Upload
berny-leonid-sklitinov
View
106
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
nothing
Citation preview
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan laporan
tutorial ini. Kami ucapkan terima kasih juga, khususnya kepada dosen tutor kami, dr. Agustine
Mahardika, yang telah memandu jalannya diskusi tutorial kelompok kami.
Laporan tutorial ini disusun berdasarkan diskusi tutorial pada pertemuan minggu ketiga.
Diskusi tutorial tersebut membahas mengenai sejumlah masalah penyakit yang berkaitan dengan
sistem digestif. Selain itu dalam diskusi tersebut dibahas lebih mendalam mengenai masalah
ikterus dan penyakit yang berhubungan dengan skenario tersebut.
Kami berharap laporan tutorial ini dapat membantu para pembaca sekalian dalam
memahami sejumlah penyakit terkait dengan sistem digestif khususnya yang berkaitan dengan
skenario yang telah dibahas. Kami mengakui dalam laporan kami ini masih jauh dari
sempurna,untuk itu kami berharap saran dan kritik untuk laporan kami kedepannya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
1.1. Skenario............................................................................................................................3
1.2. Learning Objective............................................................................................................3
1.3. Mind Map..........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1. Analisis Skenario..............................................................................................................5
2.2. Pembahasan Diagnosis Banding.......................................................................................9
1. Hepatitis.........................................................................................................................9
2. Kolelitiasis...................................................................................................................40
3. Kolesistitis...................................................................................................................44
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................48
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario
Seorang perempuan berusia 42 tahun, datang ke Poli Interna RSU dengan keluhan
mata kuning. Dua minggu sebelumnya penderita merasa selalu kelelahan dan lemah
badan dan seminggu terakhir merasa meriang, batuk-batuk serta pilek disertai mual dan
muntah dan nyeri ulu hati yang kadang-kadang terasa menusuk. Dua hari Sebelum MRS
penderita baru menyadari matanya menjadi kuning dan warna kencingnya agak
kecoklatan tidak seperti biasanya. Riwayat penyakit dahulu: penderita pernah sakit
kuning waktu menjadi mahasiswa semester 2, namun seingat penderita tidak diobati ke
dokter dan sembuh sendiri. 5 tahun yang lalu penderita pernah merasa nyeri menusuk
yang hebat di uluhati sampai opname, disertai mata kuning, tetapi tidak seberat ini.
penyakit itu sembuh setelah dokter memberinya antibiotik. Hasil pemeriksaan fisik: TB
156 cm, BB 72 kg, TD 130/80 mHg, RR 20 x/menit, peristaltik kesan normal, sklera
yang ikterik serta nyeri tekan di epigastrium. Dari anamnesa lanjutan, pasien menyatakan
sudah gemuk sejak remaja, sejak 10 tahun terakhir menggunakan kontrasepsi hormonal.
Kemudian dokter merencanakan beberapa pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan
terapi.
1.2 Learning Objective
1. Apa saja penyakit yang dapat berhubungan dengan nyeri ulu hati di skenario?
2. Bagaimana hubungan antara kegemukan dan kontrasepsi hormonal dengan gejala di
scenario?
3. Bagaimanakah penjelasan mengenai DD pada skenario : hepatitis, kolelitiasis,
kolesistitis?
4. Bagaimana Analisa pada pasien di scenario?
5. Bagaimana planning pasien di scenario?
3
1.3 Mind Map
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Analisis Skenario
ID : Perempuan/ 42 tahun
TB : 156 cm
BB : 72 kg
IMT : 29,59 (overweight)
KU
Mata kuning
KP
Kencing berwarna kecoklatan 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Kelelahan dan lemah badan sejak dua minggu sebelumnya.
Meriang, batuk-batuk, serta pilek yang disertai mual dan muntah dan nyeri uluhati yang
kadang-kadang menusuk seminggu terakhir.
RPD
Pernah menderita sakit kuning waktu menjadi mahasiswa semester 2, tapi sembuh sendiri.
Pernah merasa nyeri menusuk yang hebat di uluhati sampai opname disertai mata kuning
tetapi tidak seberat ini 5 tahun yang lalu dan sembuh setelah pemberian antibiotik.
Memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi sejak sepuluh tahun terakhir.
Pemeriksaan Vital Sign
TD : 130/80 (Pre hipertensi)
RR : 20 Kali/menit (normal)
Pemeriksaan Fisik
Sclera yang ikterik
Nyeri tekan di epigastrium
Peristaltic kesan normal
Pendekatan Diagnosis
1. Mata Kuning (sclera ikterus)
Hal ini adalah efek dari ikterus. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata
atau jaringan lainnya yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah. Biasanya yang pertama kali mengalami
5
ikterus adalah jaringan yang kaya elastin. Tanda ini muncul bilamana kadar bilirubin
serum telah mencapai 3 mg/dL.
2. Kencing Berwarna Kecoklatan
Terjadi obstruksi pada daerah kanalikuli yang merupakan saluran untuk keluarnya
bilirubin menuju usus yang nantinya oleh flora bakteri usus mengubahnya menjadi
sterkobilin. Namun akibat adanya obstruksi atau gangguan, seluruh bilirubin dialikan
ke sirkulasi sehingga kadarnya di darah meningkat dan terfiltrasi oleh ginjal.
3. Kelelahan dan Lemah Badan, Meriang, Batuk-batuk, Pilek (Flu syndrome)
Akibat dari penurunan imunitas tubuh karena terjadi gangguan di tubuh. Ini
merupakan gejala yang muncul jika terjadi penurunan imunitas tubuh.
4. Nyeri uluhati (Epigastrium)
Terjadi karena adanya iritasi pada organ-organ di daerah epigastrium dan sekitarnya
(hati, kandung empedu, pancreas dan lambung). Dimana organ tersebut mengalami
suatu gangguan atau kelainan (missal: infeksi) yang akan mencetuskan nyeri yang
didukung dengan adanya ujung-ujung saraf nyeri.
Differential Diagnosis
Hepatitis
Kolelitiasis
Kolesistitis
Planning
Pemeriksaan Lanjutan
6
7
Penatalaksaan
Karena belum dipastikan diagnosis kerjanya, maka dari itu sambil menunggu hasil tes
pemeriksaan penunjang dapat dilakukan tatalaksana awal, seperti:
1) Istirahat baring pada masa masih banyak keluhan, mobilisasi berangsur dimulai
jika keluhan/ gejala berkurang, bilirubin, dan transaminase serum menurun.
2) Perlu perawatan di rumah sakit baik untuk masalah nutrisi dan dehidrasi
3) Diet tinggi kalori dipertahankan, diet tinggi lemak dikurangi.
4) Mual dan muntah diberikan obat-obat prokinetik.
5) Suplemen vitamin K jika diperlukan
8
2.2 PEMBAHASAN DIAGNOSIS BANDING
1. HEPATITIS
HEPATITIS A
Definisi dan Etiologi
Hepatitis A adalah golongan penyakit Hepatitis yang ringan dan jarang sekali
menyebabkan kematian, disebabkan oleh Virus hepatitis A (HAV) yang merupakan virus
RNA dari famili enterovirus yang berdiameter 27 mm.
Epidemiologi
Dalam lingkungan yang padat dan sanitasi yang buruk, penyakit paling
sering bermanifestasi pada anak dan remaja dengan angka tertinggi pada usia
antara 5-4 t a h u . Hampir lebih dari 90% anak-anak sudah terinfeksi Hepatitis A saat
mereka berusia 5 tahun. Semua kelompok umur secara umum rawan terhadap infeksi HAV,
insiden terbanyak adalah pada kelompok dewasa dan anak-anak dan yang paling rentan
adalah kelompok dewasa muda.
Patofisiologi
Penyebarannya melalui kotoran/tinja penderita yang penularannya melalui makanan
dan minuman yang terkomtaminasi, hubungan langsung (termasuk seksual) dengan orang
yang terinfeksi.
9
Penyakit Hepatitis A memiliki masa inkubasi 2 sampai 6 minggu sejak penularan
terjadi, barulah kemudian penderita menunjukkan beberapa tanda dan gejala terserang
penyakit Hepatitis A.
Setelah infeksi melalui traktus gastrointestinal, HAV akan bereplikasi pada hati
selama beberapa minggu atau lebih selama masa inkubasi, titer virus ditemukan tinggi dalam
jaringan hati, empedu, darah dll. Tidak sampai minggu keempat atau kelima dari infeksi akan
kelihatan manifestasi klinis yang berhubungan dengan tanda awal dari respon imun terhadap
virus.
Replikasi dari penyakit Hepatitis A target primer utama dari HAV adalah sel-sel hati
(Hepatosit) setelah virus tertelan mereka terabsorsi melalui pembuluh darah diangkut ke hati
dan begitu sampai di hati mereka akan di telan oleh Hepatosit. Di sel materi genetik atau
genon dari HAV yang terdiri dari stranded RNA akan bertindak sebagai suatu template yang
akan memproduksi protein virus selanjutnya protein ini akan berkembang kembali
membentuk capsid virus yang baru dan akan dirilis melalui saluran empedu kecil yang
terdapat di antara sel-sel hati dan mereka lalu secara bebas akan dibuang melalui tinja.
Diawali dengan masuknya virus ke dalam saluran pencernaan, kemudian masuk ke
aliran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim
hati virus mengalami replikasi yang menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah
itu virus akan keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk ke dalam duktus
biliaris yang akan disekresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak akan
merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi makrofag, pembesaran 10
sel kufer yang akan menekan duktus biliaris sehingga aliran bilirubin direk terhambat,
kemudian terjadi penurunan ekskresi bilirubin ke usus.
Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin
dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan terus
menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali ke atas)
ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada
sklera, kadang juga disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel
bilirubin direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan diekskresikan melalui
urine. Akibat bilirubin direk kurang dalam usus, mengakibatkan gangguan dalam produksi
asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak
bertahan dalam lambung cukup lama) yang mengakibatkan regangan pada lambung sehingga
merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Terangsangya saraf-saraf ini
mengakibatkan teraktifasinya pusat muntah yang berada di medula oblongata sehingga timbul
gejala mual, muntah dan menurunnya nafsu makan.
11
Manifestasi Klinis
Demam mendadak
Badan lemas
Perut mual dan muntah
Nyeri ulu hati
Nafsu makan menurun
Urine warna gelap
Faeces berubah warna
Perjalanan klinis Hepatitis A dapat dibedakan menjadi 4 stadium.
Masa Tunas
Lamanya Viremia pada Hepatitis A 2-4 minggu.
Fase Pre Ikterik
Keluhan biasanya tidak spesifik, berlangsung 2-7 hari, namun selanjutnya disertai
gejala yang klasik seperti :
- Kuning 40% - 80%.
- Urine berwarna gelap 68% - 94%.
- Lelah / Lemas 52% - 91%.
- Hilang nafsu makan 42% - 90%.
- Nyeri dan rasa tidak enak di perut 37% - 68%.
- Tinja berwarna pucat 52% - 58%.
- Mual dan muntah 32% - 73%.
- Demam kadang menggigil 28% - 73%.
- Sakit kepala 26% - 73%.
- Nyeri sendi 11% - 40%.
- Pegal otot 15% - 52%.
- Diare 16% - 25%.
- Rasa tidak enak di tenggorokan 0% - 20%.
Fase Ikterik
Pada fase ini setelah demam turun maka urine akan berwarna kuning pekat
seperti air teh serta sklera mata dan kulitnya berwarna kekuning-kuningan dan warna
12
kuningnya meningkat, menetap serta menurun secara berlahan-lahan berlangsung
sekitar 10 – 14 hari.
Fase Penyembuhan.
Biasanya fase ini dimulai dengan hilangnya sisa gejala ikterus dan penderita
merasa segar walaupun masih cepat lelah dan secara umum penyembuhan secara
klinis dan biokimia berlangsung 6 bulan.
Penegakan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.
Dari anamnesis, gejala prodromal riwayat kontak
Pemeriksaan fisik meliputi :
o Ikterus tampak pada sklera, kulit dan selaput lendir di langitlangit.
o Pada kasus yang berat tampak mulut berbau spesifik (Foetor Hepaticum).
o Pada palpasi tampak atau teraba hati membesar atau bengkak 2-3 jari dibawah arkus
kosta dengan konsistensi lunak tepi tajam dan sedikit nyeri tekan, perkulis pertama
positip.
o Limpa kadang teraba lunak.
Berdasarkan hasil tes laboratorium.
o Test fungsi hati (Bilirubin, SGOT, SGT, GGT, Alkali Fosfatase).
o Test Serologi IgM anti HAV.
Diagnosis di tegakkan dengan adanya antibodi IgM terhadap virus Hepatitis A pada
serum yang akut dan juga berdasarkan gejala klinis saat itu.
Penatalaksanaan
Adapun tujuan penatalaksanaannya adalah :
- Mengurangi angka kematian.
- Menghilangkan keluhan dan gejala klinik yang ada.
- Memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah komplikasi.
13
Adapun pada dasarnya penatalaksanaan adalah :
a. Tirah Baring
Cara dalam suatu pengobatan dan ini juga perlu dibatasi kalau penderita sudah merasa
baik walaupun mata masih kuning, penderita sebaiknya di ijinkan untuk melakukan
kegiatan sendiri di kamar namun bersifat ringan serta bertahap.
b. Diet.
Pada dasarnya diet adalah cukup kalori yaitu 30-35 kalori/kg BB dengan pemberian
protein 19/kg BB atau boleh lebih dan masalah yang sering timbul adalah makanan yang
mengandung lemak dan jika sudah cukup baik makanan yang mengandung lemak dan
jika sudah cukup baik makanan dilanjutkan sesuai porsi normal.
c. Obat-obatan.
Belum ada yang mempunyai khasiat untuk pengobatan secara khusus untuk memperbaiki
nekrosis hati, tetapi yang lazim digunakan adalah. :
Obat-obatan non spesifik, seperti ; Methicol, Lesichol,curcuma, Sandrin dll.
Obat-obatan simtomatik untuk membantu menghilangkan keluhan dan gejala klinik.
Paracetamol sebagai penurun demam dan pusing, vitamin untuk meningkatkan daya
tahan tubuh dan nafsu makan serta obat-obatan yang mengurangi rasa mual dan
muntah.
Pencegahan
Pencegahannya yaitu dengan pola hidup yang baik dan bersih serta dengan imunisasi
namun secara umum yaitu :
Hygiene perorangan.
Lingkungan dan sanitasi yang baik serta pemakaian air yang bersih, pembuangan eksresi
yang baik.
Mencegah kontaminasi makanan dan minuman.
Mengenal masa penularan yaitu sebelum kuning yaitu pada 2 minggu sebelumnya dan
satu minggu sesudahnya.
14
HEPATITIS B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B yang termasuk dalam golongan
hepadnavirus. Sekitar 350 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi dengan Virus Hepatitis
B (HBV). Di Amerika Serikat, terdapat sekitar 1,25 juta karier hepatitis b, yang dimaksud
dengan karier hepatitis b yaitu orang dengan hepatitis B surface antigen (HbsAG) positif
lebih dari 6 bulan. Karier HBV mempunyai faktor resiko yang tinggi untuk menjadi sirosis
hepar, hepatic decompensation, dan hepatocellular carsinoma.
EPIDEMIOLOGI
Sumber: CDC. Travelers’ health; yellow book. Atlanta, GA: US Department of Health and
Human Services, CDC; 2008. Available at http://wwwn.cdc.gov/ travel/yellowbookch4-
HepB.aspx.
15
Sumber : Chronic Hepatitis B Update 2009. American Associations for the Study of Liver
Disease (ASSLD)
16
VIROLOGI
Virus Hepatitis B termasuk dalam golongan hepadnavirus. Virus ini mengandung
DNA dengan cincin ganda sirkuler yang terdiri dari 3200 nukleotida dengan diameter 42 nm
dan terdiri dari 4 gen. Di dalam sirkulasi, virus ini ditemui dalam bentuk bulat dan batang
yang terdiri atas protein dan karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen
(HBsAg) dan antigen pre-S. Bagian dalam dari virion adalah core. Core dibentuk oleh
selubung hepatitis B core antigen (HBcAg) yang membungkus DNA, DNA polimerase,
transkriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus. Komponen antigen yang terdapat
dalam core adalah hepatitis B e antigen (HBeAg) yang merupakan petanda tak langsung
derajat beratnya infeksi hepar. Genotip B dan C dari hepatitis B banyak ditemukan di Asia,
genotip A dan D di eropa dan India, genotip E di Afrika, Genotip F di Amerika tengah dan
selatan, genotip G di Prancis dan Amerika Utara. Genotip B dan C banyak terdapat di daerah
dengan endemisitas tinggi seperti Asia, dimana penularan secara vertikal atau perinatal
memegang peranan penting. Sebaliknya genotip A, D, E, F dan G banyak terdapat di daerah
dengan transmisi horizontal.
CARA PENULARAN
HBV dapat bertahan dalam berbagai keadaan, oleh karena itu cairan fisiologis tubuh
(sekret, semen, air liur, air mata, dan efusi patologik) merupakan lingkungan yang baik untuk
media penularan. Beberapa aktivitas yang dapat menyebabkan penularan HBV yaitu:
1. Kontak seksual tanpa pengaman
2. Penggunaan obat injeksi secara bersama-sama dengan satu jarum suntik
3. Transfusi darah atau produk darah tanpa skrining HBV
4. Pekerja di bidang kesehatan (dokter, perawat, laboran) yang terpapar oleh cairan tubuh
penderita HBV
17
5. Beberapa prosedur yang dilakukan oleh dokter gigi, dokter, atau ahli kosmetik dengan
menggunakan jarum atau peralatan lainnya yang terkontaminasi oleh cairan tubuh
penderita HBV
6. Terpapar oleh kontaminan potensial seperti darah melalui luka pada kulit atau mukosa.
7. Penularan secara vertikal (transmisi maternal-neonatal).
PATOFISIOLOGI
18
HBV adalah family Hepadnaviridae kelompok virus yang menyebabkan
hepatitis di berbagai spesies. Genom HBV merupakan molekul DNA sirluar untai-ganda
parsial 3200 nukleotida, yang mengkode :
Suatu protein “core” nukleokapsid (HBcAg, antigen core hepatitis B) dan suatu transkrip
polipeptida yang lebih panjang dengan region pra-core dan core, disebut HBeAg (antigen
e hepatitis B). HBcAg tertahan di hepatosit yang terinfeksi; HBeAg disekresikan ke
darah sehingga menjadi pegangan antigenic bagi system imun.
Glikoprotein selubung (HBsAg, antigen permukaan hepatitis B), juga bersifat
imunogenik jika terdapat dalam darah.
DNA polymerase.
Suatu protein dari region X (protein-X HBV), yang bekerja sebagai promiscuous
transcriptional transactivator gen pejamu dan mungkin berperan dalam timbulnya
karsinoma hepatoseluler setelah terintegrasi dengan pejamu.
Infeksi HBV terjadi dalam dua fase yakni proliferatif dan fase integrative. Selama
fase proliferative, DNA HBV terdapat dalam bentuk episomal dengan pembentukan virion
lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai
dengan molekul MHC I menyebabkan aktivasi limfosit CD8+ sititoksik. Kemudian terjadi
fase integrative, yang DNA virus menyatu dalam genom penjamunya. Seiring dengan
berhentinya replikasi virus dan munculnya antibody terhadap virus, kerusakan hati mereda.
Akan tetapi resiko terjadinya karsinoma hepatoseluler menetap. Hal ini sebagian mungkin
disebabkan oleh disregulasi pertumbuhan yang diperantari oleh protein X HBV.
Pada kemungkinan pertama, tubuh mampu memberikan tanggapan adekuat terhadap
virus hepatitis B (VHB), akan terjadi 4 stadium siklus VHB, yaitu fase replikasi (stadium 1
dan 2) dan fase integratif (stadium 3 dan 4). Pada fase replikasi kadar HBsAg (hepatitis B
surface antigen), HBV DNA, HBeAg (hepatitis Be antigen), AST (aspartate
aminotransferase) dan ALT (alanine aminotransferase) serum akan meningkat, sedangkan
kadar anti-HBs dan anti HBe masih negatif. Pada fase integratif (khususnya stadium 4)
keadaan sebaliknya terjadi, HBsAg, HBV DNA, HBeAg dan ALT/AST menjadi
negatif/normal, sedangkan antibodi terhadap antigen yaitu : anti HBs dan anti HBe menjadi
positif (serokonversi). Keadaan demikian banyak ditemukan pada penderita hepatitis B yang
terinfeksi pada usia dewasa di mana sekitar 95-97% infeksi hepatitis B akut akan sembuh
karena imunitas tubuh dapat memberikan tanggapan adekuat.
19
Setelah pajanan virus, terjadi masa inkubasi asimptomatik yang lama (4 hingga 26
minggu, rerata 6 sampai 8 minggu) diikuti penyakit akut dari berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan. Perjalanan penyakit ditandai dengan penanda serum :
HBsAg muncul sebelum onset gejala, memuncak selama gejala penyakit muncul,
kemudian menurun sampai tidak terdeteksi dalam 3-6 bulan.
HBeAg, HBV-DNA, dan DNA polymerase muncul dalam serum segera setelah HBsAg
dan semuanya menandakan replikasi virus yang aktif. Menetapnya HBeAg merupakan
indicator penting terjadinya replikasi virus yang berkelanjutan, daya tular, dan
kemungkinan perkembangan menuju hepatitis yang kronis.
IgM anti HBc mulai terdeteksi dalam serum segera sebelum onset gejala, bersamaan
dengan mulai meningkatnya kadar aminotransferase serum (menunjukkan kerusakan
hati). Dalam beberapa bulan, IgM anti HBc digantikan oleh IgG anti HBc.
Munculnya anibodi HBe mengisyaratkan infeksi akut setelah memuncak dan sekarang
mulai mereda.
IgG anti HBs belum meningkat sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak
terdeteksi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah hilangnya HBsAg.
Anti HBs dapat dapat menetap seumur hidup, memberikan proteksi. Hal inilah yang
menjadi dasar vaksinasi menggunakan HBsAg noninfeksiosa.
MANIFESTASI KLINIS
Pada fase akut periode inkubasi sekitar 1-6 bulan. Manifestasi klinisnya dapat berupa
ikterik dan anikterik. Pasien dengan anikterik memiliki kecendrungan untuk menjadi hepatitis
yang kronis. Hepatitis ikterik dihubungkan dengan periode prodromal, dengan manifestasi
klinis anoreksia, mual, muntah, low grade-fever, mialgia, fatigue, gangguan indra penciuman
dan indera pengecap dan nyeri pada kuadran kanan atas dan area epigastrik.
Pada fase kronis pasien dengan hepatitis kronis bisa menjadi karier yang sehat tanpa
adanya tanda dan biasanya asimptomatik. Pasien dengan hepatitis kronis, selama fase
replikatif dapat menunjukan manifestasi klinis fatigue, anoreksia, muntah, rasa tidak nyaman
dan nyeri pada kuadaran kanan atas dan dekompesasi hepatic.
20
DIAGNOSIS
Pada penyakit acute hepatitis B terjadi peningkatan kadar alanine aminotransferase
(ALT) dan aspartat aminotransferase (AST), pada rentang 1000-2000 IU / mL, merupakan
ciri khas penyakit ini, meskipun nilai-nilai 100 kali lebih dari batas atas normal (ULN) dapat
diidentifikasi . Nilai yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan hepatitis icteric. Tingkat
SGPT biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT. Alkaline phosphatase (ALP) mungkin
berada dalam nilai tinggi, tetapi nilainya biasanya tidak lebih dari 3 kali batas atas normal.
Tingkat albumin dapat sedikit rendah, dan kadar zat besi serum dapat meningkat. Dalam
periode preicteric (yaitu, sebelum munculnya penyakit kuning), leukopenia (yaitu,
granulocytopenia) dan lymphocytosis adalah yang paling umum hematologic kelainan dan
disertai dengan peningkatan dalam tingkat sedimentasi eritrosit (ESR). Pasien dengan
hepatitis parah mengalami perpanjangan waktu prothrombin (PT). Beberapa penanda virus
dapat diidentifikasi dalam serum dan hati. HbsAg (antigen Australia) dan HBeAg (penanda
infektivitas) adalah penanda pertama yang dapat diidentifikasi dalam serum. HBcAb (IgM)
setelah itu muncul. Bagi pasien yang sembuh, serokonversi untuk HBsAb dan HBeAb
21
diamati, dan HBcAb adalah dari kelas IgG. Pasien dengan HbsAg terus-menerus selama lebih
dari 6 bulan mengembangkan hepatitis kronis.
Pada penyakit hepatitis B kronis yang tidak aktif karier sehat memiliki SGOT normal
dan SGPT yang meningkat, dan tanda-tanda infektivitas (yaitu, HBeAg, HBV DNA) dapat
negatif. HbsAg, IgG HBcAb dari jenis, dan HBeAb juga ditemukan di dalam serum.
Pada hepatitis B kronis yang aktif pasien memiliki nilai yang ringan hingga sedang
dalam hal elevasi dari aminotransferases (kurang dari atau sama dengan 5 kali ULN). SGPT
biasanya lebih tinggi daripada tingkat SGOT. Sangat tingginya kadar ALT dapat diamati
selama eksaserbasi atau reaktivasi dari penyakit, dan mereka dapat disertai dengan gangguan
fungsi sintetik hati (yakni, penurunan kadar albumin, kadar bilirubin meningkat, dan
berkepanjangan PT). HbsAg dan HBcAb dari jenis IgG atau IgM (dalam kasus reaktivasi)
teridentifikasi dalam serum. Jika tingkat SGOT lebih tinggi daripada tingkat SGPT, diagnosis
sirosis harus dikecualikan. Jaringan-antibodi spesifik, seperti antismooth muscle antibodi
(ASMAs) (20-25%) atau antinuclear antibodi (ANAs) (10-20%), dapat diidentifikasi.
Jaringan-antibodi spesifik, seperti antibodi terhadap kelenjar tiroid (10-20%), juga dapat
ditemukan. Peningkatan sedikit kadar faktor rematoid (RF) biasanya ditemukan.
Interpretation of serologic test results for hepatitis B virus infection
(CDC,2008)
SEROLOGIC MARKER INTERPRETATION
HBsAg2 TOTAL
ANTI-HBc
IgM ANTI-
HBc
ANTI-
HbsAG
– – – – Never infected
+ – – – Early acute infection, transient (≤18 days)
after vaccination
+ + + – Acute infection
– + + + or - Acute resolving infection
– + – + Recovered from past infection and immune
+ + – – Chronic infection
– + – – False-positive (susceptible), past infection,
occult infection,3 or passive transfer of anti-22
HBc to infant born to HBsAg-positive mother
– – – + Immune if concentration is ≥10 mIU/mL after
vaccine series completion, passive transfer
after hepatitis B immune globulin
administration
23
Sumber : Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Recomendation for
Identification and Public Health Management of Person with Chronic Hepatitis B Virus
Infection.
PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui immunisasi baik aktif maupun pasif.
Pada negara dengan prevalensi tinggi, immunisasi aktif diberikan pada bayi yang lahir dari
ibu HBsAg positif, sedang pada negara yang prevalensi rendah immunisasi diberikan pada
orang yang mempunyai resiko besar tertular. Vaksin hepatitis diberikan secara intra muskular
24
sebanyak 3 kali dan memberikan perlindungan selama 2 tahun. Pemberiannya sebagai berikut
: dewasa diberikan Setiap kali diberikan 20 μg IM yang diberikan sebagai dosis awal,
kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya setelah 6 bulan. Pada anak diberikan
dengan dosis 10 μg IM sebagai dosis awal , kemudian diulangi setelah 1 bulan dan berikutnya
setelah 6 bulan
Pemberian Hepatitis B Imunoglobulin (HBIG) merupakan immunisasi pasif dimana
daya lindung HBIG diperkirakan dapat menetralkan virus yang infeksius dengan
menggumpalkannya. HBIG dapat memberikan perlindungan terhadap Post Expossure
maupun Pre Expossure. Pada bayi yang lahir dari ibu, yang HbsAs positif diberikan HBIG
0,5 ml intra muscular segera setelah lahir (jangan lebih dari 24 jam). Pemberian ulangan pada
bulan ke 3 dan ke 5. Pada orang yang terkontaminasi dengan HBsAg positif diberikan HBIG
0,06 ml/Kg BB diberikan dalam 24 jam post expossure dan diulang setelah 1 bulan
25
26
HEPATITIS C
EPIDEMIOLOGI
Hepatitis C disebabkan oleh infeksi dari virus hepatitis c (HCV). Hepatitis C termasuk
dalam masalahan kesehatan masyarakat yang cukup menjadi perhatian dan juga berkontribusi
menyebabkan penyakit hati kronis. Sebanyak 180 juta orang didunia terinfeksi HCV. Di
Amerika Serikat, prevalensi infeksi HVC antara tahun 1999 dan 2002 mencapai 1,6% dengan
4,1 juta positif memiliki antibodi terhadap hepatitis C (anti-HCV). Hepatitis C adalah
penyebab utama kematian dari penyakit hati dan indikasi utama untuk transplantasi hati di
Amerika Serikat. Beberapa perhitungan epidemiologi mengatakan bahwa kematian terkait
dengan infeksi HCV (kematian akibat kegagalan hati atau hepatocellular carcinoma) akan
terus meningkat selama dua dekade mendatang .
VIROLOGI
27
HCV merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50 – 60 mm. Partikel
sferis, inti nukleokapsid 33 nm. Genome HCV terdiri atas 9400 nukleotida, mengkode protein
besar sekitar residu 3000 asam amino. Virus ini termasuk dalam kelompok Falviviridae, suatu
kelas virus yang mencakup hepatitis G serta virus penyebab demam dengue dan demam
kuning. Virus ini mengandung regio terminal 5’ dan 3’ yang highly conserved (tidak banyak
mengalami perubahan) mengapit hampir 9000 sekuensi nukleotida yang secara inheren tidak
stabil. Telah ditemukan berbagai tipe dan subtipe, termasuk pada satu orang. Memiliki
selubung glikoprotein. Variabilitas ini sangat mempersulit upaya pengembangan vaksin
HCV, terutama karena peningkatan titer IgG anti-HCV yang terjadi setelah infeksi aktif
tampaknya tidak memberikan imunitas efektif terhadap infeksi HCV berikutnya, baik akibat
reaktivasi suatu strain endogen maupun oleh strain baru. Masa inkubasi hepatitis C berkisar
dari 2 hingga 26 minggu, dengan rerata 6 sampai 12 minggu. RNA HCV dapat dideteksi
dalam darah selama 1 hingga 3 minggu dan disertai dengan peningkatan kadar
aminotransferase serum.
CARA PENULARAN
HCV terutama ditularkan melalui jalur parenteral dan kemungkinan melalui
pemakaian obat IV dan transfusi darah. Infeksi yang berkaitan dengan HCV (maupun HBV)
melalui transfusi darah tidak lagi menjadi masalah utama karena semua darah menjalani
pemeriksaan sebelum transfusi. Risiko penularan melalui hubungan seksual dan maternal-
neonatal masih menjadi perdebatan namun efisiensi dan frekuensinya rendah. Tidak terdapat
bukti transmisi fekal-oral.
28
PATOFISIOLOGI
Mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan hepatosit yaitu reaksi cytotoxic
T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi HCV secara
menyeluruh pada infeksi akut. Namun, pada infeksi kronik, reaksi CTL yang relatif lemah
masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bisa
menghilangkan virus maupun menekan evolusi genetik HCV sehingga kerusakan sel hati
berlangsung terus-menerus. Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-
inflamasi seperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel inflamasi lainnya dan
menyebabkan aktivasi sel-sel stelata untuk berproliferasi dan menjadi aktif untuk menjadi
29
sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan
berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin proinflamasi. Mekanisme ini dapat timbul
terus menerus karena reaksi inflamasi yang terjadi tidak berhenti sehingga fibrosis semakin
lama semakin banyak dan sel-sel hati yang ada semakin sedikit. Proses ini menimbulkan
kerusakan hati lanjut dan sirosis hati .
PERJALANAN PENYAKIT
30
MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan klinis hepatitis HCV akut biasanya lebih ringan daripada hepatitis HBV
dan asimtomatik pada > 75% orang. Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala klinis
atau hanya bergejala minimal, seperti malaise, mual-mual, ikterus seperti halnya hepatitis
akut akibat infeksi virus hepatitis lainnya. Meskipun antibodi netralisasi anti-HCV terbentuk
dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan, RNA-HCV tetap berada dalam darah pada
banyak pasien. Oleh karena itu, gambaran khas infeksi HCV adalah peningkatan episodik
kadar aminotransferase serum walaupun tidak ada gejala klinis, dan ini mungkin
mencerminkan serangan berulang nekrosis hepatoseluler. ALT meninggi sampai beberapa
kali di atas batas atas nilai normal tetapi umumnya tidak sampai lebih dari 1000 U/L. Sirosis
terjadi pada 20% orang yang mengalami infeksi persisten : hal ini mungkin terdapat pada saat
diagnosis atau baru terjadi setelah 5 hingga 20 tahun. Selain itu, pasien mungkin terbukti
mengidap infeksi HCV kronis selama berpuluh tahun tanpa berkembang menjadi sirosis.
Infeksi akan menjadi kronik pada 70-90% kasus dan seringkali tidak menimbulkan
gejala apapun walaupun proses kerusakan hati berjalan terus. Koinfeksi HCV dengan HBV
31
juga memperburuk perjalanan penyakit pasien. Kejadian sirosis hati banyak ditemukan pada
koinfeksi tersebut dan juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker hati. Selain gejala-
gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstra hepatik seperti, krioglobulinemia
dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura dan
artralgia). Patofisiologi gangguan ekstra hepatik ini belum jelas, namun dihubungkan dengan
kemampuan HCV untuk meninfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respon sistem
imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas karena
dilaporkan tingginya angka kejadian Limfoma Non-Hodgkins pada pasien dengan infeksi
HCV .
DIAGNOSIS
32
33
PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain :
Belum ditemukan adanya vaksin terhadap hepatitis C
Mencegah kontak darah atau cairan tubuh lainnya yang mengandung agen infeksi
Mencegah hubungan seks multipatner dan melaui anal tanpa pengaman
Membatasi atau menghentikan minum alkohol untuk mencegah kerusakan hepar
Membatasi penggunakan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik
34
HEPATITIS E
Definisi dan Etiologi
Hepatitis E disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV) yang merupakan virus RNA
rantai tunggal yang tidak berselubung dan berdiameter 35 mm. Meskipun ada satu serotipe
virus ini, empat genotipe yang berbeda telah dilaporkan. Genotipe 1 dan 2 adalah terbatas
pada manusia dan sering dikaitkan dengan wabah besar dan epidemi di negara-negara
berkembang dengan kondisi sanitasi yang buruk. Genotipe 3 dan 4 menginfeksi manusia,
babi dan spesies hewan lain dan telah bertanggung jawab untuk kasus-kasus sporadis
hepatitis E di negara-negara berkembang dan industri.
Epidemiologi
Kejadian hepatitis E adalah tertinggi di remaja dan orang dewasa antara usia 15 dan
40. Meskipun anak-anak sering kontrak infeksi ini juga, mereka kurang sering menjadi
gejala. Angka kematian umumnya rendah, untuk Hepatitis E adalah "self limiting" penyakit,
dalam hal ini biasanya hilang dengan sendirinya dan pasien pulih. Namun, selama durasi
infeksi (biasanya beberapa minggu), penyakit ini sangat mengganggu kemampuan seseorang
untuk bekerja, merawat anggota keluarga, dan memperoleh makanan. Hepatitis E kadang-
kadang berkembang menjadi penyakit hati akut yang parah, dan fatal pada sekitar 2% dari
semua kasus.
Hepatitis E adalah lazim di kebanyakan negara berkembang, dan umum di negara-
negara dengan iklim panas. Ini tersebar luas di Asia Tenggara, utara dan tengah Afrika, India,
dan Amerika Tengah. Hal ini menyebar terutama melalui kontaminasi tinja pasokan air atau
makanan; orang-ke-orang transmisi biasa. Wabah Hepatitis E epidemi paling sering terjadi
setelah hujan deras dan angin musim karena terganggunya pasokan air mereka.
Wabah besar telah terjadi di New Delhi, India (30.000 kasus di 1955-1956), Birma
(20.000 kasus di tahun 1976-1977), Kashmir, India (52.000 kasus di 1978), Kanpur, India
(79.000 kasus pada tahun 1991), dan Cina (100.000 kasus antara 1986 dan 1988).
Patofisiologi
HEV ditularkan melalui rute fekal-oral. Hepatitis E adalah penyakit yang ditularkan
melalui air, dan yang terkontaminasi air atau persediaan makanan telah berada dalam wabah
besar. Konsumsi air minum faecally terkontaminasi telah menimbulkan epidemi, dan
35
konsumsi kerang mentah atau dimasak telah menjadi sumber kasus sporadis di daerah
endemis. Ada kemungkinan penyebaran zoonosis virus, karena beberapa primata non-
manusia, babi, sapi, domba, kambing dan tikus rentan terhadap infeksi. Faktor risiko untuk
infeksi HEV terkait sanitasi yang buruk di daerah besar dunia, dan HEV shedding dalam
tinja. Orang-ke-orang transmisi jarang terjadi. Tidak ada bukti untuk transmisi seksual atau
untuk transmisi melalui transfusi.
Manifestasi Klinis
Penyebarannya melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh virus.
Gejala-gejalanya adalah demam, rasa letih, hilang nafsu makan, rasa mual, sakit perut, air
seni berwarna kuning tua, serta timbul warna kekuningan pada kulit dan mata. Hepatitis E ini
akan semakin parah dan perlu diwaspadai terutama pada ibu yang sedang dalam masa
kehamilan pada usia kandungan 3 bulan terakhir. Masa inkubasi virus asalah 40 hari (rentang
15-60 hari).
Penegakan diagnosis
Kasus hepatitis E secara klinis tidak dapat dibedakan dari jenis lain hepatitis virus
akut, diagnosis dibuat dengan pemeriksaan darah yang mendeteksi tingkat antibodi tinggi
antibodi spesifik untuk hepatitis E di dalam tubuh atau dengan transcriptase polymerase chain
36
reaction terbalik (RT-PCR). Ditegakkan berdasarkan deteksi dari antibody anti-HEV atau
deteksi RNA HEV pada serum atau feses. Namun biasanya tidak terdeteksi lagi dalam waktu
1-6 minggu setelah gejala klinis muncul. Anti-HEV-IgM antibodies dapat dideteksi pada
awal infeksi dan akan tetap positif selama satu bulan. Pembentukan IgG anti-HEV dapat
dideteksi mulai dari minggu kedua setelah gejala klinis muncul dan dapat bertahan hingga
beberapa tahun kedepan.
Hepatitis E harus dicurigai pada wabah hepatitis ditularkan melalui air yang terjadi di
negara berkembang, terutama jika penyakit ini lebih parah pada wanita hamil, atau jika
hepatitis A telah dikecualikan. Jika tes laboratorium tidak tersedia, bukti epidemiologi dapat
membantu dalam membangun diagnosis.
Penatalaksanaan
Pengobatan HEV yang spesifik belum diketahui, sehingga hanya terapi suportiflah
yang dapat diberikan. Pada sebagian besar kasus infeksi HEV bersifat self-limiting dan
diikuti oleh penyembuhan yang menyeluruh dan tidak dibutuhkan intervensi yang spesifik.
Pasien dengan gagal fungsi hati harus mendapat penanganan yang cepat dan perlu dilakukan
transplantasi hati.
Pencegahan
Berhubung hingga saat ini belum ada cara yang efektif dalam mengobati hepatitis
virus maka pencegahan melalui penyluhan kesehatan yang berkesinambungan tentang
kebersihan lingkunagn dan pola hidup sehat merupakan tindakan yang terpenting.
37
38
39
2. KOLELITIASIS
Definisi
Kolelitiasis atau penyakit batu empedu pada hakekatnya merupakan penyakit yang
ditimbulkan oleh endapan satu atau lebih komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam
empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan fosfolipid.
Patologi
Kolesterol hampir tidak larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu
empedu memiliki komposis yang terutama terbagi atas tiga jenis: pigmen, kolesterol, dan
batu campuran. Batu pigmen terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini:
- Bilirubinat
- Karbonat
- Fosfat
- Asam lemak rantai panjang
Batu-batu ini cenderung berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan. Batu
hitam berwarna hitam berkaitan dengan hemolisis kronis. Batu berwarna coklat berkaitan
dengan infeksi empedu kronis (batu jenis ini lebih jarang dijumpai). Batu kolesterol “murni”
biasanya berukuran besar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna kuning pucat dan
seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Batu kolesterol campuran paling sering
ditemukan. Batu ini memiliki gambaran batu pigmen maupun batu kolesterol, majemuk, dan
berwarna coklat tua. Batu empedu campuran sering dapat terlihat dengan pemeriksaan
radiografi, sedangkan batu komposis murni tidak terlihat.
Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat, yaitu mengenai 205
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini
menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua
dekade pertama. Namun wanita yang meminum obat kontrasepsi oral atau yang hamil akan
lebih beresiko menderita batu empedu, bahkan pada usia remaja dan usia 20-an. Faktor ras
dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tingginya insiden terbentuknya batu
empedu. Insiden sangat tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan
akhirnya orang Afro-Amerika. Kondisi klinis yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya
40
insidensi batu empedu adalah diabetes, sirosis hati, pankreatitis, kanker kandung empedu,
dan penyakit atau reseksi ileum. Faktor risiko lain yang dikaitkan adalah obesitas,
multiparasitas, pertambahan usia, jenis kelamin perempuan, dan ingesti segera makanan yang
mengandung kalori rendah atau lemak rendah (puasa).
Etiologi dan Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya;
akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung
empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu
empedu kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu untuk membentuk batu empedu.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu, atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya stasis.
Faktor hormonal (terutama selama kehamilan) dapat dikaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan menyebabkan tingginya insidensi dalam kelompok ini.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.
Mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering timbul sebagai akibat dari
terbentuknya batu empedu, dibandingkan sebagai penyebab terbentuknya batu empedu.
Gejala Batu Empedu
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok: pasien dengan batu
asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan komplikasi batu
empedu (kolesistisis akut, ikterus, kolangitis, dan pankreatitis).
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosa
maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu empedu
selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap asimtomatik, 30%
mengalami kolik bilier, dan 20% mendapat komplikasi. Gejala batu empedu yang dapat
41
dipercaya adalah kolik bilier. Keluhan ini didefinisikan sebagai nyeri di perut atas
berlangsung lebih dari 30 menit dan kurang dari 12 jam. Biasanya lokasi nyeri di perut atas
atau epigastrium tetapi bisa juga di kiri dan prekordial.
Diagnosis
Dewasa ini ultrasound (US) merupakan pencitraan pilihan pertama untuk
mendiagnosis batu kandung empedu dengan sensitivitas tinggi melebihi 95% sedangkan
untuk medeteksi batu saluran empedu sensitivitasnya relatif rendah berkisar antara 18-74%.
a. Endoscopic retrograde cholangio pancreathograpgy (ECRP)
ECRP (endoscopic retrograde cholangio pancreathograpgy) sangat bermanfaat
dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesitifitas 98%, dan
aurasi 96%, tetapi prosedur ini invasif dan dapat menimbulkan komplikasi
pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal.
b. Endoscopic Ultrasonography (EUS)
EUS adalah suatu metode pemeriksaan dengan memakai instrumen gastroskop
dengan echoprobe di ujung skop yang dapat terus berputar. Dibandingkan dengan
ultrasound transabdominal, EUS akan memberikan gambaran pencitraan yang jauh
lebih jelas sebab echroprobe-nya ditaruh di dekat organ yang diperiksa. Hasil studi
memperlihatkan bahwa EUS mempunyai akurasi yang sama dibandingkan ERCP
dalam mendiagnosis dan menyingkirkan koledokolitiasis. Sensitivitas EUS dalam
mendiagnosis batu saluran empedu adalah sebesar 97% dibandingkan dengan
ultrasound yang hanya sekitar 25%, dan CT 75%. Selanjutnya EUS mempunyai nilai
prediktif negatif sebesar 97% dibandingkan dengan US 56% dan CT 75%. Dalam
studi ini EUS juga lebih sensitif dibandingkan dengan US dan CT dalam
mendiagnosis batu saluran empedu bila saluran tidak melebar. Selanjutnya EUS lebih
sensitif dibandingkan US transabdominal atau CT untuk batu dengan diameter kurang
dari 1 cm. Angka kejadian komplikasi ECRP lebih tinggi bermakna dibandingkan
dengan EUS. Kesulitan pemeriksaan EUS dapat terjadi bila ada striktur pada saluran
cerna bagian atas atau pasca reseksi gaster. Namun pemeriksaan ini belum umum
dipakai di Indonesia.
c. Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MCRP)
MCRP adalah teknik pencitraan dengan gema magnet tanpa menggunakan zat
kontras, instrumen, dan radiasi ion. Pada MCRP saluran empedu akan terlihat sebagai
42
struktur terang karena mempunyai intensitas sinyal tinggi sedangkan batu saluran
empedu akan terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu dengan
intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran
empedu.
Penanganan Batu Kandung Empedu
Penanganan profilaktik pada batu kandung empedu asimtomatik tidak dianjurkan.
Untuk batu kandung empedu simtomatik, teknik kolesistektomi laparoskopik yang
diperkenalkan pada akhir dekade 1980 telah menggantikan teknik operasi kolesistektomi
terbuka pada sebagian besar kasus. Kolesistektoni terbuka masih dibutuhkan bila
kolesistektomi laparoskopik gagalatau tidak memungkinkan.
Kolesistektomi laparoskopik adalah tekmik pembedahan invasif minimal di dalam
rongga abdomen dengan menggunakan pneumoperitoneum, sistem endokamera dan
instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung
empedunya. Rasa nyeri yang minimal, masa pulih rawat yang pendek, luka iris kecil (2-10
mm) dan luka parut yang sangat minimal merupakan kelebihan bedah laparoskopik.
Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini yang umumnya terjadi pada tahap
belajar dapat diatasi pada sebagian besar kasus dengan pemasangan stent atau kateter
nasobilier dengan ECRP.
Penanganan Batu Saluran Empedu
ECRP terapiutik dengan melakukan sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan
batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dilakukan pada tahun 1974. Sejak itu,metode
ini mengalami perkembangan dan menjadi standar baku non-operatif untuk batu saluran
empedu. Selanjutnya batu saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-
ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum sehingga batu
dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.
Selain penatalaksanaan di atas, perlu juga dilakukan diet rendah lemak untuk
mencegah terbentuknya kembali batu empedu, khusunya batu kolesterol.
43
3. KOLESISTITIS
Peradangan pada dinding empedu yang bisa bersifat akut maupun kronik. Respon dari
inlfamasi itu sendiri dapat diakibatkan oleh tiga hal :
1. Inflamasi mekanik : yang diakibatkan dari peningkatan tekanan intraluminal dan
distensi yang mengakibatkan iskemi dari mukusa dan dinding empedu.
2. Inflamasi akibat zat kimia : dapat diakibatkan lycolecithin ( berhubungan dengan
phospholipase pada lecithin di empedu) atau dapat diakibatkan faktor jaringan local
3. Inflamasi bakteri : berperan sekitar 50-80% dari seluruh penyakit kolisistitis, dan
organism yang paling banyak diisolasi daalam kultur adalah Escherichia coli,
Klebsiella. spp, Streptococcus spp dan Colostridum spp.
AKUT KOLESISTITIS
Akut kolsesistitis merupakan peradangan akut dari kandung empedu.
Gejala klinis
Gejala klinis dari kolesistitis biasanya ditandai dengan srangan nyeri pada empedu
dimana berprogresif menjadi lebih buruk. Dan gejala pada kolesistitis yang khas merupakan
nyeri kolik pada sebelah kanan atas dari epigastrium dan nyeri tekan serta kenaikan suhu
tubuh. Akibat dari nyeri kolik ini sendiri biasanya pasien juga dapat merasakan penjalaran
dari nyeri itu sendiri yaitu menjalar ke pundak atau scapula kanan dan dapat berlangsung
selama 60 menit. Berat ringannya keluhan sangat bervariasi tergantung dari adanya keluhan
inflamasi ringan sampai adanya gangrene atau perforasi dari kandung empedu.
Pada pemeriiksaan fisik teraba masa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-
tanda peritonitis local. Ikterus dapat ditemukan pada 20% kasus, umunya merupakan ikterus
derajat ringan (billirubin <4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi billirubin tinggi, perlu dipirkan
adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.
Diagnosis
Untuk diagnosis kolesistitis perlu penggalian riwayat pasien yang baik serta
pemeriksaan fisik selain itu barulah dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pada foto polos abodomen tidak dapat memperlihatkan gambaran kolesistitisakut.
Hanya pada 15% pasien kemungkinan terlihat batu radiopak oleh karena mengandung
kalsium yang cukup banyak.
44
Pemeriksaan USG sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan
dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu ekstra hepatik. Nilai kepekaan dan
ketepatan USG sampai 90-95%.
Pemeriksaan CT scan kurang sensitif dan mahal tapi mampu memperlihatkan adanya
abses perikolestatik yang masih kecil yang mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan
abdomen.
Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya leikositosis (10.000-15.000
sel/microliter), serta kemungkinan peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali.
Apabila keluhan nyeri bertambah berat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis
berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan.
Selain itu diagnosis banding untuk nyeri akut pada perut kanan atas yang tiba-tiba
perlu dipikirkan lagi seperti nyeri saraf spinal, kelainan organ di bawah diafragma (sumbatan
usus, perforasiulkus peptikum, pancreatitis akut) dan infark miokard.
Pengobatan
Pengobatan untuk kolesistitis ada terapi konservatif dan pembedahan. Untuk terapi
konservatif dapat dilakukan seperti istairahat total, pemberian nutrisi parenteral, diet ringan,
obat penghilang rasa nyeri seperti petidin dan antispasmodic.
Pemberian antibiotic pada fase awal sangat penting untuk mecegah komplikasi
peritonitis, kolangitis, septisema. Golongan obat yang dapat digunakan seperti golongan
ampisilin, sefalosporin,dan metronidazole.
Pada pasien kolesistitis terapi pembedahan dapat dilakukan secepatnya atau pun
menunggu dari terapi konservatif selam 6-8 minggu hingga keadaan umum pasien lebih baik.
Dan sebanyak 50% dari pasien membaik tanpa dilakukan terapi pembedahan. Dan mengingat
kmplikasi dari kolesistektomi atau pembbedahan kandung empedu memiliki banyak
komplikasi seperti penyebaran infeksi ke rongga peritoneum. Sehingga terapi pembedahan
dapat dilakukan jika pasien mengalami kolesititis yang berat sehingga terjadi gangren.
Prognosis
Penyembuhan spontan didapatkan pada 85% kasus, sekalipun empedu menjadi tebal,
fibrotic, penunh dengan batu dan tidak berfungsi lagi. Tidak jarang pasien mengalami
kolesititis rekuren. Kadang-kadang kolesititis akut berkembang secara cepat menjadi
gangrene , empiema dan perforasi kandung empedu, fisitel, abses hati atau peritonitis umum.
45
Hal ini dapat dicegah dengan pemberian antibiotik yang adekuat oada awal serangan.
Tindakan bedah akut pada pasien usia tua (>75 tahun) mempunyai prognosis yang jelek di
samping kemungkinan banyak timbul komplikasi pasca bedah.
KOLSISTITIS KRONIS
Kolesititis kronis lebih sering dijumpai di klinis, dan sangat erat hubunganya dengan litiasis
dan lebih sering timbul secara perlahan-lahan.
Gejala klinis
Diagnosis kolesitits kronis sangat sulit ditegakan karena gejalanya sangat minimal dan
tidak menonjol dan gejalanya bisa seperti dyspepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea
khususnya setelah makan-makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah
bersendawa. Riwayat penyakit batu empedu disertai tanda Murphy positif.
Diagnosis banding sperti intoleransi lemak, ulkus peptic, kolon spastic, karsinoma
kolon kanan, pancreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus perlu dipertimbangkan
sebelum mendiagnosis.
Diagnosis
Pemeriksaan kolesistografi oral, USG dan kolangiografi dapat untuk memperlihatkan
adanya batu di kandung empedu dan duktus koledokus.
Pengobatan
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu kandung
empedu yang simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Untuk pasien dengan keluhan
minimal keputusan oprasi dapat ditunda karena untuk mengurangi komplikasi dari oprasi
46
BAB III PENUTUP
Penyakit pada sistem digestif atau penyakit yang mengenai organ-organ sistem
pencernaan merupakan penyakit-penyakit yang sering ditemukan di kalangan masyarakat
luas, diantaranya penyakit-penyakit yang dibahas pada skenario kali ini. Oleh karena
itu ,diperlukan pengenalan, pemahaman dan penegakkan diagnosis yang tepat mengenai
penyakit-penyakit tersebut. Hal tersebut sangat mendukung untuk pemberian terapi yang
tepat agar mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi dan mencegah perubahan
penyakit tersebut menjadi lebih berbahaya.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anthony S, Fauci and friends. 2008. Harrison's Principles Of Internal Medicine Seventeenth
Edition, United States of America: The McGraw-Hill Companies.
Aru W. Sudoyo dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
CDC. 2008. Travelers’ health; yellow book. Atlanta, GA: US Department of Health and
Human Services, CDC. Available at http://wwwn.cdc.gov/ travel/yellowbookch4-
HepB.aspx.
Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Recomendation for Identification and
Public Health Management of Person with Chronic Hepatitis B Virus Infection.
Guyton, Arthur C, Hall, John E. 2005. Textbook of Human physiology,chapter 38. New
York : W.B Saunders.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi, edisi 6. Jakarta : EGC.
Siegenthaler, W. et al, 2007. Differential Diagnosis in Internal Medicine, From Symptom to
Diagnosis, Stuttgart : Thieme.
48