34
[LEMBAR INFORMASI DAMPAK PROYEK LISTRIK BATUBARA Juli 2015 1 Terang Bagi Jawa Bali, Debu Bagi Warga Jepara dan Paiton (Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat PLTU Batubara di Jawa) WALHI

Lembar informasi dampak proyek listRik batubara · Web viewRencana pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang akan dibangun di Semenanjung Muria Jepara mendapat penolakan

  • Upload
    hakiet

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

[Lembar informasi dampak proyek listRik batubara

Juli 2015

1

Terang Bagi Jawa Bali, Debu Bagi Warga Jepara dan Paiton

(Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat PLTU Batubara di Jawa)

WALHI

Agustus 2015

Ditulis oleh

PLTU Batubara Jawa Tengah, Tanjung Jati B

Ning Fitri

M. Arief (Zayyn)

Sumedi

PLTU Jawa Timur, Paiton

Rere Christanto

Pius Ginting

Edit Bahasa

Malik Diazin

Kordinator Program

Pius Ginting

WALHI

Juli 2015

2

Pengantar

Batubara hingga saat ini adalah bahan bakar utama di pembangkit listrik Indonesia. Sebanyak 54 % pembangkit listrik PLN berbahan bakar batubara.

Sementara itu, batubara menimbulkan jejak kerusakan lingkungan besar di penambangan, transportasinya hingga pembangkit.

Penyediaan listrik PLN hingga tahun 2014 masih akan didominasi oleh pembangkit barbahan bakar fosil.

Tambahan kapasitas pembangkit selama 10 tahun mendatang (periode 2015-2014) untuk seluruh Indonesia adalah 70.4 GW atau rata-rata 7 GW per tahun. Dan PLTU mendominasi jenis pembangkit, yakni 42.1GW atau 59.8%.

Batubara menghasilkan emisi gas rumah tertinggi dibandingkan pembangkit lainnya, sumber utama pencemaran merkuri ke udara, menghasilkan gas SOx penyebab hujam asam yang merusak properti dan produksi tanaman, menghasilkan NOx perusak jaringan paru-paru manusia, mengurangi fungsi paru-paru, khususnya mereka yang menderita asthma; menghasilkan partikel halus (PM10, dan PM2,5, kira kira sepersepuluh ukuran diameter helai rambut) yang menyebabkan kematian lebih cepat, terutama pada mereka yang telah menderita penyakit jantung dan paru-paru dan pada usia lanjut.

Pencemaran air, udara terjadi meluas di kawasan PLTU menimbulkan beban berat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari. Belum lagi kerusakan lingkungan yang parah terjadi di sekitar kawasan penambangan dimana batubara berasal, di daerah Kalimantan dan Sumatera bagian selatan. Persoalan PLTU belum bisa diatasi dengan teknologi seperti ultra super critical boiler untuk mengurangi emisi pencemaran, karena timbul persoalan baru dari limbah non emisi.

Lembar Informasi Phasing Out Batubara, edisi Juli 2015 ini memberikan informasi awal tentang dampak tambang PLTU Batubara di Jawa, yakni Tanjung Jati B, Jawa Tengah dan Paiton, Jawa Timur, berdasarkan pengamatan awal WALHI di lapangan, berdiskusi dengan masyarakat terdampak.

Abetnego Tarigan

Direktur Eksekutif Nasional WALHI

3

Jawa Tengah Lahan Investasi Energi Batubara

Provinsi Jawa Tengah sedang menjadi incaran investor energi dari berbagai latar belakang korporasi, baik investor dalam negeri maupun luar negeri. Dan saat ini Jawa Tengah sedang dalam serangan investasi energi tersebut. Rencana pendirian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang akan dibangun di Semenanjung Muria Jepara mendapat penolakan kuat dari WALHI Jawa Tengah bersama gabungan kelompok masyarakat seperti; Masyarakat Tapak yang tergabung dalam Persatuan Masyarakat Balong (PMB) Desa Balong, Kabupaten Jepara, Masyarakat Indonesia Aktifis Lingkungan, Gerakan Mahasiswa Jawa Tengah dan Yogyakarta, Masyarakat Rekso Bumi (MAREM), komunitas akademisi, dan para profesional maupun aktifis yang sampai saat ini selalu mendukung Gerakan Tolak PLTU di Bumi Indonesia.

Proyek jatropha atau jarak pagar yang dikenalkan oleh perusahaan internasional Waterland yang berpusat di Belanda melakukan kerjasama dengan Perhutani Provinsi Jawa Tengah dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Kabupaten Pati. Perjanjian kerjasama yang dilakukan yaitu, perusahaan Waterland membiayai seluruh produksi dan membeli seluruh buah jatropha (jarak pagar), sedangkan Perhutani menyediakan lahan di wilayah Kabupaten Pati dan LMDH bertugas untuk menanam jatropha. Dalam prosesnya perusahaan Waterland ternyata ingkar dari kesepakatan semula, sehingga membuat petani marah dan memotong seluruh pohon jarak pagar, lalu menggantinya dengan tanaman pangan.

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah beroprasi kini menjadi kian besar dan tak terbendung, diantaranya: PLTU Cilacap yang akan menjajaki babak baru dengan investor Tiongkok dan Pemerintah Indonesia yang sepakat menambahkan kapasitas PLTU Cilacap menjadi 5.000 MW dan akan menjadi PLTU dengan kapasitas terbesar di dunia.

4

Batu Bara Menyerang Ke Jawa Dwipa (Tengah)

PLTU Cilacap

Di Pesisir selatan, tepatnya di Karangkan, Kabupaten Cilacap terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLTU Cilacap dibangun sejak tahun 2003 dan beroperasi secara komersial pada tahun 2006 dengan tapak tanahnya adalah tanah milik Tentara Nasional Angkatan Dara (TNI AD) dalam wilayah Desa Karangkandri, kecamatan Kasugihan, Kabupaten Cilacap. PLTU Cilacap ini diawali dengan kapasitas 2X300 MW, dibangun oleh PT. Sumber Segara Primadaya bersama Chandra Enginering dari China dengan total investasi pada tahun itu adalah USD 510 juta.

PLTU Cilacap ini merupakan PLTU swasta yang dimiliki oleh PT. Sumber Segara Primadaya yang merupakan patungan dari PT. Pembangkit Jawa Bali (anak perusahaan PLN) dengan jumlah saham kepemilikan adalah 49% sedangkan PT. Sumber Energi Sakit Prima 51%. Sukses tahap pertama dengan kapasitas 600 MW, PLTU Cilacap pada tahun 2006 mulai membangun lagi PLTU dengan kapasitas 600 MW, dengan alasan kebutuhan listrik Jawa-Bali terus meningkat, kapasitas dermaga di Cilacap mumpuni, dan memiliki teknologi Pengolahan air laut menjadi air tawar. Sukses dengan PLTU berkapasitas 1.200 MW, PLTU Cilacap kian berencana menambah kapasitas produksi PLTU dengan kapasitas 5.000 MW dan akan menjadi proyek PLTU terbesar di dunia.

Proses pembangunan PLTU Cilacap dengan kapasitas 5.000 MW pemerintah menunjuk PT. Jawa Energi untuk menyelesaikan proyeknya yang akan berdiri di lahan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan lahan Polisi Republik Indonesia (POLRI) yang aset tanah nya akan dialihkan ke PLN sehingga diharapkan PT. Jawa Energi menyewa lahan milik PLN tersebut.

PLTU Rembang5

PLTU Rembang dibangun diatas lahan seluas 54,96 Ha di Desa Laran dan Desa Trahan, kecamatan Sluke, Kabupaten rembang, tepatnya diantara Jalan Raya Semarang – Surabaya KM 130. PLTU Rembang ini mempunyai 2 unit pembangkit dengan kapasitas-masing-masing unit sebesar 315 MW dan kapasitas total tenaga listrik yang dihasilkan adalah 630 MW. Pembangunan PLTU Rembang ini dengan Kontrak EPC PLTU 1 Jawa Tengah, ditanda tangani pada tanggal 21 Maret 2007 oleh PT PLN dan Konsorsium dari Malaysia: Zelan Holding (M) Sdn Bhd, Tronoh Consolidated Malaysia Berhad dan Perusahaan Lokal PT Priamanaya Djan International.

PLTU 1 Jawa Tengah beroperasi pada Agustus 2010, guna mendukung percepatan pembangunan proyek energi listrik untuk memenuhi kebutuhan nasional 10.000 MW. Pembangunan fisik PLTU Rembang Unit I dan Unit II dilaksanakan oleh Konsorsium Zelan-Priamanaya-Tronoh. Dalam Pelaksanaan Pembangunan Proyek PLTU 1 Jawa Tengah, ditunjuk PT. PLN, Jasa Manajemen Konstruksi untuk melaksanakan Supervisi selama periode Konstruksi, sesuai surat penugasan Direksi PT. PLN (Persero) No. 00255/121/DIRKIT/2007. Kontrak EPC PLTU 1 Jawa Tengah, Rembang ditanda tangani pada tanggal 21 Maret 2007 oleh PT PLN (Persero) dan Konsorsium dari Malaysia; Zelan Holding (M) Sdn Bhd, Tronoh Consolidated Malaysia Berhad dan Perusahaan Lokal PT Priamanaya Djan International. Nilai Kontrak dari proyek ini sebesar IDR 2,248,800,000,000 dan USD 308,000,000.

Pendanaan :Porsi USD diberikan oleh Consortium Barclays Capital, China Development Bank, Jepang, India dan investor asing lainnya yang akan dikelola secara menegerial oleh Kementrian Keuangan.

Porsi Rupiah oleh Konsorsium Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BRI dan Bank BCA, penandatanganan kontrak telah dilaksanakan pada tanggal 18 April 2008 melalui Akta Notaris No. 44

Lokasi proyek : PLTU 1 Jawa Tengah, Rembang terletak di desa Trahan dan Leran, Kecamatan Sluke 22 km sebelah timur kota Rembang, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa Tengah.

6

PLTU Tanjung Jati B (Jepara)

PLTU Tanjung Jati B ini di dirikan pada tahun 1993 melalui PT. Cepa Indonesia, mengalami masalah pembebasan tanah pada tahun 1996, lalu berganti nama menjadi PT. HI Power Tubanan 1997, dan melakukan pemindahan lokasi ke Persil Sikuping Desa Tubanan, Kecamatan Kembang yang kemudian dinamakan Proyek PLTU Tanjung Jati B. Pada tahun1997 proyek ini mengalami penundaan karena krisis ekonomi, sehingga negara menghentikan sementara proyek ini atas saran dari IMF dan proyek molor sekitar 5 tahun. Pada tahun 2002 kepemilikan ini diambil oleh Sumitomo Corp, yang kemudian bekerjasama dengan PLN dalam prosesnya PLN menyewa pembangkit listrik dengan nama PT. Central Java Power. Konstruksi dimulai lagi tahun 2003 dan selesai 2006,

(Lebih lengkapnya akan menjadi bab pembahasan sendiri dari hasil penelitian)

PLTU Batang

7

PLTU Batang ini rencana dibangun di Ujung Negoro dengan kapasitas 2X1000 MW dan selesai tahun 2018, namun terkendala masalah pembebasan tanah sehingga dipastikan akan molor sampai tahun 2020. Proyek pembangunan PLTU terbesar di Asia Pasifik ini berhadapan dengan penolakan dari masyarakat dan pegiat lingkungan, termasuk WALHI Jawa Tengah.

Untuk pembangkit 600 MW, PLTU membutuhkan batubara 2,2 juta ton per tahun atau 6.000 ton per hari. Bila PLTU Cilacap dengan 6.200 MW, PLTU Batang 2,000 MW, PLTU Rembang 630 MW dan PLTU Jepara dengan 4 unit operasi 2.640 MW dan beberapa unit tambahan lainnya, maka sekurangnya untuk pembangkit Jawa Tengah menggunakan batubara sebanyak 71 juta ton batubara, atau 16% dari produksi nasional tahun 2015 (setara dengan jumlah batubara yang digunakan untuk kebutuhan domestik saat ini). Pencemaran lingkungan Jawa Tengah akan kian tinggi, debu partikel halus, hujan asam.

Dampak dari hal tersebut akan berimbas pada pertanian, kelautan, kegiatan perekonomian dan kehidupan sosial budaya masyarakat. WALHI Jawa Tengah melakukan penelitian dampak pembangunan PLTU. Fokus penelitian adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati yang terletak di Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara.

8

PLTU Tanjung Jati B Jepara

PLTU Tanjung Jati B terletak di pantai utara Pulau Jawa di ujung Semenanjung Muria. Pembangkit ini menempati area seluas 150 Ha dan untuk pengembangan pada unit V dan Unit VI akan ditambah 50 hektar sehingga menjadi 200 hektar, yang termasuk dalam Desa Tubanan, Kecamatan Kembang, sekitar 83 km timur laut dari kota Semarang dan 25 km utara dari kota Jepara, Jawa Tengah, Jalan tersebut adalah jalan yang menhubungkan dermaga batubara dan pabrik pembangkit PLTU

9

Sejarah

PLTU Tanjung Jati B Jepara Jawa Tengah ini adalah pembangkit listrik tenaga uap yang berbahan batubara dengan kapasitas 2X710 MW dan menyumbang 10 % kebutuhan listrik Jawa, Madura dan Bali (JAMALI). pembangunan PLTU Tanjung Jati B Jepara dimulai sejak tahun 1993 dengan melakukan Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan oleh PT. CEPA yang rencana sebelumnnya akan didirikan di Desa Bondo Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara. Walau sudah mengantongi dokumen AMDAL, proyek pembangkit listrik ini urung dilakukan karena terdapat masalah pembebasan tanah sampai pada tahun 1996.

Karena sulitnya proses pembebasan tanah di Desa Bondo, akhirnya lokasi pendirian pabrik pembangkit listrik dipindah ke sebelah Desa Bondo, yaitu ke Desa Tubanan. Di Desa Tubanan proses pembebasan tanahnya tidak mengalami hambatan yang berarti, bahkan tapak atau lokasi pendirian pabrik pembangkit persis di bibir pantai Tanjung Jati yang terletak pada kawasan terumbu karang Tanjung Jati yang bersinergi dengan kawasan terumbu karang Karimun Jawa. Informasi dari beberapa Forum Nelayan (FORNEL) Jepara Utara bahwa kawasan Tanjung Jati sebelum didirikan PLTU adalah kawasan ikan dan surganya bagi para nelayan.

Pada tahun 1997 proyek ini dilanjutkan oleh PT CEPA yang berganti nama PT. HI Power Tubanan. PT. HI Power Tubanan merivisi AMDAL dari desa Bondo ke desa Tubanan, tepat nya di Dusun Sekuping, Desa Tubanan kecamatan Kembang, kabupaten Jepara. PT. HI Power Tubanan percaya bahwa proyek ini akan segera selesai dengan dukungan masyarakat, pemerintah dan PLN. Akan tetapi pada tahun 1997 Indonesia terkena badai krisis moneter, Indonesia tumbang secara finansial, rupiah menembus angka lebih dari Rp 17.000, per dolar. Krisis moneter ini diikuti oleh krisisis-krisis yang lain. Puncaknya adalah jatuhnya pemerintahan Suharto pada tahun 1998 yang sudah berkuasa lebih dari 32 tahun. Indonesia dalam transisi kepemimpinan nasional, gejolak sosial, gejolak politik dan gejolak ekonomi sulit diprekdeksi ke arah mana negara dibawa oleh tokoh-tokoh nasional.

Krisis Indonesia ini beriringan dengan gejolak moneter internasional. Internasinal Monetery Fund atau (IMF) betul-betul berperan seolah dewa penyelamat krisis, tentu tidak Cuma-cuma sebagai syarat IMF meminta 27 proyek pembangkit yang tergabung dalam proyek Independent Power Producers (IPP) harus dihentikan. Indonesia tunduk dalam saran IMF dan menghentikan seluruh proyek pembangkit, termasuk proyek pembangkit listrik di Tanjung Jati desa Tubanan, kecamatan Kembang, kabupaten Jepara. Pembangun PLTU Jepara benar-benar berhenti. PT HI Power Tubanan tidak lagi punya kuasa meneruskan proyek pembangunannya.

Pada tahun 2002 hak kepemilikan pembangkit listrik dari PT. HI Power Tubanan diambil alih oleh Sumitomo Corp, sebuah perusahaan dari Jepang. Sumitomo Corp menjalin kerjasama dengan PT. PLN. Disimpulkan oleh Ir. Basuki Siswanto, MM selaku Meneger PLN Tanjung Jati B, bahwa proyek PLTU Tanjung Jati B “mangkrak” selama kurang lebih 5 tahun, melalui investor Sumitomo Corp ini yang kemudian membuat proyek berjalan kembali.

10

Sumitomo Corp menawarkan kerjasama dengan PLN. Adapun bentuk kerjasama nya adalah PLN menyewa instalasi pembangkit listrik PLTU Tanjung Jati B ini dari Sumitomo Corp dengan mendirikan PT. Central Java Power sebagai pelaksana langsung dalam proyek kemitraan ini dan PLN juga mempunyai opsi mengambil alih kepemilikan setelah 23 tahun masa sewa.

Naskah kesepahaman dan kesepakatan antara PT. PLN dan Sumitomo Corp ditandatangani kedua belah pihak, maka pembangunan pembangkit ini pada tahun 2003 berjalan kembali dan seluruh pembangunan bisa selesai pada tahun 2006 (unit I dan II). Pada Oktober 2006 unit I mulai beroperasi dan dilanjutkan pada pengoprasian unit II pada bulan November.

Proyek Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Jepara ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono pada bulan Oktober 2006 dan dinyatakan sebagai Obyek Vital Nasional (OBVITNAS). Dengan pemberian lebel OBVITNAS tersebut, berarti keberadaan PLTU Tanjung Jati B harus dijaga keberadaanya dan dianggap vital dalam dinamika ekonomi nasional terutama di pulau Jawa dan Pulau Bali.

Selanjutnya disusul dengan pembangunan PLTU Tanjung Jati B untuk unit III dan Unit IV dibangun bersamaan diatas lahan persawahan seluas 150 hektar. Proses waktu pembangunan PLTU Tanjung Jati B untuk Unit III dan Unit IV memakan waktu hampir 3 tahun dengan kontraktor pelaksana adalah Joint Operation Sumitomo Corporation – Wasa Mitra Engeneering. Adapun kebutuhan biaya investasi ini adalah sebesar Rp 15 triliun dari konsursium pendanaan Bank JBIC di Jepang dan didukung dengan Bank komersial lainnya.

Kapasitas kelistrikan yang dihasilkan dari Unit III dan Unit IV ini masing-masing unitnya adalah 662 MW. Jadi total yang dihasilkan dari Pembangkit PLTU Tanjung Jati B ini adalah dari empat unit mesin pembangkit mencapai 2.640 MW. 

Akan tetapi kebutuhan listrikan Jawa-Bali yang begitu tinggi dengan perekonomian yang signifikan, PLTU Tanjung Jati B pun terus menambah daya, melalui rencana pembangunan Unit 5 dan Unit 6 hingga 10. Rencana pembangunan unit 5 dan unit 6 sudah sampai tahap perluasan lahan, dari 150 Ha kini sudah menjadi 200 Ha.

11

Calon Tapak unit 5 dan unit 6 PLTU Tanjung Jati B di areal sawah yang sudah dibebaskan

Sejumlah nelayan dari beberapa kelompok nelayan menyampaikan penolakannya pada rencana pembangunan unit 5 dan 6 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B.

Penolakan tersebut disampaikan pada Konsultasi Publik Proses Amdal rencana pembangunan PLTU Tanjung Jati B Unit 5 dan 6 Desa Tubanan, kecamatan Kembang, konsultasi publik AMDAL tersebut dihadiri perwakilan dari beberapa kelompok nelayan, tokoh masyarakat, perangkat desa, Pemkab Jepara dan perusahaan konsultan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Tengah selaku tim Komisi Amdal.

12

Nelayan di Jepara yang tergabung dalam Forum Nelayan Jepara menolak pembangunan PLTU Jepara unit 5 dan unit 6 pada sidang Komisi AMDAL

Skema Kelistrikan PLTU Tanjung Jati B

Listrik yang diproduksi dari PLTU Tanjung Jati B ini dialirkan ke sistem interkoneksi Jawa- Bali melalui Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 KV, yakni dari GIS 500 KV Tanjung Jati ke Gardu Induk (GI) 500 KV Ungaran. Selain itu pengoprasian PLTU Tanjung Jati B yang kebutuhan konsumsi batubara nya mencapai 2 juta ton per tahun diperkirakan akan mampu mengurangi pemakaian BBM hingga 650.000 kilo liter per tahun.

PLTU Tanjung Jati B diklaim sebagai PLTU yang ramah lingkungan dengan menggunakan sistem Flue Gas Disulfurization (FGD) yang ditempatkan di sisi gas buang. Harapannya dengan teknologi ini, asap yang dihasilkan dari pembakaran batubara yang mengandung sulfur berbahaya terhadap lingkungan bisa ditangkap oleh lime stone atau batu kapur yang dicampur air laut pada Flue Gaas Disulfurization (FGD).

Eri Suryana, Meneger Engeneering PT. PLN Pembangkit Tanjung Jati B menyatakan bahwa keberadaan PT. PLN Tanjung Jati B memperhatikan faktor dampak lingkungan sehingga keberadaanya dilengkapi faktor-faktor penunjang lainnya, yaitu “Electro Static Precipitator” untuk mengatasi pencemaran udara dengan cara menangkap abu terbang dengan kemampuan tangkap 99,3 %.

Eri Suryana juga mengatakan, bahwa produksi PLTU Tanjung Jati B menghasilkan sisa limbah "fly ash" atau abu terbang sebanyak 16 ribu ton/bulan, gypsum 9.000 ton/bulan, debu turun ke bawah (buttom ash) 2.000 ton per bulan. Masih menurut beliau, jika dibanding dari ambang batas limbah yang ditentukan oleh pemerintah sebesar 750 mg per normal meter

13

kubik maka tingkat pencemaran PLTU Tanjung Jati masih relatif rendah, yaitu 150 – 300 mg / NM3 (Citizen, 6 Jepara). Mungkin dari sinilah alasan pihak PT. PLN yang terus memberi peluang pihak swasta untuk terus mengembangkan investasinya di kawasan pembangkit PLTU Tanjung Jati B ini sampai ke unit 10 dengan sekema “bagi untung” antara investor dan PT. PLN dengan sekema kelola swasta.

PLTU Tanjung Jati B dikelola secara swasta dengan sekema yang pertama kali diterapkan di Indonesia. PLN sebagai BUMN yang mempunyai otoritas pengelolaan kelistrikan secara nasional hanya mengenal 2 sistem pengelolaan pembangkitan, yaitu dijalankan seluruhnya sendiri atau membeli listrik dari swasta atau yang dikenal dengan istilah Independent Power Producers (IPP). Dalam hal pembangkit PLTU Tanjung Jati B ini, PLN menggandeng mitra lain untuk mengoprasikan, yaitu PT. Tanjung jati B Power Service (TJBPS) untuk mengoprasikan sekaligus memelihara intansi pembangkit.

TJBPS adalah perusahaan kosursium dari berbagai perusahaan swasta baik yang berbasis dalam negeri maupun luar negeri. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah FORTUM (Finlandia), Medco Energy dan Gajendra, bahkan Arpeni Pratama Ocean Lines (APOL) juga digandeng untuk untuk mengurus dermaga dan pengangkutan batubara atas kontrak Coal Shipping Jetty Menegement Agreement (CSJMA)

Problematika

PLTU Tanjung Jati B yang begitu gagah, ternyata mempunyai problem yang sangat mendasar pada persoalan internalnya, yaitu bagaimana mengatasi limbah batubatara. Persoalan ini harus segera dicarikan solusi, bila tidak, PLTU Tanjung Jati B ini akan segera berhenti beroprasi setidaknya pendapat ini disampaikan oleh I Dewa Gede Ngurah Ambara, General Menager PT. PLN PLTU Tanjung Jati B (pada 17 Mei 2013).

Pembuangan limbah batubara yang dihasilkan dari 4 unit pembangkit PLTU Tanjung Jati B ini tidak kurang 1.000 ton per harinya. Sementara area penampungan limbah batu bara yang didalamnya mengandung“fly ash, gypsum, bottom ash” hanya seluas 16 Ha. Dan sudah digunakan lebih dari 7 tahun dan posisi sekarang sudah ditambah 30 Ha tetapi limbah belum ada yang bisa memanfaatkan.

Semula limbah batubara ini dimanfaatkan secara gratis oleh pabrik semen PT. Holcim dan usahawan “Redi Mix” untuk memproduksi batu beton, akan tetapi armada pengangkutan dilarang oleh warga dengan alasan merusak jalan desa, melalui jalur laut dengan kapal tongkang juga dihadang oleh para Nelayan dengan alasan merusak terumbu karang dan dikhawatirkan menciptakan polusi sehingga sampai hari ini pengambilan limbah batu bara berhenti.

Problem internal yang lain adalah uap garam yang disemburkan cerobong PLTU, Akibatnya ratusan hektar sawah, ladang dan kebun milik para Petani rusak parah, keresahan para petani sedikit mereda setelah Pemerintah kabupaten Jepara dan seluruh jajaran anggota Muspida Jepara menjadi mediator antara PLTU Tanjung Jati B dan para Petani yang sepakat bahwa seluruh kerugian para Petani diganti oleh pihak PLTU Tanjung Jati B.

14

Kabupaten Jepara

Dalam peta Jawa Tengah tersebut Kabupaten Jepara terlihat berwarna merah muda dengan pembagian wilayah kerja sebagaimana berikut :

Desa Tubanan

15

Gapura masuk desa Tubanan, dibangun atas dasar CSR PLTU Tanjung Jati B

Secara geografis desa Tubanan yang terletak di Kecamatan Kembang sebelah utara perbatasan dengan jawa, sebelah selatan perbatasan dengan desa Kancilan, sebelah barat perbatasan dengan desa Kaliaaman dan sebelah timur perbatasan dengan desa Balong, (Desa dimana Basis massa WALHI Jawa Tengah dalam gerakan Tolak PLTN).

Sampai akhir 1990 Desa Tubanan adalah desa yang sangat nyaman, sejuk, asri perpaduan antara keindahan pantai dan hutan konservasi yang luasnya 526.80 Ha. Penuh dengan pepohonan jati dan sono keling. Angin laut dan angit darat meracik semilir mengalir ke desa Tubanan.

Penduduk desa Tubanan, pada tahun 1990 kurang lebih 8.490 orang yang terbagi dalam :

1. Laki-laki : 5.314 orang2. Perempuan : 3.176 orang

Berdasarkan profile desa Tubanan (tahun 2000) untuk usia sekolah 7 – 15 tahun

1. Pernah sekolah : 256 orang2. Tidak pernah bersekolah : 531 orang

Sebanyak 70 % nya adalah petani di dukung dengan irigasi pertanian yang cukup memadai, yaitu 338.00 Ha tanah sawah irigasi dan sawah tadah hujan 30 Ha. Sementara yang mengandalkan hidupnya dari usaha nelayan 10%, perburuhan industri 10% dan usaha lainnya adalah 10%. Perubahan terjadi secara cepat, diawali dengan pembangunan infrastruktur pedesaan yang mulus, dilanjutkan dengan pembangunan proyek PLTU. Masyarakat mulai

16

beralih profesi, dari petani, buruh tani, buruh atau nelayan ke tenaga pembangunan yang bayarannya lebih tinggi dan dibutuhkan banyak tenaga kerja.

Dinamika sosial ini pun merubah perilaku warga, masih rendahnya kesadaran akan lingkungan yang memburuk. Dinamika sosial ini juga merubah pikiran, bahwa sekolah dan bekerja menjadi sama penting nya.

Luas daratan desa Tubanan tidak kurang dari 2.000 Ha dengan jumlah penduduk per 2014 berjumlah 14.488 yang terbagi dari laki-laki 6.981 dan perempuan 7.507 dengan wilayah hunian sebagaimana berikut:

1. Kehutanan dan Perhutani 1,000 Ha.2. PLTU dan wilayah lainnya 200 Ha3. Hunian, Persawahan dan laninya 800 Ha

Desa Tubanan sebagai tapak pembangunan pembangkit PLTU Tanjung Jati B adalah ring 1 bergandengan dengan desa-desa yang lain, yaitu Desa Bondo, Desa Kaliaman, Desa Balong, Desa Kancilan.

Jumlah penduduk terbanyak ada di Desa Tubanan yaitu kurang lebih 14.000 penduduk sementara di masing-masing desa yang lain yaitu Bondo, Kaliaman, Balong dan Kancilan Jumlah penduduknya sekitar 6000 orang.

Dampak

Awal dimulainya pembangunan pembangkit PLTU ini dibutuhkan tenaga kerja yang luar bisa banyak, tidak cukup dari masyarakat desa Ring 1 (satu) saja yang berjumlah 5 desa. Melalui pengerjaan pabrikan energi yang mampu menyedot tidak kurang dari 5.000 tenaga kerja ini pun mampu merubah dinamika ekonomi mikro di Desa Tubanan. Pabrik pembangkit PLTU berdiri dan beroperasi, Semua tenaga kerja masih tetap ingin bekerja, tetapi apa daya lapangan pekerjaan sudah tidak ada hanya menyisakan 300 tenaga kerja yang terbatas pada keahlian tertentu. Demo warga menjadi menu harian desa. Pencurian material dari pembangkit PLTU menjadi bisik-bisik di desa. Ada warga yang tewas tertembak karena terindikasi mencuri kabel. Mari kita coba urai, ada apa saja setelah proyek PLTU Tanjung Jati B ini mulai beroprasi.

Dampak Sosial

Setelah berdirinya pembangkit PLTU Tanjung jati B, khususnya masyarakat desa Tubanan betul-betul dihadapkan pada perubahan prilaku sosial yang keluar dari tradisi pedesaan selama ini. Kebutuhan dasar warga masyarakat desa Tubanan tersebar secara instant. Masyarakat desa Tubanan hampir semua mempunyai alat transportasi yang namanya sepeda motor bahkan mobil tidak lagi menjadi barang mewah. Hal yang menjadi catatan tersendiri adalah 1 Desa Tubanan terdapat lebih dari 20 perusahaan yang berbadan hukum CV dan

17

bekerja untuk pemasok kebutuhan pembangkit PLTU Tanjung Jati B, dari katering, alat tulis kantor sampai pengadaan alat-alat produksi lainnya.

Dinamika sosial ini juga merubah pikiran, bahwa sekolah dan bekerja menjadi sama-sama pentingnya, dinamika sosial ini pun merubah prilaku warga. Sinergitas warga pendatang juga mampu mempengaruhi dinamika asli masyarakat desa Tubanan yang sebelumnya tidak kenal “kafe” akhirnya biasa waktu nya dihabiskan di kamar kafe.

Dampak Terhadap Petani

Penelitian ini menemukan sodetan kali yang mengaliri kurang lebih 50 Ha sawah bersebelahan langsung kawasan pembangkit PLTU, sebelah timur tidak teraliri air secara baik (yang dibenarkan oleh para Petani pemilik sawah setempat).

Dampak terhadap pertanian yang masih dirasakan secara bersama adalah kebocoran cerobong per Juni 2011, akan tetapi berkat mediasi yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Jepara antara Petani dan pihak PLTU tersepakati ganti rugi dan tidak ada konflik yang ditimbulkan setelah kebocoran tersebut.

Dampak Terhadap Lingkungan

1. Dari asap yang dikeluarkan dari cerobong PLTU ini, yang tidak kurang mengeluarkan karbon dari pembakaran batubara 16 ton perhari.

2. Pengerukan dasar laut sebagai kawasan terumbu karang Sebrang dan kawasan terumbu karang Pancal berimbas pada rusaknya ekosistem karang.

3. Pengambilan air laut melalui water intake raksasa, tentu menyedot apa saja yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati pesisir.

Lingkungan yang kering, padahal di bibir pantai

18

Dampak Terhadap Pesisir

Jarak rumah dengan anak ini bermain hanya 13 m dari bibir pantai

PLTU Tanjung Jati B adalah kawasan terumbu karang Sabrang dan atau kawasan terumbu karang Pancal yang berhubungan langsung dengan terum bukarang Karimun Jawa. Kapal-kapal tokang raksasa bermuatan batu bara, mencari lokasi sandar dengan kedalaman laut dan itu berjarak 5 – 6 km dengan dermaga PLTU. Sementara bongkar muat dilakukan di dermaga yang berada kurang lebih 3-4 km dari bibir pantai dan secara langsung terhubungkan dengan kawasan PLTU oleh jembatan transport.

Dampak penting:

1. Hilir mudiknya kapal tongkang pengangkut batubara2. water intake untuk pengambilan dan pembuangan air yang merusak biota laut3. Tapak PLTU didirikan di daerah Terumbu Karang Sabrang dan Terumbu Karang

Pancal4. Mengurangi pendapatan nelayan secara signifikan

Hasil wawancara langsung dengan Nelayan yang tergabung dalam kepengurusan Forum Nelayan (FORNEL) Jepara utara

1. Untuk membuat dermaga sepanjang 3-4 KM itu dulu mengeruk laut, mengeruk terumbu karang.

2. Pipa yang sangat besar melibihi drum yang dipakai untuk menyedot air (water intake) itu mengerikan, ikan-ikan besar-besar di sekitar tersedot sehingga untuk mencari ikan dengan radius 100 km2 tidak memungkinkan mendapatkan ikan

19

Pesisir ini harus melawan terjangan ombak, naik ombak karena faktor angin maupun ombak dari lalulintas kapal tongkang besar yang menuju dermaga

Dampak terhadap Nelayan

Pengerukan dasar laut, pengerukan terumbu karang sepanjang 4 km untuk jalan transportasi yang menghubungkan dermaga kapal tokang pengangkut batubara dengan industrial PLTU. Pengerukan yang berupa lumpur, pasir, batuan berpengaruh penting terhadap ekosistem pesisir. Terumbu karang, termasuk salah satu bagian elementer terpenting dalam ekosistem pesisir, sebagai tempat hidup ikan, juga berperan sebagai pemecah gelombang. 

Untuk mengetahui kondisi terumbu karang masyarakat setempat menyebutnya kawasan terumbu karang Sebrang dan kawasan terumbu karang Pancal perlu dan harus dilakukan penelitian dan monitoring khusus tentang terumbu karang ini.

Tetapi dilihat dari hasil tangkapan ikan para nelayan di sekitar PLTU terus menerus menurun, bukan tanpa sebab dan kemungkinan penyebabnya adalah rusaknya terumbu karang.

1. Bagaimana ikan-ikan bisa hidup kalau rumahnya sudah dihancurkan. 2. Banyaknya sisa-sisa cangkang hewan laut yang bertumpuk di sepanjang pantai karena

tekanan abrasi akibat hilangnya batuan karang sebagai penghalang/barier pesisir dari terjangan ombak.

3. Water Intake raksasa yang mampu menyedot apa saja, termasuk ikan-ikan besar. 4. Dan limbah cair dari pembangkitan PLTU yang langsung dibuang ke pantai (pitutur dari para

Nelayan)

Para nelayan yang tergabung dalam Forum Nelayan (FORNEL) Jepara utara sudah melakukan protes, akan tetapi belum ada tanggapan secara pasti oleh pihak yang berwenang.

20

Lalu lintas kapal tongkang besar hilir mudik antara tempa lego jangkar dengan dermaga PLTU

Tetap setia terhadap profesi, sekalipun harus biaya tinggi

21

JAWA TIMUR- PAITON

Pembangkit listrik tenaga uap batubara di Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur terdiri dari 9 unit dengan kepemilikan yang beragam. Saat ini kompleks PLTU Paiton adalah penghasil listrik terbesar di Indonesia yang memasok listrik Jawa Bali. Ke sembilan unit pembangkit listrik Paiton menghasilkan 14% dari 33.499 MW kapasitas terpasang sistem kelistrikan Jawa Bali.

U n i t P e m i l i k K a p a s i t a s ( M W )1 P T. P e m b a n g k i t a n J a w a B a l i ( a n a k

p e r u s a h a a n P L N )4 0 0

2 P T. P e m b a n g k i t a n J a w a B a l i ( a n a k p e r u s a h a a n P L N )

4 0 0

3 PT Paiton Energy 1 8 0 0 ( t e k n o l o g i s u p e r c r i t i c a l b o i l e r )

4 PT Paiton Energy

5 P T. J a w a P o w e r ( S i e m e n s   o f G e r m a n y ( 5 0 % ) ,   Y T L P o w e r I n t e r n a t i o n a l ,   M a r u b e n i C o r p o r a t i o n   ( 3 5 % ) , P T. B u m i p e r t i w i Ta t a p r a d i p t a I n d o n e s i a ( 1 5 % ) .

6 1 0

6 PT Jawa Power 6 1 0

7 PT Paiton Energy 6 1 5

8 PT Paiton Energy 6 1 5

9 P T. P e m b a n g k i t a n J a w a B a l i .

Dibangun oleh Harbin, Truba, Central Southern China Electric Power Design Inst, PT Mitra Selaras Hutama Energi

6 6 0

( t e k n o l o g i s u b c r i t i a l )

1 I P M E a g l e L L P ( I n t e r n a t i o n a l P o w e r P l c , M i t s u i ) , M i t s u i & C o . , L t d , To k y o P o w e r E l e c t r i c C o m p a n y , P T . B a t u H i t a m P e r k a s a

22

Masyarakat petani di sekitar PLTU Paiton mengeluhkan produktifitas pertanian yang turun.

Desa desa yang terdapat di sekitar PLTU Paiton, berada di dua kecamatan. Yakni Kecamatan yang terdiri dari desa:

Curah Temoh Triwungan Talkandang.

Sementara desa lainnya yang terdapat di Kecamatan Paiton yakni

Binor Sumber Anyar

Penurunan produktivitas pertanian

Masyarakat di sekitar PLTU Paiton banyak hidup sebagai petani. Jenis tanaman mereka adalah padi, tembakau, dan jagung. Pada musim kering, yakni Maret hingga Juli, tanaman favorit warga adalah tembakau. Namun sejak PLTU berdiri, petani tembakau melaporkan kualitas daun tembakau mengalami penurunan. Daun tembakau yang rusak warga sebut dengan kerosok. Harga daun tembakau kerker adalah Rp.4000-5000 per kg. Sementara itu, daun tembakau kualitas baik adalah Rp.15.000 – Rp. 20.000. Untuk daun bagian paling atas adalah seharga Rp.30.000. Petani tembakau mengeluhkan turunnya pendapatan akibat penurunan kualitas tembakau. Daun tembakau berwarna hitam pada saat musim kemarau akibat debu batubara yang berasal dari PLTU.

Akibat penurunan kualitas tembakau ini, perusahaan rokok Gudang Garam menghentikan pembelian rokok dari kawasan Paiton sejak tahun 2007-2008. Padahal sebelum PLTU berdiri, petani melaporkan bahwa tembakau Paiton adalah favorit. Akhirnya, pembeli tembakau kawasan Paiton adalah produsen lokal dengan harga yang lebih rendah. Saat kualitas tambakau masih bagus, petani dapat membeli sepeda motor. Namun kini mereka tidak dapat menjangkaunya.

Disamping itu, petani juga mengeluhkan kerusakan yang terjadi pada pohon kelapa. Pohon kelapa di sekitar PLTU Batubara tampak mengalami kerusakan pada bagian daun dan kemudian mati. Pada musim hujan, tanaman yang menjadi favorit adalah padi sawah.

23

Pohon kelapa warga banyak mati

24

Kerusakan terumbu karang dan penuruan tangkapan ikan

Tidak hanya produktivitas lahan pertanian yang terganggu. Produktivitas laut dan pantai di sekitar kompleks PLTU Paiton juga terganggu. Terumbu karang di sekitar pantai Desa Binor tampak mati.Karena memiliki akses terhadap laut, penduduk Desa Binor banyak yang memiliki pekerjaan menangkap ikan. Namun jumlah tangkapan ikan menurun. Khususnya penangkap ikan di dekat pantai dimana terumbu karang mengalami kematian dan kerusakan, yakni di pantai Desa Binor.

Pencemaran debu batubara ke pemukiman

Desa Binor merupakan yang terdekat ke kompleks PLTU Paiton. Yakni Unit 9. Warga mengeluhkan debu dari cerobong PLTU, khususnya unit 9. Terutama pada saat PLTU tersebut berhenti dan memulai kembali operasinya.

Selain itu, warga juga mengeluhkan debu batubara yang berasal dari penyimpanan batubara yang begitu dekat ke pemukiman. Sehingga saat angin kencang, debu batubara menimpa pemukiman warga.

25

WALHI telah meminta AMDAL PLTU Paiton, khususnya Unit 9, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 27 Januari 2015. Namun hingga saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak memberikan AMDAL tersebut.

26

27