Upload
dessy-wulansari
View
511
Download
41
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, sel) berupa metabolit
primer dan sekunder. Senyawa metabolit primer umumnya sama untuk setiap organisme,
terdiri dari molekul-molekul besar seperti polisakarida, protein, asam nukleat, dan lemak.
Fungsi senyawa metabolit primer adalah sebagai sumber energi untuk kelangsungan hidup
organisme atau sebagai cadangan energi bagi organisme itu sendiri. Metabolit sekunder
berupa molekul-molekul kecil, bersifat spesifik, artinya tidak semua organisme mengandung
senyawa sejenis, mempunyai struktur yang bervariasi, setiap senyawa memiliki fungsi atau
peranan yang berbeda-beda. Pada umumnya senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk
mempertahankan diri atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya
berada. Dalam perkembangannya senyawa metabolit sekunder tersebut dipelajari dalam
disiplin ilmu tersendiri yaitu kimia bahan alam (natural product chemistry). Metabolit
sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds dalam
penemuan dan pengembangan obat-obat baru. Tanaman dikenal banyak mengandung
senyawa-senyawa kimia khususnya senyawa metabolit sekunder. Salah satu senyawa
metabolit sekunder yang terkandung di dalam tanaman adalah senyawa Diterpenoid.
Senyawa tersebut dapat dijumpai pada bagian akar, batang, daun, buah maupun biji
tanaman. Senyawa diterpenoid dapat berfungsi sebagai sebagai fungisida, racun
terhadap hewan, penolak serangga, antimikroba dan sebagainya. Dengan itu dalam
makalah ini dibahas tentang senyawa diterpenoid.
B. Tujuan
1. Mengetahui senyawa diterpenoid.
2. Mengetahui biosintesis senyawa diterpenoid.
3. Mengetahui cara isolasi dan identifikasi senyawa diterpenoid.
4. Mengtahui fungsi dari Giberelin pada tanaman.
1
BAB II
ISI
Dalam perkembangannya, tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang
merupakan senyawa hasil metabolisme. Seiring dengan berkembangnya gaya hidup
penggunaan tanaman sebagai obat, maka berkembang pula pengetahuan untuk
menganalisis kandungan biokimia tumbuhan, sebab penggunaan tanaman sebagai
obat erat kaitannya dengan kandungan kimia yang terdapat dalam tanaman tersebut
terutama zat bioaktif. Tanpa adanya senyawa bioaktif dalam tumbuhan, secara
umum tumbuhan tersebut tidak dapat digunakan sebagai obat. Senyawa bioaktif yang
terdapat dalam tumbuhan biasanya merupakan senyawa metabolit sekunder
diantaranya adalah terpenoid. Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk
senyawa golongan monoterpenoid (C10H16). Sesquiterpen (C15H24) tersusun atas 3
unit isoprene, diterpenoid (C20H32) tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen (C25H40)
tersusun atas 5 isopren, triterpenoid (C30H42) tersusun atas 6 unit isopren, dan
tetraterpen (C40H64) tersusun atas 8 isopren. Monoterpen dan Sesquiterpen adalah
komponen utama minyak esensial (minyak atsiri) yang diperoleh melalui proses
penyulingan. Ginkgo merupakan golongan diterpenoid, quassinoid tergolong
triterpenoid, karoten-karoten pigmen merah dan kuning tergolong tetraterpenoid,
sedangkan karet alam merupakan suatu politerpena.
Senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan
kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini.
Kedua senyawa – senyawa itu dibagi – bagi menjadi beberapa golongan berdasarkan
jumlah satuan yang terdapat di dalam senyawa tersebut; dua (C10), tiga (C15), empat
(C20), enam (C30), atau delapan (C40) satuan. Terpenoida terdiri atas beberapa
macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpenoida dan
seskuiterpenoida yang mudah menguap (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar
menguap (C20), sampai senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoida dan sterol
(C30), serta pigmen karotenoida (C40 ). Berikut penggolongan senyawa terpenoid
berdasarkan unit isopren:
2
1. Monoterpenoid
Monoterpenoid terbentuk dari dua satuan isopren dan biasanya mempunyai
sepuluh atom karbon. Monoterpenoid merupakan komponen utama banyak minyak
atsiri dan mempunyai makna ekonomi besar sebagai bau-rasa, wewangian dan
pelarut. Monoterpenoid khas berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dapat
disuling uap dan berbau harum. Contoh monoterpenoid lain seperti mirsena,
lavandol, geranial, keton artemisia, perinia, α-felandrena, pulegon, menton,
mentofuran, mentol, 1,8 sinesol, eukarvon, kripton, safranal, nepelakton, askaridol
dan lain-lain.
2. Seskuiterpenoid
Seskuiterpenoid adalah senyawa C15 biasanya dianggap berasal dari tiga
satuan isoprena. Seperti monoterpenoid, seskuiterpenoid terdapat sebagai komponen
minyak atsiri yang tersuling uap dan berperan penting dalam aroma kepada buah dan
bunga. Kegunaan kaidah isoprena secara umum dan kadang-kadang kekecualian
yang disebutkan terdahulu berlaku juga untuk golongan ini. Anggota seskuiterpenoid
asiklik ialah farnesol dengan alkohol yang tersebar luas. Farnesol pirofosfat
merupakan senyawa antara kunci dalam biosintesis terpenoid. Sebagian besar
seskuiterpenoid monosiklik mempunyai kerangka farnesol yang tertutup membentuk
cincin anggota 6. Contoh seskuiterpenoid yaitu γ-bisabolena, zingiberena, lanseol, ar-
turmeron, perezon dan asam (S)-absisat. Salah satu seskuiterpenoid monosiklik
terpenting adalah asam absisat, hormon yang melawan efek giberelin dan
menghambat pertumbuhan kuncup. Sejumlah senyawa C13 berasal dari
seskuiterpenoid telah diketahui penyebabnya bermakna bau-rasa buah. Banyak
senyawa seskuiterpenoid yang diketahui mempunyai efek fisiologi terhadap hewan
dan tumbuhan. Sementara beberapa senyawa seskuiterpenoid ada yang mengandung
gugus fungsi lakton yang beracun yang merupakan kandungan tumbuhan obat.
Senyawa lain bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida, beberapa
merangsang pertumbuhan tumbuhan, dan bekerja sebagai fungisida. Selain gugus
fungsi lakton juga terdapat dua gugus aldehida yang dipisahkan oleh 2 atom karbon.
Gugus dialdehida ini menyebabkan beberapa tumbuhan pedas dan juga aktif sebagai
3
penolak serangga. Contoh seskuiterpenoid monosiklik biasa adalah humulen,
zerumbon, elemol dan nootkatin. Seskuiterpenoid bisiklik seperti α-kadinena, guaiol,
β-selinena, eudesmol, santonin, kesil alkohol, vetivon dan artabsin. Seskuiterpenoid
tidak biasa seperti iresin, karyofilena, eremofilon, akoron, sedrol, kuparena,
tujopsena.
3. Diterpenoid
Diterpenoid merupakan senyawa C20 yang berasal dari empat satuan
isoprenoid. Karena titik didihnya yang tinggi biasanya diterpenoid tidak ditemukan
dalam minyak atisri tumbuhan meskipun diterpenoid bertitik didih rendah pun.
Senyawa ini ditemukan dalam damar, eksudat berupa gom dan dalam fraksi bertitik
didih tinggi seperti damar yang tersisa setelah penyulingan minyak atsiri. Misalnya,
rosin yang tersisa setelah penyulingan terpentin pinus kaya akan diterpenoid.
Diterpenoid mencakup beberapa senyawa dari segi fisiologi sangat menarik seperti
golongan hormon tumbuhan yang dikenal sebagai giberelin. Seperti seskuiterpenoid,
diterpenoid mencakup banyak senyawa yang bekerja sebagai fungisida, racun
terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat
karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan
terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa
mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh
infeksi fungus. Satu senyawa dari kemangi mempunyai aktivitas hormon remaja.
Forskolin dari Coleus forskohli merupakan pengaktif khas adenilat siklase.
Partenolida dari parthenum tanacetum berguna untuk mengobati migrain karena
menghambat pelepasan serotonin. Contoh senyawa diterpenoid adalah fitol, asam
giberelat, α-kamforena, (-)-kaurena, asam dekstro-pimarat, marubin, asam abietat.
4. Triterpenoid
Triterpenoid memiliki atom C30. Triterpenoid tersebar luas dalam damar,
gabus dan kutin tumbuhan. Damar adalah asam triterpenoid yang sering bersama-
sama dengan gom polisakarida dalam damar gom. Triterpenoid alkohol juga terdapat
bebas dan sebagai glikosida. Triterpenoid asiklik yang penting hanya hidrokarbon
skualena yang diisolasi untuk pertama kali dari minyak hati ikan hiu tetapi juga
4
ditemukan dalam beberapa malam epikutikula dan minyak nabati (minyak zaitun).
Senyawa triterpenoid yang paling dikenal seperti lanosterol yang terdapat dalam
lemak wol, khamir dan beberapa senyawa tumbuhan tinggi. Triterpenoid tetrasiklik
seperti alkohol eufol dari euphorbia sp dan asam elemi dari canarium commune.
Triterpenoid yang terpenting ialah triterpenoid pentasiklik. Senyawa ini ditemukan
dalam tumbuhan seprimitif sphagnum tetapi yang paling umum adalah pada
tumbuhan berbiji, bebas dan glikosida. Triterpenoid nonglikosida sering ditemukan
sebagai ekskresi dan dalam kutikula bekerja sebagai pelindung atau menimbulkan
ketahanan terhadap air. Beberapa macam aktivitas fisiologi dari triterpenoid yang
merupakan komponen aktif dari tumbuhan telah digunakan sebagai tumbuhan obat
untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan kulit,
kerusakan hati dan malaria.
5. Tetraterpenoid
Tetraterpenoid yang paling dikenal adalah karotenoid-pigmen larut dalam
lemak berwarna kuning sampai merah terdapat pada semua tumbuhan dan dalam
lemak berbagai jenis jaringan. Pigmen hidrokarbon disebut karoten dan turunannya
yang teroksigenasi disebut xantofil. Dikenal juga tetraterpenoid tanwarna yaitu
fitoena dan fitofluena. Karotenoid sebagai reseptor cahaya untuk fototropisme.
Sebagai pigmen bunga karotenoid mungkin berperan dalam menarik serangga tetapi
sebagian besar perhatian dicurahkan pada fungsinya sebagai pigmen daun. Senyawa
ini terdapat pada kloroplas dan terikat secara longgar pada protein.Karotenoid yang
paling tersebar luas adalah β- karoten.
5
Tabel 1 : Penggolongan senyawa terpenoida
Nama SumberContoh
SenyawaNama Tumbuhan
MonoterpenoidMinyak
Atsiri
ChamporKamfer (Cinnamomum
camphora)
SineolKayu putih (Melaleuca
leucadendron)
ThymolThymus (Thymus
vulgaris)
SesquiterpenoidMinyak
Atsiri
ArtemisininBunga Artemisia
(Artemisia annua)
ChamomilBunga Matricia
(Matricia recutita)
Feverfew Daun Tanaman Feverfew
(Tanacetum parthenium)
ValerianBungan Valerian
(Valeriana officinalis)
DiterpenoidResin
Pinus
GinkgoTanaman Ginkgo
(Ginkgo biloba)
TaxolTanaman Taxus (Taxus
brevifolia)
Triterpenoid Cucurbitacins CucurbitacinsTanaman Labu
(Cucurbita foetidissima)
TetraterpenoidPigmen
Karotenkarotenoid
Wortel (Daucus carota)
Politerpenoid Karet Alam Karet Alam Karet (Ficus elastica)
Berdasarkan penjelasan tentang senyawa terpenoid dan penggolongannya,
senyawa yang menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini adalah senyawa
Diterpenoid dan Giberelin.
6
A. DITERPENOID
1. Golongan Senyawa Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang
mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-
satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret
senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul
klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan giberelin.
(Harborne, 1987)
Struktur fitol
Diterpena damar, meliputi senyawa seperti asam abietat dan asam agatat yang
terdapat dalam damar tumbuhan mutakhir dan tumbuhan fosil (Thomas, 1970). Di
alam senyawa damar ini berfungsi sebagai pelindung ketika dikeluarkan sebagai
eksudat dari kayu pepohonan atau sebagai getah tumbuhan herba. Asam abietat
terdapat luas dalam damar gimnospermae, terutama dalam pinus. Berbagai damar
‘kopal’ pada tumbuhan kacang-kacangan mengandung sederetan diterpena yang
berlainan, salah satu contoh adalah asam hardwikat.
Asam hardwikat
7
Sekelompok diterpena racun ialah grayanatoksin, contohnya grayanatoksin-1
yang terdapat dalam daun kebanyakan jenis Rhododendron dan Kalmia. Daun
tersebut beracun oleh adanya senyawa tersebut.
Kelas diterpenoid yang ketiga adalah giberelin, segolongan hormon yang
merangsang pertumbuhan secara umum dan diketahui sangat tersebar luas pada
tumbuhan. Asam giberalat adalah giberelin paling dikenal, tetapi sebenarnya lebih
dari 60 senyawa dalam deret ini sekarang telah dikenal. Secara kimia mereka sangat
erat berkaitan, jadi sukar dipisahkan dan dibedakan. Satu-satunya cara penentuan
yang memuaskan adalah KGC-SM. (Harborne, 1987)
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20 atom karbon
dan dibangun oleh 4 unit isopren. senyawa ini mempunyai bioaktifitas yang cukup
luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan
tanaman, antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan
anti karsinogen.
Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik
dan tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial.
1) Diterpen Alisiklis
Fitol, adalah diterpen alkohol C20H40O, yang dikembangkan oleh Willstatter
menjadi fragmen alkohol dari molekul-molekul klorofil dan kebanyakan di isolasi
dari tumbuhan jelatang. Fitol merupakan alkohol primer tak jenuh mengandung 1
ikatan rangkap dan merupakan senyawa alisiklis. Pada ozonolisis akan menghasilkan
aldehid glikolat dan keton jenuh C18H36O, yang mengandung gugus CH3CO- (reaksi
haloform). Keton ini dapat ditulis C16H33COCH3, dan fitol dapat dituliskan dengan
struktur parsial:
Fitol
8
Tumbuhan Jelatang
2) Diterpen Monosiklik
Vitamin A1, dikenal dalam lemak alam dan minyak (misalnya, mentega,
minyak hati ikan, minyak ikan pecak) merupakan senyawa penting yang dibutuhkan
oleh hewan untuk pertumbuhan. Pada tahun 1942 vitamin A1 dalam kondisi kristalin
dari minyak ikan pecak dengan menggunakan metode kromatografi dan destilasi
molekuler. Vitamin A1, C20H30O adalah alkohol primer dengan oksidasi akan
menghasilkan aldehid bersesuaian, C20H28O. Molekul ini memiliki 5 ikatan rangkap.
Vitamin A1
Vitamin A2, dengan rumus C20H28O, merupakan alkohol primer dan
memiliki sifat kimia yang mirip dengan vitamin A1.
Vitamin A2
9
Kamforen dengan rumus C20H32, merupakan diterpen hidrokarbon yang
ditemukan dalam fraksi didih yang lebih tinggi dari minyak kamfor. Diperoleh
dengan destilasi fraksinasi, mengandung 4 ikatan rangkap tidak terkonyugasi.
komforen
3) Diterpen Disiklik
Sclareol, dengan rumus C20H36O2, merupakan diterpen disiklik dengan bentuk
kristal, yang ditemukan dalam Salvia sclarea L. Di isolasi dengan ekstraksi pelarut
dari daun.
Schlareol
Salvia sclarea L.
10
Manool, memiliki rumus C20H34O, merupakan diterpenoid bisiklik alkohol
tersier yang terkandung dalam minyak esensial yang berasal dari kayu pohon cemara.
manool
Asam Agatendikarboksilat diterpen ini berupa asam, dijumpai dalam
berbagai jenis damar. Merupakan asam dikarboksilat, C20H30O4, mengandung 2
ikatan etilen, salah satunya dalam keadaan berkonyugasi dengan satu grup karboksil.
Asam Agentedikarboksilat
4) Diterpen Trisiklik
Asam Abietat, dengan rumus C20H30O2, merupakan asam tak jenuh, memiliki
2 ikatan rangkap, yang berkonyugasi.
11
Asam Dekstropimarat, dengan rumus C20H30O2.
Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam
fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur 46°C.
2. Biosintesis Senyawa Diterpenoid
12
Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar
yaitu :
1) Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat .
2) Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester- dan poli-terpenoid.
3) Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesa terpenoid adalah asam asetat
setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen menghasilkan
asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan
kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana
ditemukan pada asam mevalonat. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi,
eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan Isopentenil pirofosfat (IPP)
yang selanjutnya berisomerisasi menjadi Dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim
isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung secara kepala ke ekor dengan
DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari polimerisasi isopren
untuk menghasilkan terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron
dari ikatan rangkap IPP terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan
elektron diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan Geranil
pirofosfat (GPP) yaitu senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.
Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme
yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara
bagi semua senyawa seskuiterpenoid. senyawa diterpenoid diturunkan dari Geranil-
Geranil Pirofosffat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan
GPP dengan mekanisme yang sama.
Mekanisme biosintesis senyawa terpenoid adalah sebagai berikut :
13
3. Isolasi dan Identifikasi senyawa diterpenoid
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi struktur dari senyawa murni
yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik
dari senyawa murni ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui struktur molekulnya
biasanya juga dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan
aktivitas dan kestabilan yang diinginkan. Di samping itu, dengan kemajuan bidang
bioteknologi, dapat juga dilakukan peningkatan kualitas tumbuhan atau organisme melalui
14
kultur jaringan, maupun tumbuhan transgenik yang tentunya juga akan menghasilkan
berbagai jenis senyawa metabolit sekunder baru yang beraneka ragam dan mungkin juga
dengan struktur molekul yang berbeda dengan yang ditemukan dari tumbuhan awalnya.
Penentuan struktur molekul merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
isolasi senyawa kimia bahan alam. Senyawa hasil isolasi belum memiliki makna, jika belum
diketahui struktur molekulnya. Metode penentuan struktur senyawa organik yang banyak
digunakan adalah metode spektroskopi, yang meliputi UV, IR, NMR (1H dan 13C), dan MS.
Untuk menentukan struktur senyawa organik yang relatif sederhana metode tersebut sudah
cukup memadai, namun untuk senyawa dengan kerangka karbon yang cukup kompleks
penggunaan NMR dua dimensi yang meliputi HMQC, HMBC, COSY, dan NOESY mutlak
diperlukan.
Senyawa diterpenoid memiliki banyak fungsi diantaranya sebagai fungisida,
racun terhadap hewan, penolak serangga dan sebagainya. Senyawa ini dapat bersifat
karsinogen. Beberapa senyawa ini mempunyai efek racun atau efek penolakan
terhadap serangga sementara senyawa lainnya menarik serangga. Beberapa senyawa
mempunyai aktivitas antivirus, sebagai fungisida dan pembentukannya disulut oleh
infeksi fungus, dan ada juga yag berfungsi sebagai antimikroba seperti senyawa
phytadine [M+] 278 yang ditemukan dalam tanaman herba meniran
(Pyllanthus niruri Linn) dengan proses isolasi dan identfikasi
menggunakan metode Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa.
Gunawan, I G. A. Gede Bawa, dan N. L. Sutrisnayanti telah
melakukan penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa
terpenoid yang aktif antbakteri pada Herba Menira (Pyllanthus
niruri Linn). Proses isolasi senyawa terpenoid dilakukan sebagai
berikut:
1. Herba meniran dikeringkan kemudian diblender sampai
berbentuk serbuk.
2. Ekstraksi
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu
:
a. Sokletasi
15
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran disokletasi
dengan 5 L pelarut n –heksana. Ekstrak n-heksana
dipekatkan lalu disabunkan dalam 50 mL KOH 10%.
Ekstrak n heksana dikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji
aktivitas antibakteri.
b. Maserasi
Seberat 1000 g serbuk kering herba meniran dimaserasi
menggunakan pelarut metanol. Ekstrak metanol
dipekatkan lalu dihidrolisis dalam 100 mL HCl 4 M. Hasil
hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n – heksana.
Ekstrak n-heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10
mL KOH 10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diuji
fitokimia dan uji aktivitas antibakteri.
c. Skrinning Fitokimia
Hasil ekstraksi dengan cara sokletasi dan maserasi
menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana pada kedua cara
tersebut positif mengandung senyawa terpenoid. Hal ini
dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah ekstrak
n-heksana direaksikan dengan Pereaksi Lieberman Burchard.
d. Uji aktivitas bakteri
Ekstrak n-heksanaa diuji aktivitasnya terhadap bakteri
Eschericia coli dan Staphyloccocus aureus dengan tahap –
tahap . Ekstrak yang positif terpenoid dan paling aktif
antibakteri dipisahkan mengunakan kromatografi kolom dengan
fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform : metanol (3 :
7). Fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom diuji
fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Fraksi yang positif
terpenoid dan paling aktif antibakteri dilanjutkan ke tahap
16
pemurnian menggunakan kromatograi lapis tipis. Isolat yang
relatif murni selanjutnya diidentifikasi menggunakan
kromatogafi gas – spektroskopi massa.
e. Pemisahan dengan Kromatografi kolom.
Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap ekstrak n-
heksana hasil sokletasi memberikan daya hambat yang lebih
besar dibandingkan ekstrak n-heksana hasil maserasi.
Terhadap ekstrak n-heksana hasil sokletasi dipisahkan
mengunakan kromatografi kolom menghasilkan tiga buah
fraksi, yaitu fraksi A (1-27), fraksi B (28-33) dan fraksi C
(34- ). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa fraksi A dan fraksi C
positif terpenoid yaitu memberikan warna merah muda (positif
diterpenoid) pada fraksi A dan warna ungu muda (positif
triterpenoid) pada fraksi C setelah direaksikan dengan pereksi
Lieberman-Burchard. Fraksi yang positif terpenoid selanjutnya
dilakukan uji aktivitas antibakteri.
f. Identifikasi senyawa dengan metode Kromatografi gas-
spektroskopi massa.
Dari hasil uji aktivitas antibakteri fraksi A memberikan daya
hambat yang lebih baik sehingga fraksi A dilanjutkan ke tahap
pemurnian. Hasil pemurnian menunjukkan noda tunggal. Hal ini
dapat dikatakan fraksi A relatif murni secara KLT. Isolat yang relatif
murni diidentifikasi menggunakan kromatografi gas – spektroskopi
massa. Kromatogram gas fraksi n-heksana positif terpenoid dan
aktif antibakteri terdapat dua buah puncak dengan waktu retensi
berturut-turut : 25,74 dan 21,93 menit. Berdasarkan data di atas
senyawa tersebut mengandung dua buah senyawa. Spektrum
massa senyawa puncak I mempunyai berat molekul m/z 278.
Berdasarkan data base kromatografi gas - spektroskopi massa
ditampilkan senyawa yang memiliki kemiripan 83% dengan
17
senyawa pada puncak I. Senyawa tersebut adalah phytol dengan
berat molekul m/z 296[M+], Phytol dapat mengalami dehidrasi
secara alami menjadi phytadiene pada kelompok B dari
Botryococcus braunii dimana Botryococcus braunii merupakan
salah satu spesies dari alga hijau. Dengan demikian senyawa pada
puncak I m/z 278 diduga sebagai senyawa phytadiene berdasarkan
data Spektroskopi Massa, pola fragmentasi dan hubungan antara
senyawa puncak I dengan phytol, phytadiene dan dodekane.
Spektrum senyawa pada puncak II memiliki berat molekul
m/z 335. Berdasarkan hasil penelusuran internet, terdapat
beberapa buah senyawa dengan m/z 335 diantaranya DL-Leucyl-
glycyl-DLphenylalanine, 4-metoksi-4-metil-1-(4-nitrophenyl)-
decane-1,3-dione, 2-{1-[2-(3,4- dimethoxyanilino)-2-
oxoethyl}cyclohexyl}acetic acid, 2-(acetylamino)-3-{3-
(cyclopentylmethoxy)-2- methoxyphenyl}propanoic acid.
Senyawasenyawa tersebut memang memiliki berat molekul m/z
335 sesuai dengan m/z senyawa pada puncak II tetapi pola
fragmentasi senyawa– senyawa tersebut tidak memenuhi pola
fragmentasi senyawa pada puncak II. Oleh karena itu ditelusuri
senyawa yang memiliki berat molekul m/z 336 yang memiliki pola
fragmentasi yang memenuhi pola fragmentasi senyawa puncak II
dengan asumsi bahwa senyawa dengan berat molekul m/z 336
adalah senyawa yang memiliki berat molekul m/z 335 [M+ - H].
Dar hasil penelitian terhadap isolasi dan identifikasi senyawa
terpenoid dari tanaman Herba Maniran isimpulkan bahwa Herba
meniran (Phyllanthus niruri Linn) mengandung dua senyawa
terpenoid yang diduga jenis phytadiene dan 1,2-seco cladiellan, di
mana campuran kedua senyawa ini aktif terhadap bakteri
Escherichia coli dan bakteri Staphylococcus aureus .
18
Herba Menira (Pyllanthus niruri Linn).
Struktur senyawa Phytol
Struktur senyawa phytadiene
B. GIBERELIN
1. Sejarah Penemuan Giberelin
Giberelin adalah zat tumbuh yang sifatnya sama atau menyerupai hormon
auksin, tetapi fungsi giberelin sedikit berbeda dengan auksin. Fungsi giberelin adalah
membantu pembentukan tunas/ embrio, Jika embrio terkena air, embrio menjadi aktif
dan melepaskan hormon giberelin (GA). Hormon ini memacu aleuron untuk
membuat (mensintesis) dan mengeluarkan enzim. Enzim yang dikeluarkan antara
19
lain: enzim α-amilase, maltase, dan enzim pemecah protein. Penggunaan giberelin
juga bisa terjadi menghambat perkecambahan dan pembentukan biji, hal ini terjadi
apabila giberelin diberikan pada bunga maka buah yang terbentuk menjadi buah
tanpa biji dan sangat nyata mempengaruhi pemanjangan dan pembelahan sel. Hal itu
dapat dibuktikan pada tumbuhan kerdil, jika diberi giberelin akan tumbuh normal,
jika pada tumbuhan normal diberi giberelin akan tumbuh lebih cepat. Fungsi hormon
giberelin dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Menyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya
2. Menyebabkan tanaman tumbuh tinggi
3. Memacu aktivitas kambium
4. Menghasilkan buah yang tidak berbiji
5. Membantu perkecambahan biji
Pengaruh Giberelin pada Pertumbuhan Batang. Giberelin seperti halnya
auksin memegang peranan penting dalam pertumbuhan batang, namun dapat
menyebabkan pertumbuhan batang menjadi terlalu panjang. Sebaris jagung kerdil
dapat dibuat supaya tumbuh seperti jagung biasa dengan memberinya giberelin
berkali-kali. Anehnya, pertumbuhan jagung biasa tidak dapat ditingkatkan dengan
giberelin.
Lebih dari delapan jenis giberelin telah didapatkan dari berbagai jamur dan
tumbuhan. Penamaan giberelin disingkat GA (gibberellic acid) dan diberi nomor.
Contohnya, GA3 adalah giberelin yang didapat dari jamur Gibberella fujikuroi dan
paling banyak dipelajari. Giberelin terdapat pada tumbuhan angiospermae,
gymnospermae, lumut, tumbuhan paku, dan jamur. Dalam angiospermae, giberelin
terdapat pada biji muda, pucuk batang, ujung akar, dan daun muda. Giberelin
ditransportasikan ke seluruh bagian tumbuhan melalui xilem dan floem.
Hormon giberelin secara alami terdapat pada bagian tertentu tumbuhan yaitu
pada buah dan biji saat berkecambah. Giberelin pertama kali ditemukan pada
tumbuhan sejenis jamur Giberella fujikuroi (Fusarium moniliformae) oleh
F.Kurusawa, seorang berkebangsaan Jepang di tahun 1930-an. Ketika itu, ia sedang
20
mengamati penyakit Banane pada tumbuhan padi. Padi yang terserang oleh sejenis
jamur memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga batangnya mudah patah. Jamur ini
kemudian diberi nama Gibberella fujikuroi yang menyekresikan zat kimia bernama
giberelin. Giberelin ini kemudian diteliti lebih lanjut dan diketahui banyak berperan
dalam pembentukan bunga, buah, serta pemanjangan sel tumbuhan. Kubis yang
diberi hormon giberelin dengan konsentrasi tinggi, akan mengalami pemanjangan
batang yang mencolok.
2. Karakterstik kimia dari Gigerelin
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C).
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid
disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma
dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.
Semua molekul giberelin mengandung ‘Gibban Skeleton’. Giberelin dapat
dikelompokkan mejadi dua kelompok berdasarkan jumlah atom C, yaitu yang
mengandung 19 atom C dan 20 atom C. Sedangkan berdasarkan posisi gugus
hydroksil dapat dibedakan menjadi gugu hidroksil yang berada di atom C nomor 3
dan nomor 13.
21
Penelitian lebih lanjut juga menemukan beberapa senyawa lain yang
memiliki fungsi seperti giberelin tetapi tidak memiliki ‘Gibban Skeleton’.
Struktur GA1 (sumber: wikipedia)
Struktur GA3 (sumber: wikipedia)
Struktur Ent-Gibberellane (gibbal skeleton) (sumber: wikipedia)
3. Sistem Kerja Giberelin.
Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil
akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan
konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya
bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal
setelah diberi GA. Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi
juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin.
22
Giberelin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini
disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α
amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup
untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat. Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh
giberelin. Hal ini karena giberelin diberikan pada umbi bibit sebelum ditanam
sehingga pengaruhnya hanya pada fase awal pertumbuhan yaitu berupa pemacuan
pertumbuhan tunas lateral. Pengaruh tersebut tidak terbawa ke fase pertumbuhan
selanjutnya sehingga tinggi tanaman tidak terpengaruh.
Penggunaan giberelin juga bisa terjadi menghambat perkecambahan dan
pembentukan biji. Hal ini terjadi apabila giberelin diberikan pada bunga maka buah
yang terbentuk menjadi buah tanpa biji dan sangat nyata mempengaruhi
pemanjangan dan pembelahan sel.
4. Fungsi Fisiologis Giberelin
Fungsi giberelin pada tanaman sangat banyak dan tergantung pada jenis
giberelin yang ada di dalam tanaman tersebut. Beberapa proses fisiologi yang
dirangsang oleh giberelin antara lain adalah seperti di bawah ini:
a. Pembungaan
Peranan giberelin terhadap pembungaan telah dibuktikan oleh banyak
penelitian. Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Henny (1981),
pemberian GA3 pada tanaman Spathiphyllum mauna. Ternyata pemberian
GA3 meningkatkan pembungaan setelah beberapa minggu perlakuan.
b. Genetik Dwarsfism
Genetik Dwarsfism adalah suatu gejala kerdil yang disebabkan oleh
adanya mutasi genetik. Penyemprotan giberelin pada tanaman yang kerdil
bisa mengubah tanaman kerdil menjadi tinggi. Sel-sel pada tanaman keril
mengalami perpanjangan (elongation) karena pengaruh giberelin. Giberelin
mendukung perkembangan dinding sel menjadi memanjang. Penelitian lain
juga menemukan bahwa pemberian giberelin merangsang pembentukan
23
enzim proteolitik yang akan membebaskan tryptophan (senyawa asal auksin).
Hal ini menjelaskan fonomena peningkatan kandungan auksik karena
pemberian giberelin.
c. Pematangan Buah
Proses pematangan ditandai dengan perubahan tekture, warna, rasa,
dan aroma. Pemberian giberelin dapat memperlambat pematangan buah.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aplikasi giberelin pada buah tomat
dapat memperlambat pematangan buah. Pengaruh ini juga terlihat pada buah
pisang matang yang diberi aplikasi giberelin.
d. Perkecambahan
Biji/benih tanaman terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam
endoperm terdapat pati yang dikelilingi oleh lapisan yang dinamakan
‘aleuron’. Pertumbuhan embrio tergantung pada ketersediaan nutrisi untuk
tumbuh. Giberelin meningkatkan/merangsang aktivitas enzim amilase yang
akan merubah pati menjadi gula sehingga dapat dimanfaatkan oleh embrio.
e. Stimulasi aktivitas kambium dan xilem
Beberapa penelitian membuktikan bahwa aplikasi giberelin
mempengaruhi aktivitas kambium dan xylem. Pemberian giberelin memicu
terjadinya differensiasi xylem pada pucuk tanaman. Kombinasi pemberian
giberelin + auksin menunjukkan pengaruh sinergistik pada xylem. sedangkan
pemberian auksin saja tidak memberikan pengaruh pad xylem.
f. Dominasi
Dormansi dapat diistilahkan sebagai masa istirahan pada tanaman.
Proses dormansi merupakan proses yang komplek dan dipengaruhi banyak
faktor. Penelitian yang dilakukan oleh Warner menunjukkan bahwa aplikasi
giberelin menstimulasi sintesis ribonuklease, amulase, dan proteasi pada
endosperm biji. Fase akhir dormansi adalah fase perkecambahan, giberelin
perperan dalam fase perkecambahan ini seperti yang telah dijelaskan di atas.
24
BAB III
KESIMPULAN
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang beraneka ragam yang
mempunyai kerangka karbon C20 yang berasal dari 4 unit isopren. Barangkali, satu-
satunya diterpenoid yang tersebar di semesta ialah senyawa induk asiklik dari deret
senyawa tersebut, yaitu fitol, yang terdapat sebagai bentuk ester dalam molekul
25
klorofil. Ada 3 kelas diterpenoid : diterpena damar, diterpena racun, dan giberelin.
Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik, trisiklik dan tetrasiklik dan
tatanama yang digunakan lebih banyak adalah nama trivial.
Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar yaitu:
(1)Pembentukan isopren aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
(2)Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-, seskui-,
di-, sester- dan poli-terpenoid. (3)Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-
20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Penelitian bahan alam biasanya dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode
kromatografi sehingga diperoleh senyawa murni, identifikasi struktur dari senyawa murni
yang diperoleh dengan metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik
dari senyawa murni ataupun ekstrak kasarnya. Setelah diketahui struktur molekulnya
biasanya juga dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan
aktivitas dan kestabilan yang diinginkan.
Semua giberelin yang ditemukan adalah senyawa diterpenoid. Semua
kelompok terpinoid terbentuk dari unit isoprene yang memiliki 5 atom karbon (C).
Unit-unit isoprene ini dapat bergabung menghasilkan monoterpene (C-10),
sesqueterpene (C-15), diterpene (C-20), dan triterpene (C-30). Asam diterpenoid
disintesis melalui jalur terpenoid dan dimodifikasi di dalam retikulum endoplasma
dan sitosol sampai menjadi senyawa yang aktif.
Fungsi hormon giberelin dapat menyebabkan tanaman berbunga sebelum
waktunya, menyebabkan tanaman tumbuh tinggi, memacu aktivitas kambium,
menghasilkan buah yang tidak berbiji, dan membantu perkecambahan biji.
Daftar Pustaka
Anonoim. 2012. Pengaruh Hormon Giberelin Terhadap Tumbuhan.
http://hitamnyakasut.blogspot.com/2012/12/pengaruh-hormon-giberelin-
terhadap.html. Diakses tanggal 26 Februari 2013.
Anonim. 2010. Giberelin. http://isroi.com/2010/09/01/hormon-tanaman-giberelin/
diakses 26 februari 2013.
26
Anonim. 2012. Zat Pengatur Tumbuh Giberelin.
http://wahid-biyobe.blogspot.com/2012/12/contoh-berbagai-tanaman-yang-
mengandung. diakses 20 februari 2013.
Atun, S. 2009. Pemanfaatan Bahan Alam Bumi Indonesia Menuju Riset Yang
Berkualitas Internasional. https://www.google.co.id. Diakses 20 februari
2013.
I W. G. Gunawan, I G. A. Gede Bawa, dan N. L. Sutrisnayanti. 2008. Isolasi Dan
Identifikasi Senyawa Terenoid Yang Aktif Antibakteri Pada Herba Meniran
(Phyllanthus niruri Linn). Jurnal Kimia 2 (1); 31-39.
27