41
Perawatan Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut Pak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rasa sakit pada pipi,lidah, dan seluruh mulutnya, setelah 10 hari menjalani terapi radiasi di RSUD Dr.Soetomo untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya. Pak Bondan juga mengeluh adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama pada lidah. Dari anamnesis juga didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan klinis didapatkan : - Eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut. - Ulser, single, diameter 6mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada mukosa bukal. - Fissure multiple, kemerahan, sakit pada bibir dan sudut mulut. - Plak putih,berbatas diffuse, dapat dikerok pada dorsum lidah. Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa pak Bondan menderita mukositis radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning Mouth Sensation) sehingga harus segera ddilakukan perawatan. Pada kunjungan pertama ini ddokter memberikan terapi simptomatis. Step 1 Identifikasi Kata Kunci 1. Mukositis radiasi : inflamasi pada rongga mulut karena efek samping dari radiasi bagian kepala dan leher.. proses dinamis, muncul pada hari ke 5- 14 setelah perawatan, melibatkan seluruh mukosa dan submukosa.

lesi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lesi

Perawatan Non Bedah Pada lesi Jaringan Lunak Rongga Mulut

Pak Bondan, usia 60 tahun datang ke RSGM UNEJ dengan keluhan rasa sakit pada

pipi,lidah, dan seluruh mulutnya, setelah 10 hari menjalani terapi radiasi di RSUD

Dr.Soetomo untuk terapi kanker nasofaring yang dideritanya. Pak Bondan juga mengeluh

adanya rasa kering, tebal, dan terbakar terutama pada lidah. Dari anamnesis juga

didapatkan riwayat RAS. Pada pemeriksaan klinis didapatkan :

- Eritema dan edema pada seluruh mukosa mulut.

- Ulser, single, diameter 6mm, tengah putih, tepi kemerahan, sakit pada mukosa bukal.

- Fissure multiple, kemerahan, sakit pada bibir dan sudut mulut.

- Plak putih,berbatas diffuse, dapat dikerok pada dorsum lidah.

Dokter gigi yang merawatnya menyatakan bahwa pak Bondan menderita mukositis

radiasi disertai RAS, suspect candidiasis oral, dan BMS (Burning Mouth Sensation)

sehingga harus segera ddilakukan perawatan. Pada kunjungan pertama ini ddokter

memberikan terapi simptomatis.

Step 1 Identifikasi Kata Kunci

1. Mukositis radiasi :

inflamasi pada rongga mulut karena efek samping dari radiasi bagian

kepala dan leher..

proses dinamis, muncul pada hari ke 5- 14 setelah perawatan,

melibatkan seluruh mukosa dan submukosa.

2. Terapi simptomatis :

Terapi yang ditujukan untuk mengurangi gejala rasa sakit,

memperpendek perjalanan lesi, mengurangi serta mencegah

terbentuknya lesi baru.

Step 2 Identifikasi Masalah Dan LO

1.2.1. Apa saja penatalaksanaan efek radiotherapy?

1.2.2. Apa saja penatalaksanaan ulserasi?

1.2.3. Apa saja penatalaksanaan mikroorganisme (jamur,bakteri dan virus)?

1.2.4. Apa saja penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)?

1.2.5. Sebutkan macam-macam terapi untuk kealainan jaringan lunak rongga mulut?

Jelaskan!

Step 3 Mapping

KELUHAN

Page 2: lesi

PEMERIKSAAN

BMS MUKOSITIS RADIASI

RAS SUSPECT CANDIDIASIS

ORAL

PENATALAKSANAAN

Page 3: lesi

Step IV Pembahasan Masalah

4.1 Penatalaksanaan efek Radiotherapy

Kemoterapi dan radioterapi menimbukan efek samping atau komplikasi di rongga

mulut. Tidak semua pasien kemoterapi kanker memiliki resiko yang sama untuk mendapat

komplikasi oral. Resiko terjadinya komplikasi oral tergantung pada beberapa faktor yaitu

mukosa oral, mikroorganisme rongga mulut, trauma pada jaringan oral dan perubahan

anatomi dan fungsi oral akibat kanker yang diderita.

Komplikasi oral akibat kemoterapi dibagi atas 2 bentuk utama yaitu : komplikasi dari

obat kemoterapi yang langsung menimbulkan efek pada mukosa oral (direct stomatotoxity)

dan efek dari perubahan mukosa (indirect stomatotoxity) dalam keadaan mielosupresi. Efek

stomatotoksitas langsung diantaranya adalah mukositis, xerostomia dan neurotoksik

sedangkan efek stomatotoksik tidak langsung adalah infeksi bakteri, virus, fungi dan

perdarahan akibat trombositopeni.

EFEK SAMPING TERAPI RADIASI DAERAH KEPALA DAN LEHER:

Pada kulit dan mukosa mulut tampak eritematous.

Perubahan histologis dan fisiologis pada mukosa oral yang disebabkan terapi

sitotoksik

Gangguan struktural dan fungsional pada jaringan pendukung gigi.

Pada kelenjar air liur terjadi xerostomia.

Pada gigi menimbulkan karies radiasi (tampak setelah beberapa tahun).

Osteoradionekrosis pada tulang.

Terapi pada mukosa:

a. Penggunaan obat kumur

b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.

c. Menghindari makanan panas dan pedas.

d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.

Penatalaksanaan Mukositis Radiasi Pada Penderita Kanker Di Leher Dan Kepala

A. Pra-Terapi

Pasien yang masih bergigi

Pemeriksaan pra-terapi dilakukan dengan maksud mencegah timbulnya fokus

infeksi. Pada pasien yang masih bergigi, pemeriksaan mukosa rongga mulut, gigi-

Page 4: lesi

geligi, periodonsium, kelenjar saliva, dan rahangnya harus dilakukan oleh ahli

bedah oro-maksilo-fasial atau dokter gigi. Demikian juga tingkat kebersihan

mulutnya harus dievaluasi. Pada semua gigi yang telah ditambal, tidak boleh

dilupakan mengetes kevitalan pulpanya.

Selain itu harus dibuat juga radiografi standar, misalnya panorex dan radiograf

intraral, untuk memeriksa ada tidaknya karies, sisa-sisa akar, granuloma periapeks,

keadaan gigi yang masih ada, dan poket infra-bony. Perawatan yang diperlukan

untuk menanggulangi keadaan tersebut harus sudah dituntaskan sebelum terapi

sinar dimulai.

Sebelum terapi sinar dimulai, keadaan kesehatan rongga mulut harus dibuat

seoptimal mungkin. Perawat gigi harus melakukan skaling dan root planning yang

sempurna, melalukan pemolesan tambalan dengan baik dan menghaluskan tonjol-

tonjol gigi yang tajam agar tidak menimbulkan iritasi mekanik, dan membantu

pasien dalam melaksanakan upaya-upaya preventif. Pemeriksaan dan perawatan

sebelu penyinaran merupakan tindakan yang sangat penting dalam rangka

mencegah timbulnya osteoradionekrosis. Efek samping berbahaya yang potensial

ini, sebagai akibat berlubangnya gigi, parodontitis yang parah dan pencabutan gigi,

yang mungkin timbul jika kebersihan mulut tidak diusahakan secara optimal, harus

betul-betul ditekankan pencegahannya. Selain itu semua perawatan misalnya

perawatan endodontik, pencabutan, atau penambalan harus sudah diselesaikan

sebelum dimulainya terapi penyinaran. Prosedur bedah seperti pada pencabutan

misalnya, harus dilakukan dengan hati-hati sekali agar dicapai penyembuhan yang

cepat dan baik. Prosedur-prosedur ini mungkin akan menjadi kontraindikasi kalau

dilakukan pada saat penyinaran atau sesudahnya jika gigi-gigi termaksud berada di

daerah yang disinari. Biasanya disepakati bahwa waktu yang diberikan setelah

tindakan perawatan itu selesai adalah 2 minggu dimana dianggap penyembuhannya

pada saat itu telah jelas.

Pada pasien yang bergigi, pemberian preparat fluor diperlukan apabila daerah

penyinarannya meliputi lebih dari dua kelenjar saliva yang besar, karena dosis

yang rendah pun akan menyebabkan berkurangknya aliran saliva dengan

menurunnya pH dan kandungan bikarbonatnya. Jika pada dosis kumulatif 40 Gy

masih memberikan hialngnya kemampuan protektif karena pembersihan

alamiahnya sudah berkurang, kapasitas bufer menghilang, dan faktor-faktor

antibakteri terganggu. Jika ditambah dengan diet yang kariogenik maka hal ini

Page 5: lesi

akan berakibat timbulnya macam karies yang sangat merusak yakni karies radiasi

(karies rampan). Untuk mencegah timbulnya karies radiasi ini, dibuat sendok cetak

perorangan bagi aplikasi fluor selama dan sesudah terapi penyinaran. Gel fluor

netral diaplikasikan sekali dua hari selama 5 menit. Perawat harus membimbing

dan mengawasi pelaksanaan terapi fluor ini dengan ketat serta memberikan nasihat

mengenai diet yang tidak kariogenik.

Pasien tidak bergigi

Sebelum terapi penyinaran dimulai, tetap harus dilakukan pemeriksaan yang

teliti pada rongga mulut pasien baik oleh dokter gigi ataupun ahli bedah mulut.

Mutu kecekatan gigi tiruan harus diperiksa dengan teliti, demikian juga kondisi

mukosa rongga mulutnya. Pemeriksaan radiograf dibuat untuk memeriksa ada

tidaknya fokus infeksi misalnya kista residual, sisa akar dan sebagainya.

Jika diperlukan terapi pembedahan. Tindakan ini harus dikerjakan dan

diselesaikan dua minggu sebelum terapi penyinaran, agar pada saat penyinaran

dilakukan penyembuhan jaringan lunak telah sempurna.

Jika seluruh rongga mulut tercakup dalam penyinaran, pasien tidak

diperkenankan memakai gigi tiruannya selama penyinaran dan 12 minggu

sesudahnya. Pemakaian gigi tiruan akan menyebabkan iritasi berkepanjangan

terhadap jaringan lunak ronga mulut yang harus dicegah jangan sampai timbul

selama penyinaran. Iritasi mekanik dari ggi tiruan ini akan menyebabkan timbulnya

mukositis. Mukosa yang rusak merupakan port d’entree bagi bakteri sehinga

memudahkan terjadinya osteoradioneksrosis.

B. Intra-terapi

Perawat gigi sangat bermakna bagi perawatan pasien selama terapi

penyinaran. Peran perawat gigi ini sangat penting dalam upaya pencegahan dan

pendidikan terhadap pasien. Efek samping penyinaran dan keparahan efek samping

tersebut sangat berhubungan dengan keadaan kebersihan dan kesehatan rongga mulut

sebelum, selama dan sesudah terapi penyinaran.

Selama masa penyinaran, bersihkan rongga mulut setiap hari dengan

menyemprotkan larutan salin steril diperlukan bagi pembersihan debris secara mekanik.

Selain itu, pasien harus berkumur sendiri selama sepuluh kali sehari dengan larutan

Page 6: lesi

salin tersebut. Pemeriksaan derajat mukositisnya diperlukan untuk membantu terjadinya

komunikasi yang tepat antar peklinik yang terlibat dalam perawatan pasien.

Pasien yang bagian-bagian penting dalam rongga mulutnya tersinari, dan

karena itu sangat mungkin terkena reaksi mukosa yang parah dan meluas, harus diberi

tablet isap PTA 4 kali sehari. Pada pasien yang bergigi sakitnya lapisan mukosa dan

berkurangnya pengeluaran saliva akan menghambat pembersihan gigi. Untuk mencegah

timbulnya karies, pasien ini harus mengaplikasikan 1% gel fluor netral selama 5 menit

setiap dua hari sekali. Kami menganjurkan penggunaan gel fluor netral karena gel fluor

yang tersedia di pasaran mempunyai pH 4-5. Sementara gel-gel ini mempunyai efek

optimal terhadap struktur email, gel ini sangat mengiritasi mukosa pasien yang disinar,

yang ternyata mengalami pengalaman yang tidak enak dengan pemakaian gel fluor ini.

Oleh karena itu tidak dianjurkan mengisi cetakan dengan gel terlalu banyak, hanya

beberapa saja.

Bagi pencegahan trismus, pembukaan maksimum rongga mulut harus diukur

pada hari pertama penyinaran dan sesudah itu setiap minggu. Jika ukuran membukanya

mulut dan berkurang dibandingkan dengan saat pra-terapi, maka latihan pembukaan

mulut harus dikerjakan. Untuk kepentingan tersebut lonjoran karet merupakan sarana

yang sangat baik untuk digunakan. Agar bibir tidak tergigit atau tergores dianjurkan

untuk mengoleskan vaselin pada bibir duka kali sehari. Selama penyinaran harus dijaga

agar bibir tetap bersih.

Page 7: lesi

Pemberian makanan. Semua pasien harus ditimbang berat badannya setiap minggu.

Jika penurunan berat badan lebih dari 1 kg tiap minggunya, diet harus disesuaikan atau

diberi makanan secara artifisial karena pasien harus tetap dalam kondisi fisik

penyinaran. Kurangnya gizi dapat berakibat tertundanya penyembuhan jaringan terluka.

Masalah dalam mengunyah dan menelan makanan, terutama sebagai akibat

mukositis yang parah, sering mengakibatkan harus disesuaikannya protokol penyinaran,

atau timbulnya interupsi jadwal penyinaran untuk beberapa hari atau beberapa minggu.

Suatu protokol higiene oral yang ketat dan seimbang seperti yang telah diuraikan di

depan, dapat mencegah terjadinya masalah dalam makan pada hampir semua kasus

karena tercegahnya mukositis yang parah.

Pencegahan timbulnya infeksi. Infeksi yang paling umum terjadi selama terapi

penyinaran jika upaya pencegahan tidak dilaksanakan adalah kandidosis. Pemakaian

tablet isap PTA berisikan amfoterisin B 10 mg akan mencegah masalah kandidosis ini.

Pengendalian flora rongga mulut secara tepat sebaiknya benar-benar dilakukan.

Sebelum memulai terapi penyinaran dan selama penyinaran dilakukan, biakan baseline

dan surveillance dari flora rongga mulut harus dikerjakan agar adanya perubahan dalam

flora rongga mulut dapat terdeteksi secara dini. Pemantauan flora rongga mulut sangat

bermanfaat dalam mengevaluasi program higiene oral dan mencegah timbulnya

mukositis. Selama terapi penyinaran, kontrol mingguan cukup memadai dalam situasi

klinik (bukan suatu eksperimen).

C. Pasca-terapi

Setelah periode penyinaran, sistem follow-up yang tepat haus sudah dibuta.

Pemeriksaan gigi, pada pasien yang bergigi, harus dilakukan setiap 3 bulan dan paling

Page 8: lesi

baik dilakukan bersama-sama dengan kontrol onkologinya. Setelah penyinaran,

berkurangnya saliva biasanya merupakan komplikasi utama.

Jika diperlukan bahan pengganti saliva, saliva artifisial berisikan musin

merupakan pilihan terbaik. Berkurangnya sekresi saliva dan berubahnya komposisi

akan menyebabkan kerentanan karies yang lebih tinggi. Aplikasi fluor setiap hari harus

diteruskan seumur hidup. Pengurangan frekuensi aplikasinya dapat dilakukan jika ada

data mengenai sekresi saliva yang aktual, namun sampai saat ini pengaturan yang

demikian tidak mungkin dilakukan karena kurangnya data mengenai hal ini.

Selama pengontrolan gigi- geligi, teknik aplikasi fluornya juga perlu diperiksa.

Pemeriksaan terhadap karies harus dilakukan dengan hati-hati dan jika perlu dilakukan

restrasi, tindakan ini harus dilakukan secepatnya.

Pencegahan timbulnya radionekrosis merupakan tindakan yang sangat penting.

Pengendalian yang tepat dan bimbingan perawatan bagi periodontium benar-benar

sangat diperlukan. Jika pencabutan gigi di bagian rahang yang disinar tak dapat

dihindari, tindakan ini harus dilakukan oleh ahli bedah mulut. Pencegahan timbulnya

infeksi dengan memakai antibiotika sistemik selama dua minggu sangat penting

dilakukan dalam kasus-kasus pencabutan.

Pada pasien yang tak begigi lagi, dianjurkan untuk meminta mereka agar tidak

memakai gigi tiruannya sampai mukosa rongga mulutnya betul-betul telah sembuh.

Setelah itu, dokter gigi harus memeriksa kecekatan gigi tiruannya. Gigi tiruan yang

longgar harus diperbaiki atau diganti. Pemeriksaan tahunan gigi tiruan pada pasien-

pasien ini harus dilakukan oleh dokter gigi.

Radioterapi pada kepala dan leher dapat menyebabkan kerusakan permanen pada

glandula saliva. Kerusakan ini dapat menyebabkan produksi saliva menurun (hiposalivasi)

yang dapat menyebabkan xerostomia, halitosis, sensasi mulut terbakar, intoleransi makanan

pedas dan panas, kandidiasis, mukositis, dll.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan xerostomia

tersebut dengan:

Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.

Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

Page 9: lesi

Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen

(vitamin B) dan mineral (zinc)

Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling umum

terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa bukal, palatal

dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol)

Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet itrakonazole).

Lama terapi dianjurkan untuk dilanjutkan kurang lebih 48 jam setelah tanda klinis candidiasis

hilang dan tidak ada eritema mukosa, ada pula yang merekomendasikan untuk melakukan

medikasi terus selama 10-14 hari setelah hilangnya tanda-tanda klinis.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)

3.2 Penatalaksanaan Ulserasi

Stomatitis Aphtousa Rekuren (SAR) adalah lesi mukosa rongga mulut yang paling umum

sering terjadi, ditandai dengan ulser yang timbul berulang di mukosa mulut pasien dengan

tanpa adanya gejala dari penyakit lain. Saat ini SAR tidak lagi dianggap sebagai penyakit

tunggal tetapi cenderung sebagai keadaan patologis dengan manifestasi klinis yang serupa.

Gangguan immunologi, defisiensi nutrisi, alergi, trauma, kebiasaan (habit), hormonal dan

keadaan psikologis memiliki keterkaitan dengan SAR.

Berdasarkan manifestasi klinis terdapat tiga kategori SAR:

- Ulser Minor (atau disebut juga dengan nama Mikulicz’s aphthae atau mild aphthous

ulcers) : 80% dari total kejadian, diameter 1cm,

- Ulser Mayor (bisa disebut juga dengan istilah periadenitis mucosa necrotica recurrens

atau Sutton’s disease) : 10%-15% dari total kejadian, diameter >1cm, sakit, waktu

sembuh lebih lama dan sering meninggalkan jaringan parut, terkadang melibatkan

kelenjar ludah minor. Demam, disfagia dan malaise terkadang muncul pada saat awal

munculnya penyakit. Sering terdapat pada bibir, palatum lunak

Page 10: lesi

- Ulser Herpetiform (menyerupai manifestasi herpes simpleks) : 5%-10% dari total

kejadian, diameter 1-3mm, berjumlah banyak, berbentuk bulat, sakit, mengenai hampir

seluruh mukosa mulut.

ETIOLOGI

- Faktor herediter

- Hematologik defisiensi terutama zat besi, folat, vitamin B12

- Abnormalitas immunologis atau hipersensitif terhadap organisme oral seperti

Streptococcus sanguis

- Trauma

- Stress psikologis

- Kecemasan (anxiety)

- Alergi terhadap makanan seperti susu, keju, gandum dan terigu

- Detergen sodium lauryl sulfat yang terkandung dalam pasta gigi

MANIFESTASI KLINIK

Lesi pada mukosa oral didahului dengan timbulnya gejala seperti terbakar (prodormal

burning) pada 2-48 jam sebelum ulser muncul. Selama periode initial akan terbentuk daerah

kemerahan pada area lokasi. Setelah beberapa jam, timbul papul, ulserasi, dan berkembang

menjadi lebih besar setelah 48-72 jam.

Lesi bulat, simetris, dan dangkal, tetapi tidak tampak jaringan yang sobek dari vesikel yang

pecah. Mukosa bukal dan labial merupakan tempat yang paling sering terdapat ulser. Namun

ulser juga dapat terjadi pada palatum dan ginggiva.

- Lesi minor : berdiameter 0,3-1 cm, sembuh dalam 1 minggu dan sembuh sempurna

dalam 14 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.

- Lesi major : berdiameter 1-5 cm dan berkembang lebih dalam. Lesi biasanya sangat

sakit, mengganggu bicara dan makan. Lesi bisa bertahan berbulan-bulan, sembuh dalam

waktu yang lama dan meninggalkan jaringan parut.

- Lesi herpetiform : terjadi pada orang dewasa. Berdiameter 1-3 mm, jumlahnya banyak,

bila pecah bersatu ukuran lesi menjadi lebih besar dan melibatkan mukosa oral yang luas.

TERAPI

- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa

sakit dapat diberikan topikal anestesi.

Page 11: lesi

- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti

triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang

tidur).

- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser.

- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif

terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.

- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen

peroksida dengan campuran air.

PENCEGAHAN

Dengan mengetahui penyebabnya, kita diharapkan dapat menghindari terjadinya

stomatitis (sariawan), diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut serta

mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama pada makanan yang mengandung vitamin B12

dan zat besi. Selain itu dianjurkan untuk menghindari stress. Namun bila sariawan selalu

hilang timbul, dapat mencoba dengan kumur-kumur air garam hangat dan berkonsultasi

dengan dokter gigi dengan meminta obat yang tepat sariawannya. Ada beberapa usaha lain

yang dilakukan untuk mencegah munculnya sariawan. Misalnya, menjaga kesehatan umum

terutama kesehatan pada mulut, menghindari luka pada mulut saat menggosok gigi atau saat

menggigit makanan, menghindari pasta gigi yang merangsang, menghindari kondisi stress,

menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, sering mengkonsumsi buah dan

sayuran, terutama vitamin B, vitamin C, dan zat besi; serta menghindari makanan dan obat-

obatan atau zat yang dapat menimbulkan reaksi alergi pada rongga mulut.

American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous

stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.

Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &

Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.

MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis. Semin Cutan

Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.

Traumatik Ulser

Definisi

Traumatik ulser adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma.

Traumatik ulser dapat terjadi pada semua usia dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya

biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer lidah. Traumatik ulser

Page 12: lesi

disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik

(Langlais & Miller, 2000).

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab traumatik dari ulserasi mulut dapat berupa trauma fisik atau trauma

kimiawi. Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh permukaan tajam,

seperti cengkeram atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodonti, kebiasaan menggigit bibir, atau

gigi yang fraktur.Ulser dapat diakibatkan oleh kontak dengan gigi patah, cengkeram gigi

tiruan sebagian atau mukosa tergigit secara tak sengaja. Luka bakar dari makanan dan

minuman yang terlalu panas umumnya terjadi pada palatum. Ulkus traumatik lain disebabkan

oleh cedera akibat kuku jari yang mencukil-cukil mukosa mulut (Lewis & Lamey , 1998;

Langlais & Miller, 2000).

Ulser traumatik juga dapat diakibatkan oleh bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau

gaya mekanik. Iritasi kimiawi pada mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab

umum dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krim sakit gigi yang diletakkan pada

gigi-gigi yang sakit atau di bawah protesa yang tidak nyaman (Lewis & Lamey , 1998;

Langlais & Miller, 2000).

Gambaran Klinis dan Diagnosis

Page 13: lesi

Traumatik ulser mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal yang tidak teratur.

Lesi biasanya tampak sedikit cekung dan oval bentuknya (Gambar 1).

Pada awalnya daerah eritematous dijumpai di perifer, yang perlahan-lahan menjadi

muda karena proses keratinisasi. Bagian tengah lesi biasanya kuning kelabu. Seringkali

trauma penyebabnya jelas terungkap pada pemeriksaan riwayat penyakit atau pemeriksaan

klinis. Mukosa yang rusak karena bahan kimia seperti terbakar oleh aspirin umumnya

batasnya tidak jelas dan mengandung kulit permukaan yang terkoagulasi dan mengelupas

(Bhaskar, 1973; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000).

Terapi dan Perawatan

- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi

atau penyebab (trauma).

- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat

kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla

anatesi.

- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.

- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-

benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain

mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam

waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi.

Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan

Page 14: lesi

apakah ulser tersebut merupakan karsinoma (Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey ,

1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009).

Penyakit Behcet

Sindrom behcet adalah kondisi multisystem dengan serangkaian manifestasi,

antara lain ulserasi oral. Penderita behcet mungkin memerlukan terapi imunosupresi

secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat meringankan gejala-gejala mulutnya.

3.3 Penatalaksanaan Mikroorganisme (jamur,virus,bakteri)

Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang membentuk

mikroflora oral komensal. Mikroflora ini biasanya mengandung bakteri, mikoplasma, jamur,

dan protozoa, yang kesemuanya dapat menimbulkan infeksi opportunistic simptomatik

tergantung pada factor-faktor local atau daya pertahanan tubuh pejamu yang rendah

Infeksi yang disebabkan oleh bakteri

a. Tuberkulosis

Infeksi sekunder mukosa mulut yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang

terdapat dalam dahak penderita tuberculosis pulmoner aktif. Lesi intraoral biasanya

terbentuk pada permukaan dorsal lidah tetapi dapat juga terjadi pada tempat lain.

Penatalaksanaan. Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan hilang dengan

kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau ethambuthol.

b. Gonore

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorhoeae. Lesi biasanya menunjukkan

adanya infeksi primer dan adanya kontak orogenital. Penderita mengeluh tentang rasa

sakit pada mukosa mulut diiringi dengan terjadinya perubahan pengecapan, halitosis

serta limfadenopati. Pemeriksaan klinis menunjukkan tanda-tanda klinis yang bervariasi,

termasuk eritema, edema, ulserasi, dan pseudomembran teruma didaerah tonsil serta

orofaring.

Penatalaksanaan. Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic secara

sistemis, dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang dapat diberikan secara

intramuscular atau oral dengan kombinasi probenecid.

c. Sifilis

Walaupun lesi primer dari penyakit kelamin ini umunya terjadi didaerah genitalia, dapat

juga dijumpai pada bibir atau mukosa mulut sebagai akibat kontak orogenital.

Page 15: lesi

Penatalaksanaan. Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis adalah

dengan procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama minimal dua tahun dan

pemeriksaan serologis harus diulangi setiap periode tertentu.

Infeksi yang disebabkan oleh Jamur

Walaupun berbagai jamur dapat menimbulkan penyakit orofasial, sebagian besar kondisi

tunggal disebabkan oleh spesies Candida.

a. Kandidiasis

Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan

oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga

mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 – 60 %

dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001). Terdapat lima spesies

kandida yaitu k.albikans, k. tropikalis, k. glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima

spesies kandida tersebut k. albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabakan

infefksi di rongga mulut.(Nolte,1982)

Struktur k. albikans terdiri dari dinding sel, sitoplasma nukleus, membrane golgi dan

endoplasmic retikuler. Dinding sel terdiri dari beberapa lapis dan dibentuk oleh

mannoprotein, gulkan, glukan chitin. (Farlane M, 2002). K. albikans dapat tumbuh pada

media yang mengandung sumber karbon misalnya glukosa dan nitrogen biasanya digunakan

ammonium atau nitrat, kadang – kadang memerlukan biotin. Pertumbuhan jamur ditandai

dengan pertumbuhan ragi yang berbentuk oval atau sebagai elemen filamen hyfa/pseudohyfa

(sel ragi yang memanjang) dan suatu masa filamen hyfa disebut mycelium. Spesies ini

tumbuh pada temperatur 20 – 40 derajat Celsius. ( Mc Farlane 2002).

Terjadinya Kandidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama pengguna protesa,

serostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat – obatan sitotoksis,

konsentrasi gula dalam darah (diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit

keganasan (neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan Penderita

Immuno supresi (AIDS). (Silverman S, 2001).

Penggunaan protesa menyebabkan kurangnya pembersihan oleh saliva dan

pengelupasan epitel, hal ini mengakibatkan perubahan pada mukosa.

Pada penderita serostomia, penderita yang di obati oleh radio aktif, dan yang menggunakan

obat – obatan sitotoksis mempunyai mekanisme pembersihan dan di hubungkan dengan

pertahanan host menurun, hal ini mengakibatkan mukositis dan glositis.

Page 16: lesi

Penggunaan antibiotic dan kortikosteroid akan menghambat pertumbuhan bakteri

komensal sehingga mengakibatkan pertumbuhan kandida yang lebih banyak.dan menurunkan

daya tahan tubuh,karena kortikosteroid mengakibatkan penekanan sel mediated immune.

(Jainkittivong, 2007).

Pada penderita yang mengalami kelainan darah atau adanya pertumbuhan jaringan

(keganasan), sistem fagositosinya menurun, karena fungsi netrofil dan makrofag mengalami

kerusakan.

Terjadinya kandidiasis pada rongga mulut di awali dengan adanya kemampuan

kandida untuk melekat pada mukosa mulut, hal ini yang menyebabkan awal terjadinya

infeksi. Sel ragi atau jamur tidak melekat apabila mekanisme pembersihan oleh saliva,

pengunyahan dan penghancuran oleh asam lambung berjalan normal. Perlekatan jamur pada

mukosa mulut mengakibatkan proliferasi, kolonisasi tanpa atau dengan gejala infeksi (Mc

Farlane 2002).

Bahan – bahan polimerik ekstra selular (mannoprotein) yang menutupi permukaan

kandida albikans merupakan komponen penting untuk perlekatan pada mukosa mulut.

Kandida albikans menghasilkan proteinnase yang dapat mengdegradasi protein saliva

termasuk sekretori imunoglobulin A, laktoferin, musin dan keratin juga sitotoksis terhadap

sel host. Batas – batas hidrolisis dapat terjadi pada pH 3.0/3.5 – pH 6.0. Dan mungkin

melibatkan beberapa enzim lain seperti fosfolipase, akan di hasilkan pada pH 3.5 – 6.0.

Enzim ini menghancurkan membran sel selanjutnya akan terjadi invasi jamur tersebut pada

jaringan host. Hifa mampu tumbuh meluas pada permukaan sel host. (Mc Farlane 2002)

Gambaran Klinis

Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada

umumnya berupa lesi – lesi putih atau area eritema difus (Silverman S, 2001).

Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar dan perubahan rasa

kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut

pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik

kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular sheilitis (Nolte,1982).

Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih kekuning –

kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan

akan meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak

tersebut berisi netrofil, dan sel – sel inflamasi sel epitel yang mati dan koloni atau hifa.

(Greenberg M. S., 2003). Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan

Page 17: lesi

dimana terbentuk ulser, invasi kandida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane

2002).

Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia, lesinya berupa

plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan leukoplakia tipe homogen.

(Greenberg.2003).

Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa

rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan inang. (Greenberg M

2003). Kandidiasis leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah.

Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis dan denture

sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga

menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut

menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.

Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu inflamasi

ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada

palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan

palatum tersebut (15% - 65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular.

(Greenberg 2003).

Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis permukaan

mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau rasa terbakar, rasa kecap

berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke tenggorokan selama pengobatan atau

sesudahnya kandidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat

besi. (Greenberg, 2003).

Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan dengan denture

stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti

defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi.

Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut

(commisure) atau kulit sekitar mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982.

Greenberg, 2003).

Terapi

Kandidiasis pada rongga mulut umumnya ditanggulangi dengan menggunakan obat

antijamur,dengan memperhatikan factor predisposisinya atau penyakit yang menyertainya,hal

tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan pengobatan atau penyembuhan.(Mc Cullough

2005,Silverman 2001)

Page 18: lesi

Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu: (Tripathi M.D

2001)

1. Antibiotik

a. Polyenes :amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin

b. Heterocyclicbenzofuran : griseofulvin

2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)

3. Azoles

a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) : ketokonazole

b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole

4. Allylamine Terbinafine

5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.

Dari beberapa golongan antijamur tersebut diatas, yang efektif untuk kasus kasus pada

rongga mulut, sering digunakan antara lain amfotericine B, nystatin, miconazole,

clotrimazole, ketokonazole, itrakonazole dan flukonazole. (Mc cullough, 2005).

Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini yaitu

dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali

menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml ) dapat digunakan sebanyak 4

kali /hari.

Nystatin dihasilkan oleh streptomyces noursei,mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak

membran sel yaitu terjadi perubahan permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi

oral 100.000 U / 5ml dan bentuk cream 100.000 U/g, digunakan untuk kasus denture

stomatitis.

Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome P 450

sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol dan

selanjutnya terjadi ketidak normalan membrane sel. Sediaan dalam bentuk gel oral (20

mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah kemudian

dikumurkan dahulu sebelum ditelan.

Clotrimazole, mekanisme kerja sama dengan miconazole, bentuk sediaannya berupa troche

10 mg, sehari 3 – 4 kali.

Ketokonazole (ktz) adalah antijamur broad spectrum.Mekanisme kerjanya dengan

cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan permeabilitas

membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar.Efek sampingnya berupa mual / muntah, sakit

kepala,parestesia dan rontok. Sediaan dalam bentuk tablet 200mg Dosis satu kali /hari

dikonsumsi pada waktu makan.

Page 19: lesi

Itrakonazole, efektif untuk pengobatan kandidiasis penderita immunocompromised.

Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari. selama 3 hari.,bentuk suspensi (100-200

mg) / hari,selama 2 minggu. (Greenberg, 2003) Efek samping obat berupa gatal-gatal,pusing,

sakit kepala, sakit di bagian perut (abdomen),dan hypokalemi

Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada

penderita immunosupresiv Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,eritme pada

kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450 sel jamur,

sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak dipengaruhi oleh makanan. Sediaan

dalam bentuk capsul 50,mg,100mg, 150mg dam 200mg Single dose dan intra vena. Kontra

indikasi pada wanita hamil dan menyusui.

Kira-kira 40 % dari populasi mempunyai spesies candida didalam mulut dalam jumlah kecil

sebagai bagian yang normal dari mikroflora oral. Spektrum spesies Candida yang dapat

terbentuk didalam rongga mulut meliputi Candida albicans, Candida glabrata, Candida

tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida guillerimondi serta Candida krusei. Walaupun

setiap spesies candida dapat menimbulkan infeksi mulut, sebagian besar kasus disebakan oleh

Cansdida albicans. Sejumlah factor predisposisi dilibatkan dalam kandidiasis oral.

Faktor predisposisi dalam terjadinya kandidiasi oral

Anak-anak Defisiensi zat besi

Usia Tua Defisiensi Vitamin B12

Kehamilan Diabetes mellitus yang tidak

terdiagnosis dan kurang terkontrol

Iritasi Mukosa Pemakaian Gigi palsu

Pengobatan Hipotiroidisme

Antibiotik Leukimia

Kortikosteroid Agranulositosis

Imunosupresif Infeksi HIV

Sitotoksik Xerostomia

Malnutrisi Diet kaya karbohidrat

Penatalaksanaan. Walaupun kandidiasis oral tergantung pada tipe kandidiasis, penting

untuk memencilkan setiap factor predisposisi. Terapi dilakukan berdasarkan pada

penggunaan zat polyene misalnya amfoterisin atau nistatin, keduanya tersedia dalam

Page 20: lesi

berbagai formulasi untuk penggunaan secara topical. Juga terdapat zat imidazole.

Generasi baru dari derivate imidazole diantaranya adalah fluconazole dan itaconazole,

keduanya ternyata sangat efektif.

Bahan-bahan antijamur yang digunakan untuk pengobatan kandidiasis oral dan perioral

Obat Format

Amfoterisin Suspensi oral 100 mg/ml

Salep 3%

Tablet 100 mg

Nistatin Krem 100 000 unit/gram

Salep 100 000 unit/gram

Pastiles 100 000 unit/gram

Suspensi oral 100 000 unit/gram

Fluconazole Kapsul 50 mg dan 150 mg

Itraconazole Kapsul 100 mg

Kandidiasis oral sering dikelompokkann menjadi empat kelompok, yaitu :

1. Pseudomembran akut ( trush )

Kandidiasis oral jenis ini dikarakteristikkan oleh bercak-bercak kuning krem yang

lunak, yang mengenai daerah mukosa mulut yang luas. Plak ini tidak melekat dan

biasanya mudah dikelupas untuk memperlihatkan mukosa eritematus dibawahnya.

Penatalaksanaan. Terapi polyenen secara topical harus membawa kesembuhan

dalam 7-10 hari. Pengobatan harus dilanjutkan selama 2 minggu setelah

penyembuhan klinis yang dalam istilah klinis berarti selama 4 minggu.

2. Atrofik akut

Mukosa oral pada bentuk kandidiasis ini bersifat eritematus. Faktor predisposisi yang

mengakibatkannya dalah pengobatan dengan antibiotic, pengobatan dengan streroid

serta infeksi HIV. Beda dengan bentuk-bentuk kandidiasi oral lain, kandidiasis

eritamtus akut seringkali menimbulkan rasa sakit.

Penatalaksanaan. Terapi polyene secara topical harus diberikan selama 4 minggu.

Terapi antibiotic harus dihindari. Penderita dengan terapi steroid secara inhalasi

harus dianjurkan untuk berkumur-kumur dengan air setelah terapi inhalasi untuk

mengurangi jumlah steroid di dalam rongga mulut.

3. Hiperplastik kronis

Page 21: lesi

Infeksi Candida kronis dapat menimbulkan perubahan hiperplastik dari epitel yang

secar klinis berupa bercak-bercak putih.

Penatalaksanaan. Terapi antijamur jangka panjang (sampai 3 bulan) harus diberikan

dalam bentuk polyene secara topical. Akhir-akhir ini telah ditemukan bahan

antijamur sistemik yang dapat menghasilkan kesembuhan klinis dalam 2-3 minggu.

Setiap defisiensi zat besi serta penyakit yang mendasarinya harus disembuhkan.

4. Atrofik kronis

Ini merupakan jenis kandidiasis yang paling sering dijumpai dan menyerang

seperempat sampai dua pertiga penderita yang memakai gigi palsu.

Penatalaksanaan. Pengobatan dilakukan dengan bahn polyene antijamur secar

topical, diberikan tiap 6 jam selama 4 minggu. Pada kasus ini kebersihan geligi tiruan

merupakan hal yang penting. Oleh karena itu penderita dianjurkan untuk merendam

gigi palsunya dalam larutan hipoklorit semalaman untuk menghindari setiap

kemungkinan pertumbuhan jamur.

Sumber :

Lewis,Michael A.O, 1998. Tinjauan Klinis Penyakit Mulut. Alih bahasa : Elly Wiriawan.

Jakarta : Widya Medika

3.4 Penatalaksanaan BMS (Burning Mouth Sensation)

Faktor etiologi:

Defisiensi B1

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari untuk waktu 1 bulan

Defisiensi B6

Pasien harus diberi vitamin B6 50 mg setiap 8 jam untuk waktu 1 bulan

Defisiensi zat besi

Defisiensi asam folat

Diabetes melitus

Kandidosis

Terapi obat nystatin oral suspensi

Desain geligi tiruan

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Xerostomia

Page 22: lesi

Kecepatan aliran saliva harus diperiksa kemudian diberi terapi penatalaksanaan

xerostomia seperti: sering minum air, mengunyah permen karet, dsb.

Kebiasaan parafungsional

Terapi obat antidepresi trisiklik

Fobia kanker

Terapi obat antidepresi trisiklik

Penatalaksanaannya:

Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien

tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut,

yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8

jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada

saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap

keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak

mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.

Prognosis:

Pada umumnya prognosis BMS tipe 1 lebih baik daripada tipe 2, karena pada tipe yang

disebutkan terakhir, kecemasan kronis merupakan penghambat kesembuhan. Prognosis BMS

tipe 3 umumnya baik, asalkan faktor diet baik dan tidak dijumpai adanya faktor alergi. Secara

keseluruhan, tingkat kesembuhan 70% dari kasus-kasus BMS dapat diharapkan. Keberhasilan

terapi BMS tergantung pada diketahuinya semua faktor etiologi.

3.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut

a) Terapi simptomatik = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan gejala atau keluhan.

b) Terapi Kausatif = terapi yang ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab

(etiologi) sehingga penyakit tidak timbul lagi.

c) Terapi paliatif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

dengan meminimalkan perkembangan dari perjalanan suatu penyakit, juga dengan

dukungan dari keluarga, faktor psikologis, dan lingkungan.

Page 23: lesi

d) Terapi supportif = Terapi yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi tubuh secara

normal.

(Bengel et al., 1989; Lewis & Lamey , 1998; Langlais & Miller, 2000; Houston, 2009)

Page 24: lesi

Step IV Kesimpulan

4.1 penatalaksanaan efek radiotherapy

Terapi pada mukosa:

a. Penggunaan obat kumur

b. Mengkonsumsi makanan bernutrisi (protein) tinggi.

c. Menghindari makanan panas dan pedas.

d. Pemnberian obat sedative dan vitamin B untuk menanggulangi rasa sakit.

Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi hiposalivasi yang menyebabkan

xerostomia tersebut dengan:

a) Minum cairan dalam jumlah yang lebih banyak.

b) Mengkonsumsi obat-obatan yang dapat merangsang produksi saliva.

c) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk BMS akibat radioterapi:

a) Mengkonsumsi makanan yang lebih bernutrisi, tambahan konsumsi suplemen

(vitamin B) dan mineral (zinc)

b) Memperhatikan dosis dan durasi dari terapi radiasi.

Terapi untuk oral candidiasis:

Sebenarnya terapi tergantung dari jenis oral candidiasis yang ada, namun yang paling

umum terjadi adalah Candidiasis pseudomembran yang umumnya terdapat di mukosa

bukal, palatal dan dorsal lidah.

Medikasi yang dapat diberikan adalah:

a) Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).

b) Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet

itrakonazole).

4.2 Penatalaksanaan ulserasi

a. RAS :

- (Kasus ringan) dapat diaplikasikan obat topikal seperti orabase. Sebagai pereda rasa

sakit dapat diberikan topikal anestesi.

- (Kasus berat) dapat diaplikasikan preparat kortikosteroid topikal, seperti

triamcinolon atau fluorometholon (2-3 kali sehari setelah makan dan menjelang

tidur).

- Tetrasiklin obat kumur dan gel dapat mempersingkat waktu penyembuhan ulser.

Page 25: lesi

- Pada pasien ulser major atau multiple ulser minor yang parah yang tidak responsif

terhadap terapi topikal, diberikan terapi sistemik.

- Terapi ulser traumatik : membersihkan ulser dengan normal saline atau hydrogen

peroksida dengan campuran air.

b. Traumatik Ulser :

- Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi

atau penyebab (trauma).

- Terapi simptomatik pasien dengan traumatik ulser yaitu dengan pemberian obat

kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikla

anatesi.

- Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.

- Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-

benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain

mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam

waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi.

Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan

apakah ulser tersebut merupakan karsinoma

c. Penyakit behcet

terapi imunosupresi secara sistemis dan cara ini dan cara ini dapat meringankan

gejala-gejala mulutnya

4.3. Terapi mikroorganisme (jamur,bakteri,virus)

a. Jamur :

Candidiasis :

- Anti jamur topical (suspense oral nystatin dan tablet hisap clotrimazol).

- Anti jamur sistemik (tablet ketokonazole, tablet flukonazole, tablet

itrakonazole).

b. Bakteri :

Tuberculosis :

- Pengobatan local tidak diperlukan karena lesi oral akan hilang dengan

kemoterapi sistemik seperti rifampisin, isoniazid atau ethambuthol.

Page 26: lesi

Gonore :

- Pengobatan gonore didasarka pada pemberian antibiotic secara sistemis,

dengan procaine penicillin sebagai pilihan utama, yang dapat diberikan secara

intramuscular atau oral dengan kombinasi probenecid.

Sifilis :

- Pengobatan yang paling efektif untuk setiap stadium sifilis adalah dengan

procaine penicillin. Pasien harus terus dipantau selama minimal dua tahun

dan pemeriksaan serologis harus diulangi setiap periode tertentu.

c. Virus :

- Tidak diperlukan pengobatan khusus. Penderita hanya diminta untuk

beristirahat.

4.4. Penatalaksanaan BMS :

Pengobatan pada mulanya harus mencakup memberi penjelasan kepada pasien

tentang sifat masalah dan bahwa tidak ada gangguan serius terutama kanker mulut,

yang menyebabkan masalah tersebut.

Pasien harus diberi vitamin B1 300 mg sekali sehari dan vitamin B6 50 mg setiap 8

jam untuk waktu 1 bulan.

Bila desain gigi tiruan tidak baik, harus dibuatkan gigi tiruan yang baru.

Pasien harus dipanggil kembali untuk pengecekan setelah 4 minggu kemudian, pada

saat mana tes hematologi dan mikrobiologi mungkin perlu dilakukan. Setiap

keabnormalan yang dijumpai harus dikoreksi dengan penatalaksanaan yang tepat.

Terapi obat antidepresi trisiklik mempunyai peran pada penderita BMS yang tidak

mempunyai faktor-faktor presipitasi lainnya.

4.5 Macam-macam terapi jaringan lunak rongga mulut

a) Terapi simptomatik. c) Terapi paliatif

b) Terapi Kausatif d) Terapi supportif

Page 27: lesi

DAFTAR PUSTAKA

Greenberg. M.S et al,2003 Burket’s Oral Medicine, 10 ed, , Bc Decker Inc, Hamilton

Ontario, h. 94-8

Jainkittivong, et al. 2007, Candidiasis in OLP patiens undergoing topical steroid therapy,

Triple O, 104: 61-66

Mc Cullough, Savage ,N.W.,2005, Autralia Dent. J. Medication Suplement, 50;4

Mc Farlane et al ,2002 Essential of Microbiologi for dental student,Oxfort , New york, h.

287

Nolte. A.W.,1982. Oral Microbiologi,4 ed, The C.V Mosby co,St Louis, Toronto, London h.

523- 32

Pinborg,J.J. ,1994 , Atlas Penyakit Mukosa mulut, Edisi ke 4.Diterjemahkan oleh drg Kartika

Wangsaraharja , Bina rupa Aksara hal. 56-58

Silverman. S Jr at al, 2001, Essential of Oral Med, BC. Decker Inc, Hamilton, London, h.

170 – 177

Silverman .S. Jr. 1996, Color Atlas of Oral Manifestations of aids ,2ed, The C.V Mosby , St

Louis, Boston Baltimore, h. 18,28

Tripathi.K.D. ,2001, Essential of Medical Pharmacologi, Jaypee Brothers, h771- 2, 775 –8.

American Dental Association. 2003. The diagnosis and management of recurrent aphthous

stomatitis. J Am Dent Assoc, Vol 134, No 2, 200-207.

Greenberg, Martin S & Michael Glick. 2003. Burket’s Oral Medicine Diagnosis &

Treatment. 10ed. USA: BC Decker Inc.

MacPhail L. Topical and systemic therapy for recurrent aphthous stomatitis. Semin Cutan

Med Surg. 1997 Dec;16(4):301-307.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7899/1/09E01562.pdf)