17
 Penataan Ruang Pasca Bencana (Studi Kasus Kecamatan Panti, Kabupaten Jember ) Elida Novita, STP, MT (Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember)  ABSTRACT Human activities often cause the environmental degradation that turn into disaster. The ir activitie s hap pen ed wit hout consideri ng the car ryi ng capaci ty and the capability of environment. One of the disasters happened 3 years ago is big flood overflow and landslide at Panti district, Jember regency on January 2 nd , 2006. The objectives of this paper are to give the alternative watershed management based on spati al pla nning and spa tia l pla nni ng aft er dis ast er at Pan ti dis tri ct, Jember regency, East Java. The watershed management could not separate from spatial  planning, because the sp atial pl anni ng gi vi ng di rection and or ient ation for watershed management. The ideal spatial planning concept is bioregion principal that spatial planni ng integrated with the ecosyste m. Within bioregion, the equality between spaces has been formed into comfortable, productive and sustainability  place. And it does not happened only at the area where planned but for others. Bed adu ng cat chment ’s area or Bed adu ng wat ers hed dev elo pme nt esp eci all y in  plantation and protected or conservation area should based on bioregion principal. So the harmonized between economic, social and ecology with ideal, appropriate and usef ul pl aces could be create d. Are a reh abi lit ati on and natural res our ces management (e.g. forests, plantation, agriculture area, the edge of river especially conservation area) in Bedadung watershed should be planned based on topography,  geology, ecosystem and socio-culture of society in Jember.  ABSTRAK Bencana akibat tindakan manusia terutama disebabkan oleh degradasi lingkungan Kerusa kan lingk ungan terja di karen a manusia berak tivit as memen uhi kebut uhan hidupnya tan pa memperhatik an daya dukun g dan daya tampung lingkungan . Salah satu kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia tiga tahun lalu adalah banjir bandang dan longsor di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur tanggal 2  Ja nuari 200 6. Penuli san makal ah ini bertu juan unt uk member ika n alt ern ati f  pengelolaan DAS berdasarkan tata ruang wilayah di Kabupaten Jember dan penataan ruan g pa sc a bencan a di Ke camatan Panti Kabupa ten Je mb er Jawa Ti mur. Pengelolaan DAS tidak dapat terlepas dari adanya rencana tata ruang. Kedudukan rencana tata ruang dalam pengelolaan DAS, antara lain untuk memberikan arahan  p er encanaan tata ruan g, pe manf aatan ruang da n memb er ik an pe do man  pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar- daerah dalam satu ekosistem (  prinsip bio region) dimaksudkan agar keseimbangan (dalam bentuk ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkan da lam satu kesatuan ek os is tem, ti da k ha ny a terb at as pada wi la yah yang direncanakan. Pembangunan di kawasan perkebunan dan lindung di DAS Bedadung hend aknya didasar kan kepad a satu kesatuan ekosistem (  prinsip bioregion ) agar tercipta keharmonisan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada berbagai skala dan di mensi sert a menganut asas kelestarian, kesesuai an dan kemanfaatan. Reha bilitasi kawasan dan pengelol aan sumbe r daya alam (hut an, kebun, daera h  pertanian, sempadan sungai, terutama kawasan lindung atau konservasi) melihat kondisi topografi, geologi, dan ekosistem serta kondisi sosial budaya masyarakat PENDAHULUAN

makalah bencana_panti

Embed Size (px)

Citation preview

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 1/17

 

Penataan Ruang Pasca Bencana(Studi Kasus Kecamatan Panti, Kabupaten Jember )

Elida Novita, STP, MT(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember)

 ABSTRACT 

Human activities often cause the environmental degradation that turn into disaster.Their activities happened without considering the carrying capacity and thecapability of environment. One of the disasters happened 3 years ago is big flood overflow and landslide at Panti district, Jember regency on January 2nd , 2006. Theobjectives of this paper are to give the alternative watershed management based onspatial planning and spatial planning after disaster at Panti district, Jember regency, East Java. The watershed management could not separate from spatial  planning, because the spatial planning giving direction and orientation for watershed management. The ideal spatial planning concept is bioregion principal

that spatial planning integrated with the ecosystem. Within bioregion, the equality between spaces has been formed into comfortable, productive and sustainability  place. And it does not happened only at the area where planned but for others.Bedadung catchment’s area or Bedadung watershed development especially in plantation and protected or conservation area should based on bioregion principal.So the harmonized between economic, social and ecology with ideal, appropriateand useful places could be created. Area rehabilitation and natural resourcesmanagement (e.g. forests, plantation, agriculture area, the edge of river especially conservation area) in Bedadung watershed should be planned based on topography, geology, ecosystem and socio-culture of society in Jember.

 ABSTRAK 

Bencana akibat tindakan manusia terutama disebabkan oleh degradasi lingkunganKerusakan lingkungan terjadi karena manusia beraktivitas memenuhi kebutuhanhidupnya tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Salahsatu kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia tiga tahun lalu adalah banjir bandang dan longsor di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur tanggal 2  Januari 2006. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif  pengelolaan DAS berdasarkan tata ruang wilayah di Kabupaten Jember dan penataanruang pasca bencana di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur.Pengelolaan DAS tidak dapat terlepas dari adanya rencana tata ruang. Kedudukanrencana tata ruang dalam pengelolaan DAS, antara lain untuk memberikan arahan  perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan memberikan pedoman

 pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu ekosistem (  prinsip bio region) dimaksudkan agar keseimbangan(dalam bentuk ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkandalam satu kesatuan ekosistem, tidak hanya terbatas pada wilayah yangdirencanakan. Pembangunan di kawasan perkebunan dan lindung di DAS Bedadunghendaknya didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem (   prinsip bioregion) agar tercipta keharmonisan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada berbagai skaladan dimensi serta menganut asas kelestarian, kesesuaian dan kemanfaatan.Rehabilitasi kawasan dan pengelolaan sumber daya alam (hutan, kebun, daerah pertanian, sempadan sungai, terutama kawasan lindung atau konservasi) melihatkondisi topografi, geologi, dan ekosistem serta kondisi sosial budaya masyarakat

PENDAHULUAN

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 2/17

 

Posisi geografis Indonesia membentuk pola iklim tropis dengan curah hujan tinggi,

berdekatan dengan jalur gempa serta adanya gunung berapi. Indonesia memiliki

potensi sumber daya alam yang beraneka ragam tetapi terkandung ancaman bencana

alam gempa bumi, gunung berapi, tsunami dan gerakan tanah lainnya. Menurut UU

No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 1, bencana adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor

nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. UU

No. 24 Tahun 2007 juga mendefinisikan bencana alam sebagai bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam

antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor. Definisi ini melihat seolah-seolah bencana alam semata-

mata terjadi karena faktor alam meniadakan aspek kecerobohan manusia. Karena

banjir, tanah longsor tidak muncul menjadi bencana apabila sistem dan mekanisme

terhadap penanganan lingkungan dilakukan. UU No.24 Tahun 2007 mendefinisikan

bencana yang diakibatkan oleh tindakan manusia adalah bencana sosial seperti

konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas dan teror.

Menurut Kodoatie dan Syarief (2006), bencana pada dasarnya disebabkan oleh

alam dan tindakan-tindakan manusia. Bencana akibat tindakan manusia terutamadisebabkan oleh degradasi lingkungan sebagai salah satu faktor kunci penyebab

bencana. Kerusakan lingkungan terjadi karena manusia beraktivitas memenuhi

kebutuhan hidupnya tanpa memperhatikan daya dukung dan daya tampung

lingkungan. Bahkan aktivitas tersebut dilakukan di daerah atau lokasi yang

seharusnya tidak/kurang layak huni bahkan dikembangkan sebagai tempat aktifitas

produksi, industri dan konstruksi. Sebagai contoh adalah bantaran sungai, tepian

pantai, lereng dan perbukitan tidak stabil. Melalui aktivitasnya, manusia juga dapat

menyebabkan lokasi-lokasi yang semula stabil menjadi tidak stabil. Dampak yang

diakibatkan mulai dari berkurangnya kenyamanan hidup hingga kehilangan nyawa dan

kerugian materi yang besarnya tergantung intensitas bencana alam yang terjadi.

Salah satu kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia tiga tahun lalu adalah

banjir bandang dan longsor di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur

tanggal 2 Januari 2006. Hujan deras sejak 1 Januari malam hingga pagi hari di

kawasan yang sebenarnya tidak layak huni serta adanya alih fungsi lahan menjadi

kawasan perkebunan monokultur dan pembalakan liar menyebabkan tebing

pegunungan Argopuro longsor karena tidak ada lagi akar-akar pohon yang mengikat

2

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 3/17

 

tanah dan menyerap air hujan. Sub DAS Kaliputih sebagai hulu DAS Bedadung tidak

lagi mampu menampung air hujan yang masuk bersamaan longsoran tanah dan kayu

sisa pembalakan liar.

Sungai Kaliputih yang selama ini menjadi sistem perlindungan dan penyangga

kehidupan masyarakat, ternyata menyebabkan bencana yang tidak hanya merugikan

masyarakat sekitar tetapi juga masyarakat di hilir Sungai Bedadung. Kerusakan 459

rumah dan gedung sekolah karena tergenang lumpur sedalam 0,5 - 1 m, terputusnya

4 jembatan desa, lumpur menutupi ruas jalan Jember-Surabaya, saluran air bersih

rusak, dan kurang lebih 1.000 ha sawah terendam air bercampur lumpur di Kec.

Balung. Bahkan 87 orang meninggal, ratusan orang luka serta ribuan orang terpaksa

mengungsi.

Kerusakan lingkungan yang telah terjadi haruslah diperbaiki, agar manusia dapat

melakukan pembangunan secara berkelanjutan. Melalui penataan ruang yang

memperhatikan daya dukung lingkungan, manusia dapat melanjutkan aktivitasnya

untuk memenuhi kebutuhannya tanpa harus merusak lingkungan. Wilayah yang telah

terkena bencana tidak harus dihindari tetapi dapat dikelola dengan memperhatikan

asas-asas lingkungan yang diterapkan dalam penataan ruang. Tata ruang merupakan

wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang secara langsung maupun tidak

langsung akan mempengaruhi keberlanjutan aktivitas pembangunan. Melaksanakan

penataan ruang berarti melakukan tindakan pengelolaan lingkungan hidup, danmelaksanakan pengelolaan lingkungan hidup berarti menjalankan seluruh asas-asas

penataan ruang. Hal ini telah tersirat secara jelas dalam Undang-undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan alternatif 

pengelolaan DAS berdasarkan tata ruang wilayah di Kabupaten Jember dan penataan

ruang pasca bencana di Kecamatan Panti Kabupaten Jember Jawa Timur.

PEMBAHASAN

Menurut Carter dalam Kodoatie dan Sjarief (2006), bencana adalah suatu

kejadian, alam atau buatan manusia, tiba-tiba atau progresive yang menimbulkan

dampak yang dahsyat (hebat) sehingga komunitas (masyarakat) yang terkena atau

terpengaruh harus merespon dengan tindakan-tindakan luar biasa. Penyebab

bencana dapat dibagi menjadi dua, yaitu alam dan manusia. Menurut Soenarno

(2004), pada prinsipnya bencana alam disebabkan oleh dua hal, yaitu: (1) peristiwa

alam atau kondisi alam yang tidak dapat dikendalikan atau dihindari manusia

sehingga bersifat probabilistik, dan (2) kegiatan/aktivitas manusia yang dapat

mempengaruhi/memperbesar intensitas atau tingkat keparahan bencana sehingga

3

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 4/17

 

bersifat deterministik karena dapat dikendalikan/dikontrol. Menurut Kodoatie dan

Sjarief (2006), aktivitas manusia dalam rangka mencukupi kebutuhan hidupnya

melakukan perubahan tata guna lahan untuk mencari nafkah dan tempat tinggal.

Krisis air meningkat dan dipercepat oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi baik

secara alami maupun migrasi. Bencana banjir, longsor dan kekeringan merupakan

bukti degradasi lingkungan yang dari waktu ke waktu cenderung meningkat.

Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan

dengan yang lainnya. Sebagai contoh apabila suatu hutan lebat yang berada dalam

suatu daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai

akan meningkat antara 5 sampai 20 kali, tergantung dari jenis hutan dan jenis

pemukiman. Perubahan tata guna lahan memberikan kontribusi dominan kepada

aliran permukaan (run-off ). Hujan yang jatuh ke tanah, airnya akan menjadi aliran

permukaan di atas tanah dan sebagian meresap ke dalam tanah tergantung kondisi

tanahnya.

Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, namun jika tidak

dikelola dengan baik dapat menimbulkan bencana. Terjadinya banjir dan longsor

merupakan akibat yang disebabkan oleh daya rusak air (UU No. 7 Tahun 2004 tentang

sumber daya air). Sebagai bagian sumberdaya alam yang dinamis, air senantiasa

bergerak mengikuti hukum alam dari hulu ke hilir tanpa mengenal batas administrasi

memerlukan pendekatan tersendiri, agar kesatuan sistem hidrologis serta ikatan danrekatan antar daerah tetap terjaga. Dengan demikian Daerah Aliran Sungai (DAS)

sebagai satu kesatuan sistem hidrologis harus dijaga kelestarian fungsinya karena

memiliki peran besar sebagai sistem perlindungan dan penyangga kehidupan.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)

Pengelolaan DAS pada hakekatnya merupakan pengelolaan sumber daya alam oleh

manusia terutama terhadap lahan, hutan dan air. Degradasi DAS seperti hutan

gundul, lahan kritis, longsor, sedimentasi dan banjir terjadi karena peningkatan

pemanfaatan sumberdaya alam hutan, tanah dan air tanpa diimbangi usaha-usaha

menurut norma dan teknologi yang menjamin kelestarian sumber daya alam. Selama

ini terdapat kerancuan dalam mengartikan pengelolaan DAS yang semata didasarkan

pada hubungan yang bersifat fisik, seperti konservasi hutan, tanah dan air bukan

sebagai pengelolaan sumberdaya yang bertujuan keberlanjutan fungsi dan integritas

ekosistem DAS. Pengelolaan DAS sesuai sifat aliran air seharusnya lintas sektor dan

lintas wilayah geografis dan dilakukan secara terpadu. Pengelolaan DAS seharusnya

memperhitungkan faktor lain yang berkaitan dengan aspek ekonomi, regulasi dan

pengaturan kelembagaan yang melibatkan lebih dari satu lembaga pengelolaan DAS.

4

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 5/17

 

Permasalahan yang penting dalam pengelolaan DAS adalah belum adanya rencana

induk pengembangan dan pengelolaan yang secara konsisten digunakan sebagai dasar

penyusunan program kerja tahunan sektor terkait, sehingga program kerja disusun

parsial oleh berbagai instansi dan berimplikasi pada benturan kepentingan antar

sektor sehingga pengelolaan DAS menjadi tidak efektif. Semakin tinggi alih fungsi

lahan dan penerapan terhadap tata ruang yang tidak sesuai, menyebabkan bencana

banjir, kekeringan dan bencana lainnya. Keterpaduan dalam pengelolaan DAS sangat

penting, karena: (1) Pengelolaan sumberdaya alam dalam suatu DAS melibatkan

berbagai sektor dan pihak seperti pemerintah, swasta dan masyarakat yang saling

terkait dan harus dikoordinasikan untuk mencapai tujuan bersama. (2) Secara

hidrologis, ada keterkaitan yang signifikan antara kegiatan di daerah hulu, tengah

dan hilir. (3) Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang bersifat multidisiplin dan

mencakup berbagai kegiatan.

Konsep Penataan Ruang

Dardak (2006), ruang mengandung pengertian sebagai “wadah yang meliputi

ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat

manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara

kelangsungan hidupnya”. Ruang itu terbatas dan jumlahnya relatif tetap. Sedangkan

aktivitas manusia dan pesatnya perkembangan penduduk memerlukan ketersediaan

ruang untuk beraktivitas senantiasa berkembang setiap hari. Hal ini mengakibatkankebutuhan akan ruang semakin tinggi. Ruang merupakan sumber daya alam yang

harus dikelola bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Dalam konteks ini ruang harus dilindungi dan

dikelola secara terkoordinasi, terpadu, dan berkelanjutan. Dilihat dari sudut pandang

penataan ruang, salah satu tujuan pembangunan yang hendak dicapai adalah

mewujudkan ruang kehidupan yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan (Brown

and Duhr, 1999).

Ruang kehidupan yang nyaman berarti adanya kesempatan yang luas bagi

masyarakat untuk mengartikulasikan nilai-nilai sosial budaya dan fungsinya sebagai

manusia. Produktif  mengandung pengertian bahwa proses produksi dan distribusi

berjalan secara efisien sehingga mampu memberikan nilai tambah ekonomi untuk

kesejahteraan masyarakat sekaligus meningkatkan daya saing. Sementara

berkelanjutan mengandung pengertian kualitas lingkungan fisik dapat dipertahankan

bahkan dapat ditingkatkan, tidak hanya untuk kepentingan generasi saat ini, namun

juga generasi yang akan datang.

5

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 6/17

 

Perencanaan tata ruang hendaknya mengikuti pendekatan bio-region  dalam

penetapan batas wilayah analisisnya. Melalui pendekatan ini, keterkaitan antara

wilayah/kawasan yang direncanakan dengan wilayah/kawasan lain dalam satu sistem

ekologi (ekosistem) dianalisis. Analisis mencakup pengaruh yang diterima maupun

dampak yang ditimbulkan dari proses pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan

rencana tata ruang yang disusun. Pengabaian terhadap prinsip ekosistem akan

mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di wilayah lain, misalnya di wilayah hilir

apabila perencanaan di wilayah hulu tidak memperhatikan dampak yang ditimbulkan

dari implementasi rencana tata ruangnya terhadap wilayah hilir (Nadin, 1997).

Di samping keterpaduan antar-daerah dalam satu ekosistem, perencanaan tata

ruang juga harus disusun dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung

lingkungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2), Pasal 22 ayat (2) dan

Pasal 25 ayat (2) UU 26/2007 Tentang Penataan Ruang. Perhatian terhadap daya

dukung dan daya tampung lingkungan dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak

melampaui batas-batas kemampuan lingkungan hidup dalam mendukung dan

menampung aktivitas manusia tanpa mengakibatkan kerusakan lingkungan (UU No. 23

mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup). Kemampuan tersebut mencakup

kemampuan dalam menyediakan ruang, kemampuan dalam menyediakan sumberdaya

alam, dan kemampuan untuk melakukan perbaikan kualitas lingkungan apabila

terdapat dampak yang mengganggu keseimbangan ekosistem.Menurut Rustiadi dkk (2007), Rencana Tata Ruang juga mencakup arahan pola

pemanfaatan ruang untuk kawasan-kawasan yang berfungsi lindung. Pengaturan

arahan pola pemanfaatan ruang untuk kawasan lindung dimaksudkan agar: a.

Kawasan-kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan budidaya

(kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya) tetap

terjaga keberadaannya, sehingga kawasan budidaya dapat dioptimalkan untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, termasuk kebutuhan bagi generasi yang

akan datang. b. Kawasan-kawasan yang secara spesifik perlu dilindungi untuk

kepentingan pelestarian flora dan fauna (plasma nuftah), pelestarian warisan budaya

bangsa, pengembangan ilmu pengetahuan, dan kepentingan lainnya dapat tetap

dipertahankan untuk jangka waktu yang tidak terbatas.

Berdasarkan Pasal 25 hingga Pasal 27 UU No. 26 Tahun 2007, Rencana Tata Ruang

Wilayah Kabupaten (RTRWK) dibuat berdasarkan RTRWN dan RTRWP. RTRWK

menjadi pedoman untuk penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)

Kabupaten dan RPJM Kabupaten. Jangka RTRWK adalah selama 20 tahun dan ditinjau

setiap 5 tahun sekali. Apabila terjadi kejadian bencana alam besar yang ditetapkan

6

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 7/17

 

dengan peraturan perundang-undangan maka RTRWK ditinjau kembali lebih dari satu

kali dalam 5 tahun. Dalam hal ini pengendalian tata ruang sebagai bagian dari

penataan ruang meliputi pengawasan, pemantauan dan penertiban ruang agar

pemanfaatan ruang dapat terlaksana sesuai dengan rencana tata ruang.

Penataan Ruang Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai 

Pengelolaan DAS tidak dapat terlepas dari adanya rencana tata ruang.

Kedudukan rencana tata ruang dalam pengelolaan DAS, antara lain untuk

memberikan arahan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan memberikan

pedoman pengendalian pemanfaatan ruang. Pengelolaan DAS dalam kaitannya

dengan penataan ruang dan penatagunaan tanah dalam otonomi haruslah disesuaikan

dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimana pemerintah

pusat mempunyai wewenang pengaturan, pengarahan melalui penerbitan berbagai

pedoman, serta pengawasan dan pengendalian berskala makro. Pemerintah propinsi

mempunyai wewenang yang bersifat lintas kabupaten/kota, pemberian perijinan

tertentu, penyusunan rencana tertentu (Idrus dan Mayasari, 2004). Sedangkan

pemerintah kabupaten mempunyai wewenang yang bersifat pemberian ijin tertentu,

perencanaan pelaksanaan serta pengawasan dan pengendalian bersifat mikro.

Sehubungan dengan pengelolaan DAS, maka berdasarkan hamparan wilayah dan

fungsi strategisnya, DAS dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. DAS lokal, terletak secarautuh berada di satu daerah kabupaten/kota dan/atau DAS yang secara potensial

hanya dimanfaatkan oleh satu Daerah Kabupaten/Kota.

b. DAS regional, terletak

secara geografis melewati lebih dari satu daerah kabupaten/kota dan/atau DAS

yang secara potensial dimanfaatkan lebih dari satu Daerah Kabupaten/Kota,

dan/atau DAS lokal yang atas usulan Pemerintah Kabupaten/Kota yang

bersangkutan dan hasil penelitian ditetapkan untuk didayagunakan

(dikembangkan dan dikelola) oleh pemerintah propinsi, dan/atau DAS yang secara

potensial bersifat strategis bagi pembangunan regional.

c. DAS nasional, letaknya

secara geografis melewati lebih dari satu daerah propinsi, dan/atau secara

potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu propinsi, dan/atau DAS regional yang

atas usulan Pemerintah Propinsi bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan

untuk didayagunakan oleh Pemerintah Pusat, dan/atau DAS yang secara potensial

bersifat strategis bagi pembangunan nasional.

7

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 8/17

 

Hal yang terpenting saat ini adalah bagaimana rencana tata ruang yang telah

disusun dengan berbagai koordinasi dapat diimplementasikan sesuai dengan konsep

pengelolaan DAS, one watershed, one plan, one integrated management untuk

kepentingan bersama. Perlu adanya regulasi dan mekanisme kelembagaan yang

jelas, lembaga pengikat yang akan berfungsi sebagai koordinator dalam one

management pengelolaan DAS. Sehingga rencana tata ruang yang telah disusun

berdasarkan koordinasi semua stakeholder dapat dijadikan acuan/pedoman utama

bagi pengelolaan DAS dan pembangunan lainnya.

Penataan Ruang Pasca Bencana Panti 

Perencanaan tata ruang yang terintegrasi antar-daerah dalam satu ekosistem

(prinsip bio region) dimaksudkan agar keseimbangan (dalam bentuk ruang yang

nyaman, produktif, dan berkelanjutan) dapat diwujudkan dalam satu kesatuan

ekosistem, tidak hanya terbatas pada wilayah yang direncanakan. Banjir bandang dan

longsor yang terjadi di Kecamatan Panti Kabupaten Jember adalah salah satu

indikator pengabaian prinsip pengelolaan DAS dalam satu kesatuan ekosistem.

Pengabaian terhadap prinsip ini mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup di

wilayah lain. Adanya alih fungsi lahan dan kerusakan kawasan hutan di hulu DAS

Bedadung tidak mempertimbangkan dampaknya di wilayah tengah dan hilir.

Penurunan daya dukung lingkungan terjadi karena hilangnya tumbuh-tumbuhan

penyangga ekosistem di kawasan tersebut. Hutan lindung dirubah menjadi hutanperkebunan yang monokultur. Ekosistem monokultur (homogen) ini cenderung

bersifat tidak stabil terutama bila berada di kawasan lereng yang curam (kemiringan

40%). Selain itu monokultur cenderung mengambil unsur hara yang banyak sekali

dibanding ekosistem heterogen.

Sebagai salah satu anak sungai DAS Bedadung yang berada di hulu, penataan

ruang di sempadan Sungai Kaliputih haruslah terintegrasi dengan kebutuhan penataan

ruang di hilir berdasarkan prinsip one river, one plan, one integrated management .

Dalam hal ini pengelolaannya menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten

Jember melalui Balai PSAWS Bondoyudo Mayang. Sesuai letak geografis dan

fungsinya, maka DAS Bedadung termasuk DAS lokal di Kabupaten Jember. Peristiwa

bencana alam yang telah terjadi menunjukkan ketiadaan pengelolaan DAS yang

terintegrasi antara pemanfaatan sumber daya alam, penetapan tata ruang dan

pengawasannya.

Penataan ruang di DAS Bedadung pasca bencana hendaknya dilaksanakan sesuai

asas kelestarian, kesesuaian dan kemanfaatan. Asas kelestarian dalam penataan

ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang tidak mengurangi nilai manfaat di masa

8

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 9/17

 

yang akan datang dengan memberikan perlindungan terhadap kualitas ruang. Asas

kesesuaian bertujuan untuk memanfaatkan ruang sesuai dengan potensi yang

dikandungnya sedangkan asas kemanfaatan ditujukan agar nilai manfaat ruang dapat

memberikan dampak bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat secara optimal.

Menurut Penataan ruang dalam hal ini terdiri dari proses perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan adalah

kegiatan menyusun dan menetapkan rencana tata ruang, yang dilakukan melalui

proses dan prosedur penyusunan serta penetapan rencana tata ruang. Pemanfaatan

ruang adalah upaya untuk menggunakan rencana tata ruang yang sudah disusun untuk

mengarahkan penggunaan ruang secara optimal, lestari, dan seimbang, sesuai dengan

kebutuhan dan potensi ruang serta kendala-kendalanya, melalui program

pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya sesuai dengan jangka waktu yang

ditetapkan dalam rencana tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah

kegiatan pengawasan dan penertiban pemanfaatan ruang sebagai usaha menjaga

kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang telah ditetapkan dalam

rencana tata ruang.

Penataan ruang dalam pembangunan berkelanjutan mensyaratkan keharmonisan

aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada berbagai skala dimensi. Antara lain usaha

menyeimbangkan keberadaan kawasan budidaya dan lindung tanpa menimbulkan

kesenjangan antar wilayah, hingga usaha intervensi gaya hidup penduduk denganmenciptakan tata ruang yang minim penggunaan energi dan dampak lingkungan.

Penataan ruang yang berkelanjutan juga efektif berfungsi sebagai alat mitigasi

bencana, sekaligus alat adaptasi kecenderungan perubahan global, khususnya dalam

membantu masyarakat menghadapi resiko dan dampak yang sewaktu-waktu terjadi.

Upaya penataan ruang merupakan kebijakan pokok pengelolaan DAS Bedadung

yang diperlukan dalam rangka penanganan banjir. Salah satu upaya yang perlu

dilaksanakan dalam kerangka tata ruang adalah upaya revitalisasi dan

operasionalisasi rencana tata ruang yang berorientasi kepada pemanfaatan dan

pengendalian rencana tata ruang yang ada melalui kegiatan-kegiatan pokok seperti:

1. Inventarisasi perubahan fungsi lahan penyebab banjir,

2. Pengkajian rencana tata ruang yang ada,

3. Penyiapan dukungan pemanfaatan rencana tata ruang dan

4. Pengendalian ruang.

Melalui penataan tata guna lahan di DAS diharapkan dapat memperbaiki kondisi

hidrologis DAS, sehingga tidak lagi menimbulkan banjir di musim hujan dan

kekeringan di musim kemarau serta menekan laju erosi DAS yang berlebihan sehingga

9

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 10/17

 

dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir. Penataan tiap-tiap

kawasan, proporsi masing-masing luas penggunaan lahan dan cara pengelolaan

masing-masing kawasan perlu mendapat perhatian yang baik. Daerah hulu DAS

Bedadung merupakan daerah penyangga yang berfungsi sebagai recharge atau

pengisian kembali air tanah, misalnya ditentukan kawasan hutan minimum 30% dari

luas DAS. Dalam rangka mencegah laju erosi DAS, perlu ditentukan pengelolaan yang

tepat untuk masing-masing kawasan. Hal ini meliputi sistem pengelolaan, pola

tanam dan jenis tanaman yang disesuaikan jenis tanah, kemampuan tanah, elevasi

dan kelerengan lahan. Erosi lahan yang tinggi akan menentukan besarnya angkutan

sedimen di sungai dan mempercepat laju sedimentasi di sungai, terutama di bagian

hilir. Sedimentasi di sungai akan merubah penampang sungai dan memperkecil

kapasitas pengaliran sungai (Kodoatie dan Sjarief, 2006)

Menurut Dardak (2006), beberapa ketentuan pemanfaatan ruang yang berkaitan

dengan pengelolaan DAS di hulu adalah sebagai berikut:

Kawasan hutan produksi secara umum :a. Topografi : kelerengan berkisar 8 – 40% (landaisampai dengan curam);b. Hidrologi : berfungsi sebagai penyangga air;c. Geologi : berperan melindungi tanah dari longsor;d. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi rendah -tinggi;e. Klimatologi : intensitas hujan tinggi sampai rendah (13,6 – 34,8

mm/hr.hujan)f. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai, jalan raya).

Kawasan hutan produksi biasa adalah sebagai berikut :a. Topografi : kelerengan berkisar 0 – 40% (landaisampai dengan curam);b. Hidrologi : berfungsi sebagai penyangga air;c. Geologi : berperan melindungi tanah darilongsor;d. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaanterhadap erosi rendah sampai tinggi;e. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai,

jalan raya).

Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi adalah sebagai berikut :a. Topografi : kelerenganberkisar 0 – 40% (landai sampai dengan agak curam);b. Geologi : tanah dengan tingkat kepekaan erosi rendah;c. Karakteristik tanah memiliki tingkat kepekaan terhadap erosi rendahsampai sedang;d. Dalam radius pelayanan jaringan jalan (sungai, jalan raya).

Kawasan Perkebunan, maka kawasan haruslah memenuhi kriteria berikut:a. Ketinggian < 2.000 meter;b. Kelerengan < 40%;c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm;d. Curah hujan > 1.500 mm per tahun.

10

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 11/17

 

Untuk kawasan hutan rakyat adalah :a. Mempunyai lereng lapangan berkisar 0 – 40 % ;b. Karakteristik tanah yang memiliki tingkatkepekaan terhadap erosi rendah sampai sedang;c. Intensitas hujan rendah sampai sangat tinggi

dengan kisaran 13,6 – 34,8 mm/Hr.Hujan;e. Mempunyai ketinggian tidak lebih dari 1000 meter di atas permukaanlaut;f. Luas minimal 0,25 hektar;g. Mempunyai fungsi hidrologis/pelestarian ekosistem;h. Luas penutupan tajuk minimal 50 % dan merupakan tanaman cepattumbuh.

Berdasarkan peruntukan di atas, maka Pemerintah Kabupaten Jember dapat

membuat suatu rencana tata ruang baru Kabupaten Jember terutama untuk kawasan

yang selama ini dijadikan kawasan perkebunan dan hutan sehingga kerusakan

terhadap sumber daya dapat dicegah dan ditanggulangi. Sesuai dengan UU No. 18

Tahun 2004 tentang Perkebunan Pasal 2, maka perkebunan seharusnya

diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, keberlanjutan, keterpaduan,

kebersamaan, keterbukaan serta berkeadilan. Dalam Pasal 4, perkebunan

mempunyai fungsi ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Fungsi ekonomi yaitu

peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta penguasaan struktur

ekonomi wilayah dan nasional. Fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah

dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen dan penyangga kawasan lindung. Fungsi

sosial budaya yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Dipertegas dalam pasal

7, perencanaan perkebunan dilakukan berdasar (a) rencana pembangunan nasional,

(b) RTRW, (c) kesesuaian tanah dan iklim serta ketersediaan tanah untuk usaha

perkebunan, (d) kinerja pembangunan perkebunan, (e) perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, (f) sosial budaya, (g) lingkungan hidup, (h) kepentingan

masyarakat, (i) pasar dan (j) aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi

keutuhan bangsa dan negara.

Adapun kawasan perkebunan yang rawan bencana berada di lereng curam perlu

dikonservasi dengan pemilihan tanaman yang memiliki akar dan mampu mencegah

terjadinya longsor, bahkan dalam masa tertentu perlu ditetapkan menjadi kawasan

lindung untuk memperbaiki ekosistem yang telah rusak. Menurut Pasal 1 UU No. 19

Tahun 2004 tentang Kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang

mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk

mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut

dan memelihara kesuburan tanah. Pemanfaatan hutan dan kawasan hutan harus

disesuaikan dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi.

11

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 12/17

 

Pengaturan Tata Ruang, mulai skala Rencana Umum Tata Ruang hingga Rencana

Teknis Ruang adalah suatu kebijakan yang sangat strategis, dimana dengan adanya

rencana tata ruang maka setiap pengembangan suatu kawasan akan disesuaikan

dengan potensi dan masalahnya. Rencana tata ruang harus diikuti dengan upaya

pengendalian yang sangat ketat, sehingga diperlukan kerangka hukum dan upaya

penegakan hukum yang berkelanjutan dan tidak kenal kompromi. Penggunaan lahan

pada kawasan budidaya maupun kawasan lindung seharusnya berdasarkan prinsip

pembangunan yang berkelanjutan tidak berdasarkan mekanisme pasar. Sehingga air,

sumber air, lahan dan hutan serta sumberdaya alam lainnya mendapatkan

perlindungan yang layak.

Selain itu Pemerintah Kabupaten Jember perlu menyediakan peta daerah rawan

longsor dengan skala cukup besar sehingga dapat dijadikan pedoman penyuluhan

tentang daerah yang rentan terhadap tanah longsor pada tingkat desa dan kecamatan

khususnya yang terletak dalam kawasan perbukitan/pegunungan. Selain itu dapat

juga digunakan sebagai salah satu pedoman dalam program penataan permukiman

dan pembangunan prasarana di daerah rawan tanah longsor.

Peta dimaksud menunjukkan daerah-daerah sebaran yang mempunyai tingkat

kerentanan gerakan tanah yang digambarkan warna merah berarti tinggi, menengah

(kuning), rendah (biru) dan sangat rendah (hijau) disertai rekomendasi penggunaan

lahan. Adapun parameternya adalah kondisi geologi, tata lahan dan dijumpainyalongsoran serta analisis kemantapan lereng. Peta ini ditujukan sebagai acuan untuk

pengembangan wilayah dan analisis resiko serta kebutuhan penanggulangan.

Pengelolaan bencana sendiri merupakan ilmu pengetahuan terapan yang mencari,

dengan observasi sistematis dan analisis bencana, untuk meningkatkan tindakan

terkait dengan preventif, mitigasi, persiapan, respon darurat dan pemulihan.

Pengelolaan bencana terpadu merupakan penanganan integral yang mengarahkan

semua stakeholders dari pengelolaan bencana sub sektor ke sektor silang. Terdapat

3 elemen penting dalam pengelolaan bencana terpadu, yaitu enabling environment,

  peran-peran institusi dan alat-alat manajemen. Kebijakan tata ruang wilayah

meliputi pengkajian tata ruang wilayah dan pengelolaan bencana termasuk salah satu

tindakan pengelolaan bencana terpadu. Sehingga dimungkinkan terjadi perubahan

tata ruang dan sistem pengelolaan bencana untuk meningkatkan jaminan keamanan

dan kenyamanan hidup.

Pengendalian Bencana dan Partisipasi Masyarakat dalam Penataan

Ruang

12

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 13/17

 

Pengendalian banjir dapat dilakukan melalui upaya non struktural dan struktural

serta peningkatan kesiapan dan keswadayaan masyarakat dalam menghadapi bencana

banjir dan bencana yang terkait dengan air lainnya guna mengamankan daerah

permukiman, industri, perkebunan serta memulihkan ekosistem dari kerusakan akibat

bencana yang terkait dengan air. Partisipasi seluruh komponen pemilik kepentingan

(stakeholders) termasuk masyarakat luas dalam perencanaan dan

pengelolaan/manajemen kegiatan mitigasi bencana dan kesiapannya adalah suatu

proses. Menurut Soenarno (2004), proses partisipasi masyarakat yang efektif 

memerlukan perencanaan yang memadai serta dilaksanakan dan diintegrasikan

dengan proses pembangunan social dan ekonomi.

Melalui pendekatan partisipatoris maka akan didapatkan dua hal, yaitu :

1. Pelibatan masyarakat setempat dalam mendaya gunakan

lahan, hutan dan air mewarnai kehidupan mereka, sehingga dapat dijamin

persepsi, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai pengetahuan lokal

dipertimbangkan secara penuh.

2. Adanya umpan balik ( feed back) yang pada hakekatnya

merupakan bagian tidak terlepaskan dari kegiatan pembangunan.

Karena masyarakat adalah kelompok paling dekat dengan objek penataan ruang

dan sumber daya alam yang ada di dalamnya dan yang pertama menerima akibat dari

pengelolaan ruang maka masyarakat harus diikutsertakan dalam pengendalian tata

ruang agar sesuai dan mempertimbangkan kebutuhan mereka. Oleh karena itu

tujuan dan sasaran perencanaan tata ruang pasca bencana harus dibuat bersama

antara pemerintah, masyarakat dan perguruan tinggi, LSM dan pelaku pembangunan

lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan tata ruang telah diatur secara

tegas dalam UU 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan PP 69/1996 Tentang

Pelaksanaan Hal dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat

Dalam Penataan Ruang. Usaha melibatkan elemen pembangunan di luar pemerintah

menjadi kontrol terhadap pelaksanaan tata ruang ( partisipatoric planning). Prinsip

perencanaan yang terpenting adalah menentukan struktur. Yang struktural tidak

boleh berubah, karena merupakan kerangka. Bukit-bukit, sungai, hutan dan daerah

resapan adalah struktur dari suatu wilayah dan tiap-tiap struktur saling berkaitan,

sehingga tidak boleh berubah secara signifikan. Perubahan dan kerusakan yang

terjadi pada salah satu struktur akan mengganggu struktur yang lain.

Selain itu dibutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam

penyelenggaraan penataan ruang yang efektif. Ego sektoral dan keengganan untuk

memahami kepentingan sektor lain dapat menjadi penghambat untuk mewujudkan

13

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 14/17

 

sinergi di kalangan instansi pemerintah. Dalam hal kasus Panti, maka Perum

Perhutani unit II, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pemerintah Kabupaten Jember

sebagai pemilik Perusahaan Daerah Perkebunan dan Balai PSAWS (Pengelolaan

Sumber Air dan Wilayah Sungai) Bondoyudo-Mayang merupakan instansi yang terlibat.

Hak dan kewajiban masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dapat diuraikan

sebagai berikut:

Hak Masyarakat

a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfatan

ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang

 b. mengetahui secara terbuka RTRW, RTRK dan rencana rinci tata ruang

kawasan

c. menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang sebagaiakibat dari penataan ruang

d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya

sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RTR

Kewajiban masyarakat

a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang

 b. berlaku tertib dengan keikutsertaannya dalam proses

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan menaati RTR yang telah

ditetapkan.

Peran serta masyarakat dalam penataan ruang melalui proses perencanaan,

pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang:

Dalam proses perencanaan tata ruang

a. Memberi masukan menentukan arah pengembangan wilayah yang akan

dicapai

b. Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan termasuk

bantuan untuk memperjelas hak atas ruang wilayah, perencanaan tata ruang

kawasan

c. Memberikan masukan dalam merumuskan perencanaan tata ruang

wilayah

d. Memberikan informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam

penyusunan strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah

Dalam pemanfaatan ruang wilayah/kawasan

a. pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasarkan

perpu, agama atau kebiasaan yang berlaku

14

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 15/17

 

b. bantuan pemikiran/ pertimbangan berkenaan dengan wujud

struktural & pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan dan perdesaan

c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTRW

yang ditetapkan

d. konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara dan sumberdaya

alam lainnya untuk tercapainya pemanfataan ruang yang berkualitas

e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW

f. pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan

ruang, dan atau

g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan

kelestarian fungsi lingkungan

Dalam Pengendalian Pemanfaatan Ruang

a. pengawasan pemanfaatan ruang wilayah termasuk pemberian

informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan atau

b. bantuan pemikiran/pertimbangan untuk penertiban kegiatan

pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang

KESIMPULAN

Bencana alam yang terjadi seperti banjir bandang dan tanah longsor selama ini

lebih banyak disebabkan karena kerusakan lingkungan. Perubahan tata guna lahan

merupakan penyebab utama banjir dan tanah longsor karena memberikan kontribusi

dominan kepada aliran permukaan sehingga menyebabkan terjadinya banjir.

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung bersifat multidisiplin dan lintas

sektoral, sehingga sistem perencanaan pengelolaan DAS hendaknya berdasarkan asas

”One Watershed One Plan and One Integrated Management”. Melalui pendekatan

penataan ruang yang berdasarkan wilayah sungai diharapkan terjadi sinkronisasi

antara kegiatan pembangunan di hulu dan di hilir sehingga mengurangi resiko adanya

bencana ke depan seperti banjir, longsor maupun kekeringan.

Pembangunan di kawasan perkebunan dan lindung yang dilakukan dalam konteks

penataan ruang hendaknya didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem ( prinsip

bioregion) agar tercipta keharmonisan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan pada

berbagai skala dan dimensi serta menganut asas kelestarian, kesesuaian dan

kemanfaatan. Rehabilitasi kawasan tidak semata-mata merupakan penghijauan atau

mengembalikan hutan yang gundul tetapi menentukan jenis tanaman yang tepat dan

teknik pengelolaan yang sesuai serta didukung penentuan status kawasan yang

mendukung keselamatan dan kenyamanan hidup masyarakat.

15

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 16/17

 

Rehabilitasi kawasan atau pengelolaan sumber daya alam (hutan, kebun, daerah

pertanian, sempadan sungai, terutama kawasan lindung atau konservasi) melihat

kondisi topografi, geologi, dan ekosistem serta kondisi sosial budaya masyarakat.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk merehabilitasi kawasan Panti adalah:

a. Memperhatikan tujuan jangka pendek dan jangka panjang

dengan berfungsinya kembali hutan sebagai penyangga kehidupan.

 b. Menerapkan konsep komprehensif penanggulangan bencana

pada umumnya dan rehabilitasi kawasan khususnya, sehingga risiko bencana di

masa depan dapat diminimalkan.

c. Melakukan analisa lokasi kawasan rehabilitasi dari berbagai

aspek, seperti tingkat kemiringan kawasan, karakter kawasan (sifat dan jenis

tanah/konservasi tanah), fungsi hidrologi dan klimatologi Pegunungan Argopurobagian selatan. Dalam hal ini kawasan dengan kemiringan di atas 40% ditetapkan

menjadi kawasan lindung dan tidak dilakukan terasiring.

d. Memperhitungkan jenis pohon yang ditanam yaitu pohon yang

mempunyai akar tunjang yang mengakar dalam dan dapat saling mengait serta

merupakan tanaman asli daerah tersebut. Bila memungkinkan menanam tanaman

yang dapat diambil buahnya dari berbagai jenis (heterogen).

e. Melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses rehabilitasi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Rencana Tata Ruang dan Penanggulangan Banjir di Jawa Timur.Kemitraan Air Indonesia - http://www.inawater.com/news - Berita KAI.Diunduh tanggal 24 April 2008.

Brown, C and S. Duhr. 1999. Prospects for The Implementation of Sustainability Through Spatial Planning: A Comparative Review . Article from AESOPCongress, July 7-11, Bergen, Norway.

Dardak, A.H. 2006. Perencanaan Tata Ruang Bervisi Lingkungan Sebagai UpayaMewujudkan Ruang yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Disampaikan

dalam Lokakarya Revitalisasi Tata Ruang dalam Rangka Pengendalian BencanaLongsor dan Banjir. Dirjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum,Yogyakarta.

Dirjen RLPS. 2008. Kebijakan Pengelolaan DAS. Kondisi DAS di Indonesia PemicuBencana Banjir dan Longsor. Makalah Seminar Nasional Merespon KonvensiPerubahan Iklim Bali Bencana Banjir-Longsor di Indonesia. IPB InternationalConvention Centre, Botani Square tanggal 24 Januari 2008, Bogor.

Idrus, H. Dan R. Mayasari. 2004. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berdasarkan TataRuang Wilayah. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Sedunia Tanggal 23 April2004 di Jakarta.

Kementerian Lingkungan Hidup. 2006. Kasus Banjir Bandang Kabupaten Jember.htm.Diunduh tanggal 24 April 2008.

Kodoatie, R.J. dan R. Sjarief. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Yarsif Watampone, Jakarta.

16

5/11/2018 makalah bencana_panti - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/makalah-bencanapanti 17/17

 

Nadin, V. 1997. Environmental Sustainability and Spatial Planning Systems. Centrefor Environment and Planning, University of the West of England, Bristol, UK

Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D.R. Panuju. 2007. Perencanaan danPengembangan Wilayah. Diktat Kuliah. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Setiadi, H. 2007. Pembangunan Wilayah: Gagasan Ruang Ekologis dan Pembangunan

Berkelanjutan, Makalah Seminar Nasional : Pembangunan Wilayah BerbasisLingkungan di Indonesia, Yogyakarta 27 Oktober 2007Soenarno. 2004. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Alam dan Partisipasi

Masyarakat. Prosiding Seminar Nasional Hari Air Sedunia Tanggal 23 April 2004di Jakarta.

UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan. Fokusmedia, Bandung.UU No. 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Fokusmedia, Bandung.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Fokusmedia, Bandung.UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Fokusmedia, Bandung.UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Fokusmedia, Bandung.Walhi. 2006. Banjir Jember: Fakta Krisis Kehutanan Pulau Jawa. Siaran Pers Walhi

tanggal 3 Januari 2006.

17