Upload
restya-fitriani
View
71
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tutorial
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
SKENARIO G BLOK 23
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
Disusun oleh:
Inne Fia Mariety 04111001005
Farida Chandradewi 04111001006
Nurul Hayatun Nupus 04111001008
M. Agung Wijaksana 04111001009
Maulia Wisda Era Chresia 04111001010
Rizky Permata Sari 04111001013
Melinda Rachmadianty 04111001014
Fitri Hidayati 04111001015
Meylinda 04111001028
Restya Fitriani 04111001033
Vindy Cesariana 04111001037
Rahman Ardiansyah 04111001055
Dwi Jaya Sari 04111001056
Neni Septria Ningsih 04111001058
Tutor : Dr. Marwan Syah, Sp.OG (K)
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan Tutorial
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan laporan ini.
Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi
yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Palembang, 12 Maret 2014
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………… I
DAFTAR ISI ……………………………………………………………....... II
SKENARIO A blok 19 ……………………………………………………. III
I. Klarifikasi Istilah 6
II. Identifikasi Masalah 6
III. Analisis Masalah 8
IV. Hipotesis 44
V. Learning Issue 45
VI. Kerangka konsep 65
VII. Kesimpulan 66
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………IV
3
SKENARIO G BLOK 23 TAHUN 2014
Mrs. Anita, 39 year old woman on her first pregnancy delivered twin sons 2 hour ago. There
were no significant antenatal complications. She had been precscribed ferrous sulphate and
folic acid surin the pregnancy as anemia prophilaxis, and her las haemoglobin was 10.9 g/dL
at 38 weeks.
The fetuses were withinnormal range for growth and liquor volume on serial scan
estimations. A vaginal delivery was planned and she went into spontaneous labor at both
placenta as appearing complete.
As this was a twin pregnancy, an intravenous cannula had been inserted when labor was
established. The lochia has been heavy since delivery but woman is now bleeding very
heavily and passing large clots of blood.
On arrival in the room you find that the sheets are soaked with blood and there is also
approximately 500 mL of blood clot in a kidney dish on the bed.
You act as the doctor in public health centre and be pleased to analyse this case.
The woaman is conscious but drowsy and pale.
Height = 155 cm; weight = 50 kg
In the examination findings;
The temperature is 35.9oC, blood pressure 120/70 mmHg and heart rate 112/min. the
peripheral extremities are cold. The uterus is palpable to the umbilicus and felt sft. The
abdomen is ithewise soft an non-tender. On vaginal inspection ther is a seconf-degree tear
which has been sutured but you are unable to asses further due to the presence of profuse
bleeding.
The midwife ent blood test 30 min ago because she was concerned about the blood loss at the
time.
Haemoglobin 7.2 g/dL
Mean cell volume 99.0 fL
4
White cell count 3.200/mm3
Platelets 131.000/mm3
International normalized ratio (INR) 1.3
Activiated partial thromboplastin time (APTT) 39 s
Sodium 138 mmol/L
Potassium 3.5 mmol/L
Urea 5.2 mmol/L
Creatinine 64 umol/L
5
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Ferrous sulphate : preparat besi oral untuk mengatasi dan sebagai propilaksis anemia
defisiensi besi
2. Asam folat : suplemen berupa vitamin B kompleks yang larut dalam air
3. Liquor volume : volume cairan amnion
4. Lochia : secret vagina yang keluar dari seorang wanita yang telah
melahirkan
5. intervenous cannula : tube untuk memasukan cairan secara intravena
6. INR : rasio prothrombin time dengan waktu normal
7. APTT : tes darah untuk menilai trombosit (factor koagulasi/ factor
pembekuan) jalur intrinsic dan jalur bersama
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Ny. Anita 39 tahun G1P1A0, melahirkan bayi kembar laki-laki 2 jam yang lalu tanpa
komplikasi antenatal
2. Riwayat kehamilan
- Ny. Anita diberi ferosulfat dan asam folat sebagai propilaksis anemia selama kehamilan,
hb terakhir 10.9 g/dL pada kehamilan 38 minggu.
- Pertumbuhan janin dan cairan amnion dalam batas normal
3. Riwayat persalinan
- Lahir spontan (pervaginam) pada usia kehamilan 38 minggu 4 hari
- Kedua plasenta lahir komplit
- Karena gemeli, diberi cairan kanula intravena
- Lokia banyak sejak persalinan
4. Sekarang Ny. Anita mengalami perdarahan masif (500 mL) dengan keluar bekuan darah
5. Pemeriksaan fisik
- Penurunan kesadaran dan pucat
- TB : 155 cm
- BB : 50kg
- Temperature : 35.9oC
- BP : 120/70 mmHg
- HR: 112 x/menit
- Kulit (perifer) dingin
6
- Uterus teraba setinggi umbilicus dan lunak
- Abdomen lunak dan tidak tegang
- Inspeksi vagina didapatkan robekan derajat 2 pada perineum yang sudah dijahit dengan
perdarahan massif
6. Pemeriksaan laboratorium:
- Hb = 7,2 g/dl
- MCV 99,0 fL
- Leukosit 3200/mm3
- Trombosit
7
III. ANALISIS MASALAH
1. Ny. Anita 39 tahun G1P1A0, melahirkan bayi kembar laki-laki 2 jam yang lalu tanpa
komplikasi antenatal
a. Apa resiko kehamilan pada usia 39 tahun?
Jawab:
Ibu hamil pertama pada usia ≥ 35 tahun merupakan kehamilan terlalu tua (primi
tua). Kehamilan pada usia yang terlalu tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko
tinggi yang berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin.
Pada kehamilan primi tua :
(1) Kondisi kesehatan ibu mulai menurun
(2) Fungsi rahim menurun
(3) Kualitas sel telur berkurang
(4) Meningkatnya komplikasi medis dan persalinan
Menurut Rochjati (2003), resiko yang dapat terjadi adalah :
(1) Hipertensi/tekanan darah tinggi
(2) Pre-eklamspsi
(3) Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan dimulai
(4) Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam, bayi tidak dapat lahir dengan
tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
(5) Perdarahan setelah bayi lahir
(6) Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR < 2500 gr
b. Apa penyebab kelahiran kembar?
Jawab:
Faktor ras
Frekuensi kelahiran janin multiple memperlihatkan variasi yang nyata diantara
berbagai ras yang berbeda. Myrianthopoulos (1970) mengidentifikasi kelahiran ganda
terjadi 1 diantara 100 kehamilan kehamilan pada orang kulit putih, sedangkan pada orang
kulit hitam 1 diantara 80 kehamilan.
Pada kawasan di Afrika, frekuensi terjadinya kehamilan ganda sangat tinggi. Knox
dan Morley (1960) dalam suatu survey pada salah satu masyarakat pedesaan di Nigeria,
mendapatkan bahwa kehamilan ganda terjadi sekali pada setiap 20 kelahiran, kehamilan
pada orang Timur atau Oriental tidak begitu sering terjadi. Perbedaan ras yang nyata ini
8
merupakan akibat keragaman pada frekuensi terjadinya kehamilan kembar dizigot.
Perbedaan kehamilan ganda ini disebabkan oleh perbedaan tingkat Folikel Stimulating
Hormone yang akan mengakibatkan multiple ovulasi.
Faktor keturunan
Sebagai penentu kehamilan ganda genotip ibu jauh lebih penting dari genotip ayah.
White dan Wyshak (1964) dalam suatu penelitian terhadap 4000 catatan mengenai jemaat
gereja kristus orang-orang kudus hari terakhir, menemukan bahwa para wanita yang
dirinya sendiri dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun, wanita yang bukan
kembar tapi mempunyai suami kembar dizigot, melahirkan bayi kembar dengan frekuensi
1 per 116 kehamilan. Lebih lanjut, dalam analisis Bulmer (1960) terhadap anak-anak
kembar, 1 dari 25 (4%) ibu mereka ternyata juga kembar, tetapi hanya 1 dari 60 (1,7%)
ayah mereka yang kembar, keterangan didapatkan bahwa salah satu sebabnya adalah
multiple ovuasi yang diturunkan.
Faktor umur dan paritas
Untuk peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai dengan 7,
frekuensi kehamilan ganda akan meningkat. Kehamilan ganda dapat terjadi kurang dari
sepertiga pada wanita 20 tahun tanpa riwayat kelahiran anak sebleumnya, bila
dibandingkan dengan wanita yang berusia diantara 35 sampai 40 tahun dengan 4 anak
atau lebih. Di Swedia, Petterson dkk (1976), memastikan peningkatan yang nyata pada
angka kehamilan ganda yang berkaitan dengan meningkatnya paritas. Dalam kehamilan
pertama, frekuensi janin kembar adalah 1,3% dibandingkan dengan kehamilan keempat
sebesar 2,7%.
Faktor nutrisi
Nylander (1971) mengatakan bahwa peningkatan kehamilan ganda berkaitan dengan
status nutrisi yang direfleksikan dengan berat badan ibu. Ibu yang lebih tinggi dan
berbadan besar mempunyai resiko hamil ganda sebesar 25-30% dibandingkan dengan ibu
yang lebih pendek dan berbadan kecil. McGillivray (1986) juga memaparkan bahwa
kehamilan dizigotik lebih sering ditemui pada wanita berbadan besar dan tinggi
dibandingkan pada wanita pendek dan bertubuh kecil.
Faktor terapi infertilitas
Induksi ovulasi dengan menggunakan FSH plus chorionic gonadotropin atau
chlomiphene citrate menghasilkan ovulasi ganda. Insiden kehamilan ganda seiring
penggunaan gonadotropin sebesar 16-40%, 75% kehamilan dengan dua janin (Schenker
& co-workers, 1981). Tuppin dkk (1993) melaporkan dari Prancis, insiden persalinan
9
gemelli dan triplet terjadi karena induksi ovulasi dengan terapi human menopause
gonadotropin (hMG). Faktor resiko untuk kehamilan ganda setelah ovarium distimualsi
dengan hMG berpengaruh terhadap peningkatan jumlah estradiol dan injeksi chorionic
gonadotropin pada saat bersamaan akan berpengaruh terhadap karakteristik sperma,
meningkatkan konsenterasi dan motilitas sperma (Dickey, dkk 1992, Pasqualato
dkk,1999). Induksi ovulasi meningkatkan insiden kehamilan ganda dizigotik dan
monozigotik.
Faktor assisted reproductive technology (ART)
Teknik ART didesain untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan, dan juga
meningkatkan kemungkinan kehamilan ganda. Pasien pada kasus ini, pembuahan
dilakukan melalui teknik fertilisasi in vitro dengan melakukan seleksi terhadap ovum
yang benar-benar berkualitas baik, dan dua dari empat embrio ditransfer kedalam uterus.
Pada umumnya, sejumlah embrio yang ditransfer kedalam uterus maka sejumlah itulah
akan berisiko kembar dan meningkatkan kehamilan ganda.
c. Bagaimana fisiologi kehamilan bayi kembar (gemeli)?
Jawab:
Mekanisme :
Hasil akhir dari proses pengembaran monozigotik tergantung pada kapan pembelahan
terjadi. Apabila pembelahan terjadi 72 jam pertama setelah pembuahan, maka dua
embrio, dua amnion serta dua korion akan terjadi dan kehamilan diamnionik dan
dikorionik. Kemungkinan terdapat dua plasenta yang berbeda atau satu plasenta tunggal
yang menyatu. Apabila pembelahan terjadi antara hari ke 4 dan ke 8 maka dua embrio
akan terjadi, masing-masing dalam kantong yang terpisah dengan korion bersama, dengan
demikian menimbulkan dua embrio dengan kantong amnion bersama, dengan demikian
menimbulkan kehamilan kembar monoamnionik, monokorionik. Apabila terjadi
pembuahan terjadi lebih belakang lagi, yaitu setelah lempeng embrionik terbentuk, maka
pembelahannya tidak lengkap dan terbentuk kembar yang menyatu.
Jenis-jenisnya:
1. Kehamilan kembar dizigot
2/3 kehamilan kembar adalah dizigot yang berasal dari 2 telur, disebut juga heterolog,
binovuler, atau fraternal. Jenis kelamin sama atau berbeda, mereka berbeda seperti anak-
anak lain dalam keluarga. Kembar dizigot mempunyai mempunyai 2 plasenta, 2 korion,
10
dan amnion. Kadang-kadang 2 plasenta menjadi satu. Kembar tidak identik terjadi karena
pada saat ovulasi, ada dua ovum yang terlepas, dan keduanya dibuahi oleh sperma yang
berbeda, yang secara genetik hanya seperti dua anak yang dilahirkan dari orang tua yang
sama. dari situ proses kehamilan bayi kembar berlangsung seperti biasa, hanya saja
teradapat dua bayi dalam satu rahim, namun pada tempat yang berbeda dalam dinding
rahim.
Jenis kelamin bayi kembar tidak identik dapat sama dan dapat pula berbeda. Berbeda
dengan bayi kembar identik, Pada bayi kembar tidak identik, antara satu dengan yang
lainnya memiliki wajah yang tidak sama, serta kemiripan kepribadiannya. (Gambar 2)
Gbr 2. Proses kembar dizigot
2. Kehamilan kembar monozigot
Kehamilan kembar yang terjadi dari satu telur disebut kembar monozigot atau disebut
juga identik, homolog atau uniovuler. Kira-kira 1/3 kehamilan kembar adalah
monozigotik. Jenis kehamilan kedua anak sama, rupanya sama atau bayangan cermin;
mata, kuping, gigi, rambut, kulit dan ukuran antropologik pun sama. Bayi kembar
terbentuk saat satu sel telur dibuahi oleh satu sperma dan menjelma menjadi dua bayi.
kemudian telur yang sudah dibuahi itu memecah menjadi sel-sel, dan terbagi dalam
kelompok sel dan menjelma menjadi seorang bayi. (gambar 3)
Gbr. 3. Proses pembelahan
Kira-kira 1/3 kehamilan kembar monozigot mempunyai 2 amnion, 2 korion dan 2
plasenta, kadang kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu. Keadaan ini tak dapat
11
dibedakan dengan kembar dizigotik. Dua pertiga mempunya 1 plasenta, 1 korion dan 1
atau 2 amnion. Hal ini berbeda-bedang tergantung waktu pembelahan terjadi (gambar 4)
d. Bagaimana asuhan persalinan bayi kembar?
Jawab:
Bayi 1
Cek presentasi
- Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan lakukan monitoring
dengan partograf.
- Bila presentasi bokong lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal presentasi bokong.
- Bila letak lintang lakukan seksio seksarea.
Monitor janin dengan auskultasi berkala djj
Monitor kala II beri oksitoksin 2,5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5 % atau Ringer Laktat 10
tetes/menit.
Jangan melepaskan klem tali pusat dan jangan melahirkan plasenta sampai bayi terakhir
lahir.
Bayi II dan seterusnya
Segera setelah kelahiran bayi I :
- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya.
- Bila letak lintang lakukan versi luar.
- Periksa djj.
12
Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban pecah atau intak,
presentasi bayi.
Bila presentasi verteks :
- Bila kepala belum masuk, masukkan pada PAP secara manual.
- Ketuban dipecah.
- Periksa djj.
- Bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his adekuat.
- Bila 30 menit bayi belum lahir, lakukan tindakan menurut persyaratan yang ada ( vakum,
forseps, seksio).
Bila presentasi bokong:
- Lakukan persalinan pervaginam bila pembukaan lengkap bila dan bayi tersebut tidak
lebih besar dari bayi yang pertama.
- Bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his adekuat.
- Pecahkan ketuban.
- Periksa djj.
- Bila gawat janin lakukan ekstraksi.
- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginan lakukan seksio sesarea.
Bila letak lintang
- Bila ketuban intak, lakukan versi luar.
- Bila versi luar gagal dan pembukaan lengkap, lakukan versi ekstraksi
- Bila gagal lakukan seksio sesarea.
Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 iter cairan 60 tetes/menit atau
berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan lakukan
manajemen aktif kala III untuk mengurangi perdarahan pasca persalinan.
e. Bagaimana manajemen kelahiran kembar ?
Jawab:
Penatalaksanaan antepartum kehamilan kembar
Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pada kehamilan dengan penyulit kembar,
kita perlu :
1. Pemeriksaan antenatal lebih sering, mulai kehamilan 24 minggu pemeriksaan
dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap minggu, sehingga tanda-
13
tanda pre-eklamsi dapat diketahui dini dan penanganannya dapat dikerjakan dengan
segera. Setelah kehamilan 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang
karena dapat merupakan factor predisposisi partus prematurus.
2. Pada kehamilan kebutuhan ibu untuk pertumbuhan hamil kembar lebih besar dari hamil
tunggal, sehingga kebutuhan nutrisinya harus terpenuhi agar tidak terganggu
pertumbuhan janin dalam rahim.
3. Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi
untuk 2 bayi dan penambahan volema darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas
ferosus 3×100 mg secara rutin perlu dilakukan, selain zat besi dianjurkan untuk
memberikan asam folik sebagai tambahan, yaitu 5 mg asam folat dan satu tablet zatbesi
setiap hari.
4. Mencegah kelahiran janin yang terlalu preterm.
5. Mengidentifikasi gangguan pertumbuhan salah satu atau kedua janin dan janin yang
mengalaminya dilahirkan sebelum sekarat.
6. Mengeliminasi trauma janin selama persalinan dan kelahiran.
7. Mempersiapkan dokter yang ahli dalam perawatan neonates.
Disamping itu juga harus diperhatikan keadaan ibu dan janin seperti :
1. Nutrisi
Kebutuhan akan kalori, protein, mineral, vitamin, dan asam lemak esensial jauh
meningkat pada wanita dengan kehamilan multiple. Kehamilan multiple harus mengalami
pertambahan sekitar 25 kg (50 pon ), di anjurkan konsumsi energy harus ditingkatkan
sebsar 300 kkal/hari, suplementasi besi 60-100 mg/hari, asam folat 1 mg/hari.
2. Hipertensi ibu
Gangguan hipertensi akibat kehamilan jauh lebih besar kemungkinannya timbul pada
janin multiple.
14
3. Surveilans Antepartum
Pertumbuhan janin lebih lambat pada kehamilan multiple dibandingkan dengan gestasi
tunggal dan juga mungkin tidak sepadan di antara dua janin. Atas alasan tersebut
sepanjang trimester 3 biasanya dilakukan pemeriksaan sonografi serial, pertumbuhan
yang memadai dipastikan. Ketidaksepadanan ukuran merupakan kekhawatiran utama
apabila pertumbuhan salah satu janin terhambat, penilaian volume cairan amnion juga
penting karena adanya oligohidramnion mungkin menandakan patologi uteroplasenta dan
hal ini seyogyanya mendorong kita segera melakukan evaluasi terhadap kesejahtraan
janin.
4. Pemeriksaan kesehatan janin
Pada penatalaksanaan kehamilan multiple ordo tinggi sering digunakan uji non stress atau
profil bio fisik. Kompleksitas penyulit pada kehamilan multiple serta kemungkinan
kesulitan tekhnis dalam memisahkan janin-janin sewaktu dilakukan pemeriksaan
antepartum tampaknya membatasi manfaat metode-metode ini.
5. Velosimetri Doppler
Evaluasi resistensi vascular dengan Doppler dapat digunakan untuk menilai kesejahteraan
janin. Meningkatnya resistensi disertai berkurangnya kecepatan diastolic sering menyertai
pertumbuhan janin yang terhambat. Hasil-hasil pemeriksaan Doppler pada kembar dua
dan triplet sama dengan pada janin tunggal dan karenya dapat digunakan dengan cara
serupa.
6. Mencegah pelahiran preterm
Sebagai upaya untuk memperpanjang gestasi pernah digunakan beberapa tekhnik antara
lain tirah baring, terutama rawat inap di rumah sakit, pemberian obat betamimetik
profilaktik, dan cervical cerclage (pengikatan serviks) profilaktik.
7. Terapi tokolitik
Terapi tokolitik pada wanita dengan gestasi multiple menimbulkan resiko yang lebih
tinggi di bandingkan kehamilan tunggal,sebagian karena peningkatan volume plasma dan
15
kebutuhan kardiovaskular akan menyebabkan pasien rentan terhadap edema paru setelah
mendapat hidrasi dan terapi beta-mimetik.
8. Kortikosteroid untuk pematangan paru janin
Tidak terdapat bukti yang memuaskan bahwa kortikostiroid bermanfaat bagi janin
multipel . Sebagai contoh Turrentine dkk.(1996) tidak menemukan perbedaan hasil akhir
neonates antara 21 pasangan kembar yang mendapat terapi kortikosteroid optimal dan 63
pasangan kembar yang tidak mendapat terapi.
9. Prediksi persalinan preterm
Goldendbreg dkk. (1996) secara prospektif menapis lebih dari 50 faktor resiko protensial
untuk persalinan premature pada 147 kehamilan kembar dan mendapatkan bahwa hanya
panjang serviks dan fibronektin janin yang dapat memprediksi pelahiran preterm. Pada
usia gestasi 24minggu,panjang serviks yang lebih dari 25mm merupakan predictor terbaik
akan terjadinya pelahiran sebelum 32 minggu, dan pada 28 mingggu, fibronektin janin
yang positif merupakan pretiktor terbaik.
10. Pematangan paru
Berdasarkan pengukuran rasio lesitin-sfingomieli, kematangan paru biasanya berlangsung
serentak di antara kembar ( levenu,dkk1984). Selain itu,walaupun rasio ini biasanya
besarnya lebih lebih dari 2 setelah 36 minggu pada janin tunggal, pada kehamilan mutipel
rasio tersebut sudah tercapai pada sekitar 32 minggu. Namun , pada sebagian kasus
mungkin terjadi kesenjangan fungsi paru yang mencolok, ketika janin yang paling kecil
dan paling mengalami stress akan lebih cepat matang.
11. Penatalaksanaan menuggu pada pecah ketuban
Gestasi kembar di sertai ketuban pecah dini di berikan pinatalaksanaan menuggu seperti
pada kehamilan tunggal. Mercer,dkk.(1993). Membandingkan hasil akhir kehamilan
kembar dan tunggal yang mengalami ketuban pecah dini pada gestasi 19-36 minggu dan
mendapatkan bahwa persalinan terjadi lebih dini pada kehamilan kembar. Secara spesifik,
median waktu dari pecahnya ketuban sampai lahir adalah 1,1 hari pada kembar
16
dibandingkan 1,7 hari pada janin tunggal lebih dari 90% bayi dari kedua kelompok lahir
dalam 7 hari setelah ketuban pecah.
12. Penundaan lahirnya kembar kedua
Pernah di laporkan kasus-kasus dengan 1 atau lebih janin multipel lahir secara sangat
premature, dan karena aktifitas uterus terhenti,kehamilan di biarkan berlanjut sampai
lahirnya janin yang lain beberapa hri atau bahkan beberapa minggu kemudian. Trivedi
dan gillett (1998) mengkaji literature inggris dan mendapatkan 45 laporan kasus kelahiran
asinkron pada gestasi multipel umumnya kelahiran pertama terjadi akibat ketuban pecah
dini dan angka kelangsungan hidup bagi para janin ini sanat kecil. Namun, kehamilan
kembar atau triplet yang sebagian janinnya bertahan hidup berlanjut rata-rata selama 49
hari pentalaksanan dengan tokolitik,antibiotic, profilaktik,dan pengikatan serviks
tanpaknya tidak menghasilkan perbedaan. Apabila di usahakan terjadi kelahiran asinkron,
harus dilakukan evaluasi yang cermat atas infeksi, solusio, dan anomali congenital, dan
wanita yang bersangkutan di beri penyuluhan mendalam mengenai resiko-resiko ini.
Penatalaksanaan dalam persalinan
1. Untuk memilih metode yang optimal untuk kelahiran presentasi janin-janin itu harus
diketahui dengan tepat.
2. Presentasi kepala paling sering terjadi (50% bokong-dari semua kombinasi) diikuti
dengan kelahiran kepala-bokong, bokong-kepala, bokong-bokong, untuk presentasi
kepala-kepala persalinan pervaginam diperbolehkan seperti halnya pada presentasi kepala
tunggal, frekuensi DJJ harus dipantau terus menerus selama persalinan.
3. Setelah kelahiran dari kembar yang pertama, tali pusat dengan segera di klem, yang
dikeali sebagai kembar A, dan dipotong.
4. Pemeriksaan dalam kemudian dilakukan untuk menilai presentasi dan stasion kembar
kedua. Apabila kembar kedua presentasi kepala, persalinan dibiarkan berlanjut, frekuensi
DJJ kedua terus dipantau, bila kontraksi rahim tidak efektif oksitosin harus diberikan
dalam larutan encer dan persalinan dibiarkan berjalan.
5. Selang waktu optimal antara kehamilan kembar pertama dan kedua adalah 5-15 menit,
apabila lebih dari 30 enit dapat mengakibatkan insufiensi uteroplasenta yang dapat
17
mengakibatkan menurunnya aliran darah uteroplasenta yang diakibatkan oleh
berkurangnya voleme dalam rahim.
6. Pada presentasi lain,SC rutin harus dilakukan untuk mencegah cedera kelahiran dan
asfiksia potensial yang mungkin terjadi pada versi kaki dan ekstraksi sungsang total.
Semua persiapan untuk resusitasi dan perawatan bayi premature disediakan. Golongan
darah ibu sudah di tentukan dan persediaan darah diadakan mengingat kemungkinan
perdarahan post partum lebih besar. Pemakaian sedative perlu dibatasi. Epiosiotomi
mediolateral dikerjakan untuk memperpendek kala pengeluaran dan mengurangi tekanan
pada kepala bayi. Setelah bayi pertama lahir, segera dilakukan pemeriksaan luar dan
vaginal untuk mengetahui letak dan keadaan janin kedua. Bila janin dalam letak
memanjang, selaput ketuban dipecahkan dan air ketuban dialirkan perlahan-lahan untuk
menghindarkan prolapsus funikulli. Penderita dianjurkan meneran atau dilakukan tekanan
terkendali pada fundus uteri, agar bagian janin masuk dalam panggul, janin kedua turun
dengan cepat sampai kedasar panggul dan lahir spontan karena jalan lahir telah dilalui
anak pertama. Bila janin kedua dalam letak lintang denyut jantung janin tidak teratur,
tetapi prolapsus funikulli atau soluso plasenta, atau bila persalinan spontan tidak terjadi
dalam 15 menit, maka janin perlu dilahirkan dengan obstetric karena resiko akan
meningkat dengan meningkatnya waktu. Dalam letak lintang dicoba untuk mengadakan
versi luar dan bila tidak berhasil maka segera dilakukan versi ekstraksi tanpa narcosis,
pada janin dalam letak memanjang dapat dilakukan ekstraksi kunam pada letak kepala
dan ekstraksi kaki pada letak sungsang. Sectio sesaria dilakukan atas indikasi janin
pertama dalam letak lintang, prolaps funikulli, plasenta previa. Bila terjadi interloking,
bila keadaan tidak bias dilepaskan dilakukan dekapitasi atau SC menurut keadaan janin.
Setelah anak ke dua lahir penderita disuntik 10 satuan oksi dan tingginya fundus uteri
diawasi, jika ada tanda-tanda pelepasan plasenta maka plasenta dilahirkan, kala IV
diawasi secara cermat agar perdarahan post partum dapat diketahui dini dan
penanggulangan dapat dilakukan dengan segera.
Penatalaksanaan post partum
Terjadi gangguan kontraksi otot rahim yang menyebabkan atonia uteri yang menimbulkan
perdarahan dan retensio plasenta. Seseorang wanita dengan kehamilan ganda mempunyai
volume darah yang lebih besar dan mendapatkan beban ekstra pada system
18
kardiovaskuler, peregangan otot rahim yang menyebabkan iskemia uteri yang dapat
meningkatkan kemungkinan preklampsia dan eklampsia.
f. Bagaimana hubungan usia, kehamilan pertama dan gemeli dengan perdarahan pasca
persalinan(PPP)?
Jawab:
Pada kasus ini hubungan usia, kehamilan pertama dan gemeli dengan perdarahan
pasca persalinan (PPP) merupakan beberapa faktor resiko yang mencetuskan terjadinya
PPP pada Ny. Anita tersebut.
a. Usia :
- Usia maternal lanjut
Frekuensi kehamilan kembar meningkat dari 0 saat pubertas yaitu saat aktivitas
ovarium minimal, hingga puncaknya pada usia 37 tahun, saat terjadi stimulasi
maksimal hormon yang meningkatkan angka ovulasi ganda (peningkatan sendiri FSH
dalam serum sebagai tanda pertama penuaan reproduksi). Kehamilan kembar sendiri
merupakan salah satu penyebab atonia uteri yang bisa menyebabkan PPP.
- Usia maternal <20 tahun dan > 35 tahun merupakan faktor risiko.
Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi
reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca
persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
b. Kehamilan pertama :
Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan pada
paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus
terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan
terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar (Manuaba, 1998).
c. Gemeli :
Gemeliàoverdistensi uterus à hipotonia / lemahnya tonus atau kontraksi uterus à
kontraksi uterus tidak adekuatà kontriksi pembuluh darah (a.spiralis) pada tempat
19
pelepasan plasenta di miometrium tergangguà perdarahan terus berlanjut tanpa
hemostasis fisiologis.
Pada ibu dengan kehamilan gemeli terjadi peningkatan derajat perubahan fisiologis, di
antara nya :
Peningkatan volume plasma yang lebih besar yaitu 50-60% atau sekitar 500 ml lebih
banyak sedangkan pada kehamilan tunggal hanya 40-45%, sehingga anemia fisiologis
akibat hipervolemia lebih berat pada kehamilan ganda.
Uterus dan isinya dapat mencapat 10 L atau beratnya mencapai lebih dari 10 kg. (pada
kondisi tidak hamil berat 70 g dengan kapasitas 10 ml. Pada kehamilan tunggal
mencapai 5 liter dengan berat rata-rata 1100 gram)
Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >39 tahun) dapat menjadi
pencetus terjadinya distensi uterus yang berlebihan sehingga terjadi penurunan fungsi
miometrium juga menyebabkan rangsangan atau kontraksi serabut-serabut otot
miometrium semakin menurun dan lama-kelamaan terjadi kegagalan kontraksi uterus atau
yang disebut sebagai atonia uteri. Karena melahirkan anak kembar pula, kemungkinan
proses partus berlangsung lebih lama yang menyebabkan kelelahan otot untuk
berkontraksi lagi setelah janin lahir.
Lalu, pada saat persalinan dan plasenta lepas dari dinding uterus arteri yang rupture
gagal melakukan vasokonstriksi sehingga perdarahan terus menerus terjadi dan
perdarahan hebat yang bercampur dengan lochia membentuk pengeluaran gumpalan
darah.
2. Riwayat kehamilan
- Ny. Anita diberi ferosulfat dan asam folat sebagai propilaksis anemia selama kehamilan,
hb terakhir 10.9 g/dL pada kehamilan 38 minggu.
a. apa manfaat dan efek samping pemberian ferrosulfat dan asam folat terhadap ibu dan
janin selama kehamilan ?
jawab:
Fero sulfat
Merupakan preparat besi oral untuk membantu proses pembentukan sel darah
merah sehingga dapat mengatasi dan mencegah anemia.
20
Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi, seperti mual dan nyeri
lambung (7-20%), konstipasi (10%), diare (5%), dan kolik, serta feses yang
berwarna hitam.
Asam folat
Merupakan asam pteroilmonoglutamat, PmGA, untuk mengatasi anemia
megaloblastik. Pada wanita hamil dapat mencegah keguguran dan anak lahir cacat
(neural tube defect yaitu kelainan pada pembentukan otak dan sumsum tulang
belakang).
Efek samping utama berupa reaksi hipersensitifitas (anafilaksis, eritema, skin rash,
itching, malaise, rasa berat di dada, swelling pada wajah, bibir dan lidah, kesulitan
bernafas akibat bronchospasm). Efek samping lain, seperti nausea, nafsu makan menurun,
abdominal distention, flatulence, insomnia, dan kesulitan berkonsentrasi.
a. bagaimana interpretasi Hb 10,9 g/dL pada usia kehamilan 38 minggu?
Jawab:
Pada wanita hamil kadar Hb cenderung lebih rendah dibanding tidak hamil. Penurunan
Hb selama kehamilan dikarenakan penambahan volume plasma yang relatif lebih besar
daripada penambahan massa hemoglobin dan volume eritrosit. Nilai Hb 10,9 g/dL pada
usia kehamilan 38 minggu tergolong normal. Batas nilai Hb normal untuk wanita hamil
pada akhir kehamilan sekitar 9,8 - 12,3 g/dL.
Fungsi hipervolumia yang diinduksi selama kehamilan :
1) Untuk memenuhi kebutuhan uterus yang membesar dengan sistem vaskularisasi yang
mengalami hipertrofi.
2) Untuk melindungi ibu, dan juga janinnya, terhadap efek merusak dan terganggunya
aliran balik vena pada posisi terlentang dan berdiri tegak.
3) Menjaga ibu dari efek samping kehilangan darah pascapersalinan.
- Pertumbuhan janin dan cairan amnion dalam batas normal
a. apa makna klinis dari pernyataan diatas?
jawab:
21
Pertumbuhan janin normal menunjukkan tidak terhambatnya pertumbuhan janin yang
dapat disebabkan oleh hipertensi maupun solusio plasenta yang merupakan predisposisi
gangguan koagulasi.
Cairan amnion dalam batas normal menyingkirkan kausa perdarahan pospartum
akibat polihidramnion yang memicu atonia uteri ataupun akibat hipertensi
(oligohidramnion) yang berhubungan dengan gangguan koagulasi.
3. Riwayat persalinan
- Lahir spontan (pervaginam) pada usia kehamilan 38 minggu 4 hari
- Kedua plasenta lahir komplit
a. Bagaimana interpretasi kedua plasenta lahir komplit?
jawab:
Pelepasan plasenta itu menupakan fisiologis dari sebuah persalinan yang ditandai dengan
Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kotraksi dan retraksi miometrium sehingga
mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi
lebih kecil, sehingga plsenta mulai melepaskan diri dari dinding uterus dan tidak dapat
berkontraksi atau berinteraksi pada area pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk.
Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan
melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan ,mendorongnya keluar vagina disertai
dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001)
Oleh karena itulah makna klinisnya adalah berarti tidak adanya retentio plasenta
yaituplasennt yang telah lepas namun tidak mampu untuk keluar selama kurang lebih 30
menit setelah kelahiran yang bisa terjafi akibat
A. Fungsional:
1. His kurang kuat (penyebab terpenting)
2. Plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi di sudut tuba); bentuknya (plasenta
membranasea, plasenta anularis); dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta
yang sukar lepas karena penyebab di atas disebut plasenta adhesive
B. Patologi – anatomi:
22
1. Plasenta akreta
2. Plasenta inkreta
3. Plasenta perkreta
- Karena gemeli, diberi cairan kanula intravena
a. Mengapa pada kasus ini diberi cairan kanula intravena?
Jawab:
Tujuan pemasangan canul intaravena adalah
Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit,
Memulihkan keseimbangan asam basa
Memulihkan volume darah
Mengatasi syok
Menyediakan saluran terbuka untuk pemberian obat-obatan
Pada kasus ini diberikannya cairan intravena melalui kanul adalah untuk mengatasi
tanda – tanda syok hipovolemi yang terjadi akibat perdarahan pasca melahirkan , dengan
cara dimasukkan cairan yang isotonis dengan serum misalnya NaCl (0,9%) dan Ranger-
Laktat (RL) dengan tujuan mengganti cairan tubuh yang hilang untuk mengembalikan
curah jantung dan perfusi jaringan seceaet mungkin dan mencegah komplikasi akut
akibat syok hipovolemi.
- Lokia banyak sejak persalinan
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme lokia yang banyak?
Jawab:
Mekanisme :
Involusi uteri à lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik à lapisan desidua keluar bersama dengan cairan à lochia
Pengeluaran normal lochia selama masa persalinan adalah 240-270 ml. Dalam kasus tidak
diketahui sebanyak apa lochia sudah keluar.
23
4. Sekarang Ny. Anita mengalami perdarahan masif (500 mL) dengan keluar bekuan darah
a. apa komplikasi perdarahan 500 mL dengan keluar bekuan darah?
Jawab:
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan :
1. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah
ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak
ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis
tubulus renal dan selanjutnya meruak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah
di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan.
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut
menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga
akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis
kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi dapat mempengaruhi sistem endokrin.
b. apa makna klinis dan mekanisme dari perdarahan ?
Jawab:
Perdarahan yang terjadi merupakan Perdarahan Post Partum (PPH). Post Partum
Haemoragic (PPH) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama
setelah lahirnya bayi (Williams, 2007). Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi
2, yaitu:
- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Secara normal, setelah bayi lahir uterus akan mengecil secara mendadak dan akan
berkontraksi untuk melahirkan plasenta, menghentikan perdarahan yang terjadi pada
bekas insersi plasenta dengan menjepit pembuluh darah (disebut “living ligatures of the
24
uterus”) pada tempat tersebut. Apabila mekanisme ini tidak terjadi atau terdapat sesuatu
yang menghambat mekanisme ini (adanya sisa plasenta, adanya selaput plasenta yang
tertinggal, adanya bekuan darah, dsb.) akan terjadi perdarahan akibat lumen pembuluh
darah pada bekas insersi plasenta tidak tertutup atau tertutup tidak optimal. Perdarahan
juga dapat terjadi akibat adanya robekan pada jalan lahir, dan gangguan pembekuan
darah.
Pada kasus ini yang menjadipenyebab utama terjadinya PPH adalah akibat atonia uteri
karena perdisposisi salah satunya adalah kehamilan ganda (multiple). Diagnosis atonia
uteri ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau
lebih dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah
keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus
diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Tanda dan gejala atonia uteri
1. perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi
pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah
tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah
2. konsistensi rahim lunak/lembek
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya
3. fundus uteri naik
4. terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keriangat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
25
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah
melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum
secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi
pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi
apabila serabut-serabut miometrium tidak berkontraksi.
Pada kasus :
Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >35 tahun) à distensi uterus
yang berlebihan à penurunan fungsi miometrium (akibat kelelahan) à rangsangan
serabut-serabut otot miometrium ↓à kegagalan kontraksi uterus à atonia uteri à (pada
saat plasenta lepas dari dinding uterus) arteri yang rupture gagal dikonstriksi à
perdarahan post partum à perdarahan hebat yang bercampur dengan lochia à
perdarahan hebat dan pengeluaran gumpalan darah.
5. Pemeriksaan fisik
- Penurunan kesadaran dan pucat
- TB : 155 cm
- BB : 50kg
26
- Temperature : 35.9
- BP : 120/70 mmHg
- HR: 112 x/menit
- Kulit (perifer) dingin
- Uterus teraba setinggi umbilicus dan lunak
- Abdomen lunak dan tidak tegang
- Inspeksi vagina didapatkan robekan derajat 2 pada perineum yang sudah dijahit
dengan perdarahan massif
a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Jawab:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi dan
Mekanisme
Kesadaran Drowsy(mengantuk)
= apatis - somnolen
Pucat
Kompos mentis
Tidak pucat
Hipoperfusi otak
Anemis
Mekanisme :
PPH à kehilangan
darah >> à anemia
à hipoperfusi otak +
hipoperfusi jaringanà
<< kesadaran + pucat
TB: 155 cm
BB: 50 kg
BMI=20,81 18,5-24,9 Normal
Temperatur 35,9C 36,5C-37,2C Hipotermia
(Perdarahan berat à
vasokonstriksi
pembuluh darah)
Tekanan Darah 120/70 mmHg Systole: 100-140
mmHg
Dyastole: 60-90
Normal
(Syok terkompensasi)
27
mmHg
Denyut Nadi 112 x/min 60-100x/min Takikardi
(Perdarahan berat à
vasokonstriksi
pembuluh darah)
Bagian Perifer Dingin - Anemis, berkurangnya
pasokan darah ke
perifer
(hipoperfusi ke
perifer)
Uterus Fundus uteri teraba
setinggi umbilicus
dan terasa lunak
(kontraksi yang
lembek/kontraksi
uterus melemah)
Setelah plasenta
dan bayi lahir
uterus berkontraksi
dan fundus
menjadi keras.
Tinggi fundus
turun 2cm dibawah
umbilicus
Hipotoni, atonia uteri.
Uterus gagal kontraksi
à tinggi fundus tidak
menurun
Abdomen Lembut dan tidak
tegang
Lembut dan tidak
tegang
Normal
Inspeksi Vagina 1. Laserasi derajat
2 pada bagian
perineum dan
telah dijahit
2. Tidak bisa
diperiksa karena
terjadi
perdarahan yang
berlebihan
- 1. Normal
2. Perdarahan post
partum
b. Bagaimana derajat robekan pada perineum?
Jawab:
28
Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat :
Tingkat I : Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit
perineum
Tingkat II : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aranseralis, tetapi
tidak mengenai otot sfingerani.
Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa
rectum.
c. Bagaimana keadaan uterus setelah melahirkan?
Jawab:
- Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan.
Tinggi Fundus Uteri dan Berat dalam Masa Involusi
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram
29
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
esterogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
4) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat
implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
- Kontraksi
Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Selama 1
sampai 2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
tidak teratur maka penting pemberian oksitosin secara IM setalah plasenta lahir dan
menganjurkan ibu segera menyusui bayinya untuk pelepasan plasenta.
Hubungan ke kasus : Pada kasus ini uterus teraba di umbilicus , padahal seharusnya 2
jari di bawah pusat. Ini disebabkan karena masih adanya gumpalan-gumpalan darah di
uterus. Saat diraba uterus terasa lunak, padahal seharusnya uterus ini masih akan
berkontraksi untuk menutup bekas implantasi dari plasenta. Tidak adanya kontraksi
pada uterus atau uterus terasa lunak karena terjadi atonia uteri.
6. Pemeriksaan laboratorium:
- Hb = 7,2 g/dl
- MCV 99,0 fL
- Leukosit 3200/mm3
- Trombosit
30
a. Apa interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium
Jawab:
Pemeriksaan Labor Nilai Rujukan Nilai Pada Kasus Interpretasi
Haemoglobin 12 – 16 g/dL 7.2 g/dL Menurun
Mean cell volume 80 – 100 fL 99.0 fL Normal
White cell count 4000 – 5000/mm3 3.200/mm3 Menurun
Platelets 150.000-450.000/
mm3
131.000/mm3 Menurun
International normalized
ratio (INR)
2 – 3 1.3 menurun
Activiated partial thrombo
plastin time (APTT)
25 - 40 s 39 s Normal
Sodium 135 – 153 mEq/L 138 mmol/L Normal
Potassium 3.5 – 5.0 mEq/L 3.5 mmol/L Normal
Urea 8 - 25 mg/dl 5.2 mmol/L Normal
Creatinine 60 – 150 umol/L 64 umol/L Normal
MCV
mCV normal menegaskan bahwa anemia pada kasus bukan dikarenakan anemia
def.besi
Hemoglobin, Platelet, INR
Menurun akibat perdarahan yang terjadi pasca melahirkan menyebabkan komponen-
komponen dalam darah hilang dan konsentrasi dalam darah akan menurun
Sodium, Pottasium, Ureum, kreatinin
Sodium, Pottasium, Ureum, kreatinin normal mengindikasikan bahwa syok pada kasus
ini belum mengarah pada komplikasi gangguan pada fungsi ginjal
7. Pertanyaan tambahan
a. Penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang ?
Jawab:
31
Cara Penegakan Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan et causa Atonia Uteri
1. Anamnesis
a) Gejala atau keluhan utama: Perdarahan yang sangat banyak
b) Riwayat obstetrik: Kehamilan pertama
c) Riwayat abortus: -
d) Riwayat penyakit terdahulu: -
e) Riwayat penyakit keluarga: -
f) Informasi tambahan:
- Ny. Anita 39 tahun, kehamilan yang pertama, melahirkan anak kembar yaitu laki-laki,
24 jam yang lalu
* 39 tahun dengan kehamilan yang pertama (usia yang ekstrim untuk mengalami
kehamilan karena fungsi reproduksi sudah menurun) à faktor predisposisi atonia
uteri
* anak kembar “gemeli” (dapat menyebabkan distensi yang berlebihan pada uterus à
merupakan salah satu penyebab terjadinya atonia uteri)
- Ditemukan kain dibasahi oleh darah dan juga ditemukan gumpalan darah beku pada
tempat tidur ± 500 mL
2. Pemeriksaan Fisik
- Pasien dalam keadaan sadar tapi mengantuk dan pucat
- Temperature 35,9C
- Denyut nadi 112x/min
- Perifer terasa dingin
- Uterus teraba setinggi pusat dan kontraksi lunak
- Adanya perdarahan yang berlebihan
3. Pemeriksaan Lab
- Platelet menurun à adanya gangguan koagulasi à mengakibatkan perdarahan yang
berlebihan (salah satu faktor predisposisi atonia uteri)
4. Diagnosis Ditegakkan
- Perdarahan masih banyak dan aktif setelah plasenta dan bayi lahir
- Pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi
yang lembek
32
- Pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga darah masih ada sebanyak
500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam
uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap
Untuk menetukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya
trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi
2. Menentukan adanya gangguan koagulasi
3. USG à memastikan sisa plasenta dalam uterus
4. Fibrinogen dan produk degrasi fibrin (Pemeriksaan D-dimer) à menegakkan DIC
5. Dengan hitung protombrin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhanadengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini
penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.
b. Working Diagnosis dan Different Diagnosis?
Jawab:
PPP e.c. Atoni Uteri PPP e.c. Sisa PlasentaPPP e.c. Robekan Jalan
Lahir
Gejala primer:a. Uterus tidak
berkontraksi dan lembek
b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
Gejala sekunder:a. Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual, dan lain-lain)
Gejala primer:
a. Plasenta atau
sebagian selaput
(mengandung
pembuluh darah)
tidak lengkap
b. Perdarahan segera
Gejala sekunder:
a. Uterus berkontraksi
tetapi tinggi fundus
tidak berkurang
Gejala primer:
a. Perdarahan segera
b. Darah segar yang mengalir
segera setelah bayi lahir
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik
Gejala sekunder:
a. Pucat
b. Lemah
c. Menggigil
1. PPH e.c atonia uteri
33
2. PPH e.c laserasi jalan lahir
3. PPH e.c inversio uteri
GEJALA & TANDA TANDA & GEJALA LAINDIAGNOSIS
KERJA
Uterus tidak
berkontraksi dan
lembek
Perdarahan segera sete-
lah anak lahir
Syok
Bekukan darah pada
serviks / posisi terlen-tang
akan menghambat aliran
darah keluar
Atonia uteri
Darah segar yang
meng-alir segera
setelah bayi lahir
Uterus kontraksi dan
keras
Plasenta lengkap
Pucat
Lemah
Menggigil Robekan jalan
lahir
Uterus tidak teraba
Lumen vagina terisi
masa
Tampak tali pusat (bila
plasenta belum lahir)
Neurogenik syok
Pucat dan limbung
Inversio uteri
Ditemukan perdarahan masih aktif, banyak, dan bergumpal setelah bayi dan plasenta
lahir. Terjadi perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.
Working diagnosis kasus ini adalah postpartum hemorrhage e.c atonia uteria
c. Etiologi dan factor resiko ?
Jawab:
Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
34
- Hipotoni sampai atoni uteri
Akibat anestesi
Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
Partus lama, partus kasep
Partus presipitatus/partus terlalu cepat
Persalinan karena induksi oksitosin
Multiparitas
Korioamniotis
Pernah atoni sebelumnya
Sisa plasenta
Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
Plasenta susenturiata
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
Perdarahan karena robekan
- Episiotomi yang melebar
- Robekan pada perineum, vagina, dan serviks
- Ruptura uteri
Gangguan koagulasi
Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus
trombofilia, sindrom HELLP, preeklampsia, solusio plasenta, kematian janin
intrauterin, dan emboli air ketuban.
d. Epidemiologi ?
Jawab:
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika
Serikat diperkirakan 7 - 10 wanita tiap 100.000 kelahiranhidup. Data statistik nasional
Amerika Serikat menyebutkan sekitar 8% darikematian ini disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan (PPP). Di negaraindustri, PPP biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas
penyebab kematianmaternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi.
Di Indonesia, sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,sehingga sering
pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi PPP terlambat sampai ke rumah sakit, saat
datang keadaan umumnya sudah memburuk,akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes
RI, kematian ibu di Indonesia(2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan
35
43% dari angkatersebut disebabkan oleh PPP. Kematian ibu akibat PPP 45% terjadi pada
24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir dan 82-
88% dalam dua minggu setelah bayi lahir.
e. Patofisiologi kasus?
Jawab:
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik
setelah dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah lahir). Atonia uteri ditandai
dengan kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi dan
memendek sehingga terjadi darah keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi
tidak terkendali. Kegagalan kontraksi uterus pada kasus ini terjadi akibat distensi uterus
berlebihan dengan faktor risiko penyebab berupa kehamilan kembar. Selain itu kehamilan
diatas 35 tahun juga sangat berisiko untuk terjadinya PPP, fungsi reproduksi wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan
untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar.
Primipara memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan multipara, karena pada primi terjadi
perubahan fisik dan psikologis yang kompleks dan baru pertama dihadapinya.Perubahan-
perubahan ini sangat memerlukan adaptasi dan penyesuaian diri dari wanita tersebut.
Namun pada ibu yang belum bisa beradaptasi dengan hal ini dapat meningkatkan resiko
dan komplikasi yang akan dihadapinya saat persalinannya nanti.
Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >35 tahun) à distensi
uterus yang berlebihan à penurunan fungsi miometrium (akibat kelelahan) à
rangsangan serabut-serabut otot miometrium ↓à kegagalan kontraksi uterus à atonia
uteri à (pada saat plasenta lepas dari dinding uterus) arteri yang rupture gagal
dikonstriksi à perdarahan post partum
f. Manifestasi klinis?
Jawab:
Manifestasi klinis dari PPH ec. Atonia Uteri:
Uterus tidak berkontraksi dan lembek
Perdarahan segera setelah anak lahir
Gejala syok (anemia, hipotensi, takikardi)
Bekuan darah pada serviks/posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.
36
g. Komplikasi yang terjadi pada kasus?
Jawab:
1. Pada masa kehamilan
Hidramnion
Prematuritas
Kelainan letak
Plasenta pervia
Solusio plasenta
Monster fetus
2. Komplikasi postpartum
Atonia uteri
Retensio plasenta
Plasenta rest
Perdarahan postpartum
Mudah infeksi
Syok hemoragik
Akibat perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat
banyaknya darah yang keluara. Gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh akibat
perdarahan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus
renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal. Bila hal ini terus terjadi dapat
menyebabkan kematian ibu.
Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostasis dalam darah, termasuk hematokrit darah. Anemia dapat
37
berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak
bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.
Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi akibat jangka panjang dari perdarahan pascapersalinan sampai
syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan
nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi
system endokrin.
h. Tatalaksana (algoritme) pada kasus?
Jawab:
Penjelasan Umum
Tahapan penatalaksanaan perdarahan pasca salin berikut ini dapat disingkat dengan istilah
: HAEMOSTASIS. Setiap kasus PPP berisiko meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pada ibu sehingga kondisi ini perlu diinformasikan kepada keluarga beserta tahapan-
tahapan resusitasi yang akan dilaksanakan. Harus dipastikan bahwa proses ini diakhiri
dengan penandatanganan informed consent.
Bila berhadapan dengan perdarahan yang terus berlangsung klinisi harus segera
menentukan penyebab perdarahan sambil melakukan resusitasi (step 1)
1. ask for HELP. Segera memninta pertolongan, atau dirujuk ke rumah sakit bila
persalinan di bidan/PKM. Kehadiran SpOG, bidan, ahli anasthesi dan hematologist
sangat penting. Pendekatan multidisipliner dapat mengoptimalkan monitoring dan
pemberian cairan. Monitoring elektrolit dan parameter koagulasi adalah data yang
penting untuk penetuan tahap berikutnya.
2. Assess and resuscitate. Penting sekali untuk segera menilai jumlah darah yang keluar
seakurat mungkin dan menentukan derajat perubahan hemodinamik. Lebih baik
overestimate jumlah darah yang hilang dan bersikap proaktif daripada underestimate
dan bersikap menunggu/pasif. Nilai tingkat kesadaran, nadi, tekanan darah, dan bila
fasilitas memungkinkan, saturasi oksigen harus dimonitor. Saat memasang jalur
infuse dengan abbocath 14G – 16G, harus segera diambil specimen darah untuk
pemeriksaan Hb, profil pembekuan darah, elektrolit , golongan darah serta
crossmatch. (RIMOT = resusitasi, infuse 2 jalur, monitoring keadaan umum, nadi dan
38
tekanan darah, oksigen dan pendekatan tim). Diberikan cairan kristaloid dan koloid
secara cepat sambil menunggu hasil crossmatch.
3. Establish etiology , Ensure Availability of Blood. Sambil melakukan resusitasi juga
dilakukan upaya menentukan etiologi PPS. Nilai kontraksi uterus, cari adanya cairan
bebas di cavum abdomen, bila ada risiko rupture (pada kasus bekas seksio atau partus
buatan yang sulit), atau bila kondisi pasien lebih buruk dari pada jumlah darah yang
keluar.Harus dicek ulang kelengkapan plasenta dan selaput plasenta yang telah
berhasil dikeluarkan. Bila perdarahan terjadi akibat morbidly adherent placentae saat
seksio sesarea dapat diupayakan hemostatic sutures, ligasi arteri hipogastrika dan
embolisasi arteria uterine. Keadaan ini sering terjadi pada kasus plasenta previa pasca
seksio sesarea.
4. Massage the uterus . Perdarahan setelah plasenta lahir harus segera ditangani dengan
masase uterus dan pemberian obat-obatan uterotonika. Bila uterus tetap lembek harus
dilakukan kompresi bimanual interna dengan menggunakan kepalan tangan kanan
didalam uterus dan telapak tangan kiri melakukan masase fundus uteri.
5. Oxytocin infusion / Prost glandin. Dapat diberikan oksitosin 40 Unit dalam 500 cc.
normal saline dan dipasang dengan kecepatan 125 cc/jam . Hindari kelebihan cairan
karena dapat menyebabkan edema pulmoner hingga edema otak yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kejang karena hiponatriemia. Hal ini timbul karena efek
antideuretic hormone (ADH)-like effect dan oksitosin. Jadi monitoring ketat keluar
masuknya cairan sangat penting dalam pemberian oksitosin dosis besar. Bila PPP
tidak berespon dengan pemberian ergometrin dan oksitosin, dapat diberikan
misioprostol 800 – 1000 ug per-rektal. Selain itu perlu diberikan transfusi darah atau
fresh frozen plasma (FFP) untuk menggantikan factor pembekuan yang turut hilang.
Direkomendasikan pemberian 1 liter FFP ( 15 ml/kg ) setiap 6 unit darah. Pertahankan
trombosit diatas 50.000; dan bila perlu diberikan transfuse trombosit.. Cryoprecipitat
direkomendasikan bila terjadi DIC yang ditandai dengan kadar fibrinogen < 1gr/dl
( 10 gr /L).
6. Shift to theatre. Bila perdarahan masih tetap terjadi , segera pasien dievakuasi ke
ruang operasi. Pastikan untuk menyingkirkan sisa plasenta atau selaput ketuban dan
kalau perlu dengan eksplorasi kuret. Kompresi bimanual dilakukan selama ibu dibawa
ke ruang operasi.
7. Tamponade or uterine packing. Bila perdarahan masih berlangsung setelah langkah
langkah diatas, pikirkan juga kemungkinan adanya koagulopati yang menyertai atonia
39
yang refrakter. Tamponade uterus dapat membantu mengurangi perdarahan. Tindakan
ini juga dapat memberi kesempatan koreksi factor pembekuan. Segera libatkan
tambahan tenaga dokter spesialis kebidanan dan hematologist dan persiapan ruang
ICU. Dapat dilakukan pemasangan Sengstaken Tube yang mempunyai nilai prediksi
positif 87%. Variasinya bisa dipakai Sengstaken Blakemore Oesophageal Catheter
(SBOC) atau dapat dipakai Rush Urological Hydrostatic Baloon dan Bakri SOS
Baloon. Biasanya dimasukkan 300 – 400 cc cairan untuk mencapai tekanan yang
cukup adekuat sehingga perdarahan berhenti. Atau yang paling sederhana dan murah
adalah tamponade memekai kondom-kateter, yang bisa temporer atau final tergantung
masih ada perdarahan atau tidak.
8. Apply compression suture. Pertimbangan untuk bedah konservatif maupun radikal
adalah sangat krusial , kritis dan perlu banyak pertimbangan. Perkiraan darah yang
telah hilang, yang masih berlangsung , keadaan hemodinamik dan paritas memerlukan
keputusan yang tepat dan cepat. B-Lynch suture dianjurkan dengan memakai chromic
catgut no. 2 atau Vicryl 0 (Ethicon). Cara ini dipilih bila tes dengan manual kompresi
berhasil menghentikan perdarahan. Cara ini banyak dikembangkan modifikasi
disesuaikan dengan fasilitas dan cara mengerjakan yang lebih simple.
9. Systemic Pelvic Devascularization : ligasi arteria uterine atau ligasi arteri
hypogastrica.
10. Subtotal or total abdominal hysterectomy. Tujuannya untuk menyelamatkan nyawa
dan diutamakan pada ibu yang sudah mempunyai anak cukup (complete family).
** Bila tindakan medis tak berhasil maka tindakan bedah dapat dilakukan sesuai dengan
urutan diatas yang terdiri dari pilihan : tamponade utrus; ligasi arteri uterine ; ligasi arter
iliaca /hypogastric ; tehnik suture kompresi dan terakhir dengan tindakan histerektomi.
40
Atonia Uteri
Langkah – langkah :
- Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia
- Lakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika dan kompresi bimanual.
- Berikan transfusi darah bila perlu
- Lakukan uji beku darah untuk kofirmasi
- Bila masih terjadi perdarahan, lakukan :
Kompresi bimanual eksternal; menekan uterus melalui dinding abdomen dengan
saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yg melinkupi uterus.Pantau aliran
darah yang keluar.Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan hingga kontraksi
baik atau rujuk. Bila gagal coba kompresi bimanual internal
Kompresi bimanual internal : Uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding
abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam
miometrium sebagai pengganti mekanisme kontraksi. Perhatikan perdarahan yg
terjadi, jika kurang tunggu hingga kontraksi baik. Jika gagal, lakukan kompresi
aorta abdominalis
41
Kompresi aorta abdominalis : Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan
kiri,pertahankan posisi tersebut.Genggam tangan kanan kemudian tekankan pada
daerah umbilikus,tegak lurus dengan sumbu badan hingga mencapai kolumna
vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat mengurangi
denyut arteri femoralis.Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yg
keluar
Pada RS rujukan : lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika atau histerektomi
i. Pencegahan yang dilakukan untuk kasus ini?
Jawab:
Antenatal care yang baik dan mencegah terjadinya anemia dalam kehamilan
merupakan hal yang paling penting. Karena pada persalinan nanti akan kehilangan darah
yang akan membahayakan ibu. Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi
risiko perdarahan postpartum lebih dari 40% dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat
tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia dan kebutuhan transfuse darah.
42
Kebutuhan utama oksitosin sebagai pengcegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani eperti
ergometrin.Pemberian okitosin paling bermanfaat mencegah atonia uteri.Pada manajemen
kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protocol yaitu
pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit perliter IV drip 100-150 cc/jam.
j. Prognosis pada kasus?
Jawab:
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Bila syok dapat diatasi dan keadaan umum ibu membaik.
k. Skdi pada kasus?
Jawab:
Tingkat kemampuan 3
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
43
HIPOTESIS
Ny. Anita 39 tahun G1P1A0 mengalami postpartum hemorraghic karena melahirkan bayi
kembar dan factor usia ibu
44
LEARNING ISSUE
KEHAMILAN KEMBAR
Kehamilan adalah sebuah proses yang normal dan fisiologis bagi seorang ibu. Karena
tentunya seorang anak atau pun bayi lahir di dunia ini atas ijin dan kehendak Allah serta
melalui perantara seorang ibu yang hamil. Bila ibu mengandung bayi janin yang kembar,
adakah tanda dan ciri khusus mempunyai kehamilan anak kembar ini.
Ada beberapa tanda ibu hamil bayi kembar dalam kandungannya. Pengertian
kehamilan adalah sebuah proses yang diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada
saluran telur yang kemudian bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel
yang akan bertumbuh (BKKBN, 2004). Nah pada anak atau bayi yang kembar maka sel telur
yang dibuahi berjumlah dua sehingga terjadilah proses kehamilan bayi kembar.
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dimana terdapat dua atau lebih janin
dalam rahim seorang ibu hamil. Kehamilan kembar ini bisa terjadi karena terjadi pembuahan
dua atau lebih sel telur. Atau bisa juga terjadi karena satu sel telur yang dibuahi membelah
diri secara dini hingga terbentuk dua embrio ( calon bayi ) yang sama pada tahap awal
kehamilan. Dan inilah yang dimaksud fisiologis bayi dalam kandungan seorang ibu akan
menjadi kembar 1, 2 bahkan bisa sampai 4 kembar bayi.
Ada beberapa faktor pendukung ataupun faktor yang bisa menyebabkan seorang ibu
mempunyai bisa mempunyai keturunan bayi yang kembar dan faktor tersebut adalah :
1. Faktor Keturunan. Ada sebuah analisis kesehatan yang menghasilkan data bahwa dari
25 anak kembar 4 % diantaranya dilahirkan dari ibu yang juga kembar, dan dari 60 anak
kembar hanya 1,7 % saja yang dilahirkan dari ibu yang mempunyai suami kembar. Jadi
faktor keturunan bisa mempunyai peranan dalam proses kehamilan bayi kembar.
2. Ras. Faktor ras juga berpengaruh dalam hal ini. Myrianthopoulus (1970)
mengidentifikasi kehamilan kembar terjadi 1 diantara 100 kehamilan pada orang kulit
putih dan pada orang kulit hitam terjadi 1 diantara 80 kehamilan.
3. Faktor asupan nutrisi gizi ibu hamil. Nylander (1971) mengatakan peningkatan
kehamilan kembar berkaitan dengan nutrisi yang direfleksikan dengan peningkatan
berat badan ibu. Seorang ibu dengan badan yang besar dan tinggi mempunyai resiko
hamil kembar berkisar antara 25 % - 30 %.
45
Tanda kehamilan janin kembar dapat kita kenali dari beberapa tanda gejala seorang
ibu hamil. Berikut beberapa tanda ciri kehamilan kembar yang bisa kita ketahui sebagai
berikut :
Perut ibu akan terlihat lebih besar daripada perut ibu yang hamil pada umumnya. Ukuran
yang melebihi normal ini biasanya akan terlihat ketika usia kehamilan ibu telah beranjak
memasuki trimester yang ke 2. Hal yang mudah, bandingkan saja dengan ibu hamil yang
biasa dengan ibu yang diduga memiliki kehamilan janin dua. Jika lebih besar maka
kemungkinan bisa merupakan kehamilan yang sama. Ini juga merupakan salah satu cara
mengetahui kehamilan bayi kembar yang bisa dilakukan secara pribadi ibu.
Terkadang ibu hamil akan merasakan mual-muntah atau morning sickness yang lebih
parah daripada umumnya kehamilan seorang ibu. Hal ini karena peningkatan dari hormon
hCG (human Chorionic Gonadotropin) mengalami peningkatan tajam.
Rabalah perut ibu dengan lembut, cari bagian besar yang agak menonjol. Pada kehamilan
tunggal akan teraba dua bagian besar, yaitu kepala dan bokong. Sementara pada
kehamilan kembar, akan teraba tiga atau lebih bagian besar. Akan teraba satu bokong dan
dua kepala, dua bokong dan satu kepala, dua kepala dua bokong, dan seterusnya. Minimal
akan teraba tiga bagian besar. Dan ini pula yang bisa menjadi tanda kehamilan lebih dari
1 janin.
Dalam dunia kedokteran maka pemeriksaan kehamilan yang bisa memastikan bahwa ada
bayi kembar adalah dengan menggunakan alat yang disebut dengan USG. Dengan
menggunakan USG ini akan jelas terlihat bila memang sang ibu sedang mengandung anak
kembar. Dan ini adalah salah satu cara efektif dan terbukti untuk memastikan adanya
sebuah kehamilan yang kembar atau pun janin bayi yang kembar dalam satu kandungan.
Dari pemeriksaan kehamilan kembar ini juga sang Dokter dapat mendengarkan dua detak
jantung. Dua detak jantung yang terpisah dapat dibuktikan sampai usia kehamilan 12
minggu. Pada sekitar usia 28 minggu, sangat mungkin untuk membedakan dua kepala
janin dan beberapa bagian kecil ketika melakukan pemeriksaan USG.
Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan 2 janin atau lebih. Kehamilan
kembar lebih banyak terjadi pada kehamilan yang berasal dari fertilisasi in vitro (bayi
tabung) daripada kehamilan spontan. Prawirohardjo (1948) melaporkan bahwa diantara
16.288 persalinan terdapat 197 persalinan gemelli (kembar 2) dan 6 persalinan triplet
(kembar 3).
46
Faktor yang mempengaruhi frekuensi kehamilan kembar
Bangsa: bangsa Afrika memiliki frekuensi kehamilan kembar lebih tinggi dari kulit putih
Keturunan (keturunan kembar dari pihak bapak tidak meningkatkan kemungkinan
kehamilan kembar)
Umur : semakin tinggi umur semakin tinggi frekuensinya (> 35 tahun), setelah umur 40
tahun frekuensi kehamilan kembar menurun lagi
Paritas (angka kehamilan) ibu : frekuensi kehamilan kembar meningkat sesuai dengan
paritas ibu
Waktu : kemungkinan kehamilan kembar meningkat sesaat setelah penghentian
kontrasepsi pil
Terapi infertilitas : baik menggunakan obat peningkat kesuburan ataupun In Vitro
Fertilization (bayi tabung). Obat-obatan dapat merangsang indung telur untuk
mengeluarkan telur lebih dari satu yang dapat dibuahi pada waktu yang sama. IVF adalah
prosedur memasukkan embrio multipel ke dalam rahim untuk meningkatkan
kemungkinan kehamilan. Sekitar 25-30% kehamilan dari IVF adalah kembar, 5% triplet
(kembar 3), dan <1% adalah kuadriplet (kembar 4) atau lebih
Jenis Kehamilan Kembar
1. Kehamilan Kembar Monozigotik
Kehamilan kembar monozigotik atau disebut juga identik adalah kehamilan kembar
yang terjadi dari 1 telur yang dibuahi oleh 1 sperma. Untuk alasan yang tidak
diketahui, telur yang sudah dibuahi membelah menjadi dua atau lebih embrio pada
perkembangan tahap pertama. Kembar identik pada umumnya memiliki ari-ari yang
sama tetapi kantung amnion yang terpisah pada rahim. Pada kasus yang jarang terjadi,
kembar identik memiliki 1 kantung amnion. Kedua anak tersebut memiliki jenis
kelamin yang sama, rupa sama, sidik jari dan telapak sama. Kehamilan ini jarang
terjadi.
1. Kehamilan Kembar Fraternal (Dizigotik)
Kehamilan kembar dizigotik adalah kehamilan yang berasal dari 2 telur yang dibuahi
sperma yang berbeda. Jumlah kehamilan ini kira-kira 2/3 total kehamilan kembar.
Jenis kelamin dapat sama atau berbeda, dan mereka berbeda seperti anak-anak lain
dalam keluarga.
47
Tanda dan Gejala Kehamilan Kembar
Tanda dan gejala yang ditemukan pada umumnya adalah rahim tumbuh lebih
besar dari usia kehamilan dan penambahan berat badan ibu yang mencolok sebanyak 18-
23 kg yang tidak disebabkan karena bengkak atau obesitas. Berdasarkan pemeriksaan
fisik didapatkan janin multipel serta terdengarnya 2 denyut jantung janin dalam rahim.
Secara umum derajat fisiologi ibu lebih besar pada kehamilan dengan janin
multiple dibandingkan dengan janin tunggal.
- Sejak trimester pertama wanita dengan gestasi multiple sering mengalami mual
muntah yang jauh melebihi yang biasanya terjadi pada kehamilan tunggal
- Peningkatan normal volume darah ibu sekitar 50 – 60 % yang setara dengan
penambahan jumlah darah ibu sekitar 500 ml.
- Massa sel darah merah juga meningkat tetapi lebih kecil pada kehamilan kembar
dibandingkan pada kehamilan tunggal sehingga terjadi anemia fisiologis yang lebih
berat
- Wanita dengan janin kembar memperlihatkan Hb 10 g/dl sejak usia gestasi 20 minggu
- Meningkatnya kebutuhan zat besi dan asam folat
- Pada usia gestasi 20 minggu terjadi penurunan tekanan diastolic < 80 mmHg dan
meningkat> 15 mmHg diantara pertengahan kehamilan sampai persalinan
Yang harus dilakukan untuk kehamilan kembar
1. Mengkonsumsi nutrisi yang cukup, kalori, asam folat, zat besi, dan kalsium
2. Hindari alkohol, merokok, kafein berlebihan, obat-obatan, bahan-bahan kimia,
roentgen x-ray, produk kosmetik, dan bahan makanan yang terkontaminasi
3. Kurangi aktivitas fisik. Beberapa dokter menganjurkan untuk menghentikan
aktivitas fisik setelah 24 minggu kehamilan
4. Istirahat cukup terutama setelah minggu ke-24 kehamilan
5. Kontrol teratur ke dokter
Patofisiologi
Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi
dan seringkali terjadi putus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari,
triplet 246 hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ±
2500gram, triplet 1800gram, kuadriplet 1400gram. Penentuan zigositas janin dapat
ditentukan dengan melihat plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila
48
terdapat satu amnion yang tidak dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah
monozigotik. Bila selaput amnion dipisahkan oleh korion, maka janin tersebut bisa
monozigotik tetapi lebih sering dizigotik.1,2 Pada kehamilan kembar dizigotik hampir
selalu berjenis kelamin berbeda. Kembar dempet atau kembar siam terjadi bila hambatan
pembelahan setelah diskus embrionik dan sakus amnion terbentuk, bagian tubuh yang
dimiliki bersama dapat.
Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan
kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea
dan muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilan-kehamilan tunggal. Perluasan
volume darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan
rata-rata kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml
lebih banyak dibanding dengan persalinan dari janin tunggal.
Massa sel darah merah meningkat juga, namun secara proporsional lebih sedikit pada
kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada kehamilan tunggal, yang
menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar haemoglobin kehamilan
kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan. Sebagaimana
diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat sebagai akibat dari
peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus yang lebih
besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama
kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari
20 pon. Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari
jumlah cairan amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut.
Dalam keadaan ini mudah terjadi kompresi yang cukup besar serta pemindahan
banyak visera abdominal selain juga paru dengan peninggian diaphragma. Ukuran dan
berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi keberadaan wanita untuk lebih
sekedar duduk.
Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal
dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari
uropati obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera
kembali ke normal setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis
49
terapeutik dapat dilakukan untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk
memungkinkan kehamilan dilanjutkan.
Berbagai macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-
komplikasi maternal yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan
kembar.
MANAGEMEN BAYI KEMBAR
Bayi 1
Cek presentasi
- Bila verteks lakukan pertolongan sama dengan presentasi normal dan lakukan monitoring
dengan partograf.
- Bila presentasi bokong lakukan pertolongan sama dengan bayi tunggal presentasi bokong.
- Bila letak lintang lakukan seksio seksarea.
Monitor janin dengan auskultasi berkala djj
Monitor kala II beri oksitoksin 2,5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5 % atau Ringer Laktat 10
tetes/menit.
Jangan melepaskan klem tali pusat dan jangan melahirkan plasenta sampai bayi terakhir
lahir.
Bayi II dan seterusnya
Segera setelah kelahiran bayi I :
- Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan adanya bayi selanjutnya.
- Bila letak lintang lakukan versi luar.
- Periksa djj.
Lakukan pemeriksaan vaginal untuk : adanya prolaps funikuli, ketuban pecah atau intak,
presentasi bayi.
Bila presentasi verteks :
- Bila kepala belum masuk, masukkan pada PAP secara manual.
- Ketuban dipecah.
- Periksa djj.
- Bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin dipercepat sampai his adekuat.
50
- Bila 30 menit bayi belum lahir, lakukan tindakan menurut persyaratan yang ada ( vakum,
forseps, seksio).
Bila presentasi bokong:
- Lakukan persalinan pervaginam bila pembukaan lengkap bila dan bayi tersebut tidak
lebih besar dari bayi yang pertama.
- Bila tak ada kontraksi sampai Bila tak timbul kontraksi dalam 10 menit, tetesan oksitosin
dipercepat sampai his adekuat.
- Pecahkan ketuban.
- Periksa djj.
- Bila gawat janin lakukan ekstraksi.
- Bila tidak mungkin melakukan persalinan pervaginan lakukan seksio sesarea.
Bila letak lintang
- Bila ketuban intak, lakukan versi luar.
- Bila versi luar gagal dan pembukaan lengkap, lakukan versi ekstraksi
- Bila gagal lakukan seksio sesarea.
Pasca persalinan berikan oksitosin drip 20 IU dalam 1 iter cairan 60 tetes/menit atau
berikan ergometrin 0,2 mg IM 1 menit sesudah kelahiran anak yang terakhir dan lakukan
manajemen aktif kala III untuk mengurangi perdarahan pasca persalinan.
POSTPARTUM HEMORHAGIC
a. Definisi
Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan yang melebihi 500 mL setelah
bayi lahir. PPP merupakan salah satu dari tiga penyebab klasik kematian ibu di samping
infeksi dan preeclampsia.
Berdasarkan saat terjadinya PPP dapat dibagi menjadi :
1. PPP primer
Terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai
robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang bisa karena
inversion uteri.
2. PPP sekunder
Terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.
b. Epidemiologi
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya.
Paling sedikit 128.000 perempuan mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian
51
besar kematian tersebut terjadi dalam waktu empat jam setelah melahirkan dan
merupakan akibat dari masalah yang timbul selama persalinan kala tiga. Sementara itu
literatur lain mengatakan perdarahan massif terjadi pada sekitar 5-15% perempuan setelah
melahirkan. PPP yang dapat menyebabkan kematian ibu 45% terjadi pada 24 jam pertama
setelah bayi lahir, 68-73% dalam satu minggu setelah bayi lahir, dan 82-88% dalam dua
minggu setelah bayi lahir. Di Indonesia, perdarahan merupakan penyebab kematian
nomor satu ( 40 – 60% ) kematian ibu melahirkan.
c. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi :
1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta
a. Hipotonia sampai atonia uteri
Akibat anestesi
Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)
Partus lama, partus kasep
Partus presipitatus/pertus terlalu cepat
Persalinan karena induksi oksitosin
Multiparitas
Korioamnionitis
Pernah atonia sebelumnya
b. Sisa plasenta
Kotiledon atau selaput ketuban tersisa
Plasenta susenturuiata
Plasenta akreta, inkreta, perkreta
2. Perdarahan karena robekan
a. Episiotomy yang melebar
b. Robekan pada perineum, vagina, dan serviks
c. ruptura uteri
3. Gangguan koagulasi
a. Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus trombofilia,
sindroma HELLP, preeclampsia, solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan
emboli air ketuban.
Factor resiko :
a. Umur <20 tahun atau >35 tahun
b. Pendidikan rendah
52
c. Paritas satu dan paritas tinggi (>3)
d. Jarak Antar Kelahiran yang terlalu dekat
e. Riwayat Persalinan Buruk Sebelumnya
f. Anemia
Penyebab Perdarahan Postpartum Primer
a. Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah
persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak
mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah
terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang
terbuka pada bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas keseluruhan
(Faisal, 2008).
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan.
Miometrum lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dan ditembus oeh pembuluh darah.
Masing-masing serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga tiap-tiap dua buah
serabut kira-kira berbentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot
seperti tersebut diatas, jika otot berkontraksi akan menjepit pembuluh darah.
Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya
pendarahan pasca persalinan (Faisal, 2008).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat :
1. Partus lama
2. Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
hidramnion atau janin besar
3. Multiparitas
4. Anestesi yang dalam
5. Anestesi lumbal
Selain karena sebab di atas atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan
kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
(Wiknjosastro, 2005).
b. Retensio Plasenta
53
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir setengah jam
setelah janin lahir. Hal tersebut disebabkan (Wiknjosastro, 2005) :
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
2. Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila
sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk
segera mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan:
1. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)
2. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus desidua
sampai miometrium (plasenta akreta)
3. Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis menembus sampai di
bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta (inkarserasio plasenta).
c. Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan
postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil
plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin.
Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta
dikeluarkan (Faisal, 2008).
d. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca
persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan
serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan
pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga
perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber
dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari
perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam
54
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau
pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber
perdarahan diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi
(Manuaba, 1998).
e. Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum
uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang sekali ditemukan,
terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri
yang tersering adalah kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri
terlalu kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya.
Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro,
2005) :
1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
3. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak di luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila
kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan
bisa menyebabkan syok.
Mulai dari sini pembahasan perdarahan post partum dititikberatkan ke perdarahan post
partum karena atonia uteri pada kasus Ny. Anita.
ATONIA UTERI
Pengertian Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) adalah uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri(plasenta telah lahir).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot myometrium uterus untuk berkontraksi
dan memendek.
55
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini
terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak
terkendali.
Faktor Penyebab Terjadinya Atonia Uteri
Beberapa faktor Predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya adalah :
1. Uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan, diantaranya :
Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)
Kehamilan gemelli
Janin besar (makrosomia)
2. Kala satu atau kala 2 memanjang
3. Persalinan cepat (partus presipitatus)
4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Multiparitas tinggi
7. Magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada preeklamsia atau
eklamsia.
8. Umur yang terlalu tua atau terlalu muda(<20 tahun dan >35 tahun)
Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat
uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya
belum terlepas dari uterus.
Manifestasi Klinis
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
56
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
Tanda dan gejala atonia uteri
1. Perdarahan pervaginam
Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering
terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan
tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.
2. Konsistensi rahim lunak
Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia
dengan penyebab perdarahan yang lainnya.
3. Fundus uteri naik
4. Terdapat tanda-tanda syok
a. nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih
b. tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. pucat
d. keringat/ kulit terasa dingin dan lembap
e. pernafasan cepat frekuensi 30 kali/ menit atau lebih
f. gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran
g. urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)
Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan
banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih
dengan kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis,
maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.
Pencegahan Atonia Uteri
57
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan pospartum lebih
dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen
aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan
transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala
III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10
unit IM, 5 unit IV bonus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk
mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini. Karbetosin merupakan obat long-acting
dan onset kerjanya cepat, mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10
menit. Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan
pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.
NO Langkah penatalaksanaan Alasan
1 Masase fundus uteri segera setelah lahirnya
plasenta(maksimal 15 detik)
Masase merangsang kontraksi uterus. Saat
dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi
uterus
2 Bersihkan bekuan darah adan selaput
ketuban dari vaginadan lubang servik
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam
vagina dan saluran serviks akan dapat
menghalang kontraksi uterus secara baik.
58
3 Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika
penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan teknik aseptik
Kandung kemih yang penuh akan dapat
menghalangi uterus berkontraksi secara
baik.
4 Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5
menit
Kompresi bimanual internal memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah
dinding uterusdan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi.
5 Anjurkan keluarga untuk mulai membantu
kompresi bimanual eksternal
Keluarga dapat meneruskan kompresi
bimanual eksternal selama penolong
melakukan langkah-langkah selanjutnya
6 Keluarkan tangan perlahan-lahan Menghindari rasa nyeri
7 Berikan ergometrin 0,2 mg IM
(kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol
600-1000 mcg
Ergometrin dan misopostrol akan bekerja
dalam 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus
8 Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18
dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin
Jarum besar memungkinkan pemberian
larutan IV secara cepat atau tranfusi darah.
RL akan membantu memulihkan volume
cairan yang hilang selama perdarahan.
Oksitosin IV akan cepat merangsang
kontraksi uterus.
9 Ulangi kompresi bimanual internal KBI yang dilakukan bersama dengan
ergometrin dan oksitosin atau misopostrol
akan membuat uterus berkontraksi
10 Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksi selama 1
sampai 2 menit, hal ini bukan atonia
sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat di fasilitas yang mampu
melaksanakan bedah dan tranfusi darah
11 Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langung pada pembuluh darah dinding
uterus dan merangsang uterus berkontraksi
12 Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam
500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam
sehingga menghabiskan 1,5 I infus.
RL dapat membantu memulihkan volume
cairan yang hilang akibat perdarahan.
Oksitosin dapat merangsang uterus untuk
59
Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak
tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc
yang kedua dengan kecepatan sedang dan
berikan minum untuk rehidrasi
berkontraksi.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium
yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.
Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
Manajemen Atonia Uteri ( Penatalaksanaan)
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan
oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin,
dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu
dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan
perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik),Jika uterus
berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus
berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau
rujuk segera
3. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina & lobang serviks. Pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong,Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5
menit.
60
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan perlahan-
lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan
kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin
0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml
pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera
4. Pemberian Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini
menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan
kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus
dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU
intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu
nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat menyebabkan tetani
uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap
5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium
jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2alfa. Dapat
diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan
rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai
dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif
tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit
61
kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada
sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan
penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan
kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius
penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa
laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang
disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini
sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan 80-90%.
Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus setinggi batas
atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm
medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus
mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm
miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua
dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas.
Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan
cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
6.Ligasi arteri Iliaka Interna
Identifikasi bifurcasio arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk melakukannya harus
dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan garis ureter. Setelah
peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal
bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan
menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari
62
trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka
yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
-Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher B Lynch
1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat
atonia uteri.
7. Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi perdarahan
pospartum masif yang jmembutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000
kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
8. Kompresi bimanual atonia uteri
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan
telanjang yang telah dicuci.
Teknik :
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak diperlukan
1. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
1. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus
dari belakang atas
2. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen sehingga
menyempitkan lumennya.Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam
63
Ny. Anita 39 tahun primitua lahir kembar
Overdistensi uterus
waktu 10-15 menit.Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering
menghentikan perdarahan secara sempurna
KERANGKA KONSEP
64
KESIMPULAN
Ny. Anita 39 tahun mengalami Postpartum Hemorhagic ec. atonia uteri
65
DAFTAR PUSTAKA
Cambridge, C. L. (1998) Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia dan System Reproduksi, Jakarta:
EGC.
Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Obstetri William Edisi 18. Jakarta: EGC, 1995.
66
Guyton A. C, Hall J. E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
http://last3arthtree.files.wordpress.com/2009/02/perdarahan-post-partum.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31453/4/Chapter%20II.pdf
Ibrahim, C.S. (1996) Perawatan Kebidanan, Jakarta: Bhratara.
Kumala, Poppy, Dyah Nuswantari. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Leveno, Kenneth J, Cunningham, F. Gary, et al. 2003. Obstetri Williams. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Manuaba, I. B. G. (1998) Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.
Mochtar, R. (1998) Sinopsis Obstetric, Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka
67