Upload
normann
View
243
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aneurisma
Citation preview
MAKALAH
Aneurisma Dan Demensia
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah FT Neuromuscular
Oleh,
Wahyu Oni kurniawan (12.036)
AKADEMI FISIOTERAPI RUMAH SAKIT DUSTIRA
CIMAHI
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan segala puji serta syukur ke hadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan karunia, rahmat, serta hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Aneurisma dan Demensia”
Dalam Penulisan ini penulis menyadari bahwa dalam penyusunannya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak kekurangannya, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya koreksi berupa saran dan kritik dari semua pihak sehingga dapat memperbaiki penulisan dan penyusunan makalah ini.
Akhirnya penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga makalah ini dapat berguna dengan baik umumnya bagi para pembaca beserta khususnya bagi penulis makalah ini dan para mahasiswa Akademi Fisioterapi Rumkit TK.II Dustira.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL MAKALAH...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN ..............................................................................1
1.1 : Latar Belakang Masalah ....................................................................1
BAB II : ISI PEMBAHASAN ..............................................................................2
2.1 : Rambut ...............................................................................................2
2.2 : Kuku..................................................................................................4
2.3 : Kelenjar kulit......................................................................................7
BAB III : PENUTUP.........................................................................................9
3.1 : Simpulan..............................................................................................9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang
berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri. Aneurisma
dapat terjadi pada beberapa tempat seperti 5:
Aorta : aneurisma aorta thoracalis dan aorta
abdominalis.
Otak (aneurisma serebralis)
Tungkai bawah aneurisma arteri popliteal )
Usus (aneurisma arteri mesenterika)
Splen (aneurisma arteri splenica)
Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai aneurisma
serebralis atau yang dikenal juga dengan aneurisma
intracranialis. Aneurisma intrakranial adalah lesi didapat
yang paling sering terletak di titik percabangan dari arteri
utama yang melalui ruang subarachnoid di dasar otak.
Perdarahan subarachnoid yang berkaitan dengan pecahnya suatu
intracranial aneurisma adalah suatu penyakit dengan tingkat
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sekitar 12 persen
pasien pada perdarahan subarachnoid meninggal sebelum
mendapatkan pertolongan medis medis, sekitar 40 persen pasien
yang diopname meninggal satu bulan setelah kejadian dan lebih
dari 1/3 dari mereka yang selamat akan mengalami suatu defisit
neurologis yang menetap5. Selain itu, banyak terjadi suatu
defisit neurologis menetap pada pasien tersebut. Meskipun
diagnostik, pengobatan dan pembedahan telah maju dalam
beberapa dekade terakhir, tingkat kematian perdarahan
subarachnoid karena pecahnya aneurismal tidak mengalami
perubahan berarti.
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
BAB II
ISI
2.1 Aneurisma
A. DEFINISI
Aneurisma adalah suatu kantung yang terbentuk oleh dilatasi
dinding arteri, vena, atau jantung; terisi oleh cairan atau
darah yang membeku, sering membentuk tumor yang berdenyut 4.
Aneurisma serebral merupakan pelebaran yang terjadi pada
pembuluh darah sehingga mengembang seperti balon karena
disebabkan adanya kelemahan pada struktur dinding pembuluh
darah tersebut, dan biasanya terjadi pada arteri di Circulus
Willisi 6.
B. EPIDEMIOLOGI
Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma
intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi². Insidensi
perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma sekitar
6-16% per 100.000 orang per tahunnya. ² Secara internasional,
insidensi perdarahan subarachnoid (PSA) karena aneurisma
bervariasi, berkisar 3.9-19.4 per 100,000 orang, dengan
tingkat kejadian paling tinggi dilaporkan di Finlandia dan
Jepang dan secara keseluruhan tingkat kejadian sekitar 10.5
per 100,000 orang6.
Aneurisma lebih banyak didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2
dibandingkan laki-laki, tetapi pada usia < 40 tahun kejadian
aneurisma lebih banyak pada laki-laki dan usia > 40 tahun
prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan laki-laki².
Aneurisma sakular pada arteri communicans anterior atau arteri
serebri anterior lebih sering terjadi pada pria, sementara
persambungan antara arteri carotis interna dengan arteri
communicans posterior adalah lokasi tersering aneurisma
sakular pada wanita. Aneurisma raksasa (Giant aneurysms)
adalah 3 kali lebih sering pada wanita. Prognosis PSA karena
rupturnya aneurisma lebih buruk pada wanita
Aneurisma tunggal lebih sering terjadi pada sirkulasi anterior
otak dibandingkan sirkulasi posterior. Pada sirkulasi
anterior, pembuluh darah yang paling sering terjadi kelainan
ini adalah pada arteri carotis interna diikuti arteri
communicans anterior, bifurkasio arteri cerebri media, dan
arteri cerebri anterior distal, sedangkan pada sirkulasi
anterior kelainan ini paling sering ditemukan pada apeks
basilaris. ²
Lokasi aneurisma sakular¹
v 20-25% pada tifurkasio dan bifurkasio arteri cerebri media.
v 35-49% pada arteri cerebri anterior (aretri communicans
anterior dn pericallosal arteri.
v 30% pada arteri carotis interna (arteri communicans posterior,
bifurkasi carotis, arteri choroid anterior dan arteri
opthalmica)
v 10% pada sirkulasi posterior (arteri basilaris dan arteri
cerebelli posterior inferior)
Multiple aneurisma diperkirakan terjadi pada sekitar 30%
pasien dengan perdarahan subarachnoid melalui angiography¹.
Diperkirakan tingkat persentase kejadian aneurisma multipel
berkisar antara 8-19%.²
Peningkatan insidensi aneurisma serebral terkait dengan
beberapa penyakit seperti vasculitis dengan ditemukannnya
arteritis sel raksasa, sistemik lupus eritematosus, aortitis
atau poliarteritis nodosa, Sindrom Ehlers-Sanlos, penyakit
fibromuskular, hereditery hemorrhagic teleangiectasiea,
penyakit Moya-moya, penyakit ginjal polikistik dewasa,
sklerosis tuberosa.²
Ras: Predileksi rasial kejadian aneurisma belum diketahui
luas, meskipun didapatkan tingkat kejadian yang paling tinggi
pada Afro-Amerika, dengan rasio 2.1.
C. STRUKTUR HISTOLOGIS PEMBULUH DARAH
Dinding arteri secara khas mengandung tiga lapisan tunika
konsentris. Lapisan terdalam adalah tunika intima, terdiri
atas endotel dan jaringan ikat subendotel di bawahnya.Lapisan
tengah adalah tunika media, terutama terdiri dari serat otot
polos yang mengitari lumen pembuluh. Lapisan terluar adalah
tunika adventitia, terutama terdiri atas serat-serat jaringan
ikat. Arteri muskular berukuran sedang juga memiliki sebuah
pita berombak tipis dari serat elastis yang disebut lamina
elastika interna yang bersebelahan dengan tunika intima. Pita
lain terdiri atas serat-serat elastis berombak terdapat pada
perifer tunika media disebut lamina elastika eksterna.
D. MORFOLOGI
Aneurysma intracranial biasanya berbentuk sakular dan terjadi
pada percabangan pembuluh darah. Ukuran suatu aneurysma
bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter. Suatu aneurysma yang melebihi 2,5 cm disebut
aneurysma raksasa (giant aneurysm). Dilatasi fusiform dan
ektasia carotid dan arteri basilaris dapat terjadi setelah
atherosclerosis. Jenis aneurysma ini jarang pecah. Mycotic
aneurysm, yang berkembang sekunder dari infeksi dinding
pembuluh darah, mucul dari penyebaran hematogenous seperti
subacute bacterial endocarditis.
Pecahnya aneurisma biasanya terjadi pada daerah fundus dari
aneurysma dan resiko pecahnya berkaitan dengan ukuran suatu
aneurysma, rupture jarang terjadi pada aneurysma yang
berukuran > 6 mm. Pada beberapa pasien ruptur aneurysma
terjadi saat beraktifitas, mengedan atau coitus. Giant
aneurysm jarang pecah kemungkinan berhubungan dengan lapisan
yang multiple dari thrombus memperkuat dinding dalam.
Bentuk lain dari aneurisma makroskopik :
1. Aneurisma difus atau fusiform adalah dilatasi sirkumferensial
pembuluh darah biasanya terjadi pada arteri carotis, basilaris
atau vertebralis. Atherosklerosis mungkin berperan penting
dalam pembentukannya tetapi defek perkembangan pada dinding
dapat muncul pada suatu hari. Aneurisma difus atau fusiform
sering teroklusi oleh thrombus dan jarang pecah.
2. Aneurisma mikotik
Aneurisma mikotik disebabkan oleh septic emboli dimana sering
disebabkan oleh endocarditis bakterialis. Biasanya berukuran
hanya beberapa mm dan berpotensi terjadi pada cabang distal
pembuluh darah, terutama arteri cerebri media. Operasi karena
itu lebih mudah dilakukan dibandingankan aneurisma sakular.
Karena tingkat fatalitas yang disebabkan rupturnya aneurisma
mikotik tinggi (80%) maka arteriography cerebral harus
dilakukan pada endocarditis dengan keluhan sakit kepala, kaku
kuduk, kejang, simtom neurologist fokal atau pleositosis CSS.
Aneurisma mikotik multiple atau yang teltak di dasar otak
dirawat secara konservatif dan diikuti arteriography serial
untuk mendeteksi pembesaran.
E. KLASIFIKASI ANEURISMA
Aneurisma dapat dikelompokkan berdasarkan morfologi, ukuran,
etiologi dan lokasinya seperti yang ditunjukkan pada tabel 3
berikut
Berdasarkan Pengelompokkan1.Morfologi Sakular (aneurisma berry)
Sangat kecil < 2mmKecil 2-6 mmMedium 6-15mmBesar 15-25mmSangat besar (giant) 25-40 mmSangat besar sekali (supergiant) > 40 mm
2. Etiologi Sakular (degenerasi dinding)AtherosklerotikDissectingInfeksi (mycotic)Neoplastik
3. Lokasi 1. sirkulasi anterior- arteri carotis internaPetrousSinus cavernosusTanpa cabang pembuluh darahOpthalmicaHipofisis superiorArteri communicans posteriorArteri choroidalis anteriorBifurkasio- arteri cerebri anteriorA1Regio arteri communicans anteriorArteri communicans anterior itu sendiri atau beserta cabang-cabangnya (A1 atau A2)A2Arteri cerebri anterior distal (pericallosal callosomarginal junction)- arteri cerebri mediaM1Bifurkasio / TrifurkasioDistal2. sirkulasi posterior- arteri vertebralis dan cabangnyaarteri vertebralis tanpa cabangnyaarteri cerebelli posterior inferior
arteri vertebrobasilar- Trunkus basilaris termasuk arteri cerebelli anterior inferior- Regio apeks basilarisApeks basilaris (caput)Arteri cerebelli superior-basilaris- Arteri cerebri posteriorP1P2P3
A. ETIOLOGI, PREDISPOSISI DAN PATOGENESIS
Ada dua tampilan dasar dari suatu aneurisma sakular, yaitu :
1. Aneurisma sering terjadi pada titik percabangan arteri besar,
terutama pada dasar otak
2. Aneurisma terjadi pada permukaan konveks pada arteri
3. Area terbentuknya aneurisma merupakan area pembuluh darah
yang paling maksimal stress hemodinamiknya.
Penyebab pasti pembentukan aneurysma mungkin multifaktorial.
Ada dua teori yang telah diajukan sebagai dasar pembentukan
aneurisma yaitu teori kongenital dan teori degeneratif.
Meskipun demikian disepakati secara umum bahwa pada
pembentukan aneurisma maka lamina elastika interna harus
terganggu. Degenerasi lamina elastika umum ditemukan pada
aneurisma berry
1. Teori kongenital
Aneurisma dulunya dikira merupakan kelainan kongenital karena
adanya temuan defek perkembangan pada tunica media. Defek ini
terjadi pada apeks bifurkasio pembuluh darah sama dengan
aneurisma, tetapi mereka juga ditemukan pada pembuluh darah
ekstrakranial sama seperti pembuluh darah intracranial;
aneurisma sakular dengan kontras jarang ditemukan di luar
calvaria. Defek tunika media sering ditemukan pada anak-anak,
namun aneurisma jarang pada kelompok umur ini.
2. Teori degeneratif
Sekarang berkembang bahwa defek pada lamina elastika interna
merupakan hal yang penting pada pembentukan aneurysma dan ini
kemungkinan berhubungan dengan kerusakan atherosklerotik.
Aneurisma sering terbentuk pada sisi dimana terjadi stress
hemodinamik sebagai contohnya, pembuluh darah hipoplastik
congenital menyebabkan aliran yang berlebihan pada suatu
arteri. Hipertensi juga berperan, lebih dari ½ pasien dengan
ruptur aneurisma memiliki bukti sebelumnya terjadi peningkatan
tekanan darah (terbentuknya aneurisma umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi karena koarktasio aorta)
Beberapa penelitian tampaknya menunjukkan bahwa teori
degeneratif memiliki beberapa kelebihan dibandingkan teori
kongenital, yaitu :
1. Pemeriksaan arteri otak pada neonatus gagal
mengidentifikasi adanya aneurisma berry.
2. Kebanyakan aneurisma menjadi perhatian klinis pada usia
40-70 tahun menunjukkan bahwa lesi ini didapat.
3. Insidensi aneurisma familial sifatnya sporadik dan jarang
ditemukan.
Faktor predisposisi terjadinya aneurisma: v Kongenital atau riwayat keluarga
v Atherosclerosis dan hipertensi
v Penyakit ginjal polikistik autosomal dominan
v Vasculopati
v Arteriovenous malformasi
v Penyakit kelainan jaringan ikat
v Anemia bulan sabit
v Infeksi
v Trauma
v Neoplasma
v Merokok
v Penyalahgunaan obat dan alkohol
B. GAMBARAN KLINIK
Suatu aneurisma dapat diidentifikasi secara tidak sengaja.
Gambaran klinik suatu aneurisma dapat berupa sebagai efek
kompresi massa, penyebab transient iskemik serebral
(thrombus/emboli), perdarahan karena rupture ataupun
asimtomatik². Sebanyak 90% pasien dengan aneurysma biasanya
terjadi perdarahan subarachnoid dan 7% memiliki gejala atau
tanda dari kompresi struktur terdekat¹. Sisanya ditemukan
secara kebetulan. Gejala dini dari suatu aneurisma dapat
berupa adanya sakit kepala yang terjadi tiba-tiba, terutama
pada kasus pecahnya suatu aneurisma.
1. Rupture (90%)
Kejadian ruptur paling sering terjadi antara usia 40-60 tahun
tapi kejadian pecahnya suatu aneurisma dapat terjadi pada
semua usia namun jarang pada anak-anak¹.
Ruptur aneurisma dapat menyebabkan perdarahan intraparenkim
(lebih sering pada aneurisma distal), intraventricular
hemorrhage (13-28%), atau subdural hematoma (2-5%
Gejala suatu aneurisma yang pecah sangat bervariasi tergantung
keparahan, pembuluh darah otak mana yang pecah, dan lokasi
perdarahan. Gambaran klinik perdarahan subarachnoid meliputi
onset yang tiba-tiba dari sakit kepala hebat, diikuti
penurunan kesadaran, mual, muntah, kaku kuduk,fotofobia,
tanda-tanda fokal dan epilepsi. Temuan klinik tergantung
tingkat keparahan perdarahan subarachnoid, adanya hematom
intraserebral dan lokasinya, ada tidaknya hidrosefalus, dan
waktu pemeriksaan berhubungan dengan perdarahan.
Sejak keparahan perdarahan berkaitan dengan keadaan klinis
pasien dan dalam hal ini akhirnya berhubungan dengan hasil
akhir perawatan, banyak penelitian yang menggelompokkan pasien
ke dalam 5 level seperti oleh Hunt dan Ness yang telah
dipergunakan luas oleh klinisi.
Grade Kondisi klinik0 Aneurisma yang tidak pecah
1Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan kaku kuduk ringan
2Kaku kuduk dan sakit kepala sedang/berat; cranial neuropathy, tidak ada defisit fokal
3 Delirium, bingung, atau defisit fokal ringan4 Stupor, hemiparesis sedang sampai berat5 Koma dalam, postur deserebrasi.
Tabel 2. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid
Hunt dan Ness²
Akhir-akhir ini ada juga skala baru telah disusun dan diakui
oleh World Federation of Neurosurgeont (WFN) melibatkan
Glasgow Coma Scale :
WFN Grade GCS Motor defisitI 15 Tidak adaII 14-13 Tidak adaIII 14-13 AdaIV 12-7 Ada/tidak adaV 6-3 Ada/tidak ada
Tabel 3. Skala tingkat keparahan perdarahan subarachnoid WFN¹
Skala ini berhubungan dengan hasil akhir dan menyediakan
indeks prognostik bagi para klinisi. Sebagai tambahan, skala
ini dapat mencocokkan kelompok pasien untuk membandingkan efek
dari teknik penanganan yang berbeda.
Ada juga pengelompokkan berdasarkan hasil temuan CT scan
seperti yang ditunjukkan pada tabel 4 berikut ini :
Grade Temuan CT scan1 Tidak ada darah yang terdeteksi2 Lapisan tipis perdarahan di subarachnoid
3Thrombus terlokalisir atau lapisan tebal perdarahan subarachnoid
4Perdarahan intracerebral atau intraventricular dengan perdarahan difus di subarachnoid / tidak ada
2. Kompresi karena kantung aneurisma (7%)
Suatu aneurysma arteri carotis interna yang besar (atau arteri
communicans anterior) dapat menekan :
- Tangkai pituitary atau hypothalamus menyebabkan
hypopituitarysm
- Nervus oticus atau chiasma opticum menyebabkan defek lapang
pandang.
- Aneurisma arteri basilaris dapat menekan midbrain, pons, atau
nervus III menyebabkan kelemahan tungkai atau gangguan
pergerakan bola mata.
- Aneurisma intracavernosa dapat menekan nervus III, IV, VI,
divisi pertama n.V dan ganglion trigeminalis menyebabkan
opthalmoplegia dan nyeri fasial. Aneurisma intracavernosa
dapat menyebabkan nyeri fasial menyerupai neuralgia
trigeminal.
- Aneurisma arteri communicans posterior dapat menyebabkan
n.III palsy. Ini mengindikasikan adanya perluasan aneurysma
dan memerlukan penanganan yang darurat.
- Aneurisma juga dapat menekan jaringan otak di sekitarnya atau
hiposifis, menyebabkan tanda neurologist fokal, kejang, gejala
neuroendokrinologik, atau pembesaran sella tursica.
3. Thrombosis
Thrombosis pada aneurisma seringkali mengirimkan emboli ke
daerah distal arteri, menyebabkan TIA (transient iskemik
attack) atau infark. Pada beberapa pasien yang tidak ditemukan
perdarahan subarachnoid, menunjukkan gejala sakit kepala tanpa
kaku kuduk, mungkin berhubungan dengan pembesaran aneurisma,
thrombosis atau iritasi meningeal.
4. Penemuan yang tidak sengaja (3%)
Angiography dapat menunjukkan hal yang berbeda selain SAH
seperti penemuan penyakit iskemik atau neoplastik, yang pada
awalnya tidak dapat mendeteksi suatu aneurysma
Simtom yang berhubungan dengan aneurisma antara lain :
v Nyeri kepala: karakteristiknya adalah nyeri hebat dengan onset
yang akut, dimana pasien sering mendeskripsikannya sebagai
nyeri kepala terhebat dalam hidupnya." Perluasan aneurysma,
thrombosis, atau intramural hemorrhage dapat menyebabkan nyeri
kepala subacute, unilateral, periorbital. Nyeri kepala tidak
selalu mengikuti PSA aneurisma.
v Nyeri pada wajah: aneurisma cavernous-carotid dapat menyebabkan
nyeri pada wajah.
v Perubahan tingkat kesadaran: Peningkatan mendadak tekanan
intracranial sehubungan dengan ruptur aneurisma dapat
menurunkan perfusi serebral menyebabkan syncope (50% kasus).
Bingung atau penuruunan kesadaran ringan mungkin juga dapat
terjadi.
v Kejang fokal atau umum terjadi pada 25% kasus PSA aneurisma,
dengan kejadian paling sering terjadi selam 24 jam pertama
v Manifestasi iritasi meningeal: nyeri leher atau kaku kuduk,
photophobia, sonophobia, atau hyperesthesia dapat terjadi pada
PSA aneurisma.
v Gangguan otonom: akumulasi agent-agent yang mendegradasi darah
pada subarachnoid dapat menimbulkan demam. Nausea atau
vomitus, berkeringat, kepanasan, and cardiac arrhythmias juga
dapat muncul.
v Keluhan neurologis fokal: Hemorrhage atau ischemia dapat
bermanifestasi sebagai deficit neurologist fokal seperti
kelemahan, kehilangan hemisensorik, gangguan bahasa, neglect,
kehilangan ingatan, gangguan olfaktorius. Simtom fokal sering
terjadi pada giant aneurysma.
v Simtom visual: pandangan yang kabur, diplopia, defek lapang
pandang dapat muncul
v Disfungsi respirasi atau instabilitas cardiac. Hal ini
merupakan tanda kompresi batang otak
v Disfungsi hormonal: aneurisma intrasellar dapat mengganggu
fungsi hipofisis.
v Epistaxis: biasanya berhubungan dengan aneurisma traumatik
Secara pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan :
Pemeriksaan fisik umum sering menunjukkan gejala atau
tanda subacute bacterial endocarditis, trauma, atau
penyakit vaskuler kolagen.
Pemeriksaan fisik umum yang spesifik dapat meliputi
prominent scalp veins, tanda gagal jantung kongestif
(vein of Galen aneurysma), atau bruit orbital (pada
aneurisma cavernous carotid ).
Temuan pemeriksaan neurologist bervariasi tergantung
karakteristik aneurisma itu masing-masing :
Ø PSA aneurisma mungkin dapat ditemukan kaku kuduk, penurunan
kesadaran, subhyaloid hemorrhages, abnormalitas pupil
(dilatasi pupil), ophthalmoplegia, neuropati kranialis, dan
defisit fokal lainnya.
Ø Giant aneurysma atau dolichoectatic aneurysma mungkin dapat
menyebabkan efek massa atau thromboembolism distal dengan
defisit fokal, atropi optik ataupun kelainan neuropati
kranialis lainnya, atau kompresi batang otak.
Sindrom spesifik berkaitan dengan lokasi aneurisma
terjadi.
Ø Arteri communicans anterior: Tempat tersering PSA aneurisma
(34%). Biasanya aneurisma pada daerah ini tersembunyi sampai
mereka ruptur. Tekanan suprachiasmatic dapat menyebabkan defek
lapang pandang, abulia atau akinetic mutism, sindrom amnestia,
atau disfungsi hipotalamus. Defisit neurologis aneurisma yang
pecah dapat mereflesikan perdarahan intraventricular (79%),
perdarahan intraparenchymal (63%), acute hydrocephalus (25%),
atau stroke lobus frontal (20%).
Ø Arteri cerebri anterior: Aneurisma pada pembuluh ini, merupakan
sekitar 5% dari keseluruhan kejadian aneurisma. Kebanyakan
asymptomatic sampai mereka rupture, meskipun demikian sindrom
lobus frontal, anosmia, atau defisit motorik mungkin saja
muncul.
Ø Arteri cerebri media : Aneurisma arteri ini terjadi sekitar
20% kasus aneurisma, secara khusus sering terjadi divisi
pertama atau kedua fissura sylvia. Aphasia, hemiparesis,
kehilangan hemisensorik, anosognosia, atau defek lapang
pandang dapat terjadi.
Ø Arteri communicans posterior : Aneurisma pada lokasi ini
terjadi sebanyak 23% kasus cerebral aneurisma. Dilatasi pupil,
ophthalmoplegia, ptosis, mydriasis, dan hemiparesis dapat
terjadi.
Ø Arteri carotis interna: aneurisma pada daerah ini terjadi pada
4% kasus cerebral aneurisma. Aneurisma supraclinoid dapat
menyebabkan ophthalmoplegia sehugungan dengan kompresi nervus
III atau defek lapang pandang dan atropi optic karena kompresi
N.II. Kompresi chiasma opticum dapat menyebabkan bilateral
temporal hemianopsia. Hypopituitari atau anosmia dapat terjadi
pada giant aneurysma. Efek massa aneurisma cavernous-carotid
di sinus cavernosa, menyebabkan ophthalmoplegia dan kehilangan
sensorik wajah. Rupture aneurisma ini umumnya menyebabkan
carotid-cavernous fistula, PSA, atau epistaxis.
Ø Arteri basilaris: merupakan aneurisma tersering pada sirkulasi
posterior, sekitar 5% kasus aneurisma. Temuan klinik biasanya
berkaitan dengan PSA, meskipun bitemporal hemianopsia atau
parese okulomotorik dapat terjadi. Dolichoectatic aneurysma
dapat menyebabkan disfungsi bulbar, kesulitan respirasi, or
neurogenic pulmonary edema.
Ø Arteri vertebralis atau arteri cerebellaris posterior inferior:
Aneurysma pada segmen arteri ini umumnya menyebabkan ataxia,
disfungsi bulbar, dan keterlibatan spinal.
Ø Tanda lokalisasi palsu: dapat berhubungan dengan parese N.III
dan hemiparesis karena herniasi uncus, parese CN IV dengan
peningkatan tekanan intrakranial, homonymous hemianopsia
disebabkan kompresi arteri cerebri posterior sepanjang tepi
tentorium, disfungsi batang otak berkaitan dengan herniasi
tonsilar dan vasospasme.
C. DIAGNOSA PENUNJANG
Diagnosis suatu aneurisma ataupun komplikasi yang
disebabkannya mungkin memerlukan alat bantu penunjang antara
lain :
1. CT scan
2. CT Angiography
3. MRI / MR Angiography
4. Cerebral Angiography
5. Lumbal punksi
6. Lab
7. EEG
8. EKG
9. Alat bantu penunjang diagnosa lainnya
Kemajuan dalam teknik neuroradiologi telah banyak membantu
dalam mendiagnosis aneurisma. Metode noninvasive angiographic,
seperti computed tomographic angiography (CTA) dan magnetic
resonance angiography (MRA), memungkinkan deteksi
karakteristik aneurisma secara 3D untuk mengevaluasi
morfologi aneurisma. CT scan atau MRI juga memberikan
informasi yang penting dalam perencanaan operasi. Tetapi,
perdarahan minor aneurisma tidak dapat dideteksi dengan metode
noninvasive . Dengan kombinasi beberapa diagnosa penunjang ini
maka 97% kasus dapat teridentifikasi tepat.²
Tiga teknik yang sering digunakan untuk mendiagnosis aneurisma
intracranial adalah cerebral angiography konvensional, MRI
angiography, dan helical (spiral) CT angiography.
D. MORTALITAS DAN MORBIDITAS ANEURISMA YANG PECAH
Perdarahan subarachnoid (PSA) yang disebabkan pecahnya suatu
aneurisma memiliki resiko mortalitas yang tinggi yang secara
terjadi secara bertahap tergantung waktu. Dari pasien yang
selamat pada perdarahan awal, rebleeding dan infark serebri
menjadi penyebab utama kematian. Dari hasil studi pada tahun
1960 dari 100 pasien dengan aneurismal SAH yang dirawat secara
konservatif didapatkan hasil 15 orang di antaranya meninggal
sebelum mencapai rumah sakit, 15 orang meninggal dalam 24 jam
pertama di RS, 15 orang meninggal antara 24 jam pertama-2
minggu, 15 orang meninggal antara 2 minggu-2 bulan, 15 orang
lagi meninggal antara 2 bulan-2 tahun kejadian dan hanya 25
orang yang selamat tapi dengan defisit neurologis menetap¹.
E. PENATALAKSANAAN ANEURISMA
Penatalaksanaan suatu aneurisma meliputi :
Monitor tanda-tanda vital dan neurology terus menerus.
Jalan napas, pernapasan dan sirkulasi harus dimonitor
ketat dan dilakukan intubasi endotrakea.
Pilihan terapi harus didasarkan kondisi klinis pasien,
anatomi vaskuler aneurisma, dan pertimbangan teknik bedah
atau endovascular.
PSA aneurisma harus dirawat di ICU dengan monitoring
jantung.
Sebelum terapi definitive dilakukan maka harus dijaga
agar tidak ada hipertensi dengan pemberian calcium
channel blocker, dan pencegahan kejang.
Induksi hypertensi, hypervolemia, dan hemodilution
("triple-H therapy") bertujuan untuk menjaga tekanan
perfusi otak pada keadaan autoregulasi cerebrovascular
yang terganggu.
Intraarterial papaverine atau endovascular balloon
angioplasty dapat digunakan untuk merawat vasospasm pada
beberapa pasien tertentu
Pada aneurisma infeksi harus dihindarkan pengunaan
antikoagulan. Begitu infeksi dapat terkontrol dengan
antibiotic maka terapi bedah harus dilakukan. Regresi
atau evolusi aneurysma harus dimonitor dengan serial
angiography.
Penatalaksanaan aneurysma intracranial yang belum pecah
masih menjadi kontroversial. International Study of
Unruptured Intracranial Aneurysms (ISUIA) mengindikasikan
bahwa tingkat kejadian rupture aneurisma ukuran kecil
sangat kecil. Aneurisma dengan ukuran < 10 mm memiliki
tingkat kejadian rupture tahunan sekitar 0.05%.
Penatalaksanaan profilaksisnya meliputi teknik bedah /
endovaskular.
Tujuan utama penatalaksanaan aneurisma adalah mengeluarkan
kantung aneurisma dari sirkulasi intracranial sambil menjaga
arteri utama. Penatalaksanaan aneurisma sejak lama dilakukan
bidang bedah saraf tetapi sejak tahun 1990, neuroradiologis
telah menggunakan teknsik endovascular pasien dengan
intracranial aneurysma yang jumlahnya terus meningkat. Operasi
merupakan terapi definitif untuk penatalaksanaan aneurisma
sakular.
1. Operasi
Penempatan klip melintasi leher aneurisma adalah terapi
definitif dan pilihan utama karena efikasi jangka panjangnya
yang telah terbukti. Pada tahun 1936, Walter Dandy melakukan
operasi pertama pada intracranial aneurysm dengan meletakkan
klip perak yang dibuat oleh Harvey Cushing, melintasi leher
aneurisma pada persambungan arteri carotis interna dengan
arteri communicans posterior pada pasien dengan parese N.III.4
Sejak itu teknik operasi untuk aneurisma telah berkembang
pesat menggunakan teknik bedah mikro, mikroskop operasi,
koagulasi bipolar dan klip aneurisma yang bervariasi.. Tingkat
keamanan beberapa operasi aneurisma tergantung ukuran, lokasi
atau konfigurasi, dan teknik tambahan yang sulit seperti teknik
bypass vascular grafting atau hypothermic cardiac arrest yang
harus digunakan. Operasi darurat harus dilakukan pada pasien
yang menunjukkan gejala klinis karena efek massa hematoma
intracerebral atau subdural
2. Terapi Endovascular
Terapi endovaskuler terkini melibatkan insersi kawat halus ke
dalam lumen aneurisma seperti yang trerlihat pada gambar 10.4
Kemudian melalui proses elektrothrombosis, thrombus lokal
terbentuk di sekitar kawat di dalam aneurysm. 4 Tujuan utama
teknik ini adalah obliterasi sempurna (thrombosis) kantung
aneurisma. Banyak factor yang memperngaruhi keberhasilan
obliterasi tapiyang terpenting adalah rasio leher dengan
fundus aneurisma. Aneurisma dengan leher yang luas sering
tidak terobliterasi sempurna. Embolisasi dengan teknik
endovascular memiliki resiko yang lebih sedikit tetapi
efektifitas jangka panjangnya belum terbukti4.
Penatalaksanaan meliputi pencegahan peningkatan tekanan
intracranial seperti tirah baring total, sedatif, analgesik,
laksatif, antitusif, antiemetik, antikonvulsan.
Penatalaksanaan hipertensi juga dapat menurunkan resiko
perdarahan ulang tetapi mengandung resiko infark serebri pada
pasien dengan vasospasme serebri. Antifibrinolitik seperti
epsilon aminocaproic acid (EACA) dan asam traneksamat mencegah
bekuan aneurisma lisis dan karena itu mencegah rupture
kembali. Tetapi mereka juga menunda lisis bekuan sisternal dan
meningkatkan vasospasme.
Bahan-bahan vasoaktif yang terdapat pada bekuan darah
sisternal meliputi oksihemoglobin, serotonin, cathecolamine,
prostaglandin, substansi P, calcitonin gen peptide,
endothelin, platelet-derived growth factor, dan peptide
lainnya telah terbukti menebabkan vasospasme.
Penatalaksanaannya meliputi reserpine, kanamycin, aminophylin,
isoproterenol, prostacyclin, naloxone, lidocaine, diprydamole,
dan tromboxane synthetase inhibitor. Tetapi tidak keuntungan
yang jelas ditunjukkan oleh regimen ini. Penggunaan nimodipine
dan nicardipine lebih menjanjikan karena dapat mengurangi
isnsidensi defisit iskemik persisten setelah PSA.
Operasi yang cepat juga memungkinkan evakuasi hematoma.
Sebelum operasi pasien dijaga supaya tetap euvolemik dan
diberikan nimodipine. Selama operasi mereka mendapat manitol
dan drainase CSS melalui kateter spinal.
Konsultasi: Pendekatan multidisiplin harus dilakukan untuk
penatalaksanaan aneurisma meliputi:
Bedah saraf
Interventional neuroradiologis
Ahli saraf
Spesialis rehabilitasi medik
Diet:
Pasien dengan kemungkinan operasi harus puasa. NGT harus
terpasang pada pasien penurunan kesadaran.
Aktivitas:
Tirah baring total setelah PSA aneurisma.
Lakukan gerakan pasif.
Setelah tindakan bedah saraf atau endovascular dilakukan
maka pasien harus dilakukan :
1. Pemeriksaan neurologi serial
2. Hindari hypotensi atau hypertensi (tekanan arteri
rata-rata [MAP] harus berkisar antara 70-130 mm Hg)
3. Penggunaan larutan isotonik, seperti saline normal,
untuk meminimalisir cerebral edema.
4. Terapi atau profilaksis kejang
5. Terapi infeksi saluran kencing
6. Pencegahan thrombosis vena
7. Profilaksis untuk ulkus gastrikum
8. Terapi fisik, okupasi dan wicara
9. CT scan ulang pada deteriorasi klinik
F. KOMPLIKASI PERDARAHAN SUBARACHNOID ANEURYSMA
Intracranial : perdarahan ulang, iskemia cerebral/infark,
hydrocephalus, hematoma yang meluas, epilepsy
Ekstracranial : infark miokard, cardiac arritmia, oedem
pulmoner, perdarahan lambung (stress ulcer)
1. Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang adalah masalah utama yang mengikuti
aneurismal PSA. Dalam 28 hari pertama (pada pasien yang tidak
dirawat) sekitar 30% pasien akan menglami perdarahan ulang,
sisanya 70% meninggal. Sebagai contoh, jika pasien selamat
melewati 30 hari pertama setelah perdarahan, masih ada 20%
kemungkinan perdarahan ulang terjadi dalam 5 bulan mendatang.
Meskipun jika pasien selamat melewati periode resiko tingi
dalam 6 bulan pertama tetap masih ada kemungkinan perdarahan
ulang dan kematian dala satu tahun tersebut. Pada perdarahan
ulang resiko kematian meningkat 2 kali dibandingkan dengan
perdarahan awal¹.
Tingkat kejadian perdarahan ulang dipengaruhi beberapa faktor
seperti identifikasi yang tepat onset perdarahan awal,
identifikasi yang tepat adanya perdarahan ulang, terapi medis
dan pembedahan, kondisi neurologis pasien dan pemberian
antifibrinolitik. Laporan kumulatif tingkat perdarahan ulang
selama 2 minggu pertama setelah perdarahan awal berkisar
antara 17-22%.²
Setiap pasien yang mengalami penurunan kesadaran tiba-tiba
memerlukan pemeriksaan CT scan. CT scan membantu mendiagnosis
perdarahan ulang dan menyingkirkan penyebab lain deteriorisasi
seperti acute hydrocephalus.
2. Iskemik / Infark Serebri
Setelah PSA, pasien memiliki resiko tinggi untuk terjadi
infark/iskemik serebri dan hal ini merupakan faktor yang
berkontribusi penting pada tingkat mortalitas dan morbiditas.
Infark/ iskemik serebri dapat terjadi secara cepat atau
langsung sebagai hasil dari perdarahan, tetapi lebih sering
berkembang 4-12 hari setelah onset, baik sebelum atau sesudah
operasi disebut ”delayed cerebral ischemia”. Diperkirakan
sekitara 25% pasien terjadi iskemik/infark serebri dan dri 25%
kelompok ini akan meninggal kemudian. Sekitar 19% yang selamat
akan cacat permanen.
Beberapa faktor kemungkinan berperan pada perkembangan
iskemia/infark serebral. Vasospasme arterial pada angiography
terjadi pada > 60% pasien setelah SAH baik focal maupun difus.
Perkembangan vasospasme menunjukkan pola yang sama
terlambatnya dengna iskemik serebral. Patogenesis terjadinya
vasospasme arteri sangat kompleks. Banyak substansi
vasokonstriktor yang dilepaskan dari dinding pembuluh darah
atau bekuan darah yang muncul pada CSF setelah SAH seperti
serotonin, prostaglandin, oxyhaemoglobin, tetapi pada beberapa
penelitian membuktikan bahwa antagonist vasokonstriktor telah
gagal mengembalikan penyempitan angiographic atau mengurangi
insiden iskemik. Kegagalan ini mungkin hasil perubahan
arteriopathic yang telah diamati terjadi pada dinding pembuluh
darah. Hanya antagonois calcium yang muncul yang memiliki efek
menguntungkan. Semakin tinggi jumlah darah yang terlihat pada
cisterna basalis (CT scan) semakin tinggi insiden penyempitan
arteri dan defisik iskemik.
3. Hypovolemia
Hyponatremia yang berkembang setelah SAH pada banyak pasien
karena sekresi sodium renal yang berlebihan daripada efek
dilusi karena sekresi ADH yang tidak berimbang. Kehilangan
cairan dan penurunan volume plasma kemudian terjadi. Pasien
ini kemungkinan pada resiko tinggi trjadinya iskemik serebral,
sehungungan dengan hasil peningkatan viskositas darah.
4. Penurunan tekanan perfusi serebral.
Setelah SAH, hematoma intracranial atau hydrocephalus dapat
menyebabkan peningkatan pada tekanan intrakranial. Efek klinik
dari cerebral iskemik/ infark tergantung dari daerah
perdarahan arteri tersebut. Pada daerah serebri anterior dapat
menyebabkan kelemahan tungkai bawah, inkontinensia, bingung,
dan akinetic mutisme. Pada daerah serebri media dapat
menyebabkan hemiparesis, hemiplegia, dysphasia (pada hemisfer
dominan). Gambaran klinis pada kedua daerah ini dapat
merupakan gambaran kelainan klinik sebagai hasil perluasan
kelainan pada arteri carotis dengnan edema hemisfer.
Umumnya iskemik terjadi pada berbagai area, seringnya pada
kedua hemisfer. Ini berhubungan dengan pola spasme arterial.
Transcranial Doppler : peningkatan signifikan dari kecepatan
velositas di dalam pembuluh darah dapat mengindikasikan
terjadinya vasospasme meskipun gambaran klinik belum
berkembang, dan memungkinkan deteksi awal kelainan ini untuk
pencegahan kerusakan lebih lanjut.
5. Hydrocephalus
Setelah SAH, aliran cairan serebrospinal (CSF) dapat terganggu
oleh :
- bekuan darah pada cisterna basalis (communicating
hydrocephalus)
- obstruksi pada villi arachnoidalis(communicating
hydrocephalus)
- bekuan darah di dalam sistem ventrikular (obstruktif
hydrocephalus)
Hidrosefalus akut terjadi pada sekitar 20% pasien, biasanya
pada beberapa hari pertama setelah onset, biasanya merupkan
komplikasi lanjut. Hanya 1/3 pasien yang menunjukkan gejala
sakit kepala, tingkat kesadaran yang terganggu, inkontinensia,
atau gait ataksia berat. Lebih lanjut lagi sekitar 10% pasien
hidrosefalusnya berkembang terlambat yaitu bulanan atau bahkan
tahunan setelah perdarahan.
6. Hematoma Intracranial yang Meluas
Pembengkakan otak di sekitar hematoma intracerebral dapat
menyebabkan efek massa dari hematoma. Ini dapat menyebabkan
deteriorasi progresif pada tingkat kesadaran atau progresi
tanda fokal.
7. Epilepsi
Epilepsi dapat terjadi pada stadium manapun setelah SAH,
khusunya jika hematoma menyebabkan kerusakan cortikal. Kejang
dapat umum maupun parsial (focal)
Komplikasi ekstracranial
1. Infark myocard/aritmia cordis : EKG dan patologis
myocardium sering
ditemukan setelah SAH, dan fibrilasi ventrikel sering
terdeteksi. Kelainan ini dapat muncul sekunder dari pelepasan
cathecolamin setelah kerusakan iskemik hypothalamus.
2. Edema pulmoner : biasanya terjadi stelah SAH, kemungkinan
sebagai hasil
gangguan simpatetik masif.
3. Perdarahan lambung : perdarahan dari erosi gastric biasanya
terjadi setelah
SAH tetapi jarang mengancam jiwa.
G. PENANGANAN ANEURYSMA PASCA SAH
Nyeri kepala memerlukan analgetik kuat seperti codein atau
dihydrocodeine. Analgesik yang lebih kuat dapat menekan
tingkat kesadaran dan menutupi deteriosasi neurologis.
Penanganan lebih ditujukan untuk pencegahan komplikasi.
A. Pencegahan Perdarahan
1. Tirah baring (bed rest)
2. Antifibrinolytic agents : asam traneksamat, epsilon
aminocaproic acid. Obat-obatan ini telah digunakan bertahun-
tahun untuk mencegah perdarahan ulang dengan memperlambat
disolusi bekuan darah sekitar fundus aneurysma.
Antifibrinolytic mengurangi resiko perdarahan ulang sampai
50%.
3. Operasi
Kliping leher aneurysma adalah salah satu cara mencegah
perdarahan ulang tetapi teknik ini tidak selalu mungkin bisa
dilakukan dan metode lain kadang digunakan. Waktu untuk
memulai operasi masih merupakan hal yang kontroversial sampai
sekarang.
Metode perbaikan aneurysma
1. Kliping langsung leher aneurysma adalah metode terbaik untuk
penanganan dan mencegah ruptur aneurysma lebih lanjut; klip
aneurysma jarang lepas setelah pemasangan. Diseksi secara
hati-hati jaringan arachnoid sekitar leher aneurysma
memunkginkan pemasangan klip secara akurat.
2. Ballon embolisation : Pengembangan balon yang dimasukkan
melalui cateter angiographyc khusus ke dalam kantong aneurysma
jarang berhasil. Teknik ini berisiko menyebabkan aneurysma
tiba-tiba pecah atau menyebabkan lepasnya fragmen balon ke
sirkulasi distal menyebabkan stroke emboli.
3. Coil embolisation : Dalam tahun-tahun terakhir, radiologis
telah berhasil memasukkan coil helical platinum single /
multiple ke dalam aneurysma untuk menginduksi thrombosisi.
Meskipun hal ini masih dalam tahap percobaan tetapi hasil
teknik ini menjanjikan. Sebuah kateter penuntun dimasukkan
melalui leher aneurysma. Coil dilekatkan pada ujung kawat
penghantar dimasukkan melalui kateter kedalam fundus
aneurysma. Setelah penempatan tepat maka aliran listrik
tertentu dapat melepaskan elektrokimia dari kawat penghantar.
Komplikasi masih dapat terjadi selama prosedur dan jika fundus
tidak terobliterasi sempurna maka perdarahan ulang dapat
terjadi. Semakin luas leher aneurysma dan semakin besar
ukurannya maka semakin kecil kemungkinan menghasilka
obliterasi sempurna.
4. Trapping : mengklip bagian proksimal dan distal pembuluh
darah adalah satu-satunya cara pengangan pada beberapa
aneurysma seperti giant dan intracavernosa aneurysma. Ini
mencegah perdarahan ulang tetapi memiliki resiko tinggi
menghasilkan defisit iskemik. Prosedur bypass : anastomosis
arteri temporalis superficialis dengan arteri cerebri media
sebelum trapping dapat meminimalisir komplikasi tersebut.
5. Proksimal occlusion-ligasi carotis communis. : teknik ini
digunakan untuk aneurysma yang muncul langsung dari arteri
carotis diaman kliping telah gagal atau tidak mungkin
dilakukan seperti pada aneurysma intracavernosa atau aneurysma
arteri opthalmica raksasa. Kebanyakan pasien dapat
bertoleransi baik denganoklusi ateri carotid communis;
sirkulasi kolateral melalui sirkulus Willisi dan mungkin dari
aliran balik pada ateri carotis eksterna biasanya menyediakan
aliran darah hemisfer yang cukup untuk mencegah komplikasi
emik. Oklusi balon pada arteri carotis intera adalah salah
satu teknik alternatif. Penelitian mengenai aliran darah
cerebral selama oklusi temporal atau oklusi sementara dibawah
anestesi lokal dapat mempresikdsi pasien yang gagal
bertoleransi dengan teknik ini tetapi metode ini sulit dan
defisit iskemik lanjut sering terjadi. Ligasi carotis mencegah
pasien dari perdarahan ulang pada periode resiko tinggi.
Para ahli menyatakan bahwa operasi yang dilakukan pada hari
pertama atau kedua perdarahan mengandung resiko tinggi¹.
Tingkat mortalitas operasi menurun ketika operasi ditunda
beberapa minggu. Semakin lama ditunda semakin baik hasilnya
tetapi semakin lama ditunda semakin besar kemungkinan kematian
karena perdarahan ulang.
Kondisi klinik pasien juga memegang peranan penting, semakin
berat kondisi klinik pasien maka semakin jelek hasil akhirnya.
Sebagai hasilnya ahli bedah sering mempertimbangkan periode
pelambatan optimal untuk operasi sekitar 6-14 hari sejak
perdarahan, waktu yang pasti tergantung kondisi klinis pasien.
Pada tahun-tahun terakhir dengan semakin majunya teknik
anestesi dan operasi, maka operasi awal dalam beberapa hari
dapat dilakukan. Kebanyakan ahli bedah sekarang menyarankan
operasi dalam 3 hari memungkinkan jika pasien dalam grade I
atau II. Resiko tambahan yang muncul kecil dan lebih
menguntungkan karena dapat mencegah perdarahan ulang. Begitu
aneurysma diklip, maka metode agresif untuk merawat iskemik
dapat menginduksi hipertensi dapat dilakukan. Waktu optimal
untuk operasi pada pasien yang kondisinya jelek dan berada
pada grade jelek tetap menjadi kontroversi dan memerlukan
penelitian lebih lanjut.
B. Pencegahan Iskemik/Infark Cerebri
Iskemik cerebral masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas setelah perdarahan subarachnoid.
Calcium antagonis : Nimodipine telah terbukti meningkatkan
hasil akhir perwatan dan mengurangi deficit neurologist jika
diberikan pada 21 hari pertama setelah PSA terjadi. Beberapa
penelitian menyatakan bahwa Nimodipine dan Nicardipine
keduanya dapat mengurangi 1/3 insidensi infark cerebri dan
meningkatkan hasil akhir. Mekanismenya melalui peningkatan
sirkulasi kolateral dengan mengurangi efek berbahaya dari
peningkatan kalsium ke dalam sel-sel otak dengan mengurangi
vasospasme¹.
Menghindari terapi antihipertensi : Terapi antihipertensi dulu
digunakan luas setelah SAH untuk mengurangi reactive
hipertensi dan secara teoritis mengurangi resiko perdarahan
ulang. Pada seseorang yang normal saat terjadi penurunan
tekanan darah maka akan terjadi vasodilatasi cerebral untuk
mempertahankan aliran cerebral (autoregulasi). Setelah SAH,
autoregulasi ini sering terganggu, penurunan tekanan darah
menyebabkan pengurangan aliran darah otak dengan resiko
iskemik yang tinggi. Beberapa bukti menyebutkan bahwa pasien
dengan SAH yang menggunakan obat-obat antihipertensi memiliki
resiko signifikan untuk terjadinya infark ¹.
Mencegah hypovolemia dengan intake cairan yang tinggi :
maintenance pemasukan cairan yang banyak (3 liter per hari)
dapat membantu mencegah penurunan volume plasma yang
disebabkan oleh kehilangan sodium dan cairan. Jika
hiponatremia terjadi jangan membatasi cairan, hal ini secara
signifikan meningkatkan infark serebri. Jika level sodium di
bawah 130 mmol/L berikan fludorocortisone atau saline
hipertonik.
Peningkatan volume plasma : peningkatan volume plasma dengan
koloid seperti protein plasma, dekstran 70, Haemacel dapat
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan aliran darah otak.
Ini harus diberikan sebagai profilaksis pada pasien dengan
resiko tinggi (kelebihan berat darah sisternal dengna CT scan
atau Doppler velositas tinggi) atau pada tanda klinis awal
iskemik.
Jika terdapat bukti klinik bahwa iskemik berkembang walaupun
telah diterapi dengan cara ini maka dapat dikombinasi dengan :
1. Terapi hipertensi : perawatan dengan agen inotropik seperti
dobutamine meningkatkan cardiac output dan tekanan darah.
Sejak autoregulasi otak gagal setelah PSA, meningkatkan
tekanan darah dapat meningkatkan aliran darah otak. Sampai
70% desifit neurologis karena iskemik yang terjadi setelah
operasi aneurysma dapat diturunkan dengan menginduksi
hipertensi sampai tingkat kritis tekanan darah ¹. Pengenalan
dini dan penatalaksanaan defisit neurologis dapat mencegah
progresi iskemik menjadi infark. Penatalaksanaan yang
terlambat dapat memicu edema vasogenik pada daerah iskemik.
2. Neuroprotektor : beberapa neuroprotektor baru ( selain
antagonis calcium) sekarang sedang dalam penelitian pada
pasien dengan PSA tetapi kegunaan mereka masih belum
diketahui.
C. Hidrosefalus
Hidrosefalus menyebabkan deteriosasi akut memerlukan drainase
cairan serebrospinal (CSS) yang darurat dengan kateter
ventrikuler (lumbal punksi sementara dapat memguntungkan
sementara). Deteriosasi bertahap atau kegagalan yang meningkat
mengindikasikan drainase CSS permanen dengan
ventriculoperitoneal atau lumboperitoneal shunt.
D. Perluasan Hematom Intracerebral
Hematoma intraserebral yang berasal dari ruptur aneurysma
tidak memerlukan penatalaksanaan spesifik kecuali efek massa
menyebabkan deteriosasi tingkat kesadaran. Ini memerlukan
angiography darurat diikuti pengeluaran hematom dengan atau
tanpa kliping simultan, dibawah kondisi ini mortalitas operasi
sangat tinggi.
M. PROGNOSAPrognosis suatu aneurisma tergantung dari 7:
Usia
Status neurologikus dalam perawatan
Lokasi aneurisma
Selang waktu antara awal kejadian perdarahan subarachnoid
dengan penatalaksanaan medis
Adanya hipertensi dan penyakit lain
Tingkat vasospasme
Adanya perdarahan ulang atau tidak
Tingkat perdarahan subarachnoid
Adanya perdarahan intraventrikular atau intraparenkimal
Pasien dengan status klinis grade I (sakit kepala ringan atau
meningismus ringan), II (sakit kepala berat, meningismus, atau
neuropati kranial), III (letargi, bingung, atau tanda
neurologik fokal) memiliki prognosa yang lebih baik
dibandingkan dengan pasien grade IV(penurunan kesadaran yang
buruk) danV (koma dengan flaksiditas atau postur tubuh
abnormal). Pasien grade IV dan V memiliki kecenderungan hasil
yang buruk meskipun mereka mendapat perawatan apapun². Tingkat
mortalitas operatif sendiri berkisar antara 8-45% tergantung
kondisi klinis dan waktu pasien ¹.
2.2 Demensia
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.
Epidemiologi
Laporan Departemen Kesehatan tahun 1998, populasi usia lanjut diatas 60 tahun adalah 7,2 % (populasi usia lanjut kurang lebih 15 juta). peningkatan angka kejadian kasus demensia berbanding lurus dengan meningkatnya harapan hidup suatu populasi . Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 % pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Demensia terbagi menjadi dua yakni Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler. Demensia Alzheimer merupakan kasus demensia terbanyak di negara maju Amerika dan Eropa sekitar 50-70%. Demensia vaskuler penyebab kedua sekitar 15-20% sisanya 15- 35% disebabkan demensia lainnya. Di Jepang dan Cina demensia vaskuler 50 – 60 % dan 30 – 40 % demensia akibat penyakit Alzheimer.
Klasifikasi
Menurut Umur:
1. Demensia senilis (>65th)2. Demensia prasenilis (<65th)
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B Defisiensi,
Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otakTipe Alzheimer
1. Tipe non-Alzheimer2. Demensia vaskular3. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)4. Demensia Lobus frontal-temporal5. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)6. Morbus Parkinson7. Morbus Huntington8. Morbus Pick9. Morbus Jakob-Creutzfeldt10. Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker11. Prion disease12. Palsi Supranuklear progresif13. Multiple sklerosis14. Neurosifilis15. Tipe campuran
Menurut sifat klinis:
1. Demensia proprius2. Pseudo-demensia
Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. & Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya (Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir.
Gejala Klinis
Ada dua tipe demensia yang paling banyak ditemukan, yaitu tipe Alzheimer dan Vaskuler.
1. Demensia Alzheimer
Gejala klinis demensia Alzheimer merupakan kumpulan gejala demensia akibat gangguan neuro degenaratif (penuaan saraf) yang berlangsung progresif lambat, dimana akibat proses degenaratif menyebabkan kematian sel-sel otak yang massif. Kematian sel-sel otak ini baru menimbulkan gejala klinis dalam kurun waktu 30 tahun. Awalnya ditemukan gejala mudah lupa (forgetfulness) yang menyebabkan penderita tidak mampu menyebut kata yang benar, berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah. Hal ini disebabkan adanya gangguan kognitif sehingga timbul gejala neuropsikiatrik seperti, Wahan (curiga, sampai menuduh ada yang mencuri
barangnya), halusinasi pendengaran atau penglihatan, agitasi (gelisah, mengacau), depresi, gangguan tidur, nafsu makan dan gangguan aktifitas psikomotor, berkelana.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
Stadium I
Berlangsung 2-4 tahun disebut stadium amnestik dengan gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun. “Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau lupa hal baru yang dialami
Stadium II
Berlangsung selama 2-10 tahun, dan disebutr stadium demensia. Gejalanya antara lain,
Disorientasi gangguan bahasa (afasia) penderita mudah bingung penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan
kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi.
Dan ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat prevalensinya 15-20%,”
.Stadium III Stadium ini dicapai setelah penyakit berlangsung 6-12 tahun.Gejala klinisnya antara lain:
Penderita menjadi vegetatif tidak bergerak dan membisu daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya
sendiri tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain kematian terjadi akibat infeksi atau trauma
2. Demensia Vaskuler
Untuk gejala klinis demensia tipe Vaskuler, disebabkan oleh gangguan sirkulasi darah di otak. “Dan setiap penyebab atau faktor resiko stroke dapat berakibat terjadinya demensia,”. Depresi bisa disebabkan karena lesi tertentu di otak akibat gangguan sirkulasi darah otak, sehingga depresi itu dapat didiuga sebagai demensia vaskuler. Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer. Hal ini disebabkan karena kemampuan penilaian terhadap diri sendiri dan respos emosi tetap stabil pada demensia vaskuler.
Dibawah ini merupakan klasifikasi penyebab demensia vaskuker, diantaranya:
1. Kelainan sebagai penyebab Demensia :
penyakit degenaratif penyakit serebrovaskuler
keadaan anoksi/ cardiac arrest, gagal jantung, intioksi CO trauma otak infeksi (Aids, ensefalitis, sifilis) Hidrosefaulus normotensif Tumor primer atau metastasis Autoimun, vaskulitif Multiple sclerosis Toksik kelainan lain : Epilepsi, stress mental, heat stroke, whipple disease
2. Kelainan/ keadaan yang dapat menampilkan demensi
1. Gangguan psiatrik :
Depresi Anxietas Psikosis
2. Obat-obatan :
Psikofarmaka Antiaritmia Antihipertensi
3. Antikonvulsan
Digitalis
4. Gangguan nutrisi :
Defisiensi B6 (Pelagra) Defisiensi B12 Defisiensi asam folat Marchiava-bignami disease
5. Gangguan metabolisme :
Hiper/hipotiroidi Hiperkalsemia Hiper/hiponatremia Hiopoglikemia Hiperlipidemia Hipercapnia Gagal ginjal Sindromk Cushing Addison’s disesse Hippotituitaria Efek remote penyakit kanker
Tanda dan Gejala Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sbb:
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
5. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah
Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
Pembedaan antara delirium dan demensia Bagian otak yang terkena Penyebab yang potensial reversibel Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah) Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
Peran Keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat Lansia dengan demensia.
Tingkah Laku Lansia
Pada suatu waktu Lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu membuat Lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya. Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan Lansia, tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis pada suhu yang panas.
Seperti layaknya anak kecil terkadang Lansia dengan demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh Lansia, memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari Lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat Lansia dengan demensia di rumahnya.
Pencegahan & Perawatan Demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak,seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif o Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.o Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan teman yang
memiliki persamaan minat atau hobi4. Mengurangi stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Aneurisma adalah pelebaran abnormal dari sebuah arteri yang
berhubungan dengan kelemahan pada dinding arteri yang
disebabkan adanya defek pada tunika media / lamina elastika
yang terganggu.
2. Pada otopsi di Amerika Serikat, kejadian aneurisma
intrakranial ditemukan pada sekitar 1% populasi². Insidensi
perdarahan subarachnoid disebabkan rupturnya aneurisma sekitar
6-16% per 100.000 orang per tahunnya. ² Aneurisma lebih banyak
didapatkan pada wanita dengan ratio 3:2
3. Faktor predisposisi penting terjadinya aneurisma berkaitan
dengna riwayat keluarga, kelainan jaringan ikat, hipertensi
dan fator lainnya.
4. Gejala klinik suatu aneurisma tergantung keadaan aneurisma
itu sendiri, bisa berupa efek kompresi massa, perdarahan
karena aneurisma yang pecah, trombosis maupun asimptomatik.
5. Penatalaksanaan dan prognosa suatu aneurisma tergantung
lokasi dan ukurannya, usia penderita, komplikasi, selang waktu
antara awal kejadian perdarahan subarachnoid dengan
penatalaksanaan medis, dan adanya penyakit lain sebelumnya
seperti hipertensi dan lain-lain.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://rheno-biology.blogspot.com/2010/11/sistem-integumen-manusia.htm