45
BAB I PENDAHULUAN Dewasa ini laju pembangunan semakin pesat, terutama di daerah perkotaan. Industri-industri yang berkembang selain memberikan dampak positif, juga menimbulkan dampak negatif, di antaranya pencemaran lingkungan dari limbah yang dihasilkan, baik berupa limbah organik maupun limbah anorganik seperti logam berat, pestisida dll. Sementara daerah resapan air sendiri semakin berkurang, karena banyaknya bangunan permanen seperti gedung-gedung bertingkat dan perumahan penduduk, sehingga menghalangi proses siklus alami air di dalam tanah, termasuk di dalamnya proses pengolahan limbah secara alami. Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau remediate” yang artinya menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO 2 ), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan (biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah 1

makalah bioremediasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas kuliah toksikologi

Citation preview

Page 1: makalah bioremediasi

BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini laju pembangunan semakin pesat, terutama di daerah perkotaan. Industri-

industri yang berkembang selain memberikan dampak positif, juga menimbulkan dampak

negatif, di antaranya pencemaran lingkungan dari limbah yang dihasilkan, baik berupa

limbah organik maupun limbah anorganik seperti logam berat, pestisida dll. Sementara

daerah resapan air sendiri semakin berkurang, karena banyaknya bangunan permanen seperti

gedung-gedung bertingkat dan perumahan penduduk, sehingga menghalangi proses siklus

alami air di dalam tanah, termasuk di dalamnya proses pengolahan limbah secara alami.

Bioremediasi berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya

menyelesaikan masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan

mikroba untuk menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan

senyawa yang tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga

lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah.

Menurut Ciroreksoko (1996), bioremediasi diartikan sebagai proses pendegradasian

bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain seperti karbondioksida (CO2),

metan, dan air. Sedangkan menurut Craword (1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan

secara produktif proses biodegradatif untuk menghilangkan atau mendetoksi polutan

(biasanya kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam

kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk

mengatasi masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme.

Pada bioremediasi menggunakan mikroorganisme yang telah dipilih untuk

ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan

tersebut. Pada saat proses bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh

mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga

menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya. Mikroba yang hidup di tanah dan di air

tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya

berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air (H2O) dan gas

yang tidak berbahaya misalnya CO2. Menurut Sri Harjati Suhardi, seorang peneliti dan

praktisi bioremediasi Pusat Ilmu Hayati ITB, faktor utama agar mikroba dapat membersihkan

bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia

kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan jumlah

oksigen.

1

Page 2: makalah bioremediasi

Sehubungan dengan bioremediasi, pemerintah Indonesia telah mempunyai payung

hukum yang mengatur standar baku kegiatan bioremediasi dalam mengatasi

permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan perminyakan serta bentuk

pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup,

Kep Men LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan

pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara

biologis (bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan

menggunakan mikroba lokal.

Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air,

termasuk upaya bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun

telah memainkan peran sentral dalam pengolahan limbah konvensional sejak tahun 1900-

an (Mara, Duncan and Horan, 2003). Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada

pengolahan air limbah yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk

didegradasi dan biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam

berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida

dan herbisida (Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada

perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK

dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian

pencemaran air telah menjadikan metode ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan

dengan metode yang menggunakan bahan kimia.

Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba,

yaitu dengan biostimulasi dan bioaugmentasi.

a. Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah

ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang

diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber nitrogen dan phospor) dan

oksigen.

b. Bioaugmentasi adalah suatu cara menstimulasi pertumbuhan mikroba dengan

menambahkan mikroba, jika jumlah mikroba yang ada sangat sedikit, sehingga harus

ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata 10^3 cfu/gram* tanah

agar bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang

sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di

laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses.

Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh, berkembang

dan “memakan” polutan tersebut (memanfaatkan karbon dari polutan sebagai sumber energi

2

Page 3: makalah bioremediasi

untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan

tumbuh dengan lambat atau mati. Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat

ditemukan di area yang tercemar. Dengan demikian, perencanaan teknis (engineering design)

yang benar memegang peranan penting untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif.

Pada aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan

yaitu biopile dan landfarming.

a. Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara

yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi

(pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung

perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak

dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter.

b. Teknik landfarming, dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan

kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan

udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan

udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming

digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah

pada saat persiapan lahan untuk pertanian.

Bioremediasi sangat aman untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang

secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak

berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman karena tidak

menggunakan/menambahkan bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang digunakan untuk

membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan

perkebunan. Karena bioremediasi mengubah bahan kimia berbahaya menjadi air (H2O) dan

gas tidak berbahaya (CO2), maka senyawa berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi

bioremediasi banyak digunakan pada pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan

menggunakan proses alamiah / bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat

dipulihkan ditempat tanpa harus mengganggu aktifitas setempat karena tidak dilakukan

proses pengangkatan polutan. Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik

bioremediasi yang diterapkan di Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan

dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar/polutan diangkat ke tempat

pengolahan. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan tergantung pada faktor

jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah, ukuran dan kedalaman area yang

tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah

ringan (light crude sesuai nomor API) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan

3

Page 4: makalah bioremediasi

konsentrasi pengolahan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max

15% memerlukan waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan

memerlukan waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar

dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan sampai 1 tahun.

Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses bioremediasi berhasil dan selesai

adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk

saat ini baru menggunakan parameter TPH saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi

bioremediasi masih terbatas pada industri migas. Biaya yang diperlukan untuk melakukan

bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah olahan, tergantung pada kondisi

pencemaran. Harga ini masih lebih murah dibandingkan dengan menggunakan teknik

pengolahan lainnya misalnya insinerasi yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya.

Bioremediasi sebagai teknologi yang dapat digunakan untuk membersihkan berbagai

jenis polutan bukan berarti tanpa keterbatasan. Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk

semua jenis polutan, misalnya untuk pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat

tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat misal kadmium

dan Pb. Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi di Indonesia akan

berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar minyak bumi di industri

migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif, SPBU dan industri lainnya seperti

pertanian. Dengan demikian, polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi

juga senyawa inorganik lainnya seperti pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi

mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpahan mikroba dalam

proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses. Teknologi

molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik identifikasi konvesional yang

saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun

demikian, penggunaan teknik molekular ini masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.

4

Page 5: makalah bioremediasi

BAB 2

PEMBAHASAN

A. REMEDIASI BERBASIS TUMBUHAN (FITOREMEDIASI)

Dalam bidang pencemaran lingkungan, dikenal istilah bioremediasi, yakni

penggunaan mikroorganisme (bakteri/jamur) untuk mendekomposisi dan mendegradasi

polutan menjadi unsur yang tidak berbahaya. Dalam bioremediasi terdapat beberapa metode

remediasi, baik yang berbasis fisika kimia maupun berbasis ilmu lain. Dalam dua dekade

terakhir penelitian, pengembangan dan penerapan metode remediasi berbasis tumbuhan

mendapat perhatian luas di Amerika, Australia, dan Eropa. Metode remediasi yang dikenal

sebagai fitoremediasi ini mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap,

mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi bahan pencemar, baik itu logam berat

maupun senyawa organik. Mengingat akan kekayaan hayati tumbuhan Indonesia yang besar

serta ditunjang oleh iklim yang hangat sepanjang tahun, tentunya sumbangan tumbuhan untuk

mengendalikan pencemaran perlu dikaji dan akhirnya diterapkan bila teknologinya ternyata

menguntungkan.

Phyto berasal dari bahasa Yunani (greek phyton) yang berarti tumbuhan/tanaman

(plant), remediation berasal dari bahasa Latin remediare (to remedy) yaitu

memperbaiki/menyembuhkan atau membersihkan sesuatu. Jadi fitoremediasi

(phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana tanaman tertentu yang bekerja sama

dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan

(pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang

berguna secara ekonomi.

Fitoremediasi ini menggunakan tanaman hijau untuk membersihkan limbah/daerah

yang terkontaminasi bahan yang berbahaya/beracun. Ide penggunaan tanaman pengakumulasi

logam berat ini adalah untuk menghilangkan logam berat dan senyawa-senyawa lain yang

diperkenalkan pertama pada tahun 1983, tetapi konsep ini sebenarnya telah

diimplementasikan 300 tahun yang lalu pada pembuangan air limbah.

Penggunaan tumbuhan untuk menyembuhkan tanah-tanah yang tercemar, merupakan

teknologi baru yang sedang berkembang sehingga memerlukan banyak pemahaman tentang

mekanisme yang melandasinya untuk optimasinya. Sejumlah spesies tumbuhan telah diuji

karena kemampuannya mengakumulasikan unsure-unsur toksik dalam biomasanya di bagian

tanaman di atas tanah. Ada dua strategi yang telah diuji dalam teknologi fitoremediasi.

Aplikasi tumbuhan hiper-akumulasi (seperti Thlaspi caerulescens atau Alyssum bertolonii)

5

Page 6: makalah bioremediasi

yang menghasilkan sedikit biomasa di atas tanah tetapi mampu mengakumulasikan banyak

satu atau lebih unsur toksik di dalam biomasanya merupakan pendekatan pertama (Tlustoš,

Száková, Hrubý, Hartman, Najmanová, Nedělník, Pavlíková, dan Batysta, 2006).

Pendekatan ke dua adalah aplikasi tumbuhan yang menghasilkan banyak biomasa,

yang dicirikan oleh rendahnya kemampuan mengakumulasikan unsur toksik, total serapan

unsur toksik tersebut sebanding dengan tumbuhan hiper-akumulasi karena banyaknya

produksi biomasa di atas tanah. Dalam konteks ini, tumbuhan Brassica spp. mampu

mengakumulasikan Zn, sehingga lebih efektif mengambil Zn dari tanah yang tercemar

dibandingkan dnegan tumbuhan hiper-akumulator Zn Thlaspi caerulescens yang

menghasilkan biomasa tanaman di atas tanah lebih sedikit. Spesies tumbuhan yang toleran

terhadap tanah yang kaya unsur toksik, dan kemudian diikuti dengan serapan intensif unsur

ini, termasuk pada famili Caryophyllaceae, Brassicaceae, Cyperaceae, Poaceae, Fabaceae,

dan Chenopodiaceae (Kabata-Pendias and Pendias 2001). Demikian juga rekomendasi EPA

(EPA 2000) memasukkan tumbuhan akumulator logam seperti jagung (Zea mays), sorghum

(Sorghum bicolor), dan lucerne (Medicago sativa) di antara tumbuhan yang mampu

mengambil sejumlah besar logam tetapi masih memerlukan banyak kajian ilmiah.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon-pohon yang tumbuhnya cepat, dan

terutama “willow” sangat potensial untuk fitoremediasi karena hasil biomasanya sangat

banyak dan kemampuannya sangat baik untuk mengakumulasikan unsur logam toksik,

terutama cadmium dan zinc (Pulford and Watson, 2002). Di antara jenis-jenis herba,

tembakau (Nicotiana tabacum L.) mengakumulasikan banyak Cd dan Cu; dan jagung (Zea

mays L.) dipandang sebagai tanaman yang efektif karena banyak menghasilkan biomasa

bagian tanaman di atas tanah dengan kandungan unsure logam yang cukup tinggi.

Dibandingkan dengan N. tabacum, ternyata Z. mays mampu menyerap Zn lebih banyak

(Wenger et al., 2002). Akan tetapi, untuk tujuan fito ekstraksi, efektivitas tanaman jagung

tampaknya belum mencukupi (Schmidt 2003). Cadmium dan Pb terutama ditahan dalam akar

jagung, ini menunjukkan mobilitas Pb dalam tubuh tanaman snagat terbatas (Bricker et al.,

2001). Tingginya kandungan Pb dalam biomasa bagian tanaman di atas tanah ditunjukkan

oleh tanaman Indian mustard [Brassica juncea (L.) Czern.], rye grass (Lolium perene L.),

sunflower (Helianthus anuus L.) atau smallwing sedge (Carex microptera Mack.) (Klassen et

al. 2000). Kecuali itu, tanaman bunga-matahari menunjukkan kemampuan yang bagus untuk

fitoremediasi Cu. Tingginya kandungan As dan Zn juga ditemukan dalam biomasa tanaman

Amaranthus hybridus L. yang mengakumulasikan unsur ini dengan urutan daun > stems >

akar; akan tetapi tumbuhan ini belum mencukupi untuk aplikasi praktis fitoremediasi.

6

Page 7: makalah bioremediasi

Fitoremediasi merupakan instilah umum pemanfaatan tumbuhan untuk mengusir,

mendegradasi, atau mengandung bahan pencemar tanah seperti logam berat, pestisida,

polyaromatic hydrocarbons, dan lindi dari timbunan sampah landfill. Proses ini meliputi:

(1) modifikasi sifat-sifat fisika dan kimia tanah yang tercemar;

(2) melepaskan eksudat akar, sehingga menambah kan karbon organik;

(3) memperbaiki aerasi dengan jalan melepaskan oksigen secara langsung ke zone

perakaran dan meningkatkan porositas tanah lapisan atas;

(4) menangkap dan menahan pergerakan bahan-bahan kimia;

(5) mempengaruhi proses co-metabolic mikroba dan transformasi ensimatik tumbuhan

yang merombak bahan-bahan kimia limbah;

(6) menurunkan migrasi vertical dan lateral bahan pencemar menuju groundwater dengan

jalan mengekstraks air tersedia dan membalik gradient hidraulik.

Pb merupakan logam berat yang sangat toksik dan mempunyai efek sangat serius

terhadap tumbuhan dan binatang. Remediasi polutan toksik ini dengan menggunakan bahan-

bahan yang ramah lingkungan sangat diperlukan. Dalam penelitian ini pengaruh pH dan

konsentrasi terhadap kapasitas serapan Pb oleh Eichhornia crassipes dan “interplay” nya

telah diamati. Laju serapan Pb oleh Eichhornia crassipes sangat cepat dalam periode 48 jam

pertama pada semua konsentrasi awal dan pada berbagai nilai pH. Efisiensi serapan akar

lebih besar dibandingkan dengan bagian tanaman di atas tanah. Akumulasi Pb dalam akar

Eichhornia crassipes ternyata sangat tinggi pada semua perlakuan pH dan konsentrasi awal.

Laju fotosintesis Eichhornia crassipes sangat menurun kalau ditanam dalam medium akuatik

yang mengandung Pb. Kandungan khlorofil menurun dengan adanya peningkatan perlakuan

konsentrasi Pb selama periode percobaan; hal ini mencerminkan kemungkinan toksisitas Pb.

Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa tumbuhan Eichhornia crassipes mempunyai

kemampuan menetralkan pH.

Genus-genus Brassicaceae ternyata mampu mengakumulasikan logam berat. Hiper-

akumulasi Ni dilaporkan terjadi pada tujuh genus dan 72 species; sedangkan hiper-akumulasi

Zn terjadi pada tiga genus dan 20 species. Spesies Thlaspi ternyata hiper-akumulasi lebih dari

satu jenis logam, yaitu spesies T. caerulescence untuk logam-logam Cd, Ni. Pb, dan Zn;

spesies T. goesingense untuk logam Ni dan Zn; serta spesies T. ochroleucum untuk logam Ni

dan Zn; spesies T. rotundifolium untuk logam Ni, Pb dan Zn. Tumbuhan yang bersifat hiper-

akumulasi logam mempunyai potensi bahaya untuk aplikasi remediasi logam dalam

lingkungan.

7

Page 8: makalah bioremediasi

Beberapa spesies akuatik mempunyai kemampuan mengambil logam berat dari air,

misalnya air limbah (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms); pennywort (Hydrocotyle

umbellata L.) dan duckweed (Lemna minor L.). Akar tumbuhan Indian mustard sangat efektif

menyerap Cd, Cr, Cu, Ni, Pb, dan Zn; bunga matahari mampu menyerap Pb, U, 137Cs, dan 90Sr dari larutan hidrofonik. Penggunaan bahan pembenah tanah seperti bahan sintetik

ammonium thiocyanate dan zeolit alamiah memberikan hasil yang menjanjikan. Bahan

sintetik polyacrylates, hydrogels mampu melindungi akar tanaman dari bahaya toksisitas

logam berat dan mencegah masuknya logam toksik ke dalam akar. Setal pertumbuhan

tanaman dan akumulasi logam dianggap cukup, bagian tanaman di atas tanah dipanen dan

diambil, berarti logam secara permanent diambil dari lokasi yang tercemar itu. Logam-logam

dalam tanah juga menjadi tersedia biologis dan dapat diserap oleh akar tanaman. Bahan-

bahan kimia yang diperkirakan dapat dipakai untuk tujuan ini adalah bahan-bahan

pengasaman tanah, garam pupuk dan bahan-bahan pembentuk khelate.

Retensi logam-logam kepada bahan organic tanah juga lebih lemah pada kondisi pH

rendah, hal ini mengakibatkan logam menjadi lebih tersedia dalam larutan tanah untuk

diserap oleh akar tanaman. Oleh karena itu diperkirakan proses fitoekstraksi akan menjadi

lebih baik kalau ketersediaan logam bagi akar tanaman dapat diperbaiki dengan penambahan

bahan-bahan yang dapat mengasamkan tanah. Khelate digunakan untuk memperbaiki fito-

ekstraksi sejumlah logam pencemar tanah, termasuk Cd, Cu, Ni, Pb, dan Zn.

Para peneliti semula menggunakan hiper-akumulator untuk membersihkan tanah-

tanah yang tercemar logam berat. Beberapa peneliti telah memilih jenis tumbuhan yang laju

tumbuhnya cepat, banyak menghasilkan biomasa, termasuk beberapa tanaman agronomis,

berdasarkan kemampuannya untuk mentoleransi dan mengakumulasi logam dalam bagian

tanaman di atas atanah. Gen-gen yang mengendalikan hiperakumulasi logam dalam jaringan

tanaman telah dapat diidentifikasi dan di-klon-kan. Metabolisme Glutathione dan asam-asam

organik memegang peranan penting dalam mekanisme toleransi tanaman terhadap logam

berat. Glutathione merupakan komponen penting dalam sel bakteria, tumbuhan dan binatang.

Dalam proses fitoremediasi logam yang ada dalam lingkungan, asam-asam organik

memegang peranan penting dalam mentoleransi logam. Asam-asam organik ini mampu

membentuk kompleks dengan logam berat, ini merupakan proses detoksifikasi logam berat.

Strategi genetik dan tanaman transgenik, serta produksi mikroba dan uji lapangan akan dapat

mendukung aplikasi fitoremediasi di lapangan. Pentingnya biodiversitas dan bioteknologi

untuk meremediasi logam toksik menjadi bahan kajian sangat penting. Tumbuhan

8

Page 9: makalah bioremediasi

Brassicaceae sangat prospektif untuk pemuliaan bioteknologi dan untuk kepentingan

fitoremediasi.

Fitoremediasi terdiri atas empat macam teknologi yang berbasis tumbuhan, masing-

masing mempunyai mekanisme yang berbeda untuk remediasi tanah-tanah yang tercemar

logam berat, sedimen atau air yang tercemar. Keempat teknologi ini adalah:

1. RIZO-FILTRASI, menggunakan tumbuhan untuk membersihkan beragam lingkungan

akuatik

2. FITO-STABILISASI, tumbuhan digunakan untuk menstabilkan dan bukan untuk

membersihkan tanah yang tercemar

3. FITO-VOLATILISASI, menggunakan tumbuhan untuk mengekstraks logam tertentu dari

tanah dan kemudian melepaskannya ke atmosfer melalui volatilisasi

4. FITO-EKSTRAKSI, dimana tumbuhan menyerap logam dari tanah dan mengangkut

logam tersebut serta menyimpannya dalam bagian tanaman di atas tanah yang dapat

dipanen.

Kontaminasi logam berat pada ekosistem akuatik karena pembuangan limbah

industri dapat menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan lingkungan dan manusia .

Endapan alkali , kolom pertukaran ion, penyerapan secara elektrokimia , teknologi membrane

filtrasi, adalah teknologi yang tersedia untuk menghilangkan logam berat . Teknologi-

teknologi konvensional ini dianggap tidak ekonomis dan dapat berdampak negatif pada

ekosistem perairan.

Fitoremediasi logam adalah teknologi hijau yang efektif biayanya, teknologi ini

berbasis pada penggunaan tumbuhan khusus untuk menghilangkan logam beracun dari tanah

dan air yang tercemar. Tanaman lahan basah (rawa) menjadi alat penting untuk

menghilangkan pencemar logam berat .

Lahan basah buatan (constructed wetlands) merupakan alat yang efektif untuk

remediasi berbagai masalah kualitas air. Lahan basah buatan merupakan sistem rekayasa

yang telah dirancang dan dibangun untuk memanfaatkan proses alami yang melibatkan

vegetasi lahan basah, tanah, dan sekumpulan mikroba yang terkait, untuk membantu

pengolahan air limbah. Mereka dirancang untuk mengambil keuntungan dari banyak proses

yang terjadi di lahan basah alami, tetapi melakukannya dalam lingkungan yang lebih

terkontrol .

Lahan basah yang dibangun untuk pengolahan air limbah dapat diklasifikasikan

sesuai dengan bentuk kehidupan macrophyte yang mendominasi, yaitu sistem dengan

tumbuhan yang mengambang bebas, berakar muncul di permukaan, dan tumbuhan yang

9

Page 10: makalah bioremediasi

tenggelam (Brix dan Schierup, 1989). Kebanyakan lahan basah dibangun untuk pengolahan

air limbah yang ditanami dengan jenis tumbuhan yang muncul di permukaan, tetapi desain

sistem media dan pola alirannya bervariasi.

Proses yang lazim terjadi dalam sistem lahan basah, yang mampu menyerap logam

berat dari limbah industri, adalah (Kadlec dan Keoleian, 1986; Kadlec dan Knight, 1996;

Weis dan Weis, 2004):

1. Pengikatan ke partikel tanah, sedimen, dan bahan partikulat lain

Karena muatan positifnya, logam berat dapat segera terserap, dikomplekskan, dan diikat

dengan partikel tersuspensi, yang kemudian menetap di substrat .

2. Presipitasi (pengendapan) sebagai garam tidak larut seperti karbonat, bikarbonat, sulfida,

dan hidroksida

Pengendapan merupakan proses lain yang mengarah pada penghapusan logam berat

jangka panjang. Garam-garam ini dibentuk oleh reaksi logam berat dengan bahan kimia

lain yang hadir dalam kolom air dan tidak larut, sehingga garam mengendap ke bawah

menjadi tetap dalam substrat lahan basah (Sheoran dan Sheoran, 2006) .

3. Serapan oleh bakteri, ganggang, dan tumbuhan

4. Pemanenan dan pembuangan biomassa .

Tanaman lahan basah lebih disukai daripada lainnya sebagai bio – agen, karena

biayanya murah, seringkali melimpah dalam ekosistem air, dan penanganannya mudah.

Rizosfir yang luas pada tumbuhan lahan basah ini menyediakan zona kaya hara bagi mikroba

yang terlibat dalam degradasi. Zona sedimen lahan basah menyediakan kondisi reduksi-

anaerobik yang cocok untuk penyerapan pencemar logam berat (Prabhat Kumar Rai, 2008).

Lahan basah buatan (constructed wetland) terbukti efektif untuk penyerapan

pencemar logam berat dari air asam tambang, lindi TPA, tenaga panas dan limbah-limbah

kota, limbah pertanian, dan limbah klor-alkali. Sifat fisiko-kimia lahan basah menyediakan

banyak atribut positif bagi remediasi pencemar logam berat. Tumbuhan air Typha,

Phragmites, Eichhornia, Azolla, Lemna dan lainnya adalah beberapa tumbuhan lahan basah

yang bagus untuk menghilangkan logam berat (Prabhat Kumar Rai, 2008).

Masalah pembuangan biomassa dan pola pertumbuhan musiman dari macrophytes

akuatik menjadi kendala dalam transfer teknologi fitoremediasi dari laboratorium ke

lapangan. Namun, biomassa tumbuhan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi lain yang

bermanfaat.

Model ecosustainable telah dikembangkan melalui berbagai penelitian, diharapkan

hal ini dapat memperbaiki keterbatasan yang ada. Penyediaan lebih banyak area untuk

10

Page 11: makalah bioremediasi

fitoremediasi juga dapat membantu dalam konservasi lahan basah (rawa). Rekayasa genetika

dan keanekaragaman hayati tanaman lahan basah yang hampir punah, mempunyai prospek

masa depan yang sangat cerah.

11

Page 12: makalah bioremediasi

a. Kekurangan Fitoremediasi

Banyak instansi pemerintah belum sepenuhnya memahami manfaat dari teknologi

baru ini. Akibatnya, teknologi ini tidak dipertimbangkan untuk mendukung proyek-proyek

yang tercantum dalam Daftar Prioritas Nasional atau daftar Superfund (Batu et al, 1998).

Fitoremediasi tidak dapat mengolah kontaminasi air-dalam; rumput dapat membersihkan

kontaminan hingga kedalaman tiga meter, semak-semak hingga kedalaman sepuluh meter,

dan pohon berakar-dalam hingga 20 meter. Proses fitoremediasi ini umumnya lambat dan

dapat memerlukan waktu tiga hingga lima tahun untuk memenuhi tujuan pembersihan yang

ditargetkan.

Pemilihan jenis tumbuhan yang spesifik-lokasi harus dilakukan untuk memproses

campuran bahan kimia sambil mencegah kematian vegetasi. Pemilihan tumbuhan dan

kombinasinya sangat banyak dan masih dalam tahap percobaan yang membutuhkan

penelitian lanjutan. Proses ini sangat tergantung pada klimatologi lokal dan harus dirancang

dengan pertimbangan lokal. Selain itu, operasi fitoremediasi skala besar mungkin

membutuhkan peralatan pertanian kelas berat, yang umumnya terletak jauh dari daerah

perkotaan yang terkontaminasi (Mudhoo, 2011). Satwa liar dan manusia dapat

mengkonsumsi hasil tanaman, maka harus dilakukan tindakan untuk mencegah masuknya

kontaminan ke dalam rantai makanan. Jika kontaminan tersebut diserap ke dalam tanah,

biasanya tidak cukup mobile untuk memungkinkan fitoremediasi. Hal penting lainnya,

biomassa limbah yang kaya kontaminan harus dibuang dengan benar, kadang-kadang

memerlukan biaya yang mahal (Sharma dan Reddy, 2004).

b. Keuntungan Fitoremediasi

Akar tanaman menstabilkan tanah dan mencegah gerakan polutan melalui limpasan

dan debu yang tertiup angin. Teknik ini menggunakan tanaman dan sumberdaya alam lokal,

sehingga lebih murah. Remediasi ini dilakukan di tempat, menghemat biaya transportasi dan

pengolahan off-site. Dibandingkan dengan sistem lainnya, biasanya estetika menyenangkan

dan disukai oleh masyarakat (Sharma dan Reddy, 2004). Mudhoo (2011) membuat “klaim”

bahwa sifat dangkal dan luas dari teknik ini telah membuatnya ideal untuk memulihkan tanah

pertanian yang rusak akibat pencemaran limbah industri.

B. REMEDIASI BERBASIS MIKROBA

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di

lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme

12

Page 13: makalah bioremediasi

memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah

peristiwa yang disebut biotransformasi. Mikroorganisme yang dimaksud adalah khamir,

fungi (mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen bioremediator.

Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi dimana polutan beracun

terdegradasi strukturnya menjadi tidak kompleks dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak

berbahaya dan tidak beracun.

Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan kimia

berbahaya tertentu, misalnya berbagai jenis minyak. Mikroba mengubah bahan kimia ini

menjadi air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik

menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut

sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi

lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi.

Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk

mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan

limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi),

yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan

ini antara lain logam-logam berat (merkuri, stronsium, kadmium), petroleum hidrokarbon,

dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, CFC, dan lain-lain.

Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang

sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang

lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi

jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan

bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetika molekuler sangat penting untuk

mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi.

Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang

bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya.

Salah satu komponen utama dalam bioremediasi adalah mikroorganisme. Strain atau

jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam

mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali

dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa

hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih

cepat jika dibandingkan bakteri-bakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di

laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil

dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya

13

Page 14: makalah bioremediasi

dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-

komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

Gambar 1. Ilustrasi mikroorganisme pemakan minyak

Secara umum terdapat tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu

sebagai berikut.

a. Interaksi sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya

rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah sehingga tidak dapat

mendukung.

b. Kontak langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar

daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat terjadi karena sel

bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada permukaan tetesan hidrokarbon

yang lebih besar daripada sel dan pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau

transpor aktif. Perlekatan ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri

Pseudomonas.

c. Interaksi sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau tersolubilisasi oleh

bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan partikel hidrokarbon yang lebih

kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya

biosurfaktan yang dilepaskan oleh bakteri Pseudomonas ke dalam medium.

Berikut ini merupakan jenis-jenis bakteri pendegradasi hidrokarbon pada minyak

bumi yaitu:

1) Pseudomonas sp.

Pseudomonas berbentuk batang dengan diameter 0,5–1 x 1,5– 5,0 mikrometer.

Bakteri ini merupakan organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau

beberapa flagella yang terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak

mampu bergerak. Bersifat aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal

elektron aseptor pada proses metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup

14

Page 15: makalah bioremediasi

pada kondisi asam pada pH 4,5 dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat

oksidasi negatif atau positif, katalase positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan

H2 dan CO sebagai sumber energi. Bakteri pseudomonas yang umum digunakan sebagai

pendegradasi hidrokarbon antara lain Pseudomonas aeruginosa, Pseudomonas stutzeri, dan

Pseudomonas diminuta.

Salah satu faktor yang sering membatasi kemampuan bakteri Pseudomonas dalam

mendegradasi senyawa hidrokarbon adalah sifat kelarutannya yang rendah, sehingga sulit

mencapai sel bakteri. Adapun mekanisme degradasi hidrokarbon di dalam sel bakteri

Pseudomonas yaitu:

* Mekanisme degradasi hidrokarbon alifatik

Pseudomonas menggunakan hidrokarbon tersebut untuk pertumbuhannya.

Penggunaan hidrokarbon alifatik jenuh merupakan proses aerobik (menggunakan

oksigen). Tanpa adanya O2, hidrokarbon ini tidak didegradasi. Langkah pendegradasian

hidrokarbon alifatik jenuh oleh Pseudomonas meliputi oksidasi molekuler (O2) sebagai

sumber reaktan dan penggabungan satu atom oksigen ke dalam hidrokarbon teroksidasi.

* Mekanisme degradasi hidrokarbon aromatik

Banyak senyawa ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh bakteri

Pseudomonas. Degradasi senyawa hidrokarbon aromatik disandikan dalam plasmid

atau kromosom oleh gen xy/E. Gen ini berperan dalam produksi enzim katekol 2,3-

dioksigenase. Metabolisme senyawa ini oleh bakteri diawali dengan pembentukan

Protocatechuate atau catechol atau senyawa yang secara struktur berhubungan dengan

senyawa ini. Kedua senyawa ini selanjutnya didegradasi oleh enzim katekol 2,3-

dioksigenase menjadi senyawa yang dapat masuk ke dalam siklus Krebs (siklus asam

sitrat), yaitu suksinat, asetil KoA, dan piruvat.

2) Arthrobacter sp.

Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk batang yang tidak teratur 0,8–

1,2 x 1–8 mikrometer. Pada proses pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus

kecil dengan diameter 0,6–1 mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam,

aerobik, kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas

yang berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur optimum

25–30oC.

3) Acinetobacter sp.

Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9–,6 mikrometer dan panjang 1,5-

2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini

15

Page 16: makalah bioremediasi

tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai.

Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada

metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300C, dan tumbuh optimum

pada suhu 33-350C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki

kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga

mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan

amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh

yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan

oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa

digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.

4) Bacillus sp.

Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang

pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5 m.

Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan

maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3.

Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini

menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan

energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak

hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan

seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.

Organisme yang umum untuk bioremediasi antara lain:

Minyak : Pseudomonas, Proteus, Bacillus, Penicillum,Cunninghamell

Aromatic Rings : Pseudomonas, Achromobacter, Bacillus, Arthrobacter, Penicillum,

Aspergillus, Fusarium, Phanerocheate

Cadmium : Staphlococcus, Bacillus, Pseudomonas, Citrobacter, Klebsiella,

Rhodococcus

Sulfur : Thiobacillus

Chromium : lcaligenes, PseudomonasCopperEscherichia, Pseudomonas

Adapun anggota aktif dari konsorsium mikroba dalam bioremediasi antara lain:

a. Alcaligenes denitrificans

b. Arthorbacterglobiforms

c. Arthrobactersp

16

Page 17: makalah bioremediasi

d. Bacillus megaterium

e. Berijerinckia sp

f. Flavobacterium

g. Methanobacterium

h. Mycobacterium sp

i. Mycobacterium vaccae

j. Nitrosomonas eurupaca

k. Nocardia corallia

l. Nocardia erythropolis

m. Nocardia sp

n. Pseudomonas aeruginosa

o. Pseudomonas cepacia

p. Pseudomonas fluorescence

q. Pseudomonas glatheri

r. Pseudomonas mendocina

s. Pseudomonas methanic

t. Pseudomonas paucimobilis

u. Pseudomonas putida

v. Pseudomonas sp.

w. Pseudomonas testosterone

x. Pseudomonas vesicularis

C. REMEDIASI BERBASIS HEWAN TANAH

D. BIOREMEDIASI IN SITU

E. BIOREMEDIASI EX SITU

F. BIOREMEDIASI DENGAN BANTUAN SURFAKTAN

Bio/surfaktan merupakan molekul amfiphilik yang memiliki gugus hidrofilik dan hidrofobik, memiliki sifat yang banyak, termasuk menurunkan tegangan muka dan gaya antar muka pada cairan serta kemampuan membentuk misel dan mikroemulsi antara dua fasa yang berbeda.

Komponen hidrofilik dari bio/surfaktan biasanya disebut “head” dan komponen hidrofobiknya disebut “tail” yang secara umum terdiri dari rantai hidrokarbon dengan

17

Page 18: makalah bioremediasi

panjang bervariasi. Kemudian berdasarkan perolehan bahan atau komponen hidrofilik dan hidrofoobik surfaktan dibagi menjadi :

1. Surfaktan SintesisKomponen hidrofobik biasanya disintesis dari parafin, olefin, alkilbenzena, alkil fenol dan alkohol. Sedangkan komponen hidrofilik dari sulfat, sulfonat, gugus karboksilat (surfaktan anionik), gugus amonium kuartener (surfaktan kationik) dan polioksietilen, sukrosa atau polipeptida (surfaktan non ionik).

2. BiosurfaktanPada biosurfaktan secara struktural dibagi berdasarkan komponen permukaan aktif yang dihasilkan oleh jenis mikroorganisme yang diklasifikasikan berdasarkan struktur kimia dan sumber mikroba. Secara umum bagian hidrofilik terdiri dari asam amino atau anion/kation peptida, mono- atau polisakarida dan bagian hidrofobik terdiri dari asam lemak jenuh atau tak jenuh. Berdasarkan sebuah klasifikasi dari Neu bsurfaktan seharusnya merupakan surfaktan dengan berat molekul rendah. Hal ini karena ketika surfaktan memiliki berat molekul yang besar maka menjadi sebuah bioemulsifier. Biosurfaktan dengan berat molekul rendah diantaranya adalah glikolipid seperti rhamnolipid, lipid trehalose, soprolipid, dan lipid fruktosa atau lipopeptida seperi surfaktin, gramisidin S dan polimiksin. Sedangkan bioemulsifier dengan berat molekul besar adalah polisakarida polifilik atau amphifilik, protein, lipopolisakarida dan lipoprotein.

Berdasarkan muatan ionik komponen hidrofiliknya, surfaktan dibagi menjadi :

Anionik Kationik Non ionik Zwitter ionik

Selain itu bio/surfaktan dapat digolongkan berdasarkan Hydrophile-Lipophile Balance (HLB). Dimana nilai HLB mengindikasikan kemampuan surfaktan tersebut untuk menghasilkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Misalkan HLB rendah = 3-6 adalah lipofilik sehingga cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak, dan HLB tinggi = 10-18 yang lebih hidrofilik cenderung menghasilkan emulsi minyak dalam air. Nilai HLB tersebut sangat berguna untuk melakukan aplikasi – aplikasi yang berbeda pada surfaktan. Contohnya untuk membersihka kontaminan minyak pada tanah digunakan surfaktan dengan nilai HLB diatas 10.

Bio/Surfaktan Meningkatkan Bioremediasi

Bio/surfaktan telah digunakan sebagai biodegradasi hidrokarbon pada tahun 1997. Kemudian dilakukan penelitian lebih lanjut menegenai penggunanan bio/surfakatan pada sistem lingkungan yang berbeda seperti cairan, suspensi dan fasa padat, tanah, air. Fakta yag diperoleh bahwa teknik remediasi dengan menggunakan biosurfaktan bersifat spesifik. Misalkan untuk mendegradasi heksadekan maka digunakan rhamnolipid pada oraganisme Pseudomonas aeruginisa tapi tidak dapat menggunakan strain jenis Rhodococus.

18

Page 19: makalah bioremediasi

Interaksi yang terjadi pada bioremediasi dengan menggunakan bio/surfaktan :

a. Peran mikroba Surfaktan mikrobial dapat meningkatkan jumlah bakteri pada limbah hidrokarbon dengan meningkatkan luas permukaan antara minyak dan air dengan cara emulsifikasi dan meningkatkan pseudosolubilitas hidrokarbon dengan partisi kedalam misel. Sedangkan pada logam rhamnolipid dapat membentuk komplek dengan cadmium dengan mereduksi toksitas selnya. Selain pada logam cadmium, biosurfaktan lipopetida juga dapat ditambahkan pada uranium yang bahkan berpotensi menjadi antibiotik. Jadi mikroorganisme mampu membuka gugus hidrofobik dari luar maupun dari dalam serta dapat meningkatkan dan menurunkan permukaan hidrofobik.

b. Interaksi antara bio/surfaktan dengan lingkunganKarena sifat amphifiliknya, bio/surfaktan dapat mengubah fasa distribusi kontaminan dan parameter lingkungan dengan mekanisme - mekanisme yang berbeda. Fenomena ini dapat mengingkatkan proses bioremediasi baik dengan penambahan surfaktan secara biologis maupun kimiawi. Mekanisme – mekanisme tersebut adalah :

1) EmulsifikasiBiosurfaktan dengan berat molekul besar berpotensi dapat menstabilkan emulsi antara hidrokarbon cair dan air, sehingga meningkatkan luas permukaan yang digunakan oleh bakteri untuk melakukan biodegradasi. Namun sangat jarang digunakan untuk meningkatkan proses bidegradasi hidrokarbon dalam bioremediasi dan beberapa penelitian memiliki hasil berlawanan dari literatur.

2) MiselarisasiPori misel dapat mempartisi fraksi kontaminan hidrofobik namun juga dapat mengikat kontaminan organik yang merupakan penghambat kerja mikroorganisme dan molekul organik yang mengakibatkan bakteri menjadi kurang aktif

3) Penyerapan kedalam tanahKonsentrasi kritis misel pada tanah lebih tinggi dibanding pada air sehingga mampu meningkatkan kemampuan partisi dari surfaktan. Penggunaan dosis surfaktan sangat penting karena adanya surfaktan yang hilang selama proses penyerapan. Derajat penyerapan surfaktan kedalam tanah bergantung fraksi karbon organik dalam tanah dan sifat kimia surfaktan. Namun pada kasus penyerapan isotermal didapatkan bahwa molekul surfaktan lebih suka mengikat molekul terserap dibanding tanah. Semakin banyak komponen organik dalam tanah maka semakin banyak surfaktan yang dibutuhkan untuk melarutkan kontaminan. Kenyataan lainnya menunjukan bahwa penambahan surfaktan untuk mengurangi pembentukan misel juga dapat meningkatkan komponen karbon organik dalam tanah dengan maksud partisi pada komponen hidrofobik organik yang diinginkan.

4) Desorbsi kontaminanc. Interaksi antara bio/surfaktan dengan sel mikroba

Penambahan surfaktan dapat meningkatkan hidrofobisitas dari mikrooranisme pendegradasi yang mengakibatkan surfaktan dapat mengikat substrat hidrofobik lebih mudah.

19

Page 20: makalah bioremediasi

Toksisitas surfaktan dapat berdampak pada seluruh ekosistem dan mikroorganisme pendegradasi sehingga menghambat biodegradasi polutan. Maka dilakukan langkah bijak pada prosedur pemilihan biosurfaktan yang sesuai dengan mempertimbangkan efek toksisitasnya pada komoponen lainnya dibanding mengutamakan sifat kimia- - fisika dan pengaruh surfaktan pada laju biodegradasi. Apabila menggunakan surfaktan sintesis sebaiknya menggunakan jenis surfaktan non ionikk yang cenderung kurang toksik dan biodegradabel dibanding surfaktan anionik/kationik dan yang lainnya. Namun surfaktan yang dihasilkan dari mikroba / biosurfaktan jauh lebih bersifat alami dan penggunaannya dalam proses bioremediasi lebih dapat diterima karena kurang toksik dan kemampuan biodegradasinya tinggi.Sedangkan untuk biodegradasi surfaktan, dilaporkan efek negatif yang banyak terjadi karena bio/surfaktan dapat menjadikan karbon degradabel menjadi sumber kontaminan. Dimana intermediet surfaktan tersebut lebih beracun dibanding komponen induknya. Selain itu residu dari surfaktan dalam tanah juga dapat menimbulkan efek positif dan negatif bergantung konsentrasinya. Dan telah diuji bahwa surfaktan biologis lebih biodegradabel dibanding sintesis. (Franzetti et al, 2010)

DAFTAR PUSTAKA

Bricker, T.J., J. Pichtel, H.J. Brown dan M. Simmons. 2001. Phytoextraction of Pb and Cd

from a superfund soil: Effects of amendments and croppings. J. Environ. Sci. Health,

36: 1597–1610.

Brix, H. and Schierup, H.H. 1989. The use of macrophytes in water pollution control. Ambio

18, 100–107.

Ciroeksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Dalam Prosiding Pelatihan dan Lokakarya :

Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. P. Citroeksoko, A. Setiana,

M.A. Subroto dan D. T. Djaja (Edt). Cibinong, 24 – 28 Juni 1996.

Crawford, R. dan D. L. Crawford. 1996. Bioremediation Principles and Application.

Cambridge University Press. USA.

Franzetti Andrea, Isabella G., Giuseppine B., dan Ibrahim M.B. 2010. (Bio)surfactant and

Bioremediation Successes and Failures. Trend in Bioremediation and

Phytoremediation : 145-156 ISBN : 978-81-308-0424-8

Gerard J. Tortora, Berdell R. Funke, Christine L. Case.- 10th ed, 2010, Microbiology: an

introduction. Great Lakes Bio Systems. Inc. .co Orb-

3.com/LakeAndPond Orb-3 Professional Enzymes & Bacteria are the total

solution.

20

Page 21: makalah bioremediasi

Kabata-Pendias A. dan H. Pendias. 2001. Trace Elements in Soils and Plants. 3rd ed. CRC

Press, Boca Raton.

Kadlec, R.H. and Keoleian, G.A. 1986. Metal ion exchange on peat. In: Peat and Water, pp.

61–93. (Fuchsman, C.H., Ed.). Amsterdam Elsevier.

Kadlec, R.H. and Knight, R.L. 1996. Treatment Wetlands. Boca Raton, FL, Lewis.

Klassen S.P., McLean J.E., Grossl P.R. dan R.C.Sims. 2000. Fate and behaviour of lead in

soils planted with metal-resistant species (River Birch and Smallwing Sedge). J.

Environ. Qual., 29: 1826–1834.

Mara, Duncan and Horan,N.J, 2003 Handbook of water and wastewater

microbiology, ISBN 0-12- 470100-0. Elsevier

Matagi, S., Swai,D., and Mugabe, R. 1998. A review of heavy metal removal mechanisms in

wetlands. Afr. J. Trop. Hydrobiol. 8, 23–35.

Mudhoo, A. (2011). “Phytoremediation of Cadmium: A Green Approach.”

Murray-Gulde, C., Bearr, J., and Rodgers, J.H. 2005. Evaluation of a constructed wetland

treatment system specifically designed to decrease bioavailable copper in a

wastestream. Ecotoxicol. Environ. Saf. 61, 60–73.

Pichtel, J., K.Kuroiwa dan H.T.Sawyerr. 2000. Distribution of Pb, Cd, and Ba in soils and

plants of two contaminated sites. Environmental Pollution. 110, 171-178.

Prabhat Kumar Rai. 2008. Heavy metal pollution in aquatic ecosystems and its

phytoremediation using wetland plants: An ecosustainable approach. International

Journal of Phytoremediation, 10:133–160, 2008.

Pulford I.D., dan C. Watson. 2002. Phytoremediation of heavy metal-contaminated land by

trees – a review. Environ. Int., 1032: 1–12.

Saxena P.K., S.Krishna Raj, T.Dan, M.R.Perras dan N.N.Vettakkorumakankav. 1999.

Phytoremediation of heavy metal contaminated and polluted soils. In: Prasad M.N.V.,

Hagemeyer J. (eds.): Heavy Metal Stress in Plants – From Molecules to Ecosystems,

Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, Germany: 305–329.

Schmidt, U. 2003. Enhancing phytoextraction: The effect of chemical soil manipulation on

mobility, plant accumulation, and leaching of heavy metals. J. Environ. Qual., 32:

1939–1954. Scholz, M. 2006. Wetland Systems to Control Urban Runoff.

Amsterdam Elsevier.

Sharma, H.D., Reddy K.R. (2004). “Geoenvironmental Engineering.” Jon Wiley & Sons,

Hoboken, New Jersey, 478-485 

21

Page 22: makalah bioremediasi

Sheoran, A.S. and Sheoran, V. 2006. Heavy metal removal mechanism of acid mine drainage

in wetlands: A critical review. Minerals Eng 19, 105–116.

Suhardi, Sri Harjati. 2012. http://blogs.itb.ac.id/rennisuhardi/bioremediasi/apakah-

bioremediasi/. diakses pada tanggal 18 November 2015.

Susarla, S., V.F.Medina dan S.C.McCutcheon. 2002. Phytoremediation, An ecological

solution to organic contamination. Ecological Engineering. 18, 647-658.

Tlustoš, P., J. Száková, J. Hrubý, I. Hartman, J. Najmanová, J. Nedělník, D. Pavlíková dan

M. Batysta. 2006. Removal of As, Cd, Pb, and Zn from contaminated soil by high

biomass producing plants. PLANT SOIL ENVIRON., 52, 2006 (9): 413–423.

Wenger, E. ; R.McDermott dan W.M.Snyder. 2002. Cultivating Communities of Practice

(Hardcover). Harvard Business Press; 1 edition. ISBN 978-1-57851-330-7.

Weis, J.S. and Weis, P. 2004. Metal uptake, transport and release by wetland plants:

Implications for phytoremediation and restoration Review. Environ. Int. 30, 685–

700.

22

Page 23: makalah bioremediasi

LATIHAN SOAL

PILIHAN GANDA

1. Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup yang mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah dan tanah

terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis yaitu ……..

a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2002

b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003

c. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2003

d. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2004

e. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 129 Tahun 2004

2. Bioremediasi dapat mengubah bahan kimia berbahaya menjadi……

a. CO

b. NO2

c. H2O

d. SO

e. N2

3. Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang

batu bara dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan antara lain, kecuali…….

a. Pendekatan teknologi

b. Pendekatan lingkungan

c. Pendekatan administratif

d. Pendekatan khusus

e. Pendekatan edukatif

4. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, antara lain kecuali………

a. Lingkungan

b. Karbon dioksida

c. Temperatur

d. Oksigen

e. pH.

23

Page 24: makalah bioremediasi

5. Berikut yang tidak termasuk ke dalam kelebihan bioremediasi yaitu………

a. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia berbahaya.

b. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.

c. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang secara alamiah

sudah ada dilingkungan (tanah).

d. Mengubah polutan bukan hanya memindahkannya.

e. Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain.

6. Berikut yang termasuk ke dalam kekurangan bioremediasi yaitu kecuali………

a. Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi.

b. Pengotornya bersifat toksik 

c. Mengubah polutan bukan hanya memindahkannya.

d. Padat ilmiah

e. Dapat digabung dengan teknik pengolahan lain

7. Dibawaha ini yang tidak termasuk teknik dasar yang biasa digunakan dalam bioremediasi

adalah………

a. Biotransformasi

b. Inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar

c. Penerapan immobilized enzymes

d. Penggunaan tanaman (phytoremediation)

e. Stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,

pengaturan kondisi redoks, optimasi pH

8. Berikut ini yang tidak termasuk ke dalam contoh mikroba pendegradasi logam yaitu………

a. Enterobacter cloacae

b. Escherichia coli

c. Desulfuromonas acetoxidans

d. Thiobacillus ferroxidans

e. Saccharomyces cerevisiae

9. Berbentuk batang dengan diameter 0,5 – 1 x 1,5 – 5,0 mikrometer. Bakteri ini merupakan

organisme gram negatif yang motilitasnya dibantu oleh satu atau beberapa flagella yang

terdapat pada bagian polar. Akan tetapi ada juga yang hampir tidak mampu bergerak. Bersifat

24

Page 25: makalah bioremediasi

aerobik obligat yaitu oksigen berfungsi sebagai terminal elektron aseptor pada proses

metabolismenya. Kebanyakan sp.esies ini tidak bisa hidup pada kondisi asam pada pH 4,5

dan tidak memerlukan bahan-bahan organik. Bersifat oksidasi negatif atau positif, katalase

positif dan kemoorganotropik. Dapat menggunakan H2 dan CO sebagai sumber energi.

Bakteri yang mempunyai ciri-ciri tersebut adalah……..

a. Arthrobacter sp.

b. Acinetobacter sp.

c. Bacillus sp.

d. Pseudomonas sp.

e. Saccharomyces sp.

10. Arthrobacter sp, Acinetobacter sp, Bacillus sp, dan Pseudomonas sp. merupakan jenis-jenis

bakteri pendegradasi pada………

a. Logam berat

b. Bahan –bahan radioaktif

c. Fungisida

d. Minyak bumi

e. Polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH)

25

Page 26: makalah bioremediasi

ESSAY

1. Apakah faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari

lingkungan?

Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan

yaitu adanya mikroba yang sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh

mikroba seperti suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen.

2. Ada berapakah cara menstimulasi pertumbuhan mikroba dalam teknologi

bioremediasi? Sebutkan dan jelaskan!

Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu

dengan biostimulasi dan bioaugmentasi.

a. Biostimulasi

Biostimulasi adalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang

sudah ada di daerah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang

diperlukan, yaitu penambahan nutrien dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada dalam

jumlah sedikit, maka harus ditambahkan mikroba dalam konsentrasi yang tinggi sehingga

bioproses dapat terjadi. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya

diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium di

perbanyak dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Namun sebaliknya,

jika kondisi yang dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati.

Secara umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.

b. Bioaugmentasi

Bioaugmentasi merupakan penambahan produk mikroba komersial ke dalam limbah

cair untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara ini paling

sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Hambatan mekanisme

ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs yang tercemar agar mikroba dapat berkembang

dengan optimal. Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut .Dalam

beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan penambahan nutrien tertentu.

Para ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam

bioremediasi, dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing kemungkinan

sulit untuk beradaptasi.

c. Bioremediasi Intrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.

26

Page 27: makalah bioremediasi

3. Sebutkan dan jelaskan dua teknik yang sangat umum diterapkan dalam teknik

bioremediasi!

Dalam aplikasi teknik bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu

biopile dan landfarming.

Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap air dan suplai udara

yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang perpipaan untuk aerasi

(pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa udara dipasang diujung

perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung mikroba dan polutan berkontak

dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter.

Teknik landfarming dilakukan dengan menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan

kedap air. Ketebalan hamparan tanah 30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan

udara. Untuk menjamin bahwa semua bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan

udara maka secara berkala hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming

digunakan karena proses pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah

pada saat persiapan lahan untuk pertanian.

4. Sebutkan dan jelaskan manfaat bioremediasi pada berbagai bidang!

Bioremediasi dapat memberikan manfaat dalam berbagai bidang, antara lain:

1. Bidang Lingkungan, yakni pengolahan limbah yang ramah lingkungan dan bahkan

mengubah limbah tersebut menjadi ramah lingkungan. Contoh bioremediasi dalam

lingkungan yakni telah membantu mengurangi pencemaran dari pabrik, misalnya saat

1979, supertanker Exxon Valdez di Alaska, lebih dari 11juta gallon oli mentah mengalir,

tetapi bakteri pemakan oli membantu mengurangi pencemaran laut yang lebih jauh lagi.

2. Bidang Industri, yakni bioremediasi telah memberikan suatu inovasi baru yang

membangkitkan semangat industri sehingga terbentuklah suatu perusahaan yang khusus

bergerak dibidang bioremediasi, contohnya adalah Regenesis Bioremediation Products,

Inc., di San Clemente, Calif.

3. Bidang Ekonomi, karena bioremediasi menggunakan bahan bahan alami yang hasilnya

ramah lingkungan, sedangkan mesin-mesin yang digunakan dalam pengolahan limbah

memerlukan modal dan biaya yang jauh lebih, sehingga bioremediasi memberikan solusi

ekonomi yang lebih baik.

4. Bidang Pendidikan, penggunaan microorganisme dalam bioremediasi, dapat membantu

penelitian terhadap mikroorganisme yang masih belum diketahui secara jelas.Pengetahuan

ini akan memberikan sumbangan yang besar bagi dunia pendidikan sains.

27

Page 28: makalah bioremediasi

5. Bidang Teknologi, bioremediasi memberikan tantangan baru bagi teknologi untuk terus

memberikan inovasi yang lebih baik bagi lingkungan.

6. Bidang Sosial, bioremediasi memberikan solusi ekonomi yang mudah dijangkau dan

mudah dilakukan baik bagi rumah tangga dan industri. Dengan begini, limbah rumah

tangga dapat dikelola jauh lebih baik.

7. Bidang Kesehatan, dengan pengelolaan limbah yang baik, pencemaran dapat diminimalisir

sehingga kualitas hidup manusia jauh meningkat.

8. Bidang Politik, isu lingkungan dapat lebih ditekan sehingga para petinggi dapat

memfokuskan masalah ke lingkup lain, Bahkan bioremediasi dapat membantu

memperbaiki masalah yang berkesinambungan didalamnya.

5. Ada berapakah cara mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat? Sebutkan

dan Jelaskan!

Mikroba mengurangi bahaya pencemaran logam berat dapat dilakukan dengan cara

detoksifikasi, biohidrometakurgi, bioleaching, dan bioakumulasi seperti berikut:

Detoksifikasi (biosorpsi) pada prinsipnya mengubah ion logam berat yang bersifat toksik

menjadi senyawa yang bersifat tidak toksik. Proses ini umumnya berlangsung dalam

kondisi anaerob dan memanfaatkan senyawa kimia sebagai akseptor elektron.

Biohidrometalurgi pada prinsipnya mengubah ion logam yang terikat pada suatu

senyawa yang tidak dapat larut dalam air menjadi senyawa yang dapat larut dalam air.

Bioleaching merupakan aktivitas mikroba untuk melarutkan logam berat dari senyawa

yang mengikatnya dalam bentuk ion bebas. Biasanya mikroba menghasilkan asam dan

senyawa pelarut untuk membebaskan ion logam dari senyawa pengikatnya. Proses ini

biasanya langsung diikuti dengan akumulasi ion logam.

Bioakumulasi merupakan interaksi mikroba dan ion-ion logam yang berhubungan dengan

lintasan metabolisme.

28