Upload
others
View
99
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ii
LEMAK DAN MINYAK
Penulis: HRA Mulyani
Agus Sujarwanta
Penerbit : Lembaga Penelitian UM Metro Jl. Ki Hajar Dewantara No. 116 Metro Kecamatan Metro Timur Kota Metro, 34111 Telp/Fax (0725) 47922 Email: [email protected] Website: www.lppm.ummetro.ac.id
iii
LEMAK DAN MINYAK Penulis HRA Mulyani, Agus Sujarwanta ISBN : 978-602-52714-1-0 Editor : Prof. Dr. H. Juhri AM, M.Pd. Penyunting : Dr. Sudirman AM,M.Hum. Desain Sampul dan Tata Letak : Irfan Iqbal, S.E. Penerbit Lembaga Penelitian UM Metro Redaksi: Lembaga Penelitian UM Metro Press Jl. Ki Hajar Dewantara No. 116 Metro Kecamatan Metro Timur Kota Metro, 34111 Telp/Fax (0725) 47922 Email: [email protected] Website: www.lppm.ummetro.ac.id Cetakan Pertama, Agustus 2018 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang keras memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit
iv
PRAKATA
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan ridho-Nya
maka kami dapat menyelesaikan Buku Ajar yang berjudul Lemak dan
Minyak.
Atas terselesaikannya Buku ajar ini, kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM),
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang telah
mendanai buku ajar ini.
2. Rektor Universitas Muhammadiyah Metro (UMM) yang telah
memfasilitasi terbitnya buku ajar ini.
3. Tim Penyusun yang membantu dalam menyelesaikan buku ajar
ini
Dalam Buku Ajar ini masih banyak terdapat kekurangan untuk itu
kami menerima kritik dan saran untuk kesempurnaan. Dan semoga
bermanfaat bagi kita semua.
v
DAFTAR ISI
HALAMAN AWAL ...............................................................................i
PRAKATA ........... ...............................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................... ............... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... v
A. Pendahuluan ....................................... ......................................... 1
B. Tujuan ............................................................................................ 2
C. Uraian Lemak dan Minyak ............................................................ 3
1. Penamaan lemak dan minyak .................................................. 3
2. Analisa Lemak dan Minyak ..................................................... 12
3. Penentuan Sifat Lemak dan Minyak....................... ............ . 12
4. Penentuan Kualitas Lemak dan Minyak.................. .............. 14
5. Proses Pengolahan Minyak.................................................... 15
6. Pemurnian Minyak ..................................................................21
7. Chilling .................................................................................... 22
D. Minyak Goreng ............................................................................. 54
1. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Goreng ...................................... 55
2. Faktor Kerusakan Minyak ....................................................... 58
3. Pencegahan Ketengikan ......................................................... 60
4. Kualitas Minyak Goreng .......................................................... 61
Minyak Jelantah ............................................................................... 63
Tanda awal kerusakan minyak ......................................................... 64
Sifat-sifat minyak jelantah ................................................................. 65
Beberapa cara penjernihan minyak jelantah .................................... 68
Latihan .............................................................................................. 77
Daftar Pustaka ................................................................................. 78
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Cara memberi nama lemak dan minyak ........................... 3
Tabel 2. Contoh-contoh asam lemak jenuh .................................... 5
Tabel 3. Contoh-contoh asam lemak tak jenuh .............................. 5
Tabel 4. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan sifat
Mengering .......................................................................... 5
Tabel 5. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan
Sumbernnya ...................................................................... 6
Tabel 6. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan
Kegunaannya .................................................................... 6
Tabel 7. Komposisi Kimia adsorben “Landou raw clay dan Florida
clay” ................................................................................ 36
Tabel 8. Komposisi Kimia Arang kayu keras ................................ 38
Tabel 9. SNI01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng 54
Tabel 10. Sifat fisik dan kimia minyak jelantah ............................... 67
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Proses Pembentukan Lemak ........................................ .3
Gambar 2. Reaksi Esterifikasi ....................................................... 10
Gambar 3. Reaksi Hidrolisa ........................................................... 10
Gambar 4. Reaksi Penyabunan .................................................... 11
Gambar 5. Pembentukan Keton ................................................... 11
Gambar 6. Proses Wet Rendering ................................................. 17
Gambar 7. Hydrouluc Press .......................................................... 17
Gambar 8. Skema Cara memperoleh Minyak dengan
Pengepresaan ............................................................ 19
Gambar 9. Expeller Pressing ......................................................... 20
Gambar 10. Reaksi Penyabunan Mono dan Digliserida dalam
Minyak ........................................................................ 26
Gambar 11. Reaksi Metabolisme Minyak ...................................... 28
Gambar 12. Penampang Tangensial ketel untuk Netralisasi dan
Pemucatan Minyak .................................................... 29
Gambar 13. Hubungan Arang Aktif dengan Warna yang diserap ... 41
Gambar 14. Reaksi Pemucatan dengan Dikromat ......................... 43
Gambar 15. Penampang Alat Deodorisasi Minyak ........................ 47
Gambar 16. Persenyawaan Kompleks dengan hasil Oksidasi
Asam Lemak ............................................................. 48
Gambar 17. Proses Pembentukan Radikal Bebas ......................... 49
Gambar 18. Mekanisme Proses Hidrogenasi ................................ 49
Gambar 19. Proses Interesterifikasi ............................................... 52
Gambar 20. Reaksi Oksidasi Mengakibatkan Ketengikan .............. 60
Gambar 21. Proses Pembentukan Akrolein ................................... 64
1
A. Pendahuluan
Lemak atau minyak merupakan salah satu sumber energi yang
efektif dibandingkan dengan karbohidrat atau protein. 1.gram
minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan
karbohidrat dan protein masing masing hanya menghasilkan 4
kkal. Lemak bersama karbohidrat , protein dan air merupakan
komponen utama dalam bahan pangan.
Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi 2
golongan, yaitu : 1) lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak,
misal mentega, margarine dan lemak kembang gula. 2) lemak
yang dimasak bersama bahan pangan atau yang dijadikan
sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan
pangan , misal minyak goreng, shortening, minyak babi lemak
atau minyak yang ditambahkan pada bahan pangan atau yang
dijadikan sebagai bahan pangan perlu memnuhi persyaratan dan
sifat sifat tertentu.
Proses kerusakan lemak berlangsung sejak pengolahan
sampai siap dikonsumsi. Terjadinya ketengikan pada bahan
pengan berlemak tidak hanya terbatas pada bahan pangan
berkadar lemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan
pangan berkadar lemak rendah. Lemak dan minyak memiliki
peranan penting dalam menjaga kesehatan tubuh manusia.
Asam-asam lemak essensial dapat mencegah timbulnya
kolesterol suatu penyakit akibat penyempitan pada pembuluh
darah. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan
pelarut bagi vitamin A,D,E dan K.
2
B. Tujuan
Setelah mempelajari bab ini , anda diharapkan dapat :
1. Menjelaskan pengertian lemak dan minyak
2. Memberikan nama pada struktur lemak
3. Menggolongkan lemak dan minyak
4. Menjelaskan persamaan dan perbedaan lemak dan minyak
5. Menjelaskan cara cara pengolah minyak dan lemak
6. Menjelaskan cara pemurnian minyak dan lemak
7. Membedakan minyak goreng dan minyak jelantah
8. Mengetahui penyebab kerusakan minyak
9. Menjelaskan peran adsorben dalam pemurnian minyak
jelantah.
10. Mencoba melakukan perjenihan minyak jelantah minimal 3
cara yang mudah dilakukan dalam kehidupan sehari hari.
11. Mempraktekkan cara memurnikan minyak jelantah
menggunakan adsorben ampas kelapa.
C. Uraian Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau
trigliserol. Lemak dan minyak merupakan ester yang apabila
dihidrolisis akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Lemak
merupakan jenis trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang
berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair pada suhu
ruang.
Lemak dan minyak merupakan suatu kelompok dari golongan
lipid. Lipid sendiri merupakan golongan senyawa organik yang tidak
larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti dietil
3
eter, benzena, kloroform, dan heksana. Karena tergolong dalam
lipid, maka lemak dan minyak dapat larut juga dalam pelarut-
pelarut nonpolar seperti tersebut di atas. Kelarutan lemak dan
minyak terhadap pelarut nonpolar tersebut dikarenakan lemak dan
minyak mempunyai kepolaran yang sama dengan pelarut tersebut,
yaitu nonpolar. Namun, kepolaran suatu senyawa dapat berubah
akibat proses kimiawi. Contohnya adalah apabila asam lemak
dalam larutan KOH, maka asam lemak akan berada dalam
keadaan terionisasi dan menjadi lebih polar dibanding keadaan
asalnya, sehingga memungkinkan asam lemak ini larut dalam air.
Perubahan kepolaran ini dapat dinetralkan kembali dengan
penambahan asam sulfat encer (10 N) sehingga asam lemak dapat
kembali ke keadaan semula yang tidak larut di air melainkan di
pelarut nonpolar.
1. Penamaan lemak dan minyak
Penamaan lemak dan minyak, ada dua cara, yaitu :
Tabel 1. Cara memberi nama lemak dan minyak.
Cara memberi nama Contoh
Pada derivat asam lemak akhiran “at” diganti akhiran “in”
Tristearat menjadi tristearin Tripalmitat menjadi tripalmitin
Menggunakan nama suatu “ester”
Tristearat menjadi gliseril tristearat Tripalmitat menjadi gliseril palmitat
a. Pembentukan Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari
gliserol. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil
proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam
lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda–beda),
yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air.
4
Gambar 1. Proses Pembentukan Lemak
Bila R1=R2=R3, maka trigliserida yang terbentuk disebut
trigliserida sederhana (simple triglyceride), sedangkan bila R1,
R2,R3, berbeda, maka disebut trigliserida campuran (mixed
triglyceride).
b. Penggolongan lemak dan minyak dapat dibedakan
berdasarkan empat hal, yaitu.
1) Berdasarkan kejenuhannya.
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang rantai
hidrokarbonnya terdapat ikatan tunggal. Asam lemak jenuh
biasanya mempunyai rantai zig-zag yang sesuai satu
dengan yang lain, sehingga gaya tarik Van der Waals nya
tinggi. Akibat gaya tarik yang tinggi itu, maka biasanya
asam lemak jenuh berwujud padat.
Tabel 2. Contoh-contoh dari asam lemak jenuh, antara lain:
Nama asam Struktur Sumber
Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati Stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati
Sebaliknya, asam lemak tak jenuh mempunyai satu
ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak
yang mempunyai lebih dari satu ikatan rangkap pada rantai
5
hidrokarbonnya biasanya terdapat pada tumbuhan dan
disebut trigliserida tak jenuh ganda
atau polyunsaturated yang cenderung berwujud cair seperti
minyak.
Tabel 3. Contoh-contoh dari asam lemak tak jenuh, antara lain:
Nama Asam Struktur Sumber
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewani dan nabati
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2) 7CO2H Lemak hewani dan nabati
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H
Minyak nabati
Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=CH
Minyak biji rami
(CH2) 7CO2H
2) Berdasarkan sifat mengeringnya, lemak dan minyak terbagi
menjadi tiga, yaitu :
Tabel 4. Pengklasifiksian lemak dan minyak berdasarkan sifat mengering.
Sifat Keterangan
Minyak tidak mengering (non-drying oil)
- tipe minyak zaitun, contoh: minyak zaitun, minyak buah persik, minyak kacang
- tipe minyak rape, contoh: minyak biji rape, minyak mustard
Minyak setengah mengering (Semi-drying oil)
Minyak yang mempunyai daya mengering yang lebih lambat. Contohnya: minyak biji kapas, minyak bunga matahari
Minyak nabati mengering (drying-oil)
Minyak mempunyai sifat yang dapat mengering jika kena oksidadi, dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Contoh: minyak kacang kedelai, minyak biji karet
6
3) berdasarkan sumbernya, lemak dan minyak terbagii
menjadi dua, yaitu :
Tabel 5. pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan
sumbernya.
Sumber Keterangan
Berasal dari tanaman (minyak nabati)
- biji-biji palawija Contoh : Minyak jagung, biji kapas
- kulit buah tanaman tahunan Contoh:minyak zaitun, minyak kelapa
- biji-biji tanaman tahunan contoh : kelapa, coklat, inti sawit
Berasal dari hewan (lemak hewani)
- susu hewan peliharaan, contoh: kemak susu
- daging hewan peliharaan, contoh: lemak sapi, oleosterin
- hasil laut, contoh : minyak ikan, sardin, minyak ikan paus
4) Berdasarkan kegunaannya, lemak dan minyak terbagii tiga,
yaitu:
Tabel 6. Pengklasifikasian lemak dan minyak berdasarkan
kegunaannya.
Nama Kegunaan
Minyak mineral (minyak bumi) Sebagai bahan bakar
Minyak nabati/hewani (minyak/lemak)
Bahan makanan bagi manusia
Minyak atsiri (essential oil) Untuk obat-obatan. Minyak ini mudah menguap pada temperatur kamar sehingga disebut juga minyak terbang
c. Berdasarkan persamaan dan perbedaan.
1) Beberapa persamaan Lemak dan minyak :
a) Minyak dan lemak sama-sama memiliki terkstur yang
licin dan sering digunakan sebagai bahan masakan
b) Lemak dan minyak memiliki senyawa ester non polar,
yaitu sama tidak larut dalam air
7
c) Lemak dan minyak memiliki dan menjadi sumber energi
dan memiliki kontribusi yang cukup untuk pembentukan
produk pangan bagi tubuh
d) Lemak dan minyak berfungsi sebagai konduktor panas
ketika sedang menggoreng sesuatu
e) Lemak dan minyak dapat melarutkan vitamin yang baik
bagi tubuh, yaitu vitamin A,D,E,K
f) Lemak dan minyak termasuk kelompok lipid sederhana
dari gliserol yang memiliki susunan lemak dan gliserin.
Molekul molekul gliserin mengikat tiga rantai asam
lemak, kemudian membentuk senyawa ester dengan
sifat non polar. Struktur molekul minyak dan lemak
memiliki panjang yang tergantung pada jenia asam
lemak yang ada pada gliserin.
2) Beberapa Perbedaan lemak dan minyak:
a) ditinjau dari ikatan rangkap asam lemaknya. Pada
lemak, asam lemaknya memiliki sedikit ikatan rangkap
(asam lemak jenuh), sedangkan pada minyak, asam
lemaknya memiliki banyak ikatan rangkap (asam lemak
tak jenuh).
b) ditinjau dari titik lelehnya. Lemak memiliki titik leleh
tinggi, sedangkan minyak memiliki titik leleh rendah.
c) ditinjau dari wujudnya. Lemak biasanya berwujud padat
pada suhu ruang, sedangkan minyak berwujud cair pada
suhu ruang.
d) ditinjau dari sumbernya. Lemak umumnya berasal dari
hewan, sedangkan minyak umumnya dari tumbuhan.
8
e) ditinjau dari reaktifitasnya. Lemak biasanya kurang
reaktif sehingga tidak mudah tengik. Sedangkan minyak
karena memiliki ikatan rangkap pada asam lemaknya,
maka lebih reaktif dan menyebabkan mudah tengik.
3) Berdasarkan sifat-sifat lemak dan minyak
a) Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya
trimetil amin dari lesitin.
b) Massa jenis lemak dan minyak umumnya ditentukan
pada temperatur kamar.
c) Indeks bias minyak dan lemak digunakan pada
pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian
minyak dan lemak.
d) Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak
jarak (coaster oil). Minyak dan lemak sedikit larut dalam
alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon
disulfida, dan pelarut halogen.
e) Titik didihnya meningkat seiring bertambah panjangnya
rantai hidrokarbon dari asam lemak penyusunnya.
f) Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara
alami, juga terjadi karena asam-asam yang berantai
sangat pendek sebagai hasil penguraian pada
kerusakan minyak atau lemak.
g) Titik kekeruhannya dapat ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran lemak dan minyak dengan
pelarut lemak.
h) Titik lunak dari lemak dan minyak ditetapkan untuk
mengidentifikasikan minyak dan lemak.
9
i) Temperatur yang terjadi saat tetesan pertama dari
minyak dan lemak disebut shot melting point.
4) Sifat-sifat fisik lemak dan minyak antara lain:
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari
dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur.
Seperti telah kita ketahui, bahwa minyak dan air tidak dapat
larut. Namun apabila minyak dan air dikocok dengan keras,
maka akan terbentuk emulsi. Emulsi yang terbentuk dari
minyak dan air ini tidak stabil sehingga apabila dibiarkan
dalam beberapa waktu akan terjadi pemisahan kembali
antara minyak dan air. Untuk menstabilkan emulsi yang
terbentuk, diperlukanlah suatu zat pengemulsi (emulsifying
agent) atau yang biasa disebut emulsifier atau emulgator.
Beberapa contoh zat pengemulsi antara lain gelatin, pektin,
stearil alkohol, bentonit, dan zat surfaktan. Zat pengemulsi
ini strukturnya bersifat amfifilik karena memiliki molekul-
molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik (oleofilik) dan
hidrofilik (oleofobik).
Dalam emulsi, terdapat fase terdispersi yang dianggap
sebagai fase dalam dan medium dispersi yang disebut
sebagai fase luar. Emulsi yang mempunyai minyak sebagai
fase dalam dan air sebagai fase luar disebut emulsi minyak
dalam air dan ditulis emulsi “m/a”. Demikian pula berlaku
sebaliknya. Fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinyu,
suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau ditambah air
atau suatu preparat dalam air.
10
5) Sifat-sifat kimia Minyak dan Lemak
a) Esterifikasi
Proses esterifikasi bertujuan untuk asam-asam
lemak bebas dari trigliserida,menjadi bentuk ester.
Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi
kimia yang disebut interifikasi atau penukaran ester
yang didasarkan pada prinsip transesteerifikasi
Fiedel-Craft
Gambar 2. Reaksi Esterifikasi
b) Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, lemak dan minyak akan diubah
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi
hidrolisi mengakibatkan kerusakan lemak dan minyak.
Ini terjadi karena terdapat terdapat sejumlah air dalam
lemak dan minyak tersebut.
Gambar 3. Reaksi Hidrolisa
c) Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah
larutan basa kepada trigliserida. Bila penyabunan telah
lengkap,lapisan air yang mengandung gliserol
dipisahkan dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
11
Gambar 4. Reaksi Penyabunan
d) Hidrogenasi
Proses hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan
dari rantai karbon asam lemak pada lemak atau minyak .
setelah proses hidrogenasi selesai , minyak didinginkan
dan katalisator dipisahkan dengan disaring . Hasilnya
adalah minyak yang bersifat plastis atau keras ,
tergantung pada derajat kejenuhan.
e) Pembentukan keton
Keton dihasilkan melalui penguraian dengan cara
hidrolisa ester
Gambar 5. Pembantukan Keton
f) Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara
sejumlah oksigen dengan lemak atau minyak . terjadinya
reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada
lemak atau minyak.
12
2. Analisa Lemak dan Minyak
Analisa lemak dan minyak yang umum dilakukan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tujuan
analisanya, yaitu:
a. Penentuan kualitatif, yaitu penentuan kadar lemak dan
minyak yang terdapat dalam bahan makanan atau bahan
pertanian.
b. Penentuan kualitas minyak sebagai bahan makanan, yang
berkaitan dengan proses ekstraksinya, atau ada pemurnian
lanjutan, misalnya penjernihan (refining), penghilangan bau
(deodorizing), dan penghilangan warna (bleaching).
Penentuan tingkat kemurnian minyak ini sangat erat
kaitannya dengan daya tahannya selama penyimpanan,
sifat gorengnya, baunya, maupun rasanya. Tolak ukur
kualitas ini adalah angka asam lemak bebasnya (free fatty
acid atau FFA), angka peroksida, tingkat ketengikan, dan
kadar air.
c. Penentuan sifat fisik dan kimia yang khas atau mencirikan
sifat minyak tertentu. Data ini dapat diperoleh dari angka
iodin, angka Reichert-Meissel, angka polenske, angka
krischner, angka penyabunan, indeks refraksi titik cair,
angka kekentalan, titik percik, komposisi asam-asam
lemak, dan sebagainya.
3. Penentuan Sifat Lemak dan Minyak
Jenis-jenis lemak dan minyak dapat dibedakan berdasarkan
sifat-sifatnya. Pengujian sifat-sifat lemak dan minyak ini
meliputi:
13
a. Penentuan Angka Penyabunan
angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak dan
minyak secara kasar.minyak yang disusun oleh asam lemak
berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat
molekul ytang relatif kecil, akan mempunyai angka
penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minya
mempunyai berat molekul yang besar,maka angka
penyabunan relatif kecil. Angka penyabunan ini dinyatakan
sebagai banyaknya (mg) NaOH yang dibutuhkan untuk
menyabunkan satu gram lemak atau minyak.
b. Penentuan Angka Ester
angka ester menunjukkan jumlah asam organik yang
bersenyawa sebagai ester. Angka ester dihitung dengan
selisih angka penyabuanan dengan angka asam.
Angka ester = angka penyabunan –angka asam.
c. Penentuan Angka Iodine
penentuan iodine menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak
penyusunan lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh
mampu mengikat iodium dan membentuk senyawaan yang
jenuh. Banyaknya iodine yang diikat menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap yang terdapat dalam asam
lemaknya. Angka iodine dinyatakan sebagai banyaknya
iodine dalam gram yang diikat oleh 100 gram lemak atau
minyak.
14
d. Penentuan Angka Reichert-Meissel
Angka Reichert-Meissel menunjukkan jumlah asam-asam
lemak yang dapat larut dalam air dan mudah menguap.
Angka ini dinyatakan sebagai jumlah NaOH 0,1 N dalam ml
yang digunakan unutk menetralkan asam lemak yang
menguap dan larut dalam air yang diperoleh dari
penyulingan 5 gram lemak atau minyak pada kondisi
tertentu. asam lemak yang mudah menguap dan mudah
larut dalam air adalah yang berantai karbon 4-6.
Angka Reichert-Meissel = 1,1 x (ts – tb)
Dimana ts = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk
titrasisampel
tb = jumlah ml NaOH 0,1 N untuk
titrasi blanko
4. Penentuan Kualitas Lemak dan Minyak
Faktor penentu kualitas lemak atau minyak,antara lain:
a. Penentu Angka Asam
angka asam menunjukkan banyaknya asam lemak bebas
yang terdapat dalam suatu lemak atau minyak . angka
asam dinyatakan sebagai jumlah miligram NaOH yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang
terrdapat dalam satu gram lemak atau minyak.
15
b. Penentuan Angka Peroksida
Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan dari lemak
atau minyak.
c. Penentuan Asam Thiobarbiturat (TBA)
Lemak yang tengik mengandung aldehid dan kebanyakan
sebagai monoaldehid. Banyaknya monoaldehid dapat
ditentukan dengan jalan destilasi lebih dahulu.
Monoaldehid kemudian direaksikan dengan thiobarbiturat
sehingga terbentuk senyawa kompleks berwarna merah.
Intensitas warna merah sesuai dengan jumlah
monoaldehid dapat ditentukan dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 528 nm.
Angka TBA = mg monoaldehida/kg minyak
d. Penentuan Kadar Minyak
penentuan kadar air dalam minyak dapat dilakukan
dengan cara thermogravimetrri atau cara thermovolumetri.
5. Proses Pengolahan Minyak
Pengolahan minyak dan lemak, dilakukan tergantung pada sifat
alami minyak atau lemak tersebut serta hasil akhir yang
dikehendaki. Ekstraksi adalah pengolahan dengan pemisahan
suatu zat dari campurannya dengan cara sebuah zat terlarut
16
antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil
zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan
alami) tidak dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode
pemisahan mekanis. Misalnya saja, karena komponennya saling
bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas, beda sifat-
sifat fisiknya terlalu kecil, atau tersedia dalam konsentrasi yang
terlalu rendah.
Ekstraksi minyak atau lemak adalah suatu cara untuk
mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak. Adapun ekstraksi minyak atau
lemak itu bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan
wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction.
a. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau
lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau
lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara
rendering, penggunaan panas adalah sesuatu spesifik yang
bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel
bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga
mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung
didalamnya. Rendering dibagi dengan dua cara,yaitu :
1) Wet Rendering
Wet rendering adalah proses rendering dengan
penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses
tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau
tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta
17
tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi).
Penggunaan temperatur rendah pada wet rendering
dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau
lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada
ketel yang dilengkapi dengan alat pangaduk, kemudian air
ditambahkan dan campuran dipanaskan perlahan-lahan
sampai suhu 50°C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi
akan naik keatas akan naik keatas dan kemudian
dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan
temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan
proses wet rendering dengan mempergunakan temperatur
yang tinggi disertai dengan tekanan uap air bertujuan untuk
menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang
besar. Peralatan yang digunakan adalah autoclave atau
digester.
Gambar 6. Proses wet rendering
2) Dry Rendering
Dry rendering adalah proses rendering tanpa penambahan
air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan
dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam
jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang
18
diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukkan
kedalam ketel tanpa penambahan air. Bahan tadi
dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada
suhu 220°F sampai 230°F (105°C-110°C). Ampas bahan
yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar
ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari
ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak
dilakukan dari bagian atas ketel.
b. Pengepresan Mekanik (mechanical expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi
minyak atau lemak, terutama untuk bahan bahan yang
berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan
minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%).
Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan
pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari
bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup
pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta
tempering atau pemasakan.
Dua cara umum dalam pengepresan mekanis,yaitu:
1) Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing, bahan di press dengan
tekanan sekitar 2000pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm).
Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi
tergantung pada lamanya pengepresan, tekanan yang
dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal,
sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil
19
bervariasi antara 4 sampai 6%, tergantung dari lamanya
bungkil ditekan dibawah tekanan hidrolik.
Gambar 7. hydraulic press
Tahap-tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan
minyak dengan cara pengepresan mekanis dapat dilihat
pada gambar.
Gambar 8. Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan
20
2) Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara expeller pressing memerlukan perlakuan
pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau
tempering. Proses pemasakan berlangsung pada
temperatur 240°F (115,5°C) dengan tekanan sekitar 15-20
ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan
berkisar sekitar 2,5-3,5%, sedangkan bungkil yang
dihasilkan masih mengandung minyak antara 4-5%.
Gambar 9.expeller pressing
Cara lain dalam mengekstraksi minyak atau lemak dari
bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak
adalah gabungan dari proses wet rendering dengan
pengepresan secara mekanik atau dengan sentrifugasi.
21
c. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan
minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini
dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu
sekitar 1 % atau lebih rendah. Mutu minyak kasar yang
dihasilkan cenderung menyerupai hasil dari expeller pressing,
karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.
Pelarut minyak atau lemak yang biasa digunakan dalam
proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum
eter, gasoline carbon disulfide, karbon tetra klorida, benzene
dan n-heksan. Perlu diperhatikan bahwa jumlah pelarut
menguap atau hilang tidak boleh lebih dari 5%. Bila lebih,
seluruh sistem solvent extraction perlu diteliti lagi. Salah satu
contoh solvent extraction ini adalah metode sokletasi, yaitu
ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara
berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut relatif konstan
dengan menggunakan alat soklet.
6. Proses Pemurnian Minyak.
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk
menghilangkan rasa serta aroma yang tidak sedap,
menghilangkan warna yang tidak menarik dan memperpanjang
massa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan
sebagai bahan mentah dalam industri. Pada umumnya minyak
22
untuk bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai
berikut :
a. Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan
cara penguapan, degumming, dan pencucian dengan asam.
b. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
c. Dekolorisasi dengan proses pemucatan
d. Deodorisasi
e. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan
7. Chilling
Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan yaitu:
a. Kotoran yang tidak larut dalam minyak (fat insoluble) dan
terdispersi dalam minyak.Kotoran yang terdiri dari biji atau
partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari
kulit- kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg,dan
Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan
dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan pengendapan,
penyaringan dan sentrifugasi.
b. Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak.
Kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang
mengandung nitrogen, dan senyawa kompleks lainnya.
Kotoran ini dapat dihilangkan dengan uap panas, elektrolisa
disusul dengan perlakuan mekanik seperti pengendapan,
sentrifugasi, atau penyaringan dengan menggunakan
adsorben.
c. Kotoran yang terlarut dalam minyak (fat soluble compound).
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam
23
lemak bebas, sterol, hidrokarbon : mono dan digliserida yang
dihasilkan dari hidrolisa trigliserida, zat warna yang terdiri dari
karotenoid, klorofil. Zat warna ainnya yang dihasilkan dari
proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari
keton, aldehid, resin serta zat lain yang belum dapat
diidentifikasi.
Selain kotoran tersebut, beberapa jenis minyak
mengandung senyawa beracun, misalnya seperti minyak biji
kapas mengandung gossipol, dan mustard oil mengandung
ester dari asam thiosianat dan etil alkohol.Dalam proses
pemurnian dilakukan perlakuan pendahuluan.
Tujuan Perlakuan pendahuluan adalah sebagai berikut:
a. Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak
dengan mengurangi jumlah ion logam
b. terutama besi dan tembaga. Pada proses deodorisasi,
pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan
pendahuluan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan
pendahuluan.
Proses pemisahan gum dilakukan terhadap minyak untuk
tujuan tertentu misalnya minyak biji lin yang digunakan untuk
pembuatan lak (lacquer).
c. Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan
mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian,
terutama pada proses netralisasi.
24
d. Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan
terhadap minyak yang akan dimurnikan dikenal dengan proses
pemisahan gum (de-gumming)
Beberapa Tahapan dari Pemurnian Minyak, yaitu :
1) Pemisahan Gum (De-Gumming)
Pemisahan gum merupakan proses pemisahan getah atau
lendir-lendir yang terdiri dariphospatida, protein, residu,
karbohidrat, air, dan resin. Tujuan utama dari degumming adalah
untuk membuang gum yang tidak diinginkan yang akan
mengganggu pada proses berikutnya.
Komponen utama dalam gum yang harus dibuang adalah
phospatida. Kandungan phospatida dibuang karena akan
mengakibatkan bau dan warna yang tidak diinginkan serta
memperpendek umur minyak. Pembentukan emulsi phospatida
merupakan penyebab utama terjadinya ketidakstabilan oksidasi
dari minyak.
Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum
atau kotoran agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari
minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan
(sentrifugasi). Caranya ialah dengan mengalirkan uap air panas
kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya di
sentrifugasi sehingga bagian lendir terpisah dari air.
Pada waktu proses sentrifugasi berlangsung, ditambahkan
bahan kimia yang dapat menyerap air, misalnya asam mineral
pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu proses
sentrifugasi berkisar antara 32-50oC, dan pada suhu tersebut
25
kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah
dari minyak.
Proses pemisahan gum (de-gumming) perlu dilakukan sebelum
proses netralisasi, dengan alasan:
a. Sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak
bebas dengankaustik soda pada proses netralisasi akan
menyerap gum (getah dan lendir) sehingga proses pemisahan
sabun (soap stock) dari minyak.
b. Netralisasi minyak yang mengandung gum akan menambah
partikel emulsi pada minyak, sehingga mengurangi rendemen
trigliseida.
2) Netralisasi
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam
lemak bebas (ALB) dari minyak atau lemak, dengan cara
mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi
lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock) dengan tujuan
memurnikan minyak. Pemisahan asam lemak bebas juga dapat
dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah
de-asidifikasi. Proses Netralisasi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
a. Netralisasi dengan Kaustik Soda (NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam
skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah
dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu
penggunaan kaustik soda membantu dalam mengurangi zat
warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam
26
minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH
adalah sebagai berikut:
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat
warna dan kotoranseperti phospatida dan protein dengan cara
membentuk emulsi sabun atau emulsi yang terbentuk dapat
dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifuce. Dengan cara
hidrasi dan dibantu dengan proses pemisahan sabun secara
mekanis maka netralisasi dengan menggunakan kaustik soda
dapat menghilangkan phospatida, protein, resin , dan suspensi
dalam minyak yang tidak dapat dihilangkan dengan proses
pemisahan gum. Komponen minor dalam minyak berupa
sterol, khlorofil, vitamin E, dan karotenoid hanya sebagian
kecil dapat dikurangi dengan netralisasi.
Netralisasi menggunakan kaustik soda akan
menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan
digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali.
Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi
sebagai berikut :
Gambar 10. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak
27
Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor,
yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi
dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai
contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3
persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral
dengan rendemen sebesar 94 persen, maka akan mengalami :
Kehilangan total (total loss) sebesar (100-94)% = 6 %
Refining factor = kehilangan total (%)
asam lemak bebas dalam minyak (%)
= 6/3
= 2
Semakin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi
makin tinggi.
Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi
terlalu tinggi akan bereaksi sebagian dengan trigliserida
sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah
jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih
konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk
menyabunkan asam lemak dalam minyak. Dengan demikian
penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak
dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan
rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat
adalah trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai
refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari
28
pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk
sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang
dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam
minyak.
Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya
disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer,
sehingga memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini
akan mengurangi jumlah adsorben yang dibutuhkan pada
proses pemucatan.
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan
natrium karbonat dilakukan di bawah suhu 500C, sehingga
seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium
karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan
reaksi sebagai berikut :
Gambar 11.Reaksi Netralisasi minyak
Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan
terurai menjadi gas CO2 dan H2O. Gas CO2 yang
dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang
terbentuk dan mengapung partikel sabun di atas permukaan
minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara
mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan
29
tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa
vakum.
Minyak yang akan dinetralkan , dipanaskan pada suhu
35-400C dengan tekanan lebih rendah dari atmosfir.
Selanjutnya ditambahkan larutan natrium karbonat, kemudian
diaduk selama 10-15 menit dengan kecepatan pengadukan
65-75 rpm. Kemudian kecepatan pengadukan dikurangi 15-20
rpm dan tekanan vakum diperkecil selama 20-30 menit.
Dengan cara tersebut gas CO2 yang terbentuk akan menguap
dan asam lemak bebas yang tinggal dalam minyak kurang
lebih sebesar 0,05 persen. Sabun yang terbentuk dapat
diendapkan dengan menambahkan garam, misalnya natrium
sulfat atau natrium silikat, atau mencucinya dengan air
panas.
Setelah dipisahkan dari minyak selanjutnya dilakukan
proses pemucatan.
Gambar 12. Penampang tangensial ketel untuk netralisasi dan pemucatan minyak
30
Minyak dalam sabun yang telah mengendap dapat
dipisahkan dengan cara menyaring menggunakan filter
press. Asam lemak bebas yang telah membentuk sabun
(soap stock) dapat diperoleh kembali jika sabun tersebut
direaksikan dengan asam mineral.
Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat
adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan dapat dipakai
langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Minyak yang
dihasilkan mutunya lebih baik, terutama setelah mengalami
proses deodorisasi. Di samping itu trigliserida tidak ikut
tersabunkan sehingga rendemen minyak netral yang
dihasilkan lebih besar.
Kelemahannya adalah karena cara tersebut sukar
dilaksanakan dalam praktek, dan di samping itu untuk minyak
semi drying oil seperti minyak kedelai, sabun yang terbentuk
sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas
CO2.
c. Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”
Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang
diekstrak dengan menggunakan pelarut menguap (solvent
extraction). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara
pelarut dan minyak disebut miscella.Asam lemak bebas dalam
miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda
atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke
dalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan
pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang
31
terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan
garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut
dengan cara penguapan.
d. Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk
netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak
bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida,
sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali
dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruangan
vakum.
3) Pemisahan asam (de-acidification) dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah
proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak
tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak
yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih
dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu ke dalam
alat penyulingan dengan letak horizontal.
Di sepanjang dasar ketel terdapat pipa-pipa berlubang tempat
menginjeksikan uap air ke dalam minyak yang sudah dipanaskan
pada suhu kurang lebih 2400C.Kadang-kadang ke dalam ketel
disemprotkan superheated steam bersama air, yang akan
berubah menjadi uap air panas pada tekanan rendah (kurang
lebih 25 mmHg), sehingga asam lemak bebas menguap bersama-
sama dengan uap panas tersebut. Hasil sulingan berupa
campuran uap air dan asam lemak bebas untuk menghindari
32
kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang
terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam
minyak dengan kadar lebih rendah dari 1% harus dinetralkan
dengan menggunakan persenyawaan basa. Minyak kasar dengan
kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya mengandung
fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa
sebagian molekul trigliserida.
Pada umumnya kadar asam lemak bebas dalam minyak
setelah penyulingan kira-kira 0,1-0,2 % , sedangkan hasil
kondensasi masih mengandung kira-kira 5 % trigliserida. Jadi
penggunaan uap pada proses penyulingan akan membawa
sejumlah kecil fraksi trigliserida.
Pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan
digunakan untuk menetralkan minyak kasar yang mengandung
kadar asam lemak bebas relatif tinggi, sedangkan minyak kasar
yang mengandung asam lemak bebas lebih kecil dari 8 %, lebih
baik dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa.
4) Pemisahan asam dengan menggunakan pelarut organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida
dalam pelarut organik digunakan sebagai dasar pemisahan asam
lemak bebas dari minyak. Pelarut yang paling baik digunakan
untuk memisahkan asam lemak bebas adalah furfural dan
propane.Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan
air dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida
tidak larut dalam piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap
larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara
33
dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas
dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai
pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah
besar dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga
pemisahan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar
dilakukan.
5) Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian
untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam
minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan cara fisika yang
menggunakan berbagai absorben, seperti tanah serap (fuller
earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktifatau dapat
juga menggunakan bahan kimia. Selain warna, pemucatan juga
berperan mengurangi komponen minor lainnya seperti aroma,
senyawa bersulfur dan logam-logam berat. Selain itu, pemucatan
juga dapat mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti
peroksida, aldehida dan keton. Pada proses pemucatan hanya
sedikit komponen yang dihilangkan. Biasanya pemucatan
dilakukan setelah proses pemurnian alkali.
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap
komponen tertentu dari suatu fase fluida. Kebanyakan adsorben
adalah bahan- bahan yang sangat berpori dan adsorpsi
berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada letak-
letak tertentu di dalam partikel itu. Adsorben yang digunakan
secara komersial dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
kelompok polar dan non polar.
34
Adsorben polar disebut juga hydrophilic. Jenis adsorben yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah silika gel, alumina aktif,
dan zeolit. Adsorben non polar disebut juga hydrophobic. Jenis
adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer
adsorben dan karbon aktif.
Adapun syarat-syarat adsorben yang baik antara lain:
a) Mempunyai daya serap yang tinggi
b) Tidak boleh larut dalam zat yang akan diadsorpsi
c) Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang
besar
d) Tidak boleh mengadakan reaksi kimia dengan campuran
yang akan dimurnikan
e) Tidak beracun
f) Tidak meninggalkan residu berupa gas yang berbau
g) Mudah didapat dan harganya murah
Proses pemucatan dapat diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu sebagai berikut:
a) Pemucatan Secara Fisik
Pemucatan Minyak dengan Adsorben yang digunakan
untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat
(bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna
dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan
juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil
degradasi minyak, misalnya peroksida. Pemucatan minyak
menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang
35
dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan
dipanaskan pada suhu sekitar 105oC, selama 1jam.
Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak
mencapai suhu 70-80oC, dan jumlah adsorben kurang lebih
sebanyak 1,0-1,5 % dari berat minyak. Selanjutnya minyak
dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan
menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan
dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut
kurang lebih 0,2-0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan
setelah proses pemucatan. Adsorben yang biasa digunakan
untuk memucatkan minyak terdiri dari bleaching clay, arang
dan arang aktif.
• Bleaching Clay (bleaching earth)
Bleaching Clay pertama kali ditemukan pada abad
ke-19 di Inggris dan Amerika. Dalam perdagangan
bleaching clay mempunyai nama dan komposisi kimia
yang berbeda. Sebagai contoh ialah bleaching clay yang
berasal dari Rusia, Kanada dan Jepang dikenal dengan
nama gluchower kaolin.
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat
dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air
terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi
oksida. Perbandingan komposisi antara 2 jenis
bleaching. Perbandingan komposisi antara dua jenis
Bleaching Clay dapat dilihat pada Tabel 7.
36
Tabel 7. Komposisi kimia adsorben “landau raw clay” dan “florida clay”
Komponen Kimia (%)
Jenis Adsorben
Launda raw clay
Florida Clay
SiO2 59,0 56,5
Al2O3 22,9 11,6
Fe2O3 3,4 3,3
CaO 0,9 3,1
MgO 1,2 6,3
Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk
menghilangkan warna minyak tergantung dari macam
dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh
warna tersebut akan dihilangkan.Daya pemucat
bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada
permukaan partikel adsorben, yang dapat
mengadsorbsi partikel zat warna. Daya pemucat
tersebut tergantung dari perbandingan komponen
SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben
yang terlalu kering menyebabkan daya kombinasinya
dengan air telah hilang, sehingga mengurangi daya
penyerapan terhadap zat warna.
Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl
atau H2SO4) akan mempertinggi daya pemucat
karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi
dengan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg
yang menutupi pori-pori adsorben. Disamping itu
asam mineral melarutkan Al2O3 sehingga dapat
37
menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari
(2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.
Daya penyerapan terhadap warna akan lebih
efektif jika adsorben tersebut mempunyai bobot jenis
yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus
dan pH adsorben mendekati netral.
Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan
adsorben bleaching clay menimbulkan bau lapuk
pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang
pada proses deodorisasi. Disamping itu activated clay
yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam
lemak bebas dalam minyak dan mengurangi daya
tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan
minyak dari adsorben.
• Arang (Bleaching Carbon)
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori
dan pada umunya diperoleh dari hasil pembakaran kayu
atau bahan yang mengandung unsur karbon. Umumnya
arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap
zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar
dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap
atau bahan kimia. Komposisi kimia arang kayu keras
dapat dilihat pada Tabel 8.
38
Tabel 8 Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
Komponen (%) Kering Udara Kering Oven
Air 9,9 -
Bahan Menguap 8,1 9,0
Abu 2,0 2,2
“fixed carbon” 80,0 88,8
Sumber lain dari arang berasal dari bahan nabati
atau hewani antara lain serbuk gergaji, ampas tebu,
tempurung, tongkol jagung, dan tulang. Pada umumnya
pengarangan dilakukan pada suhu 300-500 °C. Suhu
pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada
suhu 600 - 700 °C. Pada proses pengarangan akan
terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas
CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang
merupakan tahap permulaan proses pengarangan.
Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak
terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah
arang yang mengandung kadar karbon tinggi.
• Arang Aktif (Aktivated Carbon)
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar
luas permukaan arang dengan membuka pori-pori yang
tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi
terhadap zat warna. Pori-pori dalam arang biasanya diisi
oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang
terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang
mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai pengaktif adalah HNO3,
H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2, NaOH,
39
Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu
tinggi.
Unsur-unsur kimia dari persenyawaan yang
ditambahkan akan meresap ke dalam arang dan
membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh
komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif
bertambah besar. Persenyawaan hidrokarbon yang
menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara
oksidasi menggunakan oksidator lemah sperti CO2 yang
disertai dengan air. Dengan cara tersebut atom karbon
tidak mengalami proses oksidasi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari
luas permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan
luas penampang kapiler, sifat kimia permukaan arang,
sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengaktif yang
digunakan dan kadar air.
Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang
Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan
suatu bahan, yang tergantung dari specifik affinity antara
adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya adsorbsi arang aktif
disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah
besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan
energi potensial antara permukaan arang dan zat yang
diserap.Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial,
maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi
mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi
40
tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan
listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial
sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.
Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan
muatan listrik antara arang dan zat atau ion yang diserap.
Bahan yang mempunyai muatan listrik positif akan diserap
lebih efektif oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan
sebaliknya, sedangkan penyerapan terhadap bahan non-
elektrolit tidak dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebasaan
arang sebagai adsorben. Jumlah arang aktif yang digunakan
untuk menyerap warna berpengaruh terhadap jumlah warna
yang diserap.
Perbandingan daya pemucat antara arang aktif dan
activated clay pada proses pemucatan minyak kelapa seperti
tercantum dalam gambar 1.3. Dari gambar tersebut dapat
diketahui bahwa daya pemucat arang aktif lebih baik dari
activated clay, karena arang aktif dapat menyerap zat warna
sebanyak 95-97 % dari total zat warna yang terdapat dalam
minyak.
Keuntungan penggunaan arang aktif sebgai bahan
pemucat minyak ialah kerena lebih efektif untuk menyerap
warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga arang
aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat biasanya
berjumlah lebih kurang 0,1-0,2 % dari berat minyak. Arang aktif
dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan
mengurangi jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu
minyak.
41
Gambar 13. Hubungan antara Arang Aktif dengan Warna
yang diserap
Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal
dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan
minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses
otooksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan
dengan menggunakan arang aktif (activated carbon).
Adsorben yang telah bercampur dengan minyak dapat
dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan filter
press. Biasanya dalam filter press terdapat dua macam kain
saring, yaitu kain goni (jute) pada bagian bawah dan kain katun
(kapas) atau nilon pada bagian atas filter, dengan tekanan
dalam filter press kurang lebih 3,0-3,5 kg/cm2.
b) Pemucatan minyak dengan bahan kimia
Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak
untuk tujuan bahan pangan (edible fat), karena pemucatan
secara kimia lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
adsorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai
bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak
yang dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak
42
berwarna, yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah
karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan
trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak. Pemucatan
dengan bahan kimia pada umumnya dibagi atas dua macam
reaksi pemucatan, yaitu:
1) Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi
kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak tidak jenuh
cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena
proses oksidasi dan polimerisasi. Bahan kimia yang
digunakan sebagai bahan pemucat adalah persenyawaan
peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin dioksida.
Pemucatan dengan peroksida: konsentrasi larutan
peroksida yang digunakan biasanya 30-40% dan jika
konsentrasi peroksida lebih tinggi, maka minyak cendrung
akan mengalami kerusakan karena proses oksidasi. Minyak
yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu disaring:
perosida baik digunakan untuk memucatkan minyak kacang
tanah, minyak wijen, rape oil dan minyak ikan.
Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam,
sehingga wadah yang digunakan pada proses pemucatan
harus dilapisi dengan email, aluminium, atau stainless steel.
Jenis peroksida yang sering digunakan ialah natrium
peroksida, kalsium peroksida atau benzoil peroksida.
43
2) Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium
dikromat dalam asam mineral (an-organik). Reaksi antara
dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen
bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) akan
menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan
pemucat, dengan reaksi sebagai berikut:
Na2Cr2O7 + 4 H2SO4 NaSO4 + Cr2(SO4)3 + 4H2O + 3O
Atau
Na2Cr2O7 + 8HCl 2 NaCl + 2CrCl3 + 4 H2O + 3O
3 O + 6 HCl 3 H2O + 3 Cl2
Gambar 14. Reaksi Pemucatan dengan Dikromat
Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat
warna akan mengendap setelah pengadukan dihentikan.
Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat
hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak
digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun.
Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis
anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan
karat pada logam.
3) Pemucatan dengan pemanasan
Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu
relatif tinggi, mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini
kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen
klorofil. Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak
44
terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion besi,
sabun, (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti
peroksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan
tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.
4) Pemucatan dengan cara reduksi
Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena
warna yang hilang dapat timbul kembali jika minyak tersebut
terkena udara. Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna
terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium
hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian
zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain
dengan perbandingan tertentu. Sebagai contoh ialah
penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 %
dan larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya
dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk
pembuatan sabun.
2. Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak
yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang
tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu
penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfir
atau keadaan vakum.
Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang
akan digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak
yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan
45
bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi ;
misalnya lemak susu, lemak babi, lemak coklat, dan minyak
olive.
a. Flavor dan Minyak
Senyawa yang menimbulkan flavor dalam minyak terdiri dari
dua golongan, yaitu flavor alamiah (natural flavor) dan flavor
yang dihasilkan dari kerusakan minyak atau bahan yang
mengandung minyak.
1) Flavor Alamiah (natural flavor)
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan
yang mengandung minyak dan ikut terekstrak pada proses
pemisahan minyak dengan cara pengepresan, rendering
atau dengan ekstraksi menggunakan pelarut menguap.
Senyawa tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh,
pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol.
Minyak yang berbau sangit (pungent odor) dan rasa
getir disebabkan oleh glukosida dan allyl thio sianoida.
Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal
dari biji-bijian, misalnya minyak brassica, rape seed, colza
dan mustard.
2) Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak atau Bahan
yang Mengandung Minyak
Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak
dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk
merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak, yang
46
menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton,
dikarbonil, alkohol dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir
mulai dapat dirasakan jika komponen tersebut terdapat
dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0,1% dari berat
minyak.
b. Cara Deodorisasi
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang
tertutup dan dipasang vertikal. Proses deodorisasi dilakukan
dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi.
Kemudian minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250oC
pada tekanan 1 atmosfer (gauge) dan selanjutnya pada
tekanan rendah (lebih kurang 10 mmHg) sambil dialiri dengan
uap panas selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang
dapat menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam
minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut
perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.
Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan
bau dalam minyak akan lebih mudah menguap, sehingga
komponen tersebut diangkut dari minyak bersama-sama uap
panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan
mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah
hidrolisa minyak oleh uap air.
47
Gambar 15. Penampang alat deodorisasi minyak
Keterangan : 1. Ketel deodorisasi 2. Tedeng (sekat) 3. Katup pengeluarab udara dari dalam minyak 4. Corong pengeluaran minyak 5. Pipa penghubung antara ruang kosong di atas permukaan minyak
dengan ad. 3 6. Pipa uap ke kondensor 7. Corong pemasukan uap ke dalam kondensor 8. Pipa pemasukan air dingin dari bagian atas kondensor 9. Pipa pengeluaran air kondensasi 10. Ujung pipa condenser yang terendam air. 11. Pipa penghubung ke pompa vakum
Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus
cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa
pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi lebih kurang
84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan dari
ketel.
Asam lemak bebas yang dapat menguap dan peroksida
akan berkurang dan jumlah yang tertinggal lebih kurang 0,015
– 0,030 %. Fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari klorofil,
vitamin E, hidrokarbon (terutama sequalene dan sterol) akan
berkurang sebanyak kira-kira 60% dari jumlah fraksi tidak
tersabunkan.
48
Kerusakan minyak yang telah mengalami proses
deodorisasi dapat disebakan oleh proses oksidasi, hidrolisa,
mikroba, dan ion logam seperti Cu, Mg, Zn yang merupakan
katalisator dalam proses oksidasi minyak. Logam tersebut
dapat membentuk persenyawaan kompleks dengan hasil
oksidasi asam lemak dan berubah menjadi radikal bebas,
dengan reaksi sebagai berikut:
Gambar 16. Persenyawaan kompleks dengan hasil Oksidasi asam
lemak
Dengan menambahkan metal inactivator seperti asam
sitrat, asam tartarat dan asam fosfat, maka akan terbentuk
kompleks dengan ion logam, sehingga logam tidak dapat aktif
dalam proses pembentukan radikal bebas.
49
Gambar 17 .Proses pembentukan radikal bebas
3. Hidrogenasi
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak
dengan jalan menambahkan hidrogen pada ikatan rangkap dari
asam lemak, sehingga akan mengurangi ketidakjenuhan minyak
atau lemak, dan membuat lemak bersifat plastis. Proses
hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Adanya
penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak dan lemak
akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Hilangnya ikatan rangkap,
akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap
proses oksidasi. Proses hidrogenasi dilakukan dengan
menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel
sebagai katalisator.Mekanisme proses Hidrogenasi adalah
sebagai berikut:
R – CH = CH – CH2 – COOHR + H2
R - CH2 – CH2 – CH2 – COOH
Gambar 18. Mekanisme Proses Hidrogenasi.
50
• Asam lemak tidak jenuh Ni / Pt asam lemak jenuh
Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi.
Pada temperatur sekitar 400oF (205oC) dicapai kecepatan reaksi
yang maksimum. Penambahan tekanan dan kemurnian gas
hidrogen yang digunakan akan menaikkan kecepatan reaksi
hidrogenasi. Dalam proses hidrogenasi tersebut karbon
monoksida dan sulfur merupakan katalisator beracun yang sangat
berbahaya.
• Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Hidrogenasi
Hidrogenasi asam-asam lemak dalam trigliserida tidak
merupakan suatu fungsi dari letak asam lemak tersebut.
Persentase berat dari asam lemak dalam 2 posisi tidak berubah
selama hidrogenasi.
Persentase berat asam lemak pada 2 posisi sedikit berubah,
jika dilakukan proses hidrogenasi berlebih yang bertujuan untuk
mengeliminir asam linoleat dan mereduksi asam linoleat hingga
berkurang 25% dari jumlah semula. Asam lemak tidak jenuh yang
terpenting dari minyak makan adalah asam oleat, asam linoleat,
dan asam linolenat. Proses hidrogenasi mengubah asam lemak
linolenat menjadi asam linoleat, serta asam linoleat diubah
menjadi asam oleat. Sebelum asam oleat tesebut diubah menjadi
asam stearat, asam oleat cenderung akan membentuk asam
isooleat, tetapi pada kondisi hidrogenasi yang sesuai,
terbentuknya asam isooleat dapat dihindarkan.
51
Biasanya pada pembutan mentega putih dengan cara
hidrogenasi ini, asam yang terdapat pada minyak sebagai sisa
dari proses pengolahan sebelumnya, akan dihidrogenasi terlebih
dahulu. Pemisahan dan pembentukan asam isooleat akan dibantu
dengan pemanasan pada suhu tinggi, konsentrasi katalisator
yang tinggi serta pengadukan dan penggunaan tekanan yang
rendah.
Kecepatan reaksi tergantung pada sifat alamiah substansi yang
dihidrogenasi, sifat dan konsentrasi katalis, konsentrasi hidrogen,
suhu, tekanan, dan frekuensi pengadukan.Pada pembuatan
mentega putih, kondisi dipilih sedemikian rupa sehingga akan
menghasilkan asam stearat dengan jumlah maksimum dan asam
isooleat berjumlah minimum.
Katalisator yang Digunakan pada Proses Hidrogenasi Nikel
merupakan katalis yang sering digunakan dalam proses
hidrogenasi daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper
chromite). Hal ini karena nikel lebih ekonomis dan lebih efisien
daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung sejumlah kecil Al
dan Cu yang berfungsi sebagai promoter alam proses hidrogenasi
minyak.
9. Inter-Esterifikasi
Interesterifikasi dapat digambarkan sebagai pertukaran
gugusan antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi
apabila terdapat katalis. Katalis yang sering digunakan untuk reaksi
ini adalah logam natrium atau kalium dalam bentuk metoksilat atau
etoksilat. Dalam reaksi ini ion logam natrium atau kalium akan
52
menyebabkan terbentuknya ion enolat yang selanjutnya diikuti
dengan pertukaran gugus alkil. Interesterifikasi banyak digunakan
oleh industri untuk menggantikan proses hidrogenasi dalam
menurunkan asam lemak trans.
Gambar 19. Proses Interesterifikasi
10. Winterisasi
Winterisasi adalah proses pemisahan bagian gliserida jenuh
atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah.
Winterisasi merupakan bentuk dari fraksinasi atau pemindahan
materi padat pada suhu yang diatur. Hal ini termasuk pemindahan
jumlah kecil dari materi terkristalisasi dari minyak yang dapat
dimakan dengan filtrasi untuk mencegah cairan fraksi mengeruh
pada suhu pendinginan.
Minyak didinginkan secara perlahan pada suhu sekitar 6oC
selama 24 jam. Pendinginan dihentikan dan minyak atau
53
campuran kristal didiamkan selama 6-8 jam. Kemudian minyak
disaring sehingga akan menghasilkan 75-80% minyak dan produk
stearine yang akan digunakan untuk shortening pada industri.
Setelah menjalani proses winterisasi, produk yang diperoleh
adalah bentuk lemak baru yang terdiri dari trigliserida yang
komposisinya lebih seragam daripada campuran yang diperoleh
dengan jalan mencampur lemak asalnya. Proses tersebut
memerlukan lemak netral anhidrat dengan kandungan peroksida
minimum. Esterifikasi tidak mempengaruhi nilai nutrisi zat
penyusunnya.
Setelah mengalami proses winterisasi, diharapkan produk:
a. Tahan terhadap suhu rendah dalam jangka waktu yang lama
b. Kandungan asam lemak jenuhnya berkurang
Tujuan Proses Winterisasi
Proses Winterisasi ini dilakukan dengan tujuan supaya
pada saat minyak disimpan pada suhu rendah tidak mengalami
pembekuan Winterisasi merupakan pemisahan thermomechanical
proses dimana komponen trigliserida dari lemak dan minyak
dikristalkan dari bentuk cairnya.
54
D. Minyak Goreng
Minyak adalah zat atau bahan yang tidak larut dalam air yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan merupakan
campuran dari gliserida-gliserida dengan susunan asam-asam
lemak yang tidak sama. Komponen-komponen lain yang mungkin
terdapat pada minyak meliputi fosfolipid, sterol, vitamin dan zat
warna, yang larut dalam lemak seperti klorofil dan karatenoid.
Minyak adalah suatu kelompok dari lipida sederhana terbesar yang
merupakan ester dari tiga molekul asam lemak dengan satu
molekul gliserol dan membentuk satu molekul trigliserida yang
dalam kondisi ruang (>27oC) akan berbentuk cair.
Minyak goreng adalah lemak yang digunakan untuk medium
penggoreng. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam
minyak goreng: minyak goreng nabati yang berasal dari tanaman
dan hewani berasal dari hewan. Saat ini yang paling umum
digunakan di Indonesia, adalah minyak yang berasal dari nabati.
Minyak goreng yang baik memiliki standar mutu yang telah
ditentukan oleh SNI. Standar mutu minyak goreng, telah
dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional
(BSN). Standar mutu tersebut yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini
merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995, menetapkan bahwa
standar mutu minyak goreng seperti pada Tabel 9 berikut ini:
Tabel 9. SNI 01-3741-2002 tentang Standar Mutu Minyak Goreng
KRITERIA UJI SATUAN SYARAT
Keadaan bau, warna dan
rasa - Normal
Air % b/b Maks 0.30
Asam lemak bebas (dihitung
sebagai asam laurat) % b/b Maks 0.30
55
Bahan Makanan Tambahan Sesuai SNI. 022-M dan Permenkes No.
722/Menkes/Per/IX/88
CemaranLogam :
- besi (Fe)
- tembaga (Cu)
- raksa (Hg)
- timbal (Pb)
- timah (Sn)
- seng (Zn)
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Mg/kg
Maks 1.5
Maks 0.1
Maks 0.1
Maks 40.0
Maks0.005
Maks 40.0/250.0)*
Arsen (As) % b/b Maks 0.1
Angka Peroksida % mg 02/gr Maks 1
Catatan * Dalam kemasan kaleng
Sumber : Standar Nasional Indonesia
Begitu banyak jenis minyak yang beredar di pasaran saat ini. Di
antaranya minyak bermerek, minyak kelapa sawit, minyak curah
dan lain-lain. Dari segi kandungan, minyak curah kadar lemaknya
lebih tinggi dan juga kandungan asam oleat dibanding minyak
kemasan.
Mulai dari proses produksi, minyak goreng kemasan selalu
melalui dua kali penyaringan, sedangkan minyak goreng curah
hanya melalui proses penyaringan satu, atau hanya sampai pada
tahap olein saja, sehingga masih mengandung minyak fraksi padat.
Perbedaan proses ini pula yang kemudian menyebabkan warna
minyak goreng kemasan lebih jernih dari minyak goreng curah.
Adapun dari segi kandungannya, kadar lemak dan asam oleat pada
minyak curah juga lebih tinggi dibanding minyak kemasan .
a. Sifat fisik dan Kimia Minyak Goreng
Sifat-sifat minyak goreng dibagi ke sifat fisik dan kimia.
Sifat fisik terdiri dari warna, odor dan flavor, kelarutan, titik cair
dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik lunak
56
(softening point), slipping point, shot melting point, bobot jenis,
indeks bias, titik asap, dan titik kekeruhan (turbidity point).
Sedangkan sifat kimia terdiri dari hidrolisa, oksidasi,
hidrogenasi, dan esterfikasi.
Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan
juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai
sangat pendek.Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali
minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam
alkohol, etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.
Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan
tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.
Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu
bentuk kristal. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam
lemak tersebut. Titik lunak (softening point), dimaksudkan
untuk identifikasi minyak tersebut. Sliping point, digunakan
untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran
komponen-komponennya. Shot melting point, yaitu temperatur
pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.
Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25˚C, dan
juga perlu dilakukan pengukuran pada temperatur 40˚C. Titik
asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak
dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam
hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk
menggoreng. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan
dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut
lemak .
57
Sifat kimia minyak terdiri dari reaksi hidrolisa, minyak akan
diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol, reaksi
hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau
lemak terjadi karena terdapat sejumlah air dalam minyak atau
lemak, sehingga akan mengakibatkan rasa dan bau tengik
pada minyak tersebut. Reaksi oksidasi dapat berlangsung bila
terjadi kontak antara sejumlah oksigen peda minyak atau
lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau
tengik pada minyak. Proses hidrogenasi sebagai suatu proses
industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi
hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni
dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah
proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator
dipisahkan dengan penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang
bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat
kejenuhannya. Proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah
asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi
esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut
interesterifikas atau pertukaran ester yang didasarkan pada
prinsip transesterifikasi friedel-craft.
Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai
pendek dalam asam lemak seperti asam lemak dan asam
kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat diukur
dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap.
Beberapa syarat yang perlu diperhatikan ketika memilih minyak
goreng, yaitu:
58
a. Minyak goreng harus memiliki umur pakai yang lama dan
ekonomis.
b. Tahan terhadap tekanan oksidatif.
c. Memiliki kualitas seragam.
d. Mudah untuk digunakan, baik dari segi bentuk (fluid
shortening lebih mudah dari pada solid shortening) maupun
dari kemudahan pengemasan.
e. Memiliki titik asap yang tinggi dan kandungan asapnya
rendah setelah digunakan untuk menggoreng.
f. Mengandung flavor alami dan tidak menimbulkan off
flavor pada produk yang digoreng.
g. Mampu menghasilkan tekstur, warna, dan tidak
menimbulkan pengaruh greasy pada permukaan produk.
b. Faktor Kerusakan Minyak
Faktor-faktor kerusakan minyak akibat pemanasan adalah:
a. Lamanya minyak kontak dengan panas. Menurun setelah
pemanasan 4 jam kedua berikutnya. Kandungan
persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama
proses pemanasan, kemudian berkurang sesuai dengan
berkurangnya jumlah oksigen.
b. Suhu. Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah
diselidiki dengan menggunakan minyak jagung yang
dipanaskan selama 24 jam pada suhu 120oC, 160oC dan
200oC. Minyak dialiri udara pada 150ml/menit/kilo. Minyak
yang dipanaskan pada suhu 160oC dan 200oC
menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah
dibandingkan dengan pemanasan pada suhu 120oC. Hal ini
59
merupakan indikasi bahwa persenyawan peroksida bersifat
tidak stabil terhadap panas. Kenaikan nilai kekentalan dan
indek bias paling besar pada suhu 200oC karena pada suhu
tersebut jumlah senyawa polimer yang terbentuk relatif
cukup besar.
c. Akselerator oksidasi.
d. Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam
menentukan perubahan-perubahan selama oksidasi termal.
Nilai kekentalan naik secara proporsional dengan
kecepatan aerasi, sedangkan bilangan iod semakin
menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi.
Konsentrasi persenyawaan karbonil akan bertambahn
dengan penurunan kecepatan aerasi. Senyawa karbonil
dalam lemak-lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi
sebagai pro-oksidan atau sebagai akselerator pada proses
oksidasi.
Kerusakan minyak akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi
bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat proses
oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan
rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta
kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang
terdapat dalam minyak. Oksidasi minyak dapat berlangsung
bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak.Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan
peroksida dan hidroperoksida.Tingkat selanjutnya adalah
terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam
60
lemak bebas. Ketengikan (Rancidity) terbentuk oleh aldehida
bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV)
hanya indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau
tengik.
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan
rasa tengik yang disebut proses ketengikan dimulai dengan
pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya
panas. Reaksi oksidasi ini dapat juga berlangsung bila terjadi
kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak.
Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik
pada minyak atau lemak.
Gambar 20. Reaksi Oksidasi mengakibatkan ketengikan
c. Pencegahan Ketengikan
Proses kerusakan lemak berlangsung sejak pengolahan
sampai siap dikonsumsi. Terjadinya peristiwa ketengikan tidak
hanya terbatas pada bahan pangan berkadar lemak tinggi,
tetapi juga dapat terjadi pada bahan berkadar lemak rendah.
Sebagai contoh ialah biskuit yang terbuat dari tepung gandum
tanpa penambahan mentega putih akan menghasilkan bau
61
yang tidak enak pada penyimpanan jangka panjang
disebabkan ketengikan oleh oksidasi. Padahal kadar lemaknya
lebih kecil dari 1%. Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh
adanya perooksidan dan antioksidan akan menghambatnya.
Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup
yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari
alumunium atau stainless steel.
d. Kualitas Minyak Goreng
a. Bilangan Peroksida
Bilangan Peroksida adalah bilangan yang menunjukkan
banyaknya senyawa peroksida [dengan satuan mili-
equivalent] dalam setiap 1000 gram (1 Kg) minyak atau
lemak, dan merupakan parameter penentu mutu (kualitas)
minyak yang ditentukan oleh Badan Standarisasi Nasional
Indonesia. Senyawa peroksida dalam minyak atau lemak
terbentuk karena kandungan asam lemak tidak jenuhnya
mengalami oksidasi. Asam lemak tidak jenuh dapat
mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya dan membentuk
senyawa peroksida. Proses oksidasi terjadi karena adanya
paparan oksigen, cahaya, dan suhu yang tinggi.
Proses reaksi oksidasi asam-asam lemak tidak jenuh
akan mengakibatkan minyak dan lemak berbau tengik.
Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida
dan hidroperoksida yang kemudian terpecah (karena tidak
stabil dan paparan energi panas, katalis logam, atau enzim)
menjadi senyawa berantai karbon yang lebih pendek.
Senyawa karbon berantai pendek ini adalah aldehid dan
keton yang bersifat volatil (mudah menguap) dan
62
menimbulkan bau tengik. Timbulnya bau tengik dari minyak
atau lemak menandakan bahwa minyak atau lemak tersebut
telah rusak, sehingga dapat dikatakan bahwa bilangan
peroksida juga merupakan angka penentu tingkat (derajat)
kerusakan minyak atau lemak akibat oksidasi.
b. Bilangan Asam
Penentuan bilangan asam dipergunakan untuk
mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam
minyak atau lemak. Besarnya bilangan asam tergantung
dari kemurnian dan umur dari minyak atau lemak tersebut.
Analisa minyak dan lemak yang umumnya banyak
dilakukan dalam bahan makanan adalah penentuan sifat
fisik maupun kimiawi yang khas mencirikan sifat minyak
tertentu sehingga dapat dianalisa dengan bilangan asam
pada suatu sampel. Bilangan asam adalah ukuran dari
jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat
moekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH
yang digunakan untuk menetralkan asam lmak bebas yang
terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak.
Bilangan asam yang besar menunjukkan asam lemak
bebas yang besar pula, yang berasal dari hidrolisa minyak
atau lemak, ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik. Makin tinggi bilangan asam, maka makin
rendah kualitasnya.
c. Bilangan Penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah miligram KOH yang
di perlukan untuk menyabunkan satu gram lemak atau
63
minyak. Apabila sejumlah sampel minyak atau lemak
disabunkan dengan larutan KOH berlebih dalam alkohol,
maka KOH akan bereaksi dengan trigliserida, yaitu tiga
molekul KOH bereaksi dengan satu molekul minyak atau
lemak. Larutan alkali yang tertinggal ditentukan dengan
titrasi menggunakan HCL sehingga KOH yang bereaksi
dapat diketahui.
Besarnya jumlah ion yang diserap menunjukkan
banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tak jenuh , ikatan
rangkap yang terdapat pada minyak yang tak jenuh akan
bereaksi dengan iod. Gliserida dengantingkat ketidak
jenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang
lebih besar.
Angka penyabunan menunjukkan berat molekul lemak
dan minyak secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam
lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai
berat molekul yang relatif kecil, akan mempunyai angka
penyabunan yang besar dan sebaliknya bila minyak
mempunyai berat molekul yang besar, maka angka
penyabunan relatif kecil
E. Minyak Jelantah
Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan
minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari
jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak
sayur, minyak samin dan sebagainya. Minyak ini merupakan
minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang dapat
digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila
ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung
64
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama
proses penggorengan sehingga dapat menyebabkan penyakit
kanker dalam jangka waktu yang panjang.
1. Tanda awal kerusakan minyak
Tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah
terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini
menyebabkan rasa gatal pada tenggorokan pada saat
mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak
goreng berulang kali. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol
yang membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein. Skema
proses terbentuknya akrolein dapat dilihat pada Gambar.
Gambar 21. Proses pembentukan Akrolein
Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi.
Maka minyak jelantah telah mengalami penguraian molekul-
molekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan
dapat menyebabkan minyak menjadi berbau tengik. Bau tengik
dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka
waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida
menjadi gliserol dan free fatty acid (FFA) atau asam lemak
jenuh. Selain itu, minyak jelantah ini juga sangat disukai oleh
65
jamur aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin
yang dapat menyebabkan penyakit pada hati.
2. Sifat-sifat Minyak Jelantah
Sifat-sifat minyak jelantah dibagi menjadi sifat fisik dan sifat
kimia, yaitu:
a. Sifat Fisik
- Warna, terdiri dari dua golongan : golongan pertama
yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat
dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat
warna tersebut antara lain α dan β karoten (berwarna
kuning), xantofil (berwarna kuning kecoklatan), klorofil
(berwarna kehijauan) dan antosyanin (berwarna
kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil
degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap
disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol
(vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk
membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna
kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.
- Odor dan flavour, terdapat secara alami dalam minyak
dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang
berantai sangat pendek.
- Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak
jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alkohol,
etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen.
- Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair
dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.
66
Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih
dari satu bentuk kristal.
- Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin
meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon
asam lemak tersebut.
- Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk
identifikasi minyak tersebut.
- Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
- Shot melting point, yaitu temperatur pada saat terjadi
tetesan pertama dari minyak atau lemak.
- Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 25oC
, dan juga perlu dilakukan pengukuran pada temperature
40oC.
- Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan
apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu
yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang
akan digunakan untuk menggoreng.
- Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara
mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.
b. Sifat Kimia
- Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah
menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa
yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak
terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak
tersebut.
- Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak
antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya
67
reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak dan lemak.
- Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk
menumbuhkan ikatanrangkap dari rantai karbon asam
lemak pada minyak.
- Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk
mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam
bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini
hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang
menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan
rantai panjang yang bersifat tidak menguap, sifat-sifat
minyak jelantah secara sederhana dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah
Sifat Fisik Sifat Kimia
Warna Coklat kekuning-kuningan
Hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol
Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak
Terdapat endapan Proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak
Secara umum komponen utama minyak yang sangat
menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena
asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak.
Mutu minyak jelantah ditentukan oleh titik asapnya, yaitu
suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Akrolein
terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak
68
tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Setiap minyak
goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral.
Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar
antara 177°C sampai 201°C., makin tinggi kadar gliserol
makin rendah titik asapnya, artinya minyak tersebut makin
cepat berasap. Makin tinggi titik asapnya, makin baik mutu
minyak tersebut.
3. Beberapa Cara Menjernihkan Minyak Jelantah :
a. Menggunakan Buah Mengkudu
Sari buah mengkudu sudah sejak lama digunakan orang untuk
men jernihkan minyak jelantah.
Prosedur :
1) Satu buah mengkudu berukuran besar bisa menjernihkan
minyak jelantah hingga sebanyak 250 mL.
2) Buah mengkudu yang telah masak ditumbuk kemudian
diambil sarinya.
3) Sari yang diperoleh kemudian dicampur ke dalam minyak
jelantah dan didiamkan selama 5 - 10 menit.
4) Minyak dipanasakan sampai suhu 50 oC dan
dipertahankan sampai minyak berwarna jernih.
5) Minyak kemudian disaring untuk dipisahkan dengan
endapan yang terbentuk.
b. Menggunakan arang sekam
Arang sekam yang dicampur kemudian digoreng dengan
minyak jelantah ternyata mampu menjernihkan minyak
tersebut. Hasilnya telah diuji secara fisika dan kimia
69
menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam dapat mendaur
ulang minyak jelantah menjadi minyak baru yang kualtiasnya
mendekati minyak goreng segar.
Prosedur:
1) Masukkan sebanyak 1% b/b arang sekam kedalam minyak
jelantah kemudian dipanaskan sambil diaduk. misal 1 gram
arang sekam untuk 100 gram minyak jelantah.
2) Jika minyak sudah tampak jernih, campuran diendapakan
lalu disaring untuk memisahkan antara minyak dengan
arang sekam.
c. Menggunakan arang kayu
Arang kayu lebih mudah ditemui dan harganya lebih
murah. Dalam prakteknya, arang atau karbon bisa menjadi aktif
atau disebut karbon aktif yang dapat menyerap berbagai
senyawa sehingga sering digunakan sebagai absorben.
Prosedur :
1) Arang kayu kira-kira sebesar genggaman tangan orang
dewasa sebanyak 2 buah, digerus sampai halus menjadi
serbuk.
2) Serbuk tersebut lalu dicampur ke dalam minyak jelantah
tanpa dilakukan pemanasan.
3) Biarkan selama kurang lebih 5 menit kemudian disaring
menggunakan kain saring.
d. Menggunakan arang biji salak
Biji salak yang biasanya dibuang begitu saja dapat
diproses lebih lanjut menjadi arang biji salak yang fungsinya
70
lebih bagus dari arang biasa ketika digukanan untuk
menjernihkan minyak jelantah.
Prosedur :
1) Minyak goreng bekas dipanaskan pada suhu 40, 50, 60
dan 70 oC.
2) Reaksikan dengan arang biji salak dengan variasi berat
10, 25, 50 gram dan variasi waktu pengadukan 20, 40,
60, 80, 100 dan 120 menit.
3) Campuran minyak goreng bekas dengan arang biji salak
kemudian dilakukan proses pemisahan dengan cara
filltrasi/ penyaringan.
e. Menggunakan ampas nanas
Ampas nanas memiliki kemampuan menyerap seperti
karbon aktif sehingga dapat menjernihkan minyak. Bukti
perbaikan kualitas minyak terlihat dari meningkatnya titik didih,
titik asap dan menurunnya kadar asam lemak bebas serta
angka peroksida.
Prosedur :
1) Ampas nanas sebanyak 1-3 Kg di cuci bersih, lalu
dikeringkan dengan suhu 160 oC dengan oven biasa
selama 60 menit hingga terbentuk karbon (mengarang)
2) Haluskan dengan blender sehingga menjadi serbuk, lalu
direndam selama 3 jam dalam minyak jelantah selama 3
jam. Perbandingannya 3 liter ampas nanas untuk
menjernihkan 20 liter minyak jelantah.
3) Setelah 3 jam,saringlah menggunakan kain saring.
71
f. Menggunakan Nasi
Nasi yang biasanya digunakn sebagai makanan pokok
ternyata dapat menjernihkan minyak yang kotor akibat remah-
remah sisa penggorengan yang tertinggal di dalam minyak.
Prosedur :
1) Segenggam nasi dipadatkan hingga keras setelah itu
dimasukan kedalam penggorengan yang masih panas.
2) Nasi tadi kemudian ditekan-tekan dan digoreng. Endapan
akan menempel pada nasi dan minyak kembali jernih.
g. Menggunakan Filter Sederhana
Filter ini menggunakan Arang dan Zeolit. Bahan lain
yang digunakan adalah Air dan Soda Api ( Potassium
Hidroksida ).
Prosedur :
1) Mula-mula disiapkan sebanyak 3 botol kaca, botol
pertama diisi dengan zeolit kemudian arang kayu. Botol
kedua diisi dengan bahan yang sama hanya saja ukuran
dari zeolit dan arang kayu lebih kecil ( dihaluskan ). Botol
ketiga tidak diisi.
2) Minyak jelantah dimasukkan pada botol pertama, ditunggu
beberapa menit kemudian disaring dan dimasukkan ke
botol kedua. Dari botol kedua, dimasukkan botol ketiga,
dicampur dengan air dan soda api.
3) Didiamkan beberapa menit sampai jernih lalu disaring.
Minyak siap dipakai.
72
h. Menggunakan Gelatin
Berikut langkah lengkapnya seperti dilansir dari Serious Eats.
Prosedur :
1) Setelah dipakai menggoreng, biarkan minyak dingin
sampai suhu ruang atau mulai menghangat.
2) Gunakan 125 ml air untuk melarutkan 1 sdt bubuk gelatin
dalam sebuah panci kecil. Biarkan gelatin terhidrasi
selama beberapa menit. Sebanyak 125 ml air ini bisa
dipakai untuk tiap 1 liter minyak jelantah
3) Bila air sudah mendidih (bisa memakai kompor atau
microwave), aduk gelatin sampai larut. Aduk terus
kemudian tuangkan campuran gelatin ke minyak jelantah.
Pada tahap ini warnanya agak suram dan relatif
homogen. Kemudian tutup panci dan tempatkan dalam
lemari es. Bisa juga campuran dipindahkan dulu ke
wadah terpisah baru dimasukkan lemari es. Diamkan
semalaman.
4) Keesokan harinya, tuangkan minyak dari panci atau
wadah ke mangkuk lainnya yang bersih dan kering.
Buang lempengan dari gelatin yang ada. Minyak yang
sudah dijernihkan pun siap dipakai.
5) Saat pertama menggunakan minyak yang sudah bersih,
ketika dipanaskan minyak mengeluarkan sedikit
gelembung. Ini wajar terjadi karena mungkin ada sisa air.
Putar saja wajan secara perlahan ketika muncul
gelembung. Sedikit goyangan bisa membantu pelepasan
sisa air. Nantinya minyak jelantah akan kembali normal
seperti menggoreng dengan minyak segar
73
i. Menggunakan Adsorben Ampas Kelapa
Penggunaan adsorben merupakan metode alternatif
dalam pengolahan limbah. Metode ini efektif dan murah karena
dapat memanfaatkan produk samping atau limbah pertanian.
Beberapa produk samping pertanian yang berpotensi sebagai
adsorben, yaitu tongkol jagung, gabah padi, gabah kedelai, biji
kapas, jerami padi, ampas tebu, ampas kelapa serta kulit
kacang tanah.
Salah satu cara memanfaatkan minyak jelantah agar
dapat digunakan kembali adalah dengan pemurnian/
penjernihan menggunakan adsorben ampas kelapa.
Prosedur :
1. Pembuatan Adsorben
1) Timbang ampas kelapa sebanyak 500 gram. (1/2 kg) yang
sudah diambil santannya.
2) Jemur ampas kelapa hingga kering di bawah sinar matahari
selama lebih kurang 1 minggu.
3) Haluskan ampas kelapa dengan blender.
4) Ayak ampas kelapa sehingga diperoleh adsorben yang
sangat halus untuk memudahkan penyerapan.
5) Simpan adsorben yang sudah halus ke wadah penampung.
2. Penyiapan Minyak Jelantah
1) Takar minyak jelantah sebanyak 1500 ml (1 L)
2) Lakukan penyaringan dengan kain saring untuk
mengendapkan kotoran-kotoran pada minyak jelantah.
3) Hasil penyaringan simpan dalam wadah penampungan
74
3. Teknik Penjernihan
1) Tuangkan minyak jelantah ke dalam wadah sebanyak 1000
ml.
2) Timbang adsorben ampas kelapa sebanyak 40 gram
3) Tuangkan adsorben ampas kelapa dalam wadah minyak
jelantah.
4) Memasukkan minyak jelantah yang telah dicampur adsoben
ampas kelapa ke dalam alat orbital shaker selama 12 – 20
jam.
5) Diamkan lebih kurang selama 30 menit, lalu saring untuk
memisahkan minyak jelantah dengan adsorbenya.
6) Sentrifuge kembali, kemudian saringlah maka minyak
jelantah sudah selesai dijenihkan.
4. Penyimpanan Hasil
1) Tuangkan minyak yang telah dijernihkan ke dalam wadah
penampung untuk digunakan dalam keperluan memasak.
2) Disarankan minyak hasil penjernihan untuk satu kali atau
dua kali memasak.
Hasil penelitian pemurnian/ penjernihan minyak jelantah
menggunakan ampas kelapa dapat meningkatkan kualitas kadar air,
Asam Lemak Bebas (ALB) dan Bilangan Peroksida
75
Skema Penjernihan minyak jelantah menggunakan Adsorben Ampas
Kelapa
1. Tahap Pembuatan adsorben
2. Tahap penyiapan minyak jelantah
Bubuk Ampas kelapa kering
Menimbang ampas kelapa
sebanyak 500 gram
Ampas kelapa kering
Dijemur dibawah
sinar matahari
selama
Di Blender dan di ayak
Mengukur minyak jelantah warung
makan tenda sebanyak 1500 ml
Memisahkan minyak jelantah
dengan kotoran
Minyak jelantah tanpa kotoran siap
untuk penjernihan
disaring dengan kain
saring
76
3. Tahap Penjernihan Minyak dan Tahap Penyimpanan
Campuran minyak
jelantah dengan
ampas kelapa
Pemisahan minyak jelantah
dengan ampas kelapa
Minyak jelantah hasil penjernihan
Simpan dalam wadah yang
tertutup
Minyak jelantah warung
makan tenda
sebanyak 1000 ml
Adsorben ampas
kelapa sebanyak 40 gr
Di kocok dengan
orbital shaker
selama 12 – 20
jam
Diamkan selama
30 menit Di saring
dengan kain
saring
“Saran penggunaan minyak jelantah hasil
penjernihan sebaiknya digunakan 1 atau 2
kali untuk memasak”
77
Latihan
1. Definisikan lemak dan minyak ?
2. C17H35COOH dan C17 H33COOH, beri nama senyawa tersebut?
3. Jelaskan penggolongan lemak dan minyak?
4. Sebutkan persaman dan perbedaan lemak dan minyak?
5. Jelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kerusakan
pada lemak?
6. Jelaskan beberapa cara pengolahan minyak?
7. Jelaskan beberapa cara pemurnian minyak ?
8. Apakah perbedaan minyak goreng dan minyak jelantah?
9. Sebutkan syarat-syarat adsorben yang bisa digunakan untuk
pemurnian/ penjernihan minyak?
10. Sebutkan minimal 3 prosedur pemurnian/ penjernihan minyak
jelantah yangmudah dilakukan dalam kehidupan sehari hari?
11. Jelaskan tahap tahap permurnian/penjerniha minyak jelantah
menggunakan adsorben ampas kelapa?
78
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Reskiati Wiradhika. 2012. Studi Pengaruh Suhu dan Jenis
Bahan Pangan Terhadap Stabilitas Minyak Kelapa selama Proses
Penggorengan.http://repository.unhas.ac.id/bistream/handle/12345
6789/1951/RESKIATI%20WIRADHIKA%20%ANWAR%20(G%206
11%2008%20276)docx?sequence.Diakses pada tanggal 14
Agustus 2017, Metro.
BSN, 1995.Minyak Goreng. SNI 01-3741-1995. Badan Standarisasi
Nasional
Citra, 2007. Jenis-jenis minyak.http://citra.wordpress.com/2009/05/09/
kerusakan-minyak-goreng/. Diakses pada tanggal 14 Agustus
2017, Metro.
Genisa, Jalil. 2013.Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Masagena
Press: Makassar
Harold Hart,” Organic Chemistry”, a Short Course, Sixth Edition,
Michigan State University, 1983, Houghton Mifflin Co.
Hariskal, 2009. Kerusakan Minyak
Goreng. http://hariskal.wordpress.com/ 2009/05/09/kerusakan-
minyak-goreng/. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2017, Metro.
Nurjanah Siti. (2014). Tips Menjernihkan Minyak Goreng secara Alami. http://fimadani.com/tips-menjernihkan-minyak-goreng- secara-alami/ Diakses 4 Oktober 2017, Metro
Panduz33. 2013. 7 Cara Menjernihkan Minyak Jelantah. (https://www.kaskus.co.id/thread/510bbbde5b2acf870c000006/7- cara- menjernihkan-minyak-jelantah)/ Diakses 4 Oktober 2017, Metro.
79
Poejiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, “ Organic Chemistry,”
Third Edition, University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc,
Belmont, Califfornia 94002, Massachuset, USA.
Pasta, 2011. Evaluasi Mutu Pangan Menggunakan Minyak
Goreng. http://pasta-bbkdl.blogspot.com/2011/12/i.html.Diakses
pada tanggal 14 Agustus 2017, Metro
.
Ramdja, A.F., L. Febrina dan D. Krisdianto. 2010. “Pemurnian Minyak
Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben”. Jurnal
Teknik Kimia, No. 1, Vol. 17.
Rohman, A. 2013. Analisis Komponen Makanan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Ralp J. Fessenden and Joan S. Fessenden, “ Organic Chemistry” Third Edition, University Of Montana, 1986, Wadsworth, Inc, Belmont, Califfornia 94002, Massachuset, USA. Safira Maya, 2016. Dengan Cara Ini, Gelatin Bisa Dipakai untuk Bersihkan Minyak Jelantah. https://food.detik.com/info-kuliner/d- 3245797/ Di akses 4 oktober 2017, Metro)
Sediaoetama, A. D. 1985. Ilmu Gizi I. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.Sudarmadji, Slamet. 1989. Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
S. Ketaren. 1995. Pengantar Teknologi Lemak dan Minyak. Penerbit
UI Press. Jakarta.
Suharsono. 1970. Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Suhendri ENK, Pengolahan Lemak dan Minyak Nabati. https://dynamic expansion .blogspot. com /2013/07/pengolahan-
80
minyak-dan-lemak.html. diakses 4 oktober 2017, metro.
Stier, R. F. 2001. Finding Functionality in Fat and Oil. www.Prepared Food.com. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2017, Metro.
Taconis, R., M.G.M. Ferguson-Hessler, H. Broekkamp.2001.
“Teaching Science Problem Solving: An Overview of Experimental
Work Graduate School of Teaching and Learning”.Journal of
Research in Science Teaching. Vol. 38, NO. 4. University of
Amsterdam. Amsterdam.The Netherlands. hh. 442± 468.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Yutinah dan Hartini. 2011. “Adsorpsi Minyak Goreng Bekas
Menggunakan Arang Aktif dari Serabut Kelapa”.Prosiding Seminar
Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693-2393.