Upload
madebhuwana
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
1/44
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertaidengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila
lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita.
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di
luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan
ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih
termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik 1. Sebagian besar kehamilan ektopik
berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis
servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan
implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba,
kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan
infundibulum tuba 1.
Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,
kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder.
Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan
intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan composed
ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan
kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion 1.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di
Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara
26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28
sampai 1:329 tiap kehamilan. Saat ini lebih dari 1 dalam 1000 kehamilan di Amerika
adalah kehamilan ektopik. Resiko kematian akibat akibat kematian di luar rahim 10 kali
lebih besar daripada persalinan pervaginam dan 50 kali lebih besar daripada abortus
induksi. b
Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen
akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak
khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
2/44
2
dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut
bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET 1.
Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani
secara adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakittersebut. Hal yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum
maupun dokter spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-
tanda KET, sehingga penderita dapat segera tertangani.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
3/44
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.
Blastokis normalnya akan berimplantasi pada endometrium kavum uteri. Bila blastokis
tidak berimplantasi pada tempat tersebut, maka disebut kehamilan ektopik. Kehamilan
Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut
abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut dan
perdarahan pervaginam. Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii,
ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal
(kornu, serviks). 2,3 Kehamilan ekstrauterin tidak bersinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars intersitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk
dalam uterus, tetapi jelas kehamilan ektopik. Kira-kira 95% kasus kehamilan ektopik
terjadi pada tuba falopii dan kehamilan ini disebut sebagai kehamilan tuba. Kehamilan
tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan lebih merupakan tipe
kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai. 3,4
Gambar.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,
kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan
abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter. 1,5
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis
80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi
pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
4/44
4
yang rudimenter dan divertikel pada uterus. 3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi
untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga
dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan
kehamilan ektopik terganggu.1
Gambar.2 Lokasi Kehamilan Ektopik
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka
kejadian kehamilan ektopik per 1000 kehamilan yang dilaporkan di Amerika Serikat
meningkat empat kali lipat dari tahun 1970 sampai tahun 1992. Pada tahun 1992 di
Amerika Serikat angka kejadian kehamilan ektopik hampir 2% dari seluruh kehamilan.
Yang penting, kehamilan ektopik menyebabkan 10% kematian yang berhubungan
dengan kehamilan. Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153
diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, sebagian
besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 35-44 tahun dimana
wanita kulit hitam memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi untuk mengalami kehamilan
ektopik dibandingkan wanita kulit putih. Di Indonesia berdasarkan penelitian kehamilan
ektopik di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 tahun (1 Januari 1997- 31
Desember 1999) wanita yang mengalami kehamilan ektopik terbanyak pada usia 26-30
tahun yaitu 44,59 %. Sedangkan resiko untuk mengalami kehamilan ektopik yang
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
5/44
5
berulang dikatakan 7-13 kali lebih besar atau sekitar 10-25% dibandingkan wanita yang
tidak pernah mengalami kehamilan ektopik.
2.3 Etiologi Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Berdasarkan
Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk melaporkan
wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik adalah
wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar
diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti-
ganti pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat
koitus pada usia muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi
sebelumnya akibat penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau
salpingitis yang mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium. 5
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan
membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot
polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan
hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan
terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya
kontrol hormonal pada aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan
insiden kehamilan ektopik yang berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan
induksi ovulasi. 8
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba.
Faktor predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum
uterus terlalu diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang
mencegah refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus. 8
The Society of Assisted Reproductive Tecnology (1993) melalui the National
IVF Registry, melaporkan insiden kehamilan ektopik per kehamilan klinis adalah 5,5 %
untuk IVF, 2,9 % untuk Gamete Intrafallopian Transfer, dan 4,5 % untuk Zygote
Intrafallopian Transfer pada tahun 1991. 4
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
6/44
6
Gambar.3 Kehamilan Ektopik
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8 :
A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah
dibuahi ke kavum uteri.
1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan
arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut
menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom,
wanita dengan riwayat salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi)
mempunyai risiko 4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi
Klamidia (antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat
risiko kehamilan ektopik.
2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis
ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan penyempitan
lumennya.
3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan
hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.
4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan
ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 persen.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
7/44
7
Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi
sebelumnya.
5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi
tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang pernah mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang
lebih tinggi. Wanita dengan kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan
konservatif mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik
berikutnya.
6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko
terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani
abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus
induksi sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat
peningkatan insiden salpingitis.
7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksa.
8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah
meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan
IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan
malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan. Studi yang lebih besar yang
dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang
dari 50 % untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil maka
kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 %
kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.
B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke
dalam kavum uteri
1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada kasus-
kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus
dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya
kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita dengan satu oviduk
kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan
pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
8/44
8
migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih
berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting dalam
proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.
2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya kehamilanektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi pada waktu
sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya ovum ke dalam
uterus atau menyebabkan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang
mendukung fenomena ini tidak banyak.
3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar
estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas reseptor
adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan benar
menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden
kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat kontrasepsi oral
yang hanya mengandung progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden
kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah
mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini mungkin
lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh abnormalitas
strukturnya.
C. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.
Unsur- unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.
Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis
dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai.
2.4 Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi
yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi
interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak
sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
9/44
9
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan
tebalnya dinding tuba. 1
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karenatuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur
kehamilan antara 6-10 minggu. 1,3
Gambar.4 Kehamilan Ektopik Tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang
lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan
namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. 1 Akibat
dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5
Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen
tuba. 3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. 1
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
10/44
10
Gambar.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik
2.5 Patologi
Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula
menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang
disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. 1
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua
yang degeneratif. 1
2.6 Gambaran Klinis
Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,
nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam. 1,10 Gejala ini umumnya terdapat
hanya pada 50% pasien, dan kebanyakan pada pasien yang telah mengalami ruptur.
Nyeri pada abdomen merupakan keluhan yang paling sering. Dalam buku teks dengan
uraian mengenai kasus-kasus kehamilan tuba yang ruptur, haid yang normal digantikan
dengan perdarahan per vaginam yang agak tertunda dan biasanya disebut dengan istilah
spotting . Tiba -tiba wanita ini akan merasakan nyeri abdomen bawah yang hebat dan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
11/44
11
kerapkali dijelaskan sebagai rasa nyeri yang tajam, menusuk serta seperti perasaan
terobek. Gangguan vasomotor akan terjadi yang berkisar dari gejala vertigo hingga
sinkop. Perabaan abdomen menunjukkan nyeri tekan, dan pemeriksaan pervaginam,
khususnya ketika serviksnya digerakkan, menimbulkan rasa nyeri yang hebat. Forniks posterior vagina dapat menonjol karena adanya darah dalam kavum Douglas, dan adanya
benjolan yang nyeri tekan bisa teraba pada salah satu sisi uterus. Keluhan iritasi
diafragma yang ditandai oleh rasa nyeri pada leher atau bahu khususnya saat inspirasi
mungkin terdapat pada 50% wanita dengan perdarahan intraperitoneum yang cukup
banyak. Keadaan ini disebabkan oleh darah intraperitoneal yang menimbulkan iritasi
pada saraf sensorik yang mempersarafi permukaan inferior diafragma, khususnya saat
inspirasi. Wanita tersebut dapat memperlihatkan gejala hipotensi ketika disuruh
berbaring terlentang. Pada kasus-kasus kehamilan tuba dengan gambaran klinis tersebut
diatas, diagnosis tidak sulit untuk dibuat. Meskipun demikian, gejala dan tanda
kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,
abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan
umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan
ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut
sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya. 4,5,6
Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai
ialah sebagai berikut 1,4,6,8,9 :
1. Nyeri perut
Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada
kira-kira 90-100% penderita. Nyeri bisa terjadi unilateral atau bilateral dan bisa
terjadi baik pada perut bagian bawah maupun atas. Nyeri juga bisa dirasakan sebagai
nyeri tajam, nyeri tumpul, atau kram serta bisa terus menerus atau hilang timbul.
Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
sangat berat disebabkan oleh darah yang mengalir ke dalam kavum peritonei.
Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa
nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu
dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat defekasi.
2. Perdarahan pervaginam
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
12/44
12
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu, kira-kira terjadi pada 60-80% penderita. Perdarahan biasanya mulai 7-14
hari setelah periode menstruasi yang terlewatkan/tidak terjadi. Selama fungsi
endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak ditemukan;namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi, mukosa
uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian
janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang
berasal dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat terputus-
putus atau terus menerus . Perdarahan berarti gangguan pembentukan human
chorionic gonadotropin . Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.
3. Amenore
Tidak adanya riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan
tuba dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena
kematian janin sebelum haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore
yang dikemukakan berbagai penulis berkisar dari 23 hingga 97 %. Riwayat amenore
tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah
karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada
kehamilan tuba sebagai periode haid yang normal, dan dengan demikian
memberikan tanggal haid terakhir yang keliru. Sumber kesalahan diagnostik yang
penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila riwayat haid ditanyakan dengan
teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci berkenaan dengan waktu
mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula untuk menanyakan
apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.
4. Tekanan darah dan denyut nadi
Sebelum terjadi ruptur, tanda vital umumnya normal. Respon awal terhadap
perdarahan sedang bervariasi dari tanpa perubahan tanda vital sampai bradikardi
dan hipotensi. . Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah
(> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30
kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar bisa terjadi bila
perdarahan berlangsung terus menerus dan terjadi hipovolemia yang signifikan.
Stabile dan Grudzinskas (1990) melaporkan dari 2400 wanita dengan kehamilan
ektopik, hampir 1-4% dalam keadaan syok.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
13/44
13
5. Perubahan uterus
Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-
hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, dimana tetap terjadi
pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam
keadaan hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi
oleh massa ektopik tersebut.
6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)
Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul. Massa
ini memiliki ukuran, konsistensi, serta posisi yang bervariasi. Biasanya massa ini
berukuran antara 5-15 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi, dengan
terjadinya infiltrasi tuba yang luas oleh karena darah, massa tersebut dapat teraba
keras. Hampir selalu massa pelvic ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus.
Timbulnya massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan
nyeri dan nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan
palpasi.
7. Gangguan kencing
Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh
darah di dalam rongga perut.
8. Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.
Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat
terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya
infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan
antara kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada
salpingitis akut, suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.
9. Pada pemeriksaan dalam
Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur, tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.
10. Hematokel pelvis
Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang
terjadi bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
14/44
14
lumen tuba, kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat
dan bahkan keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes
akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlengketan, dan akhirnya membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus,hematokel pelvis akhirnya akan terserap dan pasien dapat sembuh tanpa
pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel dapat ruptur ke dalam kavum
peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses. Kendati demikian, peristiwa
yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus menerus akibat adanya
hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke dokter beberapa minggu
atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi. Kasus-kasus semacam
ini merupakan kasus yang tidak khas. 4,5,6
Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak
dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-gejala yang
samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa. 4,5,6
a. Gambaran gangguan mendadak
Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba
penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering
muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama
kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga
ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan
intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan
nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar
disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.
b. Gambaran gangguan tidak mendadak
Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba
atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita
mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan
adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda
anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat
menggembung karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus
(hematosalping) yang kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina
sehingga kavum Douglas sangat menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
15/44
15
menyebabkan rasa nyeri. Penderita juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan
merasa tenesmus, setelah seminggu merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari
uterus dengan kadang-kadang disertai oleh pengeluaran jaringan desidua.
c. Gambaran gangguan atipikKesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik
atau menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda
tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak
terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam
keadaan demikian, alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan
ektopik ialah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya
Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi
mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa
turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar
Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak
mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb
baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6 .
b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam
menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-
tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik
dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvik 4,5,6 .
c. Tes kehamilan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
16/44
16
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang
lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan
tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes
negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karenakematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan produksi hCG
menurun dan menyebabkan hasil tes negatif. Permasalahan yang timbul
kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda kehamilan ini dengan cara
klinik yang terefektif. 4,8
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang
paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan
hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita
dengan kehamilan ektopik. 4,8
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal, waktu
panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48 jam dan
nilai normal yang paling rendah adalah 66 %. Mereka menghitung angka ini
dengan mengurangkan nilai mula-mula dengan dari nilai 48 jam dan membagi
hasilnya dengan nilai mula-mula tersebut untuk kemudian dikalikan dengan
seratus sehingga didapatkan suatu presentase. Kadar dkk mengingatkan bahwa
kedua pengukuran kadar beta-hCG harus dilakukan pada waktu yang bersamaan
dan bahwa hasil-hasil yang lebih dapat diandalkan bisa di peroleh dengan
interval waktu 48 jam. Mereka menyimpulkan bahwa kegagalan untuk
mempertahanka kecepatan peningkatan produksi beta-hCG ini bersama-sama
dengan uterus yang kosong merupakan bukti yang sangat subjektif kearah
kehamilan ektopik. Lebih lanjut pakar tersebut mengakui bahwa rancangan ini
akan menunda pembedahan paling tidak selama 48 jam dan bahwa hasil tes
tersebut secara keliru bisa mengidentifikasikan 15 % wanita normal sebagai
kelainan ektopik dan 13 % wanita kelainan ektopik sebagai wanita normal. 6
Doubling time untuk serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam
hingga mencapai 10.000-20.000 mIU/mL. 5,11 Berdasarkan penelitian tentang
doubling time, serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
17/44
17
48 jam pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada
awal kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan. 5
2. Ultrasonografi (USG)
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG
transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal
biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan
bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal
digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan
kadar -hCG serum. 4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang
berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG transvaginal 30-35hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi
dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi desidual di sekeliling
kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali terlihat dalam kantong
gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir. Gerakan jantung janin
pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu. Kegagalan untuk dapat
melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi (38 hari atau
lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik. 6,8
Saat beta-hCG mencapai 2000 mIU/mL, gestasional sac harus bisa dilihat didalam
uterus pada USG transvaginal, ketika sudah mencapai 6000 mIU/mL harus sudah
bisa dilihat dengan USG abdominal. 11
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut : 11
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung
fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar
dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak
diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac
atau keduanya.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
18/44
18
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan
adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskularuterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada
awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal
mungkin. 6,8
3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum -hCG
Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar -hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
tingkat akurasi hampir 100 %.4
Kadar dkk (1981) mengemukakan empatkemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif -hCG: 4
1. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di
dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan
normal pada dasarnya bisa dipastikan.
2. Kalau nilai -hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,
maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang
dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.3. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri
jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan
terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat
ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus
dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
4. Kalau nilai -hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong,
tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat
kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG
abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia
kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami
abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk
kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan
adanya kehamilan ektopik.
4. Kuldosintesis
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
19/44
19
Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada
darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke arah simfisis dengan tenakulum, kemudian
sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18 dimasukkan lewat forniks posterior vagina
ke dalam kavum Douglas dan kemudian dilakukan aspirasi cairan yang ada didalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian membeku, darah ini mungkin berasal
dari pembuluh darah yang mengalami perforasi bukan dari kehamilan ektopik yang
mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan cepat dari tempat ruptur dan darah
dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat membeku.
Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita
dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas
kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan
darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis
hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya
kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur. 4
7. Kadar progesteron
Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan ektopik
lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian yang melibatkan
lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I , diketahui bahwa 70% dari
penderita dengan kehamilan normal mempunyai kadar progesterone lebih dari 25
ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita kehamilan ektopik yang mempunyai kadar
progesterone serum lebih dari 25 ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik pada
kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila tidak tersedia
pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang kurang dari 5 ng/mL
mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan yang abnormal, tetapi tidak
sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan normal dengan kadar progesterone serum
kurang dari 5 ng/mL kira-kira 1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum
saja tidak bisa dipergunakan untuk menegakkan diagnosa.
6. Kuretase uterus
Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang
menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar
kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan
titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
20/44
20
pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu
pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada
larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase
dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yangmengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan
kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan
pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi. 4,6,8
7. Laparoskopi
Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ
pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang
disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya
untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan
cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi
yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang
berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada
pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila
terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.
Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit
dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya. 4,8 Laparoskopi
merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu laparoskopi operatif
juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa ektopik dan sekaligus
sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.
8. Laparotomi
Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat
kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis
daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan
pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati
dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering
dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan
lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda
meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul
atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera. 4,8 Laparotomi dikerjakan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
21/44
21
bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi definitif
secepatnya 4.
2.8 Diagnosis Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang 1-8
1. Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri
perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak
spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara
serta kadang-kadang gangguan defekasi.
2. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan
lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas
cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.
b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok
dan nyeri lepas dari dinding perut.
c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan
dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang
sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh
karena terisi darah.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan
b.USG
c. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif -hCG
d.Kuldosintesis
e. Kadar progesteron
f. Kuretase uterus
g.Laparoskopi
h.Laparotomi
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
22/44
22
2.9 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta
apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir samadengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai
berikut: 4,5,6,7,8,10
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang
setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C,
sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih
tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah
median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di
samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan
nyeri.
3. Ruptur korpus luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-).
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada
gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney.
2.10 Penatalaksanaan
Methotrexate sistemik
Methotreate (MTX) adalah analog asam folat yang banyak digunakan pada pengobatan
terhadap penyakit neoplasma, psoriasis berat, dan arthritis rematoid pada orang dewasa.
MTX secara kompetitif mengikat enzim dihidrofolic acid reduktase, sebuah enzim yang
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
23/44
23
mengubah dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat (bentuk aktif). Tetrahisdrofolat berfungsi
untuk transport 1 grup karbon selama sintetis nukleotid purin dan thymidilate. Tanpa
tetrahidrofolat sintetis DNA dan perbaikannya, dan replikasi seluler mengalami
gangguan. Proliferasi sel yang aktif seperti pada sel ganas, sel pada sumsum tulang, selfetal, demikian juga pada sel mukosa mulut, usus, dan kandung kencing adalah yang
paling sensitive terhadap efek dari MTX. 5
Perdarahan aktif intraabdomen adalah kontraindikasi kemoterapi. Ukuran dari
masa ektopik juga penting, Pisarska dkk (1998) merekomendasi MTX untuk tidak
digunakan jika kehamilan lebih dari 4 cm. Kesuksesan terbaik jika kehamilan kurang
dari 6 minggu, diameter massa tuba tidak lebih dari 3,5 cm, fetus telah mati, dan beta-
hCG tidak lebih dari 15.000 mIU/mL ( Lipscomb and colleagues , 1999a, Stoval, 1995).
Menurut American College of Obstetrician and Gynecologists (1998), kontraindikasi
termasuk menyusui, imunodefisiensi, alcohol, penyakit hati dan ginjal, penyakit paru
aktif, dan ulkus peptikum. 4
Pasien yang dapat diterapi dengan MTX harus stabil secara hemodinamik, yaitu
sesuai dengan hal-hal berikut : 4
1. Terapi medis gagal pada 5-10 % kasus, dan lebih sering terjadi pada kehamilan
lebih dari 6 minggu atau massa tuba lebih dari 4 cm.
2. Kegagalan terapi medis memerlukan terapi lebih lanjut, baik secara medis atau
pembedahan.
3. Pada pasien rawat jalan, transportasi yang cepat harus tersedia.
4. Tanda dan gejala rupture tuba seperti perdarahan vagina, nyeri abdomen dan
pleura, lemah, pusing, atau sinkop harus dilaporkan dengan cermat.
5. Hingga kehamilan ektopik sembuh, tidak diperbolehkan melakukan hubungan
seksual, minum alcohol, atau mengkonsumsi asam folat, termasuk vitamin
prenatal.
Dosis MTX : 4
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m 2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari ke 4 dan 7 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi. Bila penurunan < 15 %, ulangi pemberian MTX dan hitung sebagai hari
pertama.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
24/44
24
Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX dan
hitung sebagai hari pertama.
Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.2. Dosis variable :
MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang 15 % dalam
48 jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian perminggu hingga beta-hCG
tidak terdeteksi.
Kool dan Kock (1992) mempelajari 16 penelitian yang melaporkan tentang efek
samping. Semua gejala hilang dalam 3-4 hari setelah MTX dihentikan. Efek samping
yang paling sering adalah gangguan hati (12 %), stomatitis (6 %) dan gastroenteritis (1
%). Seorang wanita mengalami depresi sumsum tulang. Laporan kasus juga
menggambarkan netropenia dan demam yang mengancam jiwa, pneumonitis akibat
induce obat, dan alopesia (Buster dan Pisarska, 1999). 4
Setelah linear salfingostomi, kadar beta hCG menurun hingga masa resolusi 20
hari. Pada kasus langka, setelah dosis tunggal MTX, kadar serum beta hCG meningkat
pada 4 hari pertama, kemudian menurun secara bertahap, dengan waktu resolusi 27 hari.
Lipscomb dkk (1998) mengobati 287 wanita dengan MTX dengan kesembuhan rata-rata,
yaitu level beta hCG kurang dari 15 mIU/mL, adalah 34 hari. Waktu terlama adalah 109
hari. 4
Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8 :
1. Segera dibawa ke rumah sakit
2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan
hipovolemia.
3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang
dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba
dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada
kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan
histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
25/44
25
abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat
saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat
dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.
Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk
mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa
ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam
upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap
kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk
mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan
dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik
pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba
fallopi. 4,5,6,8,11
1. Salpingektomi
Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk
baji yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba
(tindakan ini dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya kehamilan dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan
miometrium di tempat eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau
luas agar tidak mengenai kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh
reseksi akan menimbulkan ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya.
Bahkan dengan reseksi kornu sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak
dapat dicegah.
2. Ooforektomi ipsilateral
Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah
dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan
penderita maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
berikutnya. Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang
paling dekat pada tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah
pengambilan ovum oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi
eksterna ovum serta kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang
peripatetik tersebut.
3. Sterilisasi
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
26/44
26
Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik,
ibu harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika
wanita tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik
yang terjadi merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yangdiambil dokter biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian,
dan keadaan pasien baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau
tidak, tubektomi biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan
risiko. Sebaliknya, semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada
wanita yang masih ingin hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang
akan dihadapinya pada kehamilan berikutnya cukup besar.
4. Menyelamatkan tuba fallopi
Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah
kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk
mengangkat tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan
prosedur pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang
rusak akan memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan
berikutnya. Beberapa tindakan bedah rekonstruksi tuba dibicarakan dibawah ini:
a. Salpingostomi
Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan
panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal
tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada
batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini
biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan
dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau
laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.
b. Salpingotomi
Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi
langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan
forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi
dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik),
sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti
dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan
jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
27/44
27
c. Reseksi segmental dan anastomosis
Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur
dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi
kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat,
mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan
implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan
demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut
kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang
vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini
sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika
muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati
agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah
kekuatan pada lapisan pertama.
d. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk
mengosong kan hasil konsepsi dengan cara mengurut atau mengisap
implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak
dianjurkan karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren
yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada
tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk
mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa
syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10 . Komplikasi yang lain
berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua
hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani
terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat
pasca terapi. 4,5,6,8
Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui
laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya
angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
28/44
28
lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping
berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan
hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,
tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan denganmemberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15
mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan. 4,6,8
2.12 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan
kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.
Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-4,6 %. Untuk wanita
dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi
bilateralis. 4,5,6,8
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan
melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami
kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,
dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF. 6
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
29/44
29
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS Nama : Mujiati
Suami (Pekerjaan) : Noer Ali (Buruh)
Tempat/Tgl Lahir : Genteng Banyuwangi, 2 Maret 1981
Umur : 33 tahun
Alamat : Jl. Sentanu No 2 Payangan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : Tidak tamat SD
MRS : 15 September 2014
Pemeriksaan : 16 September 2014
3.2. ANAMNESA
Os datang dengan keluhan sakit perut disertai dengan keluarnya flek sejak
seminggu sebelum masuk rumah sakit. Os juga mengatakan belum dapat
buang air besar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Os tidak mengeluh
adanya keputihan. Os menyangkal saat ditanya apakah os pernah pingsan atau
sesak. Tidak ada panas badan.
Dikatakan haid terakhir tanggal 1 Agustus 2014. Os menarch pada umur
13 tahun. Siklus 28 hari, lamanya haid 7 hari. Saat haid os dapat bekerja
seperti biasa.
Nafsu makan os tidak mengalami gangguan, tidak ada gangguan kencing
namun os mengeluh tidak dapat buang air besar semenjak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit.
Os menikah satu kali dengan suami sekarang selama 14 tahun. Os tidak
pernah memakai KB sebelumnya. Os menyangkal saat ditanya apakah os
menderita penyakit jantung, diabetes melitus, asma, hipertensi atau infeksi
kelamin sebelumnya.
Ini merupakan hamil ke 3 os dimana anak pertama berjenis kelamin
perempuan dengan berat lahir 2000 gram lahir spontan di bidan, sedangkan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
30/44
30
anak kedua laki laki dengan berat lahir 3300 lahir spontan di bidan.
Dikatakan tidak ada riwayat abortus.
3.3. PEMERIKSAAN FISIKStatus Present :
Kondisi Umum : Baik
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Temperatur rektal : 37 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemia +/+ , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologi :
Abdomen : TFU ttb, distensi (-), Bu (+) N
Nyeri tekan (+)
Vagina (Insp) : Flx (+), fl (-), P (-), Livide (+)
(VT) : Fls (+), fl (-), P (-), nyeri goyang (+)
CU AF b/c > N
AP mass -/-, nyeri +/+
CD menonjol
DP (+)
3.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DL : (15 September 2014)
WBC : 13,99 . 10 3/uL
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
31/44
31
RBC : 3,19 . 10 6/Ul
HGB : 8,6 g/dL
HCT : 26,2 %
PLT : 242 . 103
/uLUL : (15 September 2014)
WARNA : Merah
KEJERNIHAN : Keruh
PROT : +1
GLU : N
KETON : -
UROBIL : N
BILI : -
ERI : +3
Spes. Gravity : 1,015
PPT : (+)
BT : 230
CT : 13
3.5. DIAGNOSA
KET + ANEMIA
3.6. DIAGNOSIS BANDING
INFEKSI PELVIS ABORTUS
3.7. TERAPI
Tx. : Resusitasi cairan
Laparatomi cito
Persiapan darah
Mx : Keluhan
Vital Sign
KIE : os dan suami tentang kondisi pasien termasuk diagnosa, tentang
rencana tindakan segera yang akan dilakukan.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
32/44
32
Pk. 09.00 telah dilakukan salfingektomi bilateral oleh karena ruptur tuba graviditas
pars ampularis dextra dan hematosalping tuba sinistra
Tensi : 100/70 mmHg Nadi : 85 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Suhu : 36 oC
DL : (15 September 2014, Pk. 12.30)
WBC : 10,53 . 10 3/uL
RBC : 2,97 10 6/Ul
HGB : 8,1 g/dL
HCT : 24,5 %
PLT : 173 . 10 3 /uL
Ass : post salfingektomi bilateral ec ruptur graviditas tuba dextra + hematosalfing
sinistra hari ke-0
Tx : cefadroxil 3x500mg
SF 2x1
Vit c 1x1
Mx : keluhan dan vital sign
CM / produksi urine
KIE
3.8 FOLLOW UP
16 September 2014, Pk. 07.00
S : Keluhan (-), flatus (-), nyeri perut (+)
O : Status Present :
T : 120/70 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
t : 36,9 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
33/44
33
Mata : Anemia +/+ , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologis :
Abdomen : distensi (-), BU (+) N, Luka operasi terawatt
Vagina : taa
DL : (16 September 2014, Pk. 08.30)
WBC : 8,6 . 10 3/uL
RBC : 3,01 10 6/Ul
HGB : 8,2 g/dL
HCT : 25,2 %
PLT : 186 . 10 3 /uL
Ass : Post salfingektomi bilateral hari I + anemia ringan
Tx : Amoxicillin 3x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Bcom Sanbe 1x1
Mx : Keluhan, Vital sign
CM/produksi urin
KIE
17 September 2014
S : Keluhan (-), flatus (+), nyeri perut berkurang
O : Status Present :
T : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
R : 20 x/menit
t : 36,5 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
34/44
34
Mata : Anemia -/- , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologis :
Abd : distensi (-), BU (+) N, Luka operasi terawat
Vagina : taa
Ass : Post salfingektomi bilateral hari II
Tx : Amoxicillin 3x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Bcom Sanbe 1x1
Mx : Keluhan dan Vital sign
KIE
18 September 2014
S : Keluhan (-)
O : Status Present :
T : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
t : 36,5 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemia -/- , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologis :
Abd : distensi (-), BU (+) N, Luka operasi terawat
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
35/44
35
Vagina : taa
Ass : Post salfingektomi bilateral hari III
Tx : Amoxicillin 3x500mg
Asam Mefenamat 3x500mgBcom Sanbe 1x1
Mx : Keluhan dan Vital sign
KIE
19 September 2014
S : Keluhan (-)
O : Status Present :
T : 120/80 mmHg
N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
t : 36,5 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemia -/- , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologis :
Abd : distensi (-), BU (+) N, Luka operasi terawat
Vagina : taa
Ass : Post salfingektomi bilateral hari IV
Tx : Amoxicillin 3x500mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Bcom Sanbe 1x1
Mx : Keluhan dan Vital sign
KIE
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
36/44
36
20 September 2014
S : Keluhan (-)
O : Status Present :
T : 120/80 mmHg N : 84 x/menit
R : 20 x/menit
t : 36,5 oC
Status General :
Kepala : Normocephali
Mata : Anemia -/- , Ikterus (-)
THT : Kesan tenang
Thoraks : Cor : S1S2 tunggal, reg, murmur (-)
Po : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : ~ status gynekologi
Ekstremitas : hangat (+) , odem (-)
Status Ginekologis :
Abd : distensi (-), BU (+) N, Luka operasi terawat
Vagina : taa
Ass : Post salfingektomi bilateral hari V
Tx : BPL
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
37/44
37
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. DIAGNOSISDiagnosis pada pasien tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini terdapat trias klasik dari
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) yaitu nyeri perut, amenorea dan perdarahan
vagina. Os datang dengan keluhan sakit perut disertai dengan keluarnya flek sejak
seminggu sebelum masuk rumah sakit. Os juga mengatakan belum dapat buang air besar
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Os tidak mengeluh adanya keputihan. Os
menyangkal saat ditanya apakah os pernah pingsan atau sesak. Tidak ada panas badan.
Dikatakan haid terakhir tanggal 1 Agustus 2014. Os menarch pada umur 13
tahun. Siklus 28 hari, lamanya haid 7 hari. Saat haid os dapat bekerja seperti biasa. Pada
pemeriksaan tekanan darah, tekanan darah os masih baik (130/90 mmHg), tidak
menampakkan gejala syok dengan keadaan umum baik. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan mata anemis, setelah dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah didapatkan Hb
8,6 g%. Pada pemeriksaan fisik didapatkan abdomen terdapat nyeri tekan.
Os juga mengatakan tidak pernah sesak sebelumnya. Hal ini menunjukan belum
adanya iritasi diafragma oleh darah. Os juga mengeluh adanya gangguan buang air
besar.
Pada inspekulo didapatkan fluksus (+), tidak terdapat fluor, pada labia ditemukan
livide yang menunjukan salah satu tanda kehamilan. Setelah dilakukan tes kehamilan
(PPT) os dinyatakan positif hamil. Hal ini mendukung adanya KET.
Pada pemeriksaan dalam (VT) didapatkan nyeri goyang cervix, hal ini
mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum. Tidak terdapat
massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah terdapat ruptur dari
tuba, didukung oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum Doglas dalam
keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam rongga pelvis,
cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba. Setelah dilakukan pemeriksaan
kuldositesis (punksi kavum Doglas) didapatkan darah (+), hal ini menunjukan adanya
darah pada rongga pelvis.
Dari uraian diatas maka diagnosis KET dapat ditegakkan, sehingga os dan
suaminya di beri penjelasan mengenai keadaan os dan perlunya dilakukan tindakan
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
38/44
38
operasi segera, oleh karena bahaya yang dapat mengancam nyawa os akibat perdarahan
oleh ruptur tuba.
4.2. DIAGNOSIS BANDINGOs di diagnosis banding dengan infeksi pelvis oleh karena adanya keluhan nyeri
perut bawah dan didukung dengan adanya WBC >10.000 namun diagnosis lebih
mengarah ke KET oleh karena pada pemeriksaan kehamilan os dinyatakan hamil,
serta adanya nyeri goyang servix dan punksi kavum Doglas yang positif.
Os juga dibandingkan dengan abortus oleh karena adanya nyeri perut disertai
dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina serta hasil PPT (+). Diagnosis
abortus disingkirkan oleh karena pada abortus biasanya darah yang keluar lebih
banyak, tidak hanya berupa flek-flek. Selain itu dengan adanya kondisi fisik os
yang lemah dan adanya tanda-tanda syok, didukung oleh Hb 8,9 maka diperkirakan
terjadinya kehamilan pada tuba yang ruptur, bukan kehamilan intrauterin, sehingga
darah terkumpul pada rongga pelvis. Hal ini sesuai dengan temuan objektif dimana
perdarahan pervagina pada os hanya berupa flek-flek yang tidak dapat
menyebabkan tanda-tanda syok.
4.3. PENATALAKSANAAN
Os setelah mendapat persetujuan dari keluarga langsung dilakukan laparatomi
untuk menghentikan perdarahan yang terjadi oleh karena ruptur tuba. Sebelum os
dioperasi dipersiapkan darah dan os diberikan suntikan antibiotika profilaksis.
4.4. PROGNOSIS
Pada os tidak ditemukan tanda tanda komplikasi seperti syok akibat pendarahan
dan kondisi os terus membaik selama perawatan sehingga prognosis os dapat
dikatakan baik. Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk
mengandung dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya,
mengindikasikan os dapat mengalami kehamilan ektopik lagi di masa yang akan
datang.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
39/44
39
BAB 5
RINGKASAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan
ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka
kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor
predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik ini antara lain gangguan
transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang masih diperdebatkan.
Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya
dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti
infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang
pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.
Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan
sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat
ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,
perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi
dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
40/44
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002; 323-3342. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;
Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204
3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998; 226-37
4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD.
Ectopic Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001;
pp 883-910
5. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for
Practice.In: Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill;
2001;pp 1134-1147
6. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins,
1999,pp 1149-1164
7. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP.
Seri Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000.
Hal 54-56.
8. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novaks Gynecology. 13thed.Philad elphia
Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534
9. Beck WW, Jr. Ectopic Pregnancy. In: Obstetrics and Gynecology 4 ed. William &
Wilkins the Science of Review. New York. 1996; 315-320
10.Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE,
Lambrou BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of
Gynecology and Obstetric; 2nded. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins;
2002;pp 305-13.
11.Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm . Last Update : 26 Juli 2004.
Accessed : 23 Desember 2005.
12.Ectopic Pregnancy. A Guide for Patients. American Society For Reproductive
Medicine.1996.
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic3316.htmhttp://www.emedicine.com/med/topic3316.htm8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
41/44
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
42/44
ii
4.4. Prognosis ................................................................................................... 39
BAB. 5. RINGKASAN ............................................................................................ 40
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 41
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
43/44
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Organ Reproduksi Wanita ....................................................... 3
Gambar 2. Lokasi Kehamilan Tuba .......................................................................... 4Gambar 3. Kehamilan Ektopik ................................................................................. 6
Gambar 4. Kehamilan Ektopik Tuba ........................................................................ 9
Gambar 5. Ruptur Tuba Pada Kehamilan Ektopik ................................................... 10
8/10/2019 Lapsus Ket Wangaya
44/44
TINJAUAN KASUS
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU(KET)
Oleh:Made Bhuwana Putra (1002005181)
Ni Made Devi Aristiyanti (0902005067)
Ayu Shinta Mahaputri (0902005001)
Pembimbing :
dr. Wayan Sukadana, Sp.OG(K)
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYALAB / SMF OBSTETRIK DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH