Upload
erik-hill
View
248
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
y
Citation preview
1
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
DIABETES MELITUS TIPE II
Disusun Oleh
DANIEL EDWIN TANOKO
K1A003061
Pembimbing
dr. Yudhi Wibowo
KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
JURUSAN KEDOKTERAN
FKIK UNSOED
OKTOBER
2009
2
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA
DIABETES MELITUS TIPE II
Disusun Oleh:
DANIEL EDWIN TANOKO
K1A003061
Telah diperiksa, disetujui dan disahkan:
Hari :
Tanggal : Oktober 2009
Preseptor Lapangan
Tanda tangan dan stempel institusi
dr. Purwa Riana I . NIP 19770213.200903.2.004
Preseptor Fakultas
Tanda Tangan
dr. Yudhi Wibowo . NIP 19760123 200501 1 002
3
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Tn. Suwarja
Alamat lengkap : Rawalo RT 02/ RW 04 Rawalo, Kab. Banyumas.
Bentuk Keluarga : Nuclear Family
No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien
Klinik
Ket
1. Tn.
Suwarja
KK L 79 th SD Pensiun DM tipe
II
-
2. Ratinah Istri P 77 th SD Ibu Rumah
Tangga
-
Tabel 1. Daftar Anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumahSumber : Data Primer, 12 September 2009
Kesimpulan :
Dalam keluarga Ny. R, merupakan keluarga inti atau Nuclear Family. Tn. S menderita penyakit
Diabetes Melitus Tipe II.
4
BAB II
STATUS PENDERITA
A. PENDAHULUAN
Laporan ini disusun berdasarkan kasus yang diambil dari seorang laki-laki yang
berusia 79 tahun yang pernah menjalani pengobatan di Puskesmas Rawalo. Bapak tersebut
menderita Diabetes Melitus atau kencing manis dan hingga saat ini masih rutin menjalani
pengobatan dan kontrol satu bulan sekali di Puskesmas Rawalo.
Menurut WHO 1998, diperkirakan jumlah orang dengan diabetes di Indonesia akan
meningkat hampir 250 % dari 5 juta di tahun 1995 menjadi 12 juta di tahun 2025. Perkiraan
ini akan menjadi kenyataan apabila tidak ada upaya kita semua untuk mencegah atau paling
tidak mengeliminasi faktor-faktor penyebab ledakan tersebut. Maka penting kiranya bagi kita
untuk memperhatikan dan mencermatinya untuk kemudian bisa menjadikannya sebagai
pengalaman di lapangan.
B. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. S
Umur : 79 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Sudah menikah
Pendidikan Akhir : SD kelas 3
Pekerjaan : Pensiun
Agama : Islam
5
Alamat : Rawalo RT 02/ RW 04 Rawalo
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Tanggal periksa : 12 September 2009
C. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : Kesemutan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien kontrol ke puskesmas Rawalo dengan keluhan kesemutan. Kesemutan
dirasakan pada kedua tungkai bawah sehabis bangun tidur, sehingga saat bangun pasien
merasa terganggu untuk berjalan. Kesemutan hilang bila kedua kaki dihentak-hentakan ke
lantai sekitar 1 menit. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien merasa sering buang air kecil dan jumlahhnya banyak terutama pada malam
hari sekitar 3-4 kali. Pasien juga sering minum sekitar lebih dari 12 gelas belimbing.
Pasien sering merasa lapar, tetapi pasien tidak makan selain di jam makan.
Pasien juga kadang-kadang merasa lemas bila makan atau minum yang manis
walaupun hanya sedikit. Dua tahun yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit
Banyumas karena merasa lemas. Setelah diperiksa, ternyata pasien memiliki kadar gula
yang tinggi (sekitar 400). Sejak itu pasien baru ketahuan terkena sakit gula.
Pasien berharap penyakitnya dapat segera sembuh dan tidak kambuh lagi. Pasien
menginginkan perhatian dari keluarganya tidak hilang untuk mendukung pengobatanya,
mendukung dirinya dalam mengendalikan penyakitnya dan dukungan dari segi moral
pasien. Pasien berharap penyakitnya dapat segera disembuhkan dan mendapatkan obat
6
yang efisien untuk terapi penyakit diabetes melitusnya sehingga apabila kesehatannya
sudah pulih pasien akan merasa lebih nyaman. Harapan pasien bertambah setelah berobat
di puskesmas dan mengalami perbaikan. Pasien tidak terlalu merasa takut akan kondisi
kesehatanya, pasien merasa ada kemajuan setelah pasien minum obat dan mengatur pola
makan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit : Penyakit jantung disangkal, penyakit ginjal disangkal
- Riwayat mondok : 1x mondok di RS. Banyumas karena lemas dan
didiagnosa sakit gula.
- Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
- Riwayat pengobatan : Pengobatan rutin DM 1 bulan sekali di puskesmas
rawalo
- Riwayat operasi : tidak ada
4. Riwayat Penyakit Keluarga
- Orang tua : Diabetes disangkal (pasien mengatakan kalau zaman dahulu tidak
ada penyakit gula), penyakit jantung disangkal, hipertensi
disangkal.
- Keluarga : Saudara kandung : adiknya pernah mengalami luka yang sukar
sembuh
- Genogram
7
Keterangan :
: laki- laki
: perempuan
atau : meninggal :
: pasien
Sumber : Data Primer, 28 September 2009
Kesimpulan :
Tn S adalah anak kedua dari sembilan bersaudara. Sejak kecil hubungan Tn S dengan
kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya cukup harmonis dan penuh kasih sayang. Kedua
orang tua Tn S sudah meninggal, tetapi Tn S tidak mengetahui pasti penyakit yang
menyebabkan kematian orang tuanya.
Secara keseluruhan keluarga pasien dimungkinkan ada yang menderita penyakit
serupa dengan pasien yaitu adik kandungnya. Hubungan dalam keluaga Tn.S tidak terdapat
masalah semua tampak harmonis.
Berdasarkan genogram di atas, penyakit yang diderita pasien mungkin dapat
dipengaruhi dari faktor genetik.
Tarkim
JAWA
Susmiyah
JAWA
SuwarjaSastro Tuti Umi Anwar Adi Amin Siti WisnuDM DM
Pensiun Ibu RT Ibu RT PetaniSD SD SD SD SD SD SD SD SD
8
5. Riwayat Sosial dan Exposure
- Community : Pasien dalam kesehariannya tinggal dalam lingkungan keluarga
yang di dalamnya terdapat 2 orang
- Home : Rumah pasien kurang memenuhi kriteria rumah sehat, seperti
ventilasi kamar tidur kurang, jarak air sumur dengan jamban
dekat, dapur kurang ventilasi, terdapat kandang unggas tepat di
belakang rumah.
- Hobby : Nonton TV
- Occupational : Pensiun
- Personal habit : Pasien hanya aktivitas ringan di rumah seperti nonton TV, bersih-
bersih dan jalan-jalan. Pasien tidak merokok dan jarang berolah
raga.
- Diet : Sering makan dan minum yang manis seperti teh manis, kopi,
kue manis.
- Drug : Pengobatan DM rutin sejak 2 tahun yang lalu
6. Riwayat Gizi :
Pasien kesehariannya tinggal di rumah bersama istrinya. Pasien makan teratur
sehari tiga kali dengan menu sayur, lauk (daging atau ikan) dan kadang-kadang buah.
Pasien mendapat makan dari keponakannya yang mempunyai warung makan, kadang-
kadang pasien juga memasak sendiri. Pasien jarang beli makanan dari luar.
9
7. Riwayat Psikologi :
Pasien termasuk orang yang memiliki sifat periang. Apabila ada masalah, pasien
senang menceritakan masalah pribadinya kepada istrinya. Pasein memiliki prinsip bahwa
orang hidup pasti ada masalah jadi pasien tidak pernah menganggap masalah sebagai
beban pikiran. Penyakit DM yang dideritanya tidak dianggap sebagai beban. Pasien
menerima apa adanya yang dialami dan pasien memiliki semangat untuk sembuh dengan
minum obat teratur, mengurangi makan dan minum yang manis.
8. Riwayat Ekonomi :
Pasien sudah tidak bekerja lagi. Pendapatan pasien dikirim anaknya yang di Jakarta
sekitar Rp.650.000,00 per bulannya. Pasien juga memiliki hewan piaraan 20 itik dan 2
ayam yang kadang-kadang dijual untuk menambah pendapatan. Seekor itik dapat dijual
Rp.70.000,00 dan seekor ayam dijual Rp.40.000,00. Pasien tidak pernah mengalami
kekurangan dalam hal keuangan. Biaya pengobatan pun pasien dapat membayar sendiri.
9. Riwayat Demografi :
Hubungan antara pasien dengan keluarganya dapat dikatakan harmonis. Hal
tersebut dapat terlihat dari cara berkomunikasi pasien dengan istrinya yang tampak sangat
baik. Pasien juga mengaku sudah hampir tidak pernah bertengkar dengan istrinya dan bila
ada masalah selalu diselesaikan bersama. Selain itu atensi dari pihak saudara yang baik
dilihat dari ada salah satu sanak famili sering mengirimi makanan.
Pasien juga sering berkomunikasi dengan anaknya yang di Jakarta melalui telepon
minimal seminggu sekali. Pasien sangat menyayangi anaknya terlihat saat anaknya akan
10
datang saat lebaran, pasien membersihkan rumahnya untuk menyambut kedatangan
anaknya.
10. Riwayat Sosial :
Penyakit yang diderita pasien tidak begitu mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien hanya merasa terganggu saat bangun tidur karena kesemutan sehingga pasien sulit
untuk berjalan langsung. Hubungan pasien dengan tetangganya baik, pasien tidak pernah
memiliki masalah dengan tetangganya. Pasien masih sering mengikuti acara perkumpulan
warga, namun untuk acara warga tidak dapat diikuti semua oleh pasien seperti ronda dan
kerja bakti. Warga sekitar juga memaklumi melihat kondisi pasien sudah tua.
Pasien tinggal di Desa Rawalo bersama istrinya. Istrinya bekerja sebagai ibu
rumah tangga dan sangat perhatian terhadap pasien dengan mengingatkan minum obat,
kontrol ke puskesmas dan ikut mengatur menu makan untuk pasien.
11. Review of System
a. Keluhan Utama : Kesemutan
b. Kulit : Warna sawo matang
c. Kepala : Simetris, ukuran normal, sakit kepala (-)
d. Mata : Pandangan kabur (-).
e. Hidung : Keluar cairan (-)
f. Telinga : Pendengaran jelas, keluar cairan (-)
g. Mulut : Sariawan (-), mulut kering (-), mukosa merah muda
h. Tenggorokan : Sakit menelan (-)
11
i. Pernafasan : Sesak nafas (-), mengi (-), batuk (-)
j. Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada (-)
k. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), kembung (-), nyeri perut bagian atas (-), BAB
(+) normal
l. Sistem Muskuloskeletal : Lemas (+) kadang-kadang
m. Sistem Genitourinaria : Kencing (↑↑) terutama di malam hari
n. Ekstremitas : Atas : Bengkak (-), luka (-)
Bawah : bengkak (-), luka (-)
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, kesadaran Compos Mentis, status gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
a. Tekanan darah: 130/80 mmHg
b. Nadi : 84 x /menit, regular
c. RR : 18 x /menit
d. Suhu : 36,6O C
3. Status gizi
a. BB : 60 kg
b. TB : 165 cm
Kesan status gizi : 60/1652 Baik.
4. Kulit : Sianosis (-), turgor kulit kembali cepat (<1 detik), ikterus
(-)
12
5. Kepala : Bentuk kepala normal
6. Mata : Edema palpebra (-/-), konjunctiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), air mata (+), mata cekung (-/-)
7. Telinga : Bentuk normal, sekret (-/-)
8. Hidung : Napas cuping hidung (-), sekret (-/-)
9. Mulut : Bibir sianosis (-), mulut basah (+), Lidah kotor (-)
9. Tenggorokan : Radang (-)
10. Leher : Deviasi trakea (-), JVP meningkat (-), pembesaran kelenjar
limfe (-)
11. Thoraks : Bentuk simetris normal, benjolan (-), retraksi (-)
Jantung :
Inspeksi : Bentuk dada normal simetris,benjolan (-), tanda radang (-),
jejas (-), lesi (-)
Palpasi :IC teraba SIC V 2 jari medial LMCS, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD
Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD
Batas jantung kiri atas SIC II LPSS
Batas jantung kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1>S2 , reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
Inspeksi : Bentuk dada normal simetris, retraksi (-), gerakan paru
simetris, benjolan (-), tanda radang (-), jejas (-), lesi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), retraksi (-), Vokal Fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara dasar vesikular normal, ronkhi (-)
12. Punggung : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
13
13. Abdomen :
Inspeksi : Datar, asites (-), benjolan (-), lesi (-), jejas (-), tanda
radang (-)
Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan pada ulu hati (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani normal
14. Genitalia : Tidak dilakukan
15. Anorektal : Tidak dilakukan
16. Ekstremitas :
Superior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
Inferior : Edema (-/-), jejas (-/-), akral dingin (-/-)
17. Pemeriksaan Neurologik
Fungsi Luhur : Dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : Dalam batas normal
Fungsi Sensorik : Dalam batas normal
Fungsi motorik :
K 5 5 T N N RF N N RP - -
5 5 N N N N - -
18. Pemeriksaan Psikiatrik
Penampilan : Sesuai umur, perawatan diri cukup
Kesadaran : Kualitatif tidak berubah; kuantitatif compos mentis
Afek : Appropriate
Psikomotor : Normoaktif
Insight : Baik
14
19. Gula Darah Sewaktu
GDS 220
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Disarankan untuk melakukan pemeriksaan penunjang:
Cek GDS teratur untuk monitor kadar gula darah.
Profil lemak dan HbA1C
Tes lab fungi jantung dan ginjal.
F. RESUME
Penderita Tn. S usia 79 tahun, tinggal berdua dengan istrinya, sehingga bentuk
keluarga nuclear family. Dengan diagnosis Diabetes Melitus. Kondisi psikologi keluarga
cukup baik, yang terlihat dari pasien yang semangat ingin sembuh dengan minum obat teratur
dan mengurangi makanan manis. Status ekonomi cukup dan rumah pasien kurang sehat.
Sumber air minum berasal dari sumur dan higienitas kurang baik. Pasien dekat kepada
istrinya. Istri pasien sebagai ibu rumah tangga dan perhatian terhadap pasien.
15
Tabel . Master Problem ListProblemNumber
Approx.Date of onset
Date ProblemRecorded
Active Problems Inaktive/ResolvedProblems
DateResolved
1. 2007 14-09-2009 Tn. S mondok di RS. Banyumas karena lemas dan didiagnosa diabetes melitus
- -
2. 23 Juni 2007
14-09-2009 Tn. S periksa ke puskesmas dan di periksa GDS 263
- -
3. 14 September 2009
14-09 2009 Tn. S sering mengalami kesemutan
- -
4. 7 Oktober 2009
14-09 2009 Tn. S periksa ke puskesmas dan diperiksa GDS 220
- -
G. DIAGNOSTIK HOLISTIK
1. Aspek Personal
a. Pasien mengeluah kesemutan yang dirasakan pada kedua tungkai bawah sehabis
bangun tidur, sehingga saat bangun pasien merasa terganggu untuk berjalan.
Kesemutan hilang bila kedua kaki dihentak-hentakan ke lantai sekitar 1 menit.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.
b. Pasien berharap penyakitnya dapat segera sembuh dan tidak kambuh lagi.
c. Pasien menginginkan perhatian dari keluarganya tidak hilang untuk mendukung
pengobatanya, mendukung dirinya dalam mengendalikan penyakitnya dan dukungan
dari segi moral pasien.
2. Aspek Klinis
Diagnosa : Diabetes Melitus Tipe II
Gejala klinis yang muncul : parestesi, poliuri, polidipsi dan polifagi
3. Apek Faktor Resiko Intrinsik Individu
16
a. Usia pasien merupakan usia yang sudah memasuki masa rentan untuk mengidap
penyakit DM tipe II. Usia seseorang yang telah memasuki usia 40 tahun ke atas
memiliki kecenderungan mengidap penyakit DM tipe II lebih tinggi dari pada yang
berusia kurang dari 40 tahun.
b. Selain itu ditinjau dari faktor genetik atau keturunan, pasien juga memiliki faktor
resiko untuk terkena DM. Hal tersebut nampak dari adik pasien yang pernah luka dan
tidak sembuh-sembuh (curiga DM).
c. Kebiasaan hidup pasien yang suka makan dan minum yang manis juga merupakan
faktor resiko intrinsik untuk munculnya penyakit DM.
4. Aspek Faktor Resiko Ekstrinsik Individu
a. Pasien mempunyai pendidikan terakhir SD kelas 3.
b. Kurang taunya pengetahuan tentang kesehatan. Hal tersebut diketahui dari sikap
pasien yang mengatakan zaman dahulu tidak ada sakit gula dan saat pasien merasa
lemas pasien tidak segera memeriksakan diri ke pelayanan pengobatan. Pasien baru
pergi ke pelayanan kesehatan setelah benar-benar tidak kuat dan harus sampai
mondok.
5. Aspek Skala Penilaian Fungsi Sosial
Pasien mempunyai aspek skala penilaian 2, pasien masih dapat beraktivitas
sehari-hari seperti biasanya tetapi mengalami sedikit kesulitan saat bangun tidur karena
kesemutan.
H. PENATALAKSANAAN
17
Patient centered
1. Non Medika mentosa
a. Olah raga secara teratur minimal 3 kali dalam seminggu selama kurang lebih 30
menit.
b. Diet makanan dengan indeks gula rendah atau membatasi asupan gula dan kolesterol.
c. Menghindari stress.
d. Bed rest atau cukup istirahat.
2. Medika mentosa
a. Glibenclamide 5 mg 1-0-0
b. Neurodex tab 3 x 1
3. Edukasi
a. Menerangkan bahwa penyakit yang diderita pasien tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikendalikan dengan gaya hidup sehat dan pengobatan.
b. Penderita DM dapat mengalami komplikasi yang banyak menyerang bagian tubuh
seperti otak, mata, jantung, ginjal, kulit dan lain-lain.
c. Pentingnya periksa rutin untuk kadar gula darah dan profil lemak.
Fokus Keluarga
1. Menjelaskan bahwa keluarga ada kemungkinan bias terkena diabetes melitus.
2. Deteksi dini dengan menyarankan keluarga untuk periksa kadar gula dan profil lemak
tiap 6 bulan sekali.
3. Pencegahan dengan gaya hidup sehat dengan olah raga dan makan makanan dengan
menu sehat.
Fokus Komunitas
18
Edukasi pentingnya gaya hidup sehat karena sekarang penyakit DM tidak selalu karena
keturunan tetapi juga bias didapat.
I. FOLLOW UP
Sabtu, 12 September 2009
S : Kesemutan di kedua tungkai bawah saat bangun tidur
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak
tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik)
VS : Tensi : 130/80 RR : 18 x/mnt, reguler
Nadi : 84 x/mnt Suhu : 36,6° C
A : DM dengan keluhan parestesi.
P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi,
penderita dianjurkan olah raga teratur.
Senin, 28 September 2009
S : Kesemutan di kedua tungkai bawah saat bangun tidur lebih jarang dirasakan
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak
tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik)
VS : Tensi : 120/70 RR : 18 x/mnt, reguler
Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,5° C
A : DM dengan keluhan parestesi.
P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi,
penderita dianjurkan olah raga teratur.
Senin, 5 Oktober 2009
19
S : Kesemutan di kedua tungkai bawah saat bangun tidur lebih jarang dirasakan
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak
tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik)
VS : Tensi : 130/70 RR : 20 x/mnt, reguler
Nadi : 84 x/mnt Suhu : 36,6° C
A : DM dengan keluhan parestesi.
P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi,
penderita dianjurkan olah raga teratur.
Senin, 12 Oktober 2009
S : Kesemutan di kedua tungkai bawah saat bangun tidur dirasakan kadang-kadang
O : Keadaan umum tampak baik, mata cekung (-), air mata (+), mulut basah, tidak
tampak haus, turgor kulit kembali cepat (<1 detik)
VS : Tensi : 120/70 RR : 18 x/mnt, reguler
Nadi : 80 x/mnt Suhu : 36,6° C
A : DM dengan keluhan parestesi.
P : Habiskan obat yang diberikan, makan makanan berindeks gula rendah dan bergizi,
penderita dianjurkan olah raga teratur.
Kesimpulan :
Dari follow up yang telah dilakukan dari hari Sabtu, 12 September 2009 sampai dengan
hari 12 Oktober 2009, pasien mengalami perkembangan ke arah yang lebih baik.
J. FLOW SHEET
20
Nama : Tn.S
Diagnosis : Diabetes Melitus
Tabel . Flow Sheet
No Tgl ProblemT
mmHg
N
x/1
BB
kg
TB
cm
RBWPlanning Target
1. 12-
09-
2009
Kesemu
tan di
kedua
tungkai
bawah
saat
bangun
tidur
130/80 84 60 165 - Glibencla
mide
- Neurodex
Diet
makanan
dengan
indeks
gula
rendah
Kesemutan
berkurang
2 28-
09-
2009
Semutan
kedua
tungkai
bawah
saat
bangun
tidur
(kadang
-
kadang)
130/75 80 61 165 - Glibencla
mide
- Neurodex
-Diet
makanan
dengan
indeks gula
rendah
Kesemutan
berkurang
3 05-
10-
2009
Semutan
kedua
tungkai
bawah
saat
bangun
tidur
130/70 84 60 165 - Glibencla
mide
- Neurodex
- Diet
makanan
dengan
indeks
Kesemutan
berkurang
21
(terkada
ng)
gula
rendah
4 12-
10-
2009
Kadang
semutan
di kedua
kaki
saat
bangun
tidur
120/70 80 62 165 - Glibencla
mide
- Neurodex
- Diet
makanan
dengan
indeks
gula
rendah
Kesemutan
hilang
BAB III
22
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga terdiri dari penderita (Tn. S) yang sudah tidak bekerja lagi (pensiun)
dan istrinya. Tn. S adalah suami dari Ibu R, berumur 79 tahun. Tn. S mempunyai 1
orang anak yaitu Tn. N (50 tahun). Keluarga Tn.S merupakan keluarga yang kurang
mengerti tentang kesehatan. Saat Tn.S sering mengalami kesemutan dan tiga tanda
khas DM (Polidipsi, Polifagi, Poliuri) Tn.S tidak langsung memeriksakan keadaannya
ke dokter atau ke Puskesmas. Setelah Tn.S merasa badannya lemas, Tn.S baru berobat
ke puskesmas.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan antara Tn.S dengan keluarganya dapat dikatakan baik. Hal tersebut dapat
terlihat dari cara berkomunikasi pasien dengan istrinya yang tampak sangat baik. Tn.S
juga mengaku sudah hampir tidak pernah bertengkar dengan istrinya. Tn.S juga selalu
menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Istri Tn.S juga perhatian dengan suaminya
dengan mengingatkan untuk minum obat. Tn.S sangat menyayangi anaknya, terbukti
persiapannya saat menyambut kedatangan anaknya saat lebaran.
3. Fungsi Sosial
Tn.S senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena kondisi Tn.S
yang sudah tua menuntut beliau banyak beristirahat mengakibatkan Tn.S tidak dapat
mengikuti semua acara warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Tn.S dengan tetangga
dan masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik.
4. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Penghasilan keluarga berasal dari penghasilan anaknya. Dari pernyataan Tn.S
penghasilan keluarga dalam sebulan masih mencukupi untuk keperluan hidup sehari-hari.
Apalagi ditunjang dari penjualan hewan peliharaan Tn.S. anak-anak beliau yang sudah
berkeluarga dan hidup mandiri terkadang sering mengirimi Ibu R uang bulanan untuk
menunjang ekonomi keluarganya. Biaya pengobatan pasien di Puskesmas juga ditanggung
sendiri.
23
Kesimpulan :
Tn. S sudah pensiun dan hanya tinggal di rumah dengan istrinya. Tn.S memiliki 1
orang anak yang sudah tidak tinggal dengan beliau. Tn.S sangat menyayangi keluarganya,
hal ini nampak cara komunikasi dengan istrinya, pernyataan hampir tidak pernah bertengkar
dan cara menyambut kedatangan anaknya. Tn.S aktif dalam kegiatan kemasyarakat, akan
tetapi karena keterbasan fisik yang disebabkan karena penyakit dan usianya Tn.S tidak dapat
mengikuti semua acara warg. Tn.S berasal dari kalangan ekonomi menengah. Penghasilan
berasal dari anak dan hasil penjualan hewan peliharaannya. Akan tetapi menurut pengakuan
Tn.S penghasilannya sebulan bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, bahkan dapat
juga untuk berobat.
B. FUNGSI FISIOLOGIS (A.P.G.A.R SCORE)
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan A.P.G.A.R SCORE dengan
nilai hampir sering = 2, kadang = 1, jarang = 0. A.P.G.A.R SCORE disini akan dilakukan
pada masing-masing anggota keluarga dan kemudian dirata-rata untuk menentukan fungsi
fisiologis keluarga secara keseluruhan. Nilai rata-rata 0-3 = sama sekali tidak sehat, 4-6 =
kurang sehat, 7-10 = sehat.
ADAPTATION
Dalam menghadapi masalah selama ini penderita selalu mendapatkan dukungan
berupa nasehat dari keluarganya. Jika penderita menghadapi suatu masalah selalu
menceritakan kepada istrinya. Penyakitnya ini kadang mengganggu aktivitasnya saat bangun
tidur.
PARTNERSHIP
Komunikasi terjalin satu sama lain, meskipun waktu kebersamaan dirasa singkat. Setiap ada
permasalahan didiskusikan bersama dengan anggota keluarga lainnya, komunikasi dengan istri dan
anggota keluarga lainnya berjalan dengan baik.
GROWTH
Pasien merasa bersyukur dapat mengurusi kebutuhan rumah tangganya.
AFFECTION
24
Pasien merasa hubungan kasih sayang dan interaksi dengan istri, anak-anaknya dan cucu-
cucunya berjalan dengan lancar. Pasien juga sangat menyayangi keluarganya, begitu pula sebaliknya.
RESOLVE
Rasa kasih sayang yang diberikan kepada pasien cukup, baik dari keluarga maupun dari
saudara-saudara.
A.P.G.A.R Tn.S Terhadap Keluarga Hampir selalu
Kadang-kadang
Hampir tidak pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8
Tn.S mendapat penilaian APGAR didapatkan point 8.
A.P.G.A.R Ny. R Terhadap Keluarga Hampir selalu
Kadang-kadang
Hampir tidak pernah
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
25
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Total poin = 8
Ny. R mendapat penilaian APGAR didapatkan point 8.
A.P.G.A.R SCORE keluarga pasien = (8+8)/2
= 8
Kesimpulan : Fungsi fisiologis keluarga pasien sehat
Secara keseluruhan total poin dari A.P.G.A.R keluarga pasien adalah 16, sehingga
rata-rata A.P.G.A.R dari keluarga pasien adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
fisiologis yang dimiliki keluarga pasien dalam keadaan sehat.
C. FUNGSI PATOLOGIS (S.C.R.E.E.M)
SUMBER PATOLOGI KETSocial Interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga juga dengan saudara,
partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan kurang aktif.-
Cultural Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik, hal ini dapat dilihat dari pergaulan sehari-hari baik dalam keluarga maupun di lingkungan, banyak tradisi budaya yang masih diikuti. Sering mengikuti acara-acara yang bersifat hajatan, yasinan, mauludan, dll. Menggunakan bahasa jawa, tata krama dan kesopanan.
-
Religion Pemahaman agama cukup. Penerapan ajaran juga baik, hal ini dapat dilihat dari penderita dan keluarga yang rutin menjalankan sholat lima waktu di masjid. Sebelum sakit penderita rutin mengaji di sore hari di masjid dekat rumah.
-
Economic Ekonomi keluarga ini tergolong rendah, untuk kebutuhan primer sudah bisa terpenuhi, meski belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder rencana ekonomi tidak memadai, diperlukan skala prioritas untuk pemenuhan kebutuhan hidup
-
Education Pendidikan anggota keluarga kurang memadai. Pendidikan dan pengetahuan penderita kurang. Kemampuan untuk memperoleh dan memiliki fasilitas pendidikan seperti buku dan koran terbatas.
+
Medical Dalam mencari pelayanan kesehatan keluarga menggunakan pelayanan puskesmas dan tidak menggunakan kartu ASKIN untuk berobat.
-
Fungsi patologis dari keluarga Tn. S dinilai dengan menggunakan S.C.R.E.E.M sebagai
berikut :
Keterangan :
Social (-) artinya keluarga Tn.S sudah berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
26
Cultural (-) artinya keluarga Tn.S masih aktif dalam pergaulan sehari-hari.
Keluarga Tn.S masih menganut tradisi jawa, hal ini terbukti keluarga Tn.S masih
mengikuti tradisi yasinan, mauludan, menggunakan bahasa jawa, tata krama dan
kesopanan.
Religion (-) artinya keluarga Tn.S sudah memiliki pemahaman agama yang
cukup, hal tersebut dapat dilihat dari keaktifan Tn.S dalam mengikuti pengajian sebelum
Tn.S sering sakit-sakitan dan aktifnya suami Tn.S menjadi imam di mushola dekat rumah.
Economic (+) artinya ekonomi keluarga pasien masih tergolong rendah, namun
untuk memenuhi kebutuhan primer sudah bisa tercukupi.
Education (+) artinya keluara Tn. S masih memiliki pengetahuan yang kurang,
khususnya mengenai permsalahan kesehatan
Medical (-) artinya dalam mencari pelayanan kesehatan pasien sudah baik, yaitu
dengan langsung mengunjungi Puskesmas terdekat tidak berobat ke dukun atau yang
semisalnya.
Kesimpulan :
Dalam keluarga Tn. S fungsi patologis yang positif adalah fungsi Fungsi Edukasi.
D. Informasi Pola Interaksi Keluarga
Diagram 2. Pola Interaksi Keluarga Tn.S
DALAM SATU RUMAH TIDAK SATU RUMAH
Ny.R
Tn. SNy.Y
Tn.B
Tn. S
Ny.H
An.D
27
Sumber : Data Primer, 28 September 2009
Keterangan : Hubungan dekat
Kesimpulan :
Hubungan antara anggota keluarga di keluarga Tn.S baik-baik saja dan sangat harmonis
dan saling dukung mendukung.
28
BAB IV
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
A. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
1. Faktor Perilaku
Perilaku di dalam keluarga ini sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
pada anggota keluarga, terutama perilaku yang berhubungan dengan kesehatan. Keluarga ini
menyadari arti penting kesehatan, namun belum memiliki standar hidup sehat. Hal ini
dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan di bidang kesehatan, terbukti dari sikap pasien yang
baru berobat ke pelayanan kesehatan setelah mengalami keluhan dimana pasien tidak kuat
menahan keluhan tersebut. Pasien juga tidak tahu mengenai gejala-gejala penyakit
diabetes melitus.
Tn.S adalah seorang bapak yang melepas hari tuanya dengan tinggal hanya berdua
dengan istrinya. Pola makan Tn.S merupakan salah satu faktor resiko yang bisa
mencetuskan penyakit yang sekarang beliau derita yaitu Diabetes Melitus. Sebelum sakit,
setiap harinya Tn.S termasuk tipikal orang yang banyak makan. Selain itu, setiap harinya
Tn.S gemar mengkonsumsi teh, kopi dan roti manis. Hampir kurang lebih 3-4x beliau
mengkonsumsi teh maupun kopi per harinya. Pasien juga jarang berolah raga. Kurangnya
pengetahuan Tn.S mengenai faktor resiko yang memungkinkan seseorang mengidap
diabetes mellitus, Tn.S sering mengabaikan faktor resiko tersebut. Hal tersebut
dikarenakan ketidaktahuan Tn.S bahwa beliau termasuk orang yang beresiko terkena
diabetes mellitus ditinjau dari faktor keturunan karena adik kandungnya ada yang
dicurigai menderita penyakit diabetes mellitus.
2. Faktor Non Perilaku
Faktor genetik merupakan salah satu faktor non perilaku yang memiliki andil
paling besar terhadap kejadian penyakit diabetes mellitus yang sekarang diderita oleh
Tn.S. Dari hasil anamnesis tidak didapatkan ada riwayat orang tua Tn.S yang mengidap
penyakit diabetes mellitus. Akan tetapi besar kemungkinan salah satu orang tua Ibu R
merupakan carrier diabetes mellitus meskipun tidak bermanifestasi sebagi penyakit
29
diabetes mellitus. Salah satu adiknya juga pernah terkena luka yang sukar sembuh
(dicurigai diabetes melitus)
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga ini termasuk keluarga menengah.
Keluarga ini memiliki dua sumber penghasilan yaitu dari kiriman anak dan dari jual
hewan piaraan.
Rumah yang dihuni keluarga ini bisa dikatakan kurang sehat. Ventilasi kamar tidur
kurang, jarak air sumur dengan jamban dekat, dapur kurang ventilasi, terdapat kandang
unggas tepat di belakang rumah
Diagram 3. Faktor Perilaku dan Non Perilaku
: Faktor Perilaku
: Faktor Non Perilaku
Keluarga Tn.S
Lingkungan:Rumah kurang sehat tetapi dari faktor
lingkungan tidak didapatkan suatu faktor resiko yang berpengaruh pada
penyakit pasien
Keturunan:Dicurigai ada faktor keturunan, yaitu adik
kandungnya pernah luka sulit sembuh
Sikap:Sebelum sakit gemar konsumsi
teh, kopi dan roti manisPasien jarang berolah raga
Pengetahuan :Kurangnya pengetahuan baik pasien itu sendiri maupun keluarga mengenai penyakit diabetes
melitus.
30
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah berukuran 10x14 m2 yang berdempetan
dengan rumah tetangganya dan menghadap ke barat. Memiliki pekarangan rumah di
sebelah depan, samping kiri dan belakang. Rumah ini mempunyai 1 lantai dan terdiri dari
4 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, kamar mandi dan dapur. Depan
rumah terdapat rumah tetangga dan begitu juga di samping kanan dan kiri rumah terdapat
rumah tetangga. Lantai rumah menggunakan tegel. Atap rumah memakai genteng dan
bagian dalam sudah menggunakan langit-langit. Jendela rumah ditutup dengan kaca dan
di tutup menggunakan gorden.
2. Denah Rumah
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Kamar Tidur
Ruang Tamu
WC
Ruang Makan
Ruang Keluarga
P e k a r a n g a n
R u m a h
Pekarangan rumah
Kandang Piaraan Unggas
Dapur
31
BAB V
DAFTAR MASALAH & PEMBINAAN KELUARGA
A. Masalah medis :
Diabetes Melitus Tipe 2
B. Masalah non medis :
1. Tn. S sebelum sakit memiliki kebiasaan makan banyak dan sering mengkonsumsi teh dan
kopi dalam jumlah berlebih dalam sehari.
2. Tn. S kurang memiliki pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit Diabetes Melitus.
3. Tingkat pengetahuan keluarga Tn. S mengenai kesehatan pada umumnya dan Diabetes
Melitus pada khususnya kurang.
4. Tn. S merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah berolahraga.
C. Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada dengan faktor-
faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien).
Tn. S 79 tahunDiabetes Melitus
Tipe 2
1. Tn. S memiliki kebiasaan makan banyak dan sering mengkonsumsi teh & kopi.(Intake kalori / gula ↑↑↑)
2. Tn. S kurang memiliki pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit DM
3. Tingkat pengetahuan mengenai kesehatan ↓↓↓
4. Aktivitas ↓↓↓ atau jarang berolahraga
32
D. Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks (Azrul, 1996).
No. Daftar Masalah I T R Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Tn.S memiliki kebiasaan makan
banyak dan sering mengkonsumsi
teh & kopi. (Intake kalori/gula ↑↑↑)
4 5 5 3 4 4 4 19200
2. Tn.S kurang memiliki
pengetahuan mengenai faktor
resiko penyakit DM
4 4 4 3 4 4 5 15360
3. Tingkat pengetahuan mengenai
kesehatan ↓↓↓
5 4 4 3 4 3 4 11520
4. Aktivitas ↓↓↓ atau jarang
berolahraga
4 5 4 4 3 3 3 8640
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn: Man (tenaga yang tersedia)
Mo: Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
33
E. Prioritas Masalah
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Tn.S
adalah sebagai berikut :
1. Tn.S memiliki kebiasaan makan banyak dan sering mengkonsumsi teh dan kopi dalam
jumlah berlebih dalam sehari.
2. Tn.S kurang memiliki pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit Diabetes Melitus.
3. Tingkat pengetahuan keluarga Tn.S mengenai kesehatan pada umumnya dan Diabetes
Melitus pada khususnya kurang.
4. Tn.S merupakan tipikal orang yang malas atau bahkan hampir tidak pernah berolahraga.
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah kebiasaan Tn.S dalam mengkonsumsi makanan
per hari dimana karena minimnya pengetahuan mengenai faktor resiko penyakit diabetes
mellitus Tn.S sering mengkonsumsi baik makanan maupun minuman yang memiliki indeks
gula tinggi. Sehingga jumlah masukan kalori atau gula perhari relatif tinggi.
F. RENCANA PEMBINAAN KELUARGA
1. Tujuan
Pembinaan keluarga untuk memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga agar
lebih mengerti akan apa penyakit diabetes melitus, apa saja yang dapat memperparah
diabetes melitus dan bagaimana cara mengendalikan diabetes melitus. Lebih khususnya lagi,
pembinaan keluarga ini bertujuan agar pasien dapat lebih bisa mengontrol gaya hidup sehat.
Juga membina keluarga supaya mau tetap memperhatikan pasien terutama dalam pola makan
dan konsumsi obat yang teratur.
Tujuan Umum :
Setelah diberikan konseling diharapkan keluarga dan penderita lebih memahami
mengenai diabetes melitus dan mengetahui peran keluarga dalam perjalanan penyakit
tersebut.
Tujuan Khusus :
a. Pasien dapat mengerti apa itu diabetes melitus
b. Pasien dapat mengetahui komplikasi-komplikasi yang bisa terjadi karena diabetes
melitus.
34
c. Pasien dapat melakukan pencegahan terhadap keluarganya yang kemungkinan dapat
terkena diabetes melitus.
2. Materi
a. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pengertian diabetes melitus.
i. Definisi diabetes melitus
ii. Penyakit keturunan atau didapat
iii. Penyakit yang tidak dapat disembukan tetapi dapat dikendalikan
iv. Menyerang semua umur dan golongan
v. Tanda dan gejala
b. Edukasi kepada pasien dan keluarga akan bahaya diabetes melitus
i. Komplikasi akut
ii. Komplikasi kronis
c. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pengendalian dan pencegahan diabetes
melitus
i. Edukasi perubahan perilaku
ii. Perencanaan makan
iii. Latihan jasmani
iv. Obat-obatan
3. Cara Pembinaan
Pembinaan dilakukan di rumah pasien dalam waktu yang telah ditentukan bersama.
Pembinaan dilakukan dengan cara memberikan konseling dan pemberian leaflet kepada
pasien dan keluarga, dalam suatu pembicaraan santai sehingga pesan yang disampaikan dapat
diterima oleh pasien dan keluarga.
4. Sasaran
Sasaran pembinaan ini adalah pasien dan keluarga pasien.
5. Target Waktu
a. Hari / Tanggal : Senin, 12 Oktober 2009
b. Waktu : 16.30
c. Tempat : Rawalo RT 02 / RW 04
6. Cara Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tanya jawab secara lisan
35
Pembinaan Keluarga Yang Telah Dilakukan
Tanggal Kegiatan yang dilakukan Anggota
keluarga yang
terlibat
Hasil kegiatan
12
Oktober
2009
1. Mengkaji pengetahuan pasien tentang
penyakit diabetes melitus
2. Memberikan penjelasan tentang :
Pengertian DM
Faktor resiko dan
penyebab DM
Tanda dan gejala
Akibat DM
Cara pencegahan
DM
3. Menganjurkan pasien untuk periksa rutin
ke Puskesmas
Pasien dan istri Pasien
memahami apa
yang telah
disampaikan
tentang diabtes
melitus
12
Oktober
2009
1. Menanyakan ulang apa saja yang telah
dijelaskan.
2. Menjelaskan kembali apa yang belum
atau pasien lupa tentang yang sudah
dijelaskan
Pasien dan istri Pasien dan
keluarga sudah
jelas tentang
apa yang di
anjurkan
36
Kesimpulan Pembinaan Keluarga
Tanggal Tingkat
pemahaman
Faktor Penyulit Faktor
Pendukung
Rencana
Selanjutnya
12/10/09 Lumayan baik Tingkat pemahaman
pasien kurang
Pasien memiliki
motivasi untuk
sembuh
Melakukan
evaluasi tentang
apa yang sudah
dijelaskan
12/10/09 Lumayan baik Daya ingat pasien kurang Istri pasien
membantu
mengingatkan
dalam
pengobatan
pasien
37
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi.
Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan
walaupun sudah jelas dampak negatifnya , yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama
akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.1
B. EPIDEMIOLOGI
Penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 %
pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado
didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan
kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun ketahun.
Berdasarkan pola pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada
sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4
% akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh
dokter spesialis / subspesialis / endokrinologis.1
Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM, yang seyogyanya diintegrasikan
kedalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum adalah sangat penting. Kasus DM yang
tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalau
kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan pengelolaan ditingkat
pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka
panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu
secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM
pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali
kepada dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar
glukosa darahnya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan
harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal
38
ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran / Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama. Untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untuk
menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penderita DM.
Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang
berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting
lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya
akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan DM.1,2
C. TANDA DAN GEJALA DIABETES MELLITUS
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis
yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula
dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang
mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.2
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.2
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan
cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang
menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1.2
39
Lain halnya pada penderita diabetes mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami
berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing
manis.2
D. DIAGNOSIS
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menegakkan diagnosis DM harus
diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis
DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan
bahan glukosa darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah
seyogyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya . Untuk memantau kadar glukosa
darah dapat dipakai bahan darah kapiler.3
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat-
alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan sesuai
dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala , hasil pemantauan dengan cara reagen
kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.3
1. Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya
(mass-screening = pemeriksaan penyaring) tidak dianjurkan karena disamping biaya yang mahal,
rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat
kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check up) , adanya
pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut sangat dianjurkan.3
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor risiko
untuk DM, yaitu :
a. Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
b. Kegemukan {bb (kg) > 120% bb idaman atau imt > 27 (kg/m2)}
c. Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)
d. Riwayat keluarga dm
e. Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram
f. Riwayat dm pada kehamilan
40
g. Dislipidemia (hdl < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
h. Pernah tgt (toleransi glukosa terganggu) atau gdpt (glukosa darah puasa terganggu)3
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Bukan DM Belum Pasti DM DM
Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Plasma vena < 110 110-199 ≥ 200
Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200
Kadar Glukosa Darah Puasa
Plasma vena < 110 110-125 ≥ 126
Darah kapiler < 90 90-109 ≥ 110
*metode enzimatik
2. Langkah-Langkah Untuk Menegakkan Diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur
dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk patokan
diagnosis DM.4
Kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali
saja abnormal , belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.4
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
a. 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
b. Kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
c. Puasa semalam, selama 10-12 jam
d. Kadar glukosa darah puasa diperiksa
41
e. Diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgbb, dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum
selama/dalam
f. Waktu 5 menit
g. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama pemeriksaan
subyek yang
h. Diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.4
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) 200 mg/dl , atau
b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) 126 mg/dl
c. Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam terakhir atau kadar glukosa plasma 200
mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO
Kriteria diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti ketoasidosis atau berat
badan yang menurun cepat. Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin diklinik.4
E. KLASIFIKASI
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia) adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi DM menurut American Diabetes
Association (ADA) 1997, sbg berikut :
a. Diabetes Melitus tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
dapat terjadi karena :
i. Autoimun
ii. Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya)
b. Diabetes Melitus tipe 2 (bervariasi mulai dari yang terutama dominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin)
c. Diabetes Melitus tipe lain :
i. Defek genetik fungsi sel beta :
1. Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
2. DNA mitokondria
ii. Defek genetik kerja insulin
iii. Penyakit endokrin pankreas :
42
1. Pankreatitis
2. Tumor pankreas /pankreatektomi
3. Pankreatopati fibrokalkulus
iv. Endokrinopati :
1. Akromegali
2. Sindrom cushing
3. Feokromositoma
4. Hipertiroidisme
v. Karena obat/zat kimia :
1. Vacor, pentamidin, asam nikotinat
2. Glukokortikoid, hormon tiroid
3. Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
vi. Infeksi :
Rubella kongenital, cytomegalovirus (cmv)
vii. Sebab imunologi yang jarang :
Antibodi anti insulin
viii. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan dm :
Sindrom down, sindrom kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
d. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)5
F. PENGELOLAAN
Tujuan :
1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman
dan sehat.
2. Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun
neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas DM.
3. Cara : menormalkan kadar glukosa, lipid, insulin.
Mengingat mekanisme dasar kelainan DM tipe-2 adalah terdapatnya faktor genetik,
tekanan darah, resistensi insulin dan insufisiensi sel beta pankreas, maka cara-cara untuk
memperbaiki kelainan dasar yang dapat dikoreksi harus tercermin pada langkah
pengelolaan.
43
4. Kegiatan : mengelola pasien secara holistik, mengajarkan perawatan mandiri dan
melakukan promosi perubahan perilaku.6
Pilar utama pengelolaan DM :
1. Edukasi
2. Perencanaan makan
3. Latihan jasmani
4. Obat-obatan
Pada dasarnya, pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan disertai dengan
latihan jasmani yang cukup selama beberapa waktu (2-4 minggu). Bila setelah itu kadar glukosa
darah masih belum dapat memenuhi kadar sasaran metabolik yang diinginkan, baru dilakukan
intervensi farmakologik dengan obat-obat anti diabetes oral atau suntikan insulin sesuai dengan
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, DM dengan stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, insulin dapat segera diberikan. Pada keadaan
tertentu obat-obat anti diabetes juga dapat digunakan sesuai dengan indikasi dan dosis menurut
petunjuk dokter. Pemantauan kadar glukosa darah bila dimungkinkan dapat dilakukan sendiri di
rumah, setelah mendapat pelatihan khusus untuk itu. 6
Edukasi
Diabetes Tipe 2 biasa terjadi pada usia dewasa, suatu periode dimana telah terbentuk
kokoh pola gaya hidup dan perilaku. Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan
partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus
mendampingi pasien dalam perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup.
Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi, pengembangan
keterampilan (skill), dan motivasi yang berkenaan dengan:
a. Makan makanan sehat;
b. Kegiatan jasmani secara teratur;
c. Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik;
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala;
f. Mengelola diabetes dengan tepat;
g. Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan;
44
h. Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian
masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil. Perubahan perilaku hampir sama
dengan proses edukasi dan memerlukan penilaian, perencanaan, implementasi, dokumentasi, dan
evaluasi.6
Perencanaan makan
Diabetes tipe 2 merupakan suatu penyakit dengan penyebab heterogen, sehingga tidak
ada satu cara makan khusus yang dapat mengatasi kelainan ini secara umum. Perencanaan
makan harus disesuaikan menurut masing-masing individu. Pada saat ini yang dimaksud dengan
karbohidrat adalah gula, tepung dan serat, sedang istilah gula sederhana/simpel, karbohidrat
kompleks dan karbohidrat kerja cepat tidak digunakan lagi. Penelitian pada orang sehat maupun
mereka dengan risiko diabetes mendukung akan perlunya dimasukannya makanan yang
mengandung karbohidrat terutama yang berasal dari padi-padian, buah-buahan, dan susu rendah
lemak dalam menu makanan orang dengan diabetes. Banyak faktor yang berpengaruh pada
respons glikemik makanan, termasuk didalamnya adalah macam gula: (glukosa, fruktosa,
sukrosa, laktosa), bentuk tepung (amilose, amilopektin dan tepung resisten), cara memasak,
proses penyiapan makanan, dan bentuk makanan serta komponen makanan lainnya (lemak,
protein). Pada diabetes tipe 1 dan tipe 2, pemberian makanan yang berasal dari berbagai bentuk
tepung atau sukrosa, baik langsung maupun 6 minggu kemudian ternyata tidak mengalami
perbedaan repons glikemik, bila jumlah karbohidratnya sama. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa jumlah total kalori dari makanan lebih penting daripada sumber atau macam
makanannya.6
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat 60-70%
Protein 10-15%
Lemak 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman. Untuk penentuan status gizi,
dipakai Body Mass Index (BMI) = Indeks Massa Tubuh (IMT).
45
IMT = BB(kg)/TB(m2)
Tabel 2. Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Klasifikasi IMT (Asia Pasific)
Lingkar Perut
<90cm (Pria)
<80cm (Wanita)
>90cm (Pria)
>80cm (Wanita)
Risk of co-morbidities
BB Kurang <18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih >23,0 :
- Dengan risiko : 23,0-24,9
- Obes I : 25,0-29,9
- Obes II : ≥ 30
Rendah
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berat
Rata-rata
Meningkat
Sedang
Berat
Sangat berat
Untuk kepentingan klinik praktis, dan menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi
memanfaatkan rumus Broca, yaitu: Berat Badan Idaman (BBI) = (TB-100) - 10%
Status gizi:
BB kurang bila BB < 90% BBI
BB normal bila BB 90-110% BBI
BB lebih bila BB 110-120% BBI
Gemuk bila BB >120% BBI
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari berat badan idaman dikalikan kebutuhan
kalori basal (30 kcal/kgBB untuk laki-laki; 25 kcal/kgBB untuk wanita). Kemudian ditambah
dengan kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-3%); untuk atlet dan pekerja berat dapat lebih
banyak lagi sesuai dengan kalori yang dikeluarkan dalam kegiatannya), koreksi status gizi (bila
gemuk, dikurangi; bila kurus, ditambah) dan kalori yang dibutuhkan menghadapi stres akut
(misalnya infeksi, dsb.) sesuai dengan kebutuhan. Untuk masa pertumbuhan (anak dan dewasa
muda) serta ibu hamil diperlukan perhitungan tersendiri. Makanan sejumlah kalori terhitung
dengan komposisi tersebut di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang
46
(30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Pembagian porsi
tersebut sejauh mungkin disesuaikan dengan kebiasaan pasien untuk kepatuhan pengaturan
makanan yang baik. Untuk pasien DM yang mengidap pula penyakit lain, pola pengaturan
makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Perlu diingatkan bahwa pengaturan makan
pasien DM tidak berbeda dengan orang normal, kecuali jumlah kalori dan waktu makan yang
terjadwal.6
Untuk kelompok sosial ekonomi rendah, makanan dengan komposisi karbohidrat sampai
70-75% juga memberikan hasil yang baik.Jumlah kandungan kolesterol <300 mg/hari.
Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.
Jumlah kandungan serat + 25 g/hari. Diutamakan serat larut (soluble fibre). Pasien DM dengan
tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengkonsumsi garam seperti orang sehat,
kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam.6
Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizin-
kan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk meng-konsumsi
sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori. Untuk mendapatkan kepatuhan ter- hadap pengaturan
makan yang baik, adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien.6
Latihan jasmani
Latihan jasmani mempunyai peran yang sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes
tipe 2. Latihan jasmani dapat memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa dan selain itu dapat pula menurunkan berat badan. Di samping kegiatan jasmani
sehari-hari, dianjurkan juga melakukan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah jalan atau bersepeda santai,
bermain golf atau berkebun. Bila hendak mencapai tingkat yang lebih baik dapat dilakukan
kegiatan seperti, dansa, jogging, berenang, bersepeda menanjak atau mencangkul tanah di kebun,
atau dengan cara melakukan kegiatan sebelumnya dengan waktu yang lebih panjang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur, kondisi sosial ekonomi, budaya dan status
kesegaran jasmaninya.6
Obat-obatan
Jika pasien telah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani yang teratur
47
namun sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dipertimbangkan penggunaan obat-obat anti
diabetes oral sesuai indikasi dan dosis menurut petunjuk dokter. Untuk dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik. Diabetes mellitus
terkendali baik tidak berarti hanya kadar glukosa darahnya saja yang baik, tetapi harus secara
menyeluruh kadar glukosa darah, status gizi, tekanan darah, kadar lipid/ lemak dan A1c seperti
tercantum pada tabel berikut :
Tabel 3. Kriteria pengendalian DM (Asia Pasifik)
Baik Sedang Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dl)
Glukosa darah 2 jam (mg/dl)
80-109
110-159
110-139
160-199
>140
>200
A1c (%) <6.5 6.5 – 8 >8
Kolesterol Total (mg/dl)
Kolesterol LDL (mg/dl)
Kolesterol HDL (mg/dl)
Trigeliserida (mg/dl)
<200
<100
>40atau 45?
<150
200-239
100-130
150-199
>240
>130
>200
IMT (kg/m2)<25
Tekanan darah (mmHg) <130/80-85 130-140/80-90 >140/90
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kadar glukosa darah lebih tinggi dari
biasa (puasa < 150 mg/dl, dan sesudah makan < 200 mg/dl), demikian pula kadar lipid, tekanan
darah, dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini dilakukan
mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya
efek samping dan interaksi obat.6
G. PENYULIT DM
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
Penyulit akut:
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia3
48
Penyulit menahun:
1. Makroangiopati:
a.Pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner)
b. Pembuluh darah tepi
c.Pembuluh darah otak (stroke)
2. Mikroangiopati:
a. Retinopati diabetik
b. Nefropati diabetik
3. Neuropati
4. Rentan infeksi, misalnya tuberkulosis paru, ginggivitis, dan infeksi saluran kemih
5. Kaki diabetik (gabungan sampai dengan 4)
6. Disfungsi ereksi3
H. PERHATIAN ANTAR ANGGOTA KELUARGATERHADAP KESEHATAN
Patient Centered Management
1. Suport Psikologis
Suport psikologis perlu diberikan bagi keluarga pasien, hal tersebut penting untuk
keluarga pasien ketahui karena penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dan pengobatan
harus dilakukan terus-menerus. Pentingnya edukasi mengenai hal tersebut agar keluarga
pasien tidak memiliki harapan palsu bahwa penyakit tersebut dapat hilang atau sembuh.
Akan tetapi dengan pemberitahuan sedini mungkin akan membuat keluarga pasien mengerti
mengenai keadaan penyakit pasien. Sehingga lambat laun keluarga akan bisa menerima dan
dengan segenap hati akan memberikan dorongan baik semangat maupun bantuan kepada
pasien.2
2. Penentraman Hati
Menentramkan hati sangat diperlukan untuk Tn.S dan keluarga, hal ini berkaitan
manakala terjadi keputus asaan pengobatan penyakit diabetes yang cukup lama bahkan
selamanya. Tenaga kesehatan harus mampu menentramkan jiwa pasien dan keluarga
mengenai penyakit dan pengobatan diabetes yang memerlukan ketelatenan. Tenaga medis
juga harus menjelaskan prosedur pemberian obat yang benar dan jangan sampai berhenti
karena berhentinya minum obat dapat menyebabkan suatu kefatalan. Selain edukasi dlamhal
49
pengobatan, pasien juga perlu diedukasi untuk menjaga pola makan. Diet yang dianjurkan
adalah dengan mengkonsumsi makanan yang memiliki indeks gula (kalori) rendah.2
3. Penjelasan, Basic Konseling dan Pendidikan Pasien.
Diberikan penjelasan yang benar mengenai persepsi yang salah tentang diabetes
melitus. Pasien dan keluarganya perlu tahu tentang penyakit, pengobatannya dan
pencegahannya. Sehingga persepsi yang salah dan merugikan bisa dihilangkan. Hal ini bisa
dilakukan melalui konseling setiap kali pasien kontrol dan melalui kunjungan rumah baik
oleh dokter maupun oleh petugas Yankes kepada pasien dan keluarganya. Beberapa persepsi
yang harus diluruskan yaitu :
a. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit menular.
b. Penyakit diabetes melitus dapat sembuh hanya dengan minum obat.
Maka pasien harus diberi pengertian untuk terus mengupayakan kesembuhannya
melalui program pengobatan dan rehabilitasi yang dianjurkan oleh dokter. Juga harus
dilakukan pendalaman terhadap berbagai masalah penderita termasuk akibat penyakitnya
(diabetes melitus) terhadap hubungan dengan keluarganya, pemberian konseling jika
dibutuhkan. Penderita juga diberi penjelasan tentang pentingnya menjaga diet atau konsumsi
makanannya yang benar dalam rangka meminimalisir konsumsi makanan yang memiliki
indeks kalori (gula) tinggi.2
Penjelasan yang perlu diberikan kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya
berobat secara teratur, diet makanan yang sesuai dan olah raga secara teratur adalah untuk
menghindari komplikasi yang mungkin terjadi, diantaranya:
a. Penglihatan kabur
b. Penyakit jantung
c. Penyakit ginjal
d. Gangguan kulit dan syaraf
e. Pembusukan
f. Gangguan pada pembuluh darah
g. Dll.
4. Pengobatan
Medika mentosa dan non medikamentosa seperti yang telah tertera dalam penatalaksanaan.2
50
5. Pencegahan dan Promosi Kesehatan
Hal yang tidak boleh terlupakan adalah pencegahan dan promosi kesehatan berupa perubahan
pola hidup sehat, diet makanan yang sesuai, istirahat yang cukup dan olahraga teratur sesuai
kebutuhan.2
Prevensi Bebas Diabetes Melitus Untuk Keluarga Lainnya (Suami, Anak-anak dan
Keluarga Lainnya).
Langkah-langkah yang dapat dikerjakan
Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan
pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang
paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes
ada tiga jenis atau tahap yaitu:
Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.4
Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi risiko tinggi. Dengan demikian pasien diabtes yang sebelumnya
tidak terdiagnosis dapat terjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk
mencegah komplikasi atau kalupun sudah ada komplikasi masih reversibel.4
Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini
meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi
b. Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ.
c. Mencegah kecacatan tubuh.4
Strategi Pencegahan
Dalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini diperlukan suatu strategi yang
efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada
pencegahan penyakit menular, ada 2 macam strategi untuk dijalankan, antaralain:
Pendekatan populasi / masyarakat (Population/ Community approach)
51
Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang
dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan
menghindari cara hidup berisiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah
diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Upaya ini sangat berat
karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh
profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta
(LSM< pemuka masyarakat dan agama).4
Pendekatan individu berisiko tinggi
Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang berisiko
untuk menderita diabetespada suatu saat kelak. Pada golongan ini termasuk individu yang
berumur > 40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >
4 Kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidemia.4
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah cara paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah
orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Caupannya menjadi sangat
luas. Yang bertanggung jawab bukan hanyap rofessi tetapaiseluruh masyarakat termasuk
pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakanpola hidup sehat dan menghindari
pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh
lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional
yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik
dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak.
Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita yang selain sangat bergizi, ternyata juga
banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri dan menurunkan kadar kolesterol.4
Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televise. Selain makanan
juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga beratbadan agar tidak gemuk,
dengan olahraga teratur. Dengan mengnjurkan oleh raga kepada kelompok risiko tinggi,
misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah satu upaya pencegahan primer
yang sangat efektif dan murah.4
Motto memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat sangat
menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konsekuensi,
52
yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata sampi ke pelosok, misalnya di tiap
sekolahan harus ada sarana olahraga yang memadai.4
Pencegahan Sekunder
Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya
lebih kecil, yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi
kenyataannya tidka demikian. Tidak gampang memotivasi pasien untuk berobat teratur,
dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah
komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal
sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan
darah dan kadar lipid juga harus normal. Dan supaya tidak ada resistensi insulin, dalam
upaya pengendalian kadar glukosa darah dan lipid itu harus diutamakan cara-cara
nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet dan olahraga, tidak
merokok dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun
insulin.4
Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada
pencegahan primer harus dilaknsakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan
kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari Rumah Sakit kelas A
sampai unit paling depan yaitu Puskesmas. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan
kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaknsaan dan
pencegahan komplikasi. Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh
dokter atau tenaga kesehatan lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu (diabeter
educator). Usaha ini akan lebih berhasil bilacakupan pasien diabetesnya juga luas, artinya
selain pasien yang selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien diabetes
yang belum berobat atau terdiagnosis, misalnya kelompok penduduk dengan risiko tinggi.
Kelompok yang tidak terdiagnosis ini rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini
sama besar dengan yang terdiagnosis, bisa diabayangkan di Indonesia.4
Oleh karena itupada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien
baru dengan cara screening dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar bila
diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena masih reversible. Untuk negara
berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.4
53
Peran profesi sangat ditantang untuk menekan angka pasien yang tidak
terdiagnosis ini, supaya pasien jangan dating minta pertolongan kalau sudah sangat
terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian yang sangat
tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya bagaimana caranya menjaring pasien
yang tidak terdiagnosis itu agar mereka dapat melakukan upaya pencegahan baik primer
maupun sekunder.4
Pencegahan Tersier
Upaya pencegahan komplikasi dan kecacatanyang diakibatkannya termasuk ke
dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap:
- Pencegahan komplikasi diabtes, yang pada consensus dimasukkan sebagai
pencegahan sekunder.
- Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit
organ.
- Mencegah terjadniya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik sekali antara pasien dnegan
dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya. Peran ini tentu saja akanmerepotkan
dokter yang jumlah terbatas.oleh karena itu dia harus dibantu oleh orang yang sudah
dididik untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes educator).4
I. PENYULUH DIABATES
Dalam rangka mengantisipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya
komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan baik primer, sekunder,
maupun tersier adalahyang paling baik. Karenaupaya itu sangat berat, adalah tidak
mungkin dilakukan hanya oleh ahli diabetes atau endokrinologis.oleh karena itu
diperlukan tenaga terampil yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter
endokrinologis itu. Di luar negeri tenaga itu sudah lama adadisebut diabetes educator
yang terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja social dan lain-lain yang berminat.
Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta oleh Pusat Diabetes dan Lipid FKUI/RSCM melalui
SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes dan Lipid) sejak tahun 1993 telah diselenggarakan
54
kursus penyuluh diabtes yang sampai saat ini masih berlangsung secara teratur. Dalam
pelaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara
terpadu dalam suatu instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja 24
jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk-beluk
tentang diabtes terutama sekali tentang penatalaknsaannya termasuk diet dan
komplikasinya.5
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
55
Dapat disimpulkan bahwa Tn.S adalah pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Pasien
memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang rendah. Pasien memiliki semangat yang tinggi
untuk kesembuhan penyakitnya.
1. Segi Biologis
a. Tn.S menderita diabetes mellitus sejak 2 tahun yang lalu
b. Tn.S sering mengalami kesemutan dan tiga tanda khas DM (Polidipsi, Polifagi,
Poliuri) pasien tidak langsung memeriksakan keadaannya ke dokter atau ke
Puskesmas. Setelah mengerti keadaanya, Tn.S rutin kontrol dan berobat ke
Puskesmas.
c. Pelaksanaan diit DM Tn.S sudah dilakukan oleh penderita.
2. Segi Psikologis
a. Hubungan keluarga Tn.S secara umum terjalin cukup baik. Hubungan diantara
mereka cukup dekat antara satu dengan yang lain.
b. Suatu permasalahan yang timbul dalam keluarga dipecahkan diselesaikan secara
bersama-sama dengan istrinya.
3. Segi Sosial
Tn.S senang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Namun karena kondisi
kesehatannya yang menuntut beliau harus beristirahat mengakibatkan terkadang Tn.S
tidak dapat mengikuti semua kegiatan warga. Namun sejauh ini hubungan sosial Tn.S
dengan tetangga dan masyarakat sekitar masih dapat dibilang baik.
B. Saran
1. Promotif : Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit DM serta perlunya pengendalian
dan pemantauan DM. Mengenalkan pola makan yang benar untuk penderita DM dan
keluarga karena faktor keturunan sangat mempengaruhi timbulnya DM.
2. Preventif : Makan makanan yang cukup bergizi dan diet diabetes tetap harus
dilaksanakan, rutin kontrol gula darah, hindari terjadinya luka sehingga tidak terjadi
komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM.
3. Kuratif : Pasien minum OAD (Obat Anti Diabetes) yang diberikan dokter secara rutin
dan teratur. Istrinya harus selalu mengingatkan dan mengawasi untuk minum obat dan
mengontrol pola makan penderita.
56
4. Rehabilitatif : Penyesuaian aktivitas sehari-hari sangatlah penting dan membantu
penderita memiliki kembali rasa percaya diri untuk percaya terhadap intervensi medis
dan memberikan motivasi untuk terus merubah sikap dan prilaku yang tidak sehat
menjadi lebih sehat.
DAFTAR PUSTAKA
57
1. Anonim, 2005. Bahaya Mengintip dari Pola Makan Tak Seimbang. Available at:
http://www.kompas.com/kesehatan/news/0412/27/051039.htm
2. Anonim, 2009. Penyakit Diabetes Melitus (DM). Available at:
http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-diabetes-mellitus-dm.html on 18 August
2009.
3. Askandar, 1999. Diabetes Melitus klasifikasi, Diagnosis dan Terapi.ed 3. PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
4. SudoyoW. Aru. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Diabetes Melitus di Indonesia.
Hal 1874-1940. Balai Penerbit FKUI. Jilid III. Edisi IV. EGC. Jakarta
5. Mansjoer, A.1999. Kapita selekta Kedokteran. ed ketiga. Media Aesculapius Facultas
Kedokteran UI. Jakarta.
6. Nurudin, 2009. Diabetes Melitus. Available at:
http://www.blogdokter.net/2007/06/13/diabetes-melitus-i/ on 18 August 2009.
LAMPIRAN
58
FOTO I
Gambar teras depan rumah Tn. S
FOTO II
Gambar teras samping rumah Tn. S
FOTO III
59
Gambar Penulis mau memeriksa pasien
FOTO IV
Gambar dari kiri istri Tn.S, Tn.S dan Penulis
FOTO V
60
Gambar Penulis memeriksa pasien di Balai Pengobatan Puskesmas Rawalo
FOTO VI
Gambar penulis sedang melakukan penyuluhan