Upload
lenterabumi2009
View
118
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Konglomerasi media
Citation preview
1
KEBIJAKAN TELEMATIKA DAN KONGLOMERASI MEDIA DI
INDONESIA
Oleh: Firdaus Cahyadi
ABSTRAK
Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika (Telematika) begitu pesat
di dunia. Ada kecenderungan konvergnsi (menyatu). Artinya, jika sebelumnya teknologi
informasi, telekomunikasi dan penyiaran terpisah, maka saat ini ada kecenderungan untuk
menyatu. Di Indonesia sendiri, trend konvergensi telematika disambut dengan gegap
gempita. Melonjaknya pengguna facebook, twitter dan jejaring sosial lainnya di internet
seiring dengan meningkatnya pengguna handphone, dapat dijadikan contoh dalam hal ini.
Di tengah gegap gempita era konvergensi telematika itu, ternyata ada persoalan serius
terkait telematika di Indonesia. Setidaknya ada dua persoalan. Pertama, pengguna internet
di Indonesia ternyata cenderung pasif dalam memproduksi konten. Kedua, pengguna
internet, termasuk media sosialnya, ternyata masih didominasi oleh warga yang tinggal di
Jawa, khususnya Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Jawa, Indonesia Barat, dan sebagian
Indonesia Tengah. Hal itu terkait ketimpangan akses infrastruktur telematika di negeri ini.
Sebaliknya, datangnya era konvergensi telematika dimanfaatkan oleh korporasi di
industri media. Konvergensi telematika, memperkuat bisnis konglomerasi media di Indonesia
yang telah ada sebelumnya. Dengan konvergensi telematika, proses produksi berita menjadi
lebih efisien secara ekonomi. Hasil reportase lapangan seorang wartawan, kini dapat
dipublikasi di berbagai kanal sekaligus, cetak, online, televisi dan radio.
Selain muncul kritik atas mutu sebuah karya jurnalistik terkait dengan fenomena
menguatnya konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, juga muncul kekuatiran
terkait hegomoni wacana publik. Meskipun di era konvergensi telematika juga muncul
kesempatan bagi publik untuk melawan hegomoni wacana dari media-media konglomerasi
itu. Namun, dengan adanya dua persoalan telematika seperti tersebut di atas, pertarungan
2
wacana antara publik dan media konglomerasi menjadi tidak seimbang. Artinya, media
konglomerasilah yang akhirnya menjadi pemenang dalam pertarungan wacana tersebut.
Kebijakan telematika yang diharapkan mampu memberi ruang bagi publik untuk
mengekspresikan pendapatnya dan membangun wacana justru mengecewakan. Keberadaan
pasal karet pencemaran nama baik di UU ITE misalnya, justru mengkondisikan publik
pengguna internet bertambah pasif dalam memproduksi konten.
Begitu pula RUU Konvergensi Telematika (Multimedia) yang semula diharapkan mampu
mengatasi persoalan kesenjangan akses telematika antar wilayah di Indonesia, justru tidak
memuat hak warga negara untuk menggugat atau sekedar komplain bila negara gagal
membangun infrastruktur telematika di kawasannya. Yang tercantum dalam RUU
Konvergensi Telematika adalah hak konsumen, bukan warga negara. Dan Telematika adalah
sekedar komoditas bukan lagi sesuatu yang terkait dengan hajat hidup orang banyak.
I. Media di Era Konvergensi Telematika
Era digital membuat setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi konsumen
sekaligus produsen dari sebuah konten. Namun di sisi lain era digital juga dimanfaatkan oleh
perusahaan-perusahaan media massa besar untuk memperkokoh bangunan konglomerasi
medianya1.
Amerika Serikat adalah negara yang dapat dijadikan contoh dari konglomerasi media.
Pada era tahun 1980-an hinggga pertengahan tahun 1990-an, perusahaan media massa di
Amerika Serkat terus mengalami penurunan. Tahun 1996, perusahaan media di negeri itu
hanya menyisakan lima media, yaitu Time-Warner, Viacom, News Corp., Bertelsmann Inc.,
dan Disney2.
1 terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan. http://twitoaster.com/country-
us/ndorokakung/konglomerasi-media-mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-suara/ 2 https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/
3
Diolah dari tulisan Veronika Kusuma3
Tahun 2011, muncullah sejarah besar dalam integrasi konglomerasi media di
Amerika Serikat yang mencoba mengintegrasikan kepemilikan media dan infrastruktur
internet. Pada tahun tersebut perusahaan raksasa Time Warner bergabung dengan
American On Line (AOL)4 menjadi Time Warner and AOL (TWOL)5. Penggabungan dua
perusahaan itu dinilai sangat strategis dan menandai munculnya konglomerasi media
baru6.
Namun marger TWOL tidak berlangsung lama. Pada tahun 2003 marger itu bubar.
Menurut Satrio Arismunandar7, yang ditulis dalam blognya8, setidaknya ada tiga penyebab
dari kegagalan marger kedua media besar itu. Pertama, alasan yang bersifat teknis. Orang
Amerika ternyata lamban dalam mengadopsi koneksi pita-lebar berkecepatan tinggi, yang
diperlukan untuk terjadinya konvergensi.
Kedua, pemilihan waktu yang tidak tepat. Merger itu terjadi tak lama sebelum saham-
saham perusahaan yang terkait dengan Internet berguguran, sehingga menguras habis
3 Konglomerasi Media dalam Grup MNC (Media Nusantara Citra)
4 AOL amat disukai para investor di pasar Wall Street, karena dianggap sebagai a leader in the rapidly emerging world of
internet based media 5 KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program
Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya 6 Time Warner menguasai konten, dengan deretan majalah, film, dan program-program televisi yang dimilikinya. Sedangkan AOL
memiliki saluran ke lebih dari 20 juta tempat tinggal di Amerika 7 Seorang TV Jurnalis di salah satu group media terkemuka di Indonesia
8 http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2010/11/memahami-konvergensi-media-media.html
4
modal potensial yang dibutuhkan untuk memajukan proses ke arah konvergensi yang
diidamkan.
Ketiga, terkait dengan kekeliruan dalam membaca psikologi konsumen. Hanya karena
seseorang bisa terkoneksi ke Internet melalui AOL, tidaklah lantas berarti ia ingin
menyaksikan liputan CNN9 atau menonton film-film Warner Brothers atau membaca majalah
Time10.
Sementara itu menurut Direktur LSPP11 Ignatius Haryanto, dalam wawancara dengan
Yayasan SatuDunia12, kegagalan marger TWOL disebabkan oleh culture dari keduanya (Time
Warner dan AOL) berbeda. “Misalnya, AOL terkait dengan internet yang sangat tinggi.
Sementara produksi konten Time Warner sangat lama bila dibandingkan dengan internet,”
ujarnya, “Kalau kita bicara soal produksi majalah, itu kan skalanya mingguan atau bulanan.
Bahkan jika bicara film, maka proses produksinya bisa tahunan,”
Hal itulah, menurut Ignatius yang kurang bisa dipertemukan. Pertanyaan berikutnya
adalah, apakah jika faktor-faktor kegagalan yang menimpa TWOL itu dibenahi, apakah akan
ada integrasi baru antara industri konten media dan penyedia infrastruktur internet? “Bisa
jadi, jika perusahaan-perusahaan lain sudah mengetahui kunci untuk mengatasi kegagalan
marger TWOL itu dan bisa bersinergi, maka bukan tidak mungkin muncul konglomerasi
media baru yang berbasiskan konvergensi telematika itu di masa depan,” kataya.
Konglomerasi media yang menyorot perhatian publik di Amerika Serikat lainnya
adalah kerajaan media News Corporation milik Ruperth Murdoch. Jaringan bisnis media
dari News Corporation ini membentang dari Amerika, Australia, Inggris, Eropa dan Asia.
Jaringan bisnis medianya meliputi media cetak, televisi dan internet.
No Negara Media dalam Jaringan News Corporation
1 Australia Fox Studio Australia, Fox Sport Australia, Foxtel, Harper Collins
Australia, Big League, Daily Telegraph, Gold Coast Bulletin, Hearl
Sun, Alpha, Donna Hay, Inside Out, Sunday Hearld Sun, Sunday Mail,
9 CNN adalah televisi yang dimiliki oleh Group Time Warner
10 Time adalah majalah yang dimiliki oleh Group Time Warner
11 Lembaga Studi Pers dan Pembangunan
12 Wawancara di Kantor SatuDunia, 17 Juni 2011
5
Sunday Tasmanian, Sunday Territorian, The Advertiser, The
Australian, The Courier-mail, The Sunday Times, Weekly Times, The
Mercury, The Sunday Telegraph, Sunday Times, The Sunday Mail, NT
News, Truelocal.com.au, News.com.au, Careerone.com.au,
Foxsport.com.au
2 Inggris Bskyb, News International, The Times, The Sun, Shine Group, Harper
Collins UK, Time Literary Supplement, NDS
3 Amerika
Serikat
Fox News Channel, National Geographic Channel AS, The Wall Street
Journal, 20th Century Fox, Fox Searchilight Picture, Fox Broadcasting
Company, Harper Collins Publishers, New York Post, FX dsb
4 India Tata Sky, Harper Collins India
5 Hongkong Star TV
6 Kanada Harper Collins Canada
7 Italia Sky Italia
8 Jerman Sky Deutschland
9 Selendia Baru Harper Collins New Zealand
10 Papua Nugini Post-Courier
Tabel Kerajaan Bisnis Media Murdoch13.
Beberapa kerajaan bisnis media Murdoch juga merambah dunia internet. Jejaring media
milik Murdoch di internet antara lain: Americanidol.com, askmen, fox.com, foxsport.com,
hulu.com, mikround, News Digital Media, News Outdor, Scout, Spring Widgets dan
Whatifsport. Selain itu pada tahun 2005, News Corporation juga membeli saham
MySpace14. Rupert Murdoch, membeli MySpace pada 2005 seharga US$580 juta sekitar Rp
5,2 triliun15.
Di Amerika Serikat, menurut Ketua Yayasan Pantau16 Andreas Harsono dalam sebuah
wawancara melalui Skype dengan SatuDunia17, beberapa konglomerat media itu memiliki
13
Sumber: Media Indonesia, Selasa, 26 Juni 2011 14
situs jejaring sosial terpopuler di Amerika pada 2006 15
http://daerah.tempo.co/hg/iptek/2011/01/12/brk,20110112-305665,id.html 16
Yayasan Pantau adalah sebuah lembaga yang bertujuan memperbarui jurnalisme di Indonesia 17
Wawancara via skype dilakukan 23 Juni 2011
6
saham di perusahaan telekomunikasi dan jasa internet. “Washington Post18 itu punya saham
di facebook, meskipun kecil,” ujarnya, “Donald Graham, CEO The Washington Post19, menjadi
salah satu investor facebook,” Raksasa di dunia internet, seperti google, lanjut Andreas
Harsono, itu memiliki kerjasama dengan New York Time20. “Tapi itu bukan kepemilikan
saham,” lanjutnya.
Seperti ditulis oleh kompas.com21, The New York Times (dan juga Washington Post )
memiliki kerjasama dengan Google. Kedua media besar AS tersebut membuat proyek
eksperimen yang disebut Living Stories untuk menyajikan berita secara komprehensif
berdasarkan tema dan akan ter-update setiap ada berita lanjutan.
II. Konglomerasi Media di Indonesia
a. Perubahan konsumsi masyarakat terhadap media di Indonesia
Trend digital juga merambah ke Indonesia. “Saat ini sedang transisi dari analog ke
digital, ditandai dengan proses migrasi dari system analog dan digital yang menurut blue
print pemerintah berakhir di tahun 2017,” ujar aktivis AJI22 Margiono di Jakarta pada
Agustus 201123. Setelah 2017 tidak ada lagi radio FM, TV UHF. Kita melihatnya TV Digital.
Pada 2013 dilakukan switch di kota-kota besar dahulu. Kalau planning tersebut berjalan, dua
tahun lagi di Jakarta kita tidak akan bisa lagi ndengar radio FM, nonton TV UHF, kita harus
beli seatle box terlebih dahulu.
Trend baru itu juga membawa perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap media
di negeri ini. Hasil Survei Media Index yang dilakukan oleh Nielsen Media Survei24,
menunjukan pembaca koran konvensional menurun sementara pengguna internet 18
The Washington Post Company (NYSE: WPO) is a diversified education and media company whose principal operations include educational services, newspaper print and online publishing, television broadcasting and cable television systems. http://www.washpostco.com/phoenix.zhtml?c=62487&p=irol-ourcompanyprofile 19
The Company also owns The Washington Post, Express and El Tiempo Latino; Post–Newsweek Stations (Detroit, Houston, Miami, Orlando, San Antonio and Jacksonville); Cable ONE, serving subscribers in midwestern, western and southern states; The Slate Group (Slate, TheRoot.com and Foreign Policy); The Gazette and Southern Maryland Newspapers; The Herald (Everett, WA); Avenue100 Media Solutions, an analytics-based performance marketing company; SocialCode, a full service Facebook advertising agency; and Trove, a personalized news aggregation service. 20
The New York Times Company, a leading media company with 2010 revenues of $2.4 billion, includes The New York Times, the International Herald Tribune, The Boston Globe, 15 other daily newspapers and more than 50 Web sites, including NYTimes.com, Boston.com and About.com. http://www.nytco.com/company/index.html 21
http://bola.kompas.com/read/2009/12/09/18482871/.The.New.York.Times.dan.Washington.Post.Merapat.ke.Google 22
Aliansi Jurnalis Independen 23
Diskusi lingkar balajar Telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 24
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/07/16/16015757/survei.nielsen.pembaca.media.cetak.makin.turun
7
mengalami kenaikan. Sementara penonton televisi relatif stabil di angka 94%.
Sumber riset Nilsen yang dikutip Kompas.com
Data itu juga dikuatkan oleh riset yahoo.com dan TNS mengenai trend pengguna
internet di Indonesia. Riset itu menyebutkan bahwa telah terjadi lonjakan yang signifikan
dalam pengaksesan berita online, 28% di tahun 2009 dibandingkan 37% di tahun 2010
sementara penggunaan media cetak terus menurun25.
Survei Markplus Insight26, juga menunjukan bahwa pengguna internet di Indonesia
cenderung tidak lagi menjadikan media konvensional sebagai sumber informasi utama.
Menurut riset tersebut, internet sudah menjadi preferensi utama dalam mendapatkan
informasi dan hiburan selain TV. Bahkan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan
Surabaya, Internet lebih unggul di banding TV.
Temuan lain yang cukup menarik sekaligus mengkhawatirkan adalah penetrasi media
cetak seperti surat kabar, tabloid, dan majalah terlihat jauh di bawah media yang lain. Meski
demikian ada beberapa kota yang memiliki karakteristik yang berbeda. Di Surabaya surat
kabar masih populer, karena posisi Jawa Pos yang sangat kuat. Hal yang sama juga terjadi di
Denpasar.
25
http://www.detikinet.com/read/2010/05/31/160759/1366831/398/media-online-mulai-memangsa-media-cetak 26
http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-internet-di-indonesia.html
8
b. Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
Era konvergensi telematika yang mulai menjalar di Indonesia dimanfaatkan pula oleh
para konglomerat media untuk mengukuhkan bisnis medianya. Namun, sejarah
konglomerasi media di Indonesia sendiri, sejatinya telah dimulai sejak era Orde Baru.
Menurut aktivis AJI Margiyono, proses konvergensi di Indonesia dimulai dari
konglomerasi, “Dimana industri-industri media besar membeli/mencaplok media-media
lain,” ujarnya27, “Misal portal beritasatu.com milik Ulil dibeli Lippo, Detik.com dibeli
kelompok Para,”. Menurutnya, hal itu tidak ahanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di
tingkat internasional, “Sebagaimana Google dan Yahoo yang membeli situs-situs/kontak
local,” tambahnya.
“Konglomerasi media, dalam arti cross section28, di Indonesia muncul sejak jaman
Soeharto dan semua terpusat di Jakarta,” ujar Andreas Harsono, “Di era Hindia Belanda dan
Soekarno memang ada media besar, tapi tidak cross section, pada waktu itu hanya koran
saja,”
“Adapun aktornya, kebanyakan sama sejak Orde Baru,” katanya, “Namun ada aktor
baru dalam konglomerasi media ini setelah Orde Baru tumbang, yaitu Trans Corps”
Menurut Andreas Harsono, di luar internet, konglomerasi media yang terbesar adalah
MNC (Media Nusantara Citra). “Yang kedua, Kompas-Gramedia,” ujarnya, “Untuk
konglomerasi yang berbasiskan konvergensi telematika, saat ini yang paling besar adalah
Group Bakrie,”. Menurutnya, konvergensi telematika akan semakin memperkuat
konglomerasi media di Indonesia. “Akan makin parah,” ungkapnya.
No Media
Group
Newspa
per
Magazine Radio
Station
Televisio
n Station
Cyber Media Other
Bussines
1 Kompa
s-
Grame
Kompas,
The
Jakarta
37 Majalah
dan Tabloid,
5 book
Sonora
Radio
dan
Kompas
TV29
Kompas.com,
Kompasiana.co
m30
Hotel,Printin
g,
House,
27
Diskusi Lingkar Belajar Telematika (1), Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011. http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1 28
Media cetak, radio, televisi dan internet 29
Saat tulisan ini dibuat Group Kompas sedang mempersiapkan kompasTV 30
Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media)
9
dia
Group
Post,
Warta
Kota dan
11 surat
kabar
lokal
publisher Otomoti
on
Radio
Promotion,
Agencies,
University
2 MNC
(Media
Nusant
ara
Citra)
Seputar
Indonesi
a
Genie,
Mom&Kidd
y,
Realita,
Majalah
Trust
Trijaya
FM,Radi
o
Dangdu
t TPI,
ARH
Global,
Women
Radio
RCTI,
Global
TV, TPI
(MNC
TV),
Indovisio
n
(Televisi
Cable)
Okezone.com IT Bussines
3 Jawa
Pos
Jawa Pos,
Fajar,
Riau Pos,
Rakyat
Merdeka,
dan 90
surat
kabar
lokal di
berbagai
daerah
23 majalah
mingguan
Fajar
FM di
Makass
ar
JTV di
Surabaya
dan 3
stasiun
TV
lokal31
Travel
Bureau,
Power House
4 Mugi Cosmopolit Hard O’Chann Holder of
31
Batam, Pekanbaru, Makassar
10
Reka
Aditam
a
(MRA)
an,
Harper’s
Bazaar,Esq
uire,
FHM, Good
House
Keeping
dan 10
majalah
lainnya
(kebanyaka
n franchise)
Rock
FM32,
MTV
Sky33
el34 Saveral
International
Boutique
5 Bali
Post
Bali post,
Suluh
Indonesi
a dan 2
koran
lainnya
Tabloid
Tokoh
Bali TV
dan 8 TV
lokal
lainnya
Balipost, bisnis
bali
6 Mahak
a
Media
Harian
Republik
a
Golf Digest,
Arena,
Parents
Indonesia,
A+
Radio
Jak FM
JakTV,
TV One35
Entertaiment
. Outdoor
Advertismen
t
7 Femin
a
Group
Femina,
Gadis, Ayah
Bunda,
Dewi dan
Radio U
FM
Production
House
32
Bandung, Jakarta, Bali dan Surabaya 33
Jakarta dan Bandung 34
Has been taken over SCTV 35
Bekerjasama dengan Group Bakrie
11
10 majalah
lainnya
8 Bakrie
Group
AnTV, TV
One
Vivanews.com Property,
minning,
palm oil dan
telekomunika
si
9 Lippo
Group
36
Jakarta
Globe,
Investor
Daily,
Suara
Pembaru
an
Majalah
Investor,
Globe Asia,
Campus
Asia
Beritasatu.com Property,hos
pital,
Education,
insurance,
internet
service
provider
10 Trans
Corp
TransTV,
Trans7
Detik.com37
11 Media
Group
38
Media
Indonesi
a,
Lampung
Post,
Borneo
News
MetroTv mediaindonesia
.com
Sumber: diolah dari tabel konglomerasi media Ignatius Haryanto39
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika adalah sesuatu yang sulit
dihindarkan,” ujar Don Bosco Salamun, dari Berita Satu Media Holdings40, saat menjadi
36
Berita Satu Media Holdings 37
Saat tulisan ini dibuat, masih dalam proses akusisi 38
http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Group 39
10 tahun Yayasan Tifa,”Semangat Masyarakat Terbuka” 40
Berita Satu Media Holdings is an Indonesian media holding company that operates the Berita Satu TV, BeritaSatu.com, Jakarta
12
pembicara di konferensi media baru yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen
(AJI)41.
”Karena dengan penyatuan kepemilikan media itu dapat menjadikan operasional
industri media lebih efisien,” katanya, “Seorang wartawan misalnya, dapat membuat satu
berita bukan hanya untuk satu kanal namun juga beberapa kanal sekaligus”
Bahkan dalam seperti ditulis di salah satu portal42, Presiden Direktur PT Bakrie
Telecom Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media and
Technology (BakrieTMT2015) yang akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL),
media (VIVA Group) dan teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015.
“Sebelum era konvergensi telematika di Indonesia ini, konglomerasi sudah terjadi,”
ujar Farid Gaban43, dalam wawancaranya dengan SatuDunia44, “Kemajuan teknologi
mempermudahkan lagi konglomerasi itu,”
Sementara menurut aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margiyono, konvergensi
telematika adalah istilah teknologi, sementara dalam konteks bisnis adalah konglomerasi.
“Secara teknologi terkonvergensi dan secara bisnis ya konglomerasi,” ujarnya dalam diskusi
lingkar belajar di Yayasan SatuDunia45.
Di tempat terpisah Ignatius Haryanto menyatakan bahwa yang paling pertama
diuntungkan dengan era konvergensi telematika ini adalah pengusaha media. “Karena itu
membuka peluang baru untuk menyebarkan konten-konten media melalui outlet-outlet yang
beragam,” ujarnya, “Kuntungan dari konvergensi telematika ini paling cepat dimanfaatkan
oleh pengusaha-pengusaha media. Nah, pertanyaannya kemudian adalah publik akan
mendapatkan apa dengan konvergensi telematika ini?”
Konglomerasi media dengan memanfaatkan konvergensi telematika di Indonesia
semakin nampak dari upaya Trans Corps membeli situs portal popular, detik.com. Dari sisi
bisnis pembelian detik.com memang sangat menguntungkan. Bagaimana tidak, menurut
Globe, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Investor Daily, Majalah Investor and Suara Pembaruan. Berita Satu Media Holdings are a multiplatform media company, focusing in broadcast, print, digital, online, social media, mobile, and events. http://www.linkedin.com/company/berita-satu-media-holdings. 41
Konferensi “Media Baru: Menjadi Tuan di Negeri Sendiri”, Hotel Nikko Jakarta, 7 Juli 2011 42
http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867 43
Mantan wartawan Harian Republika dan Majalah TEMPO, kini aktif di Kantor Berita Pena Indonesia dan juga menjadi pengajar pelatihan jurnalistik dan menulis bagi wartawan dan aktifis NGOs. 44
Wawancara dengan Farid Gaban di Jakarta, Selasa, 5 Juli 2011 45
Diskusi lingkar belajar telematika, Yayasan SatuDunia, 18 Agustus 2011
13
situs alexa.com46, per 26 Juli 2011, detik.com masuk 10 besar situs paling popular di
Indonesia. Tak heran kue iklan pun banyak mengalir ke situs detik.com.
Menurut Nukman Lutfie, seperti ditulis portal TEMPO47, detik.com adalah media
daring nomor satu dalam perolehan iklan. “Tahun 2011 ini mereka meraup Rp 100 miliar
dari iklan. "Media detik.com nomor satu diikuti kompas.com." ujarnya.
c. Dampak Konglomerasi Media di Era Konvergensi Telematika
c.1. Hegomoni Wacana Publik
Mungkin benar bahwa konglomerasi media di era konvergensi telematika ini akan
menguntungkan dari segi bisnis. Dari sisi pendapatan iklan dan juga efisiensi kerja para
jurnalisnya. Namun konglomerasi media bukan sekedar urusan bisnis. Konglomerasi media
mendorong munculnya hegomoni48 wacana di publik.
“Dengan konglomerasi media di era konvergensi telematika ini, akhirnya informasi
akan dikuasai oleh segelintir orang saja,” ujar Andras Harsono, “Opini publik di Indonesia ya
hanya dikuasai beberapa perusahaan media besar itu,”
Televisi yang dimiliki oleh jaringan konglomerasi media misalnya, memiliki potensi
pemirsa yang besar di Indonesia. Dengan besarnya pemirsa tersebut, menimbulkan
kecenderungan hegomoni wacana. Kecenderungan itu bertambah besar bila kemudian
konglomerasi media itu juga merambah dunia online.
46
http://www.alexa.com/topsites/countries/ID 47
http://portal.tempo.co/hg/bisnis/2011/07/01/brk,20110701-344177,id.html 48
Pengertian dari hegomoni itu sendiri adalah dominasi oleh satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang didiktekan oleh kelompok dominan tersebut diterima sebagai sesuatu yang wajar. http://satuportal.net/content/menyoal-konglomerasi-media-baru
14
Nama Stasiun
TV
Transmission
Site
Potential
Viewer
(juta)
RCTI49 49 115,7
SCTV 47 117,8
ANTV50 23 87,4
TPI51 28 90,6
Indosiar 40 113,5
Global TV52 20 108,8
Trans TV53 30 100,7
Trans 754 27 92,8
TV One55 26 108,8
Metro TV56 52 97,8
Potensi Pemrisa Televisi, sumber presentasi Satriyo Dharmanto57
“Jika konvergensi telematika ini kemudian mendorong monopoli kepemilikan media
dari berbagai kanal58, maka itu akan dapat mempengaruhi opini publik yang luar biasa,” ujar
Farid Gaban, “Dan opini publik ini kan berpengaruh pada pembuatan kebijakan publik,”
Farid Gaban mencontohkan persoalan pembangunan jalan tol misalnya. “Pilihan
membangun jalan tol atau rel kereta api, itu kan public policy,” ujarnya, “Bisa dibayangkan
bila wacana publik mengenai hal itu dikuasai oleh konglomerat media yang juga
berkepentingan atau memiliki bisnis infrastruktur,”
“Group Bakrie misalnya, selain menguasai media59, mereka juga punya bisnis jalan
tol, properti dan tambang,” kata Farid Gaban, “Jika konglomerasi media di era konvergensi
49
Group MNC 50
Group Bakrie 51
Group MNC 52
Group MNC 53
Group Trans Corps 54
Group Trans Corps 55
Group Bakrie 56
Group Media Indonesia, Surya Paloh 57
Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18 Februari 2010 58
Cetak, televisi, radio, online 59
Group Bakrie memiliki TV One, An TV dan vivanews.com
15
telematika ini tidak diatur akan berbahaya sekali,”
c.2. Menurunnya Kualitas Jurnalistik
Selain itu di era konvergensi telematika ini memungkinkan seorang wartawan
menuliskan berita bukan hanya untuk satu kanal informasi saja, tapi berbagai kanal
sekaligus. Misalnya, seorang wartawan dapat menulis berita untuk ditampilkan di media
cetak, ditayangkan di running text televisi, disiarkan di radio dan diupload (unggah) di
media online.
“Meskipun itu menurut kaidah bisnis dapat lebih efisien, namun menurut saya harus
dibatasi,” ujar Farid Gaban, “Ini akan berpengaruh pada kualitas jurnalistik, wartawan
menjadi kekurangan waktu untuk menambah bahan bacaan, akibatnya berita yang
dihasilkannya pun tidak lagi kritis,”
Selain itu, menurut Farid Gaban, posisi wartawan akan semakin lemah. “Dengan
membebani wartawan untuk menulis berita di berbagai kanal sekaligus, keuntungan pemilik
modal di media semakin berlipat-lipat sementara penghasilan wartawan sendiri tidak jauh
berubah,” katanya, “Ini juga akan berpengaruh pada kualitas karya jurnalistik,”
Bahaya yang lain dari integrasi media cetak, televisi, radio dan online, lanjut Farid
Gaban, media massa cenderung memuaskan yang online atau yang cepat. “Sehingga orang
lebih memperhatikan berita yang cepat dibanding berita yang berkualitas,” jelasnya, “Jika
tidak ada pengaturan-pengaturan terkait hal ini maka, jurnalistik akan semakin hancur,
kesejahteraan wartawan makin turun dan karya jurnalistik pun makin tak berkualitas,”
“Saya tidak tahu pasti, apakah serangkaian dampak buruk dari konglomerasi media di
era konvergensi telematika ini disadari oleh kawan-kawan wartawan,” ujar Farid Gaban,
“Tapi menurut saya agak sulit bila wartawan akan kritis terhadap lembaganya sendiri,”
“Konglomerasi media di era konvergensi telematika ini posisi wartawan semakin
lemah dan posisi pemilik modal semakin kuat, sehingga mereka akan sulit bila harus
mengkritisi kebijakan lembaganya sendiri dalam menyajikan berita,” katanya, “Berita
terorisme di TV One atau kasus Lapindo60 di Group Media Bakrie61misalnya, adakah
60
Kasus Lapindo adalah kasus munculnya semburan lumpur di Sidoarjo. Sebagian pakar pemboran di dunia dalam konferensi internasional di cape town, Afrika Selatan, menyatakan bahwa semburan lumpur Lapindo terkait dengan aktivitas pemboran (http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Geolog-Internasional-Pengeboran-Penyebab-Lumpur-Lapindo-2750.html). Lapindo
16
wartawannya kemudian mengkritisi cara media itu menyajikan berita?
d. Perlawanan Publik Terhadap Hegomoni Wacana di Era Konvergensi Telematika
Di era konvergensi telematika ini, selain dapat memberikan peluang semakin kuatnya
konglomerasi media, juga memberikan peluang bagi publik untuk mengimbangi, bahkan
juga melawan wacana yang dikeluarkan oleh media massa arus utama.
Kita, pengguna internet, dapat menulis ketidakpuasan kita terhadap pemberitaan
sebuah media mainstream di blog, milis, web 2.062, twitter atau facebook. “Publik
memungkinkan untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi wacana dari konglomerasi
media mainstream, terutama dengan hadirnya internet yang memberikan ruang baru bagi
publik untuk berekspresi,” ujar Andreas Harsono, “Tetapi kecil sekali,”
“Melawan konglomerat media sekarang ini tidaklah gampang,” ujarnya, “Mayoritas
konten yang ada di internet63, dibuat oleh media konglomerasi itu,” Selama publik, termasuk
jurnalis warga, lanjut Andreas Hartanto, tidak membuat konten sendiri, akan sulit untuk
menandingi hegomoni wacana dari media konglomerasi.
Menurut laporan Saling-Silang tahun 201164, sebanyak 22% link media massa
muncul di twitter. Adapun komposisinya adalah sebagai berikut.
sebagai anak perusahaan Group Bakrie dikaitkan dengan peristiwa itu. Selain memiliki usaha tambang, group Bakrie juga memiliki media massa (dua televisi dan satu portal berita). 61
TV One, AnTV dan vivanews.com 62
Website yang memungkinkan pengguna internet mengupload sendiri tulisannya, seperti www.politikana.com, www.kompasiana.com, www.suarakomunitas.net, www.satuportal.net 63
Twitter, facebook 64
Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011
17
Link media yang sering muncul di twitter
“Sesekali perlawanan publik terhadap dominasi wacana media konglomerasi ini bisa
berhasil,” ujar Andreas Harsono, “Kasus penyerangan Jama’ah Ahmadiyah di Cikusik
misalnya,”
Video tragedi Cikesik di youtube misalnya, itu hanya bisa mendominasi pemberitaan
di media besar dalam beberapa minggu saja. “Tapi setelah itu berjalan seperti biasanya,”
ujarnya, “Dan akan lebih sulit lagi bila kasusnya menyangkut kepentingan Group media
konglomerasi, kasus Lapindo misalnya,”
Kasus Lapindo menjadi salah satu hal yang dapat dijadikan contoh bagaimana publik
melakukan perlawanan terhadap wacana yang disajikan oleh media-media dalam kelompok
Group Bakrie. TV One menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur
Lapindo65. Bahkan TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr. Sergey
Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat
kesalahan pengeboran66. Sementara pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan
lumpur akibat pengeboran tidak diwawancarai.
Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Group Bakrie itu juga menyebut
semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan
65
Penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan akibat pengeboran. 66
http://www.youtube.com/watch?v=F9H1X8cMaoE
18
pendapat Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi
bukan akibat kesalahan pengeboran67. Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan
bahwa semburan lumpur akibat pengeboran tidak dimintai pendapat.
Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Group Bakrie itu
juga menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat
yang hampir bersamaan pula portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia
yang menyatakan semburan lumpur bukan akibat pengeboran68. Liputan khusus terhadap
pakar Rusia juga ditampilkan secara audio-visual di portal vivanews.com69.
Tapi publik tidak tinggal diam. Terkait wawancara khusus kelompok media Bakrie
terhadap Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi
bukan akibat kesalahan pemboran, diimbangi oleh www.korbanlumpur.info70 dengan
menuliskan pendapat pakar perminyakan Mark Tingay dari Australian School of Petroleum,
Universitas Adelaide, Australia71. Menurut Mark Tingay, semburan lumpur di Sidoarjo, 90%
akibat aktivitas pemboran bukan bencana alam72.
Web korban korban lumpur sendiri adalah sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk
melawan wacana dari media mainstream dalam kasus Lapindo. Web korban lumpur juga
mendistribusikan kontennya melalui media sosial, facebook dan twitter. Kampanye untuk
melawan wacana media mainstream dalam kasus Lapindo juga dilakukan melalui jejaring
sosial facebook.
67
http://www.youtube.com/watch?v=vLlvU9pcVZU 68
http://nasional.vivanews.com/news/read/180457-lumpur-sidoarjo-bukan-karena-pengeboran 69
http://video.vivanews.com/read/11227-wawancara-dengan-pakar-geologi-rusia-tentang-penyebab-lumpur-sidoarjo 70
Situs ini (www.korbanlumpur.info) dikelola oleh Kanal News Room, dapur berita dan data yang lahir atas inisiatif aliansi masyarakat sipil untuk korban Lapindo pada pertemuan Ciputat 12-13 Juli 2008. Kanal hingga kini melahirkan tiga bentuk media, yakni website www.korbanlumpur.info, buletin Kanal dan Kanal Radio. Kanal menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur Lapindo dengan menitikberatkan pada komitmen memperjuangkan hak-hak korban. 71
http://korbanlumpur.info/berita/lingkungan/705-pakar-bantah-ilmuwan-rusia-90-persen-yakin-semburan-lapindo-akibat-pemboran-.html 72
“Menurut pendapat saya, berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang sudah saya lakukan, gempa tidak bisa memicu semburan lumpur Lapindo. Dan kita 90 persen yakin, bahkan kolega-kolega saya 99 persen yakin, semburan ini terkait dengan kecerobohan pemboran,” ujar Tingay.
19
Gerakan kampanye kasus Lapindo di media sosial
Channel Jumlah anggota/follower Keterangan
Fanpage facebook73 878 (per 19 Juli 2011)
Friend of Lapindo Victim,
Group in Facebook74
3404 (per 19 Juli 2011)
Twitter @korbanlapindo75 452 (27 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 76
17,238 ( Per Juni 2011)
Tingkat keterbacaan atau paparan media yang dijadikan tempat untuk melawan
dominasi wacana dalam kasus Lapindo sangat sedikit dibandingkan dengan keterbacaan
atau paparan dari media konglomerasi Group Bakrie.
NO Channel Jumlah
pembaca/pemirsa
Ranking di
Alexa
Jumlah
anggota/follower
di media sosial
Gerakan kampanye publik untuk kasus Lapindo
1 Website
korbanlumpur.info
6,167,065
(global),
140,328
(rank in id),
40 (site link
in)
2 Fanpage facebook 878
3 Friend of Lapindo
Victim, Group in
3404
73
http://www.facebook.com/korbanlumpur.info?sk=wall 74
http://www.facebook.com/group.php?gid=26083340518 75
http://twitter.com/#!/korbanlapindo 76
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932
20
4 Twitter @korbanlapindo 452
5 Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan
17,238
Media Group Bakrie
1 Vivanews.com Peringkat ke-
13 topsite
menurut
alexa.
857 (global),
13 (rank in
Id), 276 (site
link in)
Twitter (@VIVAnews) 185,597
Vivanews.com di
facebook77
4,545
Vivanews.com di
facebook 278
66,849
2 AnTV 87,4 juta
AnTV di twitter79 30,278
3 TV One 108,8
TV One di Twitter80 404,409
Dari tabel di atas terlihat bahwa secara kuantitas potensi publik yang terpapar
kampanye terkait kasus Lapindo dan media group Bakrie jauh dari berimbang.
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana masa depan gerakan perlawanan publik
77
http://www.facebook.com/#!/pages/VIVAnews-dot-COM/72076019043?sk=wall 78
http://www.facebook.com/#!/VIVAnewscom 79
@whatsonANTV 80
@tvOneNews
21
dalam melawan dominasi wacana oleh konglomerasi media di era konvergensi telematika
ini?
III. Kebijakan Telematika dan Masa Depan Gerakan Perlawanan di Dunia Maya
a. UU ITE dan Pelemahan Perlawanan Publik
Prita Mulyasari. Sebuah nama yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah gerakan sosial
di internet. Prita Mulyasari adalah seorang perempuan yang menuliskan ketidakpuasannya
terhadap pelayanan sebuah rumah sakit Omni Internasional melalui email pribadinya ke
rekan-rekannya.
Akhirnya email pribadi tersebut sampai ke RS Omni Internasional. RS Omni
Internasional kemudian melakukan gugatan perdata dan melaporkan Prita Mulyasari secara
pidana. Dalam hukum pidana Prita Mulyasari dinilai telah melakukan pencemaran nama
baik seperti yang tertuang dalam Pasal 27 ayat 3 Undang Undang (UU) Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE).
Kasus itu kemudian mendorong para pengguna internet, blogger dan facebooker
menggalang dukungan untuk Prita Mulyasari melawan RS Omni Internasional. Gerakan
dukungan online itu kemudian berlanjut ke aktifitas offline. Hal itu terlihat dari berbagai
demonstrasi di persidangan Prita Mulyasari dan yang paling besar tentu saja adalah gerakan
koin keadilan untuk Prita.
Gencarnya dukungan di dunia maya terhadap Prita Mulyasari ini akhirnya mencuri
perhatian media massa mainstream untuk memberitakannya. Gerakan dukungan terhadap
Prita Mulyasari pun semakin besar sejak beritanya muncul di media massa mainstream
konvensional81. Menggemannya dukungan terhadap Prita Mulyasari pun membuat para
kandidat calon Presiden pada tahun 2009 memanfaatkan kasus ini sebagai salah satu isu
dalam kampanye mereka.
Besarnya dukungan terhadap gerakan di internet dalam kasus Prita Mulyasari ini
akhirnya dicoba diulangi dalam kasus-kasus lainnya. Meskipun tidak semuanya bisa
mengulang lagi keberhasilan gerakan itu. Gerakan di internet yang cukup berhasil dalam
mengulang gerakan dalam kasus Prita adalah dukungan terhadap Bibit-Candra dalam kasus
81
Televisi, koran, tabloid, majalah, radio
22
Cicak Vs Buaya (KPK)82.
Gerakan Sosial di
Jumlah
Pendukung
Keterangan
Page Dukung:
Bebasmurnikan Prita dr
Tuntutan Bui83
19.339 (per 8 Juni 2011)
Causes; “Dukungan Bagi
Ibu Prita Mulyasari,
Penulis Surat Kelahuhan
Melalui Internet yang
ditahan”84.
389.639
(per 8 Juni 2011)
Gerakan 1.000.000
Facebookers Dukung
Chandra Hamzah & Bibit
Samad Riyanto85
378,453 (per 19 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 86
17,238 ( Per Juni 2011)
Group Gerakan Rakyat
Dukung Pembebasan
Nenek Minah87
3669 (per 7 Juni 2011)
Selain gerakan sosial di facebook, muncul pula gerakan jurnlisme warga melalui
website UGC (User Generate Content)88. Hal itu misalnya dilakukan Akhmad Rovahan89.
82
Saat itu ada anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dinilai telah dikriminalkan oleh kepolisian. Pihak polisi diberi label buaya, sementara pihak KPK diberi label cicak 83
(http://www.facebook.com/pages/Dukung-Bebasmurnikan-Prita-dr-Tuntutan-Bui/179105094476?ref=ts) 84
http://www.causes.com/causes/290597-dukungan-bagi-ibu-prita-mulyasari-penulis-surat-keluhan-melalui-internet-yang-
ditahan
85 http://www.facebook.com/pages/Gerakan-1000000-Facebookers-Dukung-Chandra-Hamzah-Bibit-Samad-
Riyanto/192945806132?ref=ts&sk=info 86
http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932 87
http://www.facebook.com/group.php?gid=180415896573 88
User Generte Conten (UGC) adalah website yang memungkinkan pengguna internet menulis dan mengupload sendiri
23
Pengajar di sebuah madrasah di Buntet, Cirebon, itu menulis karut-marut pengucuran dana
pendidikan untuk tujuh sekolah di Kecamatan Astanajapura. Karyanya itu kemudian
diunggah di Suara Komunitas (www.suarakomunitas.net), salah satu portal tempat para
pewarta warga berbagi informasi, akhir tahun 2010.
Tulisannya mengalir sampai ke Jakarta. Petugas Badan Pemeriksa Keuangan
mengecek langsung, juga tim pemantau dari beberapa kampus. Kasus itu menjadi
pembicaraan di tingkat provinsi. "Orang pemerintah daerah sampai minta tulisannya
dicabut," kata Akhmad.
Kejadian itu bukan satu-satunya. Seorang warga mengunggah tulisan tentang sekolah
yang siswanya belajar secara lesehan. "Dua hari kemudian, datang meja-kursi dari
pemerintah," kata Akhmad. Ada juga cerita pengusutan kasus meninggalnya tenaga kerja asal
Cirebon di Jawa Tengah oleh pemerintah setelah beredarnya tulisan dari kerabat korban di
situs media komunitas.
Suara Komunitas (www.suarakomunitas.net) sendiri adalah website yang dikelola
oleh media-media komunitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Pengelolaannya difasilitasi
oleh sebuah NGOs Yogyakarta, COMBINE Resource Institution90.
Namun, nampaknya gerakan sosial di dunia maya kembali akan menemui kendala.
Kendala pertama adalah terkait dengan ancaman pencemaran nama baik di UU ITE. Dalam
kasus pidana91, Prita dikalahkan melalui putusan kasasi Mahkamah Agung. Dikalahkannya
Prita Mulyasari dalam kasus pidana melawan RS Omni menjadi preseden buruk bagi
gerakan sosial di dunia maya.
Selain dalam kasus Prita Mulyasari, pasal karet pencemaran nama baik dan perbuatan
tidak menyenangkan92, telah mengancam beberapa warga yang mencoba melakukan kritik
sosial terhadap tokoh-tokoh yang kebetulan memiliki kekuasaan, baik secara politik
maupun ekonomi. Bambang Kisminarso misalnya, polisi sempat menahannya berserta
anaknya M. Naziri atas tuduhan telah menghina anak presiden dalam pelanggaran ketentuan
pencemaran nama baik melalui UU ITE.
connten di web tersebut 89
Majalah TEMPO, Edisi 2 Mei 2011. http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/02/MD/mbm.20110502.MD136575.id.html 90
http://combine.or.id/suara-komunitas/ 91
http://www.mediaindonesia.com/citizen_read/2026 92
Pasal 27 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik, pasal 28 UU ITE tentang perbuatan tidak menyenangkan.
24
Bambang mengajukan pengaduan kepada komisi pengawasan pemilu daerah bahwa
para pendukung putra presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah
membagi-bagikan uang kepada para calon pemilih93.
Selain itu ada Yudi Latif, seorang intelektual publik yang pernah terancam terjerat
pasal karet UU ITE ini. Pada akhir tahun 2010 lalu, Yudi latif, dilaporkan ke polisi oleh para
kader Partai Golkar dengan tuduhan mencemarkan nama baik pimpinan partainya, Aburizal
Bakrie. Dalam laporan polisi bernomor TBL/498/XII/2010/Bareskrim itu, Yudi dilaporkan
atas dugaan pelanggaran Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP dan atau Pasal 45 ayat (2) jo
Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE94.
Sebelumnya pasal pencemaran nama baik selalu digunakan menjadi alat untuk
membungkam gerakan masyarkat sipil95.
1. Fifi Tanang, seorang penulis surat pembaca di sebuah surat kabar. Dituduh
mencemarkan nama baik PT Duta Pertiwi melalui tulisannya di kolom surat pembaca.
2. Alex Jhoni Polii, warga Minahasa, yang memperjuangkan kepemilikan
tanahnya melawan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Dituduh melakukan tindak
pidana pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.
3. Dr. Rignolda Djamaluddin, ia dinilai telah mencemarkan nama baik perusahaan
tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) karena pernyataannya tentang
gejala penyakit Minamata yang ditemukan pada beberapa warga Buyat Pante.
4. Yani Sagaroa dan Salamuddin, kedua orang itu dituding telah mencemarkan
nama baik perusahaan karena pernyataanya bahwa PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT) harus bertanggung jawab atas penurunan kualitas kesehatan yang dialami
masyarakat Tongo Sejorong sejak perusahaan tersebut membuang limbah tailingnya
ke Teluk Senunu.
5. Usman Hamid (Koordiantor Kontras). Tuduhan: pencemaran nama baik.
6. Emerson Yuntho (Koordinator ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
7. Illian Deta Arta Sari (aktivis ICW). Tuduhan: pencemaran nama baik.
8. Gatot (aktivis KSN). Tuduhan: pencemaran nama baik.
93
Kritik Menuai Pidana, Human Right Watch, 2010. http://satuportal.net/system/files/indonesia0510indosumandrecs.pdf 94
http://www.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=11870 95
http://www.satudunia.net/lawan-kebangkitan-orde-baru-di-dunia-maya
25
9. Suryani (aktivis LSM Glasnot Ponorogo). Tuduhan: pencemaran nama baik.
10. Dadang Iskandar (aktivis Gunung Kidul Corruption Watch). Tuduhan:
pencemaran nama baik.
11. Itce Julinar (Ketua SP Angkasapura). Tuduhan: pencemaran nama baik.
Kasus Prita Mulyasari yang akhirnya dikalahkan dalam putusan kasasi MA (UU ITE)
dan juga penggunaan pasal karet pencemaran nama baik dalam KUHAP untuk menjerat
aktivis menjadi preseden buruk bagi gerakan sosial digital ke depannya. Warga masyarakat
yang akan melakukan kontrol sosialnya melalui internet akan selalu dibayangi pasal
pencemaran nama baik UU ITE.
b. RUU Konvergensi Telematika dan Pelemahan Perlawanan Publik
Saat laporan ini96 dibuat pemerintah sedang membahas Rancangan Undang Undang
(RUU) Konvergensi Telematika. RUU itu nantinya akan menggantikan UU 36/1999 tentang
telekomunikasi. Terkait dengan hal itulah RUU Konvergensi Telematika ini menjadi penting
untuk mendapatkan pengawalan dari masyarakat.
Dalam konteks liberalisasi telekomunikasi, RUU Konvergensi Telematika ini tidak jauh
beda dengan UU 36/1999. Dalam penjelasan draft RUU itu disebutkan bahwa Dalam
penjelasan RUU Konvergensi Telematika secara gamblang disebutkan, bahwa salah satu hal
yang melatarbelakangi munculnya RUU Konvergensi Telematika adalah “Tekanan atau
dorongan untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan
menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan
semakin besar melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk
pembukaan pasar (open market)”.97
Menurut Margiyono ada sebuah paradigma regulasi di era konvergensi telamatika.
Paradigma itu adalah98:
Sudah terjadi konvergensi teknologi, kemudian terjadi konvergensi media, dan
tantangannya ada konvergensi hukum, kemudian konvergensi badan regulasi
96
Juli 2011 97
http://www.satudunia.net/content/indepth-report-membaca-inisiatif-e-asean 98
http://www.satudunia.net/content/notulensi-diskusi-lingkar-belajar-telematika-1
26
Karena selama ini di media ada beberapa badan yang bersentuhan dan bergesekan
sehingga terjadi pergesekan kewenangan, misalnya antara KPI dengan Dewan Press
sempat terjadi ketegangan ketika KPI memberikan sanksi kepada Metro TV yang
menanyangkan berita pagi tentang Satpol PP melakukan sweeping internet dan
situs pornonya tidak disamarkan, KPI memberian sangsi berita pagi tidak boleh
tayang selama 5 hari. Dewan Press menganggap ini sebagai pembredelan. Belum
lagi pergesekan dengan pengatur frekuansi dengan BRTI.
Idenya adalah bagaimana membuat badan regulasi yang terkonvergensi
Pertanyaannya kemudian adalah, dari sisi masyarkat, apakah RUU ini akan mampu
memberikan payung hukum baru yang masyarakat untuk memperkuat perlawanan
terhadap dominasi wacana dari konglomerasi media yang telah terkonvergensi itu?
b.1. Pembagian Penyelenggara Telematika
Kendala pertama dari RUU ini muncul terkait dengan pembagian penyelenggara
telematika. "Persoalan pembagian penyelenggara telematika di RUU Konvergensi ini juga
menimbulkan pertanyaan," ujar Donny BU dalam wawancaranya dengan SatuDunia, di
kantor ICT Watch Jakarta99. Persoalan terkait dengan hal itu menurut Donny berasal dari
Pasal 8 ayat 1 draft RUU Konvergensi Telematika.
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan Telematika terdiri atas.
Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial dan Penyelenggaraan Telematika yang
bersifat non-komersial. Semua penyelenggaraan telematika menurut RUU Konvergensi
Telematika dianggap komersial, kecuali pertahanan dan keamanan nasional, kewajiban
pelayanan universal, dinas khusus dan perseorangan.
Sedangkan menurut penjelasan pasal 8 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan
bahwa yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah
penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna
memperoleh keuntungan (profit oriented). Dan yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan
Telematika yang bersifat non-komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang
99
Wawancara dengan Donny BU, ICT Watch, 1 April 2011
27
disediakan untuk keperluan sendiri atau keperluan publik tanpa dipungut biaya (non-profit
oriented).
Pasal 13 RUU Konvergensi Telematika menyebutkan bahwa penyelenggaraan
Telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri
berupa perizinan individu atau perizinan kelas.
Selain itu dalam pasal 12 juga disebutkan bahwa setiap penyelenggara telematika
wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase
pendapatan kotor (gross revenue).
Sementara itu menurut RUU Konvergensi Telematika penyelenggaraan Layanan
Aplikasi Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari
aplikasi pendukung kegiatan bisnis dan aplikasi penyebaran konten dan informasi.
"Nah pertanyaannya adalah bagaimana dengan Media Online, Situs jejaring komunitas
seperti suarakomunitas.net, penyelenggara radio streaming (IP-Based), penyedia forum
diskusi yang user generated content atau layanan darurat (emergency) seperti AirPutih/
JalinMerapi?" tanya Donny BU.
Soal penyelenggaraan telematika ini juga pernah diutaran oleh aktivis koalisi
Masyarakat Informasi (Maksi) dan juga Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margi
Margiyono100. "Jadi yang bisa membuat aplikasi itu hanya komersial," ujar Margiyono,
"Lantas, kalau NGO membuat aplikasi bagaimana? Bukankah web termasuk juga aplikasi,"
Dalam RUU Konvergensi Telematika itu disebutkan bahwa baik penyelenggara non
komersial dan komersial harus izin ke menteri. "Jadi kalau kita bikin portal/website harus
izin ke menteri dan bayar BHP /Biaya Hak Penggunaan," lanjutnya.
RUU Konvergensi Telematika ini, lanjut Margiyono, jelas berpotensi menghambat
gerakan sosial digital atau klik activism dan juga jurnalisme warga. "Bagaimana tidak, untuk
menjadi citizen jurnalis dan aktivis sosial digital harus mendapat izin, membayar BHP dan
melakukan USO," tambahnya, "UU Pers saja menyatakan bahwa pers tidak perlu ijin, lha kok
Citizen Jurnalist harus izin”
“Begitu pula pers, kecuali penyiaran, tak bayar BHP,” tambah Margiyono “Lha kok
Citizen jurnalist harus bayar BHP?”
100
Diskusi di SatuDunia, “Revisi UU ITE dan RUU Konvergensi Telematika, Bagaimana Sikap Masyarakat Sipil”, 25 Oktober 2010
28
Dampak buruk RUU Konvergensi Telematika bagi organisasi non pemerintah mulai
dikeluhkan oleh aktivis Combine Resource Institute. "Organisasi kami menggunakan alat
dan perangkat telematika untuk pemberdayaan masyarakat (kebutuhan non komersial),"
ujar Ranggoaini Jahja, aktivis Combine Resource Institute kepada SatuDunia101, "Sehingga
jika penerapan RUU ini akan membatasi ruang kami untuk melakukan kerja pemberdayaan,
sementara operator swasta memperlakukan jenis layanan kepada masyarkat secara sama
maka organisasi kami menolak RUU ini,"
101
Wawancara dengan RANGGOAINI JAHJA (via email), COMBIMBINE Resource Institution, 4 April 2011
29
b.2. Ketimpangan Akses Telematika
Ketimpangan akses telematika yang menjadi fakta di Indonesia menjadi persoalan
serius dalam konteks perlawanan warga terhadap wacana dominan konvergensi media
konglomerasi. Warga yang ada di luar Jawa, utamanya di sebagian kawasan Indonesia
tengah dan Timur akan kesulitan mengimbangi atau melawan dominasi wacana media
konglomerasi melalui blog, jurnalisme warga jika mereka tidak memiliki akses terhadap
telematika.
Akibatnya, tentu saja apa yang dipublikasikan oleh media konglomerasi yang teleh
konvergen itu mendominasi wacana publik dan dianggap sebagai sebuah kebenaran
tunggal. Perlawanan warga di kawasan Indonesia tengah dan timur terhadap wacana
dominan media konglomerasi menjadi penting, utamanya menyangkut persoalan
pengelolaan sumberdaya alam. Mengingat kawasan itu sangat kaya dengan sumberdaya
alam. Sementara di sisi lain, sebagian konglemerat media selain memiliki bisnis media juga
memiliki bisnis yang terkait dengan sumber daya alam semisal, perkebunan sawit dan
tambang.
“Jika konsep besarnya adalah hak warga negara (masyarakat luas), mengapa yang
diatur dalam RUU Konvergensi Telematika ini lebih kental soal hak konsumen/pengguna?”
ujar Donny BU, “Sementara hak warga negara, utamanya yang belum mendapat akses
telematika, belum atau tidak diatur,”
Terkait dengan hak warga itu pula, Donny BU mengaku sepakat dengan catatan yang
pernah dibuat oleh Yayasan SatuDunia terkait hak warga negara dalam RUU Konvergensi
Telematika ini. Dalam Brief Paper SatuDunia102 tentang RUU Konvergensi Telematika
menyebutkan telah terjadi pereduksian hak warga negara menjadi sekedar hak konsumen.
Menurut Brief Paper SatuDunia, meskipun berkali-kali disebutkan kata masyarakat
dalam RUU Konvergensi Telematika, namun di batang tubuh RUU ini justru tidak ada satu
pasal pun yang mengatur hak warga negara. Dalam salah satu pasal di RUU ini mengatur
perlindungan konsumen tapi bukan warga negara.
Antara konsumen dan warga negara jelas sesuatu yang berbeda. Hak konsumen
muncul didasarkan atas hubungan transaksional dengan korporasi. Sementara hak warga
102
http://www.satudunia.net/content/brief-paper-ruu-konvergensi-telematika
30
negara muncul didasarkan atas kontrak sosial yang dibuat antara negara dan warganya.
Dalam kontrak sosial itu, negara diberikan mandat untuk menghormati, melindungi
dan memenuhi hak warganya. Termasuk hak warga atas pembangunan dalam hal ini
termasuk pembangunan telematika. Dalam pasal 38 RUU Konvergensi Telematika memang
disebutkan bahwa pelaksanaan kewajiban pelayanan universal telematika103 menjadi
tanggung jawab pemerintah.
Sayangnya di RUU Konvergensi Telematika itu tidak disebutkan mengenai hak warga
negara jika layanan universal gagal dipenuhi pemerintah. Apakah warga negara berhak
komplain atau bahkan mengajukan gugatan jika layanan universal telematika itu gagal
disediakan pemerintah? Tidak jelas, karena hak warga negara untuk komplain dan
menggugat itu tidak disebutkan dalam RUU.
Di sisi lain dalam RUU Konvergensi Telematika ini hanya mengatur perlindungan
mengenai hak konsumen atau pengguna telematika. Artinya, dalam RUU ini hak warga
negara telah direduksi menjadi hak konsumen. Hak warga negara untuk komplain bahkan
menggugat tidak ada payung hukumnya selama kita belum menjadi konsumen produk
telematika. Hak warga negara pelosok Indonesia untuk komplain dan menggugat akibat
kegagalan pemerintah menyediakan layanan universal telematika tidak mendapat
perlindungan sama sekali dalam RUU ini. Ini sangat sesuai dengan penjelasan umum RUU
ini, bahwa “….paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang
banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan….”
103
Kewajiban pelayanan universal telematika adalah kewajiban penyediaan layanan telematika agar masyarakat, terutama di daerah terpencil atau belum berkembang, mendapatkan akses layanan telematika.
31
Daftar Pustaka
a. http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi
b. http://biginaict.wordpress.com/2010/11/01/ruu-konvergensi-belum-
konvergen/
c. http://www.internetworldstats.com/stats.htm
d. http://www.prasetyapuspita.info/berita-113-sejarah-perkembangan-
telematika-di-indonesia.html
e. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/EASTASIAPACIFI
CEXT/INDONESIAINBAHASAEXTN/0,,menuPK:447277~pagePK:141132~piPK:
141109~theSitePK:447244,00.html
f. Berita Resmi Statistik No. 42 / IX / 14 Agustus 2006
g. INDONESIAN ICT-2009 FACTS & FIGURES
h. http://the-marketeers.com/archives/attitude-and-behavior-pengguna-
internet-di-indonesia.html
i. Indepth Report SatuDunia, “Revolusi Digital Samadengan Revolusi Hijau?”
http://www.satudunia.net/system/files/Indepth%20Report-
Revolusi%20Digital%20sama%20dengan%20Revolusi%20Hijau%20%3F_SD.
j. http://jakarta.bps.go.id/fileupload/brs/Miskin_2011.pdf
k. GATS: Liberalisasi Kehidupan, Lutfiyah Yamnin dan Yanuar Nugroho, Institute
Global of Justice, 2008
l. Peraturan Pemerintah (PP) No 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham
dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
m. Keputusan Menteri (KM) Perhubungan Nomor 72 Tahun 1999 tentang Cetak
Biru Kebijakan Telekomunikasi Indonesia.
n. Undang Undang (UU) Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
o. Buku Putih, “Komunikasi dan Informatika”, Kementerian Telekomunikasi dan
Informatika Republik Indonesia, tahun 2010.
32
p. Snapshot of Indonesia Social Media Users - Saling Silang Report Feb 2011.
http://www.slideshare.net/salingsilang/snapshot-of-indonesia-social-media-
users-saling-silang-report-feb-2011.
q. Terpusatnya kepemilikan media di tangan sedikit orang/perusahaan.
http://twitoaster.com/country-us/ndorokakung/konglomerasi-media-
mungkin-tak-menguntungkan-publik-karena-akan-terjadi-keseragaman-
suara/
r. https://fordiletante.wordpress.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-
grup-mnc-media-nusantara-citra/
s. KONSENTRASI MEDIA MASSA DAN MELEMAHNYA DEMOKRASI, Henry
Subiakto, Dosen Jurusan Komunikasi FISIP dan Program Pascasarjana Studi
Media dan Komunikasi Universitas Airlangga, Surabaya.
t. http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-
telecom/8867
u. Satriyo Dharmanto, Presentasi di Working Group Licencing, Bandung, 18
Februari 2010