Upload
iradatul-hasanah
View
267
Download
29
Embed Size (px)
Citation preview
Perawatan Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut
Pak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rasa sakit pada
pipi,lidah, dan seluruh mulutnya, setelah 10 hari menjalani terapi radiasi di RSUD
Dr.Soetomo untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya. Pak Bondan juga mengeluh
adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama pada lidah. Dari anamnesis juga
didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan klinis didapatkan :
- Eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut.
- Ulser, single, diameter 6mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada mukosa bukal.
- Fissure multiple, kemerahan, sakit pada bibir dan sudut mulut.
- Plak putih,berbatas diffuse, dapat dikerok pada dorsum lidah.
Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa pak Bondan menderita mukositis
radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning Mouth Sensation)
sehingga harus segera ddilakukan perawatan. Pada kunjungan pertama ini ddokter
memberikan terapi simptomatis.
Step 1 Identifikasi Kata Kunci
1. Mukositis radiasi :
inflamasi pada rongga mulut karena efek samping dari radiasi bagian
kepala dan leher..
proses dinamis, muncul pada hari ke 5- 14 setelah perawatan,
melibatkan seluruh mukosa dan submukosa.
2. Terapi simptomatis :
Terapi yang ditujukan untuk mengurangi gejala rasa sakit,
memperpendek perjalanan lesi, mengurangi serta mencegah
terbentuknya lesi baru.
Step 2 Identifikasi Masalah Dan LO
1.2.1. Apa saja penatalaksanaan efek radiotherapy?
1.2.2. Apa saja penatalaksanaan ulserasi?
1.2.3. Apa saja penatalaksanaan mikroorganisme (jamur,bakteri dan virus)?
1.2.4. Apa saja penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)?
1.2.5. Sebutkan macam-macam terapi untuk kealainan jaringan lunak rongga mulut?
Jelaskan!
Step 3 Mapping
KELUHAN
PEMERIKSAAN
BMS MUKOSITIS RADIASI
RAS SUSPECT CANDIDIASIS
ORAL
PENATALAKSANAAN
Step IV Pembahasan Masalah
4.1 Penatalaksanaan efek Radiotherapy
Kemoterapi dan radioterapi menimbukan efek samping atau komplikasi di rongga
mulut. Tidak semua pasien kemoterapi kanker memiliki resiko yang sama untuk mendapat
komplikasi oral. Resiko terjadinya komplikasi oral tergantung pada beberapa faktor yaitu
mukosa oral, mikroorganisme rongga mulut, trauma pada jaringan oral dan perubahan
anatomi dan fungsi oral akibat kanker yang diderita.
Komplikasi oral akibat kemoterapi dibagi atas 2 bentuk utama yaitu : komplikasi dari
obat kemoterapi yang langsung menimbulkan efek pada mukosa oral (direct stomatotoxity)
dan efek dari perubahan mukosa (indirect stomatotoxity) dalam keadaan mielosupresi. Efek
stomatotoksitas langsung diantaranya adalah mukositis, xerostomia dan neurotoksik
sedangkan efek stomatotoksik tidak langsung adalah infeksi bakteri, virus, fungi dan
perdarahan akibat trombositopeni.
EFEK SAMPING TERAPI RADIASI DAERAH KEPALA DAN LEHER:
Pada kulit dan mukosa mulut tampak eritematous.
Perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan terapi
sitotoksik
Gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung gigi.
Pada kelenjar air liur terjadi xerostomia.
Pada gigi menimbulkan karies radiasi (tampak setelah beberapa tahun).
Osteoradionekrosis pada tulang.
Terapi pada mukosa:
a. Penggunaan obat kumur
b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.
c. Menghindari makanan panas dan pedas.
d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.
Penatalaksanaan Mukositis Radiasi Pada Penderita Kanker Di Leher Dan Kepala
A. Pra-Terapi
Pasien yang masih bergigi
Pemeriksaan pra-terapi dilakukan dengan maksud mencegah timbulnya fokus
infeksi. Pada pasien yang masih bergigi, pemeriksaan mukosa rongga mulut, gigi-
geligi, periodonsium, kelenjar saliva, dan rahangnya harus dilakukan oleh ahli
bedah oro-maksilo-fasial atau dokter gigi. Demikian juga tingkat kebersihan
mulutnya harus dievaluasi. Pada semua gigi yang telah ditambal, tidak boleh
dilupakan mengetes kevitalan pulpanya.
Selain itu harus dibuat juga radiografi standar, misalnya panorex dan radiograf
intraral, untuk memeriksa ada tidaknya karies, sisa-sisa akar, granuloma periapeks,
keadaan gigi yang masih ada, dan poket infra-bony. Perawatan yang diperlukan
untuk menanggulangi keadaan tersebut harus sudah dituntaskan sebelum terapi
sinar dimulai.
Sebelum terapi sinar dimulai, keadaan kesehatan rongga mulut harus dibuat
seoptimal mungkin. Perawat gigi harus melakukan skaling dan root planning yang
sempurna, melalukan pemolesan tambalan dengan baik dan menghaluskan tonjol-
tonjol gigi yang tajam agar tidak menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu
pasien dalam melaksanakan upaya-upaya preventif. Pemeriksaan dan perawatan
sebelu penyinaran merupakan tindakan yang sangat penting dalam rangka
mencegah timbulnya osteoradionekrosis. Efek samping berbahaya yang potensial
ini, sebagai akibat berlubangnya gigi, parodontitis yang parah dan pencabutan gigi,
yang mungkin timbul jika kebersihan mulut tidak diusahakan secara optimal, harus
betul-betul ditekankan pencegahannya. Selain itu semua perawatan misalnya
perawatan endodontik, pencabutan, atau penambalan harus sudah diselesaikan
sebelum dimulainya terapi penyinaran. Prosedur bedah seperti pada pencabutan
misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar dicapai penyembuhan yang
cepat dan baik. Prosedur-prosedur ini mungkin akan menjadi kontraindikasi kalau
dilakukan pada saat penyinaran atau sesudahnya jika gigi-gigi termaksud berada di
daerah yang disinari. Biasanya disepakati bahwa waktu yang diberikan setelah
tindakan perawatan itu selesai adalah 2 minggu dimana dianggap penyembuhannya
pada saat itu telah jelas.
Pada pasien yang bergigi, pemberian preparat fluor diperlukan apabila daerah
penyinarannya meliputi lebih dari dua kelenjar saliva yang besar, karena dosis
yang rendah pun akan menyebabkan berkurangknya aliran saliva dengan
menurunnya pH dan kandungan bikarbonatnya. Jika pada dosis kumulatif 40 Gy
masih memberikan hialngnya kemampuan protektif karena pembersihan
alamiahnya sudah berkurang, kapasitas bufer menghilang, dan faktor-faktor
antibakteri terganggu. Jika ditambah dengan diet yang kariogenik maka hal ini
akan berakibat timbulnya macam karies yang sangat merusak yakni karies radiasi
(karies rampan). Untuk mencegah timbulnya karies radiasi ini, dibuat sendok cetak
perorangan bagi aplikasi fluor selama dan sesudah terapi penyinaran. Gel fluor
netral diaplikasikan sekali dua hari selama 5 menit. Perawat harus membimbing
dan mengawasi pelaksanaan terapi fluor ini dengan ketat serta memberikan nasihat
mengenai diet yang tidak kariogenik.
Pasien tidak bergigi
Sebelum terapi penyinaran dimulai, tetap harus dilakukan pemeriksaan yang
teliti pada rongga mulut pasien baik oleh dokter gigi ataupun ahli bedah mulut.
Mutu kecekatan gigi tiruan harus diperiksa dengan teliti, demikian juga kondisi
mukosa rongga mulutnya. Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada
tidaknya fokus infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan sebagainya.
Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus dikerjakan dan
diselesaikan dua minggu sebelum terapi penyinaran, agar pada saat penyinaran
dilakukan penyembuhan jaringan lunak telah sempurna.
Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien tidak
diperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran dan 12 minggu
sesudahnya. Pemakaian gigi tiruan akan menyebabkan iritasi berkepanjangan
terhadap jaringan lunak ronga mulut yang harus dicegah jangan sampai timbul
selama penyinaran. Iritasi mekanik dari ggi tiruan ini akan menyebabkan timbulnya
mukositis. Mukosa yang rusak merupakan port d’entree bagi bakteri sehinga
memudahkan terjadinya osteoradioneksrosis.
B. Intra-terapi
Perawat gigi sangat bermakna bagi perawatan pasien selama terapi
penyinaran. Peran perawat gigi ini sangat penting dalam upaya pencegahan dan
pendidikan terhadap pasien. Efek samping penyinaran dan keparahan efek samping
tersebut sangat berhubungan dengan keadaan kebersihan dan kesehatan rongga mulut
sebelum, selama dan sesudah terapi penyinaran.
Selama masa penyinaran, bersihkan rongga mulut setiap hari dengan
menyemprotkan larutan salin steril diperlukan bagi pembersihan debris secara mekanik.
Selain itu, pasien harus berkumur sendiri selama sepuluh kali sehari dengan larutan
salin tersebut. Pemeriksaan derajat mukositisnya diperlukan untuk membantu terjadinya
komunikasi yang tepat antar peklinik yang terlibat dalam perawatan pasien.
Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya tersinari, dan
karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang parah dan meluas, harus diberi
tablet isap PTA 4 kali sehari. Pada pasien yang bergigi sakitnya lapisan mukosa dan
berkurangnya pengeluaran saliva akan menghambat pembersihan gigi. Untuk mencegah
timbulnya karies, pasien ini harus mengaplikasikan 1% gel fluor netral selama 5 menit
setiap dua hari sekali. Kami menganjurkan penggunaan gel fluor netral karena gel fluor
yang tersedia di pasaran mempunyai pH 4-5. Sementara gel-gel ini mempunyai efek
optimal terhadap struktur email, gel ini sangat mengiritasi mukosa pasien yang disinar,
yang ternyata mengalami pengalaman yang tidak enak dengan pemakaian gel fluor ini.
Oleh karena itu tidak dianjurkan mengisi cetakan dengan gel terlalu banyak, hanya
beberapa saja.
Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut harus diukur
pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap minggu. Jika ukuran membukanya
mulut dan berkurang dibandingkan dengan saat pra-terapi, maka latihan pembukaan
mulut harus dikerjakan. Untuk kepentingan tersebut lonjoran karet merupakan sarana
yang sangat baik untuk digunakan. Agar bibir tidak tergigit atau tergores dianjurkan
untuk mengoleskan vaselin pada bibir duka kali sehari. Selama penyinaran harus dijaga
agar bibir tetap bersih.
Pemberian makanan. Semua pasien harus ditimbang berat badannya setiap minggu.
Jika penurunan berat badan lebih dari 1 kg tiap minggunya, diet harus disesuaikan atau
diberi makanan secara artifisial karena pasien harus tetap dalam kondisi fisik
penyinaran. Kurangnya gizi dapat berakibat tertundanya penyembuhan jaringan terluka.
Masalah dalam mengunyah dan menelan makanan, terutama sebagai akibat
mukositis yang parah, sering mengakibatkan harus disesuaikannya protokol penyinaran,
atau timbulnya interupsi jadwal penyinaran untuk beberapa hari atau beberapa minggu.
Suatu protokol higiene oral yang ketat dan seimbang seperti yang telah diuraikan di
depan, dapat mencegah terjadinya masalah dalam makan pada hampir semua kasus
karena tercegahnya mukositis yang parah.
Pencegahan timbulnya infeksi. Infeksi yang paling umum terjadi selama terapi
penyinaran jika upaya pencegahan tidak dilaksanakan adalah kandidosis. Pemakaian
tablet isap PTA berisikan amfoterisin B 10 mg akan mencegah masalah kandidosis ini.
Pengendalian flora rongga mulut secara tepat sebaiknya benar-benar dilakukan.
Sebelum memulai terapi penyinaran dan selama penyinaran dilakukan, biakan baseline
dan surveillance dari flora rongga mulut harus dikerjakan agar adanya perubahan dalam
flora rongga mulut dapat terdeteksi secara dini. Pemantauan flora rongga mulut sangat
bermanfaat dalam mengevaluasi program higiene oral dan mencegah timbulnya
mukositis. Selama terapi penyinaran, kontrol mingguan cukup memadai dalam situasi
klinik (bukan suatu eksperimen).
C. Pasca-terapi
Setelah periode penyinaran, sistem follow-up yang tepat haus sudah dibuta.
Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus dilakukan setiap 3 bulan dan paling
baik dilakukan bersama-sama dengan kontrol onkologinya. Setelah penyinaran,
berkurangnya saliva biasanya merupakan komplikasi utama.
Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan musin
merupakan pilihan terbaik. Berkurangnya sekresi saliva dan berubahnya komposisi
akan menyebabkan kerentanan karies yang lebih tinggi. Aplikasi fluor setiap hari harus
diteruskan seumur hidup. Pengurangan frekuensi aplikasinya dapat dilakukan jika ada
data mengenai sekresi saliva yang aktual, namun sampai saat ini pengaturan yang
demikian tidak mungkin dilakukan karena kurangnya data mengenai hal ini.
Selama pengontrolan gigi- geligi, teknik aplikasi fluornya juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan terhadap karies harus dilakukan dengan hati-hati dan jika perlu dilakukan
restrasi, tindakan ini harus dilakukan secepatnya.
Pencegahan timbulnya radionekrosis merupakan tindakan yang sangat penting.
Pengendalian yang tepat dan bimbingan perawatan bagi periodontium benar-benar
sangat diperlukan. Jika pencabutan gigi di bagian rahang yang disinar tak dapat
dihindari, tindakan ini harus dilakukan oleh ahli bedah mulut. Pencegahan timbulnya
infeksi dengan memakai antibiotika sistemik selama dua minggu sangat penting
dilakukan dalam kasus-kasus pencabutan.
Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta mereka agar tidak
memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga mulutnya betul-betul telah sembuh.
Setelah itu, dokter gigi harus memeriksa kecekatan gigi tiruannya. Gigi tiruan yang
longgar harus diperbaiki atau diganti. Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-
pasien ini harus dilakukan oleh dokter gigi.
Radioterapi pada kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada
glandula saliva. Kerusakan ini dapat menyebabkan produksi saliva menurun (hiposalivasi)
yang dapat menyebabkan xerostomia, halitosis, sensasi mulut terbakar, intoleransi makanan
pedas dan panas, kandidiasis, mukositis, dll.
Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan xerostomia
tersebut dengan:
Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.
Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.
Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.
Terapi untuk BMS akibat radioterapi:
Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen
(vitamin B) dan mineral (zinc)
Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.
Terapi untuk oral candidiasis:
Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling umum
terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal
dan dorsal lidah.
Medikasi yang dapat diberikan adalah:
Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol)
Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet itrakonazole).
Lama terapi dianjurkan untuk dilanjutkan kurang lebih 48 jam setelah tanda klinis candidiasis
hilang dan tidak ada eritema mukosa, ada pula yang merekomendasikan untuk melakukan
medikasi terus selama 10-14 hari setelah hilangnya tanda-tanda klinis.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)
3.2 Penatalaksanaan Ulserasi
Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling umum
sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan
tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini SAR tidak lagi dianggap sebagai penyakit
tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan patologis dengan manifestasi klinis yang serupa.
Gangguan immunologi, defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit), hormonal dan
keadaan psikologis memiliki keterkaitan dengan SAR.
Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR:
- Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikulicz’s aphthae atau mild aphthous
ulcers) : 80% dari total kejadian, diameter 1cm,
- Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitis mucosa necrotica recurrens
atau Sutton’s disease) : 10%-15% dari total kejadian, diameter >1cm, sakit, waktu
sembuh lebih lama dan sering meninggalkan jaringan parut, terkadang melibatkan
kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada saat awal
munculnya penyakit. Sering terdapat pada bibir, palatum lunak
- Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) : 5%-10% dari total
kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah banyak, berbentuk bulat, sakit, mengenai hampir
seluruh mukosa mulut.
ETIOLOGI
- Faktor herediter
- Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12
- Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral seperti
Streptococcus sanguis
- Trauma
- Stress psikologis
- Kecemasan (anxiety)
- Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu
- Detergen sodium lauryl sulfat yang terkandung dalam pasta gigi
MANIFESTASI KLINIK
Lesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala seperti terbakar (prodormal
burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial akan terbentuk daerah
kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul papul, ulserasi, dan berkembang
menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.
Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari vesikel yang
pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling sering terdapat ulser. Namun
ulser juga dapat terjadi pada palatum dan ginggiva.
- Lesi minor : berdiameter 0,3-1 cm, sembuh dalam 1 minggu dan sembuh sempurna
dalam 14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.
- Lesi major : berdiameter 1-5 cm dan berkembang lebih dalam. Lesi biasanya sangat
sakit, mengganggu bicara dan makan. Lesi bisa bertahan berbulan-bulan, sembuh dalam
waktu yang lama dan meninggalkan jaringan parut.
- Lesi herpetiform : terjadi pada orang dewasa. Berdiameter 1-3 mm, jumlahnya banyak,
bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar dan melibatkan mukosa oral yang luas.
TERAPI
- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa
sakit dapat diberikan topikal anestesi.
- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti
triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang
tidur).
- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser.
- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif
terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.
- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen
peroksida dengan campuran air.
PENCEGAHAN
Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya
stomatitis (sariawan), diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12
dan zat besi. Selain itu dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu
hilang timbul, dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi
dengan dokter gigi dengan meminta obat yang tepat sariawannya. Ada beberapa usaha lain
yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga kesehatan umum
terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat
menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari kondisi stress,
menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi buah dan
sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari makanan dan obat-
obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.
American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous
stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.
Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &
Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.
MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis. Semin Cutan
Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.
Traumatik Ulser
Definisi
Traumatik ulser adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma.
Traumatik ulser dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya
biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer lidah. Traumatik ulser
disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik
(Langlais & Miller, 2000).
Etiologi dan Patogenesis
Penyebab traumatik dari ulserasi mulut dapat berupa trauma fisik atau trauma
kimiawi. Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh permukaan tajam,
seperti cengkeram atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodonti, kebiasaan menggigit bibir, atau
gigi yang fraktur.Ulser dapat diakibatkan oleh kontak dengan gigi patah, cengkeram gigi
tiruan sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja. Luka bakar dari makanan dan
minuman yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum. Ulkus traumatik lain disebabkan
oleh cedera akibat kuku jari yang mencukil-cukil mukosa mulut (Lewis & Lamey , 1998;
Langlais & Miller, 2000).
Ulser traumatik juga dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau
gaya mekanik. Iritasi kimiawi pada mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab
umum dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krim sakit gigi yang diletakkan pada
gigi-gigi yang sakit atau di bawah protesa yang tidak nyaman (Lewis & Lamey , 1998;
Langlais & Miller, 2000).
Gambaran Klinis dan Diagnosis
Traumatik ulser mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang tidak teratur.
Lesi biasanya tampak sedikit cekung dan oval bentuknya (Gambar 1).
Pada awalnya daerah eritematous dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan menjadi
muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah lesi biasanya kuning kelabu. Seringkali
trauma penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat penyakit atau pemeriksaan
klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya
batasnya tidak jelas dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas
(Bhaskar, 1973; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).
Terapi dan Perawatan
- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi
atau penyebab (trauma).
- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat
kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla
anatesi.
- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.
- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-
benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain
mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam
waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi.
Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan
apakah ulser tersebut merupakan karsinoma (Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey ,
1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009).
Penyakit Behcet
Sindrom behcet adalah kondisi multisystem dengan serangkaian manifestasi,
antara lain ulserasi oral. Penderita behcet mungkin memerlukan terapi imunosupresi
secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat meringankan gejala-gejala mulutnya.
3.3 Penatalaksanaan Mikroorganisme (jamur,virus,bakteri)
Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang membentuk
mikroflora oral komensal. Mikroflora ini biasanya mengandung bakteri, mikoplasma, jamur,
dan protozoa, yang kesemuanya dapat menimbulkan infeksi opportunistic simptomatik
tergantung pada factor-faktor local atau daya pertahanan tubuh pejamu yang rendah
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri
a. Tuberkulosis
Infeksi sekunder mukosa mulut yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
terdapat dalam dahak penderita tuberculosis pulmoner aktif. Lesi intraoral biasanya
terbentuk pada permukaan dorsal lidah tetapi dapat juga terjadi pada tempat lain.
Penatalaksanaan. Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan hilang dengan
kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau ethambuthol.
b. Gonore
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorhoeae. Lesi biasanya menunjukkan
adanya infeksi primer dan adanya kontak orogenital. Penderita mengeluh tentang rasa
sakit pada mukosa mulut diiringi dengan terjadinya perubahan pengecapan, halitosis
serta limfadenopati. Pemeriksaan klinis menunjukkan tanda-tanda klinis yang bervariasi,
termasuk eritema, edema, ulserasi, dan pseudomembran teruma didaerah tonsil serta
orofaring.
Penatalaksanaan. Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic secara
sistemis, dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang dapat diberikan secara
intramuscular atau oral dengan kombinasi probenecid.
c. Sifilis
Walaupun lesi primer dari penyakit kelamin ini umunya terjadi didaerah genitalia, dapat
juga dijumpai pada bibir atau mukosa mulut sebagai akibat kontak orogenital.
Penatalaksanaan. Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis adalah
dengan procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama minimal dua tahun dan
pemeriksaan serologis harus diulangi setiap periode tertentu.
Infeksi yang disebabkan oleh Jamur
Walaupun berbagai jamur dapat menimbulkan penyakit orofasial, sebagian besar kondisi
tunggal disebabkan oleh spesies Candida.
a. Kandidiasis
Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan
oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga
mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 – 60 %
dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001). Terdapat lima spesies
kandida yaitu k.albikans, k. tropikalis, k. glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima
spesies kandida tersebut k. albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabakan
infefksi di rongga mulut.(Nolte,1982)
Struktur k. albikans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nukleus, membrane golgi dan
endoplasmic retikuler. Dinding sel terdiri dari beberapa lapis dan dibentuk oleh
mannoprotein, gulkan, glukan chitin. (Farlane M, 2002). K. albikans dapat tumbuh pada
media yang mengandung sumber karbon misalnya glukosa dan nitrogen biasanya digunakan
ammonium atau nitrat, kadang – kadang memerlukan biotin. Pertumbuhan jamur ditandai
dengan pertumbuhan ragi yang berbentuk oval atau sebagai elemen filamen hyfa/pseudohyfa
(sel ragi yang memanjang) dan suatu masa filamen hyfa disebut mycelium. Spesies ini
tumbuh pada temperatur 20 – 40 derajat Celsius. ( Mc Farlane 2002).
Terjadinya Kandidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama pengguna protesa,
serostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat – obatan sitotoksis,
konsentrasi gula dalam darah (diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit
keganasan (neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan Penderita
Immuno supresi (AIDS). (Silverman S, 2001).
Penggunaan protesa menyebabkan kurangnya pembersihan oleh saliva dan
pengelupasan epitel, hal ini mengakibatkan perubahan pada mukosa.
Pada penderita serostomia, penderita yang di obati oleh radio aktif, dan yang menggunakan
obat – obatan sitotoksis mempunyai mekanisme pembersihan dan di hubungkan dengan
pertahanan host menurun, hal ini mengakibatkan mukositis dan glositis.
Penggunaan antibiotic dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan bakteri
komensal sehingga mengakibatkan pertumbuhan kandida yang lebih banyak.dan menurunkan
daya tahan tubuh,karena kortikosteroid mengakibatkan penekanan sel mediated immune.
(Jainkittivong, 2007).
Pada penderita yang mengalami kelainan darah atau adanya pertumbuhan jaringan
(keganasan), sistem fagositosinya menurun, karena fungsi netrofil dan makrofag mengalami
kerusakan.
Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut di awali dengan adanya kemampuan
kandida untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang menyebabkan awal terjadinya
infeksi. Sel ragi atau jamur tidak melekat apabila mekanisme pembersihan oleh saliva,
pengunyahan dan penghancuran oleh asam lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada
mukosa mulut mengakibatkan proliferasi, kolonisasi tanpa atau dengan gejala infeksi (Mc
Farlane 2002).
Bahan – bahan polimerik ekstra selular (mannoprotein) yang menutupi permukaan
kandida albikans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada mukosa mulut.
Kandida albikans menghasilkan proteinnase yang dapat mengdegradasi protein saliva
termasuk sekretori imunoglobulin A, laktoferin, musin dan keratin juga sitotoksis terhadap
sel host. Batas – batas hidrolisis dapat terjadi pada pH 3.0/3.5 – pH 6.0. Dan mungkin
melibatkan beberapa enzim lain seperti fosfolipase, akan di hasilkan pada pH 3.5 – 6.0.
Enzim ini menghancurkan membran sel selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut pada
jaringan host. Hifa mampu tumbuh meluas pada permukaan sel host. (Mc Farlane 2002)
Gambaran Klinis
Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada
umumnya berupa lesi – lesi putih atau area eritema difus (Silverman S, 2001).
Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar dan perubahan rasa
kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut
pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik
kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular sheilitis (Nolte,1982).
Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih kekuning –
kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan
akan meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak
tersebut berisi netrofil, dan sel – sel inflamasi sel epitel yang mati dan koloni atau hifa.
(Greenberg M. S., 2003). Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan
dimana terbentuk ulser, invasi kandida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane
2002).
Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia, lesinya berupa
plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan leukoplakia tipe homogen.
(Greenberg.2003).
Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa
rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan inang. (Greenberg M
2003). Kandidiasis leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah.
Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis dan denture
sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga
menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut
menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.
Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu inflamasi
ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada
palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan
palatum tersebut (15% - 65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular.
(Greenberg 2003).
Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis permukaan
mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau rasa terbakar, rasa kecap
berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke tenggorokan selama pengobatan atau
sesudahnya kandidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat
besi. (Greenberg, 2003).
Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan dengan denture
stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti
defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi.
Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut
(commisure) atau kulit sekitar mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982.
Greenberg, 2003).
Terapi
Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan obat
antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal
tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.(Mc Cullough
2005,Silverman 2001)
Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi M.D
2001)
1. Antibiotik
a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin
b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)
3. Azoles
a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole
b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole
4. Allylamine Terbinafine
5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.
Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus kasus pada
rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole,
clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc cullough, 2005).
Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini yaitu
dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali
menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan sebanyak 4
kali /hari.
Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak
membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi
oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus denture
stomatitis.
Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450
sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan
selanjutnya terjadi ketidak normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20
mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian
dikumurkan dahulu sebelum ditelan.
Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya berupa troche
10 mg, sehari 3 – 4 kali.
Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya dengan
cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan permeabilitas
membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek sampingnya berupa mual / muntah, sakit
kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet 200mg Dosis satu kali /hari
dikonsumsi pada waktu makan.
Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita immunocompromised.
Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3 hari.,bentuk suspensi (100-200
mg) / hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003) Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing,
sakit kepala, sakit di bagian perut (abdomen),dan hypokalemi
Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada
penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada
kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur,
sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan
dalam bentuk capsul 50,mg,100mg, 150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra
indikasi pada wanita hamil dan menyusui.
Kira-kira 40 % dari populasi mempunyai spesies candida didalam mulut dalam jumlah kecil
sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral. Spektrum spesies Candida yang dapat
terbentuk didalam rongga mulut meliputi Candida albicans, Candida glabrata, Candida
tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida guillerimondi serta Candida krusei. Walaupun
setiap spesies candida dapat menimbulkan infeksi mulut, sebagian besar kasus disebakan oleh
Cansdida albicans. Sejumlah factor predisposisi dilibatkan dalam kandidiasis oral.
Faktor predisposisi dalam terjadinya kandidiasi oral
Anak-anak Defisiensi zat besi
Usia Tua Defisiensi Vitamin B12
Kehamilan Diabetes mellitus yang tidak
terdiagnosis dan kurang terkontrol
Iritasi Mukosa Pemakaian Gigi palsu
Pengobatan Hipotiroidisme
Antibiotik Leukimia
Kortikosteroid Agranulositosis
Imunosupresif Infeksi HIV
Sitotoksik Xerostomia
Malnutrisi Diet kaya karbohidrat
Penatalaksanaan. Walaupun kandidiasis oral tergantung pada tipe kandidiasis, penting
untuk memencilkan setiap factor predisposisi. Terapi dilakukan berdasarkan pada
penggunaan zat polyene misalnya amfoterisin atau nistatin, keduanya tersedia dalam
berbagai formulasi untuk penggunaan secara topical. Juga terdapat zat imidazole.
Generasi baru dari derivate imidazole diantaranya adalah fluconazole dan itaconazole,
keduanya ternyata sangat efektif.
Bahan-bahan antijamur yang digunakan untuk pengobatan kandidiasis oral dan perioral
Obat Format
Amfoterisin Suspensi oral 100 mg/ml
Salep 3%
Tablet 100 mg
Nistatin Krem 100 000 unit/gram
Salep 100 000 unit/gram
Pastiles 100 000 unit/gram
Suspensi oral 100 000 unit/gram
Fluconazole Kapsul 50 mg dan 150 mg
Itraconazole Kapsul 100 mg
Kandidiasis oral sering dikelompokkann menjadi empat kelompok, yaitu :
1. Pseudomembran akut ( trush )
Kandidiasis oral jenis ini dikarakteristikkan oleh bercak-bercak kuning krem yang
lunak, yang mengenai daerah mukosa mulut yang luas. Plak ini tidak melekat dan
biasanya mudah dikelupas untuk memperlihatkan mukosa eritematus dibawahnya.
Penatalaksanaan. Terapi polyenen secara topical harus membawa kesembuhan
dalam 7-10 hari. Pengobatan harus dilanjutkan selama 2 minggu setelah
penyembuhan klinis yang dalam istilah klinis berarti selama 4 minggu.
2. Atrofik akut
Mukosa oral pada bentuk kandidiasis ini bersifat eritematus. Faktor predisposisi yang
mengakibatkannya dalah pengobatan dengan antibiotic, pengobatan dengan streroid
serta infeksi HIV. Beda dengan bentuk-bentuk kandidiasi oral lain, kandidiasis
eritamtus akut seringkali menimbulkan rasa sakit.
Penatalaksanaan. Terapi polyene secara topical harus diberikan selama 4 minggu.
Terapi antibiotic harus dihindari. Penderita dengan terapi steroid secara inhalasi
harus dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan air setelah terapi inhalasi untuk
mengurangi jumlah steroid di dalam rongga mulut.
3. Hiperplastik kronis
Infeksi Candida kronis dapat menimbulkan perubahan hiperplastik dari epitel yang
secar klinis berupa bercak-bercak putih.
Penatalaksanaan. Terapi antijamur jangka panjang (sampai 3 bulan) harus diberikan
dalam bentuk polyene secara topical. Akhir-akhir ini telah ditemukan bahan
antijamur sistemik yang dapat menghasilkan kesembuhan klinis dalam 2-3 minggu.
Setiap defisiensi zat besi serta penyakit yang mendasarinya harus disembuhkan.
4. Atrofik kronis
Ini merupakan jenis kandidiasis yang paling sering dijumpai dan menyerang
seperempat sampai dua pertiga penderita yang memakai gigi palsu.
Penatalaksanaan. Pengobatan dilakukan dengan bahn polyene antijamur secar
topical, diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Pada kasus ini kebersihan geligi tiruan
merupakan hal yang penting. Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk merendam
gigi palsunya dalam larutan hipoklorit semalaman untuk menghindari setiap
kemungkinan pertumbuhan jamur.
Sumber :
Lewis,Michael A.O, 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa : Elly Wiriawan.
Jakarta : Widya Medika
3.4 Penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)
Faktor etiologi:
Defisiensi B1
Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari untuk waktu 1 bulan
Defisiensi B6
Pasien harus diberi vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan
Defisiensi zat besi
Defisiensi asam folat
Diabetes melitus
Kandidosis
Terapi obat nystatin oral suspensi
Desain geligi tiruan
Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.
Xerostomia
Kecepatan aliran saliva harus diperiksa kemudian diberi terapi penatalaksanaan
xerostomia seperti: sering minum air, mengunyah permen karet, dsb.
Kebiasaan parafungsional
Terapi obat antidepresi trisiklik
Fobia kanker
Terapi obat antidepresi trisiklik
Penatalaksanaannya:
Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien
tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut,
yang menyebabkan masalah tersebut.
Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8
jam untuk waktu 1 bulan.
Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.
Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada
saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap
keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.
Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak
mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.
Prognosis:
Pada umumnya prognosis BMS tipe 1 lebih baik daripada tipe 2, karena pada tipe yang
disebutkan terakhir, kecemasan kronis merupakan penghambat kesembuhan. Prognosis BMS
tipe 3 umumnya baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai adanya faktor alergi. Secara
keseluruhan, tingkat kesembuhan 70% dari kasus-kasus BMS dapat diharapkan. Keberhasilan
terapi BMS tergantung pada diketahuinya semua faktor etiologi.
3.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut
a) Terapi simptomatik = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan.
b) Terapi Kausatif = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab
(etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi.
c) Terapi paliatif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu penyakit, juga dengan
dukungan dari keluarga, faktor psikologis, dan lingkungan.
d) Terapi supportif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secara
normal.
(Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009)
Step IV Kesimpulan
4.1 penatalaksanaan efek radiotherapy
Terapi pada mukosa:
a. Penggunaan obat kumur
b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.
c. Menghindari makanan panas dan pedas.
d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.
Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan
xerostomia tersebut dengan:
a) Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.
b) Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.
c) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.
Terapi untuk BMS akibat radioterapi:
a) Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen
(vitamin B) dan mineral (zinc)
b) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.
Terapi untuk oral candidiasis:
Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling
umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa
bukal, palatal dan dorsal lidah.
Medikasi yang dapat diberikan adalah:
a) Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).
b) Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet
itrakonazole).
4.2 Penatalaksanaan ulserasi
a. RAS :
- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa
sakit dapat diberikan topikal anestesi.
- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti
triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang
tidur).
- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser.
- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif
terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.
- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen
peroksida dengan campuran air.
b. Traumatik Ulser :
- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi
atau penyebab (trauma).
- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat
kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla
anatesi.
- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.
- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-
benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain
mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam
waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi.
Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan
apakah ulser tersebut merupakan karsinoma
c. Penyakit behcet
terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat meringankan
gejala-gejala mulutnya
4.3. Terapi mikroorganisme (jamur,bakteri,virus)
a. Jamur :
Candidiasis :
- Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).
- Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet
itrakonazole).
b. Bakteri :
Tuberculosis :
- Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan hilang dengan
kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau ethambuthol.
Gonore :
- Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic secara sistemis,
dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang dapat diberikan secara
intramuscular atau oral dengan kombinasi probenecid.
Sifilis :
- Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis adalah dengan
procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama minimal dua tahun
dan pemeriksaan serologis harus diulangi setiap periode tertentu.
c. Virus :
- Tidak diperlukan pengobatan khusus. Penderita hanya diminta untuk
beristirahat.
4.4. Penatalaksanaan BMS :
Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien
tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut,
yang menyebabkan masalah tersebut.
Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8
jam untuk waktu 1 bulan.
Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.
Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada
saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap
keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.
Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak
mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.
4.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut
a) Terapi simptomatik. c) Terapi paliatif
b) Terapi Kausatif d) Terapi supportif
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg. M.S et al,2003 Burket’s Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc, Hamilton
Ontario, h. 94-8
Jainkittivong, et al. 2007, Candidiasis in OLP patiens undergoing topical steroid therapy,
Triple O, 104: 61-66
Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4
Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New york, h.
287
Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto, London h.
523- 32
Pinborg,J.J. ,1994 , Atlas Penyakit Mukosa mulut, Edisi ke 4.Diterjemahkan oleh drg Kartika
Wangsaraharja , Bina rupa Aksara hal. 56-58
Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton, London, h.
170 – 177
Silverman .S. Jr. 1996, Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V Mosby , St
Louis, Boston Baltimore, h. 18,28
Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771- 2, 775 –8.
American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous
stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.
Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &
Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.
MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis. Semin Cutan
Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)