Upload
arif-endotel
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
1/11
BAB III
PEMBAHASAN PENYAKIT
3.1 ANATOMI FEMUR
Femur merupakan tulang panjang dalam tubuh yang dibagi atas caput, corpus, dan collum
dengan ujung distal dan proximal. Tulang ini bersendi dengan acetabullum dalam struktur
persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Tulang paha atau
tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari pada tubuh yang termasuk
seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epifisis
proksimal, diafisis, dan epifisis distal.1
3.1.1 Epifisis proksimal
Ujung membuat bulatan 2/3 bagian bola disebut caput femoris, yang punya facies
articularis untuk bersendi dengan acetabulum ditengahnya terdapat cekungan yang disebut
fovea capatis. Caput melanjutkan diri sebagai collum femoris yang kemudian disebelah
lateral membulat disebut throchanter major kearah medial juga membulat kecil disebut
trachanter minor. Dilihat dari depan, kedua bulatan mayor dan minor ini dihubungkan oleh
garis yang disebut linea intertrochanterica (linea spirialis). Dilihat dari belakang kedua
bulatan ini dihubungkan oleh rigi disebut crita intertrochterica dilihat dari belakang pula
maka disebelah medial trachantor major terdapat cekungan disebut fossa trachanterica. 1
3.1.2 Diafisis
Merupakan bagian yang panjang disebut corpus. Penampang melintang merupakan
sepertiga dengan basis menghadap ke depan pada diafisis mempunyai dataran yaitu facies
medialis dan lateralis. Nampak bagian belakang berupa garis disebut linea aspera, yang
dimulai dari bagian proximal dengan adanya suatu tonjolan kasar disebut tuberositas glutea.
Linea ini terbagai menjadi dua bibit yaitu labium mediale dan labium lateralae, labium medial
sendiri merupakan lanjutan dari linea intertrochanterica. Linea aspera bagian distal
membentuk segitiga disebut planum poplitenum. Dari trochanter minor terdapat suatu garis
disebut linea pectinea. Pada dataran belakang terdapat foramen nutricium, labium medial,
lateral disebut juga supracondylaris lateralis medialis. 1
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
2/11
3.1.3 Epifisis Distal
Merupakan bulatan sepasang yang disebut condylus medialis dan condylus lateralis.
Disebelah proximal tonjolan ini terdapat lagi masing-masing sebuah bulatan kecil disebut
epicondylus medialis dan epincondylus lateralis. Epicondylus ini merupakan akhir perjalanan
linea aspera bagian distal dilihat dari depan terdapat dataran sendi yang melebar disebut
facies patelaris untuk bersendi dengan Os patella. Intercondyloidea yang dibagian
proximalnya terdapat garis disebut linea inercondyloidea. 1
Gambar 3.1 Anatomi Femur2
3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI LEMPENG EPIFISIS
3.2.1 Histologi
Lempeng epifisis terdiri dari komponen fibrosa, komponen tulang rawan dan komponen
tulang. Komponen fibrosa mengelilingi lempeng epifisis dan dibagi menjadi alur tulang
disebutgroove of Ranvierdan cincin perikondrial yang disebutRing of LaCroix. Fungsi dari
groove of Ranvieruntuk memberikan kontribusi kondrosit untuk pertumbuhan diameter dan
panjang lempeng epifisis. Ring of LaCroix terletak antaraalur tulang dan metafisisi
periosteum, yang mana selubung lempeng epifisis dan menyediakan dukungan mekanik utuk
lempeng epifisis. Komponen fibrosa melindungi kartilago epifisis terhadap kekuatan
pergeseran.3
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
3/11
Komponn kartilago pada lempeng epifisis dibagi menjadi zona cadangan, proliferasi dan
hipertrofik. Zona hipertrofik sendiri dibagi menjadi zona maturasi, degenerasi dan kalsifikasi
provisisonal. 3
3.2.2 Vaskularisasi
Beberapa arteri memvaskularisasi lempeng epifisis. Arteri epifisis memasok darah ke
epifisis melalui beberaba cabang yaitu arborize ke lempeng epifisis, menyediakan
vaskularisasi zona proliferatif hingga 10 sel. Tidak ada pembuluh darah yang menembus zona
proliferasi, membuat zona hipertrofik avaskuler. Arteri perikondrial memasok struktur fibrosa
dari lempeng epifisis. 3
Sumber nutrisi arteri menyediakan 4-5 pasokan darah metafisis. Cabang dari arteri
metafisis memasok kembali aliran darah. Cabang-cabang terminal pembuluh darah ini
berakhir pada vaskuler kecil yang berbentuk putaran atau kapiler yang menjumbai di bawah
pada baris terakhir lakuna kondrosit pada lempeng epifisis. Kondrosit pada tingkat ini sudah
mati, dimana penting untuk mengetahui perkembangan dissecans osteokondrosis. Aliran
darah vena pada metafisis melalui vena sentral besar pada difisis. 3
Gambar 3.2 Komponen Epifisis dan Metafisis3
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
4/11
Gambar 3.3 Histologi Lempeng Epifisis3 Gambar 3.4 Vaskularisasi Lempeng Epifisis
3
3.2.3 Fisiologi Lempeng Epifisis
Variasi pasokan darah berbeda pada zona lempeng epifisis, begitu pula metabolisme sel.
Pada zona proliferatif dan sebagian sisi atas zona hipertrofik merupakan daerah aerob,
sedangkan sebagian sisi bawah zona hipertrofik merupakan daeran anaerob. Kondrosit padazona cadangan berbentuk lingkaran, tidak banyak dan sebagian matrix bergabung dengan sel
pada zona lainnya. Sel pada zona cadangan terdiri dari beberapa vakuola lipid dan banyak
retikulum endoplasma, yang mana merupakan indikasi produksi protein. Tekanan oksigen
pada daerah ini relatif rendah, sesuai dengan aktivitas sel yang rendah. Ini mungkin
merupakan indikasi bahwa oksigen dan sumber nutrisi mencapai area ini hanya melalui
difusi, sehingga hal ini menjadi etiologi dssecans osteokondrosis dan osteodistrofi hipertrofik.
Fungsi pada zona ini mungkin sebagai dukungan kondrosit pada zona proliferatif. 3
Pada zona proliferatif kondrosit berbentuk datar dan selaras dalam kolom paralel dengan
sumbu panjang tulang. Tekanan oksigen sangat tinggi pada zona ini seperti metabolisme sel,
hasil dari konsentrasi tinggi pada metabolisme sel. Fungsi primer pada zona ini adala
proliferatif sel, fungsi lainnya termasuk formasi dari matriks intraseluler, proteoglycan dan
kolagen. Kolagen mempunyau kekuatan besar yang dapat diregangkan dan dukungan
mekanik lemah gel proteoglikan dengan kartilago pada zona ini. 3
Aona hipertrofik dibagi menjadi zona maturasi, degenerasi, dan kalsifikasi provisional.
Dimulai dengan zona maturasiyang dapat dibedakan berdasarkan bentuk selnya. Kondrosit
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
5/11
menjadi berbentuk lingkaran dan menjadi dasar dari zona yaitu lima kali ukuran kondrosit
pada zona proliferasi. Hal itu telah ditemukan faktor pertumbuhan seperti insulin yang
merangsang hipertrofi konrosit pada zona ini, sehigga mendukung pertumbuhan longitudinal.
Sitoplasma mengandung kondrosit pada zona maturasi termasuk glikogen, mengurangi
aliran di dalam sel lebih jauh dari zona proliferasi. Sel yang terakhir berbatasan dengan zona
degenerasi menunjukkan bukti dari destruksi sel dan sel yang mati. Tekana oksigen pada
zona hipertrofik ini adalah rendah, memberi kesan mengurangi aktivitas metabolisme.
Kondrosit pada area ini kekurangan sitoplasma gliserol fosfat dehidrogenase, dimana penting
untuk produksi energi sel aerob. Dengan tidak adanya gliserol fosfat dehidrogenase, akan
berkembang metabolisme anaerob yang mengakumulasi laktat. Keadaan ini bisa
menyebabkan matinya kondrosit pada zona degenerasi. 3
Kalsium mitokondria dan dinding sel yang mengisi kondrosit berkurang dengan adanya
destruksi pada sel. Hilangnya kalsium terakumulasi dalam pembuluh matriks, dimulai dari
pertengahn zona hipertrofik. Proses kalsifikasi pada matriks ini disebut kalsifikasi awal atau
sementara. Hal ini terutama terjadi pada pembuluh matriks pada longitudinal septa kolom sel.
Struktur lainnya seperti fibril kolagen dan proteoglikan juga mengalami kalsifikasi.3
3.2 PENGERTIAN ABSES
A. PengertianAbses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga
Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas (Rassner et al, 1995: 257). Menurut
Smeltzer, S.C et al (2001: 496). Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai
dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC
(1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat
kerusakan jaringan. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dikemukakan bahwa
Abses femur merupakan kumpulan nanah pada femur akibat infeksi bakteri setempat.
B. Penyebab / Faktor Predisposisi
Underwood, J.C.E (1999: 232) mengemukakan penyebab Abses antara lain:
1. Infeksi mikrobial Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses
radang ialah infeksi mikrobial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi
intraseluler. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu suatu sintesis kimiawi
yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan endotoksin yang ada
hubungannya dengan dinding sel.
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
6/11
2. Reaksi hipersentivitas
Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan
tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
3. Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet
atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih (frosbite).
4. Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak
jaringan yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Disamping itu,
agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan
langsung mengakibatkan radang.
5. Nekrosis jaringan
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen
dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian
jaringan, kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya
infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respons, radang akut.
C. Gambaran Klinik
Smeltzer, S.C et al (2001: 496) mengemukakan bahwa pada Abses terjadi nyeri tekan.
Sedangkan Lewis, S.M et al (2000: 1187) mengemukakan bahwa manifestasi klinis pada
Abses meliputi nyeri lokal, bengkak dan kenaikan suhu tubuh. Leukositosis juga terjadi
pada Abses (Lewis, S.M et al, 2000: 589). Sedangkan tanda-tanda infeksi meliputi
kemerahan, bengkak, terlihat jelas (lebih dari 2,5 cm dari letak insisi), nyeri tekan,
kehangatan meningkat disekitar luka, warna merah jelas pada kulit disekitar luka, pus
atau rabas, bau menusuk, menggigil atau demam (lebih dari 37,7oC/100oF) (Smeltzer,
S.C et al, 2001: 497).
D. Anatomi / Patologi
Rassner et al (1995: 257) mengemukakan bahwa subkutis (hipoderm, panikulus adiposus)
merupakan kompartemen ketiga dari organ kulit disamping epidermis dan dermis.
Subkutis yang letaknya diantara dermis (korium) dan fasia tubuh, membungkus dengan
lapisannya yang relatif tebal.
Rassner et al (1995: 257) menjelaskan bahwa subkutis terdiri atas sel lemak, jaringan ikat
dan pembuluh darah sel lemak (liposit) di organisir menjadi lemak (mikrolobuli, lobuli,
pembuluh darah) dan ini semua diringkas dalam septa jaringan ikat. Septa jaringan ikat
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
7/11
(septa fibrosa) mengukuhkan subkutis baik dalam fasia tubuh maupun dalam korium dan
bertindak sebagai jalan untuk pembuluh darah dan saraf kulit ke dalam subkutis masuk
folikel, rambut dan kelenjar keringat sebagai adneksa kutis. Selain itu dalam subkutis
terdapat vena-vena besar (misalnya vena saphena) dan saluran limfe disertai dengan
kelenjar getah bening regional superfisialis. Fungsi subkutis antara lain sebagai
termoisolasi, depo energi (penimbunan lemak), fungsi pelindung dari faktor mekanik
(lapisan pelindung dan lapisan penggeser antara korium dan fasia tubuh).
Nadesul, H (1997: 2-3) mengemukakan bahwa didalam kulit juga terdapat pembuluh
darah dan kelenjar getah bening. Pembuluh darah untuk memberi makan kulit. Melalui
aliran darah, zat makanan dan zat asam disalurkan kelenjar getah bening membuat zat
anti. Maksudnya untuk melindungi tubuh dari serangan bibit penyakit, kulit yang
memiliki kelenjar-kelenjar lemak dan kelenjar peluh. Keduanya untuk membasahi kulit
agar lembab. Bahan pelembab ini sekaligus sebagai pelindung kulit terhadap bibir
penyakit kulit. Sedangkan kelenjar peluh sebagai pengalir peluh juga berfungsi
mengeluarkan panas tubuh yang berlebihan.
Rassner et al (1995; 256) mengemukakan bahwa pada penyakit akuisita terdapat
perubahan-perubahan berikut:
1. Perubahan yang bersifat reaktif: hipertrofi /hiperplasi lokal/umum atau atropi.
2. Kerusakan: atrofi, distrofi, jaringan lemak (atrofi dan hiperItrofi), nekrosis jaringan
lemak (akut) atau nekrobiosis (perlahan-lahan). Pembentukan lipogranuloma (makrofag/
lipofag atau pembentukan serabut), fibrosis jaringan lemak maupun jaringan parut
(stadium terminal)
3. Peradangan: secara global mereka disebut sebagai panikulitis, suatu panikulitis
terutama dapat mengenai lobus (panikulitis lobular) atau didalam septa jaringan ikat
(panikulitis septal)
Proses penyakit dapat menyerang jaringan ikat subkutan atau pembuluh darah subkutan
dan menyebabkan perubahan sekunder jaringan lemak (Rassner et al, 1995: 256).
E. Proses Penyembuhan Luka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2000 : 397) mengemukakan proses
penyembuhan luka sebagai berikut:
1. Fase Inflamasi atau lag fase. Berlangsung sampai hari kelima. Akibat luka terjadi
perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel sel radang. Trombosit mengeluarkan prostaglandin,
tromboksan, bahan kimia tertentu dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
8/11
darah, mengatur tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi vasokontriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar dari pembuluh
darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara kemotaksis. Sel mast mengeluarkan
serotonin dan histamin yang meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan
edema.
Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka sehingga disebut
fase tertinggal (lag fase)
2. Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari keenam sampai dengan 3 minggu.
Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal dari sel-sel mesenkim.
Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen, yang terdiri dari asam-asam
amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarida mengatur deposisi serat-serat
kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang,
fibroblas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru ; membentuk jaringan kemerahan dengan
permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.
3. Fase Remodelling atau fase resorpsi. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila
tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas, tak ada rasa
sakit maupun gatal.
F. Patofisiologi
Sjamsuhidajat et al (1998: 5) mengemukakan bahwa kuman penyakit yang masuk ke dalam
tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara mengeluarkan toksin. Underwood,
J.C.E (1999: 232) menjelaskan bahwa bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik yaitu
suatu sintesis, kimiawi yang secara spesifik mengawali proses radang atau melepaskan
endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila
perubahan kondisi respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya
reaksi imun yang akan merusak jaringan. Sedangkan agen fisik dan bahan kimiawi yang
iritan dan korosif akan menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian jaringan merupakan
stimulus yang kuat untuk terjadi infeksi.
Price, S.A et al (1995: 36) mengemukakan bahwa infeksi hanya merupakan salah satu
penyebab dari peradangan. Pada peradangan, kemerahan merupakan tanda pertama yang
terlihat pada daerah yang mengalami peradangan akibat dilatasi arteriol yang mensuplai
daerah tersebut akan meningkatkan aliran darah ke mikrosirkulasi lokal. Kalor atau panas
terjadi bersamaan dengan kemerahan. Peningkatan suhu bersifat lokal. Namun Underwood,
J.C.E (1999: 246) mengemukakan bahwa peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik
akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
9/11
temperatur lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi (Guyton,
A.C, 1995: 647-648).
Underwood, J.C.E (1999: 234-235) mengemukakan bahwa pada peradangan terjadi
perubahan diameter pembuluh darah sehingga darah mengalir ke seluruh kapiler, kemudian
aliran darah mulai perlahan lagi, sel-sel darah mulai mengalir mendekati dinding pembuluh
darah di daerah zona plasmatik. Keadaan ini memungkinkan leukosit menempel pada epitel,
sebagai langkah awal terjadinya emigrasi leukosit ke dalam ruang ektravaskuler. Lambatnya
aliran darah yang menikuti fase hiperemia menyebabkan meningkatnya permeabilitas
vaskuler, mengakibatkan keluarnya plasma untuk masuk ke dalam jaringan, sedangkan sel
darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan
tekanan osmotik sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ektravaskuler yang
merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat
edema dan tekanan pus dalam rongga Abses menyebabkan rasa sakit. Beberapa mediator
kimiawi pada radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin dan serotonin akan merangsang
dan merusakkan ujung saraf nyeri sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor
mekanosensitif dan termosensitif sehingga menimbulkan nyeri. Adanya edema akan
menyebabkan berkurangnya gerak jaringan sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh
yang menyebabkan terganggunya mobilitas.
Sjamsuhidajat et al (1998: 6-7) menjelaskan bahwa inflamasi terus terjadi selama masih ada
pengrusakan jaringan. Bila penyebab kerusakan jaringan bisa diberantas maka debris akan di
fagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul
dalam suatu rongga membentuk Abses atau bertumpuk di sel jaringan tubuh yang lain
membentuk flegmon. Trauma yang hebat, berlebihan, dan terus menerus menimbulkan reaksi
tubuh yang juga berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan
jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak. Fase ini disebut fase
organisasi. Bila dalam fase ini pengrusakan jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan
melalui pembentukan jaringan granulasi fibrosa. Tetapi bila pengrusakan jaringan
berlangsung terus, akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang
merusak hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan
(FKUI, 1989: 21) sehingga terjadi kerusakan integritas kulit. Sedangkan Abses yang di insisi
dapat meningkatkan risiko penyebaran infeksi (Brown, J.S, 1995: 94).
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
10/11
G. Tanda dan GejalaMenurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :a. Nyeri
b. Nyeri tekanc. Teraba hangatd. Pembengakakane. Kemerahanf. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai benjolan.
Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika abses akan pecah,
maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis. Suatu abses di
dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih tumbuh lebih besar. Abses
dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi keseluruh tubuh.Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai pembengkakan di
bawah mandibula dan di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.H. Pemeriksan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses dikulit atau di bawah kulit sangat mudah dikenali.
Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya
pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menetukan
ukuran dan lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan Rontgen,USG, CT, Scan,
atau MRI.I. Penatalaksanaan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob
harus diberikan secara parentral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk
abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 0,5 tiroid,tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi
reda.Suatu abses seringkali membaik tanpa pengobatan, abses akan pecah dengan sendirinya dan
mengeluarkan isinya,.kadang abses menghilang secara perlahan karena tubuh menghancurkan
infeksi yang terjadi dan menyerap sisa-sisa infeksi, abses pecah dan bisa meninggalkan
benjolan yang keras.Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan
dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah, sehingga pemberian antibiotik
7/30/2019 lapsus bedah umum.docx
11/11
biasanya sia-sia antibiotik biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan
untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi
kebagian tubuh lainnya.
J. Komplikasi
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses menurut Siregar (2004)
adalah:a. Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan selulitis dan Ludwigs angina
b. Penyebaran infeksi pada tulang dapat mengakibatkan osteomyelitis.c. Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses sistemik, pneumonia,
atau gangguan lainnya.