36
Meningitis Bakterialis Selvi Leasa 102009035 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11510 [email protected] 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut di dalam ruang subarachnoid. Meningitis bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak, atau disebut juga meningoensefalitis. Prevalensi meningitis bakterialis sebesar >2,5 kasus per 100.000 populasi di Amerika Serikat; S. pneumonia merupakan penyebab utama (50%), diikuti oleh N. meningitidis (25%), Streptococcus grup B (15%), dan Listeria monocytogenes (10%). 1 1.2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain: 1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 22 Neurology and Behaviour Science 2 sesuai skenario yang telah ditentukan. 1

makalah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah

Meningitis Bakterialis

Selvi Leasa

102009035

Fakultas Kedokteran

Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)

Jalan Arjuna Utara No. 6 – Jakarta Barat 11510

[email protected]

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Meningitis bakterialis adalah infeksi purulen akut di dalam ruang subarachnoid. Meningitis

bakterialis sering disertai dengan peradangan parenkim otak, atau disebut juga

meningoensefalitis. Prevalensi meningitis bakterialis sebesar >2,5 kasus per 100.000 populasi

di Amerika Serikat; S. pneumonia merupakan penyebab utama (50%), diikuti oleh N.

meningitidis (25%), Streptococcus grup B (15%), dan Listeria monocytogenes (10%).1

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah antara lain:

1. Memenuhi tugas makalah mandiri blok 22 Neurology and Behaviour Science 2 sesuai

skenario yang telah ditentukan.

2. Membahas anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, epidemiologi, patofisiologi,

gejala klinis, pengobatan, pencegahan, komplikasi, prognosis.

1.3 Skenario

Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa ke RS karena kejang pada beberapa menit

sebelumnya. Sejak 4 hari yang lalu, anak tersebut menderita batuk dan pilek, dan ia hanya

1

Page 2: makalah

diberi obat batuk-pilek yang dapat dibeli di warung, dua hari kemudian timbul demam tinggi,

ibunya memberikan obat penurun panas, tetapi demam tidak turun-turun. Sehari sebelum

anak dibawa ke rumah sakit, anak tersebut mengalami kejang-kejang pada kedua kaki dan

tangan selama 5 menit, sebanyak 2 x dengan interval 1 jam. Ibunya memperhatikan, anaknya

sering terlihat mengantuk dan tidur terus.

1.4 Hipotesis

Anak perempuan berusia 5 tahun kejang beberapa menit yang kaku, 4 hari batuk pilek, 2 hari

demam, sehari sebelum masuk RS kejang 5 menit sebanyak 2 kali dengan interval 1 ajm,

terlihat mengantuk dan tidur terus menderita Meningitis bakterialis.

1.5 Sasaran Belajar

Mengetahui anamnesis.

Mengetahui pemeriksaan fisik dan penunjang.

Mengetahui working diagnosis Meningitis bakterialis

Mengetahui differential diagnosis

Mengetahui manifestasi klinik.

Mengetahui etiopatogenesis.

Mengetahui epidemiologi.

Mengetahui penatalaksanaan.

Mengetahui pencegahan

Mengetahui komplikasi.

Mengetahui prognosis.

2. Isi

2.1 Anamnesis

Terdapat 2 jenis anamnesis, yakni autoanamnesis dan alloanamnesis.

Pada kasus ini dilakukan alloanamnesis.

a. Riwayat pribadi pasien

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, suku.

2

Page 3: makalah

b. Riwayat penyakit sekarang

- Keluhan utama

- Keluhan sudah berapa lama dialami ?

- Berapa lama kejang berlangsung?

- Berapa kali kejang berlangsung dalam 1 jam ?

- Apakah ada keluhan lain, seperti batuk-pilek, demam?

- Bagaimana tindakan yang dilakukan terhadap keluhan-keluhan lain tersebut?

Sudah diberikan obat? Bagaimana efeknya?

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah dalam keluarga pernah ada yang menderita penyakit meningitis

bakterialis?

2.2 Pemeriksaan

2.2.1 Pemeriksaan Fisik

- Pada pemeriksaan fisik didapatkan:

●  Tanda disfungsi serebral seperti confusion, irritable, deliriun sampai koma,

biasanya disertai febris dan fotofobia.

●  Tanda-tanda rangsang meningen didapatkan pada kurang lebih 50% penderita

meningitis bakterialis. Jika rangsang meningen tidak ada, kemungkinan meningitis

belum dapat disingkirkan. Perasat Brudzinski, Kernig ataupun kaku kuduk

merupakan petunjuk yang sangat membantu dalam menegakan diagnosis

meningitis. Tetapi perasat ini negatif pada anak yang sangat muda, debilitas, bayi

malnutrisi.

Suhu tubuh > 380C

Peningkatan tekanan intracranial: penurunan kesadaran, edema papil, reflex cahaya

pupil menurun, kelumpuhan N.VI, postur desebrasi dan reflex Cushing (bradikardi,

hipertensi, dan respirasi ireguler).

3

Page 4: makalah

Defisit neurologi fokal: hemiparesis, kejang fokal maupun umum, disfasia atau

afasia, paresis saraf cranial terutama N.III, N.IV, N.VI, N.VII, N.VIII.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan biokimia dan sitologi cairan serebrospinalis (CSS)

Punksi Lumbal2

Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukan pada

segala umur, dan relatif aman

Indikasi

1. Kejang atau twitching

2. Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI

3. Koma

4. Ubun-ubun besar membonjol

5. Kaku kuduk dengan kesadaran menurun

6. TBC milier

7. Leukemia

8. Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis

9. Sepsis

Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dan pada

pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis

kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal dikeluarkan

perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-

ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial

hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi

Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat pungsi,

tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak

4

Page 5: makalah

(space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan

intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus

dilakukan dengan hati-hati.

Komplikasi

Sakit kepala, infeksi, iritasi zat kimia terhadap selaput otak, bila penggunaan jarum pungsi tidak

kering, jarum patah, herniasi dan tertusuknya saraf oleh jarum pungsi karena penusukan tidak

tepat yaitu kearah lateral dan menembus saraf di ruang ekstradural.

Alat dan Bahan

1. Sarung tangan steril

2. Duk berlubang

3. Kassa steril, kapas, dan plester

4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet

5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%

6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal

Prosedur

1. Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi ditarik ke

arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi), dan sumbu

kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur.

2. Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 yaitu dengan menemukan garis

potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan garis antara kedua spina iskhiadika

anterior superior (SIAS) kiri dan kanan. Pungsi dapat pula dilakukan antara L4 dan L5 atau

antara L2 dan L3 namun tidak boleh pada bayi.

5

Page 6: makalah

Gambar 1. Lumbal Pungsi

3. Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan larutan

povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di mana daerah

pungsi lumbal dibiarkan terbuka.

4. Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah memakai sarung

tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi tersebut selama 1 menit.

5. Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum perlahan-

lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum terbuka ke atas

sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid berbeda pada tiap

anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada bayi dan meningkat

menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm. (gambar di bawah ini.)

6. Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan yang

lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk

pemeriksaan.

7. Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester

Yang dinilai pada pemeriksaan biokimia dan sitologi CSS, yakni:

- Keruh atau purulen

- Protein ↑

6

Page 7: makalah

- Leukosit ↑ (1000-5000 sel/mm3)

- Predominasi neutrofil (80-95%)

- Glukosa ↓ (<40 mg/dL)

- Rasio glukosa CSS: serum ≤0,4 (sensitivitas 80%, spresifitas 98% untuk diagnosis

penyakit ini pada pasien usia >2bulan).

Pewarnaan gram cairan serebrospinalis

- Cepat, murah, hasilnya bergantung pada bakteri penyebab.

- Sensitifitas 60-90%, spesifitas ≥ 97%

Kultur cairan serebrospinalis

- Identifikasi kuman

- Perlu waktu lama (48 jam)

PCR

- Sensitivitas 100%, spresifitas 98,2%

- Deteksi asam nukleat bakteri pada CSS, tidak dipengaruhi terapi antimikroba

yang telah diberikan.

Kultur darah

- Dilakukan segera untuk mengidentifikasi organisme penyebab.1

Pencitraan

CT scan kepala

CT scan penting untuk menunjukkan ada tidaknya hal-hal yang berhubungan dengan

trauma, peningkatan tekanan intracranial, masalah neurologi, abses otak, tumor.3

Pada permulaan penyakit, CT scan normal.1

Adanya eksudat purulen di basal, ventrikel mengecil disertai edema otak, atau ventrikel

yang membesar akibat obstruksi cairan serebrospinalis.

Bila penyakit berlanjut, dapat terlihat adanya daerah infark akibat vaskulitis

Indikasi CT scan sebelum LP: deficit neurologis fokal, kejang pertama kali, edema papil,

penurunan kesadaran dan penekanan status imun.1

7

Page 8: makalah

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Jenis ini menampilkan gambaran 3 dimensi daripada tubuh seseorang. MRI dipakai untuk

mendeteksi otak, otot, sendi, tulang, dan pembuluh darah. Perlu diperhatikan bahwa selama

dilakukan pemeriksaan dengan MRI, tidak dianjurkan memakai benda-benda logam, karena

dapat menimbulkan cedera serius.4 Pemeriksaan MRI lebih baik dibandingkan dengan CT scan

otak dalam menunjukkan daerah edema dan iskemi di otak. Penambahan kontras gadolinium

menunjukkan “diffuse meningeal enchancement”.1

2.3 Diagnosis

Working diagnosis : Meningitis Bakterialis

Differential Diagnosis:

Meningitis Tuberkulosis 5,6

Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditas tuberkulosis

anak masih tinggi. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak terutama bayi dan anak kecil

dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian jarang dibawah usia 3 bulan dan

mulai meningkat dalam usia 5 tahun pertama, tertinggi pada usia 6 bulan sampai 2 tahun. Angka

kematian berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien

yang normal secara neurologis dan intelektual. Anak dengan meningitis tuberkulosis yang tidak

diobati, akan meninggal dalam waktu 3-5 minggu. Angka kejadian meningkat dengan

meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.5,6

Secara klinis kadang-kadang belum terdapat gejala meningitis nyata walaupun selaput otak

sudah terkena. Hal demikian terdapat apda tuberlukosis miliaris sehingga pada penyebaran miliar

sebaiknya dilakukan pungsi lumbal walaupun gejala meningitis belum tampak.

1. Stadium prodromal

8

Page 9: makalah

Gejala biasanya didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otal. Meningitis

biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau hanya terdapat kenaikan suhu ringan, jarang

terjadi akut dengan panas tinggi. Sering di jumpai anak mudah terangsang (iritabel) atau anak

menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala. Malaise,

snoreksia, obstipasi, mual dan muntah juga sering ditemukan. Belum tampak manifestasi

kelainan neurologis.

2. Stadium transisi

Stadium prodromal disusul dengan stadium transisi dengan adanya kejang. Gejala diatas menjadi

lebih berat dan muncul gejala meningeal, kaku kuduk dimana seluruh tubuh mulai menjadi kaku

dan opistotonus. Refleks tendon menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga

terdapat kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan nistagmus. Sering

tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga

timbul stupor. Kejang, defisit neurologis fokal, paresis nervus kranial dan gerakan involunter

(tremor, koreoatetosis, hemibalismus).

3. Stadium terminal

Stadium terminal berupa kelumpuhan kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar

dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, kadang-kadang

menjadi pernafasan Cheyne-Stokes (cepat dan dalam). Hiperpireksia timbul dan anak meninggal

tanpa kesadarannya pulih kembali

Tiga stadium diatas biasanya tidak mempunyai batas yang jelas antara satu dengan yang

lainnya, namun jika tidak diobati umumnya berlangsung 3 minggu sebelum anak meninggal.

Meningitis Viral 5,7

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah lebih dari

10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus. Kekurangan dalam

pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus

untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and

9

Page 10: makalah

Prevention (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 – 50.000 tiap

tahunnya.8

Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus mumps

(gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Gejala meningitis

dapat timbul hanya pada 1 dari 3000 kasus. Mumps menyebabkan 10-20% meningitis dan

meningoencephalitis di bagian negara dimana akses vaksin sulit. Insidens 20 kali lebih besar

pada tahun pertama kehidupan. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering

disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus mumps,

polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia

sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 – 1,5 kali lebih sering lebih sering menyebabkan

meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering

menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral

dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. Diluar periode

neonatal mortalitas kurang dari 1%, begitu juga dnegan morbiditasnya.8

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri tropis

dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim seperti pada

negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim

rontok.7

Biasanya gejala dari meningitis viral tidak seberat meningitis dan dapat sembuh alami tanpa

pengobatan yang spesifik.

Umumnya permulaan penyakit berlangsung mendadak, walaupun kadang-kadang

didahului dengan panas selama beberapa hari. Gejala yang ditemukan pada anak besar ialah

panas dan nyeri kepala mendadak yang disertai dengan kaku kuduk. Gejala lain yang dapat

timbul ialah nyeri tenggorok, nausea, muntah, penurunan kesadaran, nyeri pada kuduk dan

punggung, fotophobia, parestesia, myalgia. Gejala pada bayi tidak khas. Bayi mudah terangsang

dan menjadi gelisah. Mual dan muntah sering dijumpai tetapi gejala kejang jarang didapati. Bila

penyebabnya Echovirus atau Coxsackie, maka dapat disertai ruam dengan panas yang akan

menghilang setelah 4-5 hari. Pada pemeriksaan ditemukan kaku kuduk, tanda Kernig dan

Brudzinski kadang-kadang positif.

10

Page 11: makalah

Variasi lain dari infeksi viral dapat membantu diagnosis, seperti :

Gastroenteritis, rash, faringitis dan pleurodynia pada infeksi enterovirus

Manifestasi kulit, seperti erupsi zoster dari VZV, makulopapular rash dari campak dan

enterovirus, erupsi vesikular dari herpes simpleks dan herpangina dari infeksi coxsackie

virus A

Faringitis, limfadenopati dan splenomegali mengarah ke infeksi EBV

Immunodefisiensi dan pneumonia, mengarah ke infeksi adenovirus, CMV atau HIV

Parotitis dan orchitis ke arah virus Mumps

Meningitis Jamur

Meningitis jamur jarang ditemukan, namun dapat mengancam kehidupan. Walaupun semua

orang dapat terkena meningitis jamur, namun resiko tinggi terdapat pada orang yang menderita

AIDS, leukemia, atau bentuk penyakit imunodefisiensi ( sistem imun tidak mempunyai respon

yang adekuat terhadap infeksi) lainnya dan orang dengan imunosupresi (malfungsi dari sistem

imun sebagai akibat obat-obatan).7

Penyebab tersering dari meningitis jamur pada orang dengan defisiensi imun seperti HIV

adalah Cryptococcus. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyebab tersering meningitis di

Afrika. Jamur lain yang dapat menyebabkan thrush, Candida, dapat menyebabkan meningitis

pada beberapa kasus, terutama pada bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah. (very low

birth weight).7

Gejala klinis dari meningitis jamur sama seperti meningitis jenis lainnya; namun, gejalanya

sering timbul bertahap. Sebagai tambahan dari gejala klasik meningitis seperti sakit kepala,

demam, mual dan kekakuan leher, orang dengan meningitis jamur juga mengalami fotofobia,

perubahan status mental, halusinasi dan perubahan personaliti.5

11

Page 12: makalah

Tabel Perbandingan Hasil Pemeriksaan Biokimiawi

2.4 Manifestasi Klinis

Anak dengan berusia > 2 tahun, gejala umum yakni demam tinggi, sakit kepala, kekakuan pada

leher. Gejala-gejala tersebut dapat berkembang lebih dari beberapa jam, atau dapat mencapai 1

hingga 2 hari. Gejala lainnya termasuk rasa tidak enak pada daerah epigastrium (nausea),

muntah, sentif terhadap cahaya, kebingungan dan kelihatan mengantuk terus.

Pada neonates dan bayi, gejala tipikal seperti demam, sakit kepala, dan kekakuan leher terkadang

sulit untuk dideteksi. Beberapa penanda lainnya termasuk iritabilitas, muntah, kurang aktif

bergerak, dan malnutrisi.

Pada semua usia dapat berjalan progresif sampai menimbulkan kejang.9

12

Page 13: makalah

2.5 Etiopatogenesis

Etiologi

Tabel bakteri penyebab Meningitis Bakterial Tersering Menurut Usia 1

Bakteri Patogen < 3 bulan 3 bulan-<18 thn 18-50 tahun >50 tahun

Streptococcus grup B +

E.coli +

Listeria monocytogenes + +

N. meningitidis + +

S. pneumonia + + +

H. influenza +

* Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak

Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria

meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B(HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi

sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin.

› Streptococcus pneumoniae 

Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab

utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering

dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar

tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan lansia. Kurang lebih

50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita

meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S.

pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia,

hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk

kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan

kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin.

Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan

sekuelae SSP lainnya.

13

Page 14: makalah

Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24

jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi

terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim

yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri

sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap

penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol,

dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan

karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten.10

› Neisseria meningitidis 

Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan

intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan kapsul polisakarida.

Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis

pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar

manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering

pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu

1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus,

riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok

aktif dan pasif.

Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi kedua adalah

saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal

meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah

hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi,

shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya

bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi.10

› Haemophilus influenzae tipe B (HIB)

HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari kokobasiler

sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang

belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anak-anak usia 1 bulan-3

tahun. Menjelang usia 3 tahun, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah

14

Page 15: makalah

memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi

efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius

dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari.

Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal

penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin

karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae

jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuelae.10

› Listeria monocytogenes 

Bakteri ini menyebabkan meningitis pada neonatus dan anak-anak immunocompromised.

Patogen ini sering dihubungkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi (susu dan keju).

Kebanyakan kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib, IVb. Gejala pada penderita dengan Listerial

meningitis cenderung tersamar dan diagnosis sering terlambat ditegakkan.

Patogenesis

Meningitis Bakterial 2

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Aliran darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis,

endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman

yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak.

2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari

sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus.

3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan

mielokel.

4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-

kuman yang normal ada pada jalan lahir

Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

15

Page 16: makalah

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas

merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya

meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut :

1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi)

2. Bakteri menembus rintangan mukosa

3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas

bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia.

4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal

6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

2.6 Epidemiologi

Berdasarkan grafik dari Centers for Diseases Control and Prevention 2003, kasus meningitis

terbanyak pada usia 15-24 tahun (20,4%). Pada anak usia 1-4 tahun sebanyak 13,8%, usia kurang

dari 1 tahun sebanyak 11,9% .

Di Amerika Serikat, sebelum penggunaan Vaksin HIB secara luas, insidensi sekitar 20.000-

30.000 kasus/tahun. Sedangkan Neisseria meningitidismeningitis kurang lebih 4 kasus/100.000

anak usia 1-23 bulan. Rata-rata kasus Streptococcus pneumoniae meningitis adalah 6,5/100.000

anak usia 1-23 bulan. Insidensi meningitis pada neonatus adalah 0,25-1 kasus/1000 kelahiran

hidup. Pada kelahiran aterm, insidensinya adalah 0,15 kasus/1000 kelahiran aterm sedangkan

pada kelahiran preterm adalah 2,5 kasus/1000 kelahiran preterm. Kurang lebih 30% kasus sepsis

neonatorum berhubungan dengan meningitis bakterial.

Sebelum ditemukannya antimikroba, mortalitas akibat meningitis bakterial cukup tinggi.

Dengan adanya terapi antimikroba, mortalitas menurun tapi masih tetap dikhawatirkan tinggi.

19-26% mortalitas diakibatkan karena meningitis oleh Sterptococcus pneumoniae, 3-6% oleh

Haemophilus influenzae, 3-13% oleh Neisseria meningitidis. Rata-rata mortalitas paling tinggi

pada tahun pertama kehidupan, menurun pada usia muda, dan kembali meninggi pada usia tua.

16

Page 17: makalah

Insidensi rata-rata lebih tinggi pada populasi Afro-Amerika dan Indian dibandingkan

pada populasi Kaukasia dan Hispanik.

Faktor Host2

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan

wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding

1,7 : 1

2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita meningitis

dibanding bayi cukup bulan

3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan, adanya

infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis

4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi

beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum, rendahnya

konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA

dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah

terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat

kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif.

5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau

dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B dan T,

asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis

6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin

menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah terjadinya

infeksi.

7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya infeksi

8. Malnutrisi

17

Page 18: makalah

Faktor Mikroorganisme

Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme

penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab utama

adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti

Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp.

Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus

influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak

lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria

meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman batang

gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi

rendah memegang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat

penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang

seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis.

2.7 Penatalaksanaan11

1. Farmakologis:

a.       Obat anti infeksi:

        Meningitis bakterial, umur <2 bulan :

o       Cephalosporin Generasi ke 3, atau

o       Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam

4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol  50 mg/KgBB/hari IV dibagi

dalam 4 dosis

        Meningitis bakterial, umur >2 bulan:

18

Page 19: makalah

o       Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam

4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol  50 mg/KgBB/hari IV dibagi

dalam 4 dosis, atau

o       Sefalosporin Generasi ke 3

o       Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis

rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan

30 menit sebelum pemberian antibiotika

 

 b.      Pengobatan simptomatis

        Menghentikan kejang:

o       Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis

REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan:

o       Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau

o       Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

        Menurunkan panas:

o       Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5-10

mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari

o       Kompres air hangat/biasa

c.       Pengobatan suportif

o Cairan intravena

o Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

2. Perawatan:

        Pada waktu kejang:

o       Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka

o       Hisap lendir

o       Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi

o       Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)

        Bila penderita tidak sadar lama:

o       Beri makanan melalui sonde

19

Page 20: makalah

o       Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita

sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam

o       Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika

        Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter

        Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement

        Pemantauan ketat:

o       Tekanan darah

o       Pernafasan

o       Nadi

o       Produksi air kemih

o       Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC

        Fisioterapi dan rehabilitasi.

 

2.8 Pencegahan12

Melakukan imunisasi yang direkomendasikan tepat waktu dan sesuai jadwal merupakan

pencegahan terbaik. Menjalani kebiasaan hidup sehat, seperti istirahat yang cukup, tidak kontak

langsung dengan penderita lain juga dapat membantu. Bila hamil, resiko meningitis oleh bakteri

Listeria (listeriosis) dapat dikurangi dengan memasak daging dengan benar, hindari keju yang

terbuat dari susu tanpa pasteurisasi.

Berikut beberapa vaksin untuk tiga bakteri penyebab meningitis: Neisseria meningitidis,

Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae type b (Hib):

Vaksin Meningococcus

Terdapat dua macam vaksin untuk Neisseria meningitidis yang tersedia di America Serikat.

Vaksin Meningococcus polisakarida (Menomune®). Vaksin Meningococcus conjugate,

Menactra® and Menveo®. Vaksin Meningococcus tidak dapat mencegah semua tipe penyakit,

namun dapat memberikan proteksi orang-orang yang dapat sakit jika tidak diberi vaksin. Vaksin

meningococcus conjugate di rekomendasikan rutin untuk orang berusia 11 – 18 tahun dan anak

serta dewasa yang mempunyai resiko tinggi.

20

Page 21: makalah

Vaksin Pneumococcal

Terdapat dua tipe dari vaksin pneumococcus yang tersedia : Vaksin polisakarida dan konjugasi.

Vaksin pneumococcus konjugasi, PCV7 (Prevnar®), yang diproduksi akhir tahun 2000,

merupakan vaksin pertama yang digunakan untuk anak-anak usia kurang dari 2 tahun. PCV13

(Prevnar 13®), diproduksi awal tahun 2010, menggantikan PCV7. Vaksin pneumococcus

sebagai pencegahan penyakit pada anak-anak usia 2 tahun atau lebih dan dewasa sudah

digunakan sejak tahun 1977. Pneumovax®, 23-valent polysaccharide vaccine (PPSV) di

rekomendasikan untuk dewasa usia 65 tahun atau lebih, untuk usia 2 tahun atau lebih yang

mempunyai resiko tinggi penyakit Pneumococcus (termasuk penyakit sel sabit, infeksi HIV, atau

kondisi imunokompromais, dan untuk usia 19-64 tahun yang merokok dan mempunyai asma.

Vaksin Hib

Vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib) mempunyai efektivitas yang tinggi melawan

meningitis bakterial oleh bakteri Haemophilus influenzae tipe b. Vaksin Hib dapat mencegah

can prevent pneumonia, epiglottitis, dan infeksi serius lainnya yang disebabkan oleh bakteri Hib.

Vaksin ini di rekomendasikan untuk semua anak usia kurang dari 5 tahun di Amerika Serikat,

dan biasa diberikan pada bayi mulai usia 2 bulan. Vaksin Hib dapat dikombinasikan dengan

vaksin lainnya.

2.9 Komplikasi2

Ventrikulitis, efusi subdural, gangguan cairan dan elektrolit, meningitis berulang, abses otak,

paresis/paralisis, tuli, hidrosefalus, retardasi mental.

Ventrikulitis

Infeksi pada system ventrikel primer atau sekunder penyebaran mikroorganisem dari ruang

subaraknoid karena pasang surut CSS atau migrasi kuman yang bergerak. Komplikasi sering

terjadi pada neonates, pernah dilaporkan sampai 92% pada bayi dengan meningitis purulenta.

Apabila ventrikulitis disertai obstruksi aquaductus Sylvii, maka infeksinya menjadi stempat

21

Page 22: makalah

(terlokalisasi) seperti abses, dengan peningkatan tekanan intracranial yang cepat dan dapat

menyebabkan herniasi. Pada ventrikulitis perlu pengobatan dengan antibiotic parenteral secara

massif, irigasi dan drainase secara periodic.

Efusi Subdural

Kemungkinan adanya efusi subdural perlu dipikirkan apabila demam tetap ada setelah 72 jam

pemberian antibiotic dan pengobatan suportif yang adekuat, ubun-ubun besar tetepa membonjol,

gambaran klinis meningitis tidak membaik, kejang fokal atau umum, timbul kelainan neurologis

fokal atau muntah-muntah. Diagnosis ditegakkan dengan transiluminasi kepala atau pencitraan.

Transiluminasi kepala dinyatakan positif bila daerah translusen asimetri, pada bayi berumur

kurang dari 6 bulan daerah trasnlusen melebihi 3cm, dan pada bayi berumur 6 bulan atau lebih

daerah trasnslusen melebihi 2 cm. selanjutnya efusi subdural mempunyai 4 kemungkinan: a.

kering sendiri, bila jumlahnya sedikit; b.menetap atau bertambah banyak; c. membentuk

membrane yang berasal dari fibrin; d. menjadi empiema.

Pengobatan efusi subdural masih controversial, tetapi biasanya dilakukan tap subdural

apabila terdapat penenkanan jaringan otak, demam menetap, kesadaran menurun tidak membaik,

peningkatan tekanan intracranial menetap, dan empiema. Dilakukan tap subdural tiap 2 hari

(selang sehari) sampai kering. Kalau dalam 2 minggu tidak kering dikonsulkan ke Bagian Bedah

Saraf untuk dikeringkan. Kalau lebih dari 2 minggu tidak kering akan terbentuk membrane yang

berasal dari fibrin dan dapat menghalangi pertumbuhan otak.

Tuli

Kira-kira 5-30% pasien meningitis bacterial mengalami komplikasi tuli terutama apabila

disebabkan oleh S.penumoniae. Tuli konduktif disebabkan oleh karena infeksi telinga tengah

yang menyertai meningitis. Yang terbanyak tuli sensorineural. Tuli sensorineural lebih sering

disebabkan oleh karena sepsis koklear daripada kelainan N.VIII. Gangguan pendengaran dapat

dideteksi dalam waktu 48 jam sakit dengan BAEP. Biasanya penyembuhan terjadi pada akhir

minggu ke-2, tetapi yang berat menetap.

22

Page 23: makalah

Pemberian deksametason dapat mengurangi komplikasi gangguan pendengaran apabila

diberikan sebelum pemberian antibiotic dengan dosis 0,6mg/kgBB/hari intravena diabgi 4 dosis

selama 4 hari. Komplikasi lain berupa hidrosefalus, kejang, hemiparesis, tetraparesis, dan

retardasi mental. Pada hidrosefalus dikonsulkan ke Bagian Bedah Saraf untung pemasangan

pirau ventrikulo-peritoneal.

2.10 Prognosis2

Prognosis Dubia.

Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain:

1. Umur pasien

2. Jenis mikroorganisme

3. Berat ringannya infeksi

4. Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan

5. Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang menderita

meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai prognosis yang

kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan

kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap

antibiotik bersifat fatal.

3. Penutup

Meningitis bakterialis adalah meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya

adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B(HIB).

Meningitis bakterialis dapat dibandingkan dengan meningitis tuberkulosa, meningitis viral,

meningitis jamur. Adapun pengobatannya memerlukan antibiotic yang adekuat, terapi suportif,

maupun terapi simptomatik.

23

Page 24: makalah

Daftar Pustaka

1. Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf  Oleh dr. George Dewanto,

SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS. Jakarta:

EGC.2009.

2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview, 10 Januari 2012.

3. Meningitis in Children. Diunduh dari

http://www.emedicinehealth.com/meningitis_in_children/ _em.htm, 9 Januari 2012

4. Meningitis in children. Diunduh dari http://www.drugs.com/cg/bacterial-meningitis-in-

children.html, 9 Januari 2012

5. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian

Kesehatan Anak FKUI; 2007. h.558-65, 628-9.

6. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1.

Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96

7. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,

2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html, 10 Januari 2012.

8. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview, 10 Januari 2012.

9. Bacterial meningitis, Diunduh dari http://www.dhpe.org/infect/Bacmeningitis.html, 9

Januari 2012.

10. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human Development

Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow

Hospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm, 10 Januari 2012

11. Darto Saharso. Meningitis Diunduh dari http://www.pediatrik.com, 10 Januari 2012.

12. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,

2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html , 10 Januari

2012.

24