Upload
rendhut
View
56
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
konsep dan asuan keperawatan pada klien dengan batu ginjal
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL
A. Definisi
Batu ginjal atau kalkulus adalah batu yang dibentuk di dalam saluran kemih oleh kristalisasi
dari substansi ekskresi di dalam urine (M.Nurs, 2007 ).
Batu ginjal/kalkulus adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+ dan Fosfat
Ca2+, namun asam urat dan kristal juga pembentuk batu (Doenges, 2000).
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan
merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
Batu dapat dibentuk dalam pelviks ginjal, menetap dan menjadi lebih besar, bergerak turun
sepanjang ureter ke dalam kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan
hidroureter yang asimptomatik.
B. Epidemiologi
Penelitian Tarihoran YM pada tahun 2001-2002 di RSUP. H. Adam Malik Medan terdapat
105 pasien urolitiasis dengan kelompok umur terbanyak 30-50 tahun yaitu sebesar 46,6%
dan jenis kelamin pria lebih banyak daripada wanita dengan proporsi 64,8%.
C. Faktor Resiko
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya urolitiasis, yaitu:
1. Usia
Lebih sering ditemukan pada usia 30-50 tahun
2. Jenis kelamin
Jumlah penderita laki-laki lebih banyak tiga kali dibandingkan perempuan. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan struktur anatomi saluran kemih antara laki-laki dan
perempuan serta faktor hormone estrogen yang mencegah terjadinya agregasi
garam kalsium.
3. Pekerjaan
Pekerja-pekerja keras yang banyak bergerak, misalnya buruh dan petani akan
mengurangi terjadinya batu sal. kemih bila dibandingkan dengan pekerja-pekerja
yang lebih banyak duduk.
4. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum akan mengurangi
terbentuknya batu, sedangkan bila kurang minum menyebabkan kadar semua
substansi dalam urin akan meningkat dan akan mempermudah pembentukan batu.
Kejenuhan air yang diminum sesuai dengan kadar mineralnya terutama kalsium
diperkirakan mempengaruhi terbentuknya batu sal. kemih
5. Makanan
Konsumsi makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam akan
meningkatkan pembentukan batu sal. kemih. Diet banyak purin (kerang-kerangan,
anggur), oksalat (teh, kopi, cokelat, minuman soda, bayam), kalsium (daging, susu,
kaldu, ikan asin dan jeroan) mempermudah terjadinya penyakit ini. Makan-makanan
yang banyak mengandung serat dan protein nabati mengurangi risiko batu sal.
kemih dan makanan yang mengandung lemak dan protein hewani akan
meningkatkan risiko batu sal. kemih.
6. Riwayat Keluarga/keturunan
Riwayat anggota keluarga yang pernah menderita batu sal. kemih akan
memberikan resiko lebih besar timbulnya penyakit ini. 30-40% penderita kalsium
oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita batu sal. kemih
7. Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan
menjadi inti pembentukan batu sal.kemih. Infeksi oleh bakteri yang memecah ureum
dan membentuk amonium akan mengubah pH urin menjadi alkali dan akan
mengendapkan garam-garam fosfat sehingga akan mempercepat pembentukan batu
8. Iklim dan temperatur/suhu
Individu yang menetap di daerah beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet
tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi serta peningkatan produksi vitamin D
(memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat), sehingga insiden batu saluran
kemih akan meningkat. Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak
mengeluarkan keringat, mengurangi produksi urin dan mempermudah pembentukan
batu saluran kemih.
D. Patofisiologi
Batu saluran kemih merupakan hasil dari beberapa gangguan metabolisme, meskipun
belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun beberapa teori menyebutkan
diantaranya teori inti matriks, teori supersaturasi, teori presipitasi-kristalisasi, teori
berkurangnya faktor penghambat. Setiap orang mensekresi kristal lewat urine setiap waktu,
namun hanya kurang dari 10 % yang membentuk batu. Supersaturasi filtrat diduga sebagai
faktor utama terbentuknya batu, sedangkan faktor lain yang dapat membantu yaitu
keasaman dan kebasaan batu, stasis urine, konsentrasi urine, substansi lain dalam urine
(seperti : pyrophospat, sitrat dll).
Sedangkan materi batunya sendiri bisa terbentuk dari kalsium, phospat, oksalat, asam
urat, struvit dan kristal sistin. Batu kalsium banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80 %
dari seluruh batu saluran kemih, kandungan batu jenis ini terdir atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsur itu. Batu asam urat merupakan 5-10 % dari
seluruh BSK yang merupakan hasil metabolisme purine. Batu struvit disebut juga batu
infeksi karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih, kuman
penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau ‘urea splitter’, yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi basa. Batu struvit biasanya
mengandung magnesium, amonium dan sulfat. Batu sistin masih sangat jarang ditemui di
Indonesia, berasal dari kristal sistin akibat adanya defek tubular renal yang herediter
Apabila karena suatu sebab, partikel pembentuk batu meningkat maka kondisi ini akan
memudahkan terjadinya supersaturasi, sebagai contoh pada seseorang yang mengalami
immobilisasi yang lama maka akan terjadi perpindahan kalsium dari tulang, akibatnya
kadar kalsium serum akan meningkat sehingga meningkat pula yang harus dikeluarkan
melalui urine. Dari sini apabila intake cairan tidak adekuat atau seseorang mengalami
dehidrasi, maka supersaturasi akan terjadi dan kemungkinan terjadinya batu kalsium
sangat besar. pH urine juga dapat membantu terjadinya batu atau sebaliknya, batu asam
urat dan sistin cenderung terbentuk pada suasana urine yang bersifat asam, sedangkan
batu struvit dan kalsium fosfat dapat terbentuk pada suasana urine basa, adapun batu
kalsium oksalat tidak dipengaruhi oleh pH urine.
Batu yang berada dan terbentuk di tubuli ginjal kemudian dapat berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu
yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai
tanduk rusa sehingga disebut batu stoghorn. Batu yang besar dan menyumbat saluran
kemih akan menyebabkan obstruksi sehingga menimbulkan hidronefrosis atau kaliektasis.
Peningkatan tekanan akibat obstruksi menyebabkan ischemia arteri renalis diantara korteks
renalis dan medulla dan terjadi pelebaran tubulus sehingga dapat menimbulkan kegagalan
ginjal. Obstruksi yang tidak teratasi akan menyebabkan urin stasis yang menjadi
predisposisi terjadinya infeksi sehingga menambah kerusakan ginjal yang ada.
Sebagian urin dapat mengalir kembali ke tubulus renalis masuk ke vena dan tubulus
getah bening yang bekerja sebagai mekanisme kompensasi guna mencegah kerusakan
ginjal. Ginjal yang tidak menderita mengambil alih eliminasi produk sisa yang banyak.
Karena obstruksi yang berkepanjangan, ginjal yang tidak menderita membesar dan dapat
berfungsi seefektif seperti kedua buah ginjal seperti sebelum terjadi obstruksi. Obstruksi
kedua belah ginjal berdampak kepada kegagalan ginjal. Hidronefrosis bisa timbul tanpa
gejala selama ginjal berfungsi adekuat dan urin masih bisa mengalir. Adanya obstruksi dan
infeksi akan menimbulkan nyeri koliks, nyeri tumpul (dull pain), mual, muntah dan
perkembangan hidronefrosis yang berlangsung lamban dapat menimbulkan nyeri ketok
pada pinggang. Kadang-kadang dijumpai hematuri akibat kerusakan epitel.
Batu yang keluar dari pelvis ginjal dapat menyumbat ureter yang akan menimbulkan
rasa nyeri kolik pada pinggir abdomen, rasa nyeri bisa menjalar ke daerah genetalia dan
paha yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas kegiatan peristaltik dari otot polos pada
ureter yang berusaha melepaskan obstruksi dan mendorong urin untuk berlalu. Mual dan
muntah seringkali menyertai obstruksi ureter akut disebabkan oleh reaksi reflek terhadap
nyeri dan biasanya dapat diredakan setelah nyeri mereda. Ginjal yang berdilatasi besar
dapat mendesak lambung dan menyebabkan gejala gastrointestinal yang
berkesinambungan. Bila fungsi ginjal sangat terganggu, mual dan muntah merupakan
ancaman gajala uremia
Beberapa teori terbentuknya urolitiasis, yaitu :
1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut bila
dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul zat organik seperti urea,
asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan mempengaruhi kelarutan zat-zat lain.
Bila konsentrasi zat-zat yang relatif tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat)
makin meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat tersebut. Bila air kemih
menjadi asam (pH turun) maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal.
Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat seperti kalsium
fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan batu pada saluran kemih
terjadi bila keadaan urin kurang dari atau melebihi batas pH normal sesuai dengan
jenis zat pembentuk batu dalam saluran kemih. Batasan pH urin normal antara 4,5-8.
2. Teori Nukleasi adanya nidus
Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang kemudian
terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah ulserasi mukosa,
gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga bakteri, jaringan nekrotik iskemi
yang berasal dari neoplasma atau infeksi dan benda asing.
3. Teori Tidak Adanya Inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh adanya
inhibitor kristalisasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih ditentukan
oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu dan penghambat
(inhibitor). Pada penderita batu saluran kemih, tidak didapatkan zat yang bersifat
sebagai inhibitor dalam pembentukan batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah
diketahui dapat menghambat pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal
kalsium. Zat lain yang mempunyai peranan inhibitor, antara lain: asam ribonukleat,
asam amino terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng.
4. Teori Epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan kristal lain.
Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan masukan kalsium dan
oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium oksalat. Kristal ini kemudian akan
menempel di permukaan kristal asam urat yang telah terbentuk sebelumnya,
sehingga tidak jarang ditemukan batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam
urat yang dilapisi oleh kalsium oksalat di bagian luarnya.
5. Teori Kombinasi
Teori Kombinasi adalah gabungan dari berbagai teori disebut dengan teori
kombinasi.
Terbentuknya batu sal.kemih dalam teori kombinasi adalah :
a. Fungsi ginjal harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat
membentuk kristal secara berlebihan.
b. Ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH yang sesuai untuk
kristalisasi.
Dari kedua hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ginjal harus mampu
melakukan ekskresi suatu zat secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai
sehingga terjadi presipitasi zat-zat tersebut.
c. Urin harus tidak mengandung sebagian atau seluruh inhibitor kristalisasi.
d. Kristal yang telah terbentuk harus berada cukup lama dalam urin, untuk dapat
saling beragregasi membentuk nukleus, selanjutnya akan mengganggu aliran
urin. Statis urin yang terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam
pembentukan batu saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk
dapat tumbuh.
Sedangkan klasifikasi batu saluran kemih yaitu:
1) Batu Kalsium
• Batu jenis ini adalah jenis batu yang paling banyak ditemukan, yaitu 70-80%
dari jumlah pasien urolitiasis.
• Ditemukan lebih banyak pada laki-laki, rasio pasien laki- laki dibanding
wanita adalah 3:1, dan paling sering ditemui pada usia 20-50 tahun.
• Kandungan batu ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat atau
campuran dari keduanya.
• Kelebihan kalsium dalam darah secara normal akan dikeluarkan oleh ginjal
melalui urin.
• Penyebab tingginya kalsium dalam urin antara lain:
a) Peningkatan penyerapan kalsium oleh usus, gangguan kemampuan
penyerapan kalsium oleh ginjal
b) peningkatan penyerapan kalsium tulang
2) Batu Infeksi/Struvit
Batu struvit disebut batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan
oleh adanya infeksi saluran kemih.
Adanya infeksi saluran kemih dapat menimbulkan gangguan keseimbangan
bahan kimia dalam urin.
Bakteri dalam saluran kemih mengeluarkan bahan yang dapat menetralisir
asam dalam urin sehingga bakteri berkembang biak lebih cepat dan
mengubah urin menjadi bersuasana basa.
Suasana basa memudahkan garam-garam magnesium, ammonium, fosfat
dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium fosfat (MAP) dan
karbonat apatit.
Terdapat pada sekitar 10-15% dari jumlah pasien urolitiasis. Lebih banyak
pada wanita, dengan rasio laki-laki dibanding wanita yaitu 1:5.
Batu struvit biasanya menjadi batu yang besar dengan bentuk seperti tanduk
(staghorn)
3) Batu Asam Urat
• Ditemukan 5-10% pada penderita urolitiasis.
• Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 3:1.
• Sebagian dari pasien jenis batu ini menderita Gout, yaitu suatu kumpulan
penyakit yang berhubungan dengan meningginya atau menumpuknya asam
urat.
• Pada penyakit jenis batu ini gejala dapat timbul dini karena endapan/kristal
asam urat (sludge) dapat menyebabkan keluhan berupa nyeri hebat (colic),
karena endapan tersebut menyumbat saluran kencing.
• Batu asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga sering kali keluar
spontan.
• Batu asam urat tidak tampak pada foto polos.
4) Batu Sistin
• Jarang ditemukan, terdapat pada sekitar 1-3% pasien urolitiasis.
• Penyakit batu jenis ini adalah suatu penyakit yang diturunkan.
• Batu ini berwarna kuning jeruk dan berkilau.
• Rasio laki-laki dibanding wanita adalah 1:1.
• Batu lain yang juga jarang yaitu Batu Silica dan Batu Xanthine
Analisis: Dari jenis batu yang menyebabkan seseorang menderita obstruksi
saluran kemih, batu yang paling berpengaruh adalah batu kalsium. Hal ini
lebih beresiko terhadap orang yang inaktif, karena penumpukan kalsium
yang terdapat dalam tubuh. Selain itu pertumbuhan tulang yang tidak efektif
serta penggunaan kalsium yang tidak optimal dan kalsium merupakan salah
satu zat yang tidak dapat disimpan dalam tubuh. Oleh karena itu,
pengeluaran kalsium lebih banyak melewati system urinarius.
PATHWAY
Diet Geografis Iklim dan temperatur
Infeksi Bakteri
Enzim Urease
Amonia dan Karbonat
pH urine dan CO2
Fosfat ammonium magnesium
(Batu Struvit)
Purin, ksalat, kalsium
Kandungan air, Ca, dan kapur
Intake cairan <<
Subtansi pembentuk
batu
Gagal mencukupi kebutuhan air tubuh
Vol. urine pekat+rendah
TersaturasiLarutan
pembentuk batu
Batu Saluran Kemih
Obstruksi partial Obstruksi total
Obstruksi Partial
Tekanan hidrostatik
Batu berpindah
Radang/Iritasi Hematuria
Retensi Urine
Statis urin
Resiko Infeksi
Demam
Infeksi
Nyeri
Obstruksi Total
Anuria
Aliran Balik urine
Hidronefrosis
PeningkatanTekanan Ginjal
Iskemia
arteri
Obstruksi kedua ginjal
Gagal ginjal
Mendesak lambung
Reflek renointestinal
Mual dan muntah
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala urolitiasis, antara lain:
1. Nyeri
tergantung dari letak batu
2. Demam
Demam ialah tanda adanya kuman yang beredar di dalam darah. selain demam
adalah jantung berdebar-debar, tekanan darah rendah dan pelebaran pembuluh
darah di kulit. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi
secepatnya
3. Hematuria dan Kristaluria
Hematuria adalah adanya darah yang keluar bersama urin. Kristaluria adalah urin
yang disertai dengan pasir atau batu.
4. Nausea dan Vomiting
Obstruksi saluran kemih bagian atas sering menimbulkan mual dan muntah.
5. Pembengkakkan daerah punggung bawah
Penyumbatan saluran kemih bagian atas yang akut ditandai rasa sakit punggung
bagian bawah.
6. Infeksi
Ditandai gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah dan
disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan
infeksi dari Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp
F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Fisik
a) Kadang-kadang teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
b) Nyeri tekan pada pinggang.
c) Batu uretra anterior bisa di raba.
d) Pada keadaan akut paling sering ditemukan kelembutan di daerah pinggul (flank
tenderness), ini disebabkan oleh hidronefrosis akibat obstruksi yaitu saat batu
melewati ureter menuju kandung kemih.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan sedimen urin, jenis kristal yang ditemukan dapat memberi petunjuk
jenis batu. Pemeriksaan pH urin < 5 menyokong suatu batu asam urat, sedangkan
peningkatan pH (≥7) menyokong adanya organisme pemecah urea seperti Proteus
sp, Klebsiella sp, Pseudomonas sp dan batu struvit.
b) Urine kultur: mikroorganisme
Untuk mengidentifikasi faktor pencetus terbentuknya urolitiasis
Pemeriksaan Radiologis
a) Foto polos abdomen
Menentukan besar, macam dan lokasi batu radiopaque. Batu jenis kalsium oksalat
dan kalsium fosfat bersifat radiopaque sedangkan batu asam urat bersifat
radiolusen
b) Intravenous Pyelogram (IVP)
IVP dapat menentukan letak batu, terutama batu yang radiolusen dan untuk
melihat fungsi ginjal. Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi opaque
ataupun batu non opaque yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.
c) CT Scan (Computerized Tomography)
CT Scan adalah tipe diagnosis sinar X yang dapat membedakan batu dari tulang
atau bahan radiopaque lain.
d) Retrograte Pielografi (RPG)
Dilakukan bila pada kasus di mana IVP tidak jelas, alergi zat kontras, dan IVP tidak
mungkin dilakukan.
e) USG
Cara terbaik untuk mendeteksi urolitiasis ialah dengan kombinasi USG dan foto
polos abdomen. USG dapat melihat bayangan batu baik di ginjal maupun di dalam
kandung kemih dan adanya tanda-tanda obstruksi urin.
f) Radioisotop
Untuk mengetahui fungsi ginjal secara satu persatu, sekaligus adanya sumbatan
pada gagal ginjal.
G. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Konservatif
• menunggu sampai batu dapat keluar dengan sendiri.
• Pasien diberikan air minum minimal 2-3 liter per hari.
• diet kalsium, oksalat, natrium, fosfat dan protein tergantung pada penyebab
batu
2) Pemberian obat-obatan
Bertujuan mengurangi rasa sakit, mengusahakan agar batu keluar spontan, disolusi
batu dan mencegah kambuhnya batu.
Beberapa jenis obat yang diberikan antara lain : spasmolitika yang dicampur
dengan analgesik untuk mengatasi nyeri, kalium sitrat untuk meningkatkan pH urin,
selulosa fosfat untuk menghambat absorbsi usus, antibiotika untuk mencegah
infeksi, tiazid untuk diuresis
3) Penatalaksanaan Tanpa Operasi
a) Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5mm,
karena batu dapat keluar spontan. Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri,
memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak
supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih
b) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL adalah alat yang dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau
batu kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui
saluran kemih. batu yang keluar menimbulkan nyeri kolik dan menyebabkan
hematuria. Persyaratan dilakukan ESWL :
• Batu ginjal berukuran mulai dari 5 mm hingga 20 mm.
• Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
• Fungsi ginjal masih baik.
• Tidak ada sumbatan distal dari batu.
c) Endourologi
Endourologi adalah tindakan invasif untuk memecah batu, dan
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung
ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi
kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara atau
energi laser. Proses ini dilakukan dibawah anestesi lokal
4) Tindakan Operasi
a. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu sal.kemih.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah Terbuka
Pembedahan terbuka itu antara lain:
pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal
ureterolitotomi untuk batu di ureter.
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi
dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau
mengalami pengkerutan akibat batu sal.kemih yang menimbulkan
obstruksi dan infeksi yang menahun.
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengumpulan data
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur (penyakit BSK paling sering didapatkan pada usia 30
sampai 50 tahun), jenis kelamin (BSK banyak ditemukan pada pria dengan
perbandingan 3 kali lebih banyak dari wanita), alamat, agama/kepercayaan, pendidikan,
suku/bangsa (beberapa daerah menunjukkan angka kejadian BSK yang lebih tinggi dari
daerah lain), pekerjaan (BSK sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life) (Purnomo, 2000).
b. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama yang sering terjadi pada klien batu ginjal adalah nyeri pinggang
akibat adanya batu pada ginjal, berat ringannya nyeri tergantung lokasi dan besarnya
batu, dapat pula terjadi nyeri kolik/kolik renal yang menjalar ke testis pada pria dan
kandung kemih pada wanita. Klien dapat juga mengalami gangguan saluran
gastrointestinal dan perubahan dalam eliminasi urine (Ignatavicius, 1995).
c. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin berhubungan dengan BSK, antara lain infeksi saaluran kemih,
hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang
mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito, 1995).
d. Riwayat penyakit keluarga
Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab
terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA),
cystinuria, Xanthinuria dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).
e. Riwayat psikososial
Klien dapat mengalami masalah kecemasan tentang kondisi yang dialami, juga
berkenaan dengan rasa nyeri, dapat juga mengekspresikan masalah tentang
kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktifitas harian lainnya (Engram, 1998).
f. Pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Klien biasanya tinggal pada lingkungan dengan temperatur panas dan lingkungan
dengan kadar mineral kalsium yang tinggi pada air. Terdapat riwayat penggunaan
alkohol, obat-obatan seperti antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinol
dan sebagainya. Aktifitas olah raga biasanya tidak pernah dilakukan
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya asupan dengan diet tinggi purin, kalsium oksalat dan fosfat. Terdapat juga
ketidakcukupan intake cairan. Klien BSK dapat mengalami mual/muntah, nyeri
tekan abdomen.
Pola eliminasi
Pada klien BSK terdapat riwayat adanya ISK kronis, adanya obstruksi sebelumnya
sehingga dapat mengalami penurunan haluaran urine, kandung kemih terasa
penuh, rasa terbakar saat berkemih, sering berkemih dan adanya diare
Pola istirahat – tidur
Klien BSK dapat mengalami gangguan pola tidur apabila nyeri timbul pada malam
hari atau saat istirahat
Pola aktifitas
Adanya riwayat keterbatasan aktifitas, pekerjaan monoton ataupun immobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya (contoh penyakit tak sembuh, cedera
medulla spinalis)
Pola hubungan dan peran
Didapatkan riwayat klien tentang peran dalam keluarga dan masyarakat, interaksi
dengan keluarga dan orang lain serta hubungan kerja, adakah perubahan atau
gangguan
Pola persepsi dan konsep diri
Klien dapat melaporkan adanya perasaan gugup atau kecemasan yang dirasakan
sebagai akibat kurangnya pengetahuan tentang kondisi, diagnosa dan
tindakan/operasi
Pola kognitif-peseptual
Didapatkan adanya keluhan nyeri, nyeri dapat akut ataupun kolik tergantung lokasi
batu
Pola reproduksi seksual
Dikaji tentang pengetahuan fungsi seksual, adakah perubahan dalam hubungan
seksual karena perubahan kondisi yang dialami
Pola koping dan penanganan stress
Dikaji tentang mekanisme klien terhadap stress, penyebab stress yang mungkin
diketahui, bagaimana mengambil keputusan
Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana praktik religius klien (type, frekwensi), dengan apa (siapa) klien
mendapat sumber kekuatan atau makna
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan kasus urologi atau penyakit ginjal dilakukan
berdasarkan data/informasi yang diperoleh saat melakukan pengkajian tentang riwayat
penyakit. Pemeriksaan meliputi sistem urinari disertai review sistem yang lain dan status
umum.
Keadaan umum
Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan
(keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan. Tanda vital dapat
meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta
tekanan darah dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock
Ginjal, ureter, buli-buli dan uretra
Pemeriksaan ini dilakukan bersama dengan pemeriksaan abdomen yang lain
dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Inspeksi : dengan posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah
pinggang atau abdomen sebelah atas; asimetris ataukah adanya perubahan warna
kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan karena hidronefrosis atau
tumor pada retroperitonium.
Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal
untuk memeriksa adanya ‘bruit’. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan
oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri
renal.
Palpasi : palpasi pada ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua
tangan, tangan kiri diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke
atas sedangkan tangan kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke
bawah (pada ginjal kanan), bagian bawah dapat teraba pada orang yang kurus.
Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau hidronefrosis biasa teraba
dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi, tetapi bila terjadi spasme pada otot-
ototnya akan menghasilkan nyeri pada pinggang atau perut bagian bawah, menjalar
ke skrotum atau labia. Adanya distensi buli-buli akan teraba pada area di atas
simphisis atau setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher
buli-buli.
Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya
pembesaran ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok.
Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup,
dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya tumor/massa.
Uretra
Inspeksi pada daerah meatus dan sekitarnya, diketahui adanya discharge; darah;
mukus atau drainase purulen. Kulit dan membran mukosa dilihat adanya lesi, rash
atau kelainan pada penis atau scrotum; labia atau vagina. Iritasi pada uretra
biasanya dilaporkan dengan adanya rasa tidak nyaman saat klien miksi.
Sistem integument
Diperiksa adanya perubahan warna; pucat dapat menandakan adanya anemia
defisiensi erythropoetin, kuning kemungkinan karena adanya deposit carotene – like
substance akibat kegagalan ekskresi ginjal. Kulit kering dapat mengindikasikan
adanya gagal ginjal kronik atau kekurangan cairan, adanya ptekie menandakan
adanya perdarahan, adanya deposit kristal pada kulit merupakan tanda kegagalan
ginjal yang berlangsung lama
Sistem respirasi
Dalam beberapa keadaaan, kualitas pernafasan menggambarkan status cairan
klien atau keseimbangan asam basa. Pada gagal ginjal pernafasan mungkin berbau
urine atau 'fruit-flavored gum' yang menandakan adanya tosin dalam darah.
Sistem kardiovaskuler
Pemantauan sistem kardiovaskuler dapat digunakan untuk mengetahui status
keseimbangan cairan dan elektrolit dan yang spesifik dengan urinary tract adalah
pemeriksaan tekanan darah. Hipertensi dapat ditemukan pada beberapa penyakit
ginjal dan mungkin adanya overload cairan atau gangguan sistem renin-angiotensin
Sistem musculoskeletal
Diperiksa pergerakan klien selama pemeriksaan untuk menentukan tonus otot tubuh
secara keseluruhan dan menentukan kemampuan fisik klien mengontrol eliminasi
urine, otot yang spesifik pada proses ini adalah otot perineal dan abdomen. Klien
dianjurkan untuk mengencangkan (kontraksi) otot tersebut yang dapat diketahui
dengan cara palpasi
Sistem neurologi
Disfungsi ginjal dapat berpengaruh pada sistem persyarafan. Pada gagal ginjal
kronik peningkatan kalsium akan menyebabkan tetani, penurunan kalsium akan
menyebabkan kelemahan atau penumpukan toksin. Karena spinkter ani dan
spinkter urinari berasal dari cabang persyarafan yang sama maka pada
pemeriksaan bila salah satu utuh maka spinkter yang lain juga demikian.
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memasukan jari ke dalam anus, jari akan
terasa terjepit pada saat diberikan rangsangan nyeri pada penis akibat
berkontraksinya spinkter ani eksterna dan otot bulbokavernosa, hal ini menandakan
reflek pada S2 dan S4 intake.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan :
Urinalisa : urine berwarna kuning, coklat atau merah, secara mikroskopis terdapat
sel darah merah, sel darah putih, kristal, mineral, bakteri, PH urine dapat asam
(untuk jenis batu cystine atau asam urat) dan basa (batu jenis magnesium,
amonium fosfat atau kalsium fosfat).
Urine 24 jam : ditemukan peningkatan kreatinin, asam urat, kalsium, fosfor, oksalat,
atau cystin.
Urine kultur : Mungkin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi saluran kemih
Biokimia darah : Peningkatan magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan
elektrolit.
Ureum, creatinin serum dan urin : Terjadi peningkatan akibat terjadi iskemik pada
ginjal karena batu.
Natrium klorida dan bikarbonat serum : Peningkatan klorida dan penurunan
bikarbonat diduga akibat telah terjadinya asidosis tubulus renal.
Leukosit : Meningkat, menandakan adanya infeksi
Sel darah merah : Biasanya normal
Hb/Ht : Abnormal jika pasien telah mengalami dehidrasi atau polycitemia atau
anemia (perdarahan, gagal ginjal /disfungsi ginjal).
Hormon Parathyroid : Dapat meningkat jika telah terjadi kegagalan ginjal.
BNO : Memperlihatkan adanya batu atau perubahan anatomi pada ginjal dan
ureter.
IVP : Memperlihatkan abnormalnya struktur anatomis ginjal (distensi ureter) dan
bayangan batu.
Cystoscopy dan ureteroscopy : Secara visual dapat memperlihatkan batu dan
obstrksi pada bladder, ureter dan ginjal.
CT Scan dan MRI : Dapat mengindentifikasi batu, massa pada ginjal. Ureter dan
distensi bladder.
Ultrasound Ginjal : Melihat perubahan obstruksi, lokasi batu.
b. Diagnosa Keperawatan
Rencana Asuhan Keperawatan Urolithiasis
Pre Operasi
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko kelebihan volume
cairan tubuh
berhubungan dengan :
Penurunan fungsi
filtrasi ginjal
Retensi natrium dan
cairan
Volume cairan tubuh
seimbang
Kriteria hasil :
Urine out put > 30 ml/
jam
Balans cairan / 24 jam
500 cc
Edema (-)
Hasil lab ureum,
creatinin, CCT, Na, Cl
dalam batas normal
Kaji status cairan
klien:
Timbang berat ba-
dan secara periodik
Hitung balans
cairan intake-output
Kaji turgor kulit
dan adanya edema
Adanya distensi
vena jugularis
Peningkatan TD,
Nadi
Peningkatan fre-
kuensi nafas dan
suara nafas
tambahan
Batasi intake cairan
sesuai dengan balans
cairan
Identifikasi sumber
yang dapat
menyebabkan
pemasukan cairan
berlebih
Medikasi
Makanan
Jelaskan kepada
pasien dan keluarga
tentang pembatasan
cairan
Dorong klien untuk
mengekspresikan
perasaan dan frustasi
yang dirasakan
Berikan oral hygiene
yang adekuat untuk
meminimalkan
kekeringan membran
mukosa mulut
Konsultasi dengan
gizi untuk membatasi
pemasukan protein
dan lemak. Pastikan
masukan kalori yang
adekuat
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Nyeri b.d :
Peningkatan
kontraksi ureter
Nyeri
berkurang/terkontrol
Mandiri :
Catat lokasi, durasi
dan intensitas
Trauma jaringan,
formasi edema,
iskemik sel
Kriteria Evaluasi :
Pasien melaporkan
bahwa spasme otot
berkurang
Pasien terlihat relaks,
dapat istirahat/tidur
cukup.
(skala0-10 ), radiasi
nyeri. Monitor tanda
nonverbal :
peningkatan TD,
Nadi, lemah.
Jelaskan tentang
penyebab nyeri dan
anjurkan klien untuk
melapor ke pada
perawat bila terjadi
perubahan
karakteristik nyeri
Berikan suasana
yang nyaman dan
tenang, masase
punggung
Bantu klien untuk
melakukan tehnik
nafas dalam,
imaginasi dan
aktivitas untuk
mengalihkan nyeri.
Bantu pasien dan
sarankan untuk
ambulasi dan minum
3000-4000 cc/hari
jika tidak ada kontra
indikasi
Catat adanya
peningkatan atau
nyeri abdomen yang
tetap
Kolaborasi
Berikan obat-obatan
sesuai indikasi :
Jenis narkosa; me-
peridine, morphine.
Antispasmodik :
flaavoxate (urispas),
Ditropan
Berikan kompres
hangat pada bagian
punggung
Pertahankan
kepatenan kateter
jika ada.
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Perubahan eliminasi urin
b.d
Stimulasi bladder
oleh batu
Iritasi renal atau
ureter oleh batu
Obstruksi mekanis,
inflamasi
Eliminasi normal
Kriteria Evaluasi :
Pasien melaporkan
bahwa b.a.k spontan
tanpa keluhan.
Pola berkemih
normal
Tidak ada tanda
obstruksi
Mandiri :
Monitor intake dan
out put dan
karakteristik urin
Kaji pola normal bak
klien serta variasinya
Tingkatkan intake
cairan oral
Kumpulkan urine dan
saring untuk meng-
kumpulkan batu
sehingga dpt
dianalisa di lab
Kaji adanya distensi
bladder dengan pal-
pasi suprapubis.
Catat adanya
penurunan output
urin dan ada-nya
edema periorbital.
Observasi adanya
pe-rubahan status
men-tal, tingkah laku
atau tingkat
kesadaran
Kolaborasi
Monitor hasil lab :
Elektrolit, ureum dan
kreatinin
Lakukan
pemeriksaan kutur
urin dan resistensi
kuman
Berikan obat-obatan
sesuai indikasi
Pertahankan kepa-
tenan kateter uretra,
ureter, nefros-tomi
jika dipergunakan
Lakukan irigasi
dengan larutan asam
atau alkali sesuai
indikasi
Siapkan pasien untuk
dilakukan prosedur
endoskopi, ESWL
Atau prosedur
pembedahan
Post Operasi
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko kurang volume
cairan tubuh b.d
Nausea, muntah
Diuresis post
obstruksi
Volume cairan tbuh
cukup
Kriteria Evaluasi :
Balance cairan
seimbang
TTV dan berat badan
normal
Membran mukosa
lembab
Nadi perifer teraba
Turgor kulit baik
Mandiri :
Monitor intake dan
out put
Catat karakteristik
muntah, diarea dan
faktor presipitasi.
Tingkatkan cairan 3 –
4 ltr/hari jika tidak
ada kontra indikasi
Monitor TTV,
evaluasi Capilary
refill, turgor kulit,
membran mukosa.
Timbang berat badan
setiap hari
Kolaborasi
Monitor hasil lab :
Elektrolit dan Hb,Ht
Berikan cairan
intravena
Berikan makanan
lunak agar mudah
dicerna
Berikan obat-obatan
antiemetik sesuai
indikasi
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d
Insisi pembedahan
Posisi dan
ketegangan otot-otot
Nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Pasien menyatakan
Mandiri :
Kaji tingkat nyeri
pasien dengan skala
nyeri
Berikan kompres
saat operasi nyeri berkurang
Secara bertahap
meningkatkan
aktivitas
Pasien tenang, cukup
istirahat /tidur
Berpartisipasi dalam
melakukan tehnik
relaksasi
hangat dan pijatan
pada otot yang
tegang
Tekan daerah insisi
dengan telapak
tangan atau bantal
saat pasien batuk
atau nafas dalam
Bantu dan anjurkan
pasien untuk
ambulasi dini
Ajarkan dan anjurkan
melakukan tehnik
relaksasi dan nafas
dalam
Kolaborasi :
Berikan analgetik
sesuai program
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Resiko terjadinya infeksi
berhubungan dengan
Insisi operasi
Tidak adekuatnya
daya tahan primer
karena prosedur
infasif
Pemasangan kateter,
NGT, drain,
Nefrostomi
Infeksi tidak terjadi selama
tujuh hari
Kriteria evaluasi :
Luka insisi utuh, tidak
ada bengkak,
kemerahan, nyeri, pus
Luka sembuh dengan
adekuat
Suhu tubuh normal (36-
37 C)
Tidak ada tanda-tanda
infeksi pada
Observasi balutan dan
insisi luka terhadap
adanya pengeluaran
dan pendarahan setiap
4 jam sekali
Ganti balutan dan
observasi proses
penyembuhan
observasi tanda-tanda
infeksi luka, kemerahan,
drainase, nyeri, bau
Cuci tangan sebelum
dan sesudah melakukan
pemasangan alat
Hasil lab leukosit normal
(5000-10.000 ul)
tindakan
Gunakan tehnik aseptik
dan antiseptik pada saat
mengganti balutan dan
tindakan yang
berhubungan dengan
alat-alat yang terpasang
Observasi suhu tiap 4
jam hari pertama,
selanjutnya 6-8 jam atau
setiap shift jika tidak ada
kenaikan suhu
Jaga kebersihan
perorangan dan
lingkungan pasien
Berikan antibiotika
sesuai dengan program
dokter atau indikasi
Beri makan TKTP dan
pantau makan habis
atau tidak
Kolaborasi :
Pemeriksaan leukosit
Pemberian terapi
antibiotik
Tgl No
Dx
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Kurang pengetahuan
tentang kondisi,
prognosis dan tindakan
yang dibutuhkan b.d
Misinterpretasi
Pengetahuan pasien
adekuat.
Kriteria Evaluasi :
Scr verbal pasien
Mandiri :
Ulangi tentang proses
penyakit dan tujuan yang
diharapkan
Tekankan tentang
informasi
Kurang terpaparnya
informasi
mengerti tentang
proses penyakit
Berinisiatif untuk
merubah gaya hidup
Berpartisipasi dalam
tindakan
perlunya intake cairan
yang cukup 3 – 4 ltr/hari,
ajari klien untuk memper-
hatikan bila adanya mulut
yang kering, diuresis yang
berle-bihan, dipphoresis
maka klien harus
meningkatkan intake
cairan
Ajarkan tentang makanan
yang harus dihindari/
dibatasi:
Purin; alkohol, jeroan,
kacang-kacangan
Kalsium; susu, keju,
yoghurt, Oksalat; coklat,
kopi, bayam.
Diskusikan bila ada obat
yang harus di-minum untuk
meng-hindari terjadinya
kambuh kembali
Anjurkan klien untuk tetap
aktif
Dengarkan secara aktif ttg
keinginan klien untuk
meng-ubah gaya hidup
dan mentaati pro-gram
terapi regimen
Ajarkan klien untuk
mengevaluasi penyakitnya;
rasa nyeri, hematuria,
oliguria
Ajarkan tentang perawatan
luka pembedahan
DAFTAR RUJUKAN
Carpenito, Linda Jual. (1998). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Purnomo, Basuki B. (2009). Dasar-Dasar Urologi. Edisi II. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta