Upload
gasomedic85
View
115
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lapsus hepatitis A
Citation preview
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
LAPORAN KASUS
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
HEPATITIS A
oleh:
Rocherman Gema Aditama
NIM. 0708015033
Pembimbing:
dr. RR Ignatia Shinta Murti, Sp.PD
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2011
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
HEPATITIS A
Dipresentasikan pada tanggal 21 Januari 2012
Disusun oleh:
ROCHERMAN GEMA ADITAMA
NIM: 0708015033
Pembimbing:
dr. RR IGNATIA SINTA MURTI, Sp. PD
2
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu penyebab tersering hepatitis akut adalah hepatitis A virus
(HAV), yang pertama kali diisolasi oleh Purcell tahun 1973. HAV pertama kali
divisualisasikan melalui mikroskop elektron pada sampel feses manusia yang
terinfeksi. Manusia adalah satu-satunya reservoir dari virus ini. Karena tersedianya
pemeriksaan serologis sejak tahun 1980an, epidemiologi, manifestasi klinik, dan
gejala-gejala HAV menjadi semakin jelas. Peningkatan higiene dan sanitasi
memiliki efek bermakna dalam berkembangnya HAV, demikian halnya dengan
imunisasi pasif dan vaksinasi telah merduksi angka kesakitan akibat HAV (Gilroy,
2011).
Vaksinasi memiliki kemampuan proteksi terhadap penyakit hampir 100%.
Penelitian sekarang ini telah berfokus terhadap hepatitis C virus (HCV), karena
sering menyebabkan infeksi kronis. HAV hanya menyebabkan hepatitis akut dan
tidak berhubungan dengan infeksi kronis. Hal ini terjadi karena infeksi HAV akan
menginduksi kekebalan seumur hidup. Meski insidensi hepatitis A telah menurun
secara dramatis sejak penggunaan vaksinasi, HAV masih merupakan masalah
kesehatan di sejumlah negara termasuk Amerika Serikat. Pada tahun 1888, jumlah
kasus yang dilaporkan di A mencapai 27.000. pada tahun 1995, sekitar 32.000
infeksi dilaporkan. US Centers for Disease and Control Prevention (CDC) bahkan
melaporkan angka infeksi HAV mencapai 150.000. Pada rentang tahun 1995
hingga 2006, kasus HAV mengalami penurunan sekitar 90 %, dengan insidensi 1,2
kasus per 100.000. Angka penurunan yang paling memuaskan terjadi pada anak-
anak yang telah mendapat vaksinasi rutin sejak tahun 1999. Karena temuan
tersebut, sejak tahun 2006, CDC merekomendasikan vaksinasi secara rutin HAV
pada setiap anak di AS usia 12-23 bulan. Meski demikian, hepatitis virus akut
masih menempati urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia,
bertanggung jawab atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Di Indonesia
berdasarkan data yang berasal dari Rumah Sakit, hepatitis A masih merupakan
3
bagian terbesar dari kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar 39,8-68 %
(Gilroy, 2011; Longo, Fauci, 2010).
Masa inkubasi penyakit adalah sekitar 28 hari, tapi dapat bervariasi dari
15 hingga 45 hari. Secara klinis sulit membedakan infksi hepatitis virus A akut
dengan infeksi hepatitis virus yang lain. Diagnosis pasti HAV ditegakkan dengan
pemeriksaan IgM anti-HAV. Antibodi HAV (Anti HAV) dapat terdeteksi pada
fase akut penyakit ketika serum aminotransferase meningkat dan feses masih
mengandung kuman HAV. IgM anti-HAV dapat menetap untuk beberapa bulan,
namun jarang lebih dar 6-12 bulan. Setelah melewati masa akut, anti HAV dari
kelas IgG akan menetap dalam tubuh sehingga pasien yang pernah terinfeksi
hepatitis A tidak akan mengalami infeksi ulang. Penanganan HAV bersifat terapi
suportif karena penyakit ini bersifat self-limiting. Tidak ada terapi anti viral yang
spesifik. Angka komplikasi hanya sekitar 1%, yakni terjadi hepatitis fulminan atau
hepatitis relaps, dengan atau tanpa keterlibatan sistem bilier (Heathcote, 2003).
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Usia : 40 tahun
Alamat : Jl. Juanda no.7, Samarinda
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Suku : Jawa
Masuk Rumah Sakit : 20 Desember 2011
Pemeriksaan dilakukan pada 26 Desember 2011
b. Keluhan Utama : Demam
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merasakan deman 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
terutama muncul pada malam hari disertai menggigil. Empat hari
sebelum rumah sakit pasien juga merasakan mual dan muntah. Pasien
muntah setiap kali makan. Keadaan ini membuat nafsu makan pasien
menurun. Pasien juga merasakan kepalanya pusing sepanjang hari dan
badannya lemas. Warna urine juga berubah menjadi lebih merah seperti
teh. Warna urine berangsur menjadi lebih jernih saat pasien dirawat inap.
Delapan hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan perutnya
terasa kembung. Keluhan-keluhan tersebut membuat aktivitas pasien
terganggu sehingga pasien tidak masuk kerja. Sebelum dirawat inap,
pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD A.W. Sjahranie dan dokter
menganjurkan pasien untuk rawat inap. Saat perawatan hari pertama di
5
Rumah Sakit, pasien menyadari matanya kuning. Pada saat itu, keluhan
lain seperti demam, mual dan muntah sudah jauh berkurang. Namun
pasien masih merasa badannya lemas. Pasien tidak mengalami masalah
dalam buang air besar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes Melitus (-)
- Riwayat penyakit kuning atau penyakit liver sebelumnya (-)
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
- Anak pasien menderita hepatitis A (1 bulan yang lalu)
Pasien pernah merawat anaknya (19 tahun) yang menderita hepatitis A
selama 10 hari di Rumah Sakit (Jakarta) 1 bulan yang lalu. Pasien
sering minum, makan dan mandi di tempat yang sama dengan
anaknya selama masa perawatan. Anak pasien tinggal di asrama yang
saat itu sebagian besar penghuninya terinfeksi hepatitis A.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4 V5 M6
Keadaan sakit : Sakit ringan
b. Tanda Vital :
Pernafasan : 22 x/menit, pola pernafasan thorakoabdominal
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, kuat angkat.
Suhu : 36,6 0C per aksila
c. Status Gizi:
Berat Badan : 62 kg
Tinggi Badan : 168 cm
6
IMT :
d. Kepala dan Leher
- Umum
Bentuk kepala normal, tidak ada nyeri tekan atau benjolan pada
kepala.
- Mata
Kelopak
: edema (-)
Konjunktiva : anemis (-/-)
Sclera : ikterik (+/+)
Pupil : bulat, isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+)
- Mulut
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gigi dan ginggiva : caries dentin (+), edema (-), perdarahan (-)
- Leher
Umum : simetris
Kelenjar limfe : tidak terdapat pembesaran
Trachea : di tengah, tidak ada deviasi
V. jugularis : JVP tak meningkat dengan posisi berbaring 300
Bruit Arteri Carotis : (-)
e. Thorax
- Paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada retraksi ICS
Palpasi : ICS tidak melebar, fremitus raba simetris
(D=S)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), tidak ada ronkhi atau wheezing
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tampak di ICS 5 garis midklavikula kiri
7
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 garis midklavikula
kiri
Peekusi : Batas kanan : ICS III garis parasternal kanan
Batas kiri : ICS V garis midklavikula kiri
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-)
f. Abdomen
Inspeksi : flat, benjolan (-), vena kolateral (-)
Auskultasi : bising usus (+) dalam batas normal
Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, shifting
dullness (-), batas paru hepar ICS 6 midklavikula kanan, ukuran hepar
± 8 cm
Palpasi : soefl, hepar, lien dan ginjal tidak teraba, nyeri
tekan epigastrium (-), nyeri ketok hepar (-), nyeri ketok costovertebral
angle (-/-)
g. Ekstremitas
Superior : oedem (-/-), akral hangat
Inferior : oedem (-/-), akral hangat
2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Jenis Pemeriksaan 20/12/2011 24/12/2011 27/12/2012
Leukosit 9.600
Hb 15,7
Hct 44,6
Trombosit 29,8
HbsAg ( - )
Bilirubin total 7,0 4,1
Bilirubin direk 5,0 3,0
Bilirubin indirek 2,0 1,1
SGOT 478 96
8
SGPT 1146 357
Kolesterol 223
Trigliserida 263
HDL 36
LDL 134
Ureum 22,0
Kreatinin 0,5
IgM Anti HAV +
Urine lengkap (20/ 12/ 2011)
BJ 1020
Keton (+)
Nitrit (+)
Warna kuning tua
Sel epitel (+)
Leukosit 0-2 / lpb
Eritrosit 0-3 / lpb
2.4. DIAGNOSISHepatitis virus akut A
2.5. DIAGNOSIS BANDING
Hepatitis virus akut B
Hepatitis alkoholik
Obstruksi akut traktus biliaris
2.6. PENATALAKSANAAN
Infus three way
Aminofusin hepar 10 tpm
KAEN 3 B 10 tpm
Urdafalk 1-0-1
Curcuma 1-0-1
Injeksi vitamin K 1 amp/12 jam
9
Injeksi ondanstron 1 amp/24 jam
Metioson 2 x 1 tab
Curcuma 2 x 1 tab
2.7. PROGNOSIS
Bonam
2.8. FOLLOW UP
Tanggal Perawatan Assasement Plan
20 Desember 2011 Hepatitis Akut (A / B) Infus three way
Infus KAEN 3B 10 tpm
Infus Aminofusin hepar 10 tpm
Inj Vit.K 1 amp/12 jam
Inj Ondansetron 1 amp/24 jam
Urdafalk 1-0-1
Curcuma 1-0-1
Cek IgM Anti HAV
21-26 Desember
2011
Hepatitis Akut A Infus three way
Infus KAEN 3B 10 tpm
Infus Aminofusin hepar 10 tpm
Inj Vit.K 1 amp/12 jam
Inj Ondansetron 1 amp/24 jam
Methioson 2 x 1 tab
Urdafalk 2 x 1 tab
Curcuma 2 x1 tab
10
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien dengan nama Tn.S usia 40 tahun dengan keluhan demam, mual,
muntah, sklera ikterik, dan warna urine pekat. Pasien didiagnosis menderita
hepatitis A akut. Berikut perbandingan antara teori dan fakta yang terjadi pada
perjalanan pasien tersebut
1. Anamnesis
Fakta Teori
Demam
Mual, muntah, kembung
Kehilangan nafsu makan (anoreksia)
Cefalgia
Fatik (badan lemas)
Sklera ikterik
Warna urine pekat seperti teh
Fase prodromal :
- Flulike symptoms- Demam ( umumnya low grade, <
39,50 C)- Mual, muntah, kembung- Fatik, malaise, anoreksia- Mialgia, athralgia, cefalgia- Fotofobia, faringitis, batuk, coryza
Fase ikterik :
- Sklera ikterik- Urine gelap- Feses pucat- Abdominal pain- Pruritus- Penurunan berat bdan ringan- Nyeri RUQ
Fase pos- ikterik
- Gejala klinis tidak ada
11
- Hepatomegali ; nilai biokimia hepar masih abnormal
Persentase keluhan hepatitis akut
- Kuning
- Urine berwarna gelap
- Lelah/lemas
- Hilang nafsu makan
- Nyeri & rasa tidak enak diperut
- Tinja berwarna pucat
- Mual dan muntah
- Demam kadang-kadang menggigil
- Sakit kepala
- Nyeri pada sendi (arthralgia)
- Pegal-pegal pada otot (myalgia)
40-80 %
68-94 %
52-91 %
42-90 %
37-68 %
32-73 %
28-73 %
26-73 %
15-52 %
16-25 %
0-20 %
Gejala hepatitis virus akut terjadi setelah virus meleawati masa inkubasi,
yakni selama 15-45 hari (rata-rata 4 minggu). Pada kasus ini didapatkan hasil
anamnesa yang sesuai dengan manifestasi klinis dari hepatitis virus akut. Pada
fase prodromal, muncul keluhan gastrointestinal dan muncul gejala flu like
syndrome yang dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan ini
antara lain berupa demam (demam berupa low grade fever 380 - 390 C – lebih
sering terjadi pada hepatitis A), mual, muntah, kembung, anoreksia, cefalgia,
malaise dan fatik. Keluhan mual, muntah dan anoreksia sering kali disebabkan
oleh perubahan sistem penghidu dan perasa (Fauci et al, 2008, Martin, 2006).
Pada fase ikterik, pasien mengeluhkan mata dan badan menjadi kuning
yang disebabkan peningkatan bilirubin dalam darah dan pada akhirnya
menyebabkan terjadinya warna kuning pada sklera. Pasien juga mengeluhkan
buang air kecil berwarna sperti teh, hal ini juga karena disebabkan peningkatan
12
bilirubin. Pasien masuk Rumah Sakit pada fase ikterik. Pada fase ikterik keluhan
sistemik umumnya berkurang. Pasien justru merasa jauh lebih baik. Demam,
mual, dan muntah tidak lagi dirasakan oleh pasien (Fauci et al, 2008, Martin,
2006).
Pada fase ikterik bilirubin akan terus meningkat, menetap, kemudian
menurun secara perlahan-lahan. Proses ini berlangsung sekitar 10-14 hari. Pada
usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis dengan kuning yang nyata dan bisa
berlangsung lebih lama.
Pada fase post ikterik perbaikan klinis timbul secara nyata. Namun
hepatomegali masih ada dan nilai biokimia hepar masih abnormal. Keadaan ini
bertahan selama 2-12 minggu, umumnya akan lebih lama pada infeksi hepatitis B
dan C. Perbaikan klinis dan laboratoris diharapkan terjadi pada 1-2 bulan pasca
infeksi hepatitis A dan E. Serta 3-4 bulan pasca onset ikterik pada infeksi hepatitis
B dan C tanpa komplikasi (Gilroy, 2011).
Dari kumpulan gejala yang dialami pasien di atas, telah sesuai degan
gejala dan tanda yang muncul pada kasus hepatitis akut. Selain itu, pasien juga
pernah merawat anaknya yang menderita hepatitis A selama 10 hari. Karena
transmisi HAV adalah melalui jalur fekal oral, maka riwayat kontak dengan
penderita HAV merupakan sebuah faktor risiko. Darah dan serum juga bersifat
infektif dan penyakit dapat ditransmisikan secara parenteral. Belum dapat
dipastikan apakah urine atau droplet nasofaringe.
Secara teoritis, faktor risiko paparan terhadap HAV antara lain (Gilroy,
2011):
a. Transmisi enterik (fekal-oral) predominan di antara anggota keluarga.
Kejadian luar biasa dihubungkan dengan sumber umum yang digunakan
bersama, makanan yang terkontaminasi dan air.
b. Pusat perawatan sehhari untuk bayi dan balita.
c. Institusi untuk developmentally disadvantage.
d. Berpergian ke negara berkembang.
e. Perilaku seks oral-anal.
f. Pemakaian bersama pada IVDU (intravenal drug user)
13
2. Pemeriksaan Fisik
Fakta Teori
Tanda Vital
N: 84 x/menit
TD : 140/100 mmHg
RR : 20 x/menit
Suhu : 35,50C, aksiler
Kepala dan Leher
Konjungtiva : Anemis (-/-)
Sklera ikterik (+)
Thorax
Paru
I : simetris, retraksi ICS (-/-)
Pa: fremitus raba simetris, nyeri (-/-)
Per: sonor
A: vesikuler, rhonki (-/-), wheeze
(-/-)
Jantung
I: IC tidak terlihat
Pal: IC tidak teraba
Per: batas kanan: ICS III PSL dextra
Batas kiri : ICS V MCL sinistra
Aus: S1S2 tunggal reguler,
Abdomen
I: Cembung
Pa: Soefl, NTE (-) Hepatomegali (-)
Splenomegali (-)
Pe: dominan timpani
Aus: Bu (+) dalam batas normal
Extremitas
akral hangat, tidak terdapat edema
Fase prodromal :
- Faring hiperemia- Low grade fever (380 – 390 C)
Fase ikterik :
- Skelra ikterik- Kuning pada permukaan tangan dan
kaki- Hepatomegali- Splenomegali
Pada fase prodromal pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditemukan
tanda yang spesifik. Pasien dengan infeksi HAV cenderung merasakan gejala-
14
gejala mirip flu dan gastrointestinal yang telah dibahas pada bagian anamnesis.
Pada fase ikterik temuan yang paling nyata adalah timbulnya ikterik yang paling
jelas diamati pada slera mata. Ikterik juga dapat diamati di kulit, selaput lendir
dan langit-langit mulut. Pembesaran hati dan limpa dapat teraba (pada 67%
kasus hepatitis akut) dan juga bisa tidak teraba (33% kasus). Hepar mungkin
membesar dan nyeri pada palpasi. Sumber lain meyebutkan splenomegali dapat
terjadi pada 10 -20 % pasien dengan hepatitis akut (Sherman, 2004).
Ikterik dan tubuh yang menguning terjadi sebagai akibat hambatan aliran
empedu karena kerusakan sel parenkim hati, terdapat peningkatan bilirubin direk
dan indirek dalam serum. Ada tiga kelompok kerusakan yaitu di daerah portal,
dalam lobules dan dalam sel hati sendiri. Daerah lobules yang mengalami nekrosis
terutama yang terletak di bagian sentral. Kadang-kadang hambatan aliran empedu
ini mengakibatkan tinja pucat seperti dempul (feses acholis). Hambatan aliran
empedu (cholestasis) yang lama dapat menetap setelah gejala klinis sembuh. Pada
fase penyembuhan dimulai dengan menghilangkan sisa gejala klinis, ikterus mulai
menghilang, penderita merasa segar kembali walau mungkin masih terasa
cepat capai (Sherman, 2004; Longo, Fauci, 2010).
3. Pemeriksaan laboratorium
Fakta Teori
DL (20 / 12/ 2011)
Leukosit 9.600
Hb 15,7
Hct 44,6 %
Trombosit 170.000
LED 30
KDL (20 Desember
2011)
UL (20/ 12/ 2011)
BJ 1020
Keton (+)
Nitrit (+)
Warna kuning tua
- Pada fase akut dapat terjadi
peningkatan SGOT dan SGPT,
yang kadarnya mencapai
puncak pada saat fase ikterik.
- Bilirubin mengalami
peningkatan dan jika pasien
secara klinis ikterik, bilirubin
> 2,5 mg/dl.
- Neutropenia dan
limphopenia transien.
- ALP dapat normal atau
15
Sel epitel (+)
Leukosit 0-2 / lpb
Eritrosit 0-3 / lpb
KDL (20/ 12/ 2011)
HbsAg (-)
SGOT 478
SGPT 1146
Bilirubin total 7,0
Bilirubin direk 5,0
Bilirubin indirek 2,0
Kolesterol 223
Trigliserida 263
HDL 36
LDL 134
Ureum 22,0
Kreatinin 0,5
KDL (24/ 12/ 2011)
SGOT 96
SGPT 357
Bilirubin total 4,1
Bilirubin direk 3,0
Bilirubin indirek 1,1
Serologi (27/ 12/
2011)
IgM Anti-HAV (+)
meningkat.
- Prothombin time dapat
normal atau memanjang.
- Diagnosis parti : IgM anti HAV
(+)
Serum SGOT dan SGPT menunjukkan peningkatan yang bervariasi
selama fase prodromal infeksi hepatitis akut. Meski demikian peningkatan level
enzim ini tidak terlalu berkorelasi dengan kerusakan sel hati. Peningkatan nilai
enzim ini bervariasi, dari 40 hingga 4000 IU. Level puncak terjadi pada saat
pasien secara klinis ikterik dan menurun secara progresif selama fase
penyembuhan hepatitis akut. Jaundice (ikterik) biasanya terlihat jika serum
bilirubin lebih dari 43 µmol (2,5 mg/ dl). Saat timbul ikterik, serum bilirubin
umumnya mengalami peningkatan di rentang 85-340 µmol (5-20 mg/ dl). Serum
bilirubin mungkin akan terus meningkat meski serum aminotransferase telah
menurun. Pada pasien ini, penurunan bilirubin serum (dari 7,0 mg/dl ke 4,1 mg/dl)
juga diikuti oleh penurunan level aminotransferase (penurunan SGPT dari 1146
menjadi 357 IU) (Sherman, 2004; Gilroy, 2011).
Neutropenia dan limphopenia dapat terjadi namun hanya bersifat
sementara dan sering diikuti oleh timbulnya limfositosis, terutama pada fase akut.
Penilaian terhadap prothrombin time (PT) penting dilakukan pada penderita
hepatitis viral akut. Nilai PT yang memanjang dapat menunjukkan defek sintesis
hepar yang berat, nekrosis hepatoseluler yang luas, dan berhubungan dengan
16
prognosis yang buruk. Perpanjangan nilai PT dapat terjadi meski hanya terjadi
sedikit peningkatan pada bilirubin atau serum aminotransferase. Serum alkaline
fosfatase dapat normal atau sedikit meningkat. Penurunan nilai albumin hanya
terjadi pada kasus yang berat dengan komplikasi. Mual, muntah, masukan
karbohidrat yang kurang jika terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan
hipoglikemia, yang sering timbul pada pasien dengan hepatitis yang berat. Pada
pasien ini tidak dialkukan pemeriksaan PT dan albumin (Sherman, 2004; Gilroy,
2011).
Diagnosis pasti HAV ditegakkan dengan pemeriksaan IgM anti-HAV.
Serum IgG dan IgM dapat meningkat pada sepertiga pasien dengan hepatitis viral
akut, dan peningkatan IgM merupakan karakteristik dari HAV. Antibodi HAV
(Anti HAV) dapat terdeteksi pada fase akut penyakit ketika serum
aminotransferase meningkat dan feses masih mengandung kuman HAV. IgM anti-
HAV dapat menetap untuk beberapa bulan, namun jarang lebih dar 6-12 bulan.
Setelah melewati masa akut, anti HAV dari kelas IgG akan menetap dalam tubuh
sehingga pasien yang pernah terinfeksi hepatitis A tidak akan mengalami infeksi
ulang (Sherman, 2004; Gilroy, 2011).
Tabel. Pemeriksaan serologis hepatitis akut
HBsAg IgM anti-HAV IgM anti-HBc Anti-HCV Interpretasi
+ - + - Hepatitis B akut
+ - - - Hepatitis B kronik
+ + - - Hepatitis A akut dengan
hepatitis B kronik
+ + + - Hepatitis A dan B akut
- + - - Hepatitis A akut
- + + - Hepatitis A dan B akut
(HbsAg di bawah nilai
treshold)
- - + - Hepatitis B akut (HbsAg
di bawah deteksi
treshold)
- - - + Hepatitis C akut
17
Penatalaksanaan
Fakta Teori
Infus three way
Aminofusin hepar 10 tpm
KAEN 3 B 10 tpm
Urdafalk 1-0-1
Curcuma 1-0-1
Injeksi vitamin K 1 amp/12 jam
Injeksi ondanstron 1 amp/24 jam
Metioson 2 x 1 tab
Curcuma 2 x 1 tab
- Tidak terdapat terapi spesifik- Terapi bersifat suportif- Diet tinggi protein (1 gr/kgBB) dan
tinggi kalori (30-35 kalori/kgBB)- Stop konsumsi alkohol- Kortikosteroid, imunoglobulin dan
terapi antivirus tidak bermanfaat
Tidak ada terapi spesifik terhadap hepatitis A. Pencegahan merupakan
pendekatan yang paling efektif terhadap penyakit ini. Terapi bersifat suportif dan
bertujuan untuk mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat (1 gr protein/ kg
BB, atau 30-35 kalori/ kg BB). Tidak terdapat bukti bahwa restriksi asupan lemak
mempengaruhi perjalanan penyakit. Konsumsi alkohol harus dihentikan selama
fase akut karena efek hepatotoksik dari alkohol itu sendiri. Hospitalisasi umumnya
tidak diperlukan.
Kortikosteroid dan imunoglobulin tidak terlalu bermanfaat pada fase akut,
kasus tanpa komplikasi karena tidak memiliki efek dalam proses resolusi penyakit.
Agen antivirus juga tidak memiliki efek klinis yang bermakna karena pada
dasarnya belum ada age antiviral yang spesifik dan kerusakan pada hepar lebih
disebabkan faktor imunopatologi. Pasien dengan hepatitis A fulminan harus
dirujuk untuk transplantasi liver, maski menentukan pasien yang memerlukan
transplantasi cukup sulit. Sejumlah besar (60 %) pasien dengan ensefalopati
derajat 4 masih akan survive meski tanpa transplantasi.
Imunisasi pasif dengan IG atau imunisasi aktif dengan vaksin telah
tersedia. Semua preparat IG mengandung HAV dengan konsentrasi yang cukup
untuk memberikan efek protektif. Saat diberikan sebelum paparan atau pada awal
masa inkubasi, IG efektif untuk untuk mencegah timbulnya gejala kllinis dari
hepatitis A. Jika dicurigai terjadi kontak dengan penderita HAV ( melalui kontak
18
serumah, seksual, atau institusional), IG 0,02 mg/kgBB direkomendasikan
sesegera mungkin setelah paparan, dan masih dapat efektif saat diberikan 2
minggu pasca paparan. Profilaksis tidak diperlukan bagi kelompok yang telah
mendapat vaksinasi, atau pada orang dewasa kebanyakan telah imun, atau pada
kelompok dengan Anti HAV di serumnya. Pada tahun 2006, Advisory Comittee on
Imunization Practice of the US Public Health Service telah merekomendasikan
vaksinasi rutin hepatitis A pada anak-anak.
Pada Tn. S terapi yang diberikan selama masa perawatan bersifat suportif.
Hal ini dikarenakan penyakit bersifat self limited dan seperti yang telah dibahas
sebelumnya, tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis A. Selama perawatan terapi
yang diberikan adalah infus Aminofusin hepar 10 tpm, KAEN 3 B 10 tpm,
Urdafalk 1-0-1, Curcuma 1-0-1, Injeksi vitamin K 1 amp/12 jam, Injeksi
ondanstron 1 amp/24 jam, Metioson 2 x 1 tab, Curcuma 2 x 1 tab
Terapi Analisa
Infus KAEN 3B 10 tpm Mengandung Na 50 meq/L, Cl 20 meq/L, dan K 20
mEq/L. Cairan ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
harian air dan elektrolit dengan jumlah kalium cukup
untuk mengganti ekskresi harian. Sesuai digunkan pada
pasien HAV dimana terjadi anoreksia dan gangguan
fungsi hati.
Infus Aminofusin 10 tpm Mengandung 42% asam amino branched-chain, esensial
sebagai nutrisi parenteral pada pasien dengan
insufisiensi hepar berat atau kronis.
Methioson 2 x 1 tab Mengandung methionin 100 mg, vit B kompleks, Biotin,
Asam folat. Berfungsi untuk membantu metabolisme
karbohidrat dan protein pada insufisiensi hati.
Urdafalk 2 x 250 mg Mengandung asam ursodeoxycholic, merupakan
hepatoprotektor
Curcuma 2 x 500 mg Bersifat sebagai antioksidan dan juga dapat berfungsi
sebagai agen hepatoprotektif. Curcuma dapat
menurunkan serum aspartate transminase, alkaline
fosfatase, asam lemak bebas, kolesterol dan level
19
fosfolipid
Inj. Ondansetron 1 amp/24
jam
Merupakan anti emetik golongan antagonis reseptor
serotonin (5-HT3). Ondansetron dapat menghambat
aktivitas n. Vagus sehingga terjadi deaktivasi pusat
muntah di medula oblongatta dan blok resptor serotonin
pada kemoreseptor.
Inj. Vitamin K 1 amp/12 jam Mempertahankan fungsi pembekuan darah sehingga
dapat mencegah perdarahan. Pada pasien tn. S dapat
terjadi ikterus obstruktif yang dapat menyebabkan
defisiensi protrombin.
20
BAB IV
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien didiagnosis menderita hepatitis A akut.
2. Penatalaksanaan yang dilakukan bersifat terapi suportif.
3. Keluhan pasien selama masa perawatan berangsur berkurang dan pasien
pulang setelah perawatan hari ke 8.
4. Prognosis dari pasien ini baik vitam maupun fungsionam adalah bonam
21
DAFTAR PUSTAKA
Fauci, A., Braunwald, E., Kasper, D., Hauser, S., Longo, D., Jameson, L.,
et al. (2008). Harrison's Manual of Medicine (Vol. 17): McGraw Hill.
Friedman, H. (1996). Problem Oriented Medical Diagnosis (Vol. 6):
Little and Brown Company.
Heathcote, Elewaut, A., Fedail, S., Gangl, A., Hamid, S., Shah, M., et al.
(2007). Management of Acute Hepatitis. World Gastroenterology Organisation
Practice Guidelines.
Longo, D., & Fauci, A. (2010). Gastroenterology and Hepatology (Vol.
17): McGraw Hill.
Martin, A. (Hepatitis A Virus). 2006. American Association for Study of
the Liver Disease, 43.
Sherman, M. (2004). Management of Viral Hepatitis. A Canadian
Consensus Conference.
22