24
Hasil Belajar Mandiri Blok 17 Sirosis Hati Selvi Leasa 102009035 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11510 [email protected] 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Penyakit yang berhubungan dengan hepatobilier menarik untuk dibahas. Adapun beberapa penyakit hepatobilier yang sering dijumpai, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, kolelithiasis, sirosis hati, kolangitis, dan sebagainya. Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. 1

makalah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gastrohepatologi

Citation preview

Page 1: makalah

Hasil Belajar Mandiri Blok 17

Sirosis Hati

Selvi Leasa

102009035

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11510

[email protected]

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Penyakit yang berhubungan dengan hepatobilier menarik untuk dibahas. Adapun

beberapa penyakit hepatobilier yang sering dijumpai, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis

C, kolelithiasis, sirosis hati, kolangitis, dan sebagainya. Sirosis merupakan suatu keadaan

patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif

yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.

Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps

disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vascular, dan regenerasi nodularis parenkim

hati.

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain:

1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 17 hepatobilier sesuai skenario yang telah

ditentukan.

2. Membahas anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,

gejala klinis, pengobatan, pencegahan, komplikasi, prognosis.

1

Page 2: makalah

1.3 Skenario

Bapak T berusia 65 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan sesak napas sejak 1

minggu yang lalu. Keluhan disertai rasa mual, cepat merasa lelah, tidak nafsu makan dan

bengkak pada kedua tungkai sejak 4 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tampak sakit

berat, tekanan darah 110/75 mmHg, denyut nadi 68x/menit, suhu afebril, konjunctiva kuning.

Perut tampak membuncit, hepar tidak teraba, lieb teraba di Schuffner 1, edema kedua tungkai.

Hasil pemeriksaan laboratorium : Hb 9 g/dL, kadar albumin 2g/dL, globulin 4g/dL.

1.4 Hipotesis

Bengkak pada kedua tungkai, konjunctiva kuning, perut tampak membuncit, lien teraba pada

Schuffner 1, menunjukkan adanya sirosis hati.

2. Isi

2.1 Anamnesis

a. Riwayat pribadi pasien

- Nama

- Tempat, tanggal lahir

- Umur

- Jenis kelamin

- Agama

- Pekerjaan

- Alamat

- Suku

2

Page 3: makalah

b. Riwayat penyakit sekarang

- Keluhan utama

- Keluhan sudah berapa lama dialami

- Apakah mudah lelah dan lemas ?

- Apakah perut terasa kembung ?

- Apakah selera makan berkurang atau tetap ?

- Apakah sering merasa mual atau tidak ?

- Apakah berat badan menurun atau tetap ?

- Bagaimana warna urin, kuning atau warna seperti teh pekat ?

c. Riwayat penyakit dahulu

- Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis B ?

- Apakah pernah mengalami penyakit hepatitis C ?

2.2 Pemeriksaan

2.2.1 Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Pada inspeksi, dapat ditemukan tanda-tanda klinis pada sirosis yaitu, spider telangiekstasis

(Suatu lesi vaskular yang dikelilingi vena-vena kecil), eritema palmaris (warna merah saga

pada thenar dan hipothenar telapak tangan), caput medusa, asites (perut membuncit) fetor

hepatikum (bau napas yang khas pada penderita sirosis), dan ikterus.1

Gambar 1. Spider telangiekstasis Gambar 2. eritema palmaris

3

Page 4: makalah

Gambar 4. Ikterus

Gambar 3. Asites dengan caput medusa

Palpasi

Palpasi pada penderita sirosis hati ditemukan:

Pada palpasi organ, hepar tidak teraba.

Pada palpasi organ, lien membesar, dan teraba pada titik schuffner (sesuai dengan

seberapa besar pembesaran dari lien)

Untuk memeriksa kemungkinan asites dapat menggunakan shifting dullness (tes untuk

pekak pindah), atau fluid wave (tes untuk gelombang cairan). 1

Shifting dullness (tes untuk pekak pindah). Setelah membuat batas antara bunyi

timpani dan redup, minta pasien untuk memutar tubuhnya ke salah satu sisi.

Lakukan perkusi dan tandai batas tersebut sekali lagi. Pada pasien yang tidak

mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak

berubah.2

Fluid wave (tes untuk gelombang cairan). Pasien atau asisten menekan dengan kuat

ke arah bawah pada garis tengah abdomen mengunakan permukaan ulnar kedua

tangan. Tekanan ini membantu menghentikan transmisi gelombang melalui jaringan

lemak. Sementara itu, dokter menggunakan ujung jari-jari tangan untuk mengetuk

dengan cepat salah satu pinggang pasien, raba sisi pinggang yang lain untuk

merasakan impuls yang ditransmisikan melalui cairan asites.2

2.2.2 Pemeriksaan Penunjang

4

Page 5: makalah

Tes laboratorium juga dapat digunakan untuk membantu diagnosis sirosis hati. Beberapa

pemeriksaan yang dapat menilai fungsi hati antara lain dengan memeriksa kadar

aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, serum albumin,

prothrombin time, dan bilirubin.

Serum glutamil oksaloasetat (SGOT) dan serum glutamil piruvat transaminase

(SGPT) meningkat tapi tidak begitu tinggi dan juga tidak spesifik.

Alkali fosfatase, meningkat 2-3 kali batas atas normal.

Gamma glutamil transpeptidase (GGT) konsentrasinya meningkat.

Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa

meningkat pada sirosis yang lanjut.

Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai

dengan perburukan sirosis.

Globulin konsentrasinya meningkat.

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.1

Selain itu juga ada beberapa pemeriksaan, antara lain:

Pemeriksaan radiologis seperti USG Abdomen, sudah secara rutin digunakan

karena pemeriksaannya noninvasif dan mudah dilakukan. Pemeriksaan USG

meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada

sirosis lanjut, hati mengecil dan noduler, permukaan irreguler, dan ada peningkatan

ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga dapat menilai asites, splenomegali,

thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan skrining karsinoma hati pada

pasien sirosis.

CT dan MRI, namun harganya relatif mahal dan peranannya tidak terlalu jelas

dalam mendiagnosis sirosis hati.

Pada kasus tertentu, diperlukan pemeriksaan biopsi hati karena sulit membedakan

hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.1

5

Page 6: makalah

2.3 Diagnosis

Working Diagnosis : Sirosis hati

Gambar 5. Hati yang normal dan sirosis hati

Differential Diagnosis : Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, Kolelithiasis

Tabel 1. Differential Diagnosis Hepatitis B dan Hepatitis C

Indikator Hepatitis B Hepatitis C

Etiologi - Virus hepatitis B - Virus hepatitis C

Epidemiologi & penularan - Angka infeksi tertinggi pada

kelompok tertutup dimana

darah atau cairan tubuh

lainnya disuntikkan, ditelan,

misalnya pasien hemodialisis,

penyalahguna obat intravena,

homoseks (angka karier 5-

- Penularan melalui darah

yang terkontaminasi, paling

sering melalui produk darah

(20%) atau penggunaan obat

suntik (50%); pengguna obat

suntik adalah antibody HCV

6

Page 7: makalah

20%).4

- Penularan melalui darah,

kontak dengan secret tubuh,

seperti semen, air liur, air

mata, ASI.3

positif.4

Gejala Klinis Demam ringan, anoreksia, rasa

tidak nyaman pada perut bagian

atas, mual, muntah, urin gelap,

tinja warna lebih pucat, ikterus,

hepatomegali, splenomegali.4

Demam ringan, anoreksia, rasa

tidak nyaman pada perut bagian

atas, mual, muntah, urin gelap,

tinja warna lebih pucat, ikterus,

hepatomegali, splenomegali.4

Keterangan Sekitar 25% pasien akan

mengalami sirosis.

10-20% pasien dengan hepatitis

kronik mungkin akan

berkembang menjadi sirosis

dalam 5-30 tahun.4

Tabel 2. Differential Diagnosis Hepatitis A dan Kolelitiasis

Indikator Hepatitis A Kolelitiasis

Etiologi - Virus hepatitis A - Obstruksi duktus sistikus oleh

batu, tumor.

- 80% kasus komponen utama

batu empedu: kolesterol dan

sebagian kecil sisanya dari

garam calcium.

Epidemiologi & penularan - Penularan terjadi secara fecal-

oral melalui air atau makanan

terkontaminasi.4

- Angka penularan lebih tinggi

pada sanitasi yang buruk dan

lingkungan padat penduduk, di

Orang obesitas mempunyai resiko

tiga kali lipat untuk menderita

batu empedu. Insiden pada laki-

laki dan wanita pada batu pigmen

tidak terlalu banyak berbeda.

Faktor keluarga juga berperan

7

Page 8: makalah

antara kelompok prasekolah

dan pria homoseksual dan

dalam suatu institusi.4

dimana bila keluarga menderita

batu empedu kemungkinan untuk

menderita penyakit tersebut dua

kali lipat dari orang normal.5

Gejala Klinis Demam ringan, mialgia,

anoreksia, rasa tidak nyaman

pada perut bagian atas, mual,

muntah, urin gelap, tinja warna

lebih pucat, hepatomegali,

splenomegali 20%.4

nyeri di daerah hipokondrium

kanan, rasa nyeri kadang-kadang

dijalarkan sampai di daerah

subkapula disertai nausea,

vomitus dan dispepsia, flatulen

dan lain-lain. Dapat teraba

pembesaran kandung empedu dan

tanda Murphy positif. Ikterus

dijumpai pada 20 % kasus,

umumnya derajat ringan

(bilirubin < 4,0 mg/dl).6

Keterangan Umumnya sembuh sendiri dan

jarang sekali menjadi kronis

maupun sirosis hati.

2.4 Etiologi

Tabel 3. Etiologi Sirosis Hati.1

Penyakit Infeksi Penyakit Keturunan dan

Metabolik

Obat dan Toksin

Hepatitis virus (hepatitis B, Defisiensi α1-antitripsin Alkohol

8

Page 9: makalah

hepatitis C, hepatitis D,

sitomegalovirus)

Toksoplasmosis

Skistosomiosis

Galaktosemia

Penyakit simpanan glikogen

Hemokromatosis

Amiodaron

Arsenic

Obstruksi bilier

Penyakit perlemakan hati

non alkoholik

Sirosis bilier primer

Kolangitis sklerosis primer

2.5 Epidemiologi

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan

wanita sekitar 1,6:1, dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun, dengan

puncaknya sekitar umur 40-49 tahun. Lebih dari 40% pasien asimptomatis. Keseluruhan insidens

sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar berupa

akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan

perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan

berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis

alkoholik dilaporkan 0,3%. Penyebab terbanyak di Indonesia Hepatitis B (40-50%) dan Hepatitis

C (30-40%).1

2.6 Patofisiologi

Perlemakan hati Alkoholik

Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma berbentuk

makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.1

9

Page 10: makalah

Hepatitis Alkoholik

Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan destruksi

hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat cedera dan

merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat

seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan

ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masuh ada yang kemudian mengalami

regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi

perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol

(nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik. Mekanisme terjadi cedera hati alkoholik

masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya sebagai berikut: 1). Hipoksia sentrilobular,

metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi hipoksemia

relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang teroksigenasi (misal daerah

perisentral); 2). Infiltrasi/aktivasi neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh

hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit

yang melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin; 3). Formasi acetaldehyde-

protein adducts berperan sebagai neoantigen, dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta

antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa antigen ini; 4). Pembentukan radikal bebas

oleh jalur alternative dari metabolisme etanol, disebut sistem yang mengoksidasi enzim

mikrosomal.1

Sirosis hati pasca nekrosis

Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel

hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten

dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar

jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis

sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam

keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks

ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses

keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus-menerus (misalnya

10

Page 11: makalah

hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk

kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam stelata, dan jaringan

hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.1

2.7 Gejala Klinis

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi:

Perasaan mudah lelah dan lemas

Perasaan perut kembung,

Selera makan berkurang

Mual

Berat badan menurun

Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya

dorongan seksualitas.1

Gejala sirosis lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul

komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi:

Hilangnya rambut badan

Gangguan tidur

Demam tidak begitu tinggi akibat nekrosis hepar

Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat

Perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma

Gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis.1

Temuan klinis lainnya:

Spider nervi, suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering

ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas.

Palmar eritema, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.

11

Page 12: makalah

Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa karena hipertensi porta.

Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

meningkatnya konsentrasi dimetil sulfida akibat pintasan porto sistemik yang berat.

Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.1

2.8 Pengobatan

*Sirosis Kompensata

Penatalaksanan pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi

kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi.

Diet 2000kkal/hari, protein 1 g/kgBB.

Hindari bahan-bahan yang menambah kerusakan hati, misalnya alkohol dan bahan-bahan

lain yang toksik dan dapat menciderai hati.

Hepatitis autoimun: steroid atau imunosupresif

Hemakromatosis: flebotomi

Penyakit hati nonalkoholik: menurunkan berat badan

Hepatitis B: interferon alfa dan lamivudin sebagai terapi utama

Hepatitis C: kombinasi interferon dengan ribavirin.

*Sirosis Dekompensata

Sirosis dekompensata sesuai dengan komplikasi sirosis.

Asites: tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram.

Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretic. Respons diuretic dimonitor

dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan

adanya edema kaki. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.

Enselopati hepatic: laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia.

12

Page 13: makalah

Varieses esophagus: sebelum berdarah dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat beta

(propranolol).

Sindrom hepatorenal: mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur

keseimbangan garam dan air.1

2.9 Pencegahan

1.   Hindari penularan virus hepatitis

Hindari penularan virus hepatitis sebagai salah satu penyebab sirosis hati. Caranya tidak

mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi virus. Juga tidak melakukan hubungan

seks dengan penderita hepatitis.

2.   Gunakan jarum suntik sekali pakai.

Jangan memakai jarum suntik bekas orang lain. Bila jarum bekas pakai penderita hepatitis kemudian

digunakan kembali untuk menyuntik orang lain, maka orang itu bisa tertular virus.

3.   Pemeriksaan darah donor

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Pemeriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk

memastikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima

donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.

4.   Tidak mengkonsumsi alkohol

Hindari mengkonsumsi alkohol, karena terbukti merusak fungsi organ tubuh, termasuk hati. Bila

sudah terlanjur sering mengkonsumsi minuman beralkohol, hentikan kebiasaan itu.7

5.   Melakukan vaksin hepatitis

Lakukan vaksin hepatitis. Vaksin dapat mencegah penularan virus hepatitis sehingga dapat juga

terhindar dari sirosis hati.7

2.10 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Beberapa komplikasi yang terjadi

antara lain :

13

Page 14: makalah

Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti

infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien asimptomatik, namun dapat timbul demam

dan nyeri abdomen.1

Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum,

kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan

perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.1

Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh peningkatan resistensi terhadap aliran porta di

tingkat sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis perivenula dan ekspansi nodul

parenkim. Anastomosis antara sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga menyebabkan

hipertensi porta karena mengakibatkan sistem vena porta yang bertekanan rendah mendapat

tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah asites, pembentukan pirau vena

portosistemik, splenomegali kongestif dan ensefalopati hepatica.3

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. 20-40% pasien sirosis

dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka mortalitasnya sangat

tinggi, sekitar 2/3 akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan

untuk menanggulangi varises dengan beberapa cara.1

Enselofati hepatica merupakan penyulit gagal hati akut dan kronis (sirosis) yang paling

ditakuti. Pasien memperlihatkan beragam gangguan kesadaran, berkisar dari kelainan perilaku

yang samar hingga kebingungan yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan

kematian. Tanda neurologis fluktuatif yang terkait adalah rigiditas, hiperrefleksia, perubahan

elektroensefalografik nonspesifik, dan yang jarang kejang. Yang cukup khas adalah asteriksis,

yaitu suatu pola gerakan cepat ekstensi-fleksi nonritmik kepala dan ekstremitas, yang paling

jelas terlihat jika lengan diekstensikan dan pergelangan tangan didorsofleksikan. Enselofati

hepatica dianggap sebagai suatu gangguan metabolic SSP dan sistem neuromuscular. Pada

sebagian nesar kasus, hanya terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti edema dan

reaksi astrositik. Dua factor fisiologis yang menyebabkan gangguan ini: (1) sangat

berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau darah mengelilingi hati yang sangat kronis. 3

2.11 Prognosis

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

14

Page 15: makalah

Klasifikasi Child-Pugh (tabel 4), juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan

menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan

ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi

Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu

tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%. 1

   

Tabel 4. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi

Hati

Derajat Kerusakan  Minimal Sedang Berat

Bil. Serum mg/dl) <35 35-50 >50

Alb. Serum (gr/dl) >35 30-35 <30

Asites Tidak ada Mudah dikontrol Sukar

Ensefalopati Tidak ada Minimal Berat/koma

Nutrisi Sempurna baik Kurang/kurus

3. Penutup

3.1 Kesimpulan

Sirosis hati adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut

(fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Untuk menegakkan diagnosa dilakukan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang. Adapun sirosis hati ini mempunyai differential

diagnosis, yakni hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, dan kolelitiasis. Etiologi dapat berasal dari

alcohol, virus hepatitis yang kronis (terutama HBV dan HCV). Penderita sirosis hati lebih banyak

dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6:1. Temuan klinis antara lain

spider nervi, palmar eritema, splenomegali, fetor hepatikum, asites. Ada 2 macam sirosis hati,

yakni sirosis hati kompensata dan sirosis hati dekompensata, serta cara penanganan juga berbeda.

3.2 Saran

Penyakit sirosis hati merupakan penyakit yang dapat dicegah, untuk itu perlu adanya kerja sama

antara petugas medis dan masyarakat untuk mengurangi resiko terjadinya penyakit ini. Beberapa

15

Page 16: makalah

tindakan nyata yang perlu dilakukan antara lain mengadakan penyuluhan terhadap masyarakat

mengenai bahaya alcohol yang pada akhirnya dapat menimbulkan sirosis hati, mengurangi infeksi

hepatitis virus dengan rutin divaksinasi.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Idrus A., Marcellus S.K., Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit

dalam, jilid I, edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2010, hal 668-72.

2. Bickley L.S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates, edisi 8. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009, hal 352-3.

3. Kumar V., Cotran R.S., Robbins S.L. Buku ajar patologi robbins, ed.7, vol.2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC ; 2007, hal 670-7.

4. Mandal, Wilkins, Dunbar, Mayon-White. Lecture Notes: Penyakit infeksi, ed. 6. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2008, hal 171-7.

5. Mansjoer A. Etal. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I, Ed.3. Jakarta: Penerbit Media

Aesculapius, FKUI; 1999, hal 510-512.

6. Sabiston, David C. Buku ajar ilmu bedah, bagian 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC;

2010.

7. Penyebab, gejala dan penanganan sirosis hati. Diunduh dari

http://majalahkesehatan.com/penyebab-gejala-dan-penanganan-sirosis-hati/, 17 Juni 2011.

16