Upload
rheisa-maulida
View
294
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
splint
Citation preview
LAPORAN PENATALAKSANAAN MOBILITAS GIGI
DENGAN FIBER-SPLINT
Disusun Oleh:
Sulaima Athalmi Sani I4D109214
Aninditya Pimas T. I4D109221
BAGIAN PERIODONSIA RSGM GUSTI HASAN AMAN
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
November 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Mobilitas gigi adalah salah satu efek kerusakan periodontal yang tidak
diinginkan. Mobilitas adalah pergerakan gigi secara horizontal atau vertikal pada
tempatnya. Seluruh gigi memiliki derajat mobilitas. Peningkatan mobilitas gigi
dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu secara intrinsik maupun
ekstrinsik (1).
Tantangan terbesar akibat adanya pergerakan gigi untuk ahli diagnosis
adalah dalam membuat keputusan untuk mempertahankan gigi tersebut atau
menekstraksinya. Sebagai tambahan perawatan untuk mobilitas (contohnya
scaling dan root planning, kuratase subgingival, koreksi oklusal, prosedur
eliminasi poket, dll), splinting adalah salah satu dari perawatan tersebut. Splinting
gigi berlanjut menjadi topik yang kontroversial (1).
Pasien dengan mobilitas gigi akibat periodontitis kronis dan berat akan
mempengaruhi prognosis pasien. Mobilitas dapat disebabkan oleh inflamasi
periodonsium, kehilangan perlekatan periodontal atau beban fungsional maupun
parafungsional pada gigi. Perawatan splinting dapat diaplikasikan dengan peranti
perlekatan eksternal, peranti intra koronal, atau restorasi indirect untuk
menghubungkan beberapa gigi, dengan tujuan menunjang stabilitas gigi (2).
Splinting adalah teknik yang paling sering dilakukan di klinik dokter gigi
(2). Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana penatalaksaan mobilitas gigi
dengan teknik splinting.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mobilitas Gigi
Mobilitas gigi sebenarnya normal bila masih dalam batas tertentu misalnya
sewaktu bangun tidur yang disebabkan gigi sdikit ekstrusi akibat tidak berfungsi
selama tidur. Apabila mobilitas diluar batas fisiologis maka mobilitas tersebut
telah patologis. Mobilitas patologis disebabkan oleh inflamasi gingival dan
jaringan periodontal, kebiasaan parafungsi oklusal, oklusi premature, kehilangan
tulang pendukung, gaya torsi yang menyebabkan trauma pada gigi yang dijadikan
pegangan cengkraman gigi tiruan lepasan, erapi periodontal, terapi endodontik,
dan trauma dapat menyebabkan kegoyangan gigi sementara (6).
Pemeriksaan mobilitas dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi
yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan jari lainnya terletak pada
sisi yang berseberangan dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik
pedoman. Cara lain untuk memeriksa mobilitas adalah menempatkan jari pada
permukaan fasial gigi dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya (6).
Derajat mobilitas gigi dikelompokkan sebagai berikut: (6)
a. Grade 1. Hanya dirasakan
b. Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
c. Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dari 1 mm, mobilitas gigi ke atas dan
ke bawah (aksial)
Mobilitas gigi dinilai dari sisi statis dan dinamis. Tekanan diberikan ke gigi
dengan menggunakan benda keras menunjukkan pergerakan dengan evaluasi
visual dan taktil. Penyebab mobilitas gigi meliputi dukungan jaringan periodontal
yang inadekuat, inflamasi periodonsium, dan beban oklusi yang terlalu berat
untuk gigi, menghasilkan mobilitas adaptif. Evaluasi bentuk gigi dan restorasi
dapat menunjukkan sejarah trauma atau penggunaanya. Observasi visual,
menandai dengan articulating paper atau wax, dan penilaian kontak gigi dengan
menggunakan alat elektronik mungkin menunjukkan disharmoni yang cukup
untuk menyebabkan instabilitas ortopedik kedua TMJ (3).
2. Splinting
a. Pengertian
Definisi splint adalah alat yang digunakan untuk imobilisasi atau
menstabilisasi bagian gigi yang terkena trauma atau penyakit. Apabila jaringan
periodontal rusak akibat penyakit, gigi dapat di splint untuk mendistribusikan
daya oklusal sehingga daya tersebut tidak melebihi kapasitas yang bisa diterima
struktur pendukung (5).
Splint merupakan alat stabilisasi dan immobilisasi gigi goyah karena suatu
lesi, trauma, atau penyakit periodontal. Prinsip dari pembuatan splint yanitu
dengan mengikat beberapa gigi menjadi satu kesatuan sehingga tekanan dapat
didistribusikan kesemua gigi yang diikat. Perawatan mengunankan alat splint
disebut splinting. Splinting tidak bisa membuat gigi yang goyang kembali
kencang, hanya dapat mengontrol mobilitas bila splint tetap terpasang pada
tempatnya. Oleh karena itu, bila splint dilepas, gigi akan goyang kembali. Hanya
dengan menghilangkan penyakitnya dan dengan proses regenerasi jaringan
pendukung gigi dapat diperoleh reduksi sesungguhnya dari mobilitas gigi (6).
b. Prinsip kerja
Splint tidak dapat membuat gigi kembali cekat seperti semula. Hanya
menghilangkan faktor penyebab dan penyembuhan yang dapat mengurangi
mobilitas gigi (2).
c. Tujuan
Tujuan dari splinting adalah (2):
1. Sandaran terbentuk pada jaringan periodonsium, membantu perbaikan akibat
trauma
2. Mengurangi mobilitas secara cepat dan diharapkan secara permanen
3. Beban yang diterima oleh salah satu gigi dapat disalurkan ke beberapa gigi
lainnya.
4. Kontak proksimal stabil dan mencegah impaksi makanan
5. Mencegah migrasi gigi
d. Indikasi dan kontraindikasi
Indikasi dari splinting adalah (2):
1. Mobilitas gigi yang semakin parah
2. Mobilitas gigi yang menggangu kenyamanan pasien
3. Migrasi gigi
4. Prostetik yang memerlukan gigi abutmen yang banyak
Menurut Tarnow dan Fletcher, indikasi dan kontraindikasi splinting meliputi
keparahan kerusakan jaringan periodontal yang dinilai dari besar kehilangan
tulang secara rardiograf dan/atau derajat mobilitas gigi. Literatur menyatakan
bahwa alasan untuk suatu gigi dapat dirawat dengan splinting adalah 1. Trauma
oklusi primer, 2. Trauma oklusi sekunder, 3. Mobilitas gigi yang progresif,
migrasi, dan sakit saat mengunyah. Sebelumnya, hal tersebut diasumsikan bahwa
splinting dilakukan untuk mengontrol mobilitas gigi, inflamasi gingiva,
pembentukan poket periodontal, karena peningkatan mobilitas gigi adalah akibat
langsung trauma oklusi, bruxism, dan clenching (2).
e. Teknik Splint dengan Fiber-Resin Komposit
Kapasitas menguatkan fiber tergantung pada adhesi dengan resin, orientasi
fiber, dan penyatuannya dengan resin. Sifat fisik lain yang diharapkan dalam
suatu fiber adalah kekuatan fleksibel yang baik dan tidak memerlukan retensi
mekanis pada gigi abutmen ketika dibandingkan dengan protesa cekat dengan
struktur metalik konvensional. Freilich et al (2000) menyimpulkan bahwa sistem
pre-impregnasi baik diindikasikan untuk aplikasi langsung, seperti splinting atau
direct adhesive bridges. Pada aplikasi klinis ini, sifat fisik dan mekanik bahan
komposit dipengaruhi dengan kuat oleh struktur dan sifat penghubung fiber-
matriks, dan perbedaan antara sifat elastis matriks dan fiber yang mungkin
mengubah transmisi gaya melalui penghubung tersebut (2).
Keuntungan splinting periodontal dengan fiber-resin komposit adalah (a)
mudah diaplikasikan dengan preparasi gigi yang minimal, (b) biaya yang rendah
sampai menengan jika dibandingkan dengan stabilisasi dengan mahkota dan
bridge, (c) reversibel: mudah dilepas ketika splint tidak lagi diperlukan, (d) mudah
diperbaiki jika terdapat kesalahan saat bonding ulang atau aplikasi bahan baru, (e)
mendukung perawatan yang lebih agresif yang dilakuka pada gigi geligi dengan
prognosis yang diragukan berdasarkan stabilisasi jangka panjang, (f) nilai estetik
yang tinggi, (g) mudah dibersihkan sendiri oleh pasien dirumah sehari-hari (4).
f. Prosedur
Wally Kegel et al melakukan suatu penelitian dimana pasien dengan
periodontitis destruktif kronis yang memiliki mobilitas gigi. Perawatan awal
terdiri dari instruksi untuk menjaga oral hygienne, kuretase akar, dan occlusal
adjustment dilakukan selama 2 minggu. Pada saat perawatan awal, gigi pada
bagian kontralateral displinting dengan suatu splint intrakoronal dengan wire dan
akrilik. Mobilitas gigi dan inflamasi gingiva pada seluruh segmen dicatat setiap 3
minggu selama 15 minggu periode monitoring setelah perawatan awal.
Berkurangnya mobilitas gigi yang diamati pada segmen yang displint maupun
yang tidak dispint selama 17 minggu dapat dihubungkan dengan perbaikan
hubungan oklusal dan berkurangnya inflamasi (2).
Berdasarkan prognosis gigi, suatu splinting komposit yang dikuatkan fiber
direncakan untuk pasien. Area yang akan displint diberi etsa selama 60 detik.
Kemudian hapus asam tersebut dengan menyemprot daerah tersebut selama 30
detik dan dengan hati-hati keringkan. Oleskan bahan bonding pada permukaan
gigi kemudian disinar. Panjang bahan splint fiber diukur dan dipotong sesuai
dengan ukuran yang diperlukan. Splint fiber ditempatkan di permukaan gigi dan
berikan komposit diatasnya kemudian disinar. Kemudian splint fiber ditempatkan
di gigi berikutnya, berikan komposit dan prosedur diulang sampai gigi geligi
terakhir yang akan displint. Pasien diberikan instruksi untuk menjaga oral
hygienne dan diingatkan untuk kontrol setiap 4 minggu dan splint diambil setelah
4 bulan. Mobilitas berkurang dan oklusi dapat figunakan sesuai fungsi normal (2).
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
No. Kartu :476
Nama : Maisunah
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : PNS
Alamat : Kelayan B gang baja kecamatan Banjarmasin Selatan
Telpon : 081953800416
B. Pemeriksaan Subyektif
Keluhan utama : Pasien mengeluhkan gigi depan atas goyang dan merasa
terganggu saat makan
Riwayat penyakit : pasien terbentur dibagian wajah sekitar 6 bulan sehingga
menyebabkan 3 gigi di anterior rahang atas goyang
Riwayat kesehatan oral : pasien pernah melakukan pencabutan gigi 26,36, dan 46.
Riwayat kesehatan umum: Pasien sehat, tidak menderita penyakit sistemik.
C. Pemeriksaan Obyektif
Pemeriksaan Ekstra Oral
a. Wajah : Simetris
b. Pipi kanan : T.A.K
Kiri : T.A.K
c. Bibir atas : T.A.K
bawah : T.A.K
d. Sudut mulut : T.A.K
e. Kelenjar submandibularis kanan: T.A.K
Kiri : T.A.K
f. Kelenjar submentalis : T.A.K
g. Kelenjar leher : T.A.K
h. Kelenjar sublingualis : T.A.K
i. Kelenjar parotis kanan: T.A.K
Kiri : T.A.K
Pemeriksaan Intra Oral
Kunjungan pertama (24 sept 2013)
Rahang Atas Rahang bawah
Poket: 13, 12, 11, 21, 27
Hiperplasi: 12,11,21
Resesi: 16,15,14,13,12,11,21,22,23,2
Pendarahan:-
Keradangan: 12,11,21
Kalkulus: 13,24
Kegoyangan: 12,11,21
Vitalitas: +
Migrasi: 22
Poket: 45
Hiperplasi:-
Pendarahan: 45
Perdarahan
Keradangan: -
Kalkulus: 45,44,43,42,41,31
Kegoyangan: -
Vitalitas: +
Migrasi: -
Malposisi: - Malposisi: -
OHIS :
DIS : 16 = 0 CIS : 16 = 0
11 = 0 11 = 0
27 = 0 27 = 0
37 = 0 37 = 2
31 = 1 31 = 1
47 = 1 47 = 1
OHI-S = 0,16 + 0,66 = 0,82 (baik)
Prosedur Splint:
1. Operator menyiapkan alat dan bahan, yaitu 1 set alat diagnostik, gunting,
fiber, etsa, bonding, flowable composite, light curing unit.
2. Pasien didudukan di dental chair. Operator mengatur posisi kerja, yaitu
dibelah kanan pasien.
3. Gigi yang akan displint dibersihkan.
4. Fiber yang akan digunakan diukur sepanjang gigi yang akan displint, yaitu
gigi 12, 11, 21, 22, dan 23. Letakkan fiber diatas glass plate.
5. Daerah kerja dietsa dengan asam fosforik 30%, diamkan selama 30 detik, dan
bilas dengan air.
6. Keringkan daerah kerja kemudian isolasi dengan cotton roll
7. Aplikasikan bonding dibagian palatal gigi yang akan displint dan disinar
selama 10 detik. Fiber diatas glass plate juga dibasahi dengan bonding
8. Aplikasikan selapis tipis flowable composite dibagian palatal gigi 12,
letakkan fiber diatasnya, kemudian ditekan-tekan sampai fiber benar-benar
melekat. Lakukan penyinaran selama 20 detik.
9. Prosedur yang sama dilakukan pada palatal gigi 11 sampai 23.
10. Pasien diinstruksikan untuk melakukan gerakan menggigit dan mengunyah.
Tanyakan apakah terdapat bagian yang mengganjal atau kurang nyaman.
Lakukan polishing agar tidak mengganggu fungsi gigi.
11. Instruksikan pasien agar jangan makan, minum, meludah atau berkumur
selama 1 jam setelah splinting.
12. Pasien diingatkan untuk kontrol setelah 1 minggu
Pada tanggal 26 September 2013 (2 hari pasca splint), pasien melaporkan
bahwa splint terlepas. Hal tersebut diperkirakan terjadi karena kerusakan tulang
alveolar terlalu besar sehingga menyebabkan splint terlepas. Selain itu, jumlah
gigi yang mengalami mobilitas cukup banyak, yaitu 3 gigi. Daerah yang harus
disangga oleh splint menjadi lebih banyak, sehingga membuat splint menjadi
lebih mudah lepas.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Splinting adalah suatu jenis perawatan untuk menstabilkan atau
mengencangkan gigi-gigi yang goyang akibat suatu injuri atau penyakit
periodontal. Prinsip dari pembuatan splint yaitu dengan menyatukan beberapa gigi
dengan menggunakan fiber yang direkatkan dengan resin komposit sehingga
tekanan dapat didistribusikan kesemua gigi yang digabung
2. Saran
Pasien menggunakan perawatan splint hendaknya lebih memeliraha
kebersihan mulutnya karena alat splint bisa menjadi sumber retensi plak dan
hendaknya pasien lebih hati-hati saat makan dan minum agar splint tidak mudah
lepas. Selain itu, fasilitas yang digunakan dalam prosedur pelaksanaan splinting
perlu ditambah agar mendukung perawatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Shekar, L Chandra, Koganti, Vijay Prasad, Shankar, B Ravi, Gopinath A. A
comparative study of temporary splints: bonded polyethylene fiber
reinforcement ribbon and stainless steel wire + composite resin splint in the
treatment of chronic periodontitis. The journal of contemporary dental
practice, September-October 2011; 12 (5): 343-349.
2. Paddmanabhan, P. Preethe, Chandrasekaran S.C., Ramya, V., Manisundar.
Tooth Splinting Using Fiber Reinforced Composite & Metal – A
Comparison. Indian Journal of Multidisciplinary Dentistry, Vol. 2, Issue 4,
August-October 2012.
3. Newman, Michael G., Takei, Henry H., and Carranza, Fermin A. Carranza’s
Clinical Periodontology 9th Edition. W.B. Saunders Company. Philadelphia,
USA. 2002.
4. Kini, Vineet, Patil, Sanjiv M., dan Jagtap, Rasika. Bonded Reinforcing
Materials for Esthetic Anterior Periodontal Tooth Stabilization: A Case
Report. International Journal of Dental Clinics 2011:3(1): 90-91
5. Aprillia A. Peranan gigi tiriuan sebagai splin periodontal. Fakultas
Kedokteran Gigi Padjadjaran, Bandung. 2011.
6. Marselly L. Splinting pada periodontitis kronik generalis. Program Study
Kedokteran gigi Fakultas Kedokteran Sriwijawa, Palembang, 2012.