Magnesium and Vascular Changes in Hypertension

Embed Size (px)

DESCRIPTION

magnesium dan hipertensi

Citation preview

Perubahan Magnesium dan Vaskuler pada Hipertensi

Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan turut berperan pada patogenesis hipertensi, termasuk perubahan konsentrasi kalsium, natrium, kalium, dan magnesium intraseluler. Terdapat hubungan berbanding terbalik yang bermakna antara kadar magnesium serum dengan kejadian penyakit kardiovaskuler. Magnesium merupakan jenis mineral dengan fungsi penting dalam tubuh seperti adanya efek antiaritmia, efek pada tonus vaskuler, kontraktilitas, metabolisme glukosa, dan homeostasis insulin. Selain itu, konsentrasi magnesium yang lebih rendah nampak berhubungan dengan terjadinya stres oksidatif, kondisi proinflamasi, disfungsi endotel, agregasi trombosit, resistensi insulin, dan hiperglikemia. Sejumlah penelitian mengenai efek suplementasi magnesium terhadap tekanan darah serta berbagai outcome kardiovaskuler lain nampak menunjukkan hasil yang saling bertentangan, dan ini menunjukkan bahwa magnesium memang memiliki efek yang belum diketahui secara jelas di sistem vaskuler. Sehingga, suplementasi mineral ini tidak diindikasikan sebagai bagian dari terapi antihipertensi, dan diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memahami peranan magnesium dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler.

1. PendahuluanHipertensi primer adalah bentuk peningkatan tekanan darah yang paling sering ditemui dan penyebabnya masih belum diketahui. Namun, terdapat sejumlah faktor yang diperkirakan turut berperan pada patogenesisnya, seperti sistem renin-angiotensin-aldosteron dan hiperaktivasi sistem saraf simpatis. Selain itu, perubahan kadar ion intraseluler seperti kalsium, natrium, kalium, dan magnesium juga nampak berhubungan dengan tekanan darah tinggi.Selama beberapa tahun terakhir, prevalensi hipertensi adalah sekitar 2530% di negara maju, dan telah digunakan beberapa jenis terapi untuk pengendalian tekanan darah dan pencegahan onset tekanan darah tinggi. Penelitian menemukan sejumlah terapi non-farmakologis yang dapat dilakukan, seperti perubahan gaya hidup dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur serta menerapkan kebiasaan makan yang sehat.Penelitian observasional menemukan bahwa diet yang kaya kalium, magnesium, serta kalsium, terutama dari berbagai jenis buah dan sayuran, nampak berhubungan dengan angka kejadian serta mortalitas yang lebih rendah akibat penyakit kardiovaskuler. Magnesium merupakan target yang banyak diteliti, karena terdapat hubungan berbanding terbalik yang bermakna antara kadar magnesium serum dengan kejadian penyakit kardiovaskuler. Selain itu, pasien hipertensi biasanya menunjukkan penurunan konsentrasu magnesium intraseluler, sementara kandungan natrium dan kalsium sering mengalami peningkatan dibandingkan subjek normotensi.Rekomendasi konsumsi dalam diet (Recommended Dietary Allowances/RDA) untuk magnesium adalah 400 sampai 420 mg per hari untuk pria dewasa dan 310 sampai 320 mg per hari untuk wanita dewasa. Namun, konsumsi umumnya masih jauh di bawah rekomendasi ini, dan tingginya prevalensi defisiensi ini telah dikaitkan dengan terjadinya sejumlah penyakit kronik. Magnesium dapat ditemukan pada sebagian besar makanan, namun dalam konsentrasi yang bervariasi. Sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, padi-padian, buah-buahan, dan legumen dianggap sebagai makanan dengan konsentrasi magnesium yang tinggi.Untuk memperoleh lebih banyak informasi mengenai hubungan antara magnesium dengan penyakit kardiovaskuler, kami melakukan pembahasan naratif dari literatur di database PubMed menggunakan sejumlah deskriptor berikut: magnesium, magnesium intraseluler, hipertensi, kekakuan arteri, dan fungsi endotel. Kami memasukkan pembahasan naratif, protokol eksperimental, dan penelitian dengan kontrol selama 15 tahun terakhir (19962011), sementara artikel laporan kasus kami eksklusi.

2. Fungsi Fisiologis dan Aksi Patofisiologis MagnesiumMineral magnesium adalah kation intraseluler terbanyak kedua serta terlibat pada beberapa reaksi biokimia yang penting. Magnesium diketahui memiliki efek antiaritmia dan dapat mempengaruhi tekanan darah dengan memodulasi tonus vaskuler. Perubahan kadar magnesium ekstraseluler dapat memodifikasi produksi dan pelepasan nitrit oksida (NO), sehingga menyebabkan terjadinya perubahan tonus otot polos arteri dengan mempengaruhi konsentrasi kalsium. Magnesium juga berpartisipasi pada metabolisme glukosa dan homeostasis insulin. Karena sejumlah alasan ini, diperkirakan bahwa defisiensi magnesium atau perubahan metabolismenya mungkin berhubungan dengan patofisiologi hipertensi, aterosklerosis, resistensi insulin, dan diabetes (Gambar 1).Peningkatan kadar magnesium ekstraseluler akan menginhibisi aliran masuk kalsium. Sebaliknya, berkurangnya magnesium ekstraseluler akan mengaktivasi aliran masuk kalsium melalui saluran kalsium. Konsentrasi magnesium intraseluler yang rendah akan memicu mobilisasi kalsium intraseluler yang diperantarai oleh inositol-trisfosfat-(IP3) dan mengurangi aktivitas Ca2+-ATPase. Sehingga, aliran keluar kalsium serta pengambilan kembali kalsium di retikulum sarkoplasma mengalami penurunan, dan kemudian menyebabkan akmulasi kalsium di sitosol dan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler, yang merupakan faktor penting untuk proses vasokonstriksi. Peningkatan kadar magnesium intraseluler akan menyebabkan penurunan konsentrasi kalsium bebas intraseluler dan memicu vasodilasi. Aksi magnesium sebagai penyekat saluran kalsium juga dapat membantu mengurangi pelepasan kalsium sehingga mengurangi tahanan vaskuler. Selain itu, magnesium juga mengaktivasi pompa Na-K ATPase yang mengendalikan keseimbangan dari sejumlah mineral yang berperan pada homeostasis elektrolit di dalam sel.Konsentrasu magnesium yang lebih rendah nampak berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol-HDL serta peningkatan kadar kolesterol-LDL dan trigliserida dalam serum. Selain itu, defisiensi dari sejumlah mineral ini sebelumnya diketahui berhubungan dengan kejadian stres oksidatif, kondisi proinflamasi, disfungsi endotel, agregasi trombosit, resistensi insulin, dan hiperglikemia.Kadar magnesium yang tinggi dapat meningkatkan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan penggunaan glukosa intraseluler, karena magnesium bekerja sebagai kofaktor pada semua reaksi yang melibatkan pengangkutan ATP. Insulin nampak sebagai salah satu faktor terpenting yang meregulasi konsentrasi magnesium plasma dan intraseluler. Diperkirakan terdapat bahwa suatu pompa ATPase-dependen yang turut terlibat pada mekanisme dimana insulin mengatur kandungan magnesium dalam eritrosit. Di sisi lain, magnesium intraseluler dapat turut berperan dalam memodulasi tonus vaskuler serta proses pengambilan glukosa yang diperantarai insulin. Pada kondisi pengendalian metabolik yang lebih baik, umumnya ditemukan penurunan jumlah pembuangan magnesium melalui urin. Kadar magnesium plasma dan intraseluler yang rendah dapat berperan dalam mengurangi sensitivitas insulin. Faktanya, supresi konsentrasi magnesium bebas intraseluler diketahui dapat mengurangi penggunaan glukosa seluler sehingga memicu resistensi insulin perifer sebagai kelainan paska-reseptor.Dalam kaitannya dengan homeostasis insulin, terdapat hipotesis bahwa terjadi peningkatan sekresi insulin dan adrenalin pada kondisi hipomagnesemia untuk mempertahankan konsentrasi magnesium dan cAMP (3,5-siklik adenosin monofosfat) seluler. Selain itu, konsentrasi magnesium intraseluler nampak bergantung pada kadar ekstraselulernya, dan aluran masuk magnesium melalui saluran kalsium nampak bergantung pada voltase. Magnesium ekstraseluler dapat menginhibisi saluran kalsium secara kompetitif dan mengurangi sekresi insulin. Inhibisi ini tidak terjadi bila tidak ada magnesium di ruang ekstraseluler, sehingga menghasilkan sekresi insulin yang lebih tinggi.Sejumlah penelitian menunjukkan kemungkinan peranan magnesium intraseluler pada aktivitasnya sebagai regulator saluran penghubung utama pada membran sel, yang menunjukkan bahwa mungkin terdapat hubungan antara perubahan kandungan ion intraseluler yang dipicu oleh suplementasi magnesium dengan efek antihipertensinya.3. Magnesium dan Tekanan Darah Model hipertensi eksperimental nampak menunjukkan penurunan kadar magnesium serum dan jaringan. Pada mencit dengan hipertensi spontan (SHR), peningkatan tekanan darah yang terjadi sejak usia dewasa muda, sekitar 12 sampai 16 minggu, nampak disebabkan oleh komponen genetik yang serupa dengan hipertensi esensial pada manusia. Pada SHR, dan juga pada model garam-DOCA, ditemukan adanya penurunan kadar magnesium intraseluler pada sel otot polos dan kardiomiosit.Suplementasi magnesium hanya memiliki sedikit efek antihipertensi pada SHR dewasa yang sudah diketahui mengalami hipertensi. Faktanya, efek suplementasi hanya nampak positif pada binatang usia muda, bila mulai diberikan pada fase prehipertensi, karena dapat mencegah atau setidaknya memperlambat kejadian hipertensi. Temuan ini nampak menunjukkan kemungkinan adanya efek yang lebih protektif dari suplementasi magnesium, yang dapat mencegah atau memperlambat peningkatan tekanan darah pada stadium awal hipertensi.Pada sejumlah penelitian eksperimental lain, defisiensi magnesium dalam diet diketahui berhubungan dengan peningkatan tekanan darah pada binatang yang sebelumnya nampak normotensif, dan suplementasi magnesium dapat mengatasi kondisi ini. Namun, uji klinis suplementasi magnesium pada pasien hipertensi menunjukkan hasil yang beragam. Sejumlah penelitian menunjukkan kadar magnesium serum yang rendah pada pasien hipertensi bila dibandingkan dengan subjek normotensif, dan adanya penurunan tingkat tekanan darah setelah pemberian suplementasi magnesium, walaupun sejumlah penelitian lain belum berhasil membuktikan temuan ini. Karena alasan ini, meskipun direkomendasikan untuk memberikan asupan magnesium yang adekuat melalui diet, suplementasi mineral ini tidak diindikasikan sebagai bagian dari terapi antihipertensi.Penelitian eksperimental, klinis dan epidemiologis menemukan adanya hubungan berbanding terbalik yang cukup erat antara asupan magnesium diet atau suplementasi magnesium dengan tingkat tekanan darah, yang menunjukkan adanya potensi peranan defisiensi magnesium pada patogenesis hipertensi esensial, namun mekanismenya masih belum jelas. Efek magnesium pada pertumbuhan dan inflamasi sel otot polos mungkin berperan penting.Juga dilaporkan adanya hubungan antara sistem renin-angiotensin, magnesium, dan tekanan darah. Pasien hipertensi dengan aktivitas renin yang tinggi menunjukkan kadar magnesium serum yang lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan subjek normotensif, dan aktivitas renin plasma nampak berbanding terbalik dengan kadar magnesium serum. Pasien hipertensif dengan tekanan darah yang tidak terkendali mungkin mengalami hipomagnesemia. Hatzistavri dkk menunjukkan bahwa suplementasi magnesium berhubungan dengan sedikit penurunan tingkat tekanan darah selama 24 jam pada pasien dengan hipertensi ringan, yang dapat dievaluasi menggunakan pengawasan tekanan darah ambulatorik. Di sisi lain, seuah penelitian yang membandingkan hubungan antara kadar magnesium serum, disfungsi vaskuler, hipertensi, dan aterosklerosis belum menunjukkan hasil yang cukup kuat untuk mendukung adanya hubungan ini, dan menunjukkan bahwa kadar magnesium serum yang rendah tidak dapat dianggap sebagai faktor risiko untuk terjadinya sejumlah penyakit ini.

4. Magnesium dan Struktur Vaskuler Hipertensi juga berhubungan dengan perubahan yang tidak diinginkan pada sifat elastik dari arteri besar. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa kekakuan arteri memiliki peranan prognostik independen untuk penyakit kardiovaskuler yang terjadi pada pasien hipertensi, yang dapat diperiksa dengan mengukur kecepatan gelombang nadi (PWV). Namun, sampai saat ini baru ada sejumlah kecil penelitian yang menunjukkan pengaruh magnesium pada kelainan ini. Van Laecke dkk telah melaporkan bahwa hipomagnesemia yang serum berhubungan dengan hipertensi, disfungsi endotel, dislipidemia, dan inflamasi dapat mempengaruhi kekakkuan vaskuler pada pasien yang menjalani transplantasi ginjal karena kadar magnesium serum yang rendah nampak berhubungan secara independen dengan PWV yang diperiksa menggunakan SphygmoCor. Pada sebuah penelitian eksperimental yang mengevaluasi struktur arteri karotis pada mencit, defisiensi magnesium nampak berhubungan dengan remodeling hipertrofik pembuluh darah, yang dapat dikurangi dengan pemberian suplementasi ion ini. Temuan ini menunjukkan bahwa defisiensi magnesium dapat mengubah sifat mekanik pembuluh darah pada binatang muda dan dapat menjadi mekanisme yang terlibat pada patogenesis hipertensi, aterosklerosis, serta berbagai penyakit kardiovaskuler lain.Mekanisme aksi magnesium lain mungkin berupa adanya sifat anti-inflamasi, antioksidasi, dan modulasi pertumbuhan sel. Produksi spesies oksigen reaktif biasanya mengalami peningkatan pada pembuluh darah pasien hipertensi, dan magnesium mungkin memiliki peranan karena dapat mengurangi inflamasi serta stres oksidatif. Magnesium memiliki sifat antioksidan yang dapat mengurangi efek merugikan dari stres oksidatif di pembuluh darah, sehingga akan mencegah peningkatan tonus dan kontrakilitas vaskuler.

5. Magnesium dan Fungsi Vaskuler Disfungsi endotel menunjukkan adanya ketidakseimbangan produksi mediator endotel yang meregulasi tonus vaskuler, agregasi trombosit, koagulasi, dan fibrinolisis. Terjadi perburukan pada proses relaksasi yang bergantung pada endotel, yang dapat disebabkan oleh berkurangnya bioavailabilitas NO maupun perubahan produksi substansi vasoaktif lain yang berasal dari endotel, terutama endothelin-1 dan angiotensin II.Peranan magnesium pada terjadinya disfungsi endotel sudah dibahas di artikel lain. Telah dilaporkan bahwa magnesium dapat memodifikasi tonus vaskuler dengan meregulasi fungsi endotel dan sel otot polos serta memiliki peranan penting pada jalur klasik untuk pelepasan NO. Percobaan pada binatang juga menunjukkan peningkatan produksi prostasiklin NO oleh magnesium, yang akan memicu proses vasodilatasi yang bergantung pada endotel maupun tidak bergantung pada endotel.Tahanan vaskuler perifer dapat dimodifikasi oleh magnesium, juga melalui regulasi respon terhadap substansi vasoaktif, terutama angiotensin II, endothelin, dan prostasiklin. Binatang yang mengalami defisiensi magnesium menunjukkan kadar endothelin-1 yang cukup tinggi, yang nilainya nampak mengalami penurunan setelah diberiian suplementasi mineral ini.Sebuah penelitian yang mengikuti lebih dari 90.000 wanita paskamenopause menunjukkan bahwa asupan magnesium dalam diet nampak berbanding terbalik dengan konsentrasi penanda inflamasi seperti interleukin-6, C-reactive protein (CRP), dan tumor necrosis factor- dalam plasma. Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa asupan magnesium dapat mengatasi disfungsi endotel dan inflamasi serta dapat berperan dalam mencegah sindroma metabolik.Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara suplementasi magnesium, fungsi endotel, kekakuan arteri, dan ketebalan lapisan intima-media arteri karotis. Beberapa artikel menunjukkan adanya manfaat dari suplementasi magnesium dalam memperbaiki fungsi endotel pada arteri brakialis pasien dengan penyakit arteri koroner, gagal jantung, dan diabetes mellitus, sementara beberapa penelitian lain menunjukkan outcome yang baik dari pemberian suplementasi magnesium melalui peningkatan sensitivitas insulin.

6. Suplementasi Magnesium Suplementasi magnesium dapat diberikan melalui berbagai cara, seperti bentuk oksida, hidroksida, chelate, sulfat, dan sitrat. Magnesium sulfat, misalnya, dapat digunakan sebagai terapi antikejang pada preeklampsia karena memiliki efek neuroproteksi dan mungkin berperan dalam meregulasi tonus vaskuler.Sejumlah penelitian menunjukkan penurunan tekanan darah setelah pemberian suplementasi magnesium. Pemberian magnesium oksida (400 mg per hari) selama delapan minggu pada pasien hipertensi dapat mengurangi tingkat tekanan darah, dan penurunan ini telah terdeteksi pada pemeriksaan di klinik dan pada pengawasan tekanan darah ambulatorik. Sebuah penelitian pada 48 subjek telah menunjukkan bahwa 600 mg magnesium pidolate per hari dapat mengurangi tingkat tekanan darah pada pasien yang memperoleh suplementasi bila dibandingkan dengan kelompok tanpa suplementasi. Dosis suplemen yang sama juga berhubungan dengan penurunan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida serum serta dapat kondisi resistensi insulin.Haenni dkk melaporkan efek positif dari suplementasi magnesium untuk membuktikan adanya hubungan antara metabolisme mineral ini dengan perubahan fungsi endotel dengan menunjukkan adanya vasodilatasi endotel-dependen setelah infusi magnesium. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa suplementasi magnesium kronik dapat memperbaiki fungsi endotel pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Beberapa hasil positif dan negatif setelah pemberian suplementasi magnesium dapat dilihat pada Tabel 1. Sebuah meta-analisis menunjukkan adanya hubungan sebab akibat yang lemah antara suplementasi magnesium dengan penurunan tekanan darah, dan diperlukan uji klinis buta ganda dengan kontrol plasebo untuk menentukan efek suplementasi magnesium pada outcome kardiovaskuler.

7. KesimpulanMagnesium merupakan mineral yang memiliki fungsi penting pada tubuh, sehingga sangat penting untuk mempertahankan kadar yang adekuat. Hasil yang saling bertentangan dari sejumlah penelitian yang mengevaluasi efek suplementasi magnesium pada tekanan darah dan berbagai outcome kardiovaskuler lain menunjukkan bahwa magnesium memiliki efek yang belum diketahui secara jelas pada sistem vaskuler. Belum adanya kesimpulan pasti akibat heterogenitas populasi penelitian dengan berbagai profil klinis dan derajat penyakit yang berbeda, belum adanya standardisasi tipe suplemen dan dosis yang diberikan, serta masa terapi yang sangat singkat, sering kali antara satu sampai tiga bulan saja, merupakan sejumlah faktor yang turut mempersulit kita untuk mencapai tujuan utama penelitian. Berdasarkan pada sejumlah penelitian terbaru, walaupun kami belum dapat membuat pernyataan kategorikal, nampaknya magnesium lebih banyak terlibat pada perubahan fungsional vaskuler, dan juga pada stabilitas metabolik lokal tanpa adanay pengaruh pada struktur vaskuler. Sehingga, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi risiko defisiensi magnesium dan efek yang perlu dipertimbangkan pada pemberian suplementasi mineral ini.Poin yang paling penting adalah untuk menentukan populasi penelitian yang lebih homogen, dengan mempertimbangkan kisaran usia serta jenis kelamin, dosis, dan tipe suplemen yang sama, serta memberikan suplementasi dalam periode yang lebih lama. Setelah mengatasi berbagai masalah ini, kita dapat secara pasti menentukan peranan magnesium dalam usaha pencegahan serta terapi penyakit kardiovaskuler.