Legalitas Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Legalitas Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma

    1/2

    : Ed isi Ma ret 2012

    Penerbit: Kantor Hukum , Ad voka t & Konsultan Hukum

    Edisi : Maret 2012

    LEGALITAS PEMBERIAN BANTUAN HUKUM SECARA CUMA-CUMA

    Oleh: Popy Nurjanah, SH

    Konsultan Hukum pada BlaW

    ada dasarnya UUD 1945 telah mengatur bahwa pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma (pro bono publicio) merupakan kewajiban dari suatu Negara yang mengakui dan

    melindungi Hak Asasi Manusia. Dalam UUD 1945 setiap warga Negara berhak untuk dibela

    (acces to legal counsel), berhak mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality

    before the law) dan berhak untuk mendapatkan keadilan (acces to justice).

    Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma kepada warga Negara, terutama warga yang tidak

    mampu sebenarnya sudah lama dilakukan oleh advokat, namun belum ada regulasi hukum yang

    khusus mengaturnya. Perkembangan selanjutnya pemerintah telah mengesahkan Undang-

    Undang No. 18 Tahun 2003 dimana terdapat ketentuan mengenai kewajiban advokat untuk

    memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu.

    Sayangnya tidak mudah bagi para advokat untuk dapat menjalankan amanat tersebut. Pasalnya

    pemberian bantuan secara cuma-cuma bukan tanpa biaya, dan biaya tersebut biasanya harusditanggung oleh advokat. Sedangkan tidak semua advokat sama tingkat kesejahteraannya, karena

    meskipun profesi advokat merupakan profesi yang mandiri/indepeden, tetapi pendapatan yang di

    peroleh advokat adalah berasal dari kesepakatan honorarium dengan klien-kliennya.

    Dalam rangka mempermudah pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma bagi

    yang tidak mampu oleh advokat, pemerintah telah mengesahkan pula PP No. 83 Tahun 2008

    tentang Persyaratan dan pelaksanaan pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma. Peraturan

    Pemerintah ini merupakan implementasi dari Pasal 22 UU No. 18 Tahun 2003 dan menjadi

    pedoman bagi advokat dalam menjalankan pemberian bantuan hukum bagi warga tidak mampu.

    Namun ternyata PP ini masih belum menyelesaikan masalah mengenai biaya yang harus

    dikeluarkan dalam penanganan perkara. PP tersebut melarang advokat untuk meminta bayaran

    dari kliennya yang dibela secara cuma-cuma, padahal bukan rahasia lagi bahwa untuk berperkaradi pengadilan saja biaya yang dikeluarkan sudah banyak seperti pendaftaran gugatan, surat

    kuasa, leges, dan permohonan-permohonan lainnya. Pengadilan tidak akan memproses gugatan

    apabila biaya-biaya tersebut belum dibayar.

    P

    Diterbitkan oleh : Kantor Hukum BLaW

    Member Russell Bedford International

    HUKUMUNTUKKEADILAN&KESEJAHTERAAN

    MEDIA HUKUMPemimpin Redaksi :

    Syarief Basir, SH, CPA, MBA

    Sekretaris Redaksi:

    Yusuf R. Fadillah, SH

    Alamat Redaksi :

    PP Plaza Lt.3

    Jl. TB. Simatupang 57 Jakarta

    Telp: 085780897186, 87780708

    Web : lawfirm-blaw.com

    Email: [email protected]

  • 7/31/2019 Legalitas Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma

    2/2

    : Ed isi Ma ret 2012

    Penerbit: Kantor Hukum , Ad voka t & Konsultan Hukum

    Akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2011 rapat paripurna DPR telah mengesahkan RUU bantuan

    hukum menjadi UU No. 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam UU ini diatur bahwa

    pemerintah ikut andil dalam pembiayaan pemberian Bantuan Hukum yang dilakukan advokat.

    Biaya yang akan diberikan oleh pemerintah untuk pelaksanaan bantuan hukum harus

    dianggarkan dalam APBN. Bantuan hukum bagi warga tidak mampu meliputi bantuan hukum

    dibidang keperdataan, pidana dan tata usaha negara baik litigasi maupun non litigasi.

    Adapun advokat yang dapat memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma berdasarkan UU ini

    adalah advokat yang berada dalam naungan suatu lembaga atau organisasi bantuan hukum.

    Syarat bagi lembaga atau organisasi untuk dapat menerima pendanaan bantuan hukum pun

    ditentukan dalam UU ini, yaitu:

    - Berbadan hukum,- Terakreditasi berdasarkan UU,- Memiliki kantor atau sekretariat yang tetap,- Memiliki pengurus dan- Memiliki program Bantuan Hukum.

    Sedangkan syarat bagi penerima bantuan hukum berdasarkan UU ini adalah warga tidak mampu

    (orang miskin) yaitu orang-orang yang tidak dapat memenuhi hak dasarnya secara layak dan

    mandiri. Hak dasar yang dimaksud meliputi hak atas pangan, sandang, layanan kesehatan,

    layanan pendidikan, pekerjaan dan berusaha, dan/atau perumahan.

    UU ini diharapkan dapat membantu warga tidak mampu yang hak-hak sipilnya terabaikan untuk

    mendapatkan keadilan dan perlindungan secara hukum.****