Upload
concoz
View
170
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
luka bakar
Citation preview
Luka bakar
Samuel Palawa Saman*
*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
10.2009.051
Kelompok C7
Alamat korespondensi:
Jalan Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Luka bakar atau combusio adalah kasus emergency yang sering ditemukan dalam dunia kedokteran.
Etiologi dari luka bakar dapat terjadi karena factor thermal, kimia, listrik dan radiasi. Untuk itu luka
bakar di klasifikasikan menjadi beberapa derajat sesuai dengan luas dan dalamnya luka bakar. Dalam
kasus emergency seperti ini berbeda dengan penanganan kasus non emergency seperti penyakit pada
umumnya. Dalam penanganan pertama pasien dengan luka bakar khusunya derajat 3-4 maka perlu
dilakukannya primary survey dan secondary survey, tujuannya adalah untuk memeriksa Aiways (jalan
nafas), Breathing (pernafasan), Circulation (aliran darah dan cairan yang keluar), Disability (kecacatan
pada ektremitas), Exposure (keadaan dari ujung rambut sampai ujung kaki). Dalam pembagian luas
luka bakar ada istilah rules of nine, tujuannya adalah menentukan seberapa derajat dan keparahan luka
bakar, sehingga berbeda derajat berbeda pula penanganan. Penatalaksanaan pada luka bakar
tergantung dari derajat keparahan luka bakar, semakin cepat penanganan maka akan mengecilkan
risiko komplikasi dan kecacatan hingga kematian.
Kata Kunci: Combusio,emergency, airways, breathing, circulation, rules of nine
ABSTRACT
Burns injury, or combusio are emergency cases that are often found in the medical world. The etiology
of burns can occur due to factors thermal, chemical, electrical and radiation. For that burns are
classified into several degrees according to the breadth and depth of burns. In emergency cases like
this is different from handling non-emergency cases like illness in general. In the first treatment of
patients with 3-4 degree burns especially the need to do primary survey and secondary survey, the
purpose is to examine Airways (airway obstruction), Breathing (respiratory), Circulation (blood flow
and fluid that comes out), Disability (disability in extremity), Exposure (state from head to toe). In this
division there are extensive burns rules of nine terms, the goal is to determine how the degree and
severity of the burn, so different degrees of different handling. Management of the burn depends on
the severity of the burn, the faster management will minimize the risk complications, disability and
death.
Keywords : Combusio,emergency, airways, breathing, circulation, rules of nine
1
Skenario
Seorang perempuan berusia 25 tahun dibawa ke UGD RS paska ledakan kompor gas
dirumahnya. Pada inspeksi tampak kedua lengan bawah, tangan, wajah, leher, kulit tampak eritem,
bula-bula, diselingi daerah-daerah berwarna pucat. Pasien sangat mengeluh kesakitan. Pasien tiba di
RS 3 jam setelah kejadian.
Pendahuluan
Ledakan dapat menyebabkan kerusakan multisistem serta menyebabkan cedera yang mengancam
hidup terhadap satu atau beberapa korban secara bersamaan. Ledakan dapat menghasilkan pola luka
klasik dari mekanisme tumpul dan penetrasi ke beberapa sistem organ, tetapi ledakan juga dapat
mengakibatkan cedera pola unik untuk organ tertentu termasuk paru-paru dan sistem saraf pusat. 1, 2
Tingkat dan pola cedera yang dihasilkan oleh ledakan merupakan akibat langsung dari beberapa
faktor, termasuk jumlah dan komposisi bahan peledak (misalnya, kehadiran pecahan peluru atau
material lepas yang dapat mendorong, kontaminasi radiologi atau biologi), lingkungan sekitarnya
(misalnya, adanya intervensi barier pelindung), jarak antara korban dan ledakan, metode pengiriman
jika bom terlibat, serta bahaya lingkungan lainnya. Tidak ada dua peristiwa yang identik, serta
spektrum dan tingkat cedera yang dihasilkan sangat bervariasi.2
Pembahasan
A. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan pada pasien luka bakar adalah anamnesis singkat dikarenakan luka
bakar merupakan bagian dari kegawat daruratan biasanya anamnesis dilakuakan secara auto dan
alloanamnesis. Anamnesis yang sering ditanyakan adalah, berat badan pasien, umur, sudah berapa
lama setelah terapar ledakan, terkena ledakan apa, seberapa besar ledakan, penanganan apa yang sudah
dilakukan dan lain lain seperti keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu riwayat penyakit keluarga, riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kejiwaan, gaya
hidup menyusul.1,2
B. Pemeriksaan Fisik
Primary survey
A (Airway) – Jalan nafas
Edema mukosa dapat terjadi pada pasien luka bakar atau trauma inhalasi, obstruksi pada saluran
napas atas (pharynx / larynx) dapat berkembang dengan cepat terutama pada anak. Trauma inhalasi
harus dicurigai pada siapa pun dengan luka bakar dan diasumsikan sampai terbukti sebaliknya, pada
siapa pun yang terbakar dalam ruang tertutup. Inspeksi dari mulut dan pharynx harus dilakukan lebih
2
awal, dan intubasi endotracheal dilakukan jika perlu. Suara serak dan bunyi wheezing pada ekspirasi
adalah tanda-tanda edema saluran napas yang serius atau trauma inhalasi. Produksi lendir berlebihan
dan dahak karbon yaitu dahak bercampur flek hitam juga tanda-tanda positif trauma inhalasi. Tingkat
karboksihemoglobin harus didapatkan dan peningkatan tingkat gejala atau keracunan karbon
monoksida (CO) adalah berdasarkan kemungkinan trauma inhalasi. Penurunan rasio dari tekanan
oksigen arteri (PaO2) dan persentase oksigen terinspirasi (FiO2), adalah salah satu indikator yang
paling awal pasien telah menghirup asap. Bila pasien positif trauma inhalasi sebaiknya pasien dirujuk
ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas pusat luka bakar (burn centre) dengan dilakukan intubasi
terlebih dahulu untuk memastikan jalan nafas tetap terbuka.1,2,3
B (Breathing) – Kemampuan bernafas
Jika jalan napas baik dan pasien dapat bernapas, pemberian oksigen dengan sungkup atau nasal
kanul mungkin dapat mencukupi. Tetapi jika pasien tidak dapat bernapas akibat obstruksi jalan napas
atas atau akibat penurunan kesadaran, dapat diberikan intubasi endotrakeal. Trakeostomi emergensi
harus dihindari kecuali jika hal itu benar-benar dibutuhkan. Jika curiga terdapat trauma pada vertebra
servikalis, manipulasi jalan napas harus dilakukan dengan tetap meimobilisasi leher dan kepala pada
axis tubuh sampai vertebra servikal terevaluasi sepenuhnya.
C (Circulation)
Sirkulasi perifer yang adekuat harus ditemukan dengan cepat setelah terjadinya luka bakar dengan
meraba pulsasi di perifer. Semua pakaian pasien harus dilepaskan. Cincin, jam dan perhiasan harus
dilepaskan pada anggota tubuh yang mengalami cedera, konstriksi pada bagian yang bengkak akibat
jeratan perhiasan dapat mengakibatkan iskemia di bagian distal. Pada luka bakar, permeabilitas
pembuluh darah meningkat, sehingga terjadi perpindahan cairan dari pembuluh darah ke jaringan
intersitial, akibatnya daat menimbulkan syok hipovolemik. Semakin luas area luka bakar, semakin
berat syok hipovolemik yang terjadi. Resusitasi cairan harus diberikan secepatnya. 2,3,4
Disability/Drugs : apakah ada gangguan ekstremitas atau gerakan lain, dan aakah ada
penggunaan obat-obatan
Exposure : bagaimana tampak keseluruhan dari unjung rambut sampai ujung kaki
3
Secondary survey
Kepala : apakah ada deformitas
Wajah : dakah luka bakar di wajah bagian depan dan kiri dan kanan
Rambut : adakah terbakar
Mata : apakah ada bagian mata yang mengalami gangguan atau cacat
THT : apakah ada jelaga dan ada kelainan pendengaran atau mengeluarkan
darah
Paru : simetris, fremitus, vesikuler , rhonki, wheezing
Jantung : BJ I-II, murmur , gallop
Abdomen : apakah Datar, lemas , bagaimana bunyi usus
Ekstremitas : akral hangat atau dingin , apakah ada edema
Status Lokalis
Status lokalis akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan derajat luka bakar.
C. Pemeriksaan Penunjang
Hitung darah lengkap : peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan/kehilangan cairan.
Elektrolit serum : kalium meningkat karena cedera jaringan /kerusakan SDM dan penurunan fungsi
ginjal. Natrium awalnya menurun pada kehilangan air.
Alkalin fosfat : peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitiil/ganguan pompa
natrium.
Urine : adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
Foto rontgen dada : untuk memastikan cedera inhalasi
Scan paru : untuk menentukan luasnya cedera inhalasi
EKG untuk mengetahui adanya iskemik miokard/disritmia pada luka bakar listrik.
BUN dan kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi.
Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
Albumin serum dapat menurun karena kehilangan protein pada edema cairan.
Fotografi luka bakar : memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
4
D. Diagnosis
Diagnosis dari luka bakar dapat diambil dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, selain itu diagnosis pembagian deraja juga diperlukan agar penanganannya tepat dan cepat.
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan
lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih
praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:1,3,5
Berdasarkan American Burn Association's, Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan kedalaman,
luas permukaan, dan derajat berat ringannya luka bakar.
A. Berdasarkan kedalamannya1,2,4
a. Luka bakar derajat I (superficial burns) Luka bakar derajat ini terbatas hanya sampai lapisan epidermis. Gejalanya berupa kemerahan pada kulit akibat vasodilatasi dari dermis, nyeri, hangat pada
perabaan dan pengisian kapilernya cepat. Pada derajat ini, fungsi kulit masih utuh. Contoh dari luka bakar derajat 1 adalah bila kulit terpapar oleh sinar matahari terlalu
lama atau tersiram air panas. Proses penyembuhan terjadi sekitar 5-7 hari. Luka bakar derajat ini tidak menghasilkan jaringan parut, dan pengobatannya bertujuan agar
pasien merasa nyaman dengan mengoleskan soothing salves dengan atau tanpa gel lidah buaya.
Gambar 1. luka bakar derajat I
b. Luka bakar derajat II ( partial thickness burns)
5
Luka bakar derajat ini merupakan luka bakar yang kedalamannya mencapai batas dermis. Bila luka bakar ini mengenai sebagian permukaan dermis
(superficial partial thickness). Luka bakar derajat II superficial ini tampak eritema, nyeri, pucat jika ditekan, dan ditandai adanya bulla berisi cairan eksudat yang
keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meningkat. Luka ini mereepitelisasi dari struktur epidermis yang tersisa pada rete ridge, folikel rambut
dan keringat dalam 7-14 hari secara spontan. Setelah penyembuhan, luka bakar ini dapat memiliki sedikit perubahan warna kulit dalam jangka waktu yang lama.
Gambar 2. Luka bakar derajat IIA
Luka bakar derajat II yang mengenai bagian reticular dermis (deep partial thickness)
tampak lebih pucat, tetapi masih terasa nyeri jika di tusuk dengan jarum (pin prick test). Luka
bakar ini sembuh dalam 14-35 hari dengan reepitelisasi dari folikel rambut, dan keratinosit
kelenjar keringat, seringkali parut berat muncul sebagai akibat dari hilangnya dermis.
Gambar 3. Luka bakar derajat IIB
c. Luka bakar derajat III (full-thickness)
Kedalaman luka bakar ini mencapai seluruh dermis dan epidermis sampai ke lemak
subkutan. Luka bakar ini ditandai dengan eskar yang keras, tidak nyeri, dan warnanya hitam,
putih atau merah ceri. Tidak ada sisa epidermis ataupun dermis sehingga luka harus sembuh
dengan reepitelisasi dari tepi luka. Full thickness memerlukan eksisi dengan skin grafting.
6
Gambar 4. Luka bakar derajat III
d. Luka bakar derajat IV
Luka bakar derajat ini hingga mencapai organ di bawah kulit seperti otot, dan tulang.
Tabel 1. Kategori derajat luka bakar
Gambar 5. Luka bakar derajat IV7
LUAS LUKA BAKAR
Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan dari 9 terkenal dengan nama Rule of
Nine atau Rule of Wallace.
Gambar 6. Rules of nine
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas telapak tangan penderita
adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut
Lund and Brower, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
8
Kepala dan leher - 9 %
Lengan - 18 %
Badan Depan - 18 %
Badan Belakang - 18 %
Tungkai - 36 %
Genitalia/perineum - 1 %
Total - 100 %
Gambar 7. Rules of nie sesuai umur
KRITERIA BERAT RINGANNYA
(American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
-
E. Epidemiologi
Sekitar 2 juta orang menderita luka baar di Amerika Serikat tiap tahun, dengan 100.000 yang
dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam pusat-pusat luka bakar. Kematian dari
luka bakar berkurang sejak 1920, dan dewasa ini penderita luka bakar lebih dari 50% daerah permkaan
tubuh memiliki cukup kemungkinan untuk tetap bertahan bila dirawat dengan tepat. Inseden luka
bakar pada orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau lebih
muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas.
Sekitar 80% luka bakar terjadi dirumah. Ada anak umur dibawah 3 tahun penyebab luka bakar
paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala. Pada umur 3-14 tahun penyebab paling sering
adalah nyala api yang membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka bakar aling sering
9
disebabkan oleh kecelakaan industry. Setelah umur ini biasanya terjadi karena kebakaran dirumah
akibat rokok yang membakar tempat tidur atau berhubungan dengan lupa mental.
Angka mortalitas luka bakar sudah banyak berkurang seiring dengan kemajuan dan perawatan
luka bakar. Walaupun pada pasien sangat muda dan tua masih mengalami peningkatan. Gambaran
untuk kelompok umur 14-44 tahun menunjukan banyak perbaikan, penentuan angka kematian karena
luka bakar dibuat menurut ‘LA50’ atau bahwa presentasi luas permukaan tubuh dari luka bakar derajat
2 dan 3 yang dapat menimbulkan kematian pada 50% pasien yang mengalaminya. Seri pasien luka
bakar yang besar dirawat pada 1940an dan 1950an menunjukan gambaran LA 50 sekitar 45% .
kelompok Curreri baru-baru ini menunjukan hasil enelitian yang dilakukan lebih dari 16 tahun, dan
LA 50 pada kelompok umur 15-44 sebesar 63%. Erbaikan ini berhubungan degan perkembangan pada
perawatan syok luka bakar, infeksi, trauma inhalasi, nutrisi operasi dan permukaan luka.2
F. Etiologi
Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karena panas, dingin ataupun zatkimia. Ketika kulit
terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi olehderajat panas, durasi kontak panas pada
kulit dan ketebalan kulit (Schwartset al ,1999).
Luka Bakar Termal (Thermal Burns)
Luka bakar termal biasanya disebabkan oleh air panas(scald ) , jilatan api ketubuh (flash), kobaran
apai di tubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (misalnya
plastik logam panas, dll) (Schwarts et al 1999).
Luka Bakar Kimia (Chemical Burns)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam
bidang industri , militer, ataupun bahan pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga (Schwartset al , 1999).
Luka Bakar Listrik (Electrical Burns)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik
menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah, dalam hal ini cairan.
Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baikkontak
dengan sumber arus maupun ground (Moenadjat, 2001).
Luka Bakar Radiasi (Radiation Exposure)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif.
10
G. Patogenesis
Pada luka bakar terjadi perubahan lokal berupa nekrosis koagulatif pada epidermis, dermis dan
jaringan di bawahnya, dengan kedalaman tergantung pada temperatur bahan dan durasi pajanan.
Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan bahan penyebab dan kedalaman luka. Bahan yang dapat
menyebabkan luka bakar adalah api, sclad (cairan panas), kontak dengan bahan padat yang panas,
bahan kimia, dan listrik. Sedangkan kedalaman luka dapat dibagi menjadi :
- Derajat 1 : luka terbatas pada epidermis (eritema)
- Derajat 2 superfisial: luka pada epidermis hingga dermis superfisial
atau papila dermis (bullae).
- Derajat 2 dalam : luka pada epidermis hingga dermis dalam
atau reticular dermis (bullae).
- Derajat 3 : luka mencapai seluruh dermis dan jaringan
subkutan di bawahnya. (warna kulit putih hingga
coklat kehitaman, tanpa bullae).
Tabel 2. Penilaian derajat luka bakar4
Gambar 8. Penampang kedalaman luka bakar4
Pada luka yang melibatkan sebagian tebal lapisan kulit (derajat 1 dan 2) bisertai rasa nyeri,
sedangkan derajat 3 biasanya rasa nyeri minimal atau tidak ada.1 Berdasarkan gambaran histologis,
11
pada luka bakar terdapat tiga zona yaitu zona koagulasi, zona stasis, dan zona hiperemia. Pada zona
koagulasi terjadi nekrosis jaringan dan kerusakan yang ireversibel. Zona stasis berada di sekitar zona
koagulasi, dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dengan kerusakan dan kebocoran vaskuler.
Pada zona hiperemia terjadi vasodilatasi karena inflamasi, jaringannya masih viable dan proses
penyembuhan berawal dari zona ini.1,2,5
Gambar 9. Zona luka bakar Jackson dan efeknya terhadap resusitasi adekuat dan inadekuat5
Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat cedera termis yang
melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang
berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi mikro. Berdasarkan konsep SIRS, paradigma
penatalaksanaan luka bakar fase akut berubah, semula berorientasi pada gangguan sirkulasi makro
menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan perfusi (srkulasi mikro) sebagai end-point dari
prosedur resusitasi.6
Pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya di tempat terjadinya luka bakar memiliki efek
sistemik jika luka bakar mencapai 30% luas permukaan tubuh. Perubahan-perubahan yang terjadi
sebagai efek sistemik tersebut anatara lain berupa:5
- Gangguan Kardiovaskular, berupa peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan
keluarnya protein dan cairan dari intravaskular ke interstitial. Terjadi vasokonstriksi di
pembuluh darah sphlancnic dan perifer. Kontraktilitas miokardium menurun, kemungkinan
disebabkan adanya TNF. Perubahan ini disertai dengan kehilangan cairan dari luka bakar
menyebabkan hipotensi sistemik dan hipoperfusi organ
- Gangguan sistem respirasi, mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, dan pada luka
bakar yang berat dapat timbul respiratory distress syndrome
12
- Gangguan metabolik, terjadi peningkatan basal metabolic rate hingga 3 kali lipat. Hal ini,
disertai dengan adanya hipoperfusi sphlancnic menyebabkan dibutuhkannya pemberian
makanan enteral secara agresif untuk menurunkan katabolisme dan mempertahankan
integritas saluran pencernaan.
- Gangguan imunologis, terdapat penuruanan sistem imun yang mempengaruhi sistem imun
humoral dan seluler.
Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi dibagi menjadi:6
1. Fase akut : deteriorasi airway, breathing, circulation; berlangsung selama 0-
48 jam (72 jam)
2. Fase subakut : SIRS dan MODS, berlangsung sampai 21 hari.
3. Fase lanjut : jaringan parut (hipertrofik, keloid, kontraktur), berlangsung
sampai 8-12 bulan.
Masalah yang timbul pada luka bakar fase akut terutama berkaitan dengan gangguan jalan napas
(cedera inhalasi), gengguan mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Ketiga hal tersebut
menyebabkan gangguan perfusi jaringan yang dapat menyebabkan kematian.6
Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran napas akibat kontak dengan sumber
termis, toxic fumes, dan zat toksik lainnya. Dugaan kuat mengenai adanya cedera inhalasi bila
dijumpai riwayat luka bakar yang disebabkan api, terperangkap di ruang tertutup, luka bakar pada
wajah dan leher, bulu hidung terbakar, sputum dan air liur mengandung karbon.2 Kerusakan mukosa
dapat pula disebabkan oleh minyak panas, air panas, bahan kimia yang mengenai muka, leher, dada
bagian atas. Pada cedera inhalasi terjadi edema mukosa dari orofaring dan laring hingga membran
alveoli. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi yang ditandai dengan stridor, suara serak, sulit
bernapas, gelisah. Bronkospasme dapat terjadi bila reaksi inflamasi melibatkan otot polos bronkus.6
Tabel 3. Tanda dan Gejala cedera inhalasi7
Gangguan mekanisme bernapas pada luka bakar dapat terjadi pada pasien dengan eskar
melingkar di dada yang menyebabkan gangguan proses ekspansi rongga toraks sehingga compliance
paru berkurang.2,6
13
Gangguan sirkulasi pada luka bakar terjadi melalui mekanisme perubahan integritas membran
mikrovaskuler, perubahan hukum Starling, gangguan perfusi (syok seluler), dan evaporative heat loss.
Setelah cedera termis, terjadi pelepasan histamin diikuti pelepasan histmain dan aktivasi komplemen
yang menyebabkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel. Endotel inflamatif akan melepaskan
radikal bebas yang diikuti oleh peroksidasi lipid yang mengaktivasi asam arakidonat. Hal ini
menyebabkan aktivasi kaskade koagulasi dan pelepasan sitokin (IL1, IL6, TNFa). Proses inflamasi
mengakibatkan perubahan morfologi endotel dan peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan
permeabilitas kapiler ini mengakibatkan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ruang interstisium.6
Gangguan perfusi merupakan penyebab hipoksemia. Kerusakan organ yang terjadi sangat
tergantung pada waktu karena tiap organ memiliki batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia. Sel-
sel glia memiliki waktu 4 menit, sel-sel tubulus ginjal memiliki waktu iskemik 8 jam, sel otot polos 4
jam, otot lurik 8-10 jam.6
H. Gejala dan tanda klinis
Menurut Henderson, bahwa gejala klinis yang utama pada luka bakar yaitu lepuh yang
merupakan tanda khas luka bakar superfisial. Disini cairan tercurah dari jaringan cedera yang lebih
dalam sehingga permukaan superfisial yang terbakar (mati) akan terangkat. Lepuh atau bullae pada
luka bakar sering pecah dan meninggalkan suatu permukaan merah kasar yang mengeluarkan cairan
serous dan dapat berdarah. Luka bakar yang superfisial terasa nyeri karena ujung saraf terpapar dan
mengalami inflamasi.
Luka bakar yang dalam, gejala klinisnya pada pandangan pertama kulit mungkin terlihat hampir
normal.Kemudian setelah diperhatikan, tampak kulit tersebut mengkilap pembuluh-pembuluh
darahnya mudah dilihat, tetapi darah dalam pembuluh darah tersebut tidak dapat diperah keluar
karena sudah mengalami koagulasi. Kulit amat kaku ketika disentuh.Bagian tersebut terasa tidak
enak.Tetapi tidak nyeri, karena sebagian besar ujung saraf sudah mati. Luka sayatan pada bagian
tersebut tidak akan berdarah. Kadang-kadang terjadi pengarangan dan karbonisasi (gosong).
Gejala-gejala klinis lain selain diatas, yaitu adanya tanda-tanda distress pernapasan seperti serak,
ngiler, ketidakmampuan menangani sekresi.Tanda-tanda cedera inhalasi seperti pernapasan cepat dan
sulit, krakles, stridor, batuk pendek.
Respon luka bakar
1. Respon Sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadisekunder akibat
14
penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik sertahipermetabolik. Insidensi,
intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya luka
bakar yang terlihat pada seberapa luas permukaan tubuh yangterkena. Kejadian sistemik awal
sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilanhemodinamik akibat hilangnya integritas
kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium, serta protein dari ruang
intravascular kedalam ruang interstisial.
2. Respon Kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat
dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vascular,maka
curah jantung akan terus menurun dan terjadi perubahan tekanan darah, keadaan inimerupakan
awitan syok luka bakar. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskankatekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi denyut nadi, selanjutnya
vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan penurunan curah jantung.
3. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah
Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar.
Disamping itu, kehilangan cairan akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3-5L atau
lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar ditutup. Selama syok luka
bakar, biasanya klien mengalami hiponatrium, hiperkalemia, dan atauhipokalemia. Pada saat luka
bakar, sebagian besar sel darah merah dihancurkan dan sebagian yang lainnya mengalami
kerusakan sehingga terjadi anemia. Walaupun demikian, nilaihemotokrit klien dapat meninggi
akibat kehilangan plasma.
4. Respon Pulmoner
Pada klien yang mengalami luka bakar biasanya disertai dengan kerusakan pulmoner, yang
ditandai dengan cedera inhalasi, berikut adalah klasifikasinya cedera saluran napas atas,cedera
inhalasi dibawah glotis, yang mencakup keracunan karbon monoksida dan defek restriktif. Cedera
saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema, bentuknya obstruksi-mekanis saluran
atas yang menyerang faring dan laring. Cedera inhalasi dibawah glotisterjadi akibat menghirup
produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya, cedera inimenyebabkan hilangnya
fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan bronkospasme. Keracunan
karbon monoksida akan mengakibatkan seseorang tidak mampumemenuhi kebutuhan oksigen
yang adekuat kepada jaringan, hal ini karena afinitas hemoglobin terhadap karbon monoksida 200
kali lebih besar sdaripada afinitasnya terhadap oksigen. Sedangkan defek restriktif terjadi kalau
timbul edema dibawah luka bakar full thickness yang melingkar pada leher dan toraks.
Abnormalitas paru tidak selalu tampak dengan segera. Lebih dari separuh korban luka bakar yang
menderita gangguan paru pada mulanya tidak memperlihatkan gejala dan tanda-tanda pulmonary.
Indicator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup hal berikut:
15
Riwayat yang menunjukan bahwa luka bakar terjadi dalam daerah yang tertutup.
Luka bakar pada wajah atau leher
Rambut hidung yang gososng
Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering, stridor, sputum yang penuh
jelaga.
Sputum yang berdarah
Pernafasan yang berat atau takipnea ( pernafasan yang cepat) dan tanda penurunan oksigen
( hipoksemia ) yang lain.
Eritema dan pembentukan lepuh pada ,ukosa oral atau faring.
5. Respon Sistemik Lainnya
Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah, destruksi sel-sel
darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi
kerusakan di otot (akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan dari sel-sel otot dan
diekskresikan melalui ginjal, bila aliran darah yang melewati tubulus renal tidak cukup maka
hemoglobin akan menyumbatnya sehingga timbul komplikasi nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal. Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar, kehilangan integritaskulit
diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, hal ini membuat
seseorang yang menderita luka bakar berisiko tinggi mengalami sepsis. Selain itu, hilangnya kulit
juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu, sehingga seorang yang
menderita luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama
pasca-luka bakar, namun kemudian akan mengalami hipertermia sekalipun tidak disertaiinfeksi
karena hipermetabolisme menyetel kembali suhu tubuh inti. Ada dua komplikasi gastrointestinal
yang potensial yaitu: ileus paralitik (tidak adanya peristalsis usus) dan ulkus curling,
berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakanmanifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat
luka bakar.
I. Penatalaksanaan
Prehospital
Hal pertama yang harus dilakukan jika menemuikan pasien luka bakar di tempat kejadian
adalah menghentikan proses kebakaran. Maksudnya adalah membebaskan pasien dari pajanan atau
sumber dengan memperhatikan keselamatan diri sendiri. Kemudian lepaskan semua bahan yang dapat
menahan panas (pakaian, perhiasan, logam), hal ini untuk mencegah luka yang semakin dalam karena
tubuh masih terpajan dengan sumber. Bahan yang meleleh dan menempel pada kulit tidak boleh
dilepaskan.2,8 Air suhu kamar dapat disiramkan ke atas luka dalam waktu 15 menit sejak kejadian,
namun air dingin tidak boleh diberikan untuk mencegah terjadinya hipotermia dan vasokonstriksi.2,9
16
Resusitasi jalan napas
Resusitasi jalan napas bertujuan untuk mengupayakan suplai oksigen yang adekuat. Pada luka
bakar dengan kecurigaan cedera inhalasi, tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi.3,9 Sebelum dilakukan intubasi, oksigen 100% diberikan
menggunakan face mask.2 Intubasi bertujuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, fasilitas
pemeliharaan jalan napas (penghisapan sekret) dan bronchoalveolar lavage. Krikotiroidotomi masih
menjadi diperdebatkan karena dianggap terlalu agresif dan morbiditasnya lebih besar dibandingkan
intubasi. Krikotiroidotomi dilakukan pada kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan
endotracheal tube (ETT) yaitu lebih dari 2 minggu pada luka bakar luas yang disertai cedera inhalasi.6
Kemudian dilakukan pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui pipa endotrakeal. Terapi inhalasi
mengupayakan suasana udara yang lebih baik di saluran napas dengan cara uap air menurunkan suhu
yang menigkat pada proses inflamasi dan mencairkan sekret yang kental sehingga lebih mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi dengan Ringer Laktat hasilnya lebih baik dibandingkan NaCl 0,9%. 6
Dapat juga diberikan bronkodilator bila terjadi bronkokonstriksi seperti pada cedera inhalasi yang
disebabkan oleh bahan kimiawi dan listrik.10 Pada cedera inhalasi perlu dilakukan pemantauan gejala
dan tanda distres pernapasan. Gejala dan tanda berupa sesak, gelisah, takipnea, pernapasan dangkal,
bekerjanya otot-otot bantu pernapasan, dan stridor. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
adalah analisa gas darah serial dan foto toraks.10
Resusitasi cairan
Syok pada luka bakar umum terjadi dan merupakan faktor utama berkembangnya SIRS dan
MODS.6 Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar adalah:
Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskuler regional
sehingga tidak terjadi iskemia jaringan
Minimalisasi dan eliminasi pemberian cairan bebas yang tidak diperlukan
Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskuler untuk menjamin survival seluruh sel
Minimalisasi respon inflamasi dan hipermetabolik dan mengupayakan stabilisasi pasien
secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologis.6
Jenis cairan
Terdapat tiga jenis cairan secara umum yaitu kristaloid (isotonik), cairan hipertonik dan koloid.
Larutan kristaloid
Larutan kristaloid terdiri dari cairan dan elektrolit. Contoh larutan kristaloid adalah Ringer
laktat dan NaCl 0,9%. Komposisi elektrolit mendekati kadarnya dalam plasma atau memiliki
osmolalitas hampir sama dengan plasma. Pada keadaan normal, cairan ini tidak banya dipertahankan 17
di ruang intravaskuler karena cairan ini banyak keluar ke ruang interstisial. Pemberian 1L Ringer
laktat akan meingkatkan volume intravaskuler 300 ml.3
Larutan hipertonik
Larutan hipertonik dapat meningkatkan volume intravaskuler 2,5 kali dan penggunaannya
dapat mengurangi kebutuhan cairan kristaloid.Larutan garam hipertonik tersedia dalam beberapa
konsentrasi yaitu NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7,5% dan 10%. Osmolalitas cairan ini melebihi cairan
intraseluler sehingga akan cairan akan berpindah dari intraseluler ke ekstravaskuler. Larutan garam
hipertonik meningkatkan volume intravaskuler melalui mekanisme penarikan cairan dari intraseluler.6
Larutan koloid
Contoh larutan koloid adalah Hydroxy-ethyl starch (HES, Hetastarch, Hespan, Hemacell) dan
Dextran. Molekul koloid cukup besar sehingga tidak dapat melintasi membran kapiler, oleh karena itu
sebagian besar akan tetap dipertahankan di ruang intravaskuler. Pada luka bakar dan sepsis, terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga molekul akan berpindah ke ruang interstisium. Hal ini
akan memperburuk edema interstisium yang ada.
HES merupakan suatu bentuk hydroxy-substituted amilopectin sintetik, HES berbentuk larutan
6% dan 10% dalam larutan fisiologik. T1/2 dalam plasma selama 5 hari, tidak bersifat toksik, memiliki
efek samping koagulopati namun umumnya tidak menyebabkan masalah klinis.6 HES dapat
memperbaiki permeabilitas kapiler dengan cara menutup celah interseluler pada lapisan endotel
sehingga menghentikan kebocoran cairan, elektrolit dan protein. Penelitian terakhir mengemukakan
bahwa HES memiliki efek antiinflamasi dengan menurunkan lipid protein complex yang dihasilkan
oleh endotel, hal ini diikuti oleh perbaikan permeabilitas kapiler. Efek antiinflamasi ini diharapkan
dapat mencegah terjadiinya SIRS.6
Dasar pemilihan cairan
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan cairan adalah efek hemodinamik,
distribusi cairan dihubungkan dengan permeabilitas kapiler, oxygen carrier, pH buffering, efek
hemostasis, modulasi respon inflamasi, faktor keamanan, eliminasi, praktis dan efisiensi.6,8 Jenis
cairan terbaik untuk resusitasi dalam berbagai kondisi klinis masih menjadi perdebatan terus diteliti.
Sebagian orang berpendapat kristaloid adalah cairan yang paling aman digunakan untuk tujuan
resusitasi awal pada kondisi klinis tertentu. Sebagian berpendapat koloid bermanfaat untuk entitas
klinik lain. Hal ini dihubungkan dengan karakteristik masing-masing cairan yang memiliki kelebihan
dan kekurangan, sehingga sulit untuk mengambil keputusan untuk diterapkan secara umum sebagai
protokol.6 Pada kasus luka bakar, terjadi kehilangan cairan di kompartemen interstisial secara masif
dan bermakna sehingga dalam 24 jam pertama resusitasi dilakukan dengan pemberian cairan
kristaloid.6 18
Penentuan jumlah cairan
Untuk melakukan resusitasi dengan cairan kristaloid dibutuhkan tiga sampai empat kali
jumlah defisit intravaskuler. 1L cairan kristaloid akan meningkatkan volume intravaskuler 300ml.
Kristaloid hanya sedikit meningkatkan cardiac outout dan memperbaiki transpor oksigen.6
Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama
Resusitasi syok menggunakan Ringer laktat atau Ringer asetat, menggunakan beberapa jalur
intravena. Pemberian cairan pada syok atau kasus luka bakar >25-30% atau dijumpai keterlambatan
>2jam. Dalam <4 jam pertama diberikan cairan kristaloid sebanyak 3[25%(70%x BBkg)] ml. 70%
adalah volume total cairan tubuh, sedangkan 25% dari jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang
dapat menimbulkan gejala klinik sindrom syok.3
Pada resusitasi cairan tanpa adanya syok atau kasus luka bakar luas <25-30%, tanpa atau
dijumpai keterlambatan <2jam. Kebutuhan dihitung berdasarkan rumus Baxter: 3-4 ml/kgBB/ % luas
LB.3
Metode Parkland merupakan metode resusitasi yang paling umum digunakan pada kasus luka
bakar, menggunakan cairan kristaloid. Metode ini mengacu pada waktu iskemik sel tubulus ginjal < 8
jam sehingga lebih tepat diterapkan pada kasus luka bakar yang tidak terlalu luas dan tanpa
keterlambatan.2,3,4
Pemberian cairan menurut formula Parkland adalah sebagai berikut:
Pada 24 jam pertama : separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada bayi, anak, dan orang tua, kebutuhan cairan adalah 4
ml. Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan 4ml ditambah 1% dari kebutuhan.
Bila dijumpai hipertermia, kebutuhan cairan ditambah 1% dari kebutuhan.
Penggunaan zat vasoaktif (Dopamin atau Dobutamin) dengan dosis 3 mg/kgBB dengan titrasi
atau dilarutkan dalam 500ml Glukosa 5%, jumlah teteasan dibagi rata dalam 24 jam.
Pemantauan untuk menilai sirkulasi sentral melalui tekanan vena sentral (minimal 6-
12cmH2O) dan sirkulasi perifer (sirkulasi renal). Jumlah produksi urin melalui kateter, saat
resusitasi (0,5-1ml/kgBB/jam) dan hari1-2 (1-2 ml/kgBB/jam). Jika produksi urin
<0,5ml/kgBB/jam maka jumlah cairan ditingkatkan 50% dari jam sebelumnya. Jika produksi
urin >1ml/kgBB/jam maka jumlah cairan dikurangi 25% dari jam sebelumnya.
Pemeriksaan fungsi renal (ureum, kreatinin) dan urinalisis (berat jenis dan sedimen)
Pemantauan sirkulasi splangnikus dengan menilai kualitas dan kuantitas cairan lembung
melalui pipa nasogastrik. Jika <200ml tidak ada gangguan pasase lambung, 200-400ml ada
gangguan ringan, >400ml gangguan berat.10
19
Penatalaksanaan 24 jam kedua
Pemberian cairan yang mengandung glukosa dan dibagi rata dalam 24 jam. Jenis cairan yang
dapat diberikan adalah Glukosa 5% atau 10% 1500-2000ml. Batasi Ringer laktat karena dapat
memperberat edema interstisial.
Pemantauan sirkulasi dengan menilai tekanan vena pusat dan jumlah produksi urin (1-
2ml.kgBB/jam). Jika jumlah cairan sudah mencukupi namun produksi urin
<1-2ml/kgBB/jam, berikan vasoaktif sampai 5mg/kgBB.
Pemantauan analisa gas darah, elektrolit.10
Penatalaksanaan setelah 48 jam
Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance
Pemantauan sirkulasi dengan menilai produksi urin (3-4ml/kgBB/jam), hemoglobin dan
hematokrit.10
Perawatan luka
Perawatan luka dilakukan setelah tindakan resusitasi jalan napas, mekanisme bernapas dan
resusitasi cairan dilakuakan. Tindakan meliputi debridement, nekrotomi dan pencucian luka. Tujuan
perawatan luka adalah mencegah degradasi luka dan mengupayakan proses epitelisasi.10 Untuk bullae
ukuran kecil tindakannya konservatif sedangkan untuk ukuran besar (>5cm) dipecahkan tanpa
membuang lapis epidermis di atasnya. Untuk eskar yang melingkar dan mengganggu aliran atau
perfusi dilakukan eskarotomi. Pencucian luka dilakukan dengan memandikan pasien dengan air hangat
mengalir dan sabun mandi bayi. Lalu luka dibalut dengan kasa lembab steril dengan atau tanpa krim
pelembab. Perawatan luka tertutup dengan oclusive dressing untuk mencegah penguapan berlebihan.
Penggunaan tulle berfungsi sebagai penutup luka yang memfasilitasi drainage dan epitelisasi.
Sedangkan krim antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi pada luka.10
Penggunaan antibiotik
Pemberian antibiotik pada kasus luka bakar bertujuan sebagai profilaksis infeksi dan
mengatasi infeksi yang sudah terjadi. Penggunaan antibiotik sebagai profilaksis masih merupakan
suatu kontroversi.4 Dalam 3-5 hari pertama populasi kuman yang sering dijumpai adalah bakteri Gram
positif non-patogen. Sedangkan hari 5-10 adalah bakteri Gram negatif patogen. Dalam 1-3 hari
pertama pasca cedera, luka masih dalam keadaan steril sehingga tidak diperlukan antibiotik. Beberapa
antibiotik topikal yang dapat digunakan adalah silver sulfadiazin, povidone-iodine 10%, gentamicin
sulfate, mupirocin, dan bacitracin/polymixin.2,10
20
Tabel 4. Agen penybab infeksi pada luka bakar.7
Tatalaksana nutrisi
Pemberian nutrisi enteral dini melalui pipa nasogastrik dalam 24 jam pertama pascacedera
bertujuan untuk mencegah terjadinya atrofi mukos usus. Pemberian nutrisi enteral dilakukan dengan
aman bila Gastric residual volume (GRV) <150ml/jam, yang menandakan pasase saluran cerna baik.6
Penentuan kebutuhan energi basal (Harris-Benedict):
Laki-laki : 66,5 + 13,7 BB + 5TB – 6,8 U
Perempuan : 65,5 + 9,6 BB + 1,8 TB – 4,7 U
Kebutuhan energi total = KEB x AF x FS
Keterangan:
AF: aktivitas fisik (peningkatan persentase terhadap keluaran energi,
tirah baring/duduk 20%, aktivitas ringan 30%, sedang 40-50%, berat
75%)
FS: faktor stress besarnya sesuai dengan luas luka bakar
Penentuan kebutuhan nutrien:
Protein : 1,5-2,15 g/kgBB/hari
Lemak : 6-8 g/kgBB/hari
Karbohidrat: 7-8 g/kgBB/hari.10
Tabel 5. Penghitungan kalori dengan rumus Harris Benedict10
Namun ada metode penghitungan kebutuhan kalori yang lebih mudah dengan menggunakan
quick methode yaitu 25-30 kkal / kgBB/ hari. Metode ini lebih mudah dan praktis serta menghindari
jumlah kalori yang berlebihan jika menggunakan rumus Harris -Benedict.
Metode lainnya dalah modifikasi rumus Harris-Benedict yang dilakukan oleh Long:a
21
Men
BMR = (66.47 ± 13.75 weight ± 5.0 height = 6.76 age) x (activity factor) x (injury factor)
Women
BMR = (655.10 ± 9.56 weight + 1.85 height = 4.68 age) x (activity factor) x (injury factor)
Activity factor
Confined to bed: 1.2
Out of bed: 1.3
Injury factor
Minor operation: 1.20
Skeletal trauma: 1.35
Major sepsis: 1.60
Severe thermal burn: 1.5
Tabel 6. Modifikasi Long terhadap Harris-Benedict3
Eksisi dan grafting
Luka bakar derajat dua dalam dan tiga tidak dapat mengalami penyembuhan spontan tanpa
autografting. Jika dibiarkan, jaringan yang sudah mati ini akan menjadi fokus inflamasi dan infeksi.
Eksisi dini dan grafting saat ini dilakukan oleh sebagian besar ahli bedah karena memiliki lebih
banyak keuntungan dibandingkan debridement serial.2 Setelah dilakukan eksisi, luka harus ditutup,
idealnya luka ditutup dengan kulit pasien sendiri. Pada luka bakar seluas 20-30%, biasanya dapat
dilakukan dalam satu kali operasi dengan penutupan oleh autograft split-thickness yang diambil dari
bagian tubuh pasien. Sebagian besar ahili bedah melakukan eksisi pada minggu pertama, biasanya
dalam satu kali operasi dapat dilakukan eksisi seluas 20%. Eksisi tidak boleh melebihi kemampuan
untuk menutup luka baik dengan autograft, biologic dressing atau allograft.2
J. Komplikasi
Komplikasi pada luka bakar dibagi menjadi dua, yaitu komplikasi saat perawatan kritis atau akut
dan komplikasi yang berhubungan dengan eksisi dan grafting.1 Komplikasi yang dapat terjadi pada
masa akut adalah SIRS, sepsis dan MODS. Selain itu komplikasi pada gastrointestinal juga dapat
terjadi, yaitu atrofi mukosa, ulserasi dan perdarahan mukosa , motilitas usus menurun dan ileus. Pada
ginjal dapat terjadi acute tubular necrosis karena perfusi ke renal yang menurun. Skin graft loss
merupakan komplikasi yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh hematoma, infeksi dan robeknya
graft. Pada fase lanjut suatu luka bakar, dapat terjadi jaringan parut berupa jaringan parut hipertrofik,
keloid dan kontraktur.1,2
22
K. Pencegahan
1. Waspada Rokok
Tidak membuang puntung rokok sembarangan. Pastikan rokok telah mati total sebelum
dibuang ke tempat sampah. Rokok 99% memberikan masalah daripada manfaat, sehingga sebaiknya
jangan merokok agar tidak rugi.
2. Waspada Pada Penerang Api
Ketika mati lampu dan menggunakan penerangan api seperti lilin dan lampu tempel semprong
/ petromak maka jangan pernah lalai untuk mengawasi lampu tersebut dan tidak menaruh di tempat
sembarang yang bisa jatuh atau berpindah tempat sehingga bisa membakar benda mudah terbakar
yang ada di sekitarnya. Awasi pula penggunaan anti nyamuk bakar.
3. Jauhkan Sumber Api dari Anak-Anak
Jauhkan benda-benda yang berapi atau yang dapat mengeluarkan api. Paling tidak ada orang
dewasa yang mengawasi seperti bermain korek api, korek gas, kembang api, petasan, obat nyamuk
bakar serta benda-benda yang mengeluarkan api dan panas seperti kompor gas, kompor minyak,
setrikaan, dispenser air, pemasak nasi, dan lain-lain. Anak-anak sangat berpotensi bertindak ceroboh
yang bersifat fatal.
4. Rawat Perangkat Listrik dan Perangkat Api
Rawat dengan baik dan rutin kompor gas, setrikaan, penanak nasi, solder, kabel-kabel listrik
dan perangkat listrik dan api lainnya. Jaringan listrik di rumah, kantor. Jika sudah usang sebaiknya
dilakukan penggantian total dengan mengganti seluruh perangkat jaringan listrik diganti dengan yang
berkualitas bagus dan baru demi keamanan dari korsleting listrik (hubungan arus pendek). Hindari
mencuri listrik pln agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti misal kesetrum dan konslet
listrik.
5. Siapkan Perangkat Pemadam Kebakaran Ringan
Jika bangunan cukup besar gunakan sistem pemadam detektor asap, pemancar air, perangkat
penunjang hidup saat kebakaran, hidran, selang penyemprot air, tabung pemadam semprot, dan lain
sebagainya. Jangan lupa berikan penyuluhan bagi penghuni bangunan dalam menghadapi bencana
23
kebakaran. Untuk bangunan kecil minimal ada karung yang dapat dibasahi untuk meredam kebakaran
ringan / kecil. Siapkan selang panjang atau ember untuk memudahkan menyiram kebakaran dengan
air.
6. Melakukan Pembinaan dan Sosialisasi Kebakaran
Berikan penyuluhan kepada seluruh anggota keluarga, pegawai/karyawan kantor, siswa guru
sekolah, buruh pabrik, dan sebagainya mengenai penanganan bencana kebakaran yang bisa saja terjadi
kapan saja dan di mana saja agar ketika terjadi kebakaran mereka mengerti apa yang harus mereka
lakukan. Beritahu nomor telepon polisi dan pemadam kebakaran lokal dan sentral.
7. Waspada Lingkungan Sekitar
Kebakaran juga bisa akibat dari bangunan sebelah yang terbakar sehingga bangunan kita ikut
menjadi korban karena api bisa membesar dan merembet ke mana-mana. Tingkatkan kesadaran
bencana kebakaran di lingkungan masyarakat sekitar untuk meminimalisir terjadinya kebakaran di
lingkungan sekitar. Waspada juga dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat memperkecil
resiko kebakaran merembet dari bangunan sekitar ke bangunan kita.12
L. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan yang
terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa.
Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat dapat
sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan
lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi
gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.
Penutup
Luka bakar atau combusio adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian,
atau akibat lain yang berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik. Respons Patofisiologi setelah
cedera luka bakar adalah bifase. Pada fase pasca cedera, terjadi Hipofungsi organ secara umum
sebagai akibat dari penurunan curah jantung. Pada prinsipnya penangangan luka bakar adalah
penggantian cairan, penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit,
pencegahan trauma mekanik. Pada kulit yang vital dan elemen didalamnya, dan pembatasan
pembentukan jaringan. Semakin cepat penanganan maka semakin
24
Daftar Pustaka
1. Burns J, Phillips L. Burns. In: McCarthy J, Galiano R, Boutros S,editors. Current
Therapy in Plastic Surgery. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2006. p. 71-6.
2. Sabiston D. Buku saku ilmu bedah sabiston. EGC. 2005; Jakarta. Hlm : 276-90.
3. Wolf S, Herndon D. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox
KL,editors. Sabiston Textbook of Surgery. Philadelphia: Saunders; 2004. p. 569-92.
4. Heimbach DM. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TL, Dunn DL, Hunter
JG, Pollock RE. Schwartz’s principles of surgery, 8th ed. McGraw-Hill; 2007.
5. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: II-
assesment and resuscitation. BMJ 2004;329:101-3.
6. Hettiaratchy S, Dziewulski P. Pathophysiology and types of burns. BMJ
2004;328:1427–9.
7. Moenadjat Y. Resusitasi: dasar-dasar manajemen luka bakar fase akut. Jakarta:
Komite medik asosiasi luka bakar Indonesia; 2005. hal.5-20, 54-60.
8. Ansermino M, Hemsley C. ABC of burns; intensive care management and control of
infection. BMJ 2004;329:220–3.
25
9. Managing the ABC’s in the burn patient. Diunduh dari www.burnsurgery.org diakses
pada tanggal 17 Mei 2010.
10. Hettiaratchy S, Papini R. ABC of burns; initial management of major burn: I-
overview. BMJ 2004;328:1555–7.
11. Moenadjat Y. Petunjuk praktis penatalaksanaan luka bakar. Jakarta: Komite medik
asosiasi luka bakar Indonesia; 2005. hal.4-20; 30-41.
12. Tips mencegah kebakaran. Diunduh dari ; http://www.tribunnews.com. November
2012
26