Upload
afif-sumbulboyz
View
271
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
HYPERBILIRUBINEMIA
A. Pengertian
Hyperbilirubinemia adalah peningkatan serum bilirubin dalam darah
yang ditandai dengan icterus pada kulit, sclera, mukosa dan cairan tubuh (Cindy
Smith, 1990).
B. Macam-macam Icterus
1. Icterus Fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga
serta tidak mempunyai dasar patologik dan tidak mempunyai dasar potensi
untuk menjadi kernicterus.
Icterus disebut fisiologik bila :
a. Timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirect tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% untuk neonatus kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% per hari.
d. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 5 mg% per hari.
e. Kadar bilirubin direct tidak melebihi 1 mg%.
f. Icterus menghilang pada 10 hari pertama.
2. Icterus Patologik :
Icterus disebut patologik bila :
a. Terjadi dalam 24 jam hari pertama.
b. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
c. Icterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
d. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg%.
e. Punya hubungan dengan proses hemolitik.
3. Breast feeding Assosiated Joundice
4. Breast Milk Joundice (Wong;1995).
C. Etilogi Hyperbilirubinemia
1. Produksi bilirubin yang berlebihan, misal : hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah RH, ABO, golongan darah lain.
2. Gangguan fungsi hepar, misalnya imaturitas hepar pada bayi prematur,
terjadinya infeksi hepar, tidak terjadinya enzim glukoronil transfferase
(sindrom Cringgler-Majjar).
3. Gangguan transportasi misalnya hipoalbuminemia pada bayi premature.
4. Gangguan ekskresi bilirubin atau obstruksi.
D. Patofisiologi Hyperbilirubinenia
Pembentukan Bilirubin Meningkat Gangguan Konjugasi Gangguan Transportasi Gangguan Ekskresi Intrahepatik (Penyakit Hemolisis Atau (Immaturitas Hepar (Hipoalbumenia Pada Dan Ekstra Hepatic (Obstruksi Destruksi Eretrosit) Atau Subsitrat U/ Konjugasi Bayi Premature)
HIPERBILIRUBINEMIA
Bilirubin Direk Meningkat Bilirubin Indirek Meningkat
Hepatomegali Fototerapi Terapi Tranfusi Tukar Penumpukan Bilirubin
Anareksia Deficit Knowledgje Pertahanan Hipo/Hiper Over Load Dalam Otak ↑↑ Tubuh Ventilasi Intake Nutrisi Terhadap Peningkatan Peristaltic Hipertermia Cemas Antigen Me↓ Hipervolemia Gangguan Dehidrasi IWL Meningkat Perubahan Neurologis perfusi
jaringanKerusakan Integrutas Deficit Volume Diare Perubahan Kulit Cairan Suhu Tubuh
Resiko Tidak Epistotonus Kejang Lethargi Hipoperfusirenal Injury Mau Potensial Minum Injury Pada Penurunan Laju Mata Filtrasi Glomerolus Intake Cairan
Potensial Gagal Kurang Volume Cairan Ginjal Tubuh
E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Meliputi :
a. Biodata : untuk mengetahui identitas bayi dan orangtua, sehingga dapat
mempermudah dalam memberikan informasi. Tanggal lahir bayi perlu
dikaji untuk menentukan bayi lahir aterm atau premature sehingga
memperkuat diagnosa icterus fisiologis atau patologis.
b. Riwayat kehamilan dan persalinan, meliputi
Riwayat prenatal :
1.) Usia kehamilan , dapat diketahui usia bayi termasuk aterm atau
premature.Pada bayi lahir kurang dari 37 minggu (premature) lebih
sering terjadi hiperbilirubin karena kadar albumin dalam darah yang
rendah (IKA, FKUI,1985).
2.) Penggunaan obat selama hamil , terutama obat seperti salisilat,
sulfafurazole, maka beresiko besar terjadi gangguan transportasi
bilirubin.
3.) Penyakit yang pernah diderita selama hamil , terutama yang berkaitan
dengan gangguan fungsi hepar .
4.) Kebiasaan ibu selama hamil, nutrisi ibu yang kurang dapat
menyebabkan partus prematurus dan nutrisi lebih mengakibatkan
preeklamsi.Kebiasaan merokok, mengkonsumsi bahan narkotik,
minum alkohol dapat menyebabkan premature (Kapita Selekta ,1994)
Riwayat natal :
Cara pertolongan pertama dalam penjepitan tali pusat yang
terlambat sehingga darah itu banyak mengalir ke janin lewat tali pusat dan
akan mengakibatkan terjadinya policitemia yang akan meningkatkan
produksi bilirubin (IKA I, FKUI, 1990).
Riwayat post natal :
Dehidrasi pada bayi akan meningkatkan kadar bilirubin serum
yang mungkin disebabkan bayi dengan reflek hisap yang
menurun .Perawatan byi dengan penggunaan obat – obatan seperti
oksitosin, bahan pembersih fenol dapat pula mengakibatkan
hiperbilirubinemia (FKUI, 1990).
c. Riwayat kesehatan keluarga
Yang perlu dikaji adalah dimana ada faktor-faktor yang meurun
atau pembawaan orang tua misalnya, penyakit diabetes melitus pada saat
kelahiran menyebabkan hiperglikemi pada bayi, sehingga meningkatnya
viskositas darah menghambat konjugasi indirect dalam hepar.
d. Riwayat psikososial
Terjadinya hiperbilirubinemia pada bayi menyebabkan orang
tua mengalami perubahan psikologis berupa kecemasan, sedih, kurang
pengetahuan tentang perawatan, pengobatan serta komplikasi yang akan
timbul (Cindy Smith,1988).
e. Pemeriksaan fisik.
Keadaan yang dapat kita temukan pada bayi hiperbilirubinemia, yaitu
1.) Keadaan umum : tubuh tampak kuning , bayi tampak lemah ,
reflek menghisap dan menelan lemah, sensitif terhadap rangsangan
dan tangisan merengek.Suhu tubuh tidak stabil , frekwensi
pernapasan menurun, nadi relatif cepat dan tekanan darah menurun.
2.) Kepala dan rambut: rambut kemerahan dan penyebaran masih jarang
menandakan kelahiran premature.Hematom menunjukkan trauma
persalinan.Pada mata ditemukan sklera tampak icterus, mata cowong,
mukosa bibir kering, ubun-ubun cekung, releks menghisap lemah
dan lehe kaku (Doenges,1994).
3.) Abdomen: peristaltik meningkat, tali pusat harus dirawat dengan baik
untuk mencegah infeksi.
4.) Genetalia: ditemukan warna kemerahan pada kulit daerah anus
karena iritasi dari bilirubin dan enzim-enzim yang dikeluarkan feces.
5.) Neurologi: reflek moro menurun, tidak ada kejang pada tahap kritis.
6.) Muskuloskeletal: ada tanda kern ikterus seperti spasme, kejang-
kejang, kedutan pada wajah dan ekstremitas, tangan
mengepal,extensi dan endotorasi (IKA, 1990).
7.) Integumen: warna kuning seluruh tubuh , lanugo pada wajah, telinga,
pelipis, dahi, punggung adalah indikasi bayi premature, kehangatan
kulit kurang , jaringan subkutan tipis dan keriput.
f. Pemeriksaan penunjang
1.) Pemeriksaan bilirubin (direct dan indirect)
2.) Pemeriksaan darah lengkap; Hb<, Ht > pada policitemia, anemia
berlebihan.
3.) Pemeriksaan golongan darah bayi dan ibu untuk mengidentifikasi
inkompabilitas ABO (Doenges,1994)
4.) Protein serum total, kadar (< 0,3 g/dt) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terutama pada bayi praterm.
5.) Pemeriksaan retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan
peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang
berkenaan dengan penyakit Rh.
g. Penatalaksanaan.
Prinsip penatalaksanaan bayi hiperbilirubinemia (IKA, FKUI, 1985) adalah :
1.) Mempercepat proses konjugasi dengan pemberian fenobarbital.
2.) Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi
dengan memberi albumin dan plasma.
3.) Fototerapi untuk mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct
merupakan senyawa yang larut dalam air sehingga mudah diekskresi.
Transfusi tukar untuk membuang bilirubin dalam darah dan mengganti
dengan darah baru.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi injury (ssp: kern ikterus) berhubungan dengan peningkatan
serum bilirubin.
b. Kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake
cairan , fototerapi, diarhoe.
c. Perubahan suhu tubuh berhubungan dengan premature, fototerapi.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan joundice dan diarhoe.
e. Resiko injury pada mata dan genetalia berhubungan dengan fototerapi.
f. Perubahan psiklogis (cemas) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
keluarga tentang joundice, penatalaksanaan dan perawatan.
g. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipo/hiperventilasi
selama transfusi tukar.
3. Rencana Asuhan Keperawatan.
a. Dignosa : Resti injury(kern ikterus) b/d peningkatan serum bilirubin.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan serum bilirubin indirect
kembali normal.
Kriteria Standar : Kadar bilirubin dibawah 12 mg% pada bayi aterm dan
kurang 15 mg% pada bayi premature, reflek bayi baik,
sklera tidak icterus, tidak terjadi kejang, kedutan tidak ada.
Intervensi :
Identifikasi faktor predisposisi terjadinya hiperbilirubinemia.
R : kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan pembalikan barier darah otak
sehingga meningkatkan resiko terhadap keterlibatan ssp.
Observasi warna kulit dan sklera mata klien , catat bila ada peningkatan
ikterus.
R : mendeteksi dini terjadinya kern ikterus
Observasi warna dari feces dan urine.
R : warna yang berubah menadakan peningkatan bilirubin.
Pertahankan bayi tetap hangat dan kering
R : stressor dingin berpotensi melepaskan asam lemak yang bersaing pada
sisi ikatan pada albumin, sehingga meningkatkan kadar bilirubinyang
bersirkulasi dengan bebas.
Observasi perubahan perilaku (letargi, hipotonia, hipertonisitas, bayi tidak
mau minum , respiratori distres,dll)
R : deteksi dini adanya kern ikterus sehingga diperlukan intervensi.
Kolaborasi foto terapi dan transfusi tukar jika ada indikasi
R : fototerapi untuk merubah bentuk senyawa yang larut dalam lemak ke
senyawa yang larut dalam air sehingga mudah dieksresi, sedangkan transfusi
tukar untuk membuang biliburin dalam darah dan mengganti dengan yang
baru
b. Diagnosa : Kurang volume cairan tubuh b/d tidak adekuatnya intake
cairan , fototerapi, diarhoe.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan tindakan keperawatan klien
mendapatkan hidrasi yang adekuat
Kriteria Standar : Trugor kulit kembali kurang dari 1 detik, mukosa bibir
cekung, bab C 4 x / hari, intake dan output seimbang
Intervensi :
Kaji tingkat dehidrasi
R : mengetahui cairan yang dibutuhkan
Monitor tanda-tanda dehidrasi
R : mengetahui tindakan yan akan dilakukan selanjutnya
Berikan asi / pasi sesuai program
R : memenuhi hidrasi dengan intake yang adekuat
Observasi frekwensi, konsistensi dan warna feces
R : perubahan dari frekwensi, konsistensi feces, klien mengalami diarhoe
sehingga perlu ditindak lanjuti
c. Diagnosa : Perubahan suhu tubuh b/d premature, fototerapi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria Standar : Suhu tubuh normal (36 – 37 º c)
Intervensi :
Ciptakan suhu lingkungan yang netral
R : pengaruh suhu lingkungan sangat besar terhadap kestabilan suhu tubuh
bayi
Pertahankan bayi tetap hangat dan kering
R : kestabilan suhu tubuh klien dapat memberikan kenyamanan bagi klien
Observasi tanda-tanda vital secara teratur dapat mendeteksi bila terjadi
kelainan.
R : pengukuran tanda-tanda vital secar teratur dapat mendeteksi bila terjadi
kelainan.
d. Diagnosa : Kerusakan itegritas kulit b/d joundice dan diarhoe.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan keutuhan kulit bayi
dapat dipertahankan
Kriteria Standar : Keadaan kulit kering, bersih anus tidak kemerahan, icterus
pada tubuh berkurang.
Intervensi :
Observasi warna dan keadaan kulit tiap 8 jam / bila diperlukan
R : dapat mengetahui secara dini bila terjadi kelainan
Ubah posisi setiap 2 jam dengan terlentang / tengkurap, monitor keadaan kulit
dan lakukan massage
R : mengurangi daerah tertekan
Perhatikan warna dan frekwensi defekasi
R : defekasi encer, sering serta kehijauan serta urine kehijauan menandakan
keefektifan fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi bilirubin
Jaga kebersihan dan kekeringan tubuh klien
R : agar kulit tidak teriritasi oleh bilirubin dan enzim yang dikeluarkan oleh
feces
Berikan perawatan area perianal setelah defekasi
R : mencegah iritasi dari defekasi yang sering dan encer
Pelihara kebersihan kulit bayi, seka setiap hari, ganti popok dan pakain setiap
saat jika diperlukan
R :kulit tetap bersih dan kering dapat mencegah iritasi kulit
e. Diagnosa : Resiko injury pada mata dan genetalia b/d fototerapi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak ada tanda-tanda
penurunan sensori visual, tak ada trauma genetalia
Kriteria Standar : Reflek mata / pupil ada bila pelindung mata dibuka, adanya
respon dengan sentuhan, sensori visual baik, genetalia tidak
atropi, eliminasi urin lancar
Intervensi :
Tempatkan bayi pada 18 – 20 inchi dari sumber cahaya.
R : merupakan jarak yang tepat untuk keuntungan maksimal
Berikan penutup mata yang tidak tembus cahaya
R : mencegah kemungkinan kerusakan retina dan kongjungttiva dari sinar
intensitas tinggi
Inspeksi mata setiap 2 jam bila penutup mata dibuka
R : memberikan rangsang terhadap klien sehingga tidak terjadi penurunan
persepsi
Pantau posisi penutup mata
R : pemasangan tidak tepat / pergeseran dapat menyebabkan iritasi, abrasi,
kornea, konjungtiutis
Beri tutup pada testis dan penis bayi
R : mencegah kerusakan testis dari panas
Beri rangsangan kata-kata atau sentuhan klien secara halusselama perawatan
R : memberikan respon pada bayi tentang kepekaan terhadap rangsangan.
f. Diagnosa : Perubahan psikologis (cemas) b/d kurang pengetahuan
keluarga tentang joundice penatalaksanaan dan perawatan.
Tujuan : Setelah diberi penjelasan keluarga mengerti tentang penyakit,
perawat, pengobatan dan kecemasan berkurang
Kriteria Standar : Keluarga mampu menjelaskan tengang penyakit,
pengobatann dan perawatan, serta komplikasi yang mungkin
timbul, keluarga mengerti pentingnya perawatan dan kecemasan
berkurang
Intervensi
Jelaskan pada orang tua tentang penyakit, penyebab komplikasi perawatan dan
pengobatan
R : menambah pengetahuan keluarga sehingga berpartisipasi terhadap
tindakan keperawatan
Anjurkan keluarga mengunjungi klien
R : keterlibatan orang tua sangat penting dan untuk mengetahui keadaan bayi
secara langsung
Diskusi dengan keluarga penatalaksanaan klien bila di rumah
R : pemahaman orang tua membantu mengembangkan kerjasama mereka bila
bayi dipulangkan
Anjurkan pada orang tua untuk membantu mengembangkan kerja sama
mereka bila bayi dipulangkan
R : mengetahui / mengenali tanda-tanda peningkatan biliburin untuk evaluasi
medis secara tepat
g. Diagnosa : Perubahan perfusi jaringan b/d hipo/hiperventilasi selama
transfusi tukar.
Tujuan : Pelaksanaan tranfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi
Kriteria standar : Joundice berkurang atau hilang kadar serum bilirubin kurang
12 mg/dl pada bayi atern dan kurang 15 mg / dl pada bayi pretern
Intervensi
Perisapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat resusitasi
R : menyiapkan alat-alat untuk mengukur suhu nadi respirasi dan alat
resusitasi
Cek tipe dan golongan darah sesuai protokol
R : mempersiapkan sebelum dilakukan transfusi tukar
Jamin kesegaran darah (tidak < 2 hari)
R : darah yang lama lebih mungkin mengalami hemolisis, karenanya
meningkatkan kadar biliburin
Berikan pencucian saline pada tali pusat
R : pencucian perlu untuk melunakkan tali pusat dan vena umbilikus sebelum
transfusi
Pantau tekanan vena, nadi, warna dan frekwensi pernapasan sebelum, selama
dan sesudah transfusi
R : mengidentifikasi potensial kondisi tidak stabil
Observasi kejadian selama trnasfusi pencatatan jumlah darah yang diambil dan
diinjeksikan
R : mencegah kesalahan dalam penggantian cairan
Monitor kadar bilirubin setelah prosedure kemudian 4 – 6 jam
R : kadar biliburin bisa menurun sampai setengah setelah dilakukan tindakan
dan dapat meningkatkan setelah dan perlu pengulangan transfusi
4. Pelaksanaan
Prinsip-prinsip dalam mengatasi klien dengan hiperbilirubinemia antara lain :
a. menghilangkan penyebab, misal pemberian albumin untuk mengikat bilirubin
bebas
b. pencegahan peningkatan kadar bilirubin
c. meningkatkan kerja enzim dengan pemberian phenobarbital
d. melakukan fototerapi dan transfusi tukar
5. Evaluasi
Kriteria evaluasi yang diharapkan dari diagnosa yang muncul pada klien
hiperbilirubineia :
a. serum bilirubin indirect kembali normal : kadar bilirubin dibawah 12
mg % pada bayi aterm dan 15 mg % pada bayi prematore
b. kebutuhan cairan terpenuhi
c. suhu tubuh normal (36 – 37 º c)
d. kebutuhan kulit dapat dipertahankan
e. tidak ada tanda penurunan sensori visual dan tidak terjadi trauma pada
genetalia
f. keluarga mengerti tentang penyakit perawatan dan pengobatan
g. pelaksanaan transfusi tukar berhasil dan komplikasi tidak terjadi
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta:RGC
Engram, B. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
Doengoes, Marilynn E, Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Egc
1999
Hartanto. 2009. Laporan Pendahuluan Dengan Hiperbilirubin. (Online). (http://asuhan-keperawatan-yuli.blogspot.com/2009/11/laporan-pendahuluan-dengan.html, diakses tanggal 06/11/2011)
LAPORAN PENDAHULUAN
SEPSIS NEONATORUM
A. Definisi
Sepsis adalah syndrome yang dikateristikkan oleh tanda-tanda klinis dan
gejala infeksi yang parah, yang dapat dikembangkan kearah septisemia dan
syok septic. Septisemia menunjukkan munculnya infeksi simetik pada daerah
yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme sel. Cepat atau zat-zat
racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar.
Sepsis neonatorum adalah penyakit infeksi pada bayi dengan suatu syndrome
klinik yang ditandai dengan adanya penyakit sistemik simptomatik atau
asymtomatik dan adanya mikroorganisme serta toxin yang dihasilkan
dalamdarah (endotoxin) yang ditandai dengan terganggunya perfusi jaringan
atau organ vital tubuh disrtai dengan penurunan tekanan darah yang
disebabkan oleh pengaruh endotoxin terhadap sirkulasi darah.
B. Etiologi
Disebabkan oleh infeksi jamur discetsia, virus, bakteri dank man gram
negative.
1. Antenatal : kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke placenta.
a.) Virus : Rubella, Poliomyelitis, Loxcalkie, Variola.
b.) Spirokaeta : tsyponemia Pallidum.
c.) Bakteri : E. Coli, Usteria, Mone Dytogenes.
2. Intranatal : mikroorganisme masuk melalui cairan ketuban kontak
langsung dengan cairan pada vagina.
3. Paschanatal : kontaminasi pada saat penggunaan alat, perawatan tidak
stiril, akibat infeksi silang.
Streptococcus Group B Salmonella Aureus, Klebsiella, Enterobaktor
SP, Serratina SP, Hemopsilus Influenza Tipe B, Streptococcus
Pnemunia.
C. Pengkajian
1.) Keadaan Umum
a.) Bayi umum nampak tidak sehat.
b.) Buruknya control suhu : Hipotermi, Hipertermi.
2.) System Sirkulasi
Pucat, sianosis, kulit dingin, hipotensi, oedema, denyut jantung abnormal
(bradikardi), takikardi, aritmia.
3.) System Pernafasan
Pernafasan ireguler, apnea atau tacipnea, retraksi.
4.) System Syaraf (Neuro)
a.) Kurangnya aktivitas : letarghi, hiporefleksia, koma, sakit kepala,
pusing, pingsan.
b.) Peningkatan aktifitas : irritabiliatas, tremor, kejang.
c.) Gerakan bola mata tidak normal.
d.) Tonus otot meningkat atau menurun.
5.) System Saluran Cerna
Tidak mau minum, muntah, diare, adanya darah dalam feses, distensi
abdomen.
6.) System Hemoportik
Jaundice, pucat, ptekie, cyanosis, splenomegali.
D. Pemeriksaan diagnostic
1.) Culture (luka, sputum, urine, darah) mengidentifikasikan organisme
penyebab sepsis.
2.) SDP : ht mungkin meningkat pada status hipovelemik karena
hipokonsentrasi, leuositosis, dan trombositopenia.
3.) Elektrolit serum : asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi
ginjal.
4.) Glukosa serum : hipergikemia.
5.) GDA : alkolosis respiratori dan hipoksemia.
E. Masalah keperawatan
1.) Infeksi
2.) Perubahan
suhu
3.) Cairan dan
4.) Nyeri
5.) Aktivitas
6.) Pola tidur.
Nutrisi
F. Patofisiologi
Endotoxin Bakteri, Virus Jamur
Invansi Kedalam Tubuh Bayi
(Sirkulasi, Cairan, Peralatan)
Gizi Buruk Imunitas Menurun Pengaruh Indotoksin
Infeksi PD. Vasokontriksi
Inflamasi Saluran Cerna Metabolisme Kulit Dingin Frekuensi
Meningkat Meningkat
Muntah Diare Hipotermia Hipertensi
Perubahan Nutrisi Pusing, Tinnitus
Kurang Dari Kebutuhan
Gangguan aktivitas
Melepaskan Bakterimia, H2O, CO2 Gangguan Pola Tidur
Mediator Nyeri Septisemia Meningkat
Syok Atau Coma Terjadi Ekstravasasi
Yesodilitasi Reseptor Nyeri Hipovolemia
Dehidrasi
Arteri Melebar Ujung Saraf Repi
Asidosis Atau Alkalosis
Suplai Darah Nyeri Metabolis
Meningkat
Gangguan Rasa Defisiensi Cairan
Nyaman Nyeri Dan Elektrolit
Hipotermi Hipertermi
Resiko Terjadi Perubahan
Temperature Tubuh
G. Diagnosa keperawatan
1.) Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke
syok sepsis) berhubungan dengan perkembangan infeksi portumistik.
2.) Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu hipertermi
atau hipotermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh,
vasokontriksi pembuluh darah atau vasodilatasi pembuluh darah.
3.) Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan
dengan daiare, muntah, perpindahan cairan dari jaringan intertisiel ke
vaskuler.
4.) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah peningkatan metabolisme.
H. Intervensi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi (progresi dari sepsis ke syok sepsis)
berhubungan dengan perkembangan infeksi portumistik.
Opportunistik.
a. Beri isolasi atau pantau pengunjung sesuai
indikasi.
b. Cuci tangan sebelu dan sesudah melaskukan
aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan.
c. Batasi pegaturan alat atau prosedur infansiv jika
memungkinkan.
d. Gunakan teknik steril.
e. Monitoring suhu atau peningkatan suhu secara
teratur.
f. Amati adanya menggigil.
g. Pantau TTV klien.
h. Kolaborasi dengan team medis didalam
pemberian antibiotic.
2. Resiko tinggi terjadinya perubahan suhu hipertermi atau hipotermi
berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, vasokontriksi
pembuluh darah atau vasodilatasi pembuluh darah.
a. Pantau suhu pasien (derajat dan pola) perhatikan
menggigil atau diaforesis.
b. Pantau suhu lingkungan atau pengaturan suhu
lingkungan.
c. Isolasi bayi dalam incubator.
d. Beri kompres (dingin, hangat) bila terjadi
peningkatan atau penurunan suhu.
e. Catat peningkatan atau penurunan suhu tubuh
bayi.
f. Kolaborasi dengan team medis didalam
pemeriksaan laboratorium (leukosi meningkat.
I. Buku Sumber
Doengoes, Marilynn E, Dkk. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
Egc 1999