Upload
sri-aryo-sembodo
View
75
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
recommended for agriculture student
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH
“KULTUR JARINGAN”
Oleh:
Nama : Agung Fikriy O
NIM : 125040200111104
Kelompok : Jum’at 07:30
Asisten : M Doni Setiyawan
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
I. PENDAHULUANI.1 Latar Belakang Pembuatan Bibit Secara Kultur Jaringan
Sejalan dengan pertambahan penduduk yang semakin pesat dan perkembangan zaman yang semakin maju, mengakibatkan kebutuhan manusia akan semakin kompleks. Termasuk kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Sehingga dunia pertanian dituntut untuk meningkatkan produktivitas pertanian agar kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi. Selain peningkatan produktivitas, dibutuhkan juga waktu yang relatif singkat dalam budidayanya.
Dalam proses budidaya tanaman, salah satu hal yang paling penting adalah benih. Karena benih merupakan awal dari suatu kehidupan. Jika dalam penyediaan benih memerlukan waktu yang lama, maka kegiatan budidaya tanaman selanjutnya juga akan terhambat. Oleh karena itu diperlukan teknik khusus untuk memproduksi benih agar proses produksi benih tidak memerlukan waktu yang lama serta dapat dihasilkan benih dalam jumlah yang banyak. Salah satu teknik produksi benih yang sering digunakan untuk memproduksi benih dalam waktu yang singkat serta dalam jumlah yang banyak adalah dengan perkembangbiakan vegetatif. Perkembangbiakan fegetatif ini banyak jenisnya. Salah satu perkembangbiakan vegetatif yang dalam pelaksanaannya memanfaatkan totipotensi dari sel tumbuhan sehingga dapat menghasilkan benih baru yang bebas pathogen adalah dengan cara kultur jaringan. Untuk mempelajari tahapan-tahapan dalam kultur jaringan, maka dilakukanlah praktikum kultur jaringan ini.
I.2 Tujuan Pembuatan Bibit Secara Kultur Jaringan Untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang banyak, seragam dan dalam waktu
yang singkat Untuk menghasilkan benih bebas pathogen Untuk menghasilkan benih yang tidak tergantung musim
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman mengacu pada pertumbuhan dan multiplikasi sel-sel, jaringan dan organ pada didefinisikan media padat atau cair di bawah lingkungan aseptik dan terkendali. Jaringan tanaman budaya teknologi sedang banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman skala besar. Teknologi komersial terutama didasarkan pada budidaya, di mana proliferasi cepat dicapai dari stek batang kecil, tunas ketiak, dan sampai batas tertentu dari embrio somatik, gumpalan sel dalam kultur suspensi dan bioreaktor (Savangikar, 2003).
2.2 Media Kultur
Perbedaan komposisi media, komposisi zat pengatur tumbuh dan jenis media yang digunakan akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Perbedaan komposisi media, seperti jenis dan komposisi garam-garam anorganik, senyawa organik, zat pengatur tumbuh sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan.Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan.Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja.Beberapa jenis formulasi media bahkan digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui organogenesis dan embriogenesis. Media yang dibutuhkan untuk perkecambahan biji, perangsangan tunas-tunas aksilar umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan media untuk regenerasi kalus baik melalui organogenesis maupun embryogenesis (George, E.F. 1993)..
Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan dalam media sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan regenerasi eksplan yang dikulturkan. Komposisi dan konsentrasi hormon pertumbuhan yang ditambahkan ke dalam media kultur sangat tergantung dari jenis eksplan yang dikulturkan dan tujuan pengkulturannya. Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan endogen yang terdapat pada eksplan tersebut.Komposisi yang sesuai ini dapat diperkirakan melalui percobaan-percobaan yang telah dilakukan sebelumnya disertai percobaan untuk mengetahui komposisi hormon pertumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan dan arah pertumbuhan eksplan yang diinginkan (Torres, K.C. 1989).
2.3 Tahap Kultur Jaringan
A. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber EksplanSebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama
harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Untuk tanaman yang akan di kultur jaringkan. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukkan sumber eksplan tersebut
harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca ( greenhouse ) agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumberkontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Conger, B.V. 1981)..
Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari adanya kontaminan. Selain itu, pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengkondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2005).
B. Inisiasi KulturTujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1978). Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkanakan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell,1975).
C. Multiplikasi atau Perbanyakan PropagulTahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang
diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Gamborg, O.L. and Phillips, G.C. 1995). Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Gamborg, O.L., Miller, R.A. and Ojima, K. 1968).
Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Linsmaier, E.M. and Skoog, F. 1965). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar (Murashige, T. and Skoog, F. 1962).
D. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan AkarTujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup
kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Williams, 2003). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi.
Dalam Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar. Ada beberapa hal perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut :
1. Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi.
2. Pemanjangan dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi (Setyorini, 2006).
E. AklimatisasiDalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi.
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.Kondisi di luar botolbekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih
bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan (Yusnita, 2005).
III. MATERI BAHASANIII.1Pembuatan Media Perbanyakan (Inokulasi Penanaman)
III.1.1 Metode (Tahap Pelaksanaan/Cara Kerja) buat secara diagram alir
III.1.2 Hasil dan Pembahasan (bandingkan dengan literatur + dokumentasi)
Pembuatan media Pengukuran pH Pemanasan + Pengadukan
Mencampur bahan dasar (larutan induk) diatas ke dalam beaker glass, ditambah sucrosa dan aquades steril hingga volume media yang telah
dihitung
Menyiapkan larutan induk yang telah dihitung kebutuhannya (makro, mikro, vitamin, Fe EDTA dan ZPT)
Siapkan botol/tabung kultur beserta tutupnya lalu tuangkan ke dalam botol masing-masing 15 ml media setiap botol dan tutup dengan segera
Mengukur pH 5,8; apabila dalam pengukuran pH kurang dari 5,8 maka ditambahkan (larutan basa) NaOH, sedangkan bila larutan media memiliki
pH lebih dari 5,8 maka tambahkan (larutan asam) larutan HCI hingga media yang dibuat memiliki keasaman yang dikehendaki (5,8)
Menambahkan agar ke dalam media, diaduk hingga homogen dan dipanaskan sampai agar terlarut
Menghitung kebutuhan larutan induk pada media biakan dengan menggunakan rumus pengenceran
Penuangan media kedalam botol kultur
Pengamatan hari pertama
Media yang dibuat dalam praktikum kultur jaringan tanaman kali ini adalah media MS. bahan-bahan yang digunakan antara lain unsur mikro,unsur makro, gula, agar, vitamin, FeDTA, dan air. Unsur makro dan mikro merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan eksplan pada masa pertumbuhannya dalam keadaan invitro. Unsur ini sebagai pengganti unsur hara pada pertumbuhan tanaman dalam kondisi sebenarnya dilapang. Selain itu juga ditambahkan vitamin untuk mengoptimalkan petumbuhan eksplan. Gula atau sukrosa berfungsi sebagai sumber energi eksplan, sedangkan agar berfungsi sebagai pemadat media. Sedangkan aquades digunakan sebagai media pelarut.
Pada pembuatan media, langkah-langkah dalam mencampur bahan harus dipehatikan. Dan diusahakan agar saat mencampurkan bahan-bahan tersebut tidak terjadi kontaminasi seperti menjaga agar tidak terjadi kontak secara langsung antara tangan dengan bahan pembuatan media. Setelah bahan-bahan tersebut dicampur, dilakukan perhitungan pH dan setelah itu dipanaskan dan dituangkan ke dalam botol kultur. Kemudia botol-botol yang berisi media ditutup dengan plastik untuk selanjutnya disterilkan dengan autoclave.
Tingkat keasaman larutan media juga menentukan keberhasilan dalam perbanyakan secara kultur jaringan. pH yang dibutuhkan tanaman berkisar antara 5,6 - 5,8. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Apabila pH larutan media dibawah 5,6 maka perlu ditambahkan NaOH, sedangkan jika pH larutan media diatas 5,8 maka perlu ditambahkan HCl. Keadaan larutan yang terlalu asam akan membuat media menjadi tidak padat, sehingga tanaman tidak akan dapat berdiri dengan tegak dan tidak dapat menyerap nutrisi secara optimal. Sedangkan media yang terlalu basa akan membuat tanaman yang tumbuh didalamnya menjadi keriting atau bahkan mati. Manfaat pH dalam media tanam adalah menjaga kestabilan membrame sel dan sitoplasm, membantu penyerapan unsur hara, dan mengatur sifat padat pada agar (Luri,2009). Menurut Luri (2009) media kultur yang baik adalah yang tidak terkontaminasi (tidak ditumbuhi jamur dan bakteri), media kultur juga harus padat, tidak encer dan juga steril sehingga eksplan dapat tumbuh dengan baik dalam media kultur tersebut.
Pada pengamatan yang dilakukan untuk materi pembuatan media tidak itemukan adanya kontaminasi pada media, hal ini berarti pembuatan media telah berhasil, dan tidak terjadi kontaminasi pada saat proses pembuatan.
III.2Penanaman Isolasi dan Inokulasi EksplanIII.2.1 Metode (Tahap Pelaksanaan + cara Kerja) diagram alirIII.2.1.1Sterilisasi Awal
Ambil eksplan dari tanaman hidup
rendam eksplan kedalam deterjen 10% (10 g/100 %) selama 5 menit
Rendam dalam larutan fungisida 5 % (5 g/100 %) selama 5 menit
Cuci dengan Clorox (Bayclean) 10 %
Rendam dengan aquades steril 5 menit
1.2.1.2 Inokulasi Eksplan
Potong bagian tunas mawar
Buka botol yang berisi media tanam dalam kondisi lingkungan steril (LAFC)
Tanam pada media MS (tidak menancap hanya menempel)
Panaskan pinggir botol dan tutupnya dengan bunsen
Tutup botol + ikat dengan karet
Lakukan pengamatan 2 hari sekali selama 1 minggu
Dokumentasi
III.2.2 Hasil dan pembahasan
Minggu ke- No Gambar Keterangan
3 ha
ri pe
rtam
a m
ingg
u ke
-11 Eksplan hidup,
Kontaminasi jamur (bgian dekat tunas)
2 Eksplan mati, Kontaminasi jamur
3 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
4 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
5 Eksplan hidup, Tidak kontam
1 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
3 ha
ri ke
dua
min
ggu
ke-1
2 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
3 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
4 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
5 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
3 ha
ri pe
rtam
a m
ingg
u ke
-2
1 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
2 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
3 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
4 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
5 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
3 ha
ri ke
dua
min
ggu
ke-2
1 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
2 Eksplan mati,Kontaminasi jamur
3 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
4 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
5 Eksplan mati,Kontaminasi bakteri
Dari hasil praktikum kultur jaringan dengan menggunakan eksplan berupa tunas mawar ini menunjukan tingkat keberhasilan 0% karena pada pengamatan minggu pertama hingga minggu kedua semua eksplan terkontaminasi baik itu berupa kontaminasi jamur maupun bakteri. Hal ini mungkin dikarenakan pada saat persiapan eksplan yaitu pada tahap sterilisasi alat bahan yang tidak optimal, meskipun telah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Inisiasi pertumbuhan akar adalah 0%, diduga karena eksplan terkontaminasi oleh jamur. Menurut Yusnita (2004) kontaminasi oleh berbagai macam jamur disebabkan oleh sterilisai yang kurang sempurna sehingga mikroba-mikroba yang ada didalam maupun disekitar eksplan berkembangbiak di dlam media, Sterilisasi yang kurang sempurna kemungkinan besar terjadi pada saat eksplan akan ditanam di dalam botol kultur.
III.3 Pembuatan Stok Media MSPada praktikum kultur jaringan kali ini digunakan media MS sehingga larutan yang
digunakan adalah unsur mikro, unsur makro, vitamin, FeEDTA, sukrosa, agar. Bahan-bahan tersebut memiliki ukuran tersendiri dalam campuran larutan.
Menurut (Gunawan LW. 1992) Senyawa-senyawa sumber unsur hara makro diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu sebaiknya dibuat dalam larutan stok tunggal. Selain itu anion senyawa sumber unsur hara makro tidak sama, kemungkinan hal tersebut akan mempercepat pengendapan larutan bila dibuat larutan stok campuran. Unsur hara mikro sangat sedikit diperlukan dalam pembuatan media. Biasanya larutan hara mikro dibuat dengan kepekatan 100 atau 200 kali konsentrasi media dan bahan yang diperlukan masih cukup kecil jumlahnya. Vitamin dan zat pengatur tumbuh merupakan bahan-bahan kimia organik yang umumnya peka terhadap suhu dan cahaya tinggi. Selain itu zat organik dalam bentuk larutan mudah mengalami perubahan, sehingga tidak awet disimpan. Oleh karena itu larutan stok vitamin dan zat pengatur tumbuh, harus disimpan dalam lemari es dan sebaiknya dalam membuatnya tidak perlu banyak-banyak agar cepat habis terpakai.
Zat pengatur tumbuh umumnya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Proses penimbangan zat pengatur tumbuh untuk larutan stok, sulit digeneralisasikan karena biasanya zat pengatur tumbuh merupakan perlakuan dalam media kultur jaringan. Biasanya larutan stok zat pengatur tumbuh dibuat dengan kepekatan 1 -10 mg/l.
III.4 AklimatisasiDalam praktikum kultur jaringan kali ini tahap aklimatisasi tidak dilakukan, karena hasil
perbanyakan in vitro banyak yang mengalami kegagalan akibat kontaminasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan
tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol (Hendaryono, 2006).
IV. KESIMPULAN
Kultur Jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman menggunakan bagian tubuh tanaman itu sendiri.
Persentase Eksplant hyang idup adalah 0% Persentase insiasi tunas dan hari munculnya tunas adalah 0%, tidak ada tunas yang muncul
karena semua tanaman mati terkontaminasi Persentase insiasi akar dan hari munculnya akar adalah 0%, tidak ada akar yang muncul karena
semua tanaman mati terkontaminasi Persentase tingkat kontaminasi pada eksplant mencapai 98%
DAFTAR PUSTAKA
Conger, B.V. 1981. Cloning Agricultural Plants via In Vitro Techniques. CRC Press, Boca Raton, FL
Gamborg, O.L., Miller, R.A. and Ojima, K. 1968. Nutrient requirements of suspension cultures of soybean root cells. Exp. Cell Res. 50: 151-158.
Gamborg, O.L. and Phillips, G.C. 1995. Media preparation and handling. In: Plant Cell, Tissue and Organ Culture - Fundamental Methods. Gamborg, O.L. and G.C. Phillips (Eds.). Springer-Verlag, Berlin. Pp.21-34
George, E.F. 1993. Equipment and Procedures. In: Plant Propagation by Tissue Culture. The Technology. Exegetics Limited, England. Pp.95-126.
Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman PAU Bioteknologi IPB.
Hendaryono, D. P. S dan Wijayati, A., 2006. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Jakarta.Linsmaier, E.M. and Skoog, F. 1965. Organic growth factor requirements of tobacco tissue
cultures. Physiol. Plant. 18: 100-127Wetherel.1975. Tissue Culture for Eksplaned To Plants.University of Chicago : USA.
Luri, 2009. http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/tahapan-tahapan-kultur-jaringan.html Diakses tanggal 28 Mei 2013
Murashige, T. and Skoog, F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultures. Physiol. Plant. 15: 473-497.
Savangikar et al.2003. Plant Tissue Culture Nashik, IndiaSetyorini, Lilik. 2006. Tunas Kultur Jaringan/Kultur Organ
Mikroorganisme/Biologi/Bioteknologi. Jakarta : Balai Pustaka Ilmiah.Torres, K.C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops. Van Nostrand
Reinhold, NewYork.Williams.2003. Teknik Multiplikasi Pada Kultur Organ. Bioteknologi Modern. Biologi :
Tissue Culture of Multiplication For organisms. New York : USA.Yusnita, Widodo, Sudarsono. 2005. In vivo selection of peanut somatic embryos on medium
containing culture filtrates of Sclerotium rolfsii and plantlet regeneration. Hayati 12: 50-56