Upload
amviebie17
View
31
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
KURANG GIZI
A. Konsep Dasar KEP
1. Pengertian
Kurang Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama. Ciri fisik KEP
adalah bila berat badan berada dibawah standar normal (Depkes RI, 2009).
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks
berat badan menurut tinggi (BB/TB) + 2 SD baku WHO-NCHS.
b) Gizi baik : BB/U > + 2 SD s/d + 2 SD baku WHO-NCHS.
c) Gizi kurang : BB/U < + 2 SD s/d – 3 SD baku WHO-NCHS
d) Gizi buruk : BB/U < – 3 SD baku WHO-NCHS.
2. Klasifikasi KEP BB/U
KEP BB/U menurut baku standar Menteri Kesehatan RI (2010).
a) KEP ringan bila berat badannya -3SD – <-2SD baku rujukan BB/U dalam
pedoman standar atropometri kesehatan gizi anak. Pada KMS berat badan anak
berada pada pita warna kuning atau antara pita warna hijau dan garis merah.
b) KEP sedang-berat bila berat badannya <-3SD baku rujukan BB/U dalam
pedoman standar atropometri kesehatan gizi anak. Pada KMS tampak berat badan
anak berada di bawah garis merah.
3) Secara klinis KEP berat terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan
marasmik-kwashiorkor (Merryana Adriani dan Bambang Wirjatmadi, 2012).
a) KEP berat tipe marasmus yang ditemukan dengan :
(1). Otot lemah, lunak, merasa lapar dan cengeng, defisiensi mikronutrien yang
berhubungan dengan pola diet setempat.
(2). Tidak ada jaringan lemak bawah kulit
(3). Wajah tampak tua (Monkey Face)
(4). Gagalnya pertumbuhan, Tidak adanya edema
3. Cara klinis
Riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang digunakan untuk
mendeteksi tanda-tanda yang berhubungan dengan KEP seperti : marasmus,
kwashiokor, dan marasmus-kwashiokor.
4. Penatalaksanaan
Pengobatan KEP:
1) Pada penderita KEP ringan, dapat dilakukan dengan mengubah menu makanan
dan suplementasi.
2) Pada penderita KEP berat, dilakukan tindakan hospitalisasi.
Kegiatan dalam penatalaksanaan gizi buruk yaitu dengan :
(1). Pengkajian satus gizi, yang dilakukan secara :
a) Klinis :
- Antopometri
- Laboratorium
- Riwayat atau anamnesa gizi
- Evaluasi asupan makanan selama perawatan
- Pemberian diet Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP), dimana
pemberian makanan disesuaikan dengan kondisi penderita, dapat
diberikan dalam bentuk makanan biasa maupun enteral.
3) Adapun makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh penderita KEP
adalah bahan makanan yang mengadung Tinggi Energi Tinggi Protein
(TETP), meliputi :
1) Bahan makanan yang dianjurkan, yaitu :
a) Sumber karbohidrat : nasi, roti, mie, makaroni, hasil olah tepung-
tepungan, dodol, ubi, dan karbohidrat sederhana (gula pasir).
b) Sumber protein : daging sapi, ayam, ikan, telur, susu, dan hasil olah (es
krim dan keju).
c) Sumber protein nabati : kacang-kacangan dan hasil olahannya (tempe
dan tahu).
d) Sayuran : semua jenis sayuran, direbus, dikukus, atau ditumis.
e) Buah-buahan : semua jenis buah segar, buah kaleng, buah kering, dan
jus buah.
f) Lemak dan minyak : minyak goreng, mentega, margarin, dan santan
encer.
g) Minuman : madu, sirup, teh dan kopi encer.
h) Bumbu : bumbu tidak tajam (bawang merah/putih, laos, salam, dan
kecap).
2) Bahan makanan yang tidak dianjurkan yaitu :
a) Sumber protein, sumber protein nabati dan sayuran : dimasak dengan
banyak minyak atau kelapa/santan kental.
b) Lemak dan minyak : santan kental.
c) Minuman : minuman rendah energi.
d). Bumbu : bumbu yang tajam (Atikah Proverawati dan Erna Kusuma
Wati, 2011, hal. 41-42).
5. Pencegahan KEP
Langkah-langkah pencegahan KEP menurut Merryana Adriani dan Bambang
Wirjatmadi (2012, hal 23-24) seperti :
a) Pemberian ASI secara baik dan tepat disertai dengan pengawasan BB secara
teratur.
b) Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk mengganti ASI
sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI, terutama pada usia dibawah 4
bulan.
c) Dimulainya pemberian makanan tambahan mengandung berbagai zat gizi, secara
lengkap sesuai kebutuhan, guna menambah ASI mulai bayi usia mencapai lima
bulan.
d) Pemberian kekebalan melalui imunisasi guna melindungi anak dari kemungkinan
menderita penyakit infeksi.
e) Melindungi anak dari kemungkinan menderita diare dan kekurangan cairan
dengan jalan memelihara kebersihan, menggunakan air masak untuk minum, dan
mencuci alat pembuat susu.
f) Mengatur jarak kehamilan ibu agar ibu cukup waktu untuk merawat dan mengatur
makanan bayinya terutama pemberian ASI.
g) Meningkatkan pendapatan keluarga serta diimbangi dengan penggunaan uang
yang terarah dan efesien
h) Meningkatkan intensitas komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada
masyarakat, terutama para ibu mengenai pentingnya konsumsi zat gizi yang diatur
sesuai kebutuhan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Keluarga
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dimana seorang perawat
mulai mengumpulkan informasi tentang keluarga yang dibinanya. Tahap ini
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan keluarga (Lyer et
al.,1996, dalam Setiadi, 2008).
Cara pengumpulan data tentang keluarga dapat dilakukan antara lain dengan :1) Wawancara
2) Pengamatan
3) Studi dokumentasi
4) Pemeriksaan fisik.
Pada kegiatan pengkajian ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu:
1) Membina hubungan yang baik.
Hubungan yang baik antar perawat dan klien (keluarga) merupakan modal utama
pelaksanaan asuhan keperawatan..
2) Pengkajian awal.
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang di peroleh dari unit pelayanan kesehatan.
3) Pengkajian lanjutan (tahap kedua).
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang lebih
lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian
awal (Suprajitno, 2004, hal. 29).
Hal-hal yang perlu dikaji pada tahap pengkajian adalah sebagai berikut :
1) Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji adalah :
a) Data umum
(1) Identitas kepala keluarga
(2) Komposisi keluarga
(3) Genogram
(4) Tipe keluarga
(5) Latar belakang budaya (etnis)
(6) Agama
(7) Status sosial ekonomi keluarga
(8) Aktivitas rekreasi keluarga
b) Tahap dan riwayat perkembangan keluarga
(1) Tahap perkembangan saat ini
(2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
(3) Riwayat keluarga sebelumnya
c) Data lingkungan
(1) Karakteristik rumah
(2) Karakteristik lingkungan dan komunitas
(3) Mobilitas geografis keluarga
(4) Perkumpulan keluarga dan interaksi sosial keluarga
(5) Sistem pendukung atau jaringan sosial keluarga
d) Struktur keluarga
(1) Pola komunikasi
(2) Struktur kekuasaan
(3) Struktur peran
(4) Nilai dan norma keluarga
e) Fungsi keluarga
(1) Fungsi afektif
(2) Fungsi sosialisasi
(3) Fungsi perawatan keluarga
f) Pemeriksaan fisik
g) Koping keluarga
(1) Stesor jangka pendek dan jangka panjang
(2) Kemampuan keluarga untuk berespon terhadap situasi atau stesor
(3) Penggunaan strategi keluarga
(4) Strategi adaptasi disfungsional
2) Analisa Data
Cara analisa data adalah :
a) Validasi data, yaitu meneliti kembali data yang terkumpul dalam format
pengkajian
b) Mengelompokan data berdasarkan kebutuhan biopsiko-sosial dan spiritual
c) Membandingkan dengan standar
d) Membut kesimpulan dari kesenjangan yang di timbulkan
3) Perumusan masalah
Komponen diagnosis keperawatan keluarga (Setiadi, 2008, hal. 49-50) meliputi :
a) Masalah (problem)
Daftar diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan Nanda (1995, dalam Setiadi,
2008, hal. 50-51) adalah sebagai berikut :
(1) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah lingkungan.
(a) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah (higiene lingkungan).
(b) Resiko terhadap cedera.
(c) Resiko terjadi infeksi (penularan penyakit).
(2) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur komunikas.
(a) Komunikasi keluarga disfungsional.
(3) Diagnosis keperawatan keluarga pada masalah struktur peran.
(a) Berduka dan antisipasi.
(b) Berduka disfungsional.
(c) Isolasi sosial.
(d) Perubahan dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit terhadap
keluarga).
(e) Potensial peningkatan menjadi orang tua.
(f) Perubahan menjadi orang tua (krisis menjadi orang tua).
(g) Perubahan penampilan peran.
(h) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah.
(i) Gangguan citra tubuh.
(4) Diagnosis keperawatan keluarga pada masalah fungsi afektif.
(a) Perubahan proses keluarga.
(b) Perubahan menjadi orang tua.
(c) Berduka yang diantisipasi.
(d) Koping keluarga yang tidak efektif, menurun.
(e) Koping keluarga yang tidak efektif, ketidakmampuan.
(f) Resiko terhadap tindak kekerasan.
(5) Diagnosis keperawatan keluarga pada masalah fungsi sosial.
(a) Perubahan proses keluarga.
(b) Perilaku mencari bantuan kesehatan.
(c) Konflik peran orang tua.
(d) Perubahan menjadi orang tua.
(e) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan.
(f) Perubahan pemeliharaan kesehatan.
(g) Kurang pengetahuan.
(h) Isolasi sosial.
(i) Kerusakan interaksi sosial.
(j) Resiko terhadap tindakan kekerasan
(k) Ketidakpatuhan.
(l) Gangguan identitas diri
(6) Diagnosis keperawatan keluarga pada masalah fungsi perawatan kesehatan.
(a) Perubahan pemeliharaan kesehatan.
(b) Potensial peningkatan pemeliharaan kesehatan.
(c) Perilaku mencari pertolongan kesehatan.
(d) Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik atau pengobatan keluarga.
(e) Resiko terhadap penularan penyakit.
(7) Diagnosis keperawatan keluarga pada masalah koping.
(a) Potensial peningkatan koping keluarga.
(b) Koping keluarga tidak efektif, menurun.
(c) Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan.
(d) Resiko terhadap tindak kekerasan.
b) Penyebab (Etiologi)
Perumusan diagnosa keperawatan keluarga dapat dibedakan menjadi 5 (lima) katagori, yaitu :
a) Aktual (terjadi defisit/gangguan kesehatan)
b) Resiko (ancaman kesehatan)
c) Wellness (keadaan sejahtera)
d) Sindrom
4) Prioritas diagnosa keperawatan
Untuk menentukan prioritas terhadap diagnosa keperawatan keluarga dihitung dengan
menggunakan skala Baylon dan Maglaya (1978, dalam Setiadi, 2008, hal. 56-57).
a)Tentukan skor untuk setiap kriteria yang telah dibuat.
b) Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan dengan bobot.
c) Jumlahkanlah skor untuk semua kriteria, skor tetinggi adalah 5, sama dengan
seluruh bobot.
b. Perencanaan
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan
keluarga yang meliputi penentuan tujuan perawatan (jangka panjang/pendek),
penetapan standar dan kriteria serta menentukan perencanaan untuk mengatasi masalah
keluarga (Setiadi, 2008, hal. 61-62).
1) Penetapan tujuan
Bila dilihat dari sudut jangka waktu, maka tujuan perawatan keluarga dapat dibagi
menjadi :
a) Tujuan jangka panjang
Menekankan pada perubahan perilaku dan mengarah kepada kemampuan mandiri.
b) Tujuan jangka pendek
Ditekankan pada keadaan yang bisa dicapai setiap harinya yang dihubungkan dengan
keadaan yang mengancam kehidupan.
2) Penetapan kriteria standar
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
a) Berfokus pada keluarga.
b) Singkat dan jelas.
d) Dapat diobservasi dan diukur.
e) Realistis.
f) Ditentukan oleh perawat dan keluarga.
3) Pembuatan rencana keperawatan
Fokus dari intervensi keperawatan keluarga antara lain meliputi kegiatan yang bertujuan :
a) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan.
b) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan keluarga yang tepat.
c) Memberi kepercayaan diri dalam merawat anggota yang sakit.
d) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi
sehat.
e) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
c. Pelaksanaan
Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan atau perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah di susun pad tahap perncanaan. Pada tahap ini perawat mengasuh
keluarga sebaiknya tidak bekerja sendiri, tapi perlu melibatkan secara integrasi semua
profesi kesehatan yang menjadi tim perawatan kesehatan di rumah (Setiadi, 2008, hal.
66).