukup untuk
mempertahankan bentuknya dan tidak kembali menjadi serbuk.
Untuk sediaan sirup kering, distribusi partikel homogen (tersalut) setelah
direkonstitusi, dapat diamati dari semakin besarnya ukuran partikel maka
rongga – rongga antar partikel yang terbentuk pun semakin besar dan
distribusinya menyebar di dalam sediaan, sehingga setelah dikocok sediaan
suspensi kering ini dapat terdispersi homogen kembali.
3. Volume Terpindahkan
Masing-masing sediaan suspensi yang telah dilarutkan (10 botol)
dituangkan ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur
yang tidak melebihi dari dua setengah kali volume yang diukur dan telah
dikalibrasi. Penuangan dilakukan secara hati-hati untuk menghindari
pembentukan gelembung udara, kemudian diamkan selama 30 menit. Apabila
sudah tidak ada gelembung udara, maka volume tiap campuran sudah dapat
diiukur. Volume rata-rata suspensi yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang
dari 100% dan tidak satu pun volume wadah yang kurang dari 95% dari
volume yang dinyatakan dalam etiket (Depkes RI, 1995).
4. Penetapan pH
Uji pH dilakukan untuk melihat pH sirup kering yang dihasilkan hal ini
berkaitan erat dengan kenyamanan pasien saat mengkonsumsi larutan suspensi
selain itu karena pH yang terlalu asam atau terlalu basa dapat mempengaruhi
kestabilan dari zat aktif (Alviany, 2008).
Penetapan pH dalam hal ini diuji agar dapat diketahui pH dari sediaan yang
dibuat untuk selanjutnya stabilitas pH dari sediaan dapat dipertahankan pada
suatu rentang pH tertentu. Untuk sirup kering amoxicillin memiliki rentang pH
stabilitas dari 3,5 – 6, sehingga pada saat penetapan rentang pH ini tidak boleh
berubah. Penetapan pH dengan menggunakan pH meter.
5. Penetapan Bobot Jenis Sediaan Dengan Piknometer
Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot
zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan lain dalam
monografi keduanya ditetapkan pada suhu 250C (Depkes RI, 1995).
Pada penetapan bobot jenis sediaan suspensi kering ini menggunakan
piknometer. Piknometer yang kosong, kering, dan bersih diisi dengan air yang
sudah matang dengan suhu 250C kemudian ditimbang untuk kalibrasi.
Kemudian sirup kering yang sudah dilarutkan diatur suhunya hingga kurang
lebih 200C dan dimasukkan ke dalam piknometer. Setelah itu, suhu piknometer
diatur hingga mencapai suhu 250C, dan kelebihan zat uji dibuang. Dan timbang
kembali piknometernya. Kemudian untuk mengetahui bobot jenis sediaan
dapat diperoleh dari selisih bobot piknometer yang telah diisi zat uji dengan
bobot piknometer kosong (Depkes RI, 1995).
6. Kadar Air
Untuk suspensi kering kadar air pada sediaan tidak lebih dari 3% (Depkes
RI, 1995).
7. Penetapan Waktu Rekonstitusi
Penetapan ini dilakukan untuk menentukan lamanya waktu terkonstitusi
suatu sediaan. Dalam hal ini sediaan serbuk kering ditambahkan air, kemudian
dihitung waktu yang diperlukan sampai sediaan tersebut membentuk suspensi
dengan sempurna.
Suatu sediaan suspensi kering yang baik memiliki kriteria tertentu, salah
satunya adalah cepat terdispersi dengan homogen pada saat disuspensikan.
Semakin cepat waktu rekonstitusi dari suatu suspensi kering maka semakin
baik pula sediaan suspensi kering tersebut, hal ini disebabkan karena semakin
mudah suspensi kering direkonstitusikan maka akan mempermudah pasien
dalam menggunakan sediaan tersebut karena tidak butuh waktu dan tenaga
yang besar untuk mendapatkan sediaan suspensi yang terdispersi homogeny
yang akan diminum (Alviany,2008).
8. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi
Volume sedimentasi dapat diuji dengan melarutkan sediaan sirup kering
amoxicillin dengan air. Setelah itu, dikocok hingga homogen, kemudian
diamkan. Kemudian lihat sedimentasi yang terjadi setelah didiamkan selama
satu hari. Untuk sediaan suspensi kering yang baik diharapkan terdapat
sedimentasi yang besar atau tidak terjadi sama sekali (melarut homogen). Hal
ini penting karena dengan volume sedimentasi yang besar maka kemungkinan
untuk melarut secara homogen kembali akan lebih besar bila dibandingkan
dengan volume sedimentasi yang sedikit (dapat membentuk caking). Untuk
mengetahui kemampuan redispersi sediaan maka sediaan yang sudah
didiamkan dikocok kembali. Apabila setelah dikocok sediaan mudah melarut
kembali dan menjadi larutan yang homogen maka kemampuan redispersinya
baik.
9. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield
Sifat alir granul :Pada umumnya serbuk dikatakan mempunyai sifat
yangbaik jika 100ng diuji mempunyai waktu alir ≤ 10 detik atau mempunyai10
gram/detik. Sifat alir suatu zat padat (partikel atau granul) dapatdiketahui
dengan 3 cara, yaitu dengan pengukuran secara langsung (kecepatan alir) dan
pengukuran secara tidak langsung (sudut diam dan pengetapan)
(Alviany,2008).
Sediaan sirup kering amoxicillin ini mengikuti sifat aliran Hukum Non
Newton pseudoplastik yaitu viskositas cairan akan menurun dengan
meningkatnya kecepatan geser. Fenomena sediaan yang mengikuti sifat aliran
pseudoplstik juga akan mengikuti sifat aliran tiksotropik. Viskositas sediaan ini
dapat diukur dengan menggunakan Viskosimeter Brookfield karena
viskosimeter ini dapat mengukur viskositas sediaan yang bersifat Non Newton
dan Newton. Prinsip kerjanya adalah dengan dengan menggunakan spindel dan
motor. Setelah motor dihidupkan maka spindel akan berputar dan diamati
angka yang ditunjukkan oleh jarum merah, dicatat. Untuk menghitung
viskositasnya maka angka yang ditunjukkan oleh jarum merah dikalikan
dengan suatu faktor yang terdapat pada brosur alat (Astuti dkk., 2007).
c. Kimia
1. Penetapan Kadar
Penetapan kadar dilakukan dengan metode KCKT (Depkes RI, 1995).
2. Identifikasi
Untuk identifikasi diperlukan suatu larutan yang mengandung setara
dengan 4 mg amoxicillin dengan penambahan asam klorida 0,1 N pada
sejumlah amoxicillin untuk suspensi oral. Biarkan larutan selama 5 menit
sebelum digunakan (Depkes RI, 1995).
d. Biologi
1. Uji Potensi Antibiotik
Untuk uji antibiotik untuk sirup kering dengan bahan aktif amoxicillin
dapat diuji dengan metode lempeng silinder. Pertama-tama dilakukan
penyiapan lempeng penetapan yaitu dengan menggunakan cawan petri. Ke
dalam cawan petri dituangkan media yang sudah ditentukan dan dibiarkan
memadat sehingga didapatkan suatu lapisan dasar yang licin dengan ketebalan
seragam. Kemudian 4,0 ml inokula (suatu media yang sudah berisi bakteri uji
Micrococcus luteus) dimasukkan ke dalam cawan petri dan cawan petri diputar
agar inokulanya menyebar sempurna pada permukaan dan dibiarkan memadat.
Kemudian 6 buah silinder yang sudah berisi antibiotik uji (sediaan sirup kering
amoxicillin) dijatuhkan ke dalam cawan petri dari ketinggian 12 mm dengan
menggunakan alat-alat mekanik atau dengan pinset yang sudah disterilisasi
(dibakar). Kemudian tutup cawan untuk menghindari kontaminasi. Setelah itu,
lempeng diinkubasi selama 16 jam sampai 18 jam dengan suhu 320C sampai
350C. Selanjutnya, lempeng cawan petri diambil dari inkubator dan diambil
semua silinder, dicatat semua diameter tiap hambatan pertumbuhan hingga
mendekati 0,1 mm. Semakin besar zona hambatan yang terukur maka semakin
baik sediaan sirup kering amoxicillin yang dibuat (Depkes RI, 1995).
2. Uji Efektifitas Pengawet
Sediaan sirup kering yang sudah dilarutkan diambil sebanyak 20 mL dan
dimasukkan ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologi bertutup,
berukuran sesuai dan steril. Kemudian inokulasi masing-masing tabung dengan
salah satu suspensi mikroba baku dengan menggunakan perbandingan 0,10 mL
inokula setara dengan 20 mL sediaan, dan campur. Mikroba uji dengan jumlah
yang sesuai harus ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba tiap
mL sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan 1.000.000
per mL. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi inokula, dan
hitung angka awal mikroba tiap mL sediaan yang diuji dengan metode
lempeng. Kemudian setelah diinokulasi tabung diinkubasi pada suhu 200C
sampai 250C. Setelah itu, tabung diamati pada hari ke 7, ke 14, ke 21dan ke 28
sesudah inokulasi. Setiap perubahan yang terlihat dicatat dan tetapkan jumlah
mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pegujian, hitung
perubahan kadar dalam persen tiap mikroba selama pengujian (Depkes RI,
1995).
BAB II
PRAFORMULASI
2.1. Tinjauan Farmakologi Bahan Obat
a. Indikasi
Infeksi yang disebabkan oleh kuman-kuman gram negatif maupun gram
positif, khususnya untuk infeksi pada saluran cerna, saluran pernafasan, dan
saluran kemih (infeksi anugenital dan uretral gonokokus non-komplikasi otitis
media) (Mycek, et.al., 2001).
Amoxicillin adalah senyawa penisilina semisintetik dengan aktivitas
antibakteri spectrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian
besar bakteri gram positif dan beberapa gram negatif yang pathogen. Bakteri
pathogen yang sensitif terhadap amoxicillin antara lain : Staphylococcus,
Streptococcus, Enterecoccus, S. pneumoniae, N. gonorrhoeae, H. influenzas, E.
coli, dan P. mirabiis. Amoxicillin kurang efektif terhadap spesies Shigella dan
bakteri penghasil beta laktamase. Amoxicillin efektif terhadap penyakit-
penyakit seperti infeksi saluran pernapasan kronik dan akut : pneumonia,
faringitis (tidak untuk faringitis gonore), bronchitis, langritis; infeksi saluran
cerna : disentri basiler; Infeksi saluran kemih : gonore tidak terkompilasi,
uretritis, sistitis, pielonefritis; Infeksi lain : septicemia, endokarditis (Mycek,
et.al., 2001); Infeksi otitis media, susitis, salmonelosis invasive, profilaksis
endokarditis dan terapi tambahan pada meningitis listeria (Sukandar, dkk.,
2008).
b. Farmakokinetik
Absorpsi
Amoxicillin stabil pada asam lambung dan terabsorpsi 74-92% di
saluran pencernaan pada penggunaan dosis tunggal secara oral. Nilai puncak
konsentrasi serum dan AUC meningkat sebanding dengan meningkatnya dosis.
Efek terapi amoxicillin akan tercapai setelah 1-2 jam setelah pemberian per
oral. Meskipun adanya makanan di saluran pencernaan dilaporkan dapat
menurunkan dan menunda tercapainya nilai puncak konsentrasi serum
Amoxicillin, namun hal tersebut tidak berpengaruh pada jumlah total obat yang
diabsorpsi (McEvoy, 2002).
Amoksisilin merupakan turunan dari penisilin semi sintetik dan stabil
dalam suasana asam lambung.Amoksisilin diabsorpsi dengan cepat dan baik
pada saluran pencernaan, tidak tergantung adanya makanan.Amoksisilin
terutama diekskresikan dalam bentuk tidak berubah di dalam urin.Ekskresi
Amoksisilin dihambat saat pemberian bersamaan dengan probenesid sehingga
memperpanjang efek terapi (Anonim a, tt).
Distribusi
Distribusi obat bebas ke seluruh tubuh baik.Amoxicillin dapat melewati
sawar plasenta, tetapi tidak satupun menimbulkan efek teratogenik.Namun
demikian, penetrasinya ke tempat tertentu seperti tulang atau cairan
serebrospinalis tidak cukup untuk terapi kecuali di daerah tersebut terjadi
inflamasi.Selama fase akut (hari pertama), meningen terinflamasi lebih
permeable terhadap Amoxicillin, yang menyebabkan peningkatan rasio
sejumlah obat dalam susunan saraf pusat dibandingkan rasionya dalam serum.
Bila infeksi mereda, inflamasi menurun maka permeabilitas sawar terbentuk
kembali (Mycek, et.al.,2001).
Eliminasi
Jalan utama eliminasi melalui system sekresi asam organik (tubulus) di
ginjal, sama seperti melalui filtrat glomerulus. Penderita dengan gangguan
fungsi ginjal, dosis obat yang diberikan harus disesuaikan (Mycek, et.al., 2001).
c. Mekanisme
Amoxicillin mempengaruhi langkah akhir sintesis dinding sel bakteri
(transpeptidase atau ikatan silang) sehingga membran kurang stabil secara
osmotik. Lisis sel dapat terjadi, sehingga amoxicillin disebut bakterisida.
Keberhasilan aktivitas amoxicillin menyebabkan kematian sel berkaitan dengan
ukurannya. Amoxicillin hanya efektif terhadap organisme yang tumbuh secara
tepat dan mensintesis peptidoglikan dinding sel. Konsekuensinya, obat ini tidak
efektif terhadap organisme yang tidak mempunyai struktur ini seperti
mikobakteria, protozoa, jamur, dan virus (Mycek et al., 2001). Mekanisme
amoxicillin dibagi menjadi dua yaitu:
Penisilin pengikat protein: amoxicillin menginaktifkan protein yangberada
pada membran sel bakteri. Amoxicillin tersebut yang mengikat protein
merupakan enzim bakteri yang terlibat dalam sintesis dinding sel serta
menjaga gambaran morfologi bakteri. Pejanan terhadap antibiotika ini tidak
hanya dapat mencegah sintesis dinding sel tetapi juga menyebabkan
perubahan morfologi atau lisisnya bakteri yang rentan. Perubahan pada
beberapa molekul target ini menimbulkan resistensi pada organisme (Mycek
et al., 2001).
Autolisin: kebanyakan bakteri terutama kokus gram positifmemproduksi
enzim degradatif (autolisin) yang berpartisipasi dalam remodelling dinding sel
bakteri normal. Dengan adanya amoxicillin, aksi degradatif autolisin
didahului dengan hilangnya sintesis dinding sel. Mekanisme autolisis yang
sebenarnya tidak diketahui kemungkinan adanya penghambatan yang salah
satu dari autolisin. Sehingga efek anti bakteri amoxicillin merupakan hasil
penghambatan sintesis dinding sel bakteri dan destruksi keberadaan dinding
sel oleh autolisin (Mycek et al., 2001).
d. Dosis
Dosis umum anak-anak
Umur Dosis oral
0-1 tahun 100 mg x 3 (setiap 8 jam) (300 mg 1 hari)
1-3 tahun 125 mg x 3 (setiap 8 jam) (375 mg 1 hari)
3-10 tahun 250 mg x 3 (setiap 8 jam) (750 mg 1 hari)
(Tjaydkk., 2008)
Dosis khusus untuk infeksi tertentu
Untuk beberapa infeksi karena organisme yang kurang sensitif :
Dewasa dan anak-anak >20 kg :500 mg tiap 8 jam
Untuk anak-anak <20 kg :40mg/kg BB per hari dalam dosis yang
dibagi tiap 8 jam
Untuk infeksi saluran pernafasan atas
Dewasa dan anak-anak >20 kg :250 mg tiap 8 jam
Untuk anak-anak <20 kg :20mg/kg BB per hari dalam dosis yang
dibagi tiap 8 jam
Untuk infeksi saluran pernafasan bawah akibat Streptococci,
nonpenicillinase yang dihasilkan oleh Staphylococcus atau H. influenza
Dewasa dan anak-anak >20 kg :500 mg tiap 8 jam
Untuk anak-anak <20 kg :40mg/kg per hari dalam dosis yang
dibagi tiap 8 jam
Untuk profilaksis oleh bakteri endokarditis pada pasien tertentu :
Dewasa :2 gr ( 1 jam sebelum pemakaian)
Anak-anak :50 mg/kg (1 jam sebelum pemakaian) sampai
mencapai dosis maksimum 2 gr
Untuk infeksi yang diakibatkan oleh H.pylori dengan disertai peptic
ulcer :
Amoxicillin 1 gr, 2 kali sehari diberikan selama 7 hari dengan suatu
proton pump inhibitor dan clarithromycin
Pada infeksi yang lebih berat digunakan dosis yang lebih besar atau
menurut petunjuk dokter
Untuk gangguan ginjal dengan kreatinin klirens 10 ml/menit, dosis tidak
boleh lebih dari 500 mg tiap 12 jam
Untuk gonorhea yang tidak terkomplikasi: Dewasa : 3 gram Amoxicillin
dosis tunggal.
e. Efek Samping
Meskipun efek yang tidak diinginkan timbul dan kadar obat dalam darah tidak
dimonitor, Amoxicillin terrmasuk obat yang paling aman. Efek samping yang sering
timbul yakni :
Hipersensitivitas
Merupakan efek amoxicillin yang paling penting. Determinan antigenik utama dari
hipersensitivitas amoxicillin adalah metabolitnya yaitu asam penisiloat yang dapat
menyebabkan reaksi imun. Sekitar 5% pasien mengalami hal ini, berkisar dari kulit
kemerahan berupa makulopapular sampai dengan angioderma (ditandai dengan
bengkak di bibir, lidah, areaperiorbital) serta anapilaktik. Reaksi alergi silang terjadi
diantara sesama antibiotika β-laktam (Mycek et al., 2001).
Diare
Efek diare disebabkan oleh ketidakseimbangan mikroorganisme intestinal dan
sering terjadi (Mycek et al., 2001).
Mual
Ruam
Kolitis (Sukandar, dkk., 2008).
f. Kontra Indikasi
Hipersensitifitas terhadap penisilin, hati-hati pada penderita yang memiliki
gangguan ginjal, hati dan sistem hematologi (Lasy et.al., 2004). Menyebabkan ruam
pada penderita dengan infeksi mononukleus sehingga tidak baik diberikan pada
penderita penyakit ini (McEvoy, 2002).
Peringatan
Meskipun belum ada penelitian mengenai pemberian Amoxicillin pada ibu
hamil, penggunaan Amoxicillin ternyata tidak berpengaruh terhadap perkembangan
janin.Amoxicillin pada ibu hamil diberikan jika benar-benar diperlukan saja.Karena
Amoxicillin terdistribusi pada ASI sehingga menyebabkan reaksi sensitivitas pada
bayi.Dengan demikian penggunaan Amoxicillin tidak dianjurkan pada ibu menyusui
(McEvoy, 2002).
Hati-hati pada pasien dengan kelainan Phenylketonuria (defisiensi genetik
homozigot dari Phenylalanin hidroksilase) dan kelainan lain yang intake Phenylalanin
dalam tubuh perlu dibatasi. Formula Amoxicillin dengan rute per oral yang
mengandung aspartam akan di metabolisme di dalam saluran pencernaan menjadi
phenylalanine. Sehingga formulasi serbuk Amoxicillin untuk suspensi oral tidak
seharusnya menggunakan aspartam (McEvoy, 2002). Serta hati-hati pada pasien
dengan riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi, eritematous pada glandular fever,
leukemia limfositik kronik, dan AIDS (Sukandar, dkk., 2008).
Berdasarkan undang–undang mengenai obat dan makanan, amoxicillin
tergolong dalam golongan obat keras. Obat keras hanya dapat diperoleh dengan resep
dokter di apotek, apotek RS, puskesmas, dan balai pengobatan. Tanda khusus untuk
obat keras yaitu lingkaran berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan
huruf K yang menyentuh garis tepi. Selain itu pada obat keras wajib mencantumkan
kalimat “Harus dengan resep dokter” dan “Awas obat keras, baca aturan pakai”.
Berikut dicantumkan tanda khusus untuk obat keras:
g. Interaksi Obat
Kombinasi dengan asam klavulanat (inhibitor kuat bagi beta-laktamase
bakterial) membuat amoxicilin ini menjadi lebih efektif terhadap kuman
yang memproduksi penisilinase. Terutama digunakan terhadap infeksi
saluran kemih dan saluran nafas yang resisten terhadap amoxicillin (Tjay
dkk., 2008).
Meningkatkan efek atau toksisitas: Disulfiram dan probenesid memiliki
aktifitas dalam meningkatkan efek Amoxicillin.
Amoxicillin meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin.
Menurunkan efek: Efektivitas tetracycline, chlorampenicol, serta sediaan
kontrasepsi oral dihambat oleh golongan penicillin(Lasy,et.al, 2004).
h. Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Depkes RI, 1995).Suhu
penyimpanan pada suhu 200C atau kurang (McEvoy, 2008).
2.2. Tinjauan Fisikokimia Bahan Obat dan Bahan Tambahan
2.3.1. Tinjauan Fisikokimia Bahan Obat
1. Amoxicillin
Rumus Kimia : C16H19N3O5S
Gambar 4.2.1. Struktur Kimia Amoxicilin
Berat Molekul : 419,45
365,9dalam bentuk anhidrat
Kandungan : Amoxicillin mengandung tidak kurang dari 90,0%
C16H19N3O5S, dihitung terhadap zat anhidrat. Mempunyai
potensi yang setara dengan tidak kurang dari 900 μg dan
tidak lebih dari 1050 μg per mg C16H19N3O5S, dihitung
terhadap zat anhidrat.
Pemerian : Serbuk hablur putih; praktis tidak berbau.
Kelarutan : Sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam
benzena, dalam karbon tetraklorida, dan dalam kloroform.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, pada suhu kamar terkendali.
Baku Pembanding : Amoxicilin BPFI; tidak boleh dikeringkan sebelum
digunakan.
Stabilitas : Amoxicillin yang merupakan derivat penicillin mengalami
hidrolisis yang mendegradasi produksi cincin ß-laktam
(Lund, 1994).
Terhadap cahaya : tidak stabil terhadap paparan cahaya.
Terhadap suhu : terurai pada suhu 30-350C (McEvoy, 2008)
Terhadap pH : 3,5- 6,0
Interaksi pH : Antara 3.5 dan 6.0, dilakukan penetapan menggunakan
larutan 2 mg per mL(Depkes RI, 1995).
Dosis : Oral 3 dd 375-1000mg, anak-anak < 10 tahun 3 dd 10
mg/kg, 3-10 tahun 3 dd 250 mg, 1-3 tahun 3 dd 125 mg, 0-
1 tahun 3 dd 100 mg. Juga diberikan secara i.m./i/v
(Fitriani, 2010).
2.3.2. Tinjauan Fisikokimia Bahan Tambahan
HPMC (Hidroksi Propil Metil Selulosa)
Struktur Kimia :
Pemerian : serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau, dan tidak
berasa.
Kelarutan : Larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform,
etanol (95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol
dan diklorometano, campuran metanol dan diklorometanam
dan campuran air dan alkohol. Larut dalam aseton encer,
campuran diklorometana dan propan-2-ol, dan pelarut
organik lain.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, sejuk dan kering(Depkes RI,
1995)
Kegunaan : Sebagai agen coating, lapisan film, agen stabilizer,
suspending agent, tablet binder, agen peningkat viskositas.
(Rowe, et al, 2003).
Stabilitas dan Kondisi Penyimpanan :
HPMC merupakan senyawa yang stabil, bersifat
higroskopis setelah dipanaskan. Dalam bentuk larutan
stabil pada pH 3-11.peningkatan temperatur dapat
mengurangi viskositas larutan. Larutan encer bersifat
resisten terhadap enzim, yang memberikan stabilitas
viskositas yang baik selama penyimpanan yang lama.
Namun, larutan yang encer dapat rusak oleh adanya
pertumbuhan bakteri sehingga lebih baik ditambahkan
pengawet antimikroba. Serbuk HPMC baik disimpan dalam
kotak tertutup rapat, sejuk dan kering. (Rowe et al., 2003).
Laktosa
Definisi : Laktosa adalah gula yang diperoleh dari susu. Dalam
bentuk anhidrat atau mengandung satu molekul air hidrat.
Struktur Kimia :
Pemerian : Serbuk atau massa hablur, keras, putih, atau putih krem.
Tidak berbau dan rasa sedikit manis. Stabil di udara tetapi
mudah menyerap bau.
Kelarutan : Mudah (dan pelan-pelan) larut dalam air dan lebih mudah
larut dalam air mendidih; sangat sukar larut dalam etanol;
tidak larut dalam kloroform dan dalam eter.
Kejernihan warna : Larutkan 3 gr dalam 10 ml air mendidih, terbentuk larutan
jernih, tidak berwarna atau hamper tidak berwarna dan
tidak berbau.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik (Depkes RI, 1995).
Kegunaan : Pengikat dan pemanis.
Ketidaktercampuran: Laktosa anhidrat tidak bercampur dengan oksidator kuat.
Ketika dicampur dengan leukonutrien hidrofobik antagonis
dan laktosa anhidrat atau laktosa monohidrat yang
disimpan dalam enam minggu pada suhu 40°C and 75%
RH, campuran yang mengandung laktosa anhidrat
memperlihatkan ketercampuran dan degradasi obat(Rowe
et al., 2003).
Asam Sitrat
Definisi : Asam sitrat berbentuk anhidrat atau mengandung satu
molekul air hidrat. Mengandung tidak kurang dari 99,5%
dan tidak lebih dari 100,5% C6H8O7, dihitung terhadap zat
anhidrat.
Struktur Kimia :
Pemerian : Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul
sampai halus, putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau,
rasa sangat asam. Bentuk hidrat mekar dalam udara kering.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
sukar larut dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat(Depkes RI, 1995).
Kegunaan : Sebagai pengasam, antioksidan, penyangga (buffer),
peningkat rasa. Asam sitrat yang bisa digunakan adalah 0,1
-2 % sebagai buffer, dan 0,3-2 % sebagai pengikat rasa.
Stabilitas : Asam sitrat monohidrat kehilangan air saat kristalisasi pada
udara kering atau saat dipanasi pada suhu 400C. Sedikit
mencair pada udara lembab. Asam sitrat monohidrat
disimpan pada tempat sejuk dan kering.
Ketidaktercampuran: Asam sitrat tidak bercampur dengan kalium tartrat, alkali
dan alkali tanah, karbonat, dan bikarbonat, asetat, serta
sulfida. Asam sitrat juga tidak bercampur dengan oksidator,
basa, reduktor, dan nitrat. Potensial dapat meledak bila
dikombinasikan dengan logam nitrat. Pada penyimpanan,
sukrosa dapat mengkristal dari sirup dengan keberadaan
asam sitrat(Rowe et al., 2003).
Sodium Benzoat
Definisi : Mengandung tidak kurang dari 99,0% C7H5NaO2, dihitung
terhadap zat anhidrat.
Struktur Kimia :
Pemerian : Butiran atau serbuk hablur, putih, tidak berbau atau hampir
tidak berbau. Bersifat higroskopis (Depkes RI, 1979).
Kelarutan :
Pelarut Kelarutan pada t = 250C
Aseton
Benzene
Carbon disulfide
Carbon tetraklorida
Kloroform
Cyclohexan
Etanol
Etanol (76%)
Etanol (54%)
Etanol (25%)
Eter
Methanol
Toluene
1 dalam 2,3
1 dalam 9,4
1 dalam 30
1 dalam 15,2
1 dalam 4,5
1 dalam 14,6
1 dalam 2,7 pada t = 150C
1 dalam 2,2
1 dalam 3,72
1 dalam 6,27
1 dalam 68
1 dalam 3
1 dalam 1,8
1 dalam 11
Air 1 dalam 300
(Rowe et al., 2003)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik(Depkes RI, 1979).
Kegunaan : Menghambat pertumbuhan mikroba, pengawet(Depkes RI,
1979).Natrium benzoat efektif untuk menghambat
pertumbuhan bakteri, jamur dan ragi (Elsa, tt).
Penggunaan dan Konsentrasi:Natrium benzoat banyak digunakan pada sediaan
farmasi. Adapun penggunaanya adalah sebagai
berikut :
Penggunaan Konsentrasi (%)
Injeksi IM dan IV
Larutan oral
Larutan suspensi
Sirup oral
Sediaan topical
Sediaan vaginal
0,17
0,001-0,1
0,1
0,15
0,1-0,2
0,1-0,2
Dalam sediaan oral konsetrasi sodium benzoate
yang digunakan berkisar antara 0,02-0,5%b/v.
Ketidaktercampuran :Efektivitas pengawet akan dihambat dengan
adanya kaolin(Rowe et al., 2003).
Sorbitol
Definisi : Sorbitol mengandung tidak kurang dari 91,0% dan tidak
lebih dari 100,5% C6H14O6, dihitung terhadap zat anhidrat.
Dapat mengandung sejumlah kecil alkohol polihidrik lain.
Struktur Kimia :
Pemerian : Serbuk, granul atau lempengan; higroskopis; warna putih;
rasa manis. Serbuk sorbitol bersifat higroskopis.
Kelarutan : Kelarutan sorbitol dalam air pada suhu 200 C adalah 1
dalam 0,5 (Depkes RI, 1995).
pH larutan : 10% b/v 4,5 – 7,0 (Kibbe, 2000).
Titik Lebur : 110 - 112C untuk bentuk anhidrat, dan 97,7C untuk
bentuk gamma polymorph.
Stabilitas : Sorbitol secara kimia relatif inert dan dapat bercampur
dengan sebagian besar bahan tambahan. Sorbitol stabil
dalam udara tanpa kehadiran katalis atau dingin, asam
encer dan alkalis. Sorbitol tidak mudah menguap, terbakar,
tidak bersifat korosif. Sorbitol tahan terhadap fermentasi
oleh mikroorganisme, walaupun begitu sebaiknya sedian
ditambahkan pengawet.
Inkompatibilitas : Sorbitol dapat membentuk khelat yang larut air dengan ion
logam bivalen atau trivalent dalam suasana asam kuat dan
kondisi basa. Penambahan PEG kedalam larutan sorbitol,
dengan pengocokan kuat memproduksi “waxy”, gel yang
terlarut dalam air dengan titik leleh 35 – 400C. larutan
sorbitol juga bereaksi dengan besi oksida menjadi tidak
berwarna.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat. Larutan dapat disimpan dalam
gelas, plastik, alumunium, dan wadah stailess steel.
Penyimpanan dilakukan pada tempat yang kering dan
sejuk(Kibbe, 2000).
Kegunaan :
Penggunaan Konsentrasi (%)
Humectan
Larutan oral
Larutan suspensi
3-15
20-35
70
2.3. Bentuk sediaan, dosis dan cara pemakaian
2.3.1.Bentuk dan Kekuatan Sediaan
Bentuk sediaan: sirup kering (tiap 5 ml mengandung amoxicillin
trihidrat yangsetara dengan 125 mg amoxicillin). Adapun alasan pemilihan
bentuk sediaan ini adalah stabilitas yang dimiliki amoxicillin dalam air
adalah 14 hari, sehinggadengan dibuat dalam bentuk sirup kering maka
kemungkinan degradasi cincin beta laktamyang ada dapat dihindari (Lasy, et.al.,
2004).
2.3.2.Dosis (Sirup Kering Amoxicillin)
1-3 tahun 3 x sehari 1 sendok teh (5ml)
3-10 tahun 3 x sehari 2 sendok teh (10ml)
2.3.3.Cara Pemakaian
Cara pemberian dilakukan secara peroral, dimana dilakukan rekonstitusi
terlebih dahulu. Rekonstitusi dilakukan dengan cara menambahkan air matang
sehingga volume akhir setinggi tanda batas, lalu dikocok hingga homogen. Kocok
dahulu sebelum pemakaian.
2.3.4.Durasi Terapi
Durasi terapi Amoxicillin bergantung pada jenis dan tingkat keparahan infeksi dan
seharusnya ditentukan melalui respon klinik dan tes bakteriologi pasien. Pada
kebanyakan infeksi kecuali gonorrhea, terapi seharusnya dilanjutkan paling sedikit
48-72 jam setelah gejala-gejala penyakit pasien menghilang. Infeksi yang parah
memerlukan waktu beberapa minggu untuk terapi (McEvoy, 2002).
BAB III
FORMULASI
3.1. Permasalahan
a. Amoxicillin tidak stabil terhadap paparan cahaya.
b. Amoxicillin terurai pada suhu 30-350C.
c. Amoxicillin bersifat tidak stabil dalam air.
d. Amoxicillin sukar larut dalam air.
e. pH dari amoxicillin selama penyimpanan dapat berubah.
f. Amoxicillin berasa pahit.
g. Formulasi mengandung gula dalam jumlah yang cukup besar sehingga bisa
menimbulkan caplocking.
h. Bahan tambahan HPMC bersifat higroskopis sehingga kurang stabil jika
digunakan sebagai sirup kering.
i. Sediaan sirup kering ini merupakan suspensi yang mudah mengendap.
3.2. Pencegahan masalah
a. Amoxicillin harus dikemas dalam wadah gelap yang dapat melindunginya dari
cahaya.
b. Amoxicillin harus disimpan pada suhu kamar yaitu sekitar 15-30o C.
c. Amoxicillin merupakan golongan penicillin yang memiliki stabilitas yang
buruk pada air. Senyawa golongan ini mengalami hidrolisis oleh air dengan
mendegradasi cincin beta laktam yang diproduksi sehingga pengatasan
masalah ini yaitu dengan membuat sedian amoxicillin dalam bentuk tablet
atau sirup kering. Adapun alasan pemilihan bentuk sediaan ini adalahstabilitas
yang dimiliki amoxicillin dalam air adalah 14 hari, sehingga dengan dibuat
dalam bentuk tablet atau sirup kering maka kemungkinan degradasi cincin
beta laktam yang ada dapat dihindari (Lasy et al., 2004). Namun yang dipilih
adalah bentuk sediaan sirup kering. Hal ini dikarenakan bentuk tablet kurang
cocok untuk pasien yang susah menelan obat dalam bentuk tablet.
d. Karena sediaan yang dipilih yaitu sirup kering yang nantinya akan dilarutkan
dengan air sedangkan Amoxicillin sendiri sukar larut dalam air, maka dalam
formulasi perlu ditambahkan suspending agent yaitu HPMC.
e. Stabilitas pH amoxicillin berkisar dari 5,0 sampai 7,0 (Kohli dan Shah, 1998),
dan menurut USP adalah 3,5 sampai 6,0 sehingga untuk mencegah terjadinya
perubahan pH yang ekstrim selama proses produksi dan pemasaran, maka
pada pembuatan sirup kering ditambahkan buffer asam sitrat 1% untuk
menjaga kestabilan pH.
f. Karena sediaan ini juga diperuntukkan untuk anak-anak, maka untuk
menambah minat untuk mengonsumsinya, ditambahkan sejumlah pemanis
yaitu laktosa dan perasa tambahan.
g. Untuk menghindari caplocking oleh adanya gula dalam sediaan, maka perlu
ditambahkan anticaplocking berupa sorbitol.
h. Setelah pencampuran seluruh bahan, campuran serbuk dioven pada suhu
1000C selama ±15 menit untuk menghilangkan kandungan air di dalam serbuk
(Kohli dan Shah, 1998). Kecuali amoksisilin tidak boleh dioven karena dapat
terurai pada suhu >300 C.
i. Sebelum digunakan, sediaan perlu dikocok terlebih dahulu.
3.3. Macam-macam formulasi (formula standar dan formula kerja)
3.3.1. Formula (Baku/Standar)
Formulasi 1
Amoxicillin for Oral Suspension (125 mg/5ml)
Tiap 5 ml sirup yang direkonstitusi mengandung :
Amoxycilin Trihidrate yang setara dengan Amoxycillin 125 mg.
Dari formula ini menghasilkan 2940 botol masing-masing 40 ml.
No Bahan Jumlah
1. Amoxicillin Trihydrate 3,8 kg.
2. Carboxymethylcellulose Sodium 1,1 kg.
3. Aerosil 450 g.
4. Colour Tartrazine 12 g.
5. Sodium Benzoate 270 g.
6. Sugar Pharm. Grade 54 kg.
7. Orange Flavor Dry 600 g.
(Kohli dan Shah, 1998)
Formulasi 2
Sirup kering amoxicillin (5% = 500mg/10ml)
No Bahan Jumlah
1. Amoxicillin Trihydrate 5,0 gr
2. Sodium citrate 5,0 gr
3. Citric acid, crystalline 2,1 gr
4. Sodium gluconate 5,0 gr
5. Sorbitol crystalline 40,0 gr
6. Kollidon CL-M 6,0 gr
7. Orange flavor 1,5 gr
8. Lemon flavor 0,5 gr
9. Saccharine sodium 0,4 gr
(Buhler, 1998)
Formulasi 3
Suspensi Oral Amoxicillin trihydrate (200 mg/5 mL dan 250 mg/5 mL)
No Bahan
1. Amoxicillin Trihydrate
2. sodium citrate
3. silica gel
4. FD&C Red No. 3
5. Sodium Benzoate
6. Sucrose
7. xanthan gum
8. Flavoring
(Anonim b, 2008)
Formulasi 4
Amoxicillin Powder for Suspension (125 mg & 250 mg)
(untuk mg/5mL after reconstitution)
R/ Amoxicillin* 125 mg
Simethicone A 1,04 mg
Castor sugar 111,11 mg
Castor sugar 444,44 mg
Castor sugar 2479,86 mg
Sodium citrate 23,33 mg
Xanthan gum 1,67 mg
Blood orange dry flavour 13,33 mg
Vanilla dry flavour 0,74 mg
Orange banana dry flavour 4,44 mg
Aerosil 200 14,44 mg
*digunakan amoksisilin trihidrat yang setara dengan ekses 8%.
(Niazi, 2009).
3.4. Formula yang akan diajukan untuk dibuat dalam praktikum
Untuk 1 Botol @100 ml, (125 mg/ 5 mL)
R/ Amoxicillin 2,5 g
HPMC 0,935 g
Natrium Benzoat 0,23 g
Laktosa 39,015 g
Sorbitol 6,885 g
Asam Sitrat 2 g
Perisa melon q.s.
Pewarna hijau q.s.
3.5. Penimbangan Bahan
3.5.1. Perhitungan Formulasi:
Amoxicillin trihidrat:
Pada formula yang digunakan dinyatakan bahwa tiap 5 ml mengandung
amoxicillin trihidrat yang setara dengan 125 mg amoxicillin (1 ml = 25
mg). Sediaan yang dibuat adalah 100 ml sehingga penimbangan untuk 1
botol sediaan (100 ml) adalah: 25 mg x 100 ml = 2500 mg = 2,5 g
HPMC
Natrium Benzoat
Laktosa
Karena penggunaan laktosa > 30%, maka digunakan sorbitol sebagai
anticaplocking dengan komposisi sebanyak 15%, kemudian dalam
pencampurannya, sorbitol (15%) dicampur dengan laktosa (85%),
sehingga perhitungan formulasinya menjadi:
Sorbitol = 45,9 g x 100
15 = 6,885 g
Laktosa = 45,9 g x 100
85 = 39,015 g
Asam sitrat yang digunakan sebagai dapar adalah 2%
3.5.2. Penimbangan
Dibuat sirup kering amoxicillin 125mg/5ml sebanyak 2 botol dengan
volume masing-masing 100 ml, maka penimbangannya menjadi:
No. Bahan Fungsi
Persentase
menurut
literatur
(%b/v)
Persentase
yang
digunakan
Jumlah untuk
1 sediaan*
1 Amoxicillin Zat aktif - 2,5 g
2 HPMCBahan
pensuspensi
0,1-1 %
(Rowe et
al., 2009).
1% 0,935 g
3 Natrium benzoat Pengawet
0,02-0,5%
(Rowe et
al., 2009).
0,5% 0,230 g
4 Laktosa Pemanis - 39,015 g
5 SorbitolAnticaplock
ing
15-30%
(Rowe et
al., 2009).
15% 6,885 g
6 Asam Sitrat Buffer
0,1-2%
(Rowe et
al., 2009).
2% 2 g
7 Perisa melon Perasa - q.s.
8 Pewarna hijau Pewarna - q.s.
*Dibuat 5 batch sehingga dilakukan 5 kali penimbangan sejumlah bahan di atas.
Penambahan 10% bahan sebagai antisipasi kehilangan bahan dalam pembuatan
sediaan.
Amoxicillin
HPMC
Natrium benzoat
Laktosa
Sorbitol
Asam sitrat
Total bahan yang ditimbang untuk 1 sediaan adalah:
Amoxicillin = 2,5g + 0,25 = 2,75 g
HPMC = 0,935g + 0,0935g = 1,0285g
Natrium benzoat = 0,230g + 0,023g = 0,253g
Laktosa =39,015+3,9015g = 42,916g
Sorbitol = 6,885g + 0,6885g = 7,5735g
Asam sitrat = 2g + 0,2g = 2,2g=2,2g
Nama Bahan Penimbangan (untuk 1 sediaan 100mL)
Amoxicillin 2,75 g
CMC-Na 1,0285g
Natrium benzoat 0,253g
Laktosa 42,916g
Sorbitol 7,5735g
Asam sitrat 2,2g
BAB IV
ALAT DAN BAHAN
4.1. ALAT
Ayakan mesh 80
Ayakan mesh 20
Oven
Mortir
Stamper
Kemasan dan etiket
Botol sirup 100 mL
Pipet tetes
Timbangan
Gelas Ukur
Penangas Air
Sendok tanduk
Batang pengaduk
Beaker glass
Botol timbang
4.2. BAHAN
Amoxicillin
HPMC
Sodium Benzoat
Laktosa
Sorbitol
Asam Sitrat
Perisa melon
Pewarna hijau
BAB V
PROSEDUR KERJA
5.1. Cara Kerja Formulasi Sediaan Sirup Kering
Amoxicilin Laktosa dan larutan sorbitol
Perisa melon, pewarna hijau, dan natrium benzoatDiayak dengan
ayakan mesh 80, dtimbang
sejumlah yang diinginkan
Digerus di dalam mortir 1 sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa granul
Digerus hingga homogen pada mortir 2Ditambahkan asam sitrat
Amoxicilin yang telah
diayak
Campuran I Campuran II
.
.
5.2. Cara Kerja Evaluasi Granul
5.2.1. Pengujian Distribusi Ukuran Partikel Granul
25 gram granul
Diletakkan pada ayakan standar yang disusun bertingkatsesuai
dengan alat penggojog mekanik(electromagnetic sieve shaker).
Granul dalam ayakan
Dikeringkan pada suhu 50°C pada oven
Campuran III(granul basah)
Granul Kering
Granul yang telah diayak
Diayak mesh 20
Campuran + Amoxicilin
dicampur
Ditambahkan HPMC dan digerus homogen
Sirup Kering
Dimasukkan ke dalam botol yang telah ditera 100 mL, dan diberi etiket
Sirup kering dalam botol
Amplitudo ayakan dan waktu diatur pada alat
Alat dinyalakan
Digojog selama 5 menit.
Granul yang telah diayak
Ditimbang hasil ayakan yang terdistribusi di masing-masing ayakan
yang digunakan
Hasilnya dicatat
5.2.2. Pengujian Kecepatan aliran
10 g granul
Ditimbang.
Stopwatch dan alat untuk menentukan kecepatan alir dan sudut istirahat
Disiapkan dan dipastikan bagian bawah
Granul yang telah ditimbang
Dimasukkan dalam corong ukuran tertentru yang ditutup
Alat dinyalakan.
Granul mengalir keluar
Dicatat waktu yang diperlukan agar semua granul mengalir
Kecepatan alir yang baik tidak kurang dari 4g/detik.
5.2.3. Pengujian Sudut Diam (Istirahat)
Sejumlah massa
Dimasukkan ke dalam corong alat uji laju alir.
Massa yang jatuh
Akan membentuk bukit,
Diukur tinggi dan diameter yang terbentuk setelah bagian bawah
corong dibuka.
Sudut diam
Diperoleh dengan cara menghitung cotangent antara tinggi bukit
dari suspensi kering yang terbentuk dan garis tengah alas bukit.
Sudut diam yang istimewa adalah kurang dari 25o.
5.2.4. Penentuan Susut Pengeringan dan Kadar Lembab
Botol timbang dangkal sumbat kaca
Dicuci, dikeringkan, dan ditimbang
Granul
Ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang
sumbat kaca
Botol timbang sumbat kaca + granul
Dimasukkan ke dalam oven, sumbat dibuka dan dipanaskan pada suhu
400C selama 10 menit
Botol dikeluarkan dan segera ditutup
Ditimbang botol timbang sumbat kaca dengan granul
5.2.5. Uji Kadar Air
5 gram granul
dikeringkan di oven pada suhu 40oC.
Granul yang telah dioven
Ditimbang kembali
Dihitung kadar lembabnya (dinyatakan dalam MC).
Nilai MC dihitung (Kadar lembab granul yang baik adalah antara 2-4%.
5.2.6. Penentuan Kompresibilitas
Ditimbang 5 gram granul
Dimasukkan ke dalam gelas ukur dan dicatat volumenya
Gelas ukur diketuk-ketuk hingga tidak terjadi pengurangan volume
Dicatat volumenya
Dihitung persen kompresibilitasnya dengan rumus:
5.2.7. Uji Granulometri
Ditimbang 10 gram granul
Diletakkan pada pengayak paling atas
Digetarkan mesin selama 5-30 menit.
Ditimbang granul yang tertahan pada setiap pengayak
Dihitung persentase granul pada tiap pengayak
5.2.8. Uji bobot jenis
- Bobot jenis nyata
Ditimbang 10 gram granul
Dimasukkan ke dalam gelas ukur, dimampatkan 500x dengan
volumeter. Diamati volumenya
Bobot jenis mampat dihitung dengan rumus:
5.2.9. Uji Friabilitas
Ditimbang 5 gram granul
Ditempatkan ke wadah
Dikocok, diguling-gulingkan
Granul diayak di atas pengayak dengan ukuran mesh 10
Persentase bahan yang lewat diambil sebagai ukuran friabilitas atau kekuatan
granul
5.3. Cara kerja Evaluasi Sediaan
5.3.1. Homogenitas
Sediaan sirup kering
Dilarutkan dengan air hingga mencapai volume 100 mL.
Sediaan suspensi sirup kering
Diamati kecepatan mengendap dan redistribusinya.
Sediaan yang baik tidak boleh cepat mengendap dan jika mengendap endapan
harus segera terdispersi kembali.
5.3.2. Volume Terpindahkan
Sediaan sirup kering
Dilarutkan
Suspensi sirup kering
Dituangkan ke dalam gelas ukur kering terpisah dengan kapasitas
gelas ukur yang tidak melebihi dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi. Penuangan dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari pembentukan gelembung udara, kemudian
diamkan selama 30 menit.
Volume campuran diukur, apabila sudah tidak ada gelembung udara.
5.3.3. Penetapan pH
Alat pH meter
Elektroda dikalibrasi dengan larutan dapar.
Gram sediaan sirup kering
Disuspensikan dengan 100 mL air.
Elektroda
Dicelupkan ke dalam larutan suspensi
Diukur pH larutan suspensi.
5.3.4. Penetapan Bobot Jenis Sediaan Dengan Piknometer
Air yang sudah masak dengan suhu 25oC
Dimasukkan ke dalam piknometer yang kosong, kering, dan bersih
diisi dengan air yang sudah matang dengan suhu 250C. Ditimbang
untuk kalibrasi.
Sirup kering
Dilarutkan dan diatur suhunya hingga kurang lebih 200C.
Suspensi sirup kering
Dimasukkan ke dalam piknometer.
Suhu piknometer diatur hingga mencapai suhu 250C.
Piknometer yang berisi suspensi sirup kering
Ditimbang kembali.
Untuk mengetahui bobot jenis sediaan dapat diperoleh dari selisih bobot
piknometer yang telah diisi zat uji dengan bobot piknometer kosong.
5.3.5. Penetapan Waktu Rekonstitusi
Sediaan serbuk kering.
Dilarutkan
Dihitung waktu yang diperlukan sampai sediaan tersebut membentuk suspensi
dengan sempurna.
5.3.6. Volume Sedimentasi dan Kemampuan Redispersi
Sediaan sirup kering amoxicillin
Dilarutkan dengan air. dikocok hingga homogen.
Suspensi sirup kering
Didiamkan.
Dilihat sedimentasi yang terjadi setelah didiamkan selama satu hari.
5.3.7. Sifat Aliran dan Viskositas Dengan Viskosimeter Brookfield
Sediaan sirup kering amoxicillin
Dilarutkan.
Suspensi sirup kering.
Dimasukkan ke dalam alat pengukur viskositas (viskosimeter
brokfield)
Dihitung viskositas suspensi sirup kering.
5.3.8. Uji Kadar Air
2 gram serbuk suspensi kering.
Dimasukkan dalam cakram pada alat moisture balance yang telah
ditara
Dihitung kadar air.
BAB VI
HASIL PRAKTIKUM
6.1. Uji Evaluasi Granul
6.1.1. Pengujian Distribusi Ukuran Partikel
Batch MeshBobot granul yang
tertahan
I
No. 20 18,608 g
No. 40 4,893 g
No. 60 1,570 g
No. 80 -
II No. 20 17,5039 g
No. 40 5,751 g
No. 60 1,431 g
No. 80 -
III
No. 20 18,575 g
No. 40 4,917 g
No. 60 1,628 g
No. 80 -
a. Batch 1
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 20
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 40
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 60
b. Batch 2
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 20
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 40
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 60
c. Batch 3
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 20
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 40
- Persentase granul yang tertahan pada Mesh No. 60
6.1.2. Uji Bobot Jenis
Batch Bobot Jenis Ruahan Bobot Jenis Mampat
Bobot Volume Volume
I 25,092
gram
46 mL 38 mL
II 25,109
gram
50 mL 37 mL
III 25,179
gram
56 mL 40 mL
- Batch 1
Bobot jenis ruahan:
Bobot jenis mampat:
- Batch 2
Bobot jenis ruahan:
Bobot jenis mampat:
- Batch 3
Bobot jenis ruahan:
Bobot jenis mampat:
6.1.3. % Kompresibilitas
Batch Bobot Jenis Ruahan Bobot Jenis Mampat
I 0,545 gram/mL 0,66 gram/mL
II 0,502 gram/mL 0,678 gram/mL
III 0,449 gram/mL 0,629 gram/mL
- Batch 1
= 17,424 %
- Batch 2
= 25,958 %
- Batch 3
= 28,616 %
6.1.4. Uji Kecepatan Alir
Batch Bobot Granul Waktu (detik)
I 10,009 gram - detik
II 10,010 gram - detik
III 10,008 gram - detik
Waktu alir granul yang baik adalah 10 detik untuk 100 gram granul.
Dengan demikian kecepatan alir yang baik adalah lebih besar dari 10
gram/detik. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa granul
yang diperoleh memiliki sifat alir yang buruk.
6.1.5. Uji Penetapan Sudut Diam
Batch Diameter Jari-jari Tinggi
Puncak
Sudut Diam
I - cm - cm - cm -
II - cm - cm - cm -
III - cm - cm - cm -
6.1.6. Uji Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar Lembab
BatchBobot
Botol
Bobot botol +
granul
(sebelum di
oven)
Bobot
granul
sebelum
dioven
Bobot botol
+ granul
(setelah di
oven)
Bobot
granul
setelah
dioven
I 52,838
gram
53,865 gram 1,002 gram 53,839
gram
1,001 gram
II 56,073
gram
57,067 gram 1,006 gram 57,052
gram
0,979 gram
III 57,868
gram
58,886 gram 1,013 gram 58,877
gram
1,009 gram
- Batch 1
% LOD =
=
= 0,099%
% MC =
=
= 0,099%
- Batch 2
% LOD =
=
= 2,68%
% MC =
=
= 2,757%
- Batch 3
% LOD =
=
= 0,39%
% MC =
=
= 0,396%
6.2. Uji Evaluasi Sediaan
6.2.1. Penetapan Waktu Rekonstitusi
Batch Waktu Rekonstitusi
I 1 menit 59 detik
II 2 menit 18 detik
III 44 detik
6.2.2. Uji Volume Terpindahkan
Batch Volume Awal Volume Terpindahkan
I 100 ml 100 ml
II 100 ml 97 ml
III 100 ml 97 ml
6.2.3. Penetapan pH
Batch pH
I 3,15
II 3,10
III 3,21
6.2.4. Penetapan Bobot Jenis Sediaan
Batch Bobot Piknometer
Kosong
Bobot
Piknometer +
Air
Bobot
Piknometer +
Suspensi
I 16,072 gram 25,754 gram 27,310 gram
II 16,066 gram 25,752 gram 27,267 gram
III 16,067 gram 25,754 gram 27,313 gram
- Batch 1
Bobot jenis =
=
=
= 1,161
- Batch 2
Bobot jenis =
=
=
= 1,156
- Batch 3
Bobot jenis =
=
=
= 1,16
6.2.5. Uji Viskositas
Tidak dilakukan uji viskositas pada batch 1 dan batch 2. Pengujian hanya
dilakukan pada batch 3.
Kecepatan
(rpm)
Viskositas %
3 79700 23,9
6 - -
30 - -
100 - -
BAB VII
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan pembuatan dan evaluasi sediaan non steril sirup
kering amoxicillin dengan skala laboratorium. Percobaan ini bertujuan untuk
mengetahui formulasi sediaan sirup kering amoxicillin, dapat mengetahui tahapan-
tahapan dalam pembuatan sediaan sirup kering amoxicillin, dapat membuat sediaan
non steril sirup kering amoxicillin skala laboratorium sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan, dapat melakukan evaluasi granul dari sediaan sirup kering
amoxicillin, serta dapat melakukan evaluasi sediaan sirup kering amoxicillin yang
dihasilkan.
Formulasi sirup kering amoxicillin yang diproduksi skala laboratorium ini
dibuat dalam 5 batch dengan volume masing-masing 100 ml. Pada tiap sediaan
terkandung 125 mg amoxicillin dalam 5 ml sediaan. Formulasi sediaan sirup kering
amoxicillin yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari amoxicillin, HPMC,
natrium benzoat, laktosa, sorbitol, asam sitrat, perisa melon, dan pewarna hijau.
Amoxicillin berfungsi sebagai bahan aktif. HPMC berfungsi sebagai suspending
agent. Penambahan suspending agent disini bertujuan agar setelah sediaan sirup
kering ditambahkan air dapat terbentuk dispersi yang homogen (Anwar, dkk., 2006).
Natrium benzoat berfungsi sebagai bahan pengawet. Bahan pengawet ditambahkan
bertujuan untuk melindungi sediaan dari kontaminasi organisme lain. Laktosa
berfungsi sebagai bahan pemanis. Penambahan bahan pemanis ini berguna untuk
menutupi rasa pahit dari bahan aktif amoxicillin. Karena penggunaan laktosa dalam
jumlah besar(> 30%), maka dalam formulasi ditambahkan sorbitol. Sorbitol berfungsi
sebagai anticaplocking. Asam sitrat berfungsi sebagai buffer. Asam sitrat berfungsi
untuk menjaga kestabilan pH sediaan selama proses produksi hingga pemasaran.
Stabilitas pH amoxicillin berkisar antara 5,0 hingga 7,0 (Kohli dan Shah, 1998),
sedangkan menurut USP adalah 3,5 hingga 6,0. Karena rasa dan aroma amoxicillin
yang kurang sedap, maka ditambahkan perisa melon dan pewarna hijau agar sediaan
yang diperoleh lebih menarik perhatian.
Dalam percobaan ini digunakan metode granulasi basah untuk membuat granul.
Metode granulasi basah dibuat dengan membasahi campuran zat berkhasiat, pengisi,
dan penghancur dengan larutan bahan pengikat dan ditambah dengan bahan pewarna
bila perlu. Kemudian campuran diayak menjadi granul menggunakan ayakan no. 10
dan dikeringkan pada suhu 40-60°C. Setelah kering campuran diayak kembali
menggunakan ayakan no. 20 hingga diperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan,
kemudian ditambah bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet. Granulasi basah adalah
metode yang dilakukan dengan cara membasahi massa tablet menggunakan larutan
pengikat sampai terdapat tingkat kebasahan tertentu, lalu digranulasi. Adapun fungsi
dari granulasi adalah untuk memperbaiki sifat aliran dan kompressibilitas dari massa
cetak tablet, memadatkan bahan-bahan, menyediakan campuran seragam yang tidak
memisah, mengendalikan kecepatan pelepasan zat aktif, mengurangi debu, dan
memperbaiki penampakan tablet. Metode granulasi basah dipilih karena zat aktif
yang digunakan yaitu amoxicillin memiliki sifat alir yang buruk, sehingga untuk
memperbaiki sifat alir tersebut digunakan metode granulasi basah. Tetapi, karena
amoxicillin tidak tahan terhadap pemanasan, maka amoxicillin ditambahkan paling
akhir setelah pemanasan.
Percobaan ini dilakukan dengan mencampur HPMC, natrium benzoat, laktosa,
sorbitol, dan asam sitrat hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan
menggunakan tangan karena jika digerus dengan stamper dapat menimbulkan adanya
uap air akibat dari pergerakannya yang harus diperhatikan, sebab laktosa merupakan
senyawa yang mengandung satu hidrat yang mudah menarik air. Oleh karena itu,
tertariknya air dari udara harus dihindari agar sediaan tidak terkontaminasi.
Setelah semua bahan tercampur, granul yang terbentuk diayak dengan ayakan
10. Pengayakan dalam hal ini bertujuan untuk membentuk granul dengan bentuk dan
ukuran yang hampir sama. Ukuran mesh yang digunakan pertama lebih besar karena
setelah pencampuran ukuran granul tidak beraturan dan masih dalam keadaan basah.
Sehingga untuk memudahkan penyetaraan ukuran granul digunakan ukuran mesh
yang lebih besar. Dalam hal ini digunakan pengayak yang berlubang besar untuk
pertama kalinya agar granul lebih berkonsolidasi (bergabung) (Kuswoyo, 2009),
terutama saat dilakukan metode pembuatan tablet dengan granulasi basah. Granul-
granul yang telah terbentuk kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 400 C.
Tujuan pengeringan granul ini adalah untuk menghilangkan air yang terkandung
dalam granul baik yang berasal dari larutan pengikat maupun uap air yang terserap
selama proses pencampuran akibat sifat laktosa yang higroskopis (Depkes RI, 1979).
Karena air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga
apabila pada sediaan masih terdapat kandungan air, maka dapat memicu tumbuhnya
mikroorganisme.
Setelah granul-granul tersebut kering, dilakukan pengayakan kembali dengan
menggunakan ayakan mesh 20. Pengayakan kedua dilakukan dengan ayakan yang
lebih kecil dengan tujuan meningkatkan luas kontak partikel, dan Granul yang telah
kering tersebut dicampur dengan amoxicillin hingga homogen. Sebelumnya,
dilakukan uji evaluasi granul untuk mengetahui dan menjamin kualitas granul yang
memenuhi persyaratan. Uji evaluasi yang dilakukan pada praktikum ini yaitu uji
waktu alir dan sudut diam, uji susut pengeringan dan kadar lembab, uji bobot jenis,
uji kompresibilitas dan uji distribusi ukuran partikel.
Waktu alir dipengaruhi oleh bentuk, ukuran, porositas, densitas,gaya
elektrostatika, dan gaya gesek partikel serta kondisi percobaan. Waktu alir granul
yang baik adalah 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan alir
yang baik adalah lebih besar dari 10 gram/detik. Karena perolehan bobot granul pada
masing-masing batch tidak mencapai 100 gram maka perhitungan dikonversikan
berdasarkan bobot tiap batch. Dari hasil pengujian, granul yang dihasilkan memiliki
aliran yang buruk karena granul-granul tersebut tidak dapat mengalir melalui alat uji.
Kecepatan aliran yang buruk dapat menyebabkan ketidakseragaman kandungan zat
aktif dalam sediaan yang akan dibuat. Wadke dan Jacobson (1980) menyebutkan
bahwa granul akan mengalir baik jika mempunyai sudut diam antara 25-45°. Karena
granul tidak dapat mengalir melalui alat uji, maka tidak dapat dilakukan pengujian
sudut diam.
Uji susut pengeringan dan kadar lembab dilakukan untuk mengukur kadar air dalam
granul yang terbentuk dengan metode gravimetri dengan membandingkan bobot
granul setelah dipanaskan dengan bobot granul sebelum dipanaskan. Pada saat
pemanasan berlangsung, air yang masih tertinggal dalam granul akan menguap. Susut
pengeringan merupakan suatu pernyataan kadar kelembaban berdasarkan berat basah,
sedangkan kandungan kelembaban merupakan suatu perhitungan berdasarkan berat
kering. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh %LOD (susut
pengeringan) batch 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 0,099%; 2,68%; 0,39%. Serta
%MC (kadar lembab) batch 1, 2, dan 3 masing-masing sebesar 0,099%; 2,757%;
0,396%. Kadar air pada batch 2 dapat dikatakan tidak baik karena kadar air yang baik
harus kurang dari 1%. Hal ini dapat terjadi karena saat penggranulan basah,
penggunaan air terlalu banyak,dan pengeringan yang tidak sempurna. Atau terjadi
penggumpalan pada granul, sehingga pengeringan tidak merata pada granul.
Selanjutnya dilakukan uji evaluasi bobot jenis. Dari hasil perhitungan bobot
jenis pada ketiga batch maka dapat diperoleh persentase kompresibilitas. Pada batch 1
persentase kompersibilitas sebesar 17,424 %; batch 2 sebesar 25,958 %; dan batch 3
sebesar 28,616 %. Berdasarkan harga persentase ketiga batch, batch 2 memiliki sifat
aliran yang cukup. Berdasarkan pustaka harga kompresibilitas 21%-25% memiliki
sifat aliran cukup (Lachman, 1994). Pada batch 1 memiliki sifat alir yang cukup baik
karena masih berada pada rentang 11%-20% yang artinya granul memiliki sifat alir
yang cukup baik (Lachman, 1994). Dan pada batch 3 dapat disimpulkan memiliki
sifat alir yang buruk karena persentase %K batch 3 lebih besar dari 25%.
Uji evaluasi granul selanjutnya yaitu uji distribusi ukuran partikel granul.
Ukuran dan penyebaran (distribusi) ukuran granul dapat diamati dengan penggunaan
Elektromagnetic Sieve Shaker. Elektromagnetic Sieve Shaker mempunyai komponen
pengayak dengan berbagai ukuran. Mesh terbesar diletakkan pada bagian atas dan
dibawahnya disusun pengayak dengan mesh yang makin kecil. Tujuan evaluasi
granul dengan Elektromagnetic Sieve Shaker adalah untuk mengetahui keseragaman
dari ukuran granul. Jika ukuran granul berdekatan, maka aliran akan semakin baik.
Dari ketiga batch, persentase bobot granul yang tertahan di tiap-tiap pengayak,
memiliki perbedaan nilai yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran
granul yang homogen sehingga distribusi/penyebaran granul tidak terlalu luas.
Setelah semua uji granul dilakukan, granul dimasukkan ke dalam botol yang
sesuai untuk selanjutnya direkonstitusi dan dilakukan uji evaluasi sediaan. Evaluasi
sediaan dilakukan untuk menjamin dan menjaga kualitas suatu sediaan. Dalam
industri farmasi, evaluasi tablet adalah kunci dari Quality Assurance dan Quality
Control. Uji evaluasi sediaan yang dilakukan yaitu penetapan waktu rekonstitusi,
volume terpindahkan, penetapan pH, penetapan bobot jenis sediaan dengan
piknometer, dan uji viskositas.
Penetapan waktu rekonstitusi dilakukan untuk menentukan lamanya waktu
terkonstitusinya suatu sediaan. Sediaan granul ditambahkan air, kemudian dihitung
waktu yang dibutuhkan hingga terbentuk suspensi yang sempurna. Dari hasil
pengujian diperoleh hasil sebagai berikut:
Batch Waktu Rekonstitusi
I 1 menit 59 detik
II 2 menit 18 detik
III 44 detik
Suatu sediaan suspensi kering yang baik memiliki kriteria tertentu, salah
satunya adalah dapat dengan cepat terdispersi dengan homogen pada saat
disuspensikan. Semakin cepat waktu rekonstitusi suatu sediaan sirup kering maka
semakin baik pula sediaan suspensi tersebut. Hal ini disebabkan karena semakin
mudah suspensi kering direkonstitusi maka akan mempermudah pasien dalam
menggunakan sediaan tersebut karena tidak butuh waktu dan tenaga yang besar untuk
mendapatkan sediaan suspensi yang terdispersi homogen yang akan diminum
(Alviany, 2008).
Selanjutnya dilakukan pengujian volume terpindahkan. Dari pengujian yang
dilakukan tidak ada satupun wadah yang kurang dari 95%. Sehingga sediaan yang
dihasilkan masih memenuhi persyaratan.
Kemudian dilakukan penetapan pH sediaan. Uji ini dilakukan untuk melihat pH
sirup kering yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kenyamanan pasien saat
mengkonsumsi larutan suspensi tersebut. Selain itu, pH yang terlalu asam atau terlalu
basa dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat aktif. Hal ini perlu diuji agar dapat
diketahui pH dari sediaan sehingga selanjutnya stabilitas pH sediaan tersebut dapat
dipertahankan. Untuk sirup kering amoxicillin memiliki rentang pH stabilitas antara
3,5 – 6. Dari pengukuran yang dilakukan pada sediaan diperoleh nilai pH batch 1, 2,
dan 3 masing-masing sebesar 3,15; 3,10; dan 3,21.
Kemudian dilakukan penetapan bobot jenis sediaan dengan menggunakan
piknometer. Dari hasil pengujian, diperoleh nilai bobot jenis batch 1, 2, dan 3
masing-masing sebesar 1,161; 1,156; 1,16. Sehingga diperoleh bobot jenis rata-rata
sediaan sebesar 1,159.
BAB VIII
KESIMPULAN
8.1. Formulasi sediaan sirup kering Amoxicilin adalah
Untuk 1 Botol @100 ml, (125 mg/ 5 mL)
R/ Amoxicillin 2,5 g
HPMC 0,935 g
Natrium Benzoat 0,23 g
Laktosa 39,015 g
Sorbitol 6,885 g
Asam Sitrat 2 g
Perisa melon q.s.
Pewarna hijau q.s.
8.2. Tahapan-tahapan dalam pembuatan sediaan sirup kering
Amoxicilin Laktosa dan larutan sorbitol
Perisa melon, pewarna hijau, dan natrium benzoatDiayak dengan
ayakan mesh 80, dtimbang
sejumlah yang diinginkan
Digerus di dalam mortir 1 sedikit demi sedikit sampai terbentuk massa granul
Digerus hingga homogen pada mortir 2Ditambahkan asam sitrat
Dikeringkan pada suhu 50°C pada oven
Amoxicilin yang telah
diayak
Campuran I Campuran II
Campuran III(granul basah)
.
.
8.3. Hasil uji evaluasi yang dilakukan adalah sebagai berikut
a. Penetapan Waktu Rekonstitusi
Batch Waktu Rekonstitusi
I 1 menit 59 detik
II 2 menit 18 detik
III 44 detik
b. Uji Volume Terpindahkan
Batch Volume Awal Volume Terpindahkan
I 100 ml 100 ml
Granul Kering
Granul yang telah diayak
Diayak mesh 20
Campuran + Amoxicilin
dicampur
Ditambahkan HPMC dan digerus homogen
Sirup Kering
Dimasukkan ke dalam botol yang telah ditera 100 mL, dan diberi etiket
Sirup kering dalam botol
II 100 ml 97 ml
III 100 ml 97 ml
c. Penetapan pH
Batch Ph
I 3,15
II 3,10
III 3,21
d. Penetapan Bobot Jenis Sediaan
Batch Bobot Piknometer
Kosong
Bobot
Piknometer +
Air
Bobot
Piknometer +
Suspensi
I 16,072 gram 25,754 gram 27,310 gram
II 16,066 gram 25,752 gram 27,267 gram
III 16,067 gram 25,754 gram 27,313 gram
- Batch 1 = 1,161
- Batch 2 = 1,156
- Batch 3 = 1,16
e. Uji Viskositas
Tidak dilakukan uji viskositas pada batch 1 dan batch 2. Pengujian hanya
dilakukan pada batch 3.
Kecepatan
(rpm)
Viskositas %
3 79700 23,9
6 - -
30 - -
100 - -
8.4. Hasil evaluasi granul dari sediaan sirup kering amoxicilin adalah sebagai
berikut:
a. Pengujian Distribusi Ukuran Partikel
Batch MeshBobot granul yang
tertahan
I
No. 20 18,608 g
No. 40 4,893 g
No. 60 1,570 g
No. 80 -
II
No. 20 17,5039 g
No. 40 5,751 g
No. 60 1,431 g
No. 80 -
III
No. 20 18,575 g
No. 40 4,917 g
No. 60 1,628 g
No. 80 -
- Batch 1
o Mesh 20 = 74,429%
o Mesh 40 = 19,57%
o Mesh 60 = 6,279%
- Batch 2
o Mesh 20 = 70,007%
o Mesh 40 = 23%
o Mesh 60 = 5,723%
- Batch 3
o Mesh 20 = 74,276%
o Mesh 40 = 19,66%
o Mesh 60 = 6,51%
b. Uji Bobot Jenis
Batch Bobot Jenis Ruahan Bobot Jenis Mampat
Bobot Volume Volume
I 25,092
gram
46 mL 38 mL
II 25,109
gram
50 mL 37 mL
III 25,179
gram
56 mL 41 mL
- Batch 1
Bobot jenis ruahan = 0,545
Bobot jenis mampat = 0,66
- Batch 2
Bobot jenis ruahan = 0,502
Bobot jenis mampat = 0,678
- Batch 3
Bobot jenis ruahan = 0,449
Bobot jenis mampat = 0,629
c. % Kompresibilitas
Batch Bobot Jenis Ruahan Bobot Jenis Mampat
I 0,545 gram/mL 0,66 gram/mL
II 0,502 gram/mL 0,678 gram/mL
III 0,449 gram/mL 0,629 gram/mL
- Batch 1 = 17,424%
- Batch 2 = 25,958%
- Batch 3 = 28,616%
d. Uji Kecepatan Alir
Batch Bobot Granul Waktu (detik)
I 10,009 gram - detik
II 10,010 gram - detik
III 10,008 gram - detik
Waktu alir granul yang baik adalah 10 detik untuk 100 gram granul.
Dengan demikian kecepatan alir yang baik adalah lebih besar dari 10
gram/detik. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa granul
yang diperoleh memiliki sifat alir yang buruk.
e. Uji Penetapan Sudut Diam
Batch Diameter Jari-jari Tinggi
Puncak
Sudut Diam
I - cm - cm - cm -
II - cm - cm - cm -
III - cm - cm - cm -
f. Uji Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar Lembab
BatchBobot
Botol
Bobot botol +
granul
(sebelum di
oven)
Bobot
granul
sebelum
dioven
Bobot botol
+ granul
(setelah di
oven)
Bobot
granul
setelah
dioven
I 52,838
gram
53,865 gram 1,002 gram 53,839
gram
1,001 gram
II 56,073
gram
57,067 gram 1,006 gram 57,052
gram
0,979 gram
III 57,868
gram
58,886 gram 1,013 gram 58,877
gram
1,009 gram
- Batch 1
% LOD = 0,099%
% MC = 0,099%
- Batch 2
% LOD = 2,68%
% MC = 2,757%
- Batch 3
% LOD = 0,39%
% MC = 0,396%
LAMPIRAN
PENGEMASAN
Wadah
Disimpan dalam wadah tertutup rapat
Kemasan primer
Kemasan sekunder
Etiket
Brosur