Upload
mentari
View
164
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………….2
BAB II. LAPORAN KASUS ……………………………………………..….………….. 3
BAB III. PEMBAHASAN ………………………………………..……………….…….... 6
BAB IV. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….……………...20
BAB V. KESIMPULAN…….. …………………………………..…………………….…27
BAB VI. DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...28
1
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan
sesi kedua pada:
Sesi 1
Hari, tanggal : Rabu, 17 April 2013
Pukul : 10.00 – 11.50 WIB
Ketua : Mentari
Sekretaris : Vanessa Modi Alverina
Sesi 2
Hari, tanggal : Jumat, 19 April 2013
Pukul : 13.00 – 14.50 WIB
Ketua : Sely Fauziah
Sekretaris : Muhammad Fachri Ridha
Pembahasan makalah dengan kasus berjudul “Mr. Brian is a 32 year old male comes with
mild tiredness, shortness of breath doing activities and night sweats for 4 weeks” ini didiskusikan oleh
anggota kelompok 3 yang berjumlah 12 orang dengan Tutor yaitu dr. Winarsi pada sesi
pertama dan dr. Lukman pada sesi berikutnya. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan
akhir serta pengelolaan yang akan dilakukan pada pasien tersebut.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
The 1st day (1st session)
History
Mr. Brian is a 32 year old male comes with mild tiredness, shortness of breath doing
activities and night sweats for 4 weeks. He feels pain at left upper quadrant and decreased his
appetite because of full stomach. He was a healthy and sporty man before, active on his
working and never going to his doctor for several years.
Discussion Activities
1. What kind is Mr. Brian’s organs involved on this case?
2. Look for the other medical history to define your working diagnosis!
3. What is your hypothesis? Explain your answer
4. What do you do to assist the history for getting working diagnosis? (more
information!)
The 1st day ( 2nd session)
Physical Examination
General condition is looked alike pale his face and skin, fatigue and still full consciousness.
Blood pressure 130/85 mmHg, pulse 104 x/min regular, respiration 22 x/min, body
temperature 37,2oC, body weight 5 kg and height 167 cm. there is not jaundice at his sclera
and skin but mild pale at his lips and tongue.
At his neck is found one lymph node enlargement (3 x 4 x 4 cm ) on the right and two smalls
enlargement of lymph nodes ( 1-2 x 1 x 2 cm ) on the left side; with mobile, firm, not
tenderness, and no undulation. The skin which covered on is looked like with the normal
skin. His thyroid gland is not seen and just palpable when swallowing.
The lung and heart are within normal. Liver is just palpable and no tenderness. There is
palpate a mass at left upper quadrant, spleen, until 10 cm below the left costal margin.
Extremities are normal and inguinal lymph node is not palpable.
3
Discussion Activities
1. Medical problem list of Mr. Brian.
2. How do you do for physical examination to determine sleenomegaly? What is traube
area?
3. What is your hypothesis ? Explain your answer!
4. More information for working diagnosis.
The 2nd day (1st session)
Laboratory Result
His haemoglobin 8,6 g/dl, white blood cell count is 115 x 109 cells/L, plateet count is 840 x
109cells/L, ESR 124 mm, differential counting eosinophyl 1, basophyl 5, neutrophyl 80,
lymphocyte 2, monocyte 2, blast 2, promyelocyte 2, myelocyte 2, metamyelocyte 4,
reticulocyte 2, uricacid 9,5 mg/dl, SGOT 31, SGPT 26, creatinine 0,9 mg/dl, ureum 32
mg/dl,potassium 5,2 mEq/L, Na 141 mEq/L. Bone marrow aspiration and biopsy show 5 %
blast and 4 % basophils.
Discussion Activities
1. What is your diagnosis and differential diagnosis? Explain it !
2. How is his peripheral blood smear feature ?
3. How is with lymphadenopathy biopsy feature?
4. What do you do to make for getting working diagnosis?(More information!)
4
The 2nd day (2nd session)
Cytogenetic analysis shows at below (figure)
Discussion Activities
1. Explain clearly your answer about cytogenetic featue? How could the pathologic
chromosome be appeared?
2. What is the complication ?
3. Explain the etiology clearly!
4. Explain the pathology and pathophysiology!
5. What is your management treatment?
5
BAB III
PEMBAHASAN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Mr. Brian
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : -
Status pernikahan : -
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
ANAMNESIS
Keluhan utama :kelelahan ringan, nafas pendek saat
beraktivitas,dan berkeringat pada malam hari selama 4 minggu.
Keluhan tambahan : pasien merasa nyeri pada kuadran kiri atas dan
penurunan nafsu makan karena merasa perutnya penuh.
Keterangan tambahan dari pasien :Pasien adalah orang yang sehat dan suka
berolahraga sebelumnya, aktif bekerja dan tidak pernah pergi ke dokter selama
beberapa tahun
Berdasarkan anamnesis maka kelompok kami menetapkan daftar masalah sebagai
berikut :
Masalah Dasar Masalah Hipotesis Penyebab
Kelelahan ringan Tidak nafsu makan
akibat perut terasa
penuh karena
splenomegali.
Hipermetabolisme
akibat proliferasi sel-
sel leukemia
Intake makanan
menurun
Aktivitas berlebihan
Gangguan
kardiovaskuler
Keganasan
Masalah Dasar Masalah Hipotesis Penyebab
6
Nafas pendek ketika
beraktivitas
Hipermetabolisme akibat
proliferasi sel-sel
leukemia
Gangguan saluran napas
Gangguan
kardiovaskuler
anemia
Keganasan
Keringat malam selama 4
minggu
Hipermetabolisme akibat
proliferasi sel-sel
leukemia
Tuberkulosis
Keganasan
Nyeri di kuadran kiri atas Pada palpasi teraba massa
di kuadran kiri atas
sampai 10 cm di batas
bawah kosta kiri
splenomegali
menimbulkan nyeri
seperti diremas.
Gangguan lambung
Gangguan limpa
Keganasan
Penurunan nafsu makan Hasil anamnesis
Ditemukan splenomegali,
kemungkinan
mengakibatkan desakan
limpa terhadap
lambung perut terasa
penuh.
Pada pemeriksaan
antropometri gizi
kurang.
Gangguan saluran cerna
Stres
Keganasan
Untuk menunjang diagnosis, diperlukan anamnesis tambahan, yaitu :
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Apakah ada demam dan bagaimana sifatnya ?naik turun atau terus
menerus ?
- Bagaimana BAB nya ? ada darah atau tidak ?
- Apakah terdapat keluhan lemah atau lesu ?
- Apakah ada batuk ? bagaimana sifat batuknya ?
7
- Apakah keluhan sakit dada saat melakukan aktivitas? jika iya,
bagaimana sifat sakitnya ?menjalar atau tidak ?
- Apakah ada penurunan berat badan dalam beberapa waktu ini?
- Apakah pernah mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya?
- Apakah merasa terdapat benjolan di badan?
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Apakah pasien punya riwayat hipertensi?
- Apakah sebelumnya pernah mengalami sesak nafas ?seberapa sering
- Apakah ada penurunan berat badan dalam beberapa waktu ini?
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Apakah keluarga pasien menderita penyakit yang sama?
- Apakah ada riwayat alergi ?
Riwayat Kebiasaan :
- Apakah pasien peminum alkohol?
- Apakah pasien seorang perokok?
PEMERIKSAAN FISIKStatus Generalis
Keadaan Umum :Compos Mentis, Pucat pada wajah dan kulit serta Kelelahan
Tanda vital :
Tekanan Darah: 130/85 mmHg (N:120/80) Prehipertensi JNC 7
Nadi: 104 x/menit (N:60-100) Meningkat
Pernapasan: 22 x/menit (N:16-20) Meningkat
Suhu: 37.2 celcius (N:36,5-37,2) Normal
Berat Badan : 54 Kg BMI 19,36 BMI normal 18,5-23
Tinggi Badan: 167 cm
Status Lokalis
Sklera : Tidak ditemukan jaundice (Normal)
Kulit : Tidak ditemukan jaundice (Normal)
Bibir dan Lidah : Pucat ringan
8
Leher :Terdapat pembesaran satu nodus limfatikus pada leher kanan (3x4x4cm) dan
pembesaran dua nodus limfatikus pada leher kiri (1-2x1x2cm), dapat digerakan, padat, tidak
nyeri, dan tidak ada undulasi, kulit yang meliputinya tampak normal
Kelenjar Tiroid : Normal
Paru-paru dan Jantung: Dalam batas normal
Hati: Teraba walaupun tidak nyeri tekan menandakan hepatomegali
Limfa :Teraba pada kuadran kiri atas sampai 10 cm dibawah margin costa kiri yang
menandakan splenomegali
Ekstremitas : normal dan tidak teraba nodus limfatikus pada daerah inguinal yang
menandakan normal
No Masalah Dasar Masalah Hipotesis
1. Kulit ,wajah,bibir dan pucat Anemia
2. Prehipertensi 130/85 mmHg Hipertensi primer atau
sekunder
3. Takikardia 104 x/menit Anemia
Penyakit Jantung
4. Takipnoe 22 x/menit Anemia
Asma
5. Limfadenopati Terdapat pembesaran
satu nodus limfatikus
pada leher kanan
(3x4x4cm) dan
pembesaran dua nodus
limfatikus pada leher
kiri (1-2x1x2cm), dapat
digerakan, padat, tidak
nyeri, dan tidak ada
undulasi, kulit yang
meliputinya tampak
normal
Leukimia Kronis
Limfoma
6. Hepatomegali Teraba lunak Leukimia Kronis
7. Splenomegali Teraba pada kuadran
kiri atas sampai 10 cm
dibawah margin costa
Leukimia Kronis
9
kiri yang menandakan
splenomegali
Dari hasil pemeriksaan fisik maka hasil yang mendukung hipotesis kelompok kami
yaitu Leukimia kronis dan Limfoma . Dimana pada leukemia terjadi penurunan dari pada
eritrosit yang akan menyebabkan anemia pada pasien ini dilihat dari pemeriksaan fisik
didapatkan kulit , wajah, bibir dan lidah yang pucat, adanya prehipertensi, takikardia,
takipnoe, limfadenopati, dan hepatosplenomegali dan untuk Limfoma didukung dengan
adanya limfadenopati.(2) Sedangkan untuk Asma dan Penyakit jantung serta TBC dapat
disingkirkan dari pemeriksaan fisik yang didapatkan normal.
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PEMERIKSAANHASIL
PEMERIKSAANNILAI RUJUKAN KETERANGAN
Hb 8,6 g/dl 13-16 g/dl Anemia
Leukosit 115 x 109 sel/l 4,5-11 x 109 sel/l Leukositosis
Trombosit 840 x 109 sel/l 150-350 x 109 sel/l Trombositosis
Hitung jenis
5/1/-/80/2/20-1/1-3/2-6/50-70/20-
40/3-8
Basofilia. Netrofilia
Limfositopenia.
Monositopenia
Blast 2
Tidak ditemukan di
darah tepi
↑
Promielosit 4 ↑
Mielosit 20 ↑
Metamielosit 4 ↑
Retikulosit 2% 0,5-1,5% Retikulositosis
Asam urat 9,5 mg/dl 2,5-9 mg/dl ↑
SGOT 31 IU/l 0-40 IU/l Normal
SGPT 26 IU/l 5-40 IU/l Normal
Kreatinin 0,9 mg/dl 0,7-1,5 mg/dl Normal
Ureum 32 mg/dl 10-38 mg/dl Normal
Potassium 5,2 mEq/l 3,5-5,2 mEq/l Normal
Natrium 141 mEq/l 135-145 mEq/l Normal
LED 124 mm <10 mm Sangat meningkat
Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:
10
1. Hb ↓: Hb yang rendah pada pasien ini menunjukan bahwa pasien menderita anemia.
Hb yang rendah berarti terjadi gangguan oksigenasi ke jaringan, hal ini menerangkan
kenapa pasien cepat lelah. Karena gangguan oksigenasi ke jaringan maka sebagai
kompensasi pasien akan meningkatkan frekuensi pernapasanya untuk mendapatkan
oksigen yang lebih sehingga ia mengeluh nafasnya pendek saat beraktivitas. Hb yang
rendah juga dapat dilihat pada pemeriksaan fisik dimana didapatkan kulit, muka,
bibir, dan lidah pasien berwarna pucat, hal ini terjadi sebagai kompensasi tubuh
terhadap gangguan oksigenasi dengan cara meningkatkan redistribusi ke organ vital
dan terjadi vasokonstriksi di perifer.
2. Leukositosis: Leukosistosis yang sangat tinggi menadakan bahwa produksi leukosit di
sum-sum tulang berlebihan. Kadar leukosit dapat meningkat pada infeksi namun pada
pasien ini meskipun terjadi leukositosis tidak dapat dikatakan telah terjadi infeksi
karena pasien tidak demam, pada leukemia parameter untuk menentukan infeksi
adalah ada atau tidak ada nya demam. Dapat disimpulkan bahwa leukositosis yang
terdapat pada pasien ini ialah akibat produksi yang berlebihan, menunjang hipotesis
kami yaitu leukemia mielositik kronik, leukemia limfositik kronik. Pada leukemia
mielositik kronik, hitung leukosit biasanya lebih dari 100 x 109 sel/l. Pada leukemia
limfositik kronik hitung leukosit bisa mencapai 500 x 109 sel/l, akan tetapi pada
leukemia tipe ini sering didapatkan gejala demam sebagai manifestasi dari infeksi
akibat terjadinya neutropeni.
3. Trombositosis: Nilai trombosit yang tinggi menandakan bahwa produksi trombosit di
sum-sum tulang berlebihan. Produksi trombosit yang berlebih dapat terjadi pada
leukemia mielositik kronik tetapi tidak pada leukemia limfositik kronik. Pada
leukemia limfositik kronik justru nilai trombosit rendah karena produksi trombosit
dihambat oleh seri limfosit yang berproliferasi dengan cepat oleh karena itu
berdasarkan nilai trombosit maka leukemia limfositik kronik dapat disingkirkan dari
hipotesis.
4. LED :Ditemukan sangat meningkat menandakan adanya suatu keganasan
5. Hitung jenis: Hasil hitung jenis pada pasien ini sesuai dengan hitung jenis yang biasa
didapatkan pada pasien penderita leukemia mielositik kronik. Yaitu, pada pasien ini
dapat ditemukan peningkatan sel seri granulosit (basofil dan netrofil) dan juga
ditemukan sel-sel mielosit yang muda yang seharusnya dalam keadaaan normal tidak
didapatkan pada darah tepi. Sesuai dengan hitung jenis pada pasien, pada penderita
leukemia mielositik kronik dapat ditemukan <10% sel blast dan promielosit serta sel
11
mielosit yang dominan. Hasil hitung jenis pasien tidak sesuai dengan leukemia
limfositik kronik karena pada penyakit ini dapat ditemukan limfositosis sedangkan
pada pasien yang didapatkan ialah limfositopenia, sehingga memperkuat kelompok
kami menyingkirkan hipotesis ini.
6. Asam urat ↑: Peningkatan asam urat pada pasien ini ialah akibat pemecahan sel-sel
darah yang meningkat. Pemecahan sel dapat menghasilkan asam urat akibat degradasi
nukleotida di dalam sel yang terdiri dari purin. Sel-sel darah muda yang berada di
dalam darah tepi gampang pecah karena ukurannya yang besar sehingga dapat
menghasilkan asam urat.
7. Retikulositosis: Retikulositosis ringan yang didapatkan pada pasien ini terjadi akibat
peningkatan sintesis eritrosit, yang juga berasal dari myeloid stem cell. Hal ini juga
menyingkirkan anemia aplastik.
E. SEDIAAN APUS DARAH TEPI
Berdasarkan pemeriksaan sediaan apus darah tepi, menurut kelompok kami hasil dari
pemeriksaaan ini lebih memperkuat hipotesis kami yaitu leukemia mielositik kronik karena
ditemukan seri granolisit lengkap serta keabnormalan sel yang biasa ditemui pada pasien
leukemia mielositik kronik :
1. Banyak sekali leukosit yang berada dalam 1 sedian apusan darah tepi.
12
basofil
mieloblast
promielosit
mielosit
metamielosit
Netrofil batang
Netrofil segmen
Anomali pelger huet
Hipersegmentasi netrofil
2. Ditemukan berbagai jenis granulosit dari proses granulopoesis. Jenis granulosit
yang ditemukan antara lain :
a) Mieloblas inti besar berbentuk oval kadang tidak teratur, dengan
kromatin halus, sitoplasma relative sedikit dibandingkan inti, berwarna
biru kelabu dan tidak bergranula.
b) Promielosit bentuk sel bulat atau oval dengan warna sitoplasma
biru muda, nukleolus tampak ukuran sedang atau kadang-kadang tidak
terlihat.
c) Mielosit bentuk oval atau bulat dengan sitoplasma biru muda
atau merah jambu, nucleolus tidak terlihat.
d) Metamielosit bentuk oval atau bulat, warna sitoplasma merah
muda, ada lekukan kurang dari setengah diameter inti.
e) Neutrofil batang Inti berbentuk huruf U, lekukannya lebih dari
setengah diameter inti, warna sitoplasma merah muda, kromatin kasar dan
padat dan granula tersebar merata.
f) Neutrofil segmen Inti terdiri dari 2-5 lobus yang dihubungkan
oleh filament, sitoplasma merah muda, kromatin kasar padat dan granula
tersebar merata.
g) Basofil Sitoplasma mengandung granula dengan ukuran berbeda,
bentuk tak selalu bulat, warna biru hitam dan ada yang menutup inti.
3. Adanya anomali Pelger-Huet. Hal ini terjadi akibat kegagalan pemisahan inti pada
neutrofil segmen sehingga dijumpai neutrofil dengan inti hanya 2 lobus atau
kurang (mirip gagang telepon). Biasanya ditemukan dalam leukemia kronik.
4. Bentuk eritrosit normositik normokrom dan tampak eritrosit mulai membentuk
rouleaux. Hal ini dapat dilihat pada hasil laboratorium dimana terjadi peningkatan
LED.
Kesimpulan yang dapat diambil dari pemeriksaan SADT pada kelompok kami
adalah pasien kemungkinan besar menderita Leukimia Mieloblastik Kronik, karena
terdapat variasi dari sel muda pada pemeriksaan darah perifer dan jumlah dari sel blast yang
kurang dari 10%.5
F. PEMERIKSAAN ASPIRASI SUMSUM TULANG
13
Penilaian aspirasi sumsum tulang pasien yang seharusnya (bila didapatkan
gambarnya) dilakukan dengan menilai selularitas sel, menilai hitung jenis sel, serta menilai
M:E ratio. M:E ratio ialah myeloid to erythroid ratio yang dihintung dengan cara
membandingkan sel seri granulosit dengan sel seri eritrosit dimana normalnya ialah 2-4:1.
Pada pasien ini karena dicurigai menderita leukemia mielositik kronik makan seheasnya
gambaran sum-sum tulangnya ialah hiperseluler dengan M:E ratio yang meningkat. Hasil
pemeriksaan aspirasi sum-sum tulang yang didapatkan untuk pasien ini ialah:
SEL YANG
DINILAIHASIL PASIEN NILAI RUJUKAN KETERANGAN
Sel blast 5% 1-2% ↑
Basofil 4% 0-1% ↑
Interpretasi hasil aspirasi sumsum tulang :
Aspirasi sumsum tulang menunjukkan peningkatan sel seri myeloid yang bisa
didapatkan pada leukemia mielositik kronik.Nilai sel blas serta basofil pada pasien ini juga
menunjukan bahwa pasien menderita leukemia mielositik kronik yang berada pada fase
kronik. Ini karena ditemukan sel blast yang kurang dari 10% sedangkan pada fase akselerasi
seharusnya ditemukan sel blast 10-20% dan basofil ≥20% dan pada blast crisis seharusnya
ditemukan blas ≥20%.
G. HASIL ANALISIS SITOGENETIKA
14
Setelah dilakukan pemeriksaan sitogenetik, kelompok kami semakin yakin bahwa
pasien menderita Leukemia Myelositik Kronik (LMK).Pada hasil sitogenetik dapat dilihat
bahwa pasien juga mempunyai kromosom Philadelphia (Ph) yang khas.Sebagian besar
penderita kromosom Ph memang mempunyai factor resiko lebih tinggi terkena LMK.
Kromosom ini dihasilkan dari translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22,
akibatnya bagian dari protoonkogen Abelson (ABL) dipindahkan pada gen BCR di
kromosom 22 dan bagian kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Setelah terjadi pemindahan,
terbentuklah fusi protein BCR-ABL yang nantinya akan membentuk tirosin kinase dan
akhirnya mengarah pada leukemia mielositik kronik.
Diagnosis
Dari hasil anamnesis , pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta analisis
kromosom maka kelompok kami menetapkan diagnosis yaitu leukemia granulosit
kronik .Diagnosa pasti kelompok kami adalah Leukemia Mielositik Kronik dengan fase
kronik, yang menjadi dasar kelompok kami menegakan diagnosa ini adalah sebagai berikut :
Anamnesis :
Terdapat gejala cepet lelah sebagai manifestasi anemia serta hipermetabolisme
yang terdapat pada leukemia mielositik kronik.
Terdapat gejala sering berkeringat malam hari sebagai manifestasi dari
hipermetabolisme yang terdapat pada leukemia mielositik kronik.
Adanya riwayat nyeri pada perut kiri atas dimana sebagai kemungkinan
splenomegali yang sering terjadi pada leukemia mielositik kronik.
(splenomegali telah dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik)
Pemeriksaan fisik :
Pucat sebagai manifestasi anemia
Frekuensi nafas yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia.
Frekuensi nadi yang meningkat sebagai kompensasi dari anemia.
Hepatosplenomegali
Limfadenopati
Pemeriksaan penunjang :
Hemoglobin yang rendah : anemia
Trombosit meningkat
15
Peningkatan basofil dan netrofil (seri granulosit)
Ditemukan sel imatur seri granulosit pada pemeriksaan darah tepi dimana
secara normal hanya terdapat pada sum-sum tulang
Peningkatan asam urat
Aspirasi dan biopsi sum-sum tulang, dimana menunjukan diagnosa pasti
leukemia mielositik kronik fase kronik.
Terdapat kromosom philadelphia
SEL YANG
DINILAIHASIL PASIEN NILAI RUJUKAN KETERANGAN
Sel blast 5% 1-2% ↑
Basofil 4% 0-1% ↑
PATOFISIOLOGI
Skema Patogenesis LGK pada pasien
Faktor pencetus
Mutasi somatik sel induk Philadelphia Translokasi kromosom Kromosom 22 Kromosom 9 Gen BCR Gen ABL
Mayor BCR Minor BCR Mikro BCR
Trombositopenia monositosis yang prominen netrofilia atau trombositosis.
Pembentukan gen hibrid BCR-ABL
berinteraksi dengan berbagai protein di dalam sitoplasma sehingga terjadilah transduksi sinyal yang bersifat onkogenik.
Transkrip BCR ABL terus menerus
Mempercepat pembelahan sel Menghambat repair DNA Berkurangnya respon apoptosis
Proliferasi neoplastik&Differentiation arrest
Akumulasi sel muda dalam sumsum tulang
Katabolisme meningkat Gagal sumsum tulangCepat LelahKeringat Malam Hiperkatabolik Anemia
16
Asam urat meningkat Sel Leukemia
Infiltrasi ke organ
RES
Limfadenopati Hepatomegali Splenomegali
Perut terasa penuh akibat desakan limfa
Gen BCR-ABL kromosom Ph (Philadelphia) menyebabkan proliferasi yang
berlebihan sel induk pluripoten pada sistem hematopoiesis. Klon-klon ini, selain
proliferasinya berlebihan juga dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal, karena
gen BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis.Dampak kedua mekanisme di atas adalah
terbentuknya klon-klon abnormal yang akhirnya mendesak sistem hematopoiesis lainnya.
Pemahanan mekanisne kerja gen BCR-ABL mutlak diketahui, mengingat besarnya peranan
gen ini pada diagnostik, perjalanan penyakit, prognostik. serta implikasi terapeutiknya. Oleh
karena itu perlu diketahui sitogenetik dan kejadian di tingkat molekular.
Sitogenetik
Mekanisme terbentuknya kromosom Ph dan waktu yang dibutuhkan sejak terbentuknya Ph
sampai menjadi LGK dengan gejala klinis yang jelas, hingga kini masih belum diketahui
secara pasti.Berdasarkan kejadian Hiroshima dan Nagasaki, diduga Ph terjadi akibat
pengaruh radiasi, sebagian ahli berpendapat akibat mutasi spontan. Sejak tahun 1980
diketahui bahwa translokasi ini menyebabkan pembentukan gen hibrid BCR-ABL pada
kromosom 22 dan gen resiprokal ABL-BCR pada kromosom 9.
Biologi Molekular pada Patogenesis LGK
Pada kebanyakan pasien LGK, patahan pada gen BCR ditemukan di daerah 5,8-kb atau di
daerah el3-el4 pada 2 yang dikenal sebagai major break cluster region (M-bcr), kemudian
gen BCR-ABL-nya akan mensintesis protein dengan berat molekul 210 kD, selanjutnya
ditulis p210BCRABL. Patahan lainnya ditemukan di daerah 54,4-kb atau e1 yang dikenal sebagai
minor bcr (m-bcr) yang gen BCR-ABL-nya akan mensintesa pl90. Pada tahun 1990an
ditemukan lagi variasi patahan.Daerah patahan ini kemudian dikenal sebagai Makro (M-bcr),
minor (m-bcr), dan mikro bcryangternyata berhubungan dengan gambaran klinik
17
penyakitnya.Pasien LGK yang patahan pada gen BCRnya di M-bcr berhubungan dengan
trombositopenia, patahan di m-bcr berhubungan dengan monositosis yang prominen, dan
yang patahannya berada di mikro-bcr berhubungan dengan netrofilia atau trombositosis.
Tampak bahwa p210BCR-ABL mempunyai potensi leukemogenesis dengan cara sebagai berikut:
gen BCR berfungsi sebagai heterodimer dari gen ABL yang mempunyai aktivitas tirosin
kinase, sehingga fusi kedua gen ini mempunyai kemampuan untuk oto-fosforilasi yang
akanmengaktivasi beberapa protein di dalam sitoplasma sel melalui domain SRC-homologi 1
(SHI), sehingga terjadi deregulasi dari proliferasi sel-sel, berkurangnya sifat aderen sel-sel
terhadap stroma sumsum tulang, dan berkurangnya respon apoptosis.
Selanjutnya fusi gen BCR-ABL akan berinteraksi dengan berbagai protein di dalam
sitoplasma sehingga terjadilah transduksi sinyal yang bersifat onkogenik.
PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
1. Istirahat cukup
2. Pola hidup sehat
3. Menjaga kebersihan
Medikamentosa 1. Alopurinol untuk mengatasi asam uratnya
2. Hydroxiurea
untuk induksi remisi hematologik
Dosis 30 mg/kgBB/har diberikan sebagai dosis tunggal maupun dibagi 2-3
dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai
maksimal 2,5 g/hari.
Penggunaan dihentikan dulu bila leukosit <8000/mm3 atau trombosit
<100.000/mm3
Selama menggunakan hydroxiurea harus dipantau Hb, leukosit, trombosi,
fungsi ginjal, fungsi hati.
3. Interferon
Biasanya diberikan setelah jumlah leukosit terkontrol oleh hidroksiurea.Dosis
5 juta IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah
12 bulan terapi
18
Jika dikombinasikan dengan polyethylene glycol-conjugated interferon
(PEG-interferon) toleransinya lebih baik. Obat ini diberikan satu kali
seminggu
Kombinasi lainnya interferon dengan cytarabine. Dosis 20 – 40 mg/m2
subkutaneus lebih dari 10 kali per bulan. Terapi kombinasi ini untuk hasil
yang lebih baik.
4. Imatinib mesylate
Antibodi monoklonal yang dirancang untuk menghambat aktifitas tirosin
kinase dari fusi gen BCR-ABL
Untuk fase kronis, dosis 400mg/hari setelah makan. Dosis dapat ditingkatkan
sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon terapi setelah 3 bulan
pemberian, atau pernah mencapai respon yang baik tetapi terjadi perburukan
secara hematologik, yakni Hb rendah dan/atau leukosit meningkat
dengan/tanpa perubahan jumlah trombosit
5. Dianjurkan terapi stem cell untuk terapi definitif pasien ini.
6. Rujuk ke dokter spesialis onkologi.
KOMPLIKASI1. Stroke atau clotting yang berlebihan (excess clotting). Beberapa pasien dengan
kasus LGK memproduksi trombosit secara berlebihan. Jika tidak dikendalikan, kadar
trombosit yang berlebihan dalam darah (trombositosis) dapat menyebabkan clot yang
abnormal dan mengakibatkan stroke
2. Infeksi. Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal, tidak
menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan pasien menjadi
lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan LGK juga dapat menurunkan
kadar leukosit hingga terlalu rendah, sehingga sistem imun tidak efektif
3. Fase akselerasi yang ditandai dengan timbul keluhan baru demam, lelah, nyeri
tulang (sternum) yang semakin progresif. Respon terhadap kemoterapi
menurun, leukositosis meningkat, dan trombosit menurun dan akhirnya
menjadi gambaran leukemia akut.
PROGNOSISAd vitam : Dubia ad malam
19
Ad fungtionam : Dubia ad malamAd sanationam : Dubia ad malam
BAB IVTINJAUAN PUSTAKA
Leukemia Myelogenous Kronik
Leukemia myelogenous kronik adalah kelainan myelopoliferatif yang ditandai dengan
meningkatnya proliferasi dari sel granulositik tanpa hilangnya kapasitas sel untuk
berdiferensasi. Sebagai konsekuensinya, pada pemeriksaan apus sel darah tepi ditemukan
kenaikan jumlah sel-sel granulosit beserta sel prekusornya, termasuk sel blasts.
LMK adalah satu dari beberapa kanker yang diketahui disebabkan oleh mutasi genetik
tunggal yang spesifik.Lebih dari 90% kasus terjadi karena aberasi sitogenik yang dikenal
sebagai kromosom Philadelphia.
LMK memiliki 3 fase : kronik, akselerasi, dan krisis blast. Pada fase kronik, terjadi
proliferasi sel dewasa; pada fase akselerasi, kelainan sitogenik muncul; pada krisis blast, sel
immatur berproliferasi dengan cepat[8]. Kira-kira 85% dari pasien didiagnosa pada fase kronik
yang akan berlanjut menjadi fase akselerasi dan krisis blast setelah 3-5 tahun. Diagnosa LMK
ditegakkan berdasarkan temuan histopatologik pada pemeriksaan sel apus darah tepi dan
kromosom Philadelphia pada sel sumsum tulang.
Pada dewasa, LMK terjadi sebanyak 20% dari semua kasus leukemia. LMK biasanya diderita
oleh individu pada usia pertengahan. Penyakit ini juga dapat muncul pada individu yang lebih
muda tetapi dengan frekuensi kasus yang jarang. Pasien usia lebih muda dapat menderita
LMK dalam bentuk yang lebih agresif, seperti pada fase akselerasi atau krisis blast.
Tujuan pengobatan pada penyakit ini adalah untuk mencapai remisi hematologik, sitogenetik,
dan molekular. Meskipun berbagai medikasi telah digunakan pada LMK, termasuk obat
myelosupresif dan interferon alfa, inhibitor tyrosine kinase imatinib mesylate (obat pilihan
20
untuk LMK saat ini), dan obat-obat lain pada kategori yang sama, hanya transplantasi
sumsum tulang allogenik yang terbukti dapat menyembuhkan LMK.
Etiologi[9)
LMK terjadi sebagai akibat dari adanya kelainan pada gen dari sel darah seseorang. Sampai
saat ini masih belum jelas apa yang dapat memicu kelainan tersebut, tetapi proses kelainan
tersebut berkembang menjadi LMK adalah sebagai berikut :
1. Kromosom Abnormal Berkembang
Sel manusia normalnya memiliki 23 pasang kromosom.Kromosom-kromosom tersebut terdiri
dari DNA yang mengandung instruksi (gen-gen) yang mengontrol sel-sel di dalam
tubuh.Pada penderita LMK, kromosom yang berada di sel darah saling bertukar segmen.
Segmen dari kromosom 9 bertukar tempat dengan segmen dari kromosom 22, membentuk
kromosom 22 yang sangat pendek dan kromosom 9 yang sangat panjang. Kromosom 22
ekstra-pendek tersebut dinamakan kromosom Philadelphia, sesuai dengan nama kota dimana
kromosom itu ditemukan. Kromosom Philadelphia ditemukan pada 90% pasien dari kasus
LMK.
-->kromosom Philadelphia (translokasi atau
pertukaran segmen dari kromosom 9 dan kromosom 22 terlihat pada bagian yang ditunjuk
panah)
21
-->terbentuknya kromosom
Philadelphia
2. Kromosom Abnormal Membentuk Gen Baru
Kombinasi gen yang berasal dari kromosom 9 dan kromosom 22 membentuk gen baru yang
disebut BCR-ABL. Gen BCR-ABL mengandung instruksi-instruksi yang menyebabkan sel
darah abnormal memproduksi protein yang disebut tyrosine kinase dalam jumlah banyak.
Tyrosine kinase memicu kanker dengan membuat sel-sel darah tertentu berkembang diluar
kendali.
3. Gen Baru Memproduksi Banyak Sel Darah Abnormal
Sel darah berasal dari sumsum tulang, yaitu material sponge di dalam tulang. Jika sumsum
tulang seseorang berfungsi secara normal, ia akan memproduksi sel imatur (stem sel darah)
dengan terkontrol. Sel-sel tersebut nantinya akan menjadi matur dan berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel darah yang akan bersirkulasi di dalam tubuh (mis. eritrosit, leukosit,
trombosit).
Pada LMK, proses ini tidak berjalan dengan baik. Tyrosine kinase yang dipicu oleh gen
BCR-ABL menyebabkan terlalu banyak diproduksinya sel darah putih. Sebagian besar atau
bahkan semua dari sel darah putih tersebut mengandung kromosom Philadelphia.Sel darah
putih yang dihasilkan tidak berkembang dan mati seperti sel yang normal.Sel darah putih
abnormal berkumpul dalam jumlah yang besar, mendesak sel darah yang sehat dan merusak
sumsum tulang dari penderita LMK.
Faktor Resiko[10)
Faktor resiko dari LMK ialah :
22
Radiasi dosis tinggi (mis. terapi radiasi pada kanker, korban selamat bom nuklir)
Usia (resiko makin bertambah seiring dengan bertambahnya usia)
Jenis kelamin laki-laki
LMK sedikit lebih banyak pada laki-laki, tetapi penyebab pastinya belum diketahui
sampai sekarang.LMK bukan penyakit yang diturunkan dari keluarga.
Gejala[4]
Manifestasi klinik dari LMK tidaklah tampak jelas dan sering kali asimptomatik.Penyakit ini
sering ditemukan secara tidak sengaja pada fase kronik, saat kenaikan leukosit terlihat pada
tes darah rutin atau saat splenomegali ditemukan pada pemeriksaan fisik.Gejala nonspesifik
seperti kelelahan dan penurunan berat badan dapat muncul lama setelah onset dari
penyakit.Kehilangan tenaga dan menurunnya kemampuan toleransi berolahraga dapat
dirasakan pasien pada fase kronik setelah beberapa bulan.
Pasien seringkali memiliki gejala yang berhubungan dengan membesarnya hepar,
limpa, atau keduanya.Limpa yang membesar dapat mendesak lambung dan menyebabkan
pasien cepat merasa kenyang sehingga menurunnya konsumsi makanan.Nyeri pada kuadran
kiri atas abdomen dapat disebabkan oleh infark limpa.Limpa yang membesar mungkin juga
dapat berhubungan dengan hipermetabolik, demam, penurunan berat badan, dan kelelahan
kronik pada pasien.
Beberapa pasien dengan LMK mengalami demam sub-akut dan keringat berlebihan yang
berhubungan dengan hipermetabolisme. Pada beberapa pasien yang ada pada fase akselerasi
(melewati fase kronik), perdarahan, ptekie, dan ekimosis dapat menjadi gejala yang
mencolok. Nyeri pada tulang dan demam, juga meningkatnya fibrosis sumsum tulang
merupakan pertanda pada fase krisis blast.
Splenomegali adalah gejala fisik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan
LMK. Lebih dari 50% pasien LMK mengalami splenomegali sampai dengan 5 cm di bawah
costal margin kiri saat gejala ditemukan. Ukuran limpa berkorelasi dengan jumlah sel
granulosit dalam darah, dengan limpa yang sangat membesar ditemukan pada pasien dengan
jumlah leukosit yang tinggi.
Hepatomegali juga dapat muncul, meskipun tidak sesering splenomegali.
Hepatomegali biasanya terjadi sebagai bagian dari hematopoiesis ekstramedular yang terjadi
di limpa.
23
Krisis blast ditandai dengan meningkatnya jumlah sel blast pada sumsum tulang atau
pemeriksaan apus darah tepi atau dengan berkembangnya infiltrasi leukemi pada jaringan
lunak atau kulit. Gejala tipikal yaitu meningkatnya anemia, trombositopenia, basofilia,
pembesaran limpa yang cepat, dan gagalnya terapi medikamentosa yang biasa digunakan
untuk mengontrol leukositosis dan splenomegali.
Diagnosis[11)
Diagnosis LMK ditegakkan berdasarkan temuan histopatologik pada pemeriksaan apus darah
tepi, serta adanya kromosom Philadelphia pada sel sumsum tulang.
Pemeriksaan Lab Hematologi dan Apus Darah Tepi[4]
Pada pemeriksaan lab hematologi dan apus darah tepi pasien LMK dapat ditemukan :
Jumlah total leukosit 20,000-60,000 sel/μL, dengan kenaikan ringan basofil dan eosinofil
Anemia ringan sampai sedang, biasanya normokrom normositik
Trombosit menurun, normal, atau meningkat
Leukoerythroblastosis, dengan sel-sel imatur dari sumsum tulang yang bersirkulasi
Sel myeloid imatur (cth, myeloblasts, myelosit, metamyelosit, retikulosit)
-->hasil pemeriksaan apus darah tepi pasien
LMK yang menunjukan leukositosis dengan
ditemukannya sel-sel prekusor myeloid.
Basofilia, eosinofilia, dan trombositosis juga
tampak pada gambar.
(Courtesy of U. Woermann, MD, Division of
Instructional Media, Institute for Medical
Education, University of Bern, Switzerland.)
Analisa Sumsum Tulang[11)
Karakteristik sumsum tulang pada LMK ialah hiperselular, dengan ekspansi pada sel-sel
myeloid (cth. netrofil, eosinofil, basofil) dan sel progenitor nya.Megakariosit terlihat
menonjol dan dapat meningkat.Fibrosis ringan sering terlihat dengan pewarnaan retikulin.
24
-->hasil analisa sumsum tulang
menunjukan dominasi dari
granulopoiesis. Jumlah eosinofil
dan megakariosit meningkat.
(Courtesy of U. Woermann, MD,
Division of Instructional Media,
Institute for Medical Education,
University of Bern, Switzerland)
Pemeriksaan Penunjang
Terdapatnya mRNA chimeric BCR/ABL pada sel sumsum tulang yang menjadi ciri
khas LMK dapat dideteksi dengan PCR.PCR merupakan tes yang sensitif dan hanya
memerlukan sedikit sel sebagai sampel.PCR juga berguna untuk memonitor keefektifan dari
terapi yang diberikan.Transkripsi mRNA BCR-ABL juga dapat ditemukan pada darah tepi.
CML phase WHO definition
Chronic stable phase Peripheral blood blasts fewer than 10% in the blood and bone
marrow
Accelerated phase Blasts 10-19% of white blood cells in peripheral and/or nucleated
bone marrow cells ; persistent thrombocytopenia (< 100 × 109/L)
unrelated to therapy or persistent thrombocytosis (> 1000 × 109/L)
unresponsive to therapy; increasing white blood cells and spleen
size unresponsive to therapy; cytogenetic evidence of clonal
evolution
Blast crisis Peripheral blood blasts ≥ 20% of peripheral blood white blood cells
or nucleated bone marrow cells; extramedullary blast proliferation;
25
LMK STAGING
and large foci or clusters of blasts on bone marrow biopsy
Tehnik baru pemeriksaan yaitu fluorescence in situ hybridization (FISH) menggunakan
probes terlabeli yang telah berhibridisasi dengan kromosom metafase atau nukleus interfase,
dan probe terhibridisasi itu akan dideteksi oleh fluorokrom. Teknik ini membutuhkan waktu
singkat dan sensitive dan dapat mendeteksi rekurensi dari abnormalitas kromosom.
Tatalaksana[9)
Tujuan utama dari terapi pada LMK :
1. Perbaikan hematologik (pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan fisik normal; tidak
ada organomegali)
2. Perbaikan sitogenetik (kromosom normal, dengan 0% sel Ph-positif)
3. Perbaikan molekular (hasil tes PCR negatif untuk mutasi mRNA BCR/ABL), yang
menunjukan perbaikan dan perpanjangan dari harapan hidup pasien
Pada pasien yang terdiagnosa pada fase kronik, leukositosis biasanya dikontrol dengan
medikamentosa.Tujuan utama dari terapi pada fase ini ialah untuk mengontrol gejala dan
komplikasi yang timbul sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, leukositosis, dan
splenomegali.Terapi pilihan standar yang biasanya diberikan saat ini ialah imatinib mesylate,
yang merupakan inhibitor molekul kecil BCR/ABL spesifik pada semua fase LMK.
Lamanya fase kronik berlangsung bervariasi , tergantung dari terapi yang digunakan :
biasanya 2-3 tahun dengan terapi hydroxyurea atau busulfan, tetapi fase kronik mungkin
berlangsung selama lebih dari 9.5 tahun pada pasien yang berespon baik terhadap terapi
interferon-alfa. Lebih lanjut, penggunaan imatinib mesylate telah meningkatkan perbaikan
hematologik dan sitogenik secara dramatis.
Beberapa pasien dengan LMK berlanjut ke fase akselerasi, yang mungkin dapat berlangsung
selama beberapa bulan. Harapan hidup pada pasien yang didiagnosa dengan fase ini ialah 1-
1.5 tahun. Fase ini ditandai dengan jeleknya kontrol jumlah sel darah dengan terapi obat
myelosupresif dan ditemukannya sel blast (≥15%), promyelosit (≥30%), basofil (≥20%) pada
darah perifer, dan hitung trombosit kurang dari 100,000 sel/μL yang tidak berhubungan
dengan terapi.
Transplantasi sumsum tulang diindikasikan untuk pasien yang tidak mencapai perbaikan
molekular atau menunjukan resistensi terhadap imatinib dan kegagalan terapi inhibitor bcr-
abl kinase generasi kedua seperti dasatinib. Transplantasi sebaiknya dipertimbangkan untuk
26
dilakukan lebih awal pada pasien yang lebih muda (<55 tahun) dan memiliki saudara yang
cocok sebagai donor.(11)
BAB VKESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang kami
menyimpulkan bahwa diagnosis pasti kelompok kami adalah Leukemia Myelositik
Kronik.Hasil anamnesis yang mendukung ialah terdapat cepat lelah yang merupakan
manifestasi anemia dan keringat malam yang mungkin terjadi karena hipermetabolisme pada
pasien ini.Terdapat nyeri pada perut kanan atas, kemungkinan karena terjadi
splenomegali.Hasil anamnesis ialah berupa keluhan yang sering terjadi pada leukimia
myelositik kronik.
Pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umumnya pucat yang terjadi karena
anemia.Frekuensi nadi dan nafasnya juga meningkat karena merupakan mekanisme
kompensasi dari anemianya, kemudian ditemukan juga splenomegali dan
27
limfadenofati.Pembesaran ini bisa terjadi karena adanya infiltrasi dari sel leukosit yang
berlebihan.
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukan hemoglobin rendah yang berarti anemia,
trombosit meningkat, leukositosis, seri granulosit (neutrofil) meningkat, sel granulosit imatur
di darah tepi dan peningkatan asam urat.Hasil-hasil tersebut sangat mendukung diagnosis
leukimia myelisitik kronik dan untuk mematiskannya dapat dilihat dari hasil aspirasi dan
biopsi sumsum tulang serta biopsi limfadenopati.Pada biopsi limfadenopati diharapkan tidak
ditemukan kelainan dan Aspirasi sum-sum tulang menunjukkan peningkatan sel seri myeloid
yang bisa didapatkan pada leukemia mielositik kronik.Nilai sel blas serta basofil pada pasien
ini juga menunjukan bahwa pasien menderita leukemia mielositik kronik yang berada pada
fase kronik.
Selain itu juga didapatkan hasil analisa kromosom yang menurut interpretasi
kelompok kami, pada pasien ini terjadi kromosom philadelphia. Hal tersebut bisa menjadi
dasar terapi dan prognosis yang lebih baik.
BAB VIDAFTAR PUSTAKA
1. Mayoclinic staff. Chronic Mylogenous Leukemia. Available at:
http://www.mayoclinic.com/health/chronic-myelogenous-leukemia/DS00564/
DSECTION=risk-factors. Accessed at: April 21th , 2013.
2. Fadja r i , H . Anemia Granulos i t ik Kronis . Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. 2007. Jakarta; Interna Publishing: 688-91.
3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: Penerbit
Buku kedokteran EGC;2002.p.167-8
4. Bloomfield CD, Byrd JC, Wetzler M. Acute and Chronic Myeloid Leukemia. In:
Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J;
28
editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17thed. New York: McGraw Hill
Companies; 2008.
5. Besa EC. Chronic Myelogenous Leukemia. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/199425-medication. Accessed at: April 21th
2013.
6. Fadjari, Heri. Leukimia Granulositik Kronis in Buku ajar Ilmu Penyakit dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I et al. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal:689-91
7. Sawyers CL. Chronic myeloid leukemia. N Engl J Med. Apr 29 1999;340(17):1330-
40
8. Chronic myelogenous leukemia. Fort Washington, Pa.: National Comprehensive
Cancer Network. http://www.nccn.org/professionals/physician_gls/PDF/cml.pdf.
Accessed Sept. 15, 2011
9. Chronic myelogenous leukemia treatment (PDQ). National Cancer Institute.
http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/CML/patient/allpages. Accessed
Sept. 15, 2010.
10. Kantarjian HM, Talpaz M. Chronic myelogenous leukemia. Hematol Oncol Clin N
Am. Jun 2004;18(3):XV-XVI
11. Moreb J, Johnson T, Kubilis P, Myers L, Oblon D, Miller A, et al. Improved survival
of patients with chronic myelogenous leukemia undergoing allogeneic bone marrow
transplantation. Am J Hematol. Dec 1995;50(4):304-6.
29