90
1 Luka Tak Kunjung Sembuh Seorang perempuan berusia 58 tahun memeriksakan diri di poliklinik karena luka di kakinya sejak 2 minggu yang lalu tidak kunjung sembuh. Dokter memberitahukan bahwa pasien berat badanya turun 15 kilo sejak kunjungan sebelumnya. Selain berat badanya turun drastis, pasien juga mengatakan ia merasa sering lapar akhir- akhir ini dan lebih sering makan daripada biasanya. Ia juga mengatakan bahwa lebih sering haus dan lebih sering buang air kecil. Dokter menyarankan untuk periksa GDS, GDP, G2PP dan HbAIC. Dari hasil laboratorium dokter memberikan terapi metformin oral dan menganjurkan pengaturan pola makan serta olahraga teratur sesuai kemampuan. STEP 1 1. HbAIC : untuk deteksi kena DM/ tidak, zat yang mengikat Hb dan glukosa selama 12 minggu. 2. GDS : gula darah tanpa harus puasa terlebih dahulu < 140mg/ dl 3. GDP : diukur setelah puasa 10-12 jam, normalnya <126 mg/ dl 4. GD2PP : gula darah 2 jam setelah makan lanjutan dari GDP pengambilan setelah makan. 5. Metformin : jenis obat diabetes golongan biguanid. STEP 2

luka tak kunjung sembuh

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tipe diabete melitus dengan patofisiologi, perbedaanSeorang perempuan berusia 58 tahun memeriksakan diri di poliklinik karena luka di kakinya sejak 2 minggu yang lalu tidak kunjung sembuh. Dokter memberitahukan bahwa pasien berat badanya turun 15 kilo sejak kunjungan sebelumnya. Selain berat badanya turun drastis, pasien juga mengatakan ia merasa sering lapar akhir- akhir ini dan lebih sering makan daripada biasanya. Ia juga mengatakan bahwa lebih sering haus dan lebih sering buang air kecil. Dokter menyarankan untuk periksa GDS, GDP, G2PP dan HbAIC. Dari hasil laboratorium dokter memberikan terapi metformin oral dan menganjurkan pengaturan pola makan serta olahraga teratur sesuai kemampuan.

Citation preview

Page 1: luka tak kunjung sembuh

1

Luka Tak Kunjung Sembuh

Seorang perempuan berusia 58 tahun memeriksakan diri di poliklinik

karena luka di kakinya sejak 2 minggu yang lalu tidak kunjung sembuh. Dokter

memberitahukan bahwa pasien berat badanya turun 15 kilo sejak kunjungan

sebelumnya. Selain berat badanya turun drastis, pasien juga mengatakan ia merasa

sering lapar akhir- akhir ini dan lebih sering makan daripada biasanya. Ia juga

mengatakan bahwa lebih sering haus dan lebih sering buang air kecil. Dokter

menyarankan untuk periksa GDS, GDP, G2PP dan HbAIC. Dari hasil

laboratorium dokter memberikan terapi metformin oral dan menganjurkan

pengaturan pola makan serta olahraga teratur sesuai kemampuan.

STEP 1

1. HbAIC : untuk deteksi kena DM/ tidak, zat yang mengikat Hb dan

glukosa selama 12 minggu.

2. GDS : gula darah tanpa harus puasa terlebih dahulu < 140mg/ dl

3. GDP : diukur setelah puasa 10-12 jam, normalnya <126 mg/ dl

4. GD2PP : gula darah 2 jam setelah makan lanjutan dari GDP

pengambilan setelah makan.

5. Metformin : jenis obat diabetes golongan biguanid.

STEP 2

1. Apa saja organ yang berperan ?

2. Apa saja hormon yang berperan ?

3. Bagaimana pengaturan gula darah?

4. Etiologi dan klasifikasi DM ?

5. Mengapa luka tidak kunjung sembuh?

6. Mengapa pasien mengalami BB turun drastis, sering makan, haus dan

BAK?

7. Bagaimana penegakan diagnosis dari kasus ?

8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari kasus ?

9. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi ?

10. Bagaiman cara kerja metformin ?

Page 2: luka tak kunjung sembuh

2

STEP 3

1. Organ yang berperan pada kasus

a. Pankreas eksokrin dan endokrin berperan pulau langerhans:

α glukagon

β insulin

D simfastatin

P polipeptida

b. Hepar metabolisme glikogen.

c. Ginjal filtrasi, reabsorbsi, ekskresi

2. Hormon yang berperan

Hormon : insulin, glukagon, glukokartikoid, glikogen, epinefrin, leptin.

3. Mekanisme pengaturan gula darah

Gambar 1. Mekanisme Pengaturan Gula darah (Guyton, 2012).

Page 3: luka tak kunjung sembuh

3

4. klasifikasi DM :

a. tipe 1 infeksi virus, reaksi autoimun, insulin tidak dihasilkan

(kekurangan insulin)

b. tipe 2 faktor genetik, idiopatik, gaya hidup, obesitas. ( insulin

banyak, tetapi reseptor insulin tidak peka terhadap hormone tersebut)

5 Penyebab Luka tak kunjung sembuh

a. Kelainan metabolisme protein :

Gangguan transkripsi pertumbuhan jaringan terhambat luka

tidak terkontrol atau sukar sembuh.

b. Glukosa meningkat bakteri pesat mudah terinfeksi

6. Penyebab pasien mengalami BB turun drastis, sering makan, haus dan

lebih sering buang air kecil.

a. BB turun karena danya insulin yang tidak bekerja pada sel

terget, contoh: sel adiposa harus bisa disimpan dengan insulin

karena resisten tidak masuk sel glukoneogenesis

pemecahan glukagon pada otot penurunan BB peningkatan

lemak.

b. Glukagon menurun di lemak dan otot peningkatan lemak

katabolisme protein (otot) polifagi.

c. Haus

Polidipsi : peningkatan osmotik ekstrasel air osmosis keluar sel

dehidrasi intrasel ADH melasi haus.

d. Sering BAK

Ppoliuria : banyak minum karena polidipsi glikosuria tidak bisa

direarbsorbsi glukosa darah keluar melalui urin

7. Penegakan diagnosis

a. Gejala Klasik : poliuri, polidipsi, polifagia, Bb turun.

Page 4: luka tak kunjung sembuh

4

b. Gejala lain : dehidrasi, luka sulit sembuh, bermutasi, mata

pandangan kabur, faktor hereditas dan life style, lemas, disfungsi

ereksi, proritus vulva.

c. Pemeriksaan penunjang

a) HbA1C

b) GDP

c) Darah rutin

d) Kolesterol

e) Urinalisis

f) TTGD

g) GDPP

8. Komplikasi Diabetes mellitus

a. Mikrovaskular : Retinopati diabetikum, Neuropati perifer ,

Gagal ginjal.

b. Makrovaskular : Otak (stroke), Jantung (IMA) ,

Ekstremitas (gangren), Pankreas sel- sel iskemik, Kandung kemih :

neuropati otonom

9. Penatalaksanaan Diabetes melitus

a. Non farmakologi : edukasi, gizi, jasmani.

b. Farmakologi : metformin, glitazone, sulfoniurea, tiazolidion,

glinid, akarbose.

10. Cara kerja Metformin

Penurunan glukosa darah terhadap kerja insulin penurunan produksi

glukosa peningkatan glukosa usus glukosa darah turun

Penurunan absorbsi glukosa usus sesudah makan.

Untuk DM tipe 2 cek kreatinin > 1,5 , mual, diare, dispepsi

Kontraindikasi : koma diabetikum, ketoasidosis, gangguan fungsi ginjal,

hati, IMA, kehamilan/ menyusui.

Page 5: luka tak kunjung sembuh

5

STEP 4

2. Hormon yang berperan

a. Insulin (glukosa darah meningkat)

sel β keluar sel target adiposa glukosa masuk otot

glukosa diotot sintesis glikogen.

Hati glikoneogenesis peningkatan glikolisis peningkatan

glikogenesis.

b. Epinefrin : Respon terhadap penurunan glukosa glikosis dihambat

peningkatan glikoneogenesis

c. Glukagon : Respon terhadap penurunan glukosa dsarah.

d. glukosa peptidase sel α pankreas penurunan glukosa

hati konveksi glikogen aliran darah direspon epinefrin

acetil kolin.

5. Penyebab Luka tak kunjung sembuh

a. Kelainan metabolisme protein :

Gangguan transkripsi pertumbuhan jaringan terhambat luka

tidak terkontrol atau sukar sembuh.

b. Glukosa meningkat bakteri pesat mudah terinfeksi

c. Trombus aterosklerosis nutrisi tidak masuk nekrosis

d. Trombus glukosa meningkat didarah menumpuk glukosa

jadi protein menghambat faktor pembentukan darah ke luka

tak sampai regenerasi terhambat.

e. Infeksi penurunan limfosit, sel menyusut kuman gampang

masuk.

7. Penegakan diagnosis

a. Gejala Klasik : poliuri, polidipsi, polifagia, Bb turun.

b. Gejala lain : dehidrasi, luka sulit sembuh, bermutasi, mata

pandangan kabur, faktor hereditas dan life style, lemas,

disfungsi ereksi, proritus vulva.

Page 6: luka tak kunjung sembuh

6

Kriteria DM

Tabel 1.1 : Kriteria Diagnosis DM (Perkeni.2011)

Page 7: luka tak kunjung sembuh

7

Algoritma penatalaksanaan DM :

SKEMA

Target tercapai Target tidak tercapai setelah 3

bulan

Terapi dilanjutkan dan dicek HbA1C tiap 3-6 bulan

Target tercapai

Terapi dilanjutkan dan dicek HbA1C tiap 3-6 bulan

Target tercapai setelah 3-6 bulan

Kombinasi sulfonilurea

Intermediate-acting insulin : sebelum pemberian intermediate regular insulin : tambah 3 kombinasi antidiabetik oral / ganti untuk memisah dosis insulin? insulin analog terapi, berkunjung ke endokrinologis

Awal Intervensi

Edukasi / Nutrisi / Olah raga

Target tercapai

Target :

HbA1C < 6,5-7,0 %

(Penurunan 0,5-1,0 %)

GDS < 110-130 mg/dl

GD2PP <140-180 mg/dl

Monoterapi / kombinasi awal sulfonilurea atau metformin

Pilihan monoterapi lain :

- Pioglitazon / rosiglitazon

- Nateglinide

- Repaglinide

-Akarbose

Kombinasi lain :

-Metformin / sulfonilurea dengan pioglitazon/rosiglitazon

- atau akarbose / miglitol metformin dengan nateglinide

Dicek HbA1C tiap 3-6 bulan

Page 8: luka tak kunjung sembuh

8

STEP 5

1. Mekanisme Patofisiologi DM

2. Mekanisme komplikasi DM

3. Penatalaksanaan Farmakologi dan non-farmakologi

STEP 7

Glukosa Darah

terapiFarmako nonfarmako

komplikasi Faktor resiko

Struktur organ

Pankrea Ginjal Hati

Fisiologi pengaturan glukosa darah

insulin glukagon

Hormon yang berperan

Insulin

Glukagon

Epinefrin

Glukokortiroid

Penegakan diagnosis

DM (kelainan)

patofisiologi klasifikasi

DM 1 DM 2

Page 9: luka tak kunjung sembuh

9

1. Mekanisme Patofisiologi Diabetes Melitus

Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya di belakang lambung.

Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang disebut pulau-pulau langerhans yang

berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin, yang sangat berperan

dalam mengatur kadar glukosa darah. Tiap pankreas mengandung kurang lebih

100.000 pulau langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Bagian endokrin

pankreas memproduksi, menyimpan, dan mengeluarkan hormon dari pulau

langerhans. Pulau langerhans mengandung 4 kelompok sel khusus, yaitu alfa,

beta, delta, dan sel F. Sel alfa menghasilkan glukagon, sedangkan sel beta

menghasilkan insulin. Kedua hormon ini membantu mengatur metabolisme.

Sel delta menghasilkan somatostatin (faktor penghambat pertumbuhan

hipotalamik) yang bisa mencegah sekresi glukagon dan insulin. (Guyton,

2011).

Glukosa terbentuk dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari (terdiri

dari karbohidrat, protein, dan lemak). Kemudian glukosa akan diserap melalui

dinding usus dan disalurkan dalam darah. Setelah makan, kadar glukosa dalam

darah akan lebih tinggi, melebihi glukosa yang dibutuhkan dalam proses

pembentukan energi tubuh. Untuk mencegah meningginya glukosa dengan

tiba-tiba, insulin (hormon yang diproduksi sel beta pankreas) berfungsi

menyimpan glukosa (dinamakan glikogen) dalam hati dan sel-sel otot. Jika

kadar gula menurun maka simpanan glikogen akan kembali ke dalam darah.

Proses ini membutuhkan glukagon. Glikogen yang disimpan dalam hati bisa

bertahan 8-10 jam. Apabila tidak digunakan dalam tempo yang ditentukan

maka simpanan ini akan berubah menjadi lemak. (Corwin, 2008, hlm. 1).

Insulin adalah hormon anabolik (pembentuk) utama tubuh dan memiliki

berbagai efek lain selain menstimulasi transpor glukosa insulin juga

meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel menstimulasi sintesis protein

dan glukosa insulin yang menghambat glukoneogenesis, sintesa glukosa ke

tubuh kita, membangun protein, dan mempertahankan kadar glukosa plasma

rendah. (Corwin, 2001, hlm. 620).

Klasifikasi

Menurut klasifikasi klinisnya diabetes melitus dibedakan menjadi :

Page 10: luka tak kunjung sembuh

10

1. Tipe 1 (DMT1) adalah insufisiensi absolut insulin.

2. Tipe 2 (DMT2) adalah resistensi insulin yang disertai defek sekresi insulin

dengan derajat bervariasi

3. Diabetes kehamilan (gestasional) yang muncul pada saat hamil.

4. Gangguan toleransi glukosa (GTG), kadar glukosa antara normal dan

diabetes, dapat menjadi diabetes atau menjadi normal atau tetap tidak

berubah.

(Price, 2005)

Etiologi

Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :

1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes

yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas disebabkan oleh :

a. Faktor genetik

Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi

mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah

terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang

mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen )

tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab

atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor Imunologi

Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan

normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang

dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun

yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Page 11: luka tak kunjung sembuh

11

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan  yaitu :

a. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang

secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.

Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin

pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008,

hlm. 73).

b. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami

hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi

insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban

metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi

sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).

c. Riwayat Keluarga

Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada

kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali

lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang

tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti

diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA.

Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2

tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing

memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi

oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).

d. Gaya hidup (stres)

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan

yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini

berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan

meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan

sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban

yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada

penurunan insulin.

Page 12: luka tak kunjung sembuh

12

Patofisiologi

Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal malah mungkin

lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel

yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu

masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang,

hingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang

kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit,

sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam

pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan pada

DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi

juga kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.

(Silbernagl, 2007).

Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek

utama kekurangan insulin yaitu :

a. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang

mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi

300 sampai 1200 mg per 100 ml.

b. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak

sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun

pengendapan lipid pada dinding vaskuler.

c. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.

Keadaan patologi tersebut akan berdampak :

1. Hiperglikemia

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang

tinggi daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah,

atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin,

2001, hlm. 623).

Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi

glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke

dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan

energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan

disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai

Page 13: luka tak kunjung sembuh

13

massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur

glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes

melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga

glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). Secara rinci

proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada

perubahan metabolik sebagai berikut :

a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel

berkurang.

b. Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa)

berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam

darah.

c. Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga

cadangan glikogen berkurang, dan glukosa “hati”

dicurahkan dalam darah secara terus menerus melebihi

kebutuhan.

d. Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non

karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa

“hati” yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam

amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).

Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai

mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena

mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya

glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme

peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang

membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi.

Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan

pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes

melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono,

2008, hlm. 76).

2.   Hiperosmolaritas

Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada

Page 14: luka tak kunjung sembuh

14

plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan

tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya

peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes

melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi

glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat

cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya

kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi

glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini

kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin

(glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis

menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan

berakibat peningkatan volume air (poliuria).

Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang

menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti

dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel

mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik

(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan

menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).

Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih

dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton

darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar

nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).

3.  Starvasi Selluler

Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh

sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali

glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk

diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi

untuk masuk sel yaitu insulin.

Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi

selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :

a. Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa

bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada

Page 15: luka tak kunjung sembuh

15

insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat

glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen

yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan

energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas

(keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot,

kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.

b. Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan

metabolisme protein dan asam amino yang digunakan

sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis

dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan dijadikan

untuk proses aktivitas sel tubuh.

Protein dan asam amino yang melalui proses

glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta

glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan

sintesis protein.Proses glukoneogenesis yang menggunakan

asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein

tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pemecah

protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi

diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam

urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada

keseimbangan negative nitrogen.Depresi protein akan

berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi

terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang

rusak (sulit sembuh kalau cidera).

c. Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan

metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas,

trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi

dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses

ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas

sel. Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam

organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan

alkali tubuh untuk buffer pH darah menurun. Pernafasan

Page 16: luka tak kunjung sembuh

16

kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi keadaan

asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah

buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme

protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal

sehingga tubuh banyak kehilangan protein.

Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme

penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan

munculnya rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga

akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi

penurunan produksi energi. Dan kerusakan berbagai organ

reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan

tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul rasa

baal dan mata kabur). (Sujono, 2008)

Penegakan diagnosis

A. Gambaran Klinis

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah:

a) Keluhan Klasik

1) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam

waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini

disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam

sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan

tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa

diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya

penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga

menjadi kurus.

2) Banyak kencing

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi

akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan

dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita,

terutama pada waktu malam hari.

Page 17: luka tak kunjung sembuh

17

3) Banyak minum

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena

banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini

justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab rasa haus ialah

udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk

menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

4) Banyak makan

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah

dimetabolisme menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya

dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

b) Keluhan lain:

1) Gangguan saraf tepi / Kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan

terutama pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu

tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal penyakit

Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang

mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang

kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

2) Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di

daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan

di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul

dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat

hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk

peniti.

3) Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi

karena sering tidak secara terus terang dikemukakan

penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang

masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi

menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

Page 18: luka tak kunjung sembuh

18

4) Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan

keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang

merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

Diagnosa Diabetes Melitus dapat ditegakan melalui tiga cara

Tabel 1.1 : Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

(Perkeni:2006)

Dalam menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah

yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai (Shahab,2006).

a. Pemeriksaan Penyaring

Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok  dengan

salah satu faktor risiko untuk DM, yaitu:

1) Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )

2) Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)}

3) Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmhg)

4) Riwayat keluarga DM

5) Riwayat kehamilan dengan bb lahir bayi > 4000 gram

6) Riwayat dm pada kehamilan

7) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl

Page 19: luka tak kunjung sembuh

19

8) Pernah TGT (toleransi glukosa terganggu) atau  GDPT (glukosa

darah puasa terganggu)

Tabel 1.2 Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan

penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)

Kadar glukosa darah sewaktu

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena       < 110 110 – 199 ≥200

Darah Kapiler    <   90 90  - 199 ≥200

Kadar glukosa darah puasa

Bukan DM Belum pasti  DM DM

Plasma Vena      < 110 110 – 125 ≥126

Darah Kapiler       

                    <   90 90  - 109 ≥110

Sumber : Perkeni, 2006

B. Pemeriksaan Fisik

a. Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang

b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam

posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,

serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan

penyakit pembuluh darah arteri tepi

c. Pemeriksaan funduskopi

d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

e. Pemeriksaan jantung

f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop

g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan

insulin) dan pemeriksaan neurologis.

(Perkeni.2011)

Page 20: luka tak kunjung sembuh

20

C. Pemeriksaan penunjang

a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

b. HbA1C

c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan

trigliserida)

d. Kreatinin serum

e. Albuminuria

f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin

(Perkeni.2011)

2. Mekanisme Patofisiologi komplikasi diabetes mellitus

a. Komplikasi Akut

1. Ketoasidosis Diabetik (KAD)

Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan dimana terdapat

defisiensi insulin absolut atau relatif dan peningkatan hormon kontra

regulator (glukagon, ketokolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan),

keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan

utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir

hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak

menentukan berat ringannya KAD. Adapun gejala dan tanda klinis

KAD dapat dkelompokkan menjadi dua bagian yaitu (Ganong, 2012).:

a. Akibat hiperglikemi  

b. Akibat ketosis

Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem

homeostasis tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam

jumlah banyak sehingga terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi

insulin dan peningkatan kadar hormon kontra regulator terutama

epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.

Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi

benda keton dan asam lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi

produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolik

Page 21: luka tak kunjung sembuh

21

asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat dan 3 beta

hidroksi butirat, dalam keadaan normal kadar 3 beta hidroksi butirat

meliputi 75-85% dan aseton darah merupakan benda keton yang tidak

begitu penting. Meskipun sudah tersedia bahan bakar tersebut sel-sel

tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa (Ganong,

2012).

Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke

dalam sel, memberi signal untuk proses perubahan glukosa menjadi

glikogen , menghambat lipolisis pada sel lemak, menghambat

glukoneogenesis pada sel hati serta mendorong proses oksidasi melalui

siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui proses oksidasi tersebut

akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber energi

utama sel. Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat

keadaan defisiensi insulin relatif. Meningkatnya hormon kontra

regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas, hiperglikemia,

gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu

sensitivitas insulin (Ganong, 2012).

Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif

terhadap hormon kontra regulasi yang berlebihan glukagon, epinefrin,

kortisol, dan hormon pertumbuhan. Defisiensi insulin dapat

disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau

eksogen yang berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut,

menyebabkan 3 proses patofisiologi yang nyata pada 3 organ, yaitu

sel-sel lemak, hati  dan otot. Perubahan yang terjadi terutama

meibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat (Ganong, 2012).

Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon  yang

paling berperan dalam ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat

proses glikolisis dan menghambat pembentukan malonyl CoA adalah

suatu penghambat cartnitine acyl transferase yang bekerja pada

transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian

peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan

ketogenesis. Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak

Page 22: luka tak kunjung sembuh

22

teregulasi dengan baik, bila kadar insulin rendah maka kadar glukagon

darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi kebalikan respons

insulin pada sel-sel lemak dan hati (Ganong, 2012).

Kadar epinefrin dan kortisol darah menngikat pada KAD.

Hormon pertumbuhan pada awal terapi KAD kadarnya kadang-

kadang meningkat dan lebih meningkat lagi dengan pemberian insulin.

Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada

akhirnya akan menstimulasi pembentukan benda-benda keton,

glukonoegenesis serta potensial sebagai pencetus KAD. Sekali proses

KAD terjadi maka akan terjadi stres berkepanjangan (Ganong, 2012).

b. Komplikasi Kronik

Hiperglikemia menyebabkan terjadi komplikasi pada DM. Pada

keadaan hiperglikemia, akan terjadi peningkatan pembentukan Protein

Glikasi non enzimatik serta peningkatan proses glikosilasi itu sendiri, yang

menyebabkan peningkatan stress oksidatif dan pada akhirnya

menyebabkan komplikasi baik vaskulopati, retinopati, neuropati ataupun

nefropati diabetika (Ganong, 2012).

Komplikasi kronis ini berkaitan dengan gangguan vaskular, yaitu:

1. Komplikasi Mikrovaskular

Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya

kapiler. Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.

a) Patofisiologi Retinopati Diabetik

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada

retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama,

hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygenintermediates

(ROIs) dan advanced glycationendproducts (AGEs). ROIs dan

AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta

merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO),

prostasiklin, insulin-likegrowth factor-1 (IGF-1), dan endotelin

yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik

mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan

Page 23: luka tak kunjung sembuh

23

ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.

Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan

kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel

(Ganong, 2012).

Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal

intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelialgrowth

factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC.

VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesionmolecule-1

(ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan

endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan

sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.

Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi,

hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan

ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang

pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada

membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan

kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein

plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous (Ganong,

2012).

b) Patofisiologi Nefropati Diabetik

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati

paling banyak, sebagi penyebab terjadinya gagal ginjal terminal.

Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan

perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar

seperti protein dapat lolos ke dalam kemih. Akibat nefropati

diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati

diabetik ditandai dengan adanya proteinuri persisten ( >0.5 gr/24

jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya

preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan kontrol

tekanan darah (Ganong, 2012).

Page 24: luka tak kunjung sembuh

24

c) Neuropati Diabetik

Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung

dari kelainan yang mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab

tersering, dapat mengakibatkan neuropati melalui peningkatan

stress oksidatif yang meningkatkan Advance Glycosylated End

products (AGEs), akumulasi polyol, menurunkan nitric oxide,

mengganggu fungsi endotel, mengganggu aktivitas Na/K ATPase,

dan homosisteinemia. Pada hiperglikemia, glukosa berkombinasi

dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi, yang dapat

dirusak oleh radikal bebasi dan lemak, menghasilkan AGE yang

kemudian merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu,

glikosilasi enzim antioksidan dapat mempengaruhi sistem

pertahanan menjadi kurang efisien (Sudoyo, 2009).

Glukosa di dalam sel saraf diubah menjadi sorbitol dan

polyol lain oleh enzim aldose reductase. Polyol tidak dapat

berdifusi secara pasif ke luar sel, sehingga akan terakumulasi di

dalam sel neuron, yang menganggu kesetimbangan gradien

osmotik sehingga memungkinkan natrium dan air masuk ke dalam

sel dalam jumlah banyak. Selain itu, sorbitol juga dikonversi

menjadi fruktosa, dimana kadar fruktosa yang tinggi meningkatkan

prekursor AGE. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf

menurunkan aktivitas Na/K ATPase (Sudoyo, 2009).

Nitric oxide memainkan peranan penting dalam mengontrol

aktivitas Na/K ATPase. Radikal superoksida yang dihasilkan oleh

kondisi hiperglikemia mengurangi stimulasi NO pada aktivitas

Na/K ATP ase. Selain itu penurunan kerja NO juga mengakibatkan

penurunan aliran darah ke saraf perifer (Sudoyo, 2009).

2. Komplikasi Makrovaskular

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah

besar, khususnya arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati

tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih

Page 25: luka tak kunjung sembuh

25

seing terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis

menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit, kardiovaskular

dan penderita diabetes meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal.

Komplikasi makroangiopati umumnya tidak ada hubungannya dengan

kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah terbukti secara

epidemiologi bahwa hiperinsulinemia merupakan suatu faktor resiko

mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin

menyebabkan risiko kardiovaskular semakin tinggi pula. kadar insulin

puasa > 15 mU/mL akan meningkatkan risiko mortalitas koroner

sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor

aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi

makrovaskular (Sudoyo, 2009).

a) Penyakit Jantung Koroner

Berdasarkan studi epidemiologis, maka diabetes merupakan

suatu faktor risiko koroner. Ateroskierosis koroner ditemukan pada

50-70% penderita diabetes. Akibat gangguan pada koroner timbul

insufisiensi koroner atau angina pektoris yang timbul saat

beraktifitas atau emosi dan akan mereda setelah beristirahat atau

mendapat nitrat sublingual. Akibat yang paling serius adalah infark

miokardium, di mana nyeri menetap dan lebih hebat dan tidak

mereda dengan pemberian nitrat. Namun gejala-gejala ini dapat

tidak timbul pada penderita diabetes sehigga perlu perhatian yang

lebih teliti (Sudoyo, 2009).

b) Stroke

Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas

kedua tersering pada penderita diabetes. Kira-kira sepertiga

penderita stroke juga menderita diabetes. Stroke lebih sering

timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita

diabetes. Akibat berkurangnya aliran arteri karotis interna dan

arteri vertebralis timbul gangguan neurologis akibat iskemia,

berupa (Sudoyo, 2009):

Page 26: luka tak kunjung sembuh

26

a. Pusing, sinkop

b. Hemiplegia: parsial atau total

c. Afasia sensorik dan motorik

d. Keadaan pseudo-dementia

c) Penyakit pembuluh darah

Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya

aterosklerosis, yang dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah.

Apabila terjadi pada pembuluh darah koronaria, maka akan

meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya

terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar

pada diabetes dibanding pada orang normal. Risiko ini akan

meningkat lagi apabila terdapat keadaan keadaan seperti

dislipidemia, obesitas, hipertensi atau merokok. Penyakit

pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi

pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di

bawah lutut). Pada diabetes, penyakit pembuluh darah perifer

biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV.

Faktor faktor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang

disertai infeksi merupakan faktor utama terjadinya proses gangren

diabetik. Pada penderita dengan gangren dapat mengalami

amputasi, sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma, ataupun

kematian (Sudoyo, 2009).

d) Kaki Diabetik

Kaki Diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi

pada kaki yang disebabkan oleh Diabetes Melitus. Faktor utama

yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan

kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi

vaskuler serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk rumah

sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan

oleh penderita. Banyak sekali faktor yang berpengaruh dalam

Page 27: luka tak kunjung sembuh

27

terjadinya kaki diabetik. Secara umum faktor-faktor tersebut dapat

di bagi menjadi (Sudoyo, 2009):

1. Faktor predisposisi

Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap

trauma seperti kelainan makro vaskuler dan mikro vaskuler,

jenis kelamin, merokok dan neuropati otonom. Faktor yang

meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati

motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility dan

komplikasi DM yang lain seperti mata kabur (Sudoyo, 2009).

2. Faktor presipitasi

a. Perlukaan di kulit (jamur)

b. Trauma.

c. Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

3. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka.

a. Derajat luka.

b. Perawatan luka.

c. Pengendalian kadar gula darah.

Pada pembuluh darah, akibat komplikasi Diabetes Melitus

terjadi ketidak rataan permukaan lapisan dalam arteri sehingga

aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat pada

mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen

arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup,

akan terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Manifestasi

angiopati pada pembuluh darah penderita Diabetes Melitus antara

lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer

yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita

muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati

adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering

mengenai bagian distal dari arteri Femoralis Profunda, arteri

Poplitea, arteri Tibialis dan arteri Digitalis Pedis (Sudoyo, 2009).

Page 28: luka tak kunjung sembuh

28

Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai jadi kurang

baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi

nekrosis/gangren yang sangat sulit di atasi dan tidak jarang

memerlukan amputasi. Perubahan viskositas darah dan fungsi

trombosit, penebalan membrana basalis serta penurunan produksi

protasiklin akan memacu terbentuknya mikro trombus dan

penyumbatan mikro vaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan

timbulnya iskemia organ atau jaringan yang bersangkutan,

termasuk serabut saraf perifernya (Sudoyo, 2009).

Infeksi di mulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat

menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya infeksi

menyerang kapsul, tendon dan otot kaki maupun pada tungkai

hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di

atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya di atas

lokasi tersebut, terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar

lebih dalam dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi

osteomielitis sekunder (Sudoyo, 2009).

Sedangkan kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes

biasanya multi bakterial yaitu gram negatif, gram positif dan

anaerob yang bekerja secara sinergik. Infeksi sering berlangsung

agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk gangren yang

selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu,

50% dari kasus ulkus / gangren diabetes akan mengalami infeksi

akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk

berkembangnya bakteri pathogen.Jika kadar gula darah tidak

terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini disebabkan

pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin seperti

katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan dan glukagon yang

menyebabkan meningkatnya kadar gula darah (Sudoyo, 2009).

Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan gagalnya

fungsi netrofil dan gangguan sistim imunologi. Sebagai mana

diketahui, dalam melaksanakan fagositosis, sel PMN

Page 29: luka tak kunjung sembuh

29

membutuhkan energi dari glukosa eksogen untuk mempertahankan

aktifitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada sel

PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi.

Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang

mengalami kekurangan insulin ada tiga faktor yang berperan pada

penyembuhan luka dan infeksi pada kaki diabetik. Faktor pertama

adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki

kurang baik hingga mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor

kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk

perkembangan bakteri patogen dan faktor ketiga ialah karena

adanya pintas arterio venosa di subkutis yang terbuka hingga aliran

nutrien tidak sampai ke tempat infeksi (Sudoyo, 2009).

Gangguan mikro sirkulasi dan neuropati punya hubungan

yang erat dengan patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik

pada fase awal menyerang saraf halus terutama di ujung-ujung

kaki. Hal ini di sebut sebagai fenomena dying back, di mana ada

teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf semakin

rentan untuk di serang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas,

ternyata ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena. Gangguan

mikro sirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran

oksigen pada serabut saraf keadaan ini bersama dengan proses jalur

sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati juga

akan menurunkan aliran darah ke perifer hingga aliran tidak cukup

dan terjadi iskemia dan bahkan gangren (Ganong, 2012).

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atropi otot-

otot instrinsik yang menimbulkan kelemahan pada kaki dan

keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi kolagen di bawah

dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat

atropi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perobahan

keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan dan

menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat

pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal. Seiring dengan

Page 30: luka tak kunjung sembuh

30

berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi

infeksi yang kemudian berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.

Chargot foot merupakan derfomitas kaki diabetik akibat neuropati

yang klasik dengan 4 tahap perkembangan (Ganong, 2012):

a) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan

bengkak.

b) Terjadi di solusi, fragmentasi dan fraktur pada persendian

tarsometatarsal.

c) Terjadi fraktur dan kolap persendian.

d) Timbul ulserasi plantaris pedis.

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita

kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan

dari luar. Nilai ambang proteksi dari kaki ditentukan oleh normal

tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada keadaan normal sensasi

yang di terima menimbulkan reflek untuk meningkatkan reaksi

pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang

menyakitkan dengan cara merubah posisi kaki untuk mencegah

terjadinya kerusakan yang lebih besar. Sebagian impul akan

diteruskan ke otak dan di sini sinyal di olah dan kemudian respon

di kirim melalui saraf motorik (Ganong, 2012).

Pada penderita Diabetes Melitus yang telah mengalami

neuropati perifer saraf sensorik pasien tidak merasakan dan tidak

menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak

merasakan adanya tekanan yang besar pada telapak kaki.

Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis atau

ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan

keselamatan pasien. Berbagai macam mekanisme terjadinya luka

dapat terjadi pada pasien Diabetes Melitus, seperti (Ganong, 2012):

a. Tekanan rendah tetapi terus-menerus dan berkelanjutan

(Luka pada tumit karena lama berbaring, dekubitus).

b. Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk

jarum/paku).

Page 31: luka tak kunjung sembuh

31

c. Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada

kaki)

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama

adalah akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini

mengakibatkan:

a. Perubahan aliran darah

b. Produksi keringat berkurang atau tidak ada

c. Hilangnya tonus vasomotor.

Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang

terutama pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami

dehidrasi serta jadi kering dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi

dan selanjutnya timbul selulitis, ulkus ataupun gangren. Selain itu

neuropati otonom juga menyebabkan terjadinya pintas arterio venosa

hingga terjadi penurunan nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan

komposisi, fungsi dan sifat viskoelastisitas hingga daya tahan jaringan

lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi ulkus (Ganong,

2012).

3. Penatalaksanaan Farmakologi dan non-farmakologi

A. Terapi non-farmakologi DM

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus

terdiri dari: pertama terapi non farmakologis yang meliputi perubahan

gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan yang dikenal

sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi

berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang

dilakukan secara terus-menerus, kedua terapi farmakologis, yang

meliputi pemberian obat antidiabetes oral dan injeksi insulin. Terapi

farmakologis pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non

farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan kadar

glukosa darah sebagaimana yang diharapkan. Pemberian terapi

farmakologis tetap tidak meninggalkan terapi non farmakologis yang

telah diterapkan sebelumnya (Sudoyo, 2009).

Page 32: luka tak kunjung sembuh

32

A) Terapi Gizi medis

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi

yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes (diabetesi).

Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah pengaturan pola makan

yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet

berdasarkan kebutuhan individual (Sudoyo, 2009). Beberapa manfaat

yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain :

1. Menurunkan berat badan

2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic

3. Menurunkan kadar glukosa darah

4. Memperbaiki profil lipid

5. Meningkatkan snsitivitas reseptor insulin

6. Memperbaiki system koagulasi darah.

Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan

mempertahankan :

i. Kadar glukosa darah mendekati normal ;

i. Glukosan puasa berkisar 90-130mg/dl

ii. Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl

iii. Kadar A1c < 7%

ii. Tekanan darah < 130/80 mmHg

iii. Profil lipid ;

i. Kolesterol LDL < 100 mg/dl

ii. Kolesterol HDL > 40 mg/dl

iii. Trigliserida <150 mg/dl

Berat badan senormal mungkin

Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizi medis ini

difokuskan pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya

hidup dan pola kebiasaan makan, status nutrisi dan factor khusus lain

yang perlu diberikan prioritas. Pencapaian target perlu dibicarakan

bersama dengan diabetes, sehingga perubahan pola makan yang

dianjurkan dapat dengan mudah dilaksanakan, realistik dan sederhana

(Sudoyo, 2009).

Page 33: luka tak kunjung sembuh

33

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan

perubahan pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan,

status gizi, status kesehatan,aktivitas fisik, dan factor usia. Selain itu

juga terdapat beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa

pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua, dan lain-lain. Pada

keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme yang tinggi

perlu dipertingbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang

juga tidak kalaj pentingnya adalah masalah ekonomi, lingkungan,

kebiasaan atau tradisi di dalam lingkungan yang bersangkutan serta

kemampuan petugas kesehatan yang ada (Sudoyo, 2009).

Petugas kesehatan harus dapat menentukan jumlah, komposisi

dari makanan yang akan dimakan oleh diabetes. Diabetes harus dapat

melakukan perubahan pola makan ini secara konsisten bauk dalam

jadwal, jumlah, dan jenis makanan sehari-hari (Sudoyo, 2009).

Komposisi bahan makanan yang akan dimakan terdiri dari

makronutrien yang meliputi karbohidrat, protein, dan lemak, serta

mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur

sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetes secara

tepat (Sudoyo, 2009).

a. Karbohidrat.

Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetes

tidak boleh boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energy sehari,

atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian

asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty

acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar

4 kilokalori (Sudoyo, 2009).

Rekomendasi pemberian karbohidrat:

1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung

karbohidrat, lebih ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan

dengan jenis karbohidrat itu sendiri.

2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal

dari sumber karbohidrat.

Page 34: luka tak kunjung sembuh

34

3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energy, maka jumlah

karbohidrat maksimal 70% dari total kebutuhan per hari

4. Jumlah serat 25-50 gram per hari

5. Jumlah sukrosa sebagai sumber energy tidak perlu dibatasi,

namun jangan sampai lebih dari total kalori per hari.

6. Sebagian pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti

sakarin, aspartame, acesulfam dan sukralosa.

7. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10

gram/hari.

8. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.

9. Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

b. Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15%

dari total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana

diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka

perlu ditambahkan pemberian suplementasi asam amino esensial. Protein

mengandung energy sebesar 4 kilokalori/gram. Rekomendasi pemberian

protein :

1. Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energy per hari.

2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan

protein tidak akan mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.

3. Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol,

pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan per hari.

4. Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan

sampai 0,85 gram/kg berat badan per hari dan tidak kurang dari

40 gram

5. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein

nabati lebih dianjurkan dari protein hewani

c. Lemak.

Page 35: luka tak kunjung sembuh

35

Lemak mempunyai kandungan energy sebesar 9 kilokalori per

gramnya. Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin A,

D, E, dan K. berdasarkan ikatan karbonnya, lemak dikelompokan

menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh

dan kolesterol sangat disarnkan bagi diabetesi karena terbukti dapat

memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada

diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty

acid = MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat

memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA

pada diet diabetes dapat menurunkan kadar trigliserida, kolesterol total,

kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL. Sedangkan

asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid =

PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,

memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak amega

3 yang dapat menurunkan kadar sintesis VLDL di dalam hati dan

meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan

kadar VLDL di jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar

kolesterol LDL (Sudoyo, 2009).

Rekomendasi pemberian lemak :

1. Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah

maksimal 10% dari total kebutuhan kalori per hari.

2. Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh

diturunkan sampai maksimal 7% dari total kalori per hari

3. Konsumsi kolesterol maksiamal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol

LDL ≥ 100 mg/dl, maka maksimal kolesterol yang dapat di

konsumsi 200 mg per hari

4. Batasi asupan asam lemak bentuk trans

5. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan

asam lemak tidak jenuh rantai panjang

6. Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksiamal 10%

dari asupan kalori per hari.

Page 36: luka tak kunjung sembuh

36

Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada

tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat

dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca (Sudoyo, 2009).

Penentuan status gizi berdasarkan IMT

IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi

tinggi badan (dalam diameter) kuadrat (Sudoyo, 2009).

Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT :

i. Berat badan kurang < 18,5

ii. Berat badan normal 18,5 - 22,9

iii. Berat badan lebih ≥ 23,0

iv. Dengan resiko 23 -24,9

v. Obes I 25 – 29,9

vi. Obes II ≥ 30

Penentuan status gizi berdasarkan rumus Brocca

Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan

rumus :

Berat Badan Idaman (BBI kg) = (TB cm – 100) – 10%

Untuk laki-laki < 160 cm, wanita < 150 cm, perhitungan BB idaman tidak

dikurangi 10%.

Penentuan status gizi dihitung dari :

(BB aktual : BB idaman) x 100%

Berat badan kurang BB < 90% BBI

Berat badan normal BB 90 – 110% BBI

Berat badan lebih BB 110 – 120% BBI

Gemuk BB > 120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek di lapangan, digunakan

rumus Brocca.

a. Penentuan kebutuhan kalori per hari :

1. Kebutuhan basal :

Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori

Page 37: luka tak kunjung sembuh

37

Wanita : BB idaman (kg) x 25 kalori

2. Koreksi atau penyesuaian:

i. Umur diatas 40 tahun : - 5%

ii. Aktivitas ringan : + 10%

(duduk-duduk, nonton televise dll)

iii. Aktivitas sedang : + 20%

(kerja kantoran, ibu rumah tangga, perawat, dokter)

iv. Aktivitas berat : + 30%

(olahragawan, tukang becak dll)

v. Berat badan gemuk : - 20%

vi. Berat badan lebih : - 10%

vii. Berat badan kurus : + 20%

3. Stress metabolik : + 10% - 30%

(infeksi, opersi, stroke, dll)

4. Kehamilan trimester I dan II : + 300%

5. Kehamilan trimester III dan menyusui : + 500%

Makanan tesebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi

(20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan

(10-15%) di antara makan besar (Sudoyo, 2009).

Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan normal, kecuali

dalam pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk

merubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan

kebiasaan penderita (Sudoyo, 2009).

B. Jenis Bahan Makanan

Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan

yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita Diabetes Mellitus

yaitu (ADA, 2007):

Page 38: luka tak kunjung sembuh

38

a. Sumber karbohidrat

Bahan makanan sumber karbohidrat kompleks diantaranya nasi, beras

merah, mie, kacang, kentang, ubi, singkong, gandum, sagu, sereal, dan

roti (ADA, 2007).

b. Sumber Protein Rendah Lemak

Bahan makanan sumber protein rendah lemak diantaranya: ayam tanpa

kulit, ikan, susu, skim, yoghurt, tahu, tempe, dan kacang-kacangan

(ADA, 2007).

c. Buah

Papaya, apel, pisang, kedondong, salak semangka, jeruk, pir, belimbing,

melon, dan buah mangga

d. Sayuran

Sayuran dibagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan A dan sayuran

golongan B

1) Sayuran golongan A

Sayuran yang bebas dikonsumsi, mengandung sedikit sekali

energi, protein dan karbohidrat. Contohnya: gambas (oyong), lobak,

selada, jamur segar, mentimun, tomat, sawi, toge, kangkung, terong,

kembang kol, lobak, labu air (ADA, 2007).

2) Sayuran golongan B

Sayuran golongan B adalah sayuran yang boleh dikonsumsi,

tetapi dibatasi 100 gram setiap hari. Jenis sayuran golongan B

diantaranya buncis, daun melinjo, daun pakis, daun singkong, daun

papaya, labu siam, katuk, pare, nangka muda, jagung muda, genjer

kacang kapri, jantung pisang, labu, waluh, daun beluntas, bayam, kacang

panjang, dan wortel (ADA, 2007).

Bahan makanan yang tidak dianjurkan bagi penderita diabetes

sebagai berikut (ADA, 2007):

a. Mengandung banyak gula sederhana seperti gula pasir,gula aren, jeli,

sirup, susu kental manis, kue-kue manis, cake, dodol, buah-buahan yang

diawetkan dengan gula, es krim, dan soft drink

b. Mengandung banyak lemak seperti fast food, gorengan, dan cake.

Page 39: luka tak kunjung sembuh

39

c. Mengandung bayak natrium seperti telur asin, kornet, ikan asin,

dendeng, bumbu-bumbu seperti soda kue, ragi, MSG, dan garam dapur

(jika menderita gangguan ginjal hipertensi atau penyakit jantung)

Untuk membantu mengatasi masalah kegemukan dan diabetes

mellitus, perlu mengatur kadar gula agar berada dalam kondisi normal

(60-120 mg/dl). Strategi yang dapat diterapkan adalah konsumsi

makanan yang paling rendah meningkatkan gula darah tetapi

memberikan rasa kenyang. Caranya dalah mengkonsumsi produk pangan

dengan indeks glisemik (IG) rendah dan indeks kekenyangan (IK) tinggi

(ADA, 2007).

Indeks glisemik (IG) adalah respon gula darah setelah

mengkonsumsi bahan makanan sumber karbohidrat. Secara umum

pangan IG rendah dicirikan dengan kaya serat dan miskin karbohidrat

sehingga lambat untuk dicerna misalnya kedelai, apel, jeruk, dan anggur.

Selain itu bahan makan IG rendah biasanya memiliki IK tinggi sehingga

laju pencernaan dan absorsinya yang lambat akan memperpanjang

stimulasi reseptor-reseptor nutrient di dalam usus. Hal ini akan

memberikan perasaan kenyang lebih lama. Karena itu, bahan makanan

IG rendah dan IK tinggi merupakan bahan makanan pengekang nafsu

makan (ADA, 2007).

Page 40: luka tak kunjung sembuh

40

Tabel 1.3. Indeks Glikemik (ADA,2007)

Tabel 1.4. Indeks Kekenyangan (ADA, 2007)

Page 41: luka tak kunjung sembuh

41

Pembagian Makanan Sehari Berdasarkan Standar Diet Diabetes

Melitus

Penderita diabetes mellitus biasanya kana mendapat diet DM

yang perhitungan energinya disesuaikan dengan kebutuhan tubuhnya

sehari-hari. Dibawah ini dijabarkan pembagian porsi makanan sehari dan

nilai gizinya berdasarkan standar diet DM (ADA, 2007).

Tabel 1.5. Pembagian porsi makanan dan nilai gizi berdasarkan standar

diet (ADA, 2007)

Page 42: luka tak kunjung sembuh

42

Tabel 1.6. Konversi ukuran gram ke ukuran rumah tangga (ADA, 2007)

B) Latihan jasmani

Pengelolaan diabetes mellitus (DM) yang meliputi 4 pilar,

aktivitas fisik merupakan salah satu dari ke empat pilar tersebut.

Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk

Page 43: luka tak kunjung sembuh

43

ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes

sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur, memasak,

berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja,

bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok,

kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetes, telah

sekaligus menjalankan pengelola terhadap DM sehari-hari (Sudoyo,

2009).

Diabetes merupakan penyakit sehari-hari. Penyakit yang akan

berlangsung seumur hidup. Kadang, diabetes dipandang sebagai

tantangan, diwaktu lain dianggap sebagai beban. Tanggung jawab

terhadap pengelolaan diabetes sehari-hari, merupakan masing-masing

diabetes. Mereka yang telah memutuskan untuk hidup dengan diabetes

dalam keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa mereka harus

melakukan kegiatan fisik (Sudoyo, 2009).

Manfaat, resiko, dan hal-hal yang harus diperhatikan berkaitan

dengan latihan jasmani seorang diabetes:

a. Pada diabetes tipe 2, latihan jasmani dapat memperbaiki kendali

glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi

HbA1c, yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan resiko

komplikasi diabetes dan kematian (Sudoyo, 2009).

b. Selain mengurangi resiko, latihan jasmani akan memberikan

pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arterial,

sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang endothelium-

dependent, aliran darah pada kulit, hasil perbandingan antara denyut

jantung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun aktif),

hipertrigliseridemi dan fibrinolysis. Angka kesakitan dan kematian

pada diabetes yang aktif, 50% lebih rendah disbanding mereka yang

santai (Sudoyo, 2009).

c. Pada DM tipe I, latihan jasmani akan menyulitkan pengaturan

metabolik, hingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan

latihan. Tetapi latihan endrance ternyata terbukti akan memperbaiki

fungsi endotel vascular. Dari penelitian epidiomelogi retro dan

Page 44: luka tak kunjung sembuh

44

prospektif, juga terbukti bahwa latihan jasmani yang teratur akan

mencegah komplikasi makro maupun mikrovaskular serta

meningkatkan harapan hidup (Sudoyo, 2009).

d. Pada kedua tipe diabetes, manfaat latihan jasmani secara teratur

akan memperbaiki kapasitas latihan aerobic, kekuatan otot dan

mencegah osteoporosis (Sudoyo, 2009).

Diabetes yang mendapatkan terapi insulin, hipoglikemia

disertai kadar insulin yang berlebihan merupakan hal yang perlu

mendapat perhatian, terutama pada saat pemulihan (Sudoyo, 2009).

Bila insulin disuntikan pada lengan atau paha, akan

memperbesar kemungkinan terjaid hipoglikemia karena

peningkatan hantaran insulin melalui darah akibat pemompaan oleh

otot pada saat berkontraksi. Sehingga dianjurkan penyuntikan di

daerah abdomen sebelum latuhan jasmani. Juga dianjurkan agar

latihan jasmani dilakukan setelah makan, yaitu pada saat kadar gula

darah berada pada puncaknya. Latihan jasmani dikerjakan dalam

wktu lama dan dalam keadaan metabolic yang tak terkendali, akan

menyebabkan peningkatan pelepasan glukosa darah dari hati,

disertai peningkatan produksi benda-benda keton (Sudoyo, 2009).

B. Farmakologi Diabetes Melitus

a. Anti Diabetik Oral

Ada 5 golongan antidiabetik oral (ADO) yang dapat digunakan

untuk Diabetes Militus dan telah dipasarkan diindonesia yakni golongan

Sulfonilurea, Meglitinid, Biguanid, Tiazolidinedion, dan Penghambat α-

glikosidase (Tanu, 2012).

1. Golongan Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi sulfonylurea, generasi 1 terdiri dari

tolbutamid, tolazinamid, asetoheksimid, dan klorpropamid. Sedangkan

generasi kedua terdiri dari gliburid, glipizid, gliklazid, dan glimepirid

(Tanu, 2012).

Page 45: luka tak kunjung sembuh

45

Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues,

kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel β langerhans

pankreas. Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP-sensitive

K channel pada membrane sel-sel β yang menimbulkan depolarisasi

membrane dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. dengan

terbukanya kanal Ca makan ion Ca2+ akan masuk ke sel β,

merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin

dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptide-C. Pada penggunaan

jangka panjang atau dosis yang besar dapat mengakibatkan

Hipoglikemia (Tanu, 2012).

Sulfonylurea berikatan dengan reseptor sulfonylurea dengan

berat molekul 140 kDa dan afinitas tinggi yang berhubungan dengan

kanal kalium satu arah yang sensitive ATP di sel β pankreas bagian

dalam. Pengikatan sulfonylurea menghambat efluks ion kalium melalui

kanal tersebut dan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi membuka

suatu kanal kalsium bergerbang-tegangan dan menimbulkan influks

kalsium dan pelepasan insulin (Bertram&Katzung, 2010).

Pemberian sulfonylurea dalam jangka panjang pada penderita

diabetes tipe 2 mengurangi kadar glucagon serum, yang dapat ikut

berperan menimbulkan efek hipoglikemik obat ini. Mekanisme

penekanan sulfonylurea terhadap kadar glucagon ini masih belum jelas

namun agaknya melibatkan inhibisi tidak langsung akibat peningkatan

pelepasan insulin dan somatostatin yang menghambat sekresi sel α

(Bertram&Katzung, 2010).

Berbagai sulfonylurea mempunyai sifat kinetic berbeda, tetapi

absorbs melalui saluran cerna scukup efektif. Makanan dan keadaan

hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi. Untuk mencapai kadar

optimal di plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih

efektif bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar

90-99% terikat oleh protein plasma terutama albumin (Tanu, 2012).

Tolbutamid di absorbsi dengan baik namun cepat

dimetabolisme di hati. Lama kerjanya relative pendek dengan waktu

Page 46: luka tak kunjung sembuh

46

paruh eliminasi 4-5 jam, dan paling baik diberikan dalam dosis terbagi.

Karena waktu paruhnya yang pendek, obat ini menjadi sulfonylurea

yang paling aman digunakan pada pasien diabetes lansia.

Hipoglikemia yang berkepanjangan jarang dilaporkan, kebanyakan

pada penderita yang mendapat obat tertentu (misalnya, dikumanol,

fenilbutazon, dan beberapa sulfonamide) yang menghambat

metabolisme tolbutamid (Bertram&Katzung, 2010).

Klorpropamid mempunyai waktu paruh 32 jam dan

dimetabolisme secara perlahan di hati menjadi produk yang masih

memiliki aktivitas biologis kira-kira 20-30 diekskresikan dalam bentuk

utuh ke dalam urin. Klorpropamid juga berinteraksi dengan obat yang

disebutkan sebelumnya yang bergantung pada katabolisme oksidatif

hati, serta dikontraindikasikan pada penderita insufisiensi hati atau

ginjal. Dosis yang lebih tinggi dari 500 mg perhari meningkatkan

resiko terjadinya ikterus. Dosis pemeliharaannya adalah 250 mg

perhari, yang diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Reaksi

hipoglikemia berkepanjangan lebih sering terjadi pada pasien lansia

dan obat ini dikontraindikasikan untuk kelompok pasien tersebut. Efek

samping lain mencakup hyperemic flush setelah meminum alcohol

pada pasien yang memiliki predisposisi genetic dan hiponatremia

akibat dilusi. Toksisitas hematologic (leucopenia transien, dan

trombositopenia) terjadi kurang dari 1% pasien (Bertram&Katzung,

2010).

Tolazamid sebanding dengan klorpropamid dalam hal potensi,

tetapi lama kerjanya lebih pendek. Tolazamid diserap lebih lambat

ketimbang sulfonylurea yang lain, dan efeknya terhadap kadar gula

darah tidak tampak untuk beberapa jam. Waktu paruhnya sekitar 7

jam. Tolazamid dimetabolisme menjadi senyawa yang tetap

mempunyai efek hipoglikemik. Jika lebih dari 500mg tolazamid/ hari

dibutuhkan, dosis tersebut harus dibagi atau diberikan dua kali sehari

(Bertram&Katzung, 2010).

Page 47: luka tak kunjung sembuh

47

Sulfonilurea generasi kedua lebih sering digunakan ketimbang

sulfonylurea generasi pertama di AS karena efek sampingnya lebih

jarang terjadi dan kurang berinteraksi dengan obat-obat lain. Senyawa

sulfonylurea yang poten ini (gliburid, glipizid, dan glimepirid) harus

digunakan secara hati-hati pada pasien dengan penyakit kardiovaskular

atau pada pasien lansia karena hipoglikemia terutama bahaya bagi

lansia tersebut (Bertram&Katzung, 2010).

Gliburid dimetabolisme di hati menjadi produk dengan

aktivitas hipoglikemik yang sangat rendah. Dosis awal yang biasa

diberikan adalah 2,5 mg/hari atau lebih kecil, dan dosis pemeliharaan

rerata adalah 5-10 mg/ hari, yang diberikan sebagai dosis tunggal pada

pagi hari. Suatu bentuk formulasi “micronized”gliburid kini tersedia

dalam berbagai ukuran tablet. Akan tetapi, terdapat beberapa

pertanyaan mengenai kesetaraannya secara biologis dengan bentuk

non-micronized, dan FDA menganjurkan pemantauan secara hati-hati

untuk mentitrasi kembali dosis bila kita ingin mengganti menggunakan

obat yang diberikan dari dosis gliburid standar atau dari obat-obat

sulfonylurea yang lain (Bertram&Katzung, 2010).

Gliburid mempunyai beberapa efek samping yaitu potensi

menimbulkan hipoglikemia dan meningkatkan bersihan air bebas (free

water clearance). Gliburid dikontraindikasikan pada gangguan hati dan

pada penderita dengan insufisiensi ginjal. Glipizid mempunyai waktu

paruh terpendek yaitu 2-4 jam dari golongan obat-obat yang lebih

poten. Untuk mendapatkan efek maksimum dalam mengurangi

hiperglikemia postprandial, obat ini harus diberikan 30 menit sebelum

sarapan karena absorpsinya terhambat bila obat diberikan bersama

makanan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 5mg/hari yang dapat

dinaikan sampai 15 mg/ hari yang diberikan sebagai dosis tunggal.

Bila dosis harian yang lebih tinggi diperlukan, dosis tersebut harus

dibagi dan diberikan sebelum makan. Dosis maksimum yang

dianjurkan adalah 40mg/ hari meskipun beberapa penelitian

Page 48: luka tak kunjung sembuh

48

mengindikasikan bahwa efek terapeutik maksimum dicapai dengan

dosis sebesar 15-20 mg (Bertram&Katzung, 2010).

Glimepirid telah disetujui untuk digunakan sekali sehari

sebagai monoterapi atau dalam bentuk kombinasi dengan insulin.

Glimepirid menurunkan kadar glukosa darah dengan dosis terendah

dari sulfonylurea manapun, dosis tunggal harian sebesar 1 mg, terbukti

efektif dan dosis maksimal yang dianjurkan adalah 8 mg. obat ini

bekerja dalam waktu lama dengan waktu paruh 5 jam sehingga dapat

diberikan 1 kali sehari. Glimepirid di metabolisme sepenuhnya oleh

hati menjadi produk inaktif (Bertram&Katzung, 2010).

Obat yang meningkatkan resiko hipoglikemia sewaktu

penggunaan sulfonylurea adalah insulin, alcohol, feniformin,

sulfonamide, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenbutazon,

probenezid, dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin,

anabolic steroid, fenfluramin, dan klofibrat. Propanolol dan

penghambat adrenoreseptor β lainnya menghambat reaksi takikardia,

berkeringat, dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab

termasuk oleh ADO, sehingga keadaan hipoglikemia menjadi lebih

hebat tanpa diketahui. Sulfonylurea terutama klorpropamid dapat

menurunkan toleransi terhadap alcohol, hal ini ditunjukan dengan

kemerahan terutama di muka dan leher (flush), reaksi mirip disulfiram

(Tanu, 2012).

2. Meglitinid

Meglitinid merupakan suatu kelas insulin secretagogue yang

relative baru. Repaglinid, yaitu anggota pertama kelas obat ini

disetujui untuk digunakan secara klinis pada tahun 1998. Obat ini

memodulasi pelepasan isulin dari sel β dengan mengatur efluks kalium

melalui kanal kalium. Terdapat tumpang tindih tempat kerja

molekularnya dengan sulfonylurea karena meglitinid memiliki dua

tempat pengikatan yang sama dengan sulfonylurea dan satu tempat

pengikatan yang berbeda (Bertram&Katzung, 2010).

Page 49: luka tak kunjung sembuh

49

Repaglinid memiliki onset kerja yang sangat cepat dengan

konsentrasi puncak dan efek puncak dalam waktu sekitar 1 jam setelah

ditelan, namun lama kerjanya 5-8 jam. Obat ini dimetabolisme

CYP3A4 di hati dengan waktu paruh dalam plasma selama 1 jam.

Karena onsetnya yang cepat, penggunaan repaglinid diindikasikan

untuk mengendalikan lonjakan kadar glukosa setelah makan. Obat ini

seharusnya ditelan sesaat sebelum makan dengan dosis sebesar 0,25-4

mg (maksimum, 16 mg/hari). Hipoglikemia beresiko timbul apabila

pasien terlambat makan atau terlewatkan makan atau terdapat sedikit

karbohidrat dalam makanan tersebut. Obat ini harus digunakan secara

hati-hati. Repaglinid dapat digunakan sebagai monoterapi atau

dikombinasikan dengan biguanid. Tidak terdapat sulfur dalam struktur

obat ini sehingga repaglinid dapat digunakan pada pasien diabetes tipe

2 yang alergi terhadap sulfonylurea atau sulfur (Bertram&Katzung,

2010).

3. Derivat D-Fenilalanin

Nateglinid, suatu derivate D-fenilalanin adalah insulin

secretatogue terbaru yang tersedia secara klinis. Nateglinid

merangsang pelepasan insulin secara sangat cepat dan berlangsung

sementara dari sel β melalui penutupan kanal K+ yang sensitive ATP.

Obat ini juga memulihkan sebagian pelepasan awal insulin sebagai

respon terhadap uji toleransi glukosa intravena. Hal tersebut dapat

menjadi keuntungan obat ini karena diabetes tipe 2 berkaitan dengan

hilangnya respons awal terhadap insulin. Restorasi sekresi insulin yang

lebih normal dapat menekan pelepasan glukoisa diawal waktu makan

dan menimbulkan penurunan produksi glukosa di endogen atau

glukosa di hati (Bertram&Katzung, 2010).

Nateglinid ditelan sesaat sebelum makan. Obat ini diabsorbsi

dalam waktu 20 menit setelah pemberian obat oral dan waktu kadar

puncaknya kurang dari 1 jam serta dimetabolisme di hati oleh CYP2C9

dan CYP3A4 dengan waktu paruh selama 1,5 jam. Lama kerja obat ini

Page 50: luka tak kunjung sembuh

50

kurang dari 4 jam. Nateglinid memperkuat respons sekretorik insulin

terhadap beban glukosa namun efeknya sangat berkurang pada

keadaan normoglikemia. Insidens hipoglikemia akibat nateglinid

mungkin paling rendah dari golongan insulin secretagogue dan

memiliki keuntungan dalam hal keamanan penggunaannya pada pasien

dengan penurunan berat pada fungsi ginjal (Bertram&Katzung, 2010).

4. Biguanida

Biguanida sebenernya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu

obat antihiperglikemik. Obat ini tidak menyebabkan rangsangan

sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.

Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan

sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi

karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP-activated protein kinase)

(Tanu, 2012).

Kerja biguanid dalam menurunkan kadar gula darah tidak

bergantung pada sel β pankreas yang berfungsi. Pasien dengan

diabetes tipe 2 sangat jarang mengalami hipoglikemia selama puasa

maupun hiperglikemia postprandial setelah pemberian biguanid.

Hipotesis mengenai mekanisme kerja preparat ini meliputi penurunan

glukoneogenesis di hati dan ginjal, perlambatan absorpsi glukosa dari

saluran cerna dengan peningkatan konversi glukosa menjadi laktat oleh

eritrosit, dan stimulasi langsung glikolisis di jaringan dengan

peningkatan bersihan glukosa dari darah serta penurunan kadar

glucagon plasma (Bertram&Katzung, 2010).

Metformin memiliki waktu paruh 1,5-3 jam, tidak berikatan

dengan protein plasma, tidak dimetabolisme dan diekskresikan oleh

ginjal sebagai senyawa aktif. Akibat blockade glukoneogenesis oleh

metformin, obat ini dapat mengganggu metabolisme asam laktat dihati.

Pada pasien dengan insufisiensi ginjal, biguanid menumpuk sehingga

meningkatkan resiko asidosis laktat, yang agaknya menjadi suatu

Page 51: luka tak kunjung sembuh

51

komplikasi yang bergantung pada dosis biguanid tersebut

(Bertram&Katzung, 2010).

Biguanid tidak boleh digunakan pada kehamilan, pasien

penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia, dan penyakit

jantung kongestif serta penyakit paru dengan hipoksia kronik. Pada

pasien yang akan diberikan zat kontras intravena atau yang akan

dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan terlebih dahulu

(Tanu, 2012).

5. Tiazolidinedion

Tiazolidinedion (Tzd) bekerja dengan menurunkan resistensi

insulin. Kerja utama obat ini adalah mengatur gen yang terlibat dalam

metabolisme lipid dan glukosa dan diferensiasi adiposit. Tzd

merupakan ligan peroxisome proliferator-activated receptor-gamma

(PPAR-γ), yaitu bagian dari superfamili steroid dan tiroid di reseptor

inti, reseptor PPAR ini ditemukan di otot, lemak, dan hati. Reseptor

PPAR-γ bersifat kompleks dan memodulasi ekspresi gen yang terlibat

dalam metabolisme glukosa dan lipid, transduksi sinyal insulin, dan

diferensiasi adiposity dan jaringan lainnya (Bertram&Katzung, 2010).

Pioglitazon memiliki aktivitas PPAR-α dan PPAR-γ. Obat ini

diserap dalam waktu dua jam setelah ditelan. Meskipun keberadaan

makanan dapat menghambat penyerapan, bioavailabilitas totalnya

tidak terpengaruh. Pioglitazon dimetabolisme oleh CYP2C8 dan

CYP3A4 menjadi metabolit aktif. Bioavailabilitas sejumlah besar obat

lain juga diuraikan oleh enzim tersebut dapat dipengaruhi oleh

pemberian pioglitazon, termasuk kontrasepsi oral yang mengandung

estrogen. Dapat diberikan sehari sekali dengan dosis awal 15-30 mg.

efek obat ini dalam mengurangi trigliserida lebih bermakna ketimbang

efek rosiglitazon. Rosiglitazon cepat diserap dan terikat oleh protein

plasma. Obat ini dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif oleh

CYP2C8 dan pada tingkat yang lebih rendah oleh CYP2C9. Obat ini

Page 52: luka tak kunjung sembuh

52

diberikan sekali atau dua kali sehari dengan dosis total 4-8 mg

(Bertram&Katzung, 2010).

6. Inhibitor Alfa-Glukosidase

Obat golongan penghambat alfa glikosidase ini dapat

memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di

intestine. Dengan menghambat kerja enzim α-glukosidase di brush

border intestine, dapat mencegah glukosa plasma pada orang normal

dan pasien DM. Karena kerjanya tidak dipengaruhi sekresi insulin,

maka tidak akan menyebabkan efek hipoglikemik. Akarbose dapat

digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang

glukosa postprandialnya sangat tinggi (Tanu, 2012).

Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba

dan miglitol suatu derivate desoksi nojirimisin, secara kompetitif juga

menghambat glukoamilase dan sukrase tetapi efeknya pada α-amilase

pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma

postprandial pada DM tipe 1 dan 2, dan pada tipe 2 dengan

hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan HbA1c (Tanu,2012).

Tabel 1.7. Obat hipoglikemik oral yang tersedia di Indonesia

Nama Generik Dosis

Maksimal

Dosis Awal Lama Kerja

(jam)

Frekuensi

(kali)

Sulfonylurea

Klorpropamid 500 50 6-12 1

Glibenklamid 15-20 2.5 12-24 1-2

Glipisid 20 5 10-16 1-2

Glikasid 240 80 10-20 1-2

Glikuidon 120 30 10-20 2-3

Page 53: luka tak kunjung sembuh

53

Glipisid GITS 20 5 1

Glimepirid 6 1 1

Biguanid

Metformin 2500 500 1-3

Inhibitor α

glukosidase

Acarbose 300 50 1-3

b. Terapi Insulin

Insulin merupakan obat utama pada IDDM (Insulin dependent

diabetes mellitus) dan beberapa jenis DM tipe 2. Insulin dapat diberikan

dalam berbahgai cara intravena (i.v), Intramuskular (i.m), dan subcutan

(s.c). Preparat insulin dibedakan berdasarkan lama kerjanya (rapid-acting

insulins, short-acting insulins, intermediate-acting insulins, dan long

acting insulins) (Setiabudy, 2008).

Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2

yang tidak dapat di atasi dengan OAD oral, pasien DM

pascapancreatektomi, atau DM gestasional, DM dengan ketoasidosis,

koma non ketosis, atau komplikasi lain, sebelum tindakan operasi (DM

tipe 1 dan DM tipe 2). Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan

tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga

memperbaiki semua aspek metabolisme, dan yang terakhir inilah yang

umumnya sukar dicapai (Setiabudy, 2008)..

Penggunaan insulin dapat juga untuk indikasi sebagai berikut :

a. Kencing manis dengan komplikasi akut seperti gangren,

ketoasidosis, dan koma.

b. Kencing manis pada kehamilan yang tak terkontrol dengan dietary

control.

Page 54: luka tak kunjung sembuh

54

c. Penurunan badan yang drastis

d. Penyakit DM yang tidak berhasil dengan obat hipoglikemik dosis

maksimal.

e. Penyakit dengan gangguan fungsi hati dan ginjal berat.

Tabel 1.8. Macam-macam terapi insulin berdasarkan farmakokinetik (Dipiro et al,

2008)

Tipe Insulin Onset (jam) Peak (jam) Durasi (jam) Durasi

Maksimun

(jam)

Rapid acting

Aspart 15-30 menit 1-2 3-5 5-6

Lispro 15-30 menit 1-2 3-4 4-6

Glulisine 15-30 menit 1-2 3-4 5-6

Inhaled

human

insulin

15-30 menit 1-2 6 8

Short acting

Regular 0,5-1 jam 2-3 3-6 6-8

Intermediate

acting

NPH 2-4 jam 4-6 8-12 14-18

Long acting

Detemir 2 jam 6-9 14-24 24

Glargin 4-5 jam - 22-24 24

Page 55: luka tak kunjung sembuh

55

Keadaan mendekati normoglisemia dicapai pada DM dengan

multiple dosis harian insulin atau dengan infusion pump therapy, yang

tujuannya mencapai glukosa darah puasa antara 90-120 mg/dL. (5-6,7

mM), glukosa 2 jam postprandial < 150 mg/dL (8,3 mM), HbA1c < 7%

(atau 6,5%). Pada pasien yang kurang disiplin atau kurang patuh terhadap

terapi, mungkin perlu dicapai nilai glukosa darah puasa yang lebih tinggi

(140 mg/dL atau 7,8 mM) dan postprandial 200-250 mg/dL atau 11,1-13,9

mM (Setiabudy, 2008).

Kebutuhan insulin harian. Produksi insulin pada orang nomal,

sehat yang kurus antara 18-40 U per hari atau 0,2-0,5 U/Kg berat badan

per hari, dan hampir 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain

karena adanya asupan makanan. Sekresi basal insulin sekitar 0,5-1 U/jam,

setelah asupan glukosa oral dalam jumlah besar, sekresi meningkat

menjadi 6 U/jam. Pada orang non diabetic dengan obesitas dan resisten

insulin, sekresi meningkat 4x lipat atau lebih tinggi (Setiabudy, 2008).

Pada berbagai populasi pasien DM tipe 1, rata-rata dosis insulin

dibutuhkan berkisar antara 0,6-0,7 U/Kg berat badan per hari, sedangkan

pasien obesitas membutuhkan dosis lebih tinggi (2 U/Kg berat badan per

hari) karena adanya resistensi jaringan perifer terhadap insulin (Setiabudy,

2008).

Kombinasi insulin, Insulin regular dapat dikombinasi dengan

beberapa jenis insulin lain. Bila dikombinasi dengan insulin lente maka

efeknya akan lebih lambat. Bila insulin regular dikombinasi dengan insulin

lente maka efeknya akan lebih lambat. Bila insulin regular dikombinasikan

dengan insulin ultralente dengan perbandingan 1:3. Untuk mencegah

perubahan masa kerja kombinasi seperti ini harus segera diberikan secara

terpisah. Insulin lente dapat disuntikan atau diberikan secara terpisah.

Insulin lente dapat dikombinasikan tanpa mengubah aktivitas dari

komponen (Setiabudy, 2008).

Kebutuhan insulin pada pasien DM umumnya berkisar antara 5-

150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. Selain faktor-faktor tersebut

di atas, untuk penetapan dosis perlu dketahui kadar glukosa darah puasa

Page 56: luka tak kunjung sembuh

56

dan dua jam sesudah makan serta kadar glukosa dalam urin empat porsi,

yaitu antara jam 7-11, jam 12-16, jam 16-21, dan jam 21-7 (Setiabudy,

2008).

Dosis terbagi insulin digunakan pada DM : (1) yang tidak stabil

dan sukar dikontrol, (2) bila hiperglikemi berat sebelum makan pagi tidak

dapat dikoreksi dengan insulin dosis tunggal per hari, dan (3) pasien yang

membutuhkan insulin lebih dari 100 U per hari (Setiabudy, 2008).

Penatalaksanaan pasien DM. Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5

U/KgBB. Pasien IDDM yang baru belum perlu diberi insulin karena

kadang terjadi remisi dan pada periode ini insulin tidak dibutuhkan. Untuk

terapi awal, regular insulin dan insulin kerja sedang merupakan pilihan

dan diberikan 2 kali sehari. Untuk DM dewasa yang kurus: 8-10 U insulin

kerja sedang diberikan 20-30 menit sebelum makan pagi dan 4-5 U

sebelum makan malam, DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U

sebelum makan malam. Dosis ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil

pemeriksaan glukosa darah dan urin (Setiabudy, 2008).

Hipoglikemia merupakan efek samping yang sering terjadi pada

pemberian insulin ini yang dosisnya terlalu besar, tidak tepatnya waktu

makan dengan waktu tercapainya kadar puncak insulin, atau karena

adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin,

missal insufisiensi adrenal atau pituitary, ataupun akibat kerja fisik yang

berlebihan (Setiabudy, 2008).

Reaksi alergi dan resistensi. Penggunaan insulin rekombinan dan

insulin yang lebih murni, telah dapat menurunkan insiden reaksi alergi dan

resistensi. Meski demikian kadang-kadang reaksi tersebut masih dapat

terjadi akibat adanya bekuan atau atau terjadinya denaturasi preparat

insulin, atau kontaminan, atau akibat pasien sensitif terhadap senyawa

yang ditambahkan pada proses formulasi preparat insulin (missal: Zn,

protamin, fenol, dll). Reaksi alergi lokal pada kulit yang sering terjadi

karena IgE atau resistensi akibat timbulnya antibody IgG. Reaksi alergi

kulit umumnya dapat di atasi dengan antihistamin sedangkan bila reaksi

tersebut hebat atau terjadi resistensi, dapat diberikan glukokortikoid.

Page 57: luka tak kunjung sembuh

57

Tetapi tentu kortikosteroid ini tidak dapat diberikan terlalu lama karena

efek hiperglisemianya (Priyanto, 2009).

Lipoatrofi jaringan lemak subkutan ditemapat suntikan dapat

timbul akibat variant respon imun terhadap insulin, sedangkan

lipohipertrofi dimana terjadi penumpukan lemak subkutan akibat efek

lipogenik insulin yang kadarnya tinggi pada daerahh tempat suntikan

(Priyanto, 2009).

Efek samping lainnya. Edema, rasa kembung di abdomen dan

gangguan visus, timbul pada banyak pasien DM dengan hiperglikemia

hebat atau ketoasidosis yang sedang diterapi dengan insulin, dan ini

berhubungan dengan peningkatan berat badan sekitar 0,5 sampai 2,5 Kg.

Umumnya edema akan menghilang dalam beberapa hari atau minggu

kecuali bila ada gangguan fungsi ginjal dan jantung. Kaitannya dengan

permeabilitas kapiler akibat kontrol metabolik yang tidak adekuat

(Priyanto, 2009).

Page 58: luka tak kunjung sembuh

58

DAFTAR PUSTAKA

ADA, Standards of Medical Care in Diabetes—2007. Diabetes Care 30:S4-S41,

2007.

Agustina, Tri ,2009.Gambaran Sikap Pasien Diabetes Melitus Di Poli Penyakit

Dalam Rsud Dr.Moewardi Surakarta Terhadap Kunjungan Ulang Konsultasi

Gizi. KTI D3. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Surakarta, Surakarta.

Bertram & Katzung, 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. EGC, Jakarta.

Corwin, EJ. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Dipiro, J. T., Robert, L. T., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G.W., Michael, P.

2008. Pharmacotherapy, A Pathophysiologic Approach Sevent Edition. The

McGraw Hill Companies, New York

Ganong. 2012. Patofisiologi Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Guyton, AC & Hall,2012. Buku Ajar Fisiologi Manusia. EGC, Jakarta.

Indraswari, Wiwi.2010. Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan Dengan

Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus Tipe-2

Di Rsup Dr. Wahidin Sudirohusodo. Skripsi Sarjana. Program Studi Ilmu

Gizi , Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar

Liwang F, Tanto C, Hanifati, S ,dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ke-4

Jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta

Mahler RJ and Adler ML. Type 2 diabetes mellitus: Update on diagnosis,

pathophysiology and treatment. J Clin Endocrinol Metab 2007; 84

(4):1165- 71.

Priyanto. 2009. Farmakoterapi & Terminologi Medis. Jakarta. LESKONFI

Setiabudy, R. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Fakultas Kedokteran-

Universitas Indonesia, Jakarta

Silbernagl., Lang. 2007. Atlas dan Teks Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC

Page 59: luka tak kunjung sembuh

59

Sudoyo, A. W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.

Interna Publishing, Jakarta

Tanu, Ian. 2012. Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta