45
A. RINGKASAN SKEMA : “KATUK ( Sauropus androgynous )” MAKALAH KATUK ( daun rusak, daun layu dan batang utama serta pemisahan bagian katuk berdasarkan perlakuan lalu sesuai dengan perlakuan yaitu blansing uap air dan atau blansing air mendidih selama 3 menit pada suhu dilakukan pada air mengalir menggunakan wadah berupa saringan sehingga air langsung terbuang untuk menghentikan 1. Penebaran katuk yang telah diberi perlakuan ke dalam loyang. 2. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering kabinet pada suhu ±60°C selama 12 jam. 3. Katuk kering didinginkan dalam Daun katuk Sortasi Pencucian Blansing Pendinginan Pengeringan Menggunakan air mengalir

LAPORAN TOH 1 TEORI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

A. RINGKASAN SKEMA :

Daun katuk segar KATUK (Sauropus androgynous)

Sortasi

daun rusak, daun layu dan batang utama serta pemisahan bagian katuk berdasarkan perlakuan lalu ditimbang per bagian.

Pencucian

Menggunakan air mengalir

Blansing

sesuai dengan perlakuan yaitu blansing uap air dan atau blansing air mendidih selama 3 menit pada suhu 100C

Pendinginan

dilakukan pada air mengalir menggunakan wadah berupa saringan sehingga air langsung terbuang untuk menghentikan proses inaktivasi enzim saat blansing.

Pengeringan

Penebaran katuk yang telah diberi perlakuan ke dalam loyang.Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering kabinet pada suhu 60C selama 12 jam.Katuk kering didinginkan dalam desikator selama 10 menit agar tidak menyerap air dari lingkungan, lalu ditimbang.

Katuk kering digiling menggunakan grinder selama 2 menit kemudian diayak menggunakan ayakan tyler berukuran 60 mesh. Produk yang dihasilkan adalah bubuk katuk (lolos ayakan 60 mesh) dan ampas (tidak lolos ayakan 60 mesh).Daun katuk kering

Serbuk

Tepung kemudian ditimbang.

Diekstraksi dengan metode maserasi (solven = etanol )

Filtrate dievaporasi dengan rotary evaporator

Ekstrak kental

Dikeringkan dengan metode freeze drying

Ekstrak daun katuk

B. PENDAHULUANSauropus androgynus (L.) Merr atau yang terkenal dengan nama daerah katuk (Sunda), babing, katu, katukan (Jawa), semani (Minang), cekop manis, memata (Indonesia), atau, karakur ( Madura) adalah salah satu tumbuhan dari suku Euphorbiaceae yang tumbuh tersebar di daerah Asia Tenggara serta di beberapa daerah yang beriklim tropik dan subtropik, terutama yang mempunyai curah hujan yang tinggi.Di Indonesia tumbuhan ini umumnya ditanam sebagai tumbuhan pagar di sepanjang jalan atau tumbuh liar, walaupun kadang-kadang ada yang ditanam di sela-sela tanaman lain. Tumbuhan ini kemungkinan berasal dari India, kemudian menyebar ke Malaysia dan Indonesia. Tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 1.300 m di atas permukaan laut.Di Indonesia daun katuk sudah terkenal dikalangan ibu-ibu terutama untuk melancarkan air susu ibu (ASI), serta sebagai obat borok, bisul, demam, dan darah kotor. Selain memperlancar dan meningkatkan produksi ASI, daun katuk yang populer sebagai sayur ini bisa juga membangkitkan vitalitas seks, mencegah osteoporosis, dan mengobati macam-macam penyakit.Saat ini, daun katuk sudah diproduksi sebagai sediaan fitofarmaka yang berkhasiat untuk melancarkan ASI. Pada tahun 2000, telah terdapat sepuluh pelancar ASI yang mengandung daun katuk, beredar di Indonesia. Bahkan ekstrak daun katuk telah digunakan sebagai bahan tambahan pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui, di antaranya adalah produk susu kedelai Mama Soya yang diperkaya ekstrak daun katuk. Pengembangan riset mengenai daun katuk terus dilakukan, terutama untuk menghilangkan efek negatif yang mungkin timbul.

C. TINJAUAN UMUMKATUK (Sauropus androgynous)1. Habitat Katuk dapat ditanam di hampir semua tempat. Tanaman katuk dapat ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman selingan. Tanaman katuk tumbuh baik di dataran rendah hingga 1300 m dpl dan dapat beradaptasi dengan curah hujan yang sangat tinggi serta tanah berat. Tanaman katuk produktif pada cuaca hangat dan cenderung dorman pada cuaca dingin, tetapi kualitas produksi tanaman katuk dapat meningkat bila tanaman ternaungi sebagian.2. TaksonomiDalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman katuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom: Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi: Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas: Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales Famili: Euphorbiaceae Genus: Sauropus Spesies: Sauropus androgunus (L.) Merr.3. MorfologiTanaman katuk memiliki karakteristik antara lain : bentuk tanaman seperti semak kecil dan bisa mencapai tinggi 3 m, batang muda berwarna hijau dan yang tua berwarna coklat, daun tersusun selang-seling pada satu tangkai, seolah-olah terdiri dari daun majemuk. Bentuk helaian daun lonjong sampai bundar, kadang-kadang permukaan atasnya berwarna hijau gelap. Bunganya tunggal atau terdapat diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai helaian kelopak berbentuk bulat telur sungsang atau bundar, berwarna merah gelap atau merah dengan bintik-bintik kuning. Cabang dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak bunga berombak atau berkuncup enam, berbunga sepanjang tahun, buah bertangkai. (Ditjen POM, 1989). 4. Anatomi

(Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)Keterangan : 1. MAKALAH KATUK (Sauropus androgynous) | 5

2. Kutikula3. Epidermis atas4. Palisade5. Jaringan bunga karang6. Stomata7. Berkas pembuluh8. Serabut9. Hablur Ca-Ox10. parenkim5.

6. Kandungan kimiaDaun katuk mengandung vitamin K, vitamin A, vitami B dan vitamin C. Mineral yang dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi. Daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid.Daun katuk diketahui memiliki kandungan kimia antara lain tannin, catechin, flavonoid, alkaloida, triterpen, asam-asam organik, minyak atsiri, saponin, sterol, asam-asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kandungan flavonoid dalam daun katuk juga tinggi.

7. Kegunaan a. Pelancar Air Susu Ibu (ASI)Ekstrak daun katuk banyak digunakan sebagai bahan fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukkan bagi ibu menyusui. Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui.b. Mengobati frambusiaFrambusia adalah puru-puru atau patek disebabkan oleh sejenis bakteri yang berpilin-pilin ulir yang disebut Treponema perteneu. Penyakit ini banyak terdapat di daerah kita, apalagi didaerah yang sulit mendapatkan air bersih. Frambusia merupakan penyakit menular dan masa tunasnya antara 2-4 minggu.c. Mengatasi sembelitSembelit biasa terjadi karena banyak hal, diantaranya karena terlalu lama duduk, kurang minum air, menahan-nahan buang air besar, kerja hati dan kantong empedu yang tidak lancar. Untuk mengusir sembelit, siapkan 200 g daun katuk segar yang sudah dicuci bersih. Rebus dengan segelas air selama 10 menit, lalu saring. Minum air hasil saringan tersebut secara teratur 2 kali sehari, masing-masing 100 ml.d. Menyembuhkan lukaUntuk mengobati luka, siapkan segenggam daun katuk, lalu cuci, dan lumatkan. Tempelkan lumatan daun katuk pada bagian badan yang luka.e. Pewarna alamiDaun katuk ternyata bisa juga dipakai sebagai pewarna makanan alami menggantikan pewarna sintetis. Misalnya untuk membuat tape ketan yang berwarna hijau. Cara penggunaannya, cuci bersih daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras. Sari daun katuk ini bisa langsung digunakan untuk mewarnai bahan makanan.

D. TINJAUAN KHUSUSa. Langkah pembuatan ekstrak1) Preparasi simplisiaLakukan pengelolaan lahan dengan pembersihan lahan dan gulma hingga lahan menjadi bersih dari rumput dan gulma. Setelah dibersihkan tanah diolah agar lebih gembur dan diolah hingga membentuk gundukan dan membuat siringan. Lakukan penanaman katuk dengan menggunakan stek batang katuk yang tua dan panjang 20 cm serta jarak tanam 20 cm x 20 cm. Batang yang diambil adalah batang yang berada pada tengah-tengah antara akar dan pucuk tanaman katuk, batang yang akan ditanaman bukanlah batang yang sudah mengeras, tetapi batang yang belum mengeras. Setelah itu, katuk ditancapkan kedalam tanah yang telah diolah dan digemburkan. Penanaman dilakukan pada sore hari agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan sekitar lahan serta tidak kontak langsung dengan sinar matahari, setelah itu tanaman katuk disiram agar tanah lebih lembab. Setelah dilakukan penanaman katuk disiram secara rutin agar tanaman katuk dapat melakukan kegiatan fotosintesis dan sebagainya berjalan dengan baik, dilakukan penyiraman dan pengontrolan pada gulma dan gulma disiangi. Dilakukan pemupukan. Tanaman katuk dapat dipanen setelah empat bulan. Metode panen katuk yang digunakan adalah dengan memotong pucuk daun sepanjang 20-25 cm. saat tinggi tanaman mencapai 50-60 cm agar selalu didapatkan daun muda dan segar.

2) Penyiapan Bahan1. Sortasi bahan dari bagian-bagian yang tidak diinginkan seperti daun rusak, daun layu dan batang utama serta pemisahan bagian katuk berdasarkan perlakuan lalu ditimbang per bagian.2. Pencucian dengan air mengalir dan penirisan3. Blansing sesuai dengan perlakuan yaitu blansing uap air dan atau blansing air mendidih selama 3 menit pada suhu 100 C.4. Pendinginan dilakukan pada air mengalir menggunakan wadah berupa saringan sehingga air langsung terbuang untuk menghentikan proses inaktivasi enzim saat blansing.3) Proses pengeringan1. Penebaran katuk yang telah diberi perlakuan ke dalam loyang.2. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan pengering kabinet pada suhu 60C selama 12 jam.3. Katuk kering didinginkan dalam desikator selama 10 menit agar tidak menyerap air dari lingkungan, lalu ditimbang.4) Proses penepunganKatuk kering digiling menggunakan grinder selama 2 menit kemudian diayak menggunakan ayakan tyler berukuran 60 mesh. Produk yang dihasilkan adalah bubuk katuk (lolos ayakan 60 mesh) dan ampas (tidak lolos ayakan 60 mesh). Tepung kemudian ditimbang.5) Proses ekstraksi1. Diekstraksi dengan metode maserasi (solven = etanol)2. Filtrate dievaporasi dengan rotary evaporator, didapatkan ekstrak kental3. Dikeringkan dengan metode freeze drying

b. Faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia1. WaktuDaun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) diambil pada tanaman katuk dengan umur panen setiap 30-45 hari dengan umur tanam minimal 4 bulan,2. Kondisi tanamanDaun muda, sehat dan segar.3. Kondisi lingkungana. SuhuSuhu udara berkisar 21-32Cb. Kelembaban Dengan kelembaban 50-80%c. Cahaya Pada saat penanaman sebaiknya pada sore hari, menghindari cahaya agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan pada tempat yang teduh.d. TanahDigunakan tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai keasaman (pH) = 5,5-6,54. Lokasi geografia. KetinggianTanaman katuk dapat tumbuh baik dengan ketinggian 5-1300 meter diatas diatas permukaan laut.b. Klasifikasi areaPada area daerah tropis dapat tumbuh dan berproduksi dengan didataran rendah sampai dataran tinggi.5. AlatAlat untuk memotong ujung tanaman katuk yaitu pisau yang tajam6. Bagian tanamanPucuk daun sepanjang 20-25 cm.c. Pengujian Simplisia1. Pengujian Kimia Berdasarkan Komposisi kimia dalam daun katuk, yaitu vitamin K, vitamin A, vitami B dan vitamin C. Mineral yang dikandungnya adalah kalsium (hingga 2,8%), besi, kalium, fosfor dan magnesium. Warna daunnya hijau gelap karena kadar klorofil yang tinggi. Daun katuk juga mengandung protein, lemak, tanin, saponin flavonoid, dan alkaloid.Daun katuk diketahui memiliki kandungan kimia antara lain tannin, catechin, flavonoid, alkaloida, triterpen, asam-asam organik, minyak atsiri, saponin, sterol, asam-asam amino, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral. Kandungan flavonoid dalam daun katuk juga tinggi .Dapat diuji kandungannya, yaitu : Asam fenolatDari ekstrak ethanol 95% daun katu dapat diisolasi senyawa asam fenolat dengan cara fraksinasi sinambung menggunakan ether, dengan dan tanpa proses hidrolisis. Fraksi eter kemudian dianalisis dengan menggunakan kromatografi kertas dua dimensi dengan larutan pengembang pertama asam asetat 2 % dalam air dan larutan pengembang kedua benzene-asam asetat-air (60 : 22 : 1,2) dengan penampak bercak sinar ultra violet, larutan diazo p-nitroanilin, sedangkan untuk memperjelas hasil disemprot dengan natrium karbonat 15%. Dari hasil identifikasi diperoleh asam fenolat, asam para hidroksi benzoate, asam ferulat, asam kafeat dan asam vanilat. Kecuali itu masih ditemukan lebih dari 7 bercak yang diduga sebagai asam fenolat. Setelah dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan spektrofotodensitometer terhadap 4 jenis asam fenolat yang teridentifikasi, maka diketahui bahwa asam p-hidroksibenzoat mempunyai prosentase tertinggi. Senyawa flavonoidSejumlah 1 gram serbuk bahan ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring, filtrat digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan ditambahkan sedikit serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil-alkohol, dikocok dengan kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna jingga atau merah jingga pada lapisan amil-alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa Fenol dengan metoda simes dkk.4 gram sampel dipotong halus, didihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit, saring dalam keadan panas, biarkan seluruh etanol menguap sampai kering. Tambahkan kloform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml masing-masingnya, kocok kemudian pindahkan dalam sebuah tabung reaksi, biarkan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Beberapa tetes lapisan air dimasukan ke dalam plat tetes, kemudian tambahkan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru menandakan senyawa fenolik. Ambil lapisan kloform dengan pipet yang berisi norit, tampung dalam plat tetes, kemudian keringkan. Tambahkan pereaksi Lieberman Bauchard (H2SO4 p + asam asetat anhidrat). Jika timbul warna merah berarti terpenoid, jika warna hijau atau biru berarti steroid. Sebagian lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (selama 15 menit) menunjukan adanya saponin.

2. Pengujian fisik Kadar air metode destilasi (Sudarmaji et al., 1989)Kadar Air Tepung KatukHasil sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap kadar air tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri pada faktor cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap kadar air tepung katuk pada setiap tarafnya disajikan pada Tabel 1.Tabel 1. Pengaruh Cara Blansing dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Kadar Air Tepung KatukPerlakuanRata-rata Persentase Kadar Air dan Hasil Uji

Cara Blansing Blansing Air Mendidih Blansing Uap Air5,35 a5,27 a

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun5,79 b

5,70 b4,43 a

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanHasil uji pengaruh mandiri factor cara blansing menunjukkan blansing air mendidih tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan faktor cara blansing uap air terhadap kadar air tepung katuk.Hasil uji dari pengaruh rata-rata perlakuan bagian tanaman katuk terhadap kadar air tepung katuk menunjukkan bahwa kadar air tepung katuk dari bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung katuk dari bagian daun dan tangkai, tetapi berbeda nyata dengan kadar air dari bagian daun.Bagian daun dari tanaman katuk menghasilkan tepung katuk dengan rata-rata kadar air terendah yaitu 4,43%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tranggono dan Sutardi (1990), yakni bagian daun dari tanaman lebih mudah mengalami penguapan air karena luas permukaan daun per satuan volume lebih besar dibandingkan dengan bagian tanaman lain seperti batang muda dan tangkai daun.3. Pengamatan Organoleptik (uji statistik) Warna tepung katuk metode hunter dengan menggunakan chromameter Minolta CR-300 (Soekarto, 1990)Warna Tepung KatukHasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap nilai L, a, dan b dari tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri pada faktor cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap nilai L, a dan b pada tiap tarafnya disajikan dalam Tabel 2.Tabel 2. Pengaruh Cara Blansing dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Nilai L, a, dan b Tepung KatukPerlakuanRata-rata Nilai dan Hasil Uji

Lab

Cara Blansing Blansing Air Mendidih Blansing Uap Aor49,35 a

50,48 a-9,82 a

-9,50 a15,98 a

17,20 a

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun53,75 c

49,93 b46,06 a-9,74 a

-10,01 a-9,24 a19,18 c

17,06 b13,52 a

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanBaik itu faktor blansing air mendidih maupun blansing uap air menghasilkan tepung katuk dengan nilai yang tidak berbeda nyata. Baik itu blansing air mendidih maupun blansing uap air keduanya masih dapat mempertahankan kandungan klorofil dalam tepung katuk karena keduanya dapat menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan.Faktor bagian tanaman katuk menghasilkan tepung dengan tingkat kecerahan yang berbeda nyata karena karena perbedaan kandungan klorofil pada tiap bagian tersebut. Bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk menghasilkan tepung katuk dengan tingkat kecerahan tertinggi.Bagian tanaman ini merupakan bagian tanaman katuk yang muda dimana menurut Rahayu dan Limantara (2005) kandungan klorofil pada daun katuk yang muda nilainya 44,56 spad/mm2. Selain itu, kandungan klorofil pada bagian batang muda dan tangkai tidak sebanyak pada bagian daun. Semakin rendah kandungan klorofil pada tanaman maka semakin muda warnanya yang menyebabkan lebih banyak cahaya yang dipantulkan kembali pada chromameter dan meningkatkan nilai kecerahan.Bagian daun dan tangkai berasal dari bagian katuk yang sudah tua sehingga warnanya lebih gelap dibandingkan dengan bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk tetapi adanya tangkai menyebabkan nilai kecerahan tepung lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daun.Bagian daun memiliki nilai kecerahan terendah sesuai dengan pernyataan Muchtadi (2000) dimana bagian daun tua pada katuk berwarna hijau gelap, sedangkan menurut Rahayu dan Limantara (2005) daun katuk tua mengandung klorofil sebesar 68,48 spad/mm2.Faktor blansing air mendidih dan blansing uap air tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a tepung katuk. Baik itu blansing air mendidih maupun blansing uap air telah cukup menginaktifkan enzim polifenoloksidase sehingga pencoklatan enzimatis tidak terjadi yang ditunjukkan dengan nilai a negatif yaitu kecenderungan warna hijau dari kisaran warna merah-hijau.Bagian tanaman katuk juga tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai a tepung katuk. Hasil yang tidak berbeda nyata dari uji pengaruh mandiri terhadap bagian tanaman katuk menunjukkan bahwa semua bagian dari tanaman katuk memiliki kecenderungan sifat yang sama yaitu stabil terhadap terjadinya pencoklatan enzimatis akibat pemecahan klorofil oleh enzim klorofilase menjadi klorofilid yang larut air yang dengan adanya asam dapat membentuk feoforbid yang berwarna coklat.Faktor cara blansing menunjukkan blansing air mendidih blansing uap air tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai b tepung katuk. Baik itu blansing air mendidih ataupun uap air dapat menghambat terjadinya pencoklatan enzimatis. Bagian tanaman katuk memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai b tepung katuk Bagian 15 dari ujung pangkal pucuk menghasilkan tepung katuk dengan nilai b tertinggi selain karena kandungan klorofilnya yang lebih rendah. Pada bagian ini, selain karena kandungan klorofilnya juga terdapat bagian batang muda yang mengandung senyawa flavonoid pada bagian kayu dan kulit kayunya (Muchtadi, 2000)Tepung dari bagian daun dan tangkai ini masih cenderung lebih kuning jika dibandingkan dengan bagian daun meskipun berasal dari bagian tanaman katuk yang juga tua. Adanya tangkai pada bagian ini yang juga mengandung senyawa flavonoid pada kayu dan kulit kayunya meningkatkan intensitas warna kuning pada tepung.Bagian daun menghasilkan tepung dengan nilai b terendah karena pada tepung dari bagian daun kandungan klorofilnya memiliki nilai tertinggi yaitu 68,48 spad/6mm2 sehingga kecenderungan warna kuningnya yang disebabkan karoten tidak terlalu tampak.

Karakteristik inderawi meliputi warna dan aroma tepung katuk menggunakan uji skoring (Soekarto, 1985)Skor Warna Tepung KatukHasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap skor warna tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri pada faktor cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap skor warna tepung katuk pada setiap tarafnya disajikan pada Tabel 3.Tabel 3. Pengaruh Cara Blansin g dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Skor Warna Tepung KatukPerlakuanRata-rata Skor warna dan Hasil Uji

Cara Blansing Blansing Air Mendidih Blansing Uap Air3,9 a3,7 a

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun2,9 a

3,8 b4,7 c

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanPerlakuan blansing air mendidih dan blansing uap air menghasilkan tepung katuk dengan skor warna yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan baik itu blansing air mendidih maupun blansing uap air keduanya sudah cukup menginaktifkan enzim polifenoloksidase dalam waktu 3 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Desroiser (1988) yakni blansing pada sayuran daun cukup dilakukan dalam waktu 3 menit.Bagian tanaman katuk memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap skor warna tepung katuk. Warna tepung dari bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk berwarna hijau muda cerah karena bagian ini memiliki kandungan klorofil terendah dimana dibandingkan dengan bagian daun tua selain itu kandungan senyawa flavonoid yang lebih dominan pada tanaman katuk yang masih muda dan pada batang muda menyebabkan warna hijau tepung katuk dari bagian tanaman katuk ini lebih muda.Skor warna tepung dari bagian daun dan tangkai lebih tinggi dari bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk karena berasal dari bagian tanaman katuk yang tua tetapi adanya tangkai menurunkan intensitas warna tepung katuk, karena pada tangkai juga terdapat senyawa flavonoid sebagai salah satu sumber pigmen warna kuning yang terletak pada kayu dan kulit kayunya.Bagian daun dari tanaman katuk menghasilkan tepung dengan skor tertinggi karena daun tua memiliki kandungan klorofil dengan jumlah yang tinggi.Skor Aroma Tepung KatukHasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap skor aroma dari tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri pada faktor cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap skor aroma tepung katuk pada setiap tarafnya disajikan pada Tabel 4.Tabel 4. Pengaruh Cara Bla nsing dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Skor Aroma Tepung KatukPerlakuanRata-rata skor Aroma dan Hasil Uji

Cara Blansing Blansing air mendidih Blansing uap air 3,3 a3,4 a

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun 3,2 a

3,2 a3,6 b

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanFaktor cara blansing air mendidih dan blansing uap air tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap skor aroma tepung katuk. Proses blansing baik itu blansing air mendidih dan blansing uap air menurunkan aroma dari tepung katuk karena pada saat blansing senyawa volatil pada katuk sebagian menguap. Perlakuan suhu dan waktu blansing yang sama menyebabkan penguapan senyawa volatil pada tanaman katuk dengan kedua cara blansing tersebut berjalan sama sehingga kedua cara blansing menghasilkan skor aroma yang tidak berbeda nyata.Bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk menghasilkan tepung katuk dengan skor aroma yang tidak berbeda nyata dengan bagian daun+tangkai, tetapi keduanya memiliki skor aroma tepung yang berbeda nyata dengan bagian daun.Bagian tanaman katuk memiliki skor aroma tepung yang berbeda karena pada bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk kandungan senyawa volatilnya lebih rendah karena menurut Fletcher (1998) nilai nutrisi katuk pada bagian yang lebih muda jumlahnya lebih sedikit yang menunjukkan kandungan senyawa volatilnya juga lebih rendah sehingga aroma dari katuk yang terkandung di dalamnya lebih tidak tercium. Sedangkan pada bagian daun dan tangkai karena adanya tangkai yang kandungan senyawa volatilnya lebih rendah dari daun maka aromanya pun tidak terlalu tercium. Pada bagian daun yang kandungan senyawa volatilnya lebih tinggi skor aroma tepung 3,6 yang berarti aroma tepung khas katuk kuat, skornya lebih tinggi dibandingkan dengan tepung dari bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk serta bagian daun dan tangkai. (Soekarto,1985)

Warna dari larutan tepung katuk menggunakan uji skoringSkor Warna Larutan Tepung KatukHasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap skor warna larutan tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri pada faktor cara blansing dan bagian tanaman katuk pada setiap tarafnya disajikan pada Tabel 5.Tabel 5. Pengaruh Cara Blansing dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Skor Warna Larutan Tepung KatukPelakuanRata-rata Skor Warna Larutan Tepung Katuk dan Hasil Uji

Cara Blansing Blansing Air Mendidih Blansing Uap Air3,5 a3,2 a

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun2,5 a

3,2 b4,3 c

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanRata-rata skor warna larutan tepung katuk berkisar antara 2,5-4,3 dengan keterangan warna larutan hijau muda sampai hijau pekat. Faktor cara blansing menunjukkan baik itu blansing air mendidih maupun blansing uap air menghasilkan tepung katuk dengan warna larutan hijau. Hasil ini menunjukkan bahwa suhu dan waktu blansing pada katuk baik itu blansing air mendidih maupun blansing uap air keduanya telah cukup menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan enzimatis.Bagian tanaman katuk menghasilkan warna larutan tepung yang berbeda nyata. Bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk menghasilkan tepung dengan warna larutan hijau muda dengan skor 2,5. Warna hijau muda dari bagian ini disebabkan klorofil pada bagian tanaman yang masih muda kandungannya lebih sedikit dibandingkan dengan bagian tanaman katuk yang sudah tua. Senyawa flavonoid yang lebih domnan pada bagian tanaman katuk yang muda menyebabkan timbulnya warna kuning sehingga memudarkan warna hijau larutan tepung dari bagian ini. Sifat pigmen kuning flavonoid yang tahan panas dan larut air (Winarno, 1997) menimbulkan warna larutan tepung menjadi cenderung kekuningan.Bagian daun dan tangkai menghasilkan tepung dengan skor warna larutan 3,2 yang berarti hijau. Klorofil pada bagian ini nilainya setara dengan bagian daun, tetapi adanya bagian tangkai yang kandungan pigmen kuning flavonoidnya bersifat larut dalam air menyebabkan turunnya derajat warna hijau dari larutan tepung bagian daun+tangkai.Bagian daun menghasilkan tepung dengan skor warna larutan 4,3 yang berarti larutan tepung berwarna hijau pekat. Hal ini menunjukkan pada bagian daun kandungan klorofilnya tinggi.

Penghitungan Rendemen tepung katuk (Uji Statistik) (Ranggana,1977)Rendemen Tepung KatukHasil sidik ragam menunjukkan tidak ada interaksi antara cara blansing dan bagian tanaman katuk terhadap persentase rendemen tepung katuk. Hasil uji pengaruh mandiri terhadap kedua factor perlakuan dalam setiap tarafnya disajikan dalam Tabel 6.Tabel 6. Pengaruh Cara Blansing dan Bagian Tanaman Katuk terhadap Rendemen Tepung Katuk (%)PerlakuanRata-rata Rendemen Tepung Katuk (%) dan Hasil Uji

Cara Blansing Blansing Air Mendidih Blansing Uap Air13,67 a14,81 b

Bagian Tanaman Katuk 15 cm dari ujung pangkal pucuk Daun + tangkai Daun11,29 a

14,89 b16,54 c

Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf kecil yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji jarak berganda DuncanRata-rata rendemen tepung katuk berkisar antara 11,29-16,54%. Kedua faktor perlakuan baik itu faktor cara blansing maupun faktor bagian tanaman katuk memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap rendemen tepung dalam setiap tarafnya. Blansing air mendidih memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan blansing uap air terhadap rendemen tepung katuk. Blansing air mendidih menghasilkan rendemen tepung lebih kecil dibandingkan dengan blansing uap air yang menghasilkan rendemen tepung sebesar. Hasil ini sesuai dengan beberapa pernyataan yang diajukan diantaranya oleh Muchtadi dan Sugiyono (1992) yaitu penggunaan medium air dapat menyebabkan kehilangan komponen terlarut lebih besar jika dibandingkan dengan medium uap air, serta pernyataan oleh Michigan State University Extension (1999) dimana blansing menggunakan air biasanya menyebabkan kehilangan nutrisi lebih besar dibandingkan medium uap air. Bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk memiliki bagian dominan batang muda dan tangkai sehingga tingkat kekerasan bahan lebih tinggi. Tingkat kekerasan bahan memengaruhi proses penggilingan dimana bahan yang lebih keras akan menghasilkan ukuran partikel hasil penggilingan yang lebih besar pada waktu dan alat penggilingan yang sama. Akibatnya, jumlah bahan yang lolos saringan pada pengayakan lebih sedikit.Bagian daun dan tangkai menghasilkan tepung dengan rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk karena tangkai yang terdapat pada bagian jumlahnya sebanding dengan jumlah daun sehingga ukuran partikel hasil penggilingan lebih kecil dan menyebabkan jumlah tepung yang lolos saringan lebih banyak.Bagian daun menghasilkan rendemen tepung terbesar karena daun yang telah dikeringkan memiliki karakteristik daun yang tipis dan mudah dipatahkan. Karakteristik tersebut memudahkan dalam proses penggilingan dan dapat menghasilkan bubuk dalam ukuran parrtikel yang kecil sehingga jumlah yang lolos saringan juga lebih besar dibandingkan kedua bagian lainnya.

d. Metode ekstraksiMetode ekstraksi untuk tanaman katuk dengan metode ekstraksi maserasi, maserasi sendiri adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi. Proses ekstraksi dalam simplisia berdasarkan prinsip kesetimbangan konsentrasi, apabila konsentrasi antara pelarut dan simplisia telah setimbang maka pelarut akan jenuh dan tidak bisa menarik kandungan kimia dalam simplisia oleh sebab itu dilakukan penambahan pelarut baru dalam metode ekstrasi jenis tertentu.

e. Pengaruh Variabel Ekstraksi1. SolvenHasil ekstraksi daun katuk menggunakan etanol 80% dapat dilihat pada tabel 1 dan ekstraksi dengan etanol 96 % pada tabel 2.Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Dengan Menggunakan Etanol 80%BAHANBERAT BAHAN (gram)BERAT EKSTRAK (gram)

Serbuk daun katuk101,02748,3345

100,19158,3422

100,51048,300

Tabel 2. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Dengan Menggunakan Etanol 96%BAHANBERAT BAHAN (gram)BERAT EKSTRAK (gram)

Serbuk daun katuk101,19389,7312

102,4759,6640

101,35719,6650

Etanol dengan konsentrasi 96% memiliki rendemen lebih besar dibandingkan etanol 80%

2. SuhuVariasi suhu pengeringan adalah 80C dan 90C. Bubuk ekstrak daun katuk paling disukai adalah pada suhu pengeringan 900 C . Bubuk ekstrak daun katuk tersebut memiliki karakteristik: kadar air 5,64%wb, kadar khlorofil (0,83% db), warna Redness 0,65, Yellowness 8,90, Blueness 2,75; rehidrasi 1,19 menit. Ekstrak daun katuk yang diperoleh dari pengepresan ditambah air, kemudian dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray drier sampai dihasilkan bubuk ekstrak daun katuk. Bubuk tersebut kemudian dianalisa kadar airnya dan hasil analisa kadar air bubuk ekstrak daun katuk disajikan pada Tabel 1.Tabel 1. Kadar Air Bubuk Ekstrak Daun Katuk (% bb )* Suhu Pengeringan

80 0C90 0C

6,675,64

7,546,35

8,057,45

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kadar air bubuk ekstrak daun katuk dengan dan suhu pengeringan mengalami penurunan akibat pengeringan. Kadar air bubuk ekstrak daun katuk berkisar antara 5,64%- 8.05%. Nilai ini masih berkisar pada syarat bubuk rata-rata yang umumnya kurang dari 10%. Kadar air paling rendah pada suhu pengeringan 90oC. sehingga dipilih pada suhu tersebut.

3. Lama ekstraksiPenetapan waktu reaksiHasil penentuan waktu yang reaksi yang digunakan untuk pengamatan uji daya peredam radikal bebas larutan uji ekstrak etanol 80%.

Hasil penentuan metode reaksi untuk pengamatan uji daya peredam radikal bebas larutan uji ekstrak etanol 80% didapat bahwa penurunan absorbasi terkecil pada menit 25-30, oleh karena itu untuk pengamatan selanjutnya dilakukan pengamatan waktu reaksi 30 menit (tabel 4) dan untuk ekstrak etanol 96% penurunan absorbasi terkecil pada menit 20-25, oleh karena itu untuk pengamatan selanjutnya dilakukan pengamatan waktu reaksi 20 menit (tabel 5)

E. KESIMPULAN Metode ekstraksi untuk tanaman katuk dengan metode ekstraksi maserasi. Proses ekstraksi dalam simplisia berdasarkan prinsip kesetimbangan konsentrasi, apabila konsentrasi antara pelarut dan simplisia telah setimbang maka pelarut akan jenuh dan tidak bisa menarik kandungan kimia dalam simplisia oleh sebab itu dilakukan penambahan pelarut baru dalam metode ekstrasi jenis tertentu. Variable yang berpengaruh dalam ekstraksi katuk, yaitu :1. SolvenEtanol dengan konsentrasi 96% memiliki rendemen lebih besar dibandingkan etanol 80%

2. SuhuKadar air pada suhu pengeringan 90oC lebih rendah dibandingkan pada suhu 80 oC.3. Lama ekstraksiSemakin lama ekstraksi dilakukan, maka hasil ekstraksi yang didapat semakin banyak. Berdasarkan pengujian terhadap kimia simplisia katuk terdapat :1. Asam fenolat2. Senyawa flavonoid3. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa Fenol dengan metoda simes dkk. Berdasarkan pengujian fisik simplisiaKadar airHasil uji dari pengaruh rata-rata perlakuan bagian tanaman katuk terhadap kadar air tepung katuk menunjukkan bahwa kadar air tepung katuk dari bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk tidak berbeda nyata dengan kadar air tepung katuk dari bagian daun dan tangkai, tetapi berbeda nyata dengan kadar air dari bagian daun. Bagian daun dari tanaman katuk menghasilkan tepung katuk dengan rata-rata kadar air terendah yaitu 4,43%. Berdasarkan pengujian organoleptis simplisia1. Intensitas warna Bagian daun dan tangkai berasal dari bagian katuk yang sudah tua sehingga warnanya lebih gelap dibandingkan dengan bagian 15 cm dari ujung pangkal pucuk tetapi adanya tangkai menyebabkan nilai kecerahan tepung lebih tinggi dibandingkan dengan bagian daun.Bagian daun memiliki nilai kecerahan terendah sesuai dengan pernyataan Muchtadi (2000) dimana bagian daun tua pada katuk berwarna hijau gelap, sedangkan menurut Rahayu dan Limantara (2005) daun katuk tua mengandung klorofil sebesar 68,48 spad/mm2.2. AromaFaktor cara blansing air mendidih dan blansing uap air tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap skor aroma tepung katuk. Proses blansing baik itu blansing air mendidih dan blansing uap air menurunkan aroma dari tepung katuk karena pada saat blansing senyawa volatil pada katuk sebagian menguap. Perlakuan suhu dan waktu blansing yang sama menyebabkan penguapan senyawa volatil pada tanaman katuk dengan kedua cara blansing tersebut berjalan sama sehingga kedua cara blansing menghasilkan skor aroma yang tidak berbeda nyata. Faktor yang mempengaruhi kualitas simplisia daun katuk1. WaktuDaun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) diambil pada tanaman katuk dengan umur panen setiap 30-45 hari dengan umur tanam minimal 4 bulan,2. Kondisi tanamanDaun muda, sehat dan segar.3. Kondisi lingkungana. SuhuSuhu udara berkisar 21-32Cb. Kelembaban Dengan kelembaban 50-80%c. Cahaya Pada saat penanaman sebaiknya pada sore hari, menghindari cahaya agar tanaman dapat beradaptasi dengan lingkungan, dan pada tempat yang teduh.

d. TanahDigunakan tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus beraerasi dan berdrainase baik, serta mempunyai keasaman (pH) = 5,5-6,54. Lokasi geografia. KetinggianTanaman katuk dapat tumbuh baik dengan ketinggian 5-1300 meter diatas diatas permukaan laut.b. Klasifikasi areaPada area daerah tropis dapat tumbuh dan berproduksi dengan didataran rendah sampai dataran tinggi.5. AlatAlat untuk memotong ujung tanaman katuk yaitu pisau yang tajam6. Bagian tanamanPucuk daun sepanjang 20-25 cm.

F. DAFTAR PUSTAKA1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura2. Walujo, Eko Baroto.2010.Hasil Identifikasi atau Determinasi Tumbuhan.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi. Jakarta.3. Takhta K., Sri W. dan M. Aris Widodo.2013. Jurnal uji Efektifitas Ektrak Etanol Daun Katuk (Sauropus androgynus) Sebagai Antibakteri Terhadap MRSA Secara Invitro. Universitas Brawijaya Malang. Malang.4. Marleen H. dan Verna A.A.2006. Pengaruh Cara Blansing Pada Beberapa Bagian Tanaman Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) Terhadap Warna dan Beberapa Kataristik Lain Tepung Katuk.5. Mega Arista.2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% Dan 96% Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.). Universitas Surabaya. Surabaya.