Upload
selvi-leasa
View
80
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gastrohepatologi
Citation preview
Hasil Belajar Mandiri Blok 17
Sirosis Hati
Selvi Leasa
102009035
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11510
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang berhubungan dengan hepatobilier menarik untuk dibahas. Adapun
beberapa penyakit hepatobilier yang sering dijumpai, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis
C, kolelithiasis, sirosis hati, kolangitis, dan sebagainya. Sirosis merupakan suatu keadaan
patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif
yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.
Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps
disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim
hati.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain:
1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 17 hepatobilier sesuai skenario yang telah
ditentukan.
2. Membahas anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,
gejala klinis, pengobatan, pencegahan, komplikasi, prognosis.
1
1.3 Skenario
Bapak T berusia 65 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan sesak napas sejak 1
minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa mual, cepat merasa lelah, tidak nafsu makan dan
bengkak pada kedua tungkai sejak 4 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak sakit
berat, tekanan darah 110/75 mmHg, denyut nadi 68x/menit, suhu afebril, konjunctiva kuning.
Perut tampak membuncit, hepar tidak teraba, lieb teraba di Schuffner 1, edema kedua tungkai.
Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 9 g/dL, kadar albumin 2g/dL, globulin 4g/dL.
1.4 Hipotesis
Bengkak pada kedua tungkai, konjunctiva kuning, perut tampak membuncit, lien teraba pada
Schuffner 1, menunjukkan adanya sirosis hati.
2. Isi
2.1 Anamnesis
a. Riwayat pribadi pasien
- Nama
- Tempat, tanggal lahir
- Umur
- Jenis kelamin
- Agama
- Pekerjaan
- Alamat
- Suku
2
b. Riwayat penyakit sekarang
- Keluhan utama
- Keluhan sudah berapa lama dialami
- Apakah mudah lelah dan lemas ?
- Apakah perut terasa kembung ?
- Apakah selera makan berkurang atau tetap ?
- Apakah sering merasa mual atau tidak ?
- Apakah berat badan menurun atau tetap ?
- Bagaimana warna urin, kuning atau warna seperti teh pekat ?
c. Riwayat penyakit dahulu
- Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis B ?
- Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis C ?
2.2 Pemeriksaan
2.2.1 Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis
(Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga
pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, asites (perut membuncit) fetor
hepatikum (bau napas yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus.1
Gambar 1. Spider telangiekstasis Gambar 2. eritema palmaris
3
Gambar 4. Ikterus
Gambar 3. Asites dengan caput medusa
Palpasi
Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan:
Pada palpasi organ, hepar tidak teraba.
Pada palpasi organ, lien membesar, dan teraba pada titik schuffner (sesuai dengan
seberapa besar pembesaran dari lien)
Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes untuk
pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan). 1
Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi
timpani dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi.
Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak
mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak
berubah.2
Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan kuat
ke arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar kedua
tangan. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui jaringan
lemak. Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari tangan untuk mengetuk
dengan cepat salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang yang lain untuk
merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan asites.2
2.2.2 Pemeriksaan Penunjang
4
Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati. Beberapa
pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa kadar
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin,
prothrombin time, dan bilirubin.
Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase
(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.
Alkali fosfatase, meningkat 2-3 kali batas atas normal.
Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya meningkat.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis.
Globulin konsentrasinya meningkat.
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.1
Selain itu juga ada beberapa pemeriksaan, antara lain:
Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG
meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada
sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,
thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada
pasien sirosis.
CT dan MRI, namun harganya relatif mahal dan peranannya tidak terlalu jelas
dalam mendiagnosis sirosis hati.
Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.1
5
2.3 Diagnosis
Working Diagnosis : Sirosis hati
Gambar 5. Hati yang normal dan sirosis hati
Differential Diagnosis : Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, Kolelithiasis
Tabel 1. Differential Diagnosis Hepatitis B dan Hepatitis C
Indikator Hepatitis B Hepatitis C
Etiologi - Virus hepatitis B - Virus hepatitis C
Epidemiologi & penularan - Angka infeksi tertinggi pada
kelompok tertutup dimana
darah atau cairan tubuh
lainnya disuntikkan, ditelan,
misalnya pasien hemodialisis,
penyalahguna obat intravena,
homoseks (angka karier 5-
- Penularan melalui darah
yang terkontaminasi, paling
sering melalui produk darah
(20%) atau penggunaan obat
suntik (50%); pengguna obat
suntik adalah antibody HCV
6
20%).4
- Penularan melalui darah,
kontak dengan secret tubuh,
seperti semen, air liur, air
mata, ASI.3
positif.4
Gejala Klinis Demam ringan, anoreksia, rasa
tidak nyaman pada perut bagian
atas, mual, muntah, urin gelap,
tinja warna lebih pucat, ikterus,
hepatomegali, splenomegali.4
Demam ringan, anoreksia, rasa
tidak nyaman pada perut bagian
atas, mual, muntah, urin gelap,
tinja warna lebih pucat, ikterus,
hepatomegali, splenomegali.4
Keterangan Sekitar 25% pasien akan
mengalami sirosis.
10-20% pasien dengan hepatitis
kronik mungkin akan
berkembang menjadi sirosis
dalam 5-30 tahun.4
Tabel 2. Differential Diagnosis Hepatitis A dan Kolelitiasis
Indikator Hepatitis A Kolelitiasis
Etiologi - Virus hepatitis A - Obstruksi duktus sistikus oleh
batu, tumor.
- 80% kasus komponen utama
batu empedu: kolesterol dan
sebagian kecil sisanya dari
garam calcium.
Epidemiologi & penularan - Penularan terjadi secara fecal-
oral melalui air atau makanan
terkontaminasi.4
- Angka penularan lebih tinggi
pada sanitasi yang buruk dan
lingkungan padat penduduk, di
Orang obesitas mempunyai resiko
tiga kali lipat untuk menderita
batu empedu. Insiden pada laki-
laki dan wanita pada batu pigmen
tidak terlalu banyak berbeda.
Faktor keluarga juga berperan
7
antara kelompok prasekolah
dan pria homoseksual dan
dalam suatu institusi.4
dimana bila keluarga menderita
batu empedu kemungkinan untuk
menderita penyakit tersebut dua
kali lipat dari orang normal.5
Gejala Klinis Demam ringan, mialgia,
anoreksia, rasa tidak nyaman
pada perut bagian atas, mual,
muntah, urin gelap, tinja warna
lebih pucat, hepatomegali,
splenomegali 20%.4
nyeri di daerah hipokondrium
kanan, rasa nyeri kadang-kadang
dijalarkan sampai di daerah
subkapula disertai nausea,
vomitus dan dispepsia, flatulen
dan lain-lain. Dapat teraba
pembesaran kandung empedu dan
tanda Murphy positif. Ikterus
dijumpai pada 20 % kasus,
umumnya derajat ringan
(bilirubin < 4,0 mg/dl).6
Keterangan Umumnya sembuh sendiri dan
jarang sekali menjadi kronis
maupun sirosis hati.
2.4 Etiologi
Tabel 3. Etiologi Sirosis Hati.1
Penyakit Infeksi Penyakit Keturunan dan
Metabolik
Obat dan Toksin
Hepatitis virus (hepatitis B, Defisiensi α1-antitripsin Alkohol
8
hepatitis C, hepatitis D,
sitomegalovirus)
Toksoplasmosis
Skistosomiosis
Galaktosemia
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Amiodaron
Arsenic
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati
non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
2.5 Epidemiologi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan
wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan
puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Lebih dari 40% pasien asimptomatis. Keseluruhan insidens
sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar berupa
akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan
perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan
berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis
alkoholik dilaporkan 0,3%. Penyebab terbanyak di Indonesia Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis
C (30-40%).1
2.6 Patofisiologi
Perlemakan hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk
makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.1
9
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi
hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan
merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat
seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan
ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masuh ada yang kemudian mengalami
regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi
perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol
(nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. Mekanisme terjadi cedera hati alkoholik
masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular,
metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia
relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah
perisentral); 2). Infiltrasi/aktivasi neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit
yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-
protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta
antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas
oleh jalur alternative dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim
mikrosomal.1
Sirosis hati pasca nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel
hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten
dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar
jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis
sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam
keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misalnya
10
hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam stelata, dan jaringan
hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.1
2.7 Gejala Klinis
Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi:
Perasaan mudah lelah dan lemas
Perasaan perut kembung,
Selera makan berkurang
Mual
Berat badan menurun
Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya
dorongan seksualitas.1
Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi:
Hilangnya rambut badan
Gangguan tidur
Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar
Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma
Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis.1
Temuan klinis lainnya:
Spider nervi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.
Palmar eritema, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
11
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa karena hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
meningkatnya konsentrasi dimetil sulfida akibat pintasan porto sistemik yang berat.
Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan
hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.1
2.8 Pengobatan
*Sirosis Kompensata
Penatalaksanan pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi.
Diet 2000kkal/hari, protein 1 g/kgBB.
Hindari bahan-bahan yang menambah kerusakan hati, misalnya alkohol dan bahan-bahan
lain yang toksik dan dapat menciderai hati.
Hepatitis autoimun: steroid atau imunosupresif
Hemakromatosis: flebotomi
Penyakit hati nonalkoholik: menurunkan berat badan
Hepatitis B: interferon alfa dan lamivudin sebagai terapi utama
Hepatitis C: kombinasi interferon dengan ribavirin.
*Sirosis Dekompensata
Sirosis dekompensata sesuai dengan komplikasi sirosis.
Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram.
Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Respons diuretic dimonitor
dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Enselopati hepatic: laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.
12
Varieses esophagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat beta
(propranolol).
Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air.1
2.9 Pencegahan
1. Hindari penularan virus hepatitis
Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak
mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan
seks dengan penderita hepatitis.
2. Gunakan jarum suntik sekali pakai.
Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian
digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.
3. Pemeriksaan darah donor
Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Pemeriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk
memastikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima
donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.
4. Tidak mengkonsumsi alkohol
Hindari mengkonsumsi alkohol, karena terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila
sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.7
5. Melakukan vaksin hepatitis
Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga
terhindar dari sirosis hati.7
2.10 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Beberapa komplikasi yang terjadi
antara lain :
13
Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti
infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien asimptomatik, namun dapat timbul demam
dan nyeri abdomen.1
Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum,
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan
perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.1
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di
tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul
parenkim. Anastomosis antara sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan
hipertensi porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah mendapat
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites, pembentukan pirau vena
portosistemik, splenomegali kongestif dan ensefalopati hepatica.3
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien sirosis
dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka mortalitasnya sangat
tinggi, sekitar 2/3 akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan
untuk menanggulangi varises dengan beberapa cara.1
Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis (sirosis) yang paling
ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku
yang samar hingga kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan
kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas, hiperrefleksia, perubahan
elektroensefalografik nonspesifik, dan yang jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis,
yaitu suatu pola gerakan cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling
jelas terlihat jika lengan diekstensikan dan pergelangan tangan didorsofleksikan. Enselofati
hepatica dianggap sebagai suatu gangguan metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada
sebagian nesar kasus, hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan
reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1) sangat
berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah mengelilingi hati yang sangat kronis. 3
2.11 Prognosis
Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
14
Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan
menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan
ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi
Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu
tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%. 1
Tabel 4. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi
Hati
Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat
Bil. Serum mg/dl) <35 35-50 >50
Alb. Serum (gr/dl) >35 30-35 <30
Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sukar
Ensefalopati Tidak ada Minimal Berat/koma
Nutrisi Sempurna baik Kurang/kurus
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Sirosis hati adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut
(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun sirosis hati ini mempunyai differential
diagnosis, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan kolelitiasis. Etiologi dapat berasal dari
alcohol, virus hepatitis yang kronis (terutama HBV dan HCV). Penderita sirosis hati lebih banyak
dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1. Temuan klinis antara lain
spider nervi, palmar eritema, splenomegali, fetor hepatikum, asites. Ada 2 macam sirosis hati,
yakni sirosis hati kompensata dan sirosis hati dekompensata, serta cara penanganan juga berbeda.
3.2 Saran
Penyakit sirosis hati merupakan penyakit yang dapat dicegah, untuk itu perlu adanya kerja sama
antara petugas medis dan masyarakat untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit ini. Beberapa
15
tindakan nyata yang perlu dilakukan antara lain mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat
mengenai bahaya alcohol yang pada akhirnya dapat menimbulkan sirosis hati, mengurangi infeksi
hepatitis virus dengan rutin divaksinasi.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Idrus A., Marcellus S.K., Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam, jilid I, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal 668-72.
2. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3.
3. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7.
4. Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. Lecture Notes: Penyakit infeksi, ed. 6. Jakarta:
Penerbit Erlangga; 2008, hal 171-7.
5. Mansjoer A. Etal. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Jakarta: Penerbit Media
Aesculapius, FKUI; 1999, hal 510-512.
6. Sabiston, David C. Buku ajar ilmu bedah, bagian 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010.
7. Penyebab, gejala dan penanganan sirosis hati. Diunduh dari
http://majalahkesehatan.com/penyebab-gejala-dan-penanganan-sirosis-hati/, 17 Juni 2011.
16