4
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yag ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya (Brunner & Suddarth, 2001:1220). Menurut World Health Organization (WHO) diklasifikasikan empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional, dan (3) tipe khusus lain (Price, 2006:1262). Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada disbetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.

latar belakang DM.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: latar belakang DM.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yag ditandai oleh

kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal

bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan

yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,

mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan

penyimpanannya (Brunner & Suddarth, 2001:1220). Menurut World Health

Organization (WHO) diklasifikasikan empat klasifikasi klinis gangguan toleransi

glukosa: (1) diabetes melitus tipe 1 dan 2, (2) diabetes gestasional, dan (3) tipe khusus

lain (Price, 2006:1262).

Pada diabetes tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan

insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan

terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin

dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di

dalam sel. Resistensi insulin pada disbetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi

intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi

pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah

terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat

sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat

yang normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel beta tidak mampu

mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan

meningkat dan terjadi diabetes tipe 2 (Brunner & Suddarth, 2001:1223).

Jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia tahun 2000 mencapai 8,43 juta

jiwa dan diperkirakan mencapai 21,257 juta jiwa pada tahun 2030, bahkan saat ini

prevalensi DM di Indonesia menduduki urutan ke empat didunia setelah India, China

dan Amerika Serikat. WHO memperkirakan sekitar 4 juta orang meninggal setiap tahun

akibat komplikasi DM. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (DepKes) angka

prevalensi penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah

penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa. Penyakit DM tipe 2 di Indonesia

merupakan salah satu penyebab utama penyakit tak menular atau sekitar 2,1% dari

Page 2: latar belakang DM.doc

seluruh kematian. Diperkirakan sekitar 90% kasus DM di seluruh dunia tergolong DM

tipe 2. Jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur dewasa

terutama umur > 30 tahun dan pada seluruh status sosial ekonomi (Perkeni, 2010).

Penatalaksanaan Diabetes Mellitus ada lima komponen diantaranya pendidikan

(edukasi), perencanaan makan (diet), olahraga dan latihan, pengobatan dan pemantauan

serta pencegahan dan pengendalian komplikasi. Terapi gizi merupakan komponen

utama keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Pada dasarnya penyusunan program diet

diabetes mellitus adalah mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal,

selain itu juga diperlukan pendidikan atau penyuluhan pada pasien diabetes mellitus

untuk menerapkan pola makan seimbang untuk menyesuaikan kebutuhan glukosa

sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui pola makan yang sehat. Kepatuhan pasien

terhadap prinsip gizi dan perencanaan makan merupakan salah satu kendala pada pasien

diabetes. Penderita diabetes banyak yang merasa tersiksa sehubungan dengan jenis dan

jumlah makanan yang dianjurkan. Pasien yang patuh akan mempunyai kontrol glikemik

yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus menerus akan dapat

mencegah komplikasi akut dan mengurangi resiko komplikasi jangka panjang.

Perbaikan kontrol glikemik berhubungan dengan penurunan kejadian retinopati,

nefropati dan neuropati. Sebaliknya bagi pasien yang tidak patuh akan mempengaruhi

kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan tidak terkontrol, hal ini akan

mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul tidak dapat dicegah.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengontrol diet pada pasien DM tipe 2,

salah satunya yaitu melalui dukungan dan peran dari keluarga. Keluarga disini berperan

penting dalam pola diet pada pasien DM tipe 2 dimana keluarga dapat mengatur,

memantau dan mengontrol asupan gizi yang dikonsumsi oleh pasien. Dalam study yang

dilakukan Pittsburgh Epidemiologi of Diabetes Complications (EDC), menyimpulkan

bahwa faktor psikososial seperti dukungan dan peran keluarga mempunyai efek yang

penting pada kontrol glikemik pada orang dewasa dengan NIDDM dan juga penting

pengaruhnya pada self management pada pasien DM tipe 2. Dukungan dan peran

keluarga memerankan peran krusial pada kepatuhan self management dan secara tidak

langsung akan mempengaruhi kontrol metabolik.

Dengan adanya dukungan dari keluarga, pasien dapat termotivasi untuk

melakukan pengontrolan kadar gula darahnya. Hal ini sejalan dengan teori Green

(1980) dalam Notoatmodjo (2005) yang menyebutkan dukungan keluarga merupakan

salah satu faktor penguat atau pendorong terjadinya perilaku kesehatan pada pasien.