Makalah Agama

Embed Size (px)

DESCRIPTION

adadad

Citation preview

SYARIAT ISLAM DAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA Oleh Drs. Taufiqurrahman, M.Pd.I Syari'at Islam Pengertian Syariat Islam Syariat Islam berasal dari dua kata yaitu Syariat dan Islam, keduanya berasal dari bahasa Arab. Syari'at berarti : jalan yang lurus, tempat yang didatangi oleh manusia/binatang untuk meminum airnya"(Hasbi 1975 :31-32. Disyari'atkan berarti ditetapkan, demikian yang dapat dipahamkan dari firman Allah: "Ditetapkan kepada kamu apa-apa yang Kami telah wasiatkan kepada Nuh, sebagaimana juga telah Kami wahyukan kepadamu. Islam berarti: "selamat, sejahtera dan berserah diri"(Isa Sarul 71: 28). Karenanya setiap Muslim dituntut oleh Syari' (Allah) untuk mengikutinya dengan penuh kepasrahan (tawakkal), yang tumbuh dari hati sanubarinya sebagai perwujudan rasa berserah diri kepada-Nya. Rasa berserah diri ini akan tampak jelas dalam pengakuan seorang muslim dalam shalatnya : . Artinya: "Sesungguhnya shalatku, dan amal perbuatanku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya, demikianlah aku diperintahkan dan aku termasuk golongan orang yang berserah diri Dalam literatur Islam ada dua term yang sering digunakan dalam berbicara masalah Hukum Islam yaitu syariat dan fiqh. Dalam pemakaian sehari-hari orang sering menyamakan arti antara syariat dan fiqh, padahal pengertian keduanya jauh berbeda, dan sikap mempersamakannya mempunyai efek yang sangat merugikan umat Islam karena akan menumbuhkan sikap taqlid yang mematikan kreativitas berfikir. Sehubungan dengan pengertian syari'at dan fiqh dimaksud, Mahmassani (1977: 22-26) seorang Dosen Hukum Islam pada Fakultas Hukum Perancis di Beirut memberikan penjelasan sebagai berikut : Syari'at adalah f'irman Allah atau Syari' yang memberi faedah hukum. Atau dengan perkataan lain menurut para ahli ushul firman Allah yang ditujukan kepada orang-orang mukallaf yaitu orang-orang yang sudah cakap bertanggung jawab hukum; ... . Atau boleh juga dikatakan, kaedah hukum yang ditentukan oleh syari'at mengenai katentuan hukumnya sesuatu, .... Tegasnya bahwa syari'at adalah hukum Allah yang disampaikan atas lisan nabi-Nya Muhammad saw., sedangkan fiqh adalah ilmu untuk mengetahui masalah masalah hukum secara praktis, yang diperoleh dari dalil- dalil hukum perincian. Ini berarti bahwa seorang ahli fiqh diwajiblsan mondasarkan segala ketentuan hukum yang diperolehnya itu atas dalil-dalil dan sumber-sumber tempat cara pengambilannya dengan cara pendapat dan lstidlal Dengan memperhatikan pendapat di atas berarti bahwa dalam fiqh ada unsur ijtihad, sedangkan dalam syari'at tidak ada. Hal itu dikarenakan syari'at bersumberkan dalil-dalil yang jelas (qath'i), sedangkan fiqh bersumberkan dalil-dalil yang samar (dzonni). Menurut Hasbullah Bakry (1968: 20) tentang perbedaan antara syari'at dan fiqh ini yaitu :"Syari'at = Hukum Qur"an = Agama Islam murni = Penilaiannya absolut = Berlaku untuk segenap zaman dan tempat. Hukum Fekih = Prestasi budaya manusia di satu zaman dan satu tempat = Penilaiannya relatif = Selalu in wording = Berobah terus disesuaikan dengan kehidupan manusia". Tujuan Syariat Islam Karena manusia adalah makhluk sosial, diperlukan ketentuan yang mengatur hubungan antar sesama manusia. Ketentuan yang mengaturnya itu adalah hukum. Dengan perkataan lain, bahwa hukum itu adalah merupakan hal yang dibutuhkan manusia. Hal ini terbukti dengan usaha manusia itu sendiri untuk merumuskan hukum. Hukum ciptaan manusia hanya terbatas untuk memenuhi ketertiban hidup manusia (comfort) di dunia saja, sedangkan Hukum Islam (Syari'at Islam) melangkah 1ebih jauh yaitu untuk menciptakan kehidupan yang tertib dan harmonis didunia maupun di akhirat kelak, sebagaimana firman Allah : Artinya: Dan carilah dengan apa-apa yang didatangkan Allah (kepadamu) kebahagiaan hari akhirat, dan janganlah kamu sia-siakan untuk mendapat kebahagiaanmu (nasibmu) di dunia. T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy (1975:32) menjelaskan bahwa ada lima tujuan pokok Syari'at Islam yaitu: "memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan memelihara agama, dan memelihara harta". Dengan ketentuan qishash, terpeliharalah jiwa manusia; dengan ketentuan munakahat, maka tarpeliharalah keturunan; dengan ketentuan mawarits dan tata perekonomian yang sehat, maka terpeliharilah harta; dan dengan mengikuti ketentuan- ketentuan syara, maka akan terpeliharalah agama (Islam) dan aka1 manusia. Islam Sebagai Aqidah dan Syariah Secara garis besarnya Agama Islam itu terdiri dari tiga unsur yaitu Iman, Islam, dan Ihsan. Iman adalah merupakan ursur utama, jika tidak adanya Iman unsur Islam dan Ihsan tidak akan ada, sedang Islam adalah unsur kedua dan Ihsan adalah unsur ketiga. Ketiga unsur itu bersenyawa dalam Dienul Islam. Dari ayat-ayat Al-qur'an dan hadits-hadits akan kita temui bahwa Iman adalah memercayai akan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Akhirat, dan Qadla Qadlar. Sedangkan Islam adalah adanya kesaksian (pengakuan) akan ke-Esa-an Allah dan ke-Rasul-an Muhamraad saw, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan puasa bulan Ramadlan dan hajji. Adapun Ihsan adalah suatu perasaan dimana Allah selalu mengawasi manusia. Keimanan adalah merupakan sendi utama (aqidah), dan sebagai perwujudan dari keimanan itu adalah amal perbuatan (syari'ah), dan dari perpaduan antara keduanya itu menimbulkan sikap ihsan. Karena itu berarti bahwa Islam itu berintikan aqidah dan syariah. Sebagaimana juga yang ditandaskan oleh Sayid Sabiq (1974 : 15) : Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw, dan ia adalah agama yang, barintikan keimanan dan ama1 perbuatan. Keimanan itu merupakan aqidah dan pokok diatasnya berdiri Syariat Islam. Keimanan dan perbuatan, atau dengan kata lain aqidah dan syariah, keduanya itu antara yang satu dengan yang lain sambung menyambung hubung menghubungi dan tidak berpisah yang satu dengan yang lainnya. Keduanya adalah sebagai pohon dengan buahnya sebagai musabbab dengan sababnya, atau sebagai natijah dengan mukaddimahnya. Tegasnya bahwa tanpa amal perbuatan (syari'ah) keimanan tidak berarti apa- apa, sedang perbuatan yang tidak dilandasi dengan keimanan juga akan sia-sia. Hal ini terbukti dengan banyaknya kata 'amal shaleh yang mengiringi kata iman dalam ayat-ayat A1-Quran, dan memang pada hakekatnya pengertian keimanan itu sendiri adalah menuntut adanya amal perbuatan. Bahkan Allah sangat mengecam orang- orang yang hanya berkata tanpa berbuat, sebagaimana firman-Nya : . . Artinya :Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kabencian Allah bahwa kamu mengatakan yang tidak kamu kerjakan. Kerukunan Beragama di Zaman Rasulullah Kemerdekaan beragama (Freedom of Religious) Dimaksudkan dengan kemerdekaan beragama menurut naskah Statement of Religious liberty (Mansoer 1980: 27) yang pernah diumumkan di Amerika pada waktu berkecamuknya Perang Dunia I1 ialah : Religions liberty shall be interpreted to include freedom in worship according to conscience and to bring up children in the faith of their parents; freedom to preach, educate publish and carry on misssionary activities; and freedom to organize with others, and to acquire and hold property, for these porpuse. Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah 256 Allah berfirman : Artinya:Tidak ada paksaan untuk (memasuki.) agama (Islam) Sesungguhnva telah jelas jalan yang benar daripada yang salah. Menurut riwayat Ibnu Jurair dari Said yang bersumber dari Ibnu Abbas, asbabun nuzul ayat diatas adalah : Hushain dari Golongan Anshar suku Bani Salim yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama Islam. Ia bertanva kepada Nabi saw. : "bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat kepadaku, dan tetap ingin beragama Nasrani?", maka turunlah ayat diatas. Kemudian dalam surat Al-Hajj 17 Allah berfirman : Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang -orang Yahudi, orang-orang Nasrani, orang-orang Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi-Nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah dewa-dewa,orang-orang Majusi, orang-orang musyrik, Allah memberikan keputusan diantara mereka dihari kiamat. Sesungguhnya Allah atas segala sesuatu menjadi saksi (Mengetahui). Dalam Islam, kemerdekaan beragama adalah merupakan salah satu azaz dalam pengembangan dan penyiarannya dan pemaksaan sama sekali tidak dapat dibenarkan. Baik itu berupa pemaksaan pisik (ancaman pisik) maupun berupa pemaksaan mental (pemboikotan ekonomi). Demikian konsep kemerdekaan beraga- ma yang diterapkan (diajarkan) oleh Rasulullah saw. dan para pemimpin Islam (Khulafaur Rasyidin), bahkan terhadap para tawanan perangpun Islam tidak pernah memaksakan mereka untuk memeluk agama Islam, dan peperangan yang dilaksakan Islam hakekatnya adalah untuk mempertahankan kebebasan beragama. Karena pe- perangan dilakukan adalah terhadap mereka yang menghalangi pelaksanaan penyiaran Islam (defensive), bukan berupa expansive. Oleh sebab itu tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Islam telah lebih dahulu mencanangkan kemerdekaan beragama, jauh sebelum di kumandangkannya 'Statement of Religious Liberty'. Karena itu, sungguh Islam adalah agama yang sangat cocok untuk manusia yang berakal sehat. Persamaan derajat manusia (Equality) Disamping memproklamirkan kemerdekaan beragama, Islam juga memproklamirkan persamaan derajat manusia. Tidak ada perbedaan antara pimpinan dengan yang dipimpin; antara Kepala Negara dan Rakyat Jelata; juga tidak ada perbedaan antara bangsa Kulit Putih dengan bangsa Kulit Hitam. Manusia secara keseluruhannya adalah makhluk Allah, yang diciptakan-Nya dari asal yang satu yaitu Nabi Adam as., hanya ketaqwaan jua yang membedakan manusia disisi- Nya, sebagaimana firman Allah: Artinya: Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan mu yang te1ah menjadikan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan dari keduanya Allah memperkembang-biakkan 1aki-laki dan perempuan yang banyak Artinya: Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengena1. Jika Allah sebagai Zat Yang Maha Tinggi memandang semua manusia sama, hanya ketaqwaan yang membedakannya, maka sungguh sangat tak logis jika manusia mengadakan pengkotak-kotakan sendiri antar sesamanya. TM. Hasbi Ash- Shiddieqy, dalam tulisannya menjelaskan (1977: 47): ...manusia semuanya dalam Syari'at Islam sama rata walaupun mereka berbeda-beda bangsa dan kabilah, sama rata dalam menghadapi hak, sama rata dalam memikul kewajiban, sama rata dalam bertanggung jawab. Semua mereka dalam hal yang demikian sama dengan gigi sisir tidak panjang yang satu dari yang lain dan tidak kurang yang satu dari yang lain. Dengan prinsip persamaan dimaksud, Syari'at Islam tidak membenarkan untuk memprkosa hak orang lain untuk menentukan dan memilih agama yang akan dianutnya. Karena itu sungguh tepat sekali apa yang dinyatakan oleh Khalifa Abdul Hakim dalam tulisannya (1953: 208) : The foundanental of the constitution shall guarantee equal civil liberties to alll subjects. All Non Moslem religious comunities shall have the right to get their cases decided according to their personal law, if they do not violate elementary human right. Maksudya: Yang paling mendasar dari pada konstitusi (Islam) adalah menjamin persamaan dan kemerdekaan warga negara dalam segala bidang. Semua warga negara yang Non Muslim diberikan hak untuk menyelesaikan perkara-perkara diantara mereka menurut hukum perseorangan (personal law) mereka sendiri, sepanjang mereka tidak melanggar nilai-nilai dasar hak azazi manusia. Toleransi beragama (Tolerance of Religious) Toleransi beragama dalam Islam ditegakkan atas dasar kemerdekaan beragama, persamaan dan keadilan. Rasulullah saw, telah meletakkan toleransi beragama sebagai salah satu prinsip dari Negara Islam yang didirikannya setelah hijrah, ke Madinah (Yatsrib). Tiga agama besar saat itu Yahudi, Nasrani dan Majusi (Zaroaster) telah mendapat pengakuan hak-haknya dari pemerintahan Islam saat itu. Terhadap agama Nasrani tercermin dari tindakan Rasulullah saw. mengirim dan menerima utusan dari berbagai Raja dan Kabilah, dalam rangka pertukaran pendapat masalah agama. Terhadap agama Majusi, Rasulullah telah memberikan pengakuan kepada seorang Kepala Pedupaan sucinya Farrukh putera Syakhsan demikian pula telah diberikan perlindungan terhadap pemeluk agama Majusi. Terhadap golongan Yahudi, pengakuan hak-haknya dapat dilihat dalam naskah proklamasi Negara Islam Pertama : ... Pasal 25 sampai 35 (11 pasal) membuat pengakuan hak-hak warganegara untuk berbagai suku bangsa Yahudi, walaupun pada waktu pernyataan proklamasi ini belum ikut memberi:kan kesetiaannya. Diakui pula hak kebebasan mereka untuk memeluk dan menjalankan ajaran-ajaran agamanya, kecuali kalau mengganggu ketertiban umum. tiap-tiap pelanggaran atas ketertiban umum berarti memanggil kerusakan atas dirinya dan atas keluarganya (Ahmad: 79) Islam Dan Kerukunan Umat Beragama Ditinjau dari segi Aqidah Inti dari aqidah Islam adalah mempercayai adanya Allah sebagai satu- satunya Tuhan semesta alam, dan sebagai satu-satunya tempat mengabdikan diri. Dengan perkataan lain bahwa secara teoritis iman berarti pengakuan, dan secara praktis berarti penghayatan dan pengamalan, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli : Diikrarkan dengan lidah, dibenarkan dengan hati, dan diamalkan dengan anggota Sehubungan dengan itu dapatlah dijelaskan bahwa iman dengan pengucapan (lisan) tapi tidak dibenarkan oleh hati (dihayati) serta tidak diamalkan adalah iman yang semu, dan itulah imannya kaum munafiq, sebagaimana dijelaskan dalam Al- Quran : Artinya : Dan jika mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan : Kami beriman. Dan bila mereka kembali dengan syetan-syetan (sekutu-sekutu mereka, mereka mengatakan Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanya berolok-olok. (Q.S. Al-Baqarah : 13)Sehubungan dengan masalah keimanan ini Barmawie Umarie (1967: 10-11) menjelaskan : Iman tidaklah berarti percaya atau tidak membantah, tetapi iman pada hakekatnya adalah combinatie dari Athifah, Fikriyah dan Iradah yang menggerakkan hati untuk mengerjakan kebaikan yang memberikan kemaslahatan bagi individu dan collective. Jadi iman yang murni, original dan asli adalah: iqrar, tashdieq, dan amal. Bila tidak demikian iman tersebut adalah imitasi. Oleh sebab itu segala bentuk pengintegrasian aqidah Islam dengan aqidah agama-agama lainnya adalah haram. Karenanya segenap upaya yang menjurus kepada pengrusakan aqidah (integrasi aqidah) juga adalah haram, sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi : "Bagi perantara sama hukum dengan tujuannya". Menolak kemafsadatan (kerusakan) didahulukan daripada mengambil mashlahat. Menteri Agama RI dengan Keputusan No.70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama, menyatakan bahwa demi untuk memelihara kerukunan antar umat berngama, dilarang/tidak dibenarkan dengan cara apapun dan dalih apapun mengajak orang-orang yang telah menganut suatu agama untuk menganut agama yang kita anut. Dengan mengikuti peraturan diatas berarti mengurangi ketegangan antar ummat beragama di Indonesia. Islam sama sekali tidak mengenal istilah rukun dalam arti kompromi (integrasi) dalam masalah aqidah, dan prinsip tersebut adalah sejalan dengan 'Statement of Religious Liberty' yang pernah dikumandang-kan di Amerika. Ditinjau dari segi Ibadah Pada hakekatnya dalam Islam, Ibadah tidak dapat dipisahkan dengan aqidah, karena ibadah tersebut adalah sebagai perwujudan (penjelmaan) daripada aqidah (keimanan). Iman yang tidak diiringi dengan penghayatan dan pengamalan (ibadah/ syariah) adalah iman yang palsu (imitasi). Dengan perkataan lain bahwa ibadah tidak dapat dipisahkan dari aqidah, karenanya jika pengintegrasian aqidah agama lain ke dalam aqidah agama Islam adalah haram, maka pengintegrasian ibadah agama lain kedalam ibadah agama Islam juga adalah haram (berdosa); yang dengan sendirinya, segenap usaha kearah itu adalah juga haram. Karenanya segenap usaha ke arah tersebut, mutlak harus dibendung. Ibadah berkaitan erat dengan aqidah, sedang aqidah adalah the foundamental principal dari ajaran Islam maka segala bentuk usaha atau perbuatan pengintegrasian ibadah agama lain ke dalam ibadah agama Islam dengan dalih dan alasan apnpun tidak dapat dibenarkan dan hukumnya adalah haram. Allah berfirman : )( )( )( )( )( )( Artinya: Katakanlah :"`Hai orang-orang kafir ! aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kami tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku. (Q.S. Al-Kafirun : 1-6) Ditinjau dari segi Muamalah Islam adalah proklamator pertama hak azazi manusia (The first declarator of Human Right), untuk rahmat seluruh alam. Islam datang untuk mangembalikan nilai-nilai insani, bukan menghancurkannya. Islam datang untuk perdamaian abadi, bu- kan untuk permusuhan dan pertentangan. Islam datang untuk persatuan, bukan untuk perpecahan dan pertikaian. Islam datang untuk mendorong dan merangsang kemajuan, bukan penghambat kemajuan, Islam datang untuk kesejahteraan, bukan untuk kehancuran. Karena Islam memang agama yang sejalan dengan kehidupan manusia. Dalam hal-hal yang berkenaan dengan sosial kemasyarakatan, baik dalam Al-Quran maupun da1am al-Hadits hanya memberikan ketentuan yang bersifat umum tidak seperti halnya yang berkenaan dengan aqidah dan ibadah (terperinci). Hal itu bukanlah berarti Islam tidak sempurna, justeru disinilah letak kesempurnaan Islam. Sebab hal yang berkenaan dengan sosial kemasyarakatan selalu dan akan terus berkembang sesuai dengan tingkat pemikiran dan peradaban manusia. Dengan Ilmu-Nya, Allah menurunkan syari'at-Nya dengan tidak kaku dan dapat mengikuti segenap perkembangan dan kemajuan masyarakat. Allah ciptakan langit dan bumi untuk manusia seluruhnya, dan manusia diberi-Nya akal sebagai modal dasar dan diturunkannya wahyu sebagai pedoman. Ajaran Islam menuntut agar manusia (Muslim) bersifat dinamis, kreatif, dan progressif, yang selalu ingin maju dan berkembang. Da1am sebuah filrman-Nya Allah menandaskan : Artinya: Hai jamaah Jin dan Manusia, jika kamu sanggup (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak, dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. (Q.S. Ar-Rahman : 33) Dengan faraidl, Islam merangsang manusia, untuk mempelajari matematika; dengan Ilmu Hisab, Islam merangsang manusia untuk mempelajari tata surya. Keberhasilan Rasulullah saw, mempersatukan dan merobah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat Ilahiyah, memberikan contoh kepada manusia tentang kepemimpinan (leadership dan management), dan politik, bagaimana sebaiknya memerintah dan mendirikan negara. Karena itu sungguh tepat sekali jika dikatakan bahwa Islam adalah motivator kemajuan, dan Al-Quran adalah soko guru Ilmu Pengetahuan, sebagaimana firman Allah : Artinya :Meskipun semua kayu-kayuan di bumi dijadikan pena, dan semua lautan dijadikan tinta, untuk menuliskan apa-apa yang dalam Al-Quran, kemudian ditambahkan tujuh lautan lagi, niscaya akan habislah tintanya sebelum selesai penulisannya. Jika masalah muamalat adalah hal yang mengatur hubungan antar sesama manusia sedang nash-nash yang mengaturnya sangat terbatas dan hanya berupa ketentuan umum saja, sedang menurut azaz Hukum Islam bahwa segala sesuatu yang tidak ada nash padanya maka hukumnya adalah mubah. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berwajah majemuk dan berada dalam masa transisi dari alam tradisional ke alam modern, mengakibatkan banyak terjadi perubahan sosial. Kemudian dihubungkan dengan kenyataan bahwa proses imitasi dalam interaksi sosial terus berjalan;keadaan yang ambivalen sabagai dua moral force yang saling menarik dan berlawanan secara diametral, yaitu jiwa sentris yang bergaya kebatinan dan materi sentris yang berpola konsumsi mewah( Sukanto 33); maka umat Islam Indonesia dituntut untuk lebih jeli menatap perubahan- parubahan sosial yang terjadi serta bersikap lebih selektif dalam mengadaptir nilai- nilai untuk selanjutnya mengaktualisasakan nilai-nilai Islam. Karena Islam menginginkan modernisasi yang utuh yakni pengembangan dibidang material yang diimbangi dengan ketaqwaan. Sehingga akan terciptalah masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah. Perimbangan unsur Ilahiyah dan unsur Insaniyah dengan implikasi harmonis, akan membawa kepada modernisasi yang utuh, itulah ciri modernisasi Islam. Allah berfirman : . (Apabila kamu telah menunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi untuk mendapatkan karunia (keutamaan Allah). (Q.S. Al-Jumuah : 10) Prinsip perimbangan ini adalah sejalan dengan tujuan Allah menciptakan manusia yakni sebagai pemegang kepercayaan ( wakil) Allah untuk mengolah dan mengurus bumi (untuk comfort) didunia yakni sesuai dengan kehendak Allah. Pengintegrasian ajaran sosial kemasyarakatan (muamalah) dari luar Islam dapat dibenarkan sepanjang tidak merusak perimbangan unsur Ilahiyah dan unsur Insaniyah dan nilai kemanusiaan (Moralitas Islam) baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehubungaqn dengan itu dalam pergaulan sehari-hari antar sesama pemeluk agama di Indonesia, sesuai dengan prinsip toleransi dan kemerdekaan beragama, Ummat Islam Indonesia dituntut untuk menghormati pemeluk agama lainnya. Dengan prinsip saling menghormati antar sesama pemeluk agama ini, tentu kehidupan sosial kemasyarakatan akan berjalan dengan harmonis dan kondusif. Sehingga kerukunan hidup umat beragama dapat terpelihara dan berjalan dengan baik. Kondisi ini adalah merupakan sumbangan yang cukup berarti dari umat beragama (Islam) bagi kelangsungan pembangunan nasional. DAFTAR KEPUSTAKAAN Alamsyah Ratu Perwiranegara, "Di Dalam Negara Pancasila Agama Akan Berkembang Subur", Gema, No.6 Tahun ke-II Juli/Agustus 1981 (Majalah Bulanan Depag). Barmawie Umarie, Materia Akhlak, CV. Pamadhani, Semarang, 1967. Hasbullah Bakry, Problematik Hukum Islam Dan Negara Islam, Wiwijaya, Jakarta, 1968. Khalifa Abdul Hakim, Islamic Ideologi, The Institute of Islamic Culture, Lahore, tanpa tahun. Muhammad Asad (Leopold Weis), Undang Undang Politik Islam, Terj.Oemar Amir Hoesin dan Amiruddin Djamil, Pustaka, Jakarta, tanpa tahun, Muhammad Hamidullah, The Moslem Conduct of State, Shaikh Muhammad Ashraf, Lahore, tanpa tahun. Isa Sarul, "Pengantar Ilmu Fikih". Al-Fatah, No.2 Tahun ke-II, Januari 1971. Oesman Mansoer, Islam Dan Kemerdekaan Beragama, CV. Nur Cahaya, Yogyakarta, 1980. Qamaruddin et.al., Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis Turunnya Ayat Ayat Al-Qur"an, CV. Diponegoro, Bandung, 1975. Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dal am Islam, Alih Bahasa Ahmad Soedjono, PT,Al-Maarif, Bandung, 1977. Sayid Sabiq, Aqidah Islam , Terjemahan Moh. Abday Rathomy, CV.Diponegoro, Bandung, 1974. Sukanto M.M,, Orde Tertib Hidup Beragama, CV. Ramadhani, Semarang, 1978. T'.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1975. _______________________,Hukum Antar Golongan Dalam Fiqh Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1971. A. Gerungan, Psychologi Sosial Sebuah Ringkasan, PT, Eresco, Jakarta-Bandung, 1974. Zainal Abidin Fikry, "Peranan Ilmu Tafsir Dalam Penggalian Hukum Islam, Al-Fatah No.4/5 Tahun ke-II/III, Desember 1971. Zainal Abidin Ahmad, Membentuk Negara Islam, Wijaya, Jakarta, 1956.