Upload
waurora
View
133
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar B elakang
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan YME
yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali. Karenanya hak
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sama bagi
semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia. Dibalik kesamaan hak
tersebut tentunya adalah kewajiban semua manusia juga untuk menjaga dan
melestarikan fungsi lingkungan hidup ini. Kewajiban disini menjurus kepada
semua tindakan,usaha,dan kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara
individu maupun secara berkelompok guna menjaga dan melestarikan lingkungan
hidup. Hal ini perlu dan wajib untuk dilaksanakan karena kondisi lingkungan
hidup dari hari ke hari semakin menunjukkan penurunan kualitas yang cukup
signifikan.
Tetapi lingkungan yang sehat dan baik kadang-kadang susah diwujudkan
karena perbuatan satu atau lebih pihak yang menyebabkan rusaknya atau
terganggunya pelaksanaan hal tersebut. Pihak yang melakukan perusakan atau
yang menyebabkan terganggunya lingkungan menyebabkan timbulnya sengketa
dalam bidang lingkungan, yang perlu diselesaikan.
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah merupakan kajian mengenai
dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Suatu
rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil
kajian Amdal dampak negatif yang ditimbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh
teknologi yang tersedia. Dalam hal Amdal dinyatakan layak lingkungan tidak
tertutup kemungkinan keputusan kelayakan menjadi batal. Dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup diatur tentang pidana administratif yang dikenakan kepada
1
pengusaha dan kepada pejabat yang menerbitkan izin lingkungan. Hal ini pada
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
belum diatur pengenaan pertanggungjawaban pidana administratif bagi pejabat
yang menerbitkan izin lingkungan.
Pembangunan dan lingkungan pada dasarnya merupakan dua hal yang
sangat berbeda secara berlawanan. Disatu sisi pembangunan menuntut perubahan
yang lebih baik untuk kesejahteraan manusia, sedangkan lingkungan yang terdiri
dari sumber daya lama dan ekosistem sifat yang terbatas disamping juga menuntut
pelestarian fungsinya.
Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan
lingkungan sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara
bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan. Hal ini disadari karena upaya
untuk memwujudkan kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya menimbulkan
dampak terhadap lingkungan.
Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat positif, namun dapat pula diiringi
dengan dampak negatif. Dampak positif diupayakan semaksimal mungkin tercapai
dan menekan seminimal mungkin dampak negatif yang akan timbul, bahkan
idealnya keseluruhan dampak negatif dihilangkan.
Menekan seminimal mungkin dampak negatif akan tercipta lingkungan
hidup yang baik dan sehat yang merupakan hak asasi setiap warga negara
Indonesia dan hal ini sudah diamanatkan dalam kontitusi negara republik
Indonesia. Oleh karena itu hadirnya pembangunan akan diiringi timbulnya resiko
lingkungan yaitu ancaman –ancaman yang membuat mutu lingkungan rusak dan
cadangannya pun menjadi tidak lestari.
AMDAL dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan
preventif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas
pembangunan yang direncanakan. Atau Amdal juga merupakan salah satu
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga
tercapai pembangunan berkelanjutan
Perkembangan baru berkaitan dengan ketentuan Amdal dalam Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah adanya ancaman pidana dan denda bagi pejabat
2
pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
dengan Amdal atau UKL-UPL. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tidak dicantumkan sanksi pidana dan denda bagi pejabat pemberi izin lingkungan
yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan Amdal atau UKL-
UPL.
Tidak saja sanksi pidana dan denda yang diancamkan kepada pejabat
pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
dengan Amdal atau UKL-UPL tetapi Undang-Undang juga memberi peluang
kepada setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha
negara apabila: badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan
kepada usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal tetapi tidak dilengkapai dengan
dokumen Amdal; badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin
lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen UKL-UPL; badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin
usaha dan/atau kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan. Dalam
tulisan ini akan dipaparkan aspek penegakan hukum lingkungan dengan instrumen
pidana administrasi.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin
yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan[4].
Dengan demikian ada susunan yang tidak boleh terputus dari proses penyusunan
amdal sampai memperoleh izin usaha.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 ini lebih maju dibandingkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini nampak dari penguatan yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu tentang prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola
pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan
instrumen pencegahan penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
3
Disamping itu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur penegakan hukum
perdata, administrasi dan pidana secara lebih jelas.Undang –Undang ini juga
memberikan kewenagan yang luas kepada menteri untuk melaksanakan seluruh
kewenangan pemerintahan di bidang perlindungan dan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi
permasalahan pokok adalah sebagai berikut:
1. Apa saja hal hal yg harus diperhatikan dalam membangun usaha atau
kegiatan yang berdampak pada pelestarian lingkungan
2. Bagaimanakah keputusan kelayakan Amdal dapat batal dalam
praktek?
3. Bagaimana cara perusahaan melakukan pemulihan lingkungan yang
sudah mengalami kerusakan
4. Apa saja dasar hukum, sanksi pidana dan sanksi lain pelanggaran
hukum lingkungan
5. Bagaimana penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan
menurut UU.No.32 tahun 2009.
6. Bagaimanakah pertanggungjawaban yuridis (liability) pengusaha dan
pejabat pemberi izin lingkungan
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hal hal yg harus diperhatikan dalam
membangun usaha atau kegiatan yang berdampak pada pelestarian
lingkungan
2. Untuk mengetahui keputusan kelayakan Amdal dalam praktek.
4
3. Untuk mengetahui cara perusahaan melakukan pemulihan
lingkungan yang sudah mengalami kerusakan
4. Untuk mengetahui dasar hukum, sanksi pidana dan sanksi lain bagi
pemrakarsa dalam pelanggaran hukum lingkungan
5. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa lingkungan diluar
pengadilan menurut UU.No.32 tahun 2009.
6. Untuk mengetahui pertanggungjawaban yuridis (liability)
pengusaha dan pejabat pemberi izin lingkungan
1.4 Manfaat Penulisan
Sesuai dangan latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka
diharapkan dapat memberi Informasi pada masyarakat maupun pengusaha bahwa
banyak pengaruh yang dihasilkan dari sebuah kegiatan yang mungkin berdampak
pada perubahan lingkungan dan hal hal yang wajib diperhatikan oleh masyarakat
maupun pengusaha dalam menjalankan kegiatannya agar sesuai dengan hukum
lingkungan
5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Lingkungan Hidup
Menurut Prof.Emil Salim: “ secara umum lingkungan hidup diartikan
sebagai segala benda, kondisi keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan
kita tempati dan mempengaruhi hal yang tidak termasuk kehidupan manusia”.
( Abdurrahman,1990:7)
Menurut Prof.Otto Soemarwoto: “ Lingkungan adalah jumlah semua
benda kondisi yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi
kehidupan kita”. (Abdurrahman,1990:8)
Dalam Penjelasan Umum UU No.32 Tahun 2009 ,” Lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,keadaan, dan makhluk hidup
termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
2.2 Keputusan Amdal
Dalam hubungan dengan analisis mengenai dampak lingkungan, Prof. Otto
Soemarwoto mengatakan bahwa salah satu sebab dalam konflik antara
pembangunan versus lingkungan ialah diartikannya dampak
lingkungan(environmental impact) sebagai pengaruh yang merugikan (adverse
effect)
Keputusan Badan atau Pejabat yang menetapkan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya dari tinjauan
kontitusi, maka dapat dijelaskan bahwa hal itu termasuk tugas dari negara dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum melalui penetapan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan lingkungan terhadap dokumen Amdal yang diajukan.
Dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 disebutkan ”Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan
6
demikian persoalan hak atas lingkungan merupakan hak asasi yang sudah dijamin
oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.
2.3 Pertanggungjawaban Yuridis Pengusaha Dan Pejabat Pemberi Izin
Lingkungan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengatur ketentuan pidana yang
termuat dalam Bab XV dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120.
Dilihat dari jenis pidana, maka ketentuan pidana yang termuat dalam Bab
XV dari Pasal 97 sampai dengan Pasal 120 termasuk pidana administrasi. Disebut
pidana administrasi karena ancaman pidana yang diatur atau ditetapkan adalah
dikaitkan dengan tidak ditaatinya ketentuan administrasi. Hal ini berbeda dengan
jenis pidana dalam KUHP.
Pertanggungjawaban yuridis (liability) pengusaha dan pejabat pemberi izin
lingkungan dapat berupa pengenaan sanksi pidana administratif. Hal ini terjadi
karena tidak dipenuhinya syarat administratif untuk pengusaha dan
pejabatDpemberi izin. Syarat administratif yang tidak dipenuhi oleh pengusaha
adalah tidak memiliki izin lingkungan. Sementara syarat administratif yang tidak
dipenuhi oleh pejabat pemberi izin adalah tanpa dilengkapi dokumen amdal
dan/atau UKL-UPL
Dalam kesempatan ini penulis mencoba memaparkan beberapa Pasal
untuk menjelaskan tentang pidana admninistratif dan bentuk pertanggung
jawabannya kepada pengusaha dan pejabat pemberi izin lingkungan.
Sebelum terbitnya izin lingkungan maka diawali terlebih dahulu dengan
diajukannya dokumen Amdal oleh pemrakarsa kepada Komisi Penilai Amdal.
Dengan catatan tidak setiap usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal hanya terhadap
setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan yang
wajib Amdal.
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal maka Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Walikota menetapkan keputusan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan kewenangannya. Keputusan
7
kelayakan lingkungan hidup menjadi dasar untuk diterbitkannya izin lingkungan.
Dengan izin lingkungan inilah maka pemrakarsa memperoleh izin usaha. Hal
inilah yang penulis maksudkan rangkaian penyusunan Amdal sebagaimana tertulis
dalam judul tulisan ini.
Pasal 109 sampai dengan Pasal 114 memberi ancaman kepada setiap orang
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan, setiap orang yang menyusun Amdal,
Pejabat pemberi izin lingkungan, setiap pejabat yang berwenang, setiap orang
yang memberi informasi palsu, menyesatkan, setiap penanggung jawab usaha
dan/kegiatan yang tidak mentaati ketentuan administrasi diancam dengan pidana
penjara dan denda.
Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
Pasal 110 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Setiap orang yang menyusun
amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah).
Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan pejabat pemberi
izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal
atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat 91) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah); Ayat (2) menyebutkan pejabat pemberi izin
usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa
dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat
8
910 dipidana dengan pidana penjara paling lam a 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
2.4 Dasar Hukum, Sanksi Pidana dan Sanksi Lain Bagi Pemrakarsa
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (berlaku sekarang)
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 pasal 65, 67,
68, 69 ,88, 98, 119
4. UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) UUD 1945
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1994 tanggal
30 April 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3551) yang kemudian
direvisi dengan
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3595).
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 ini kembali diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 31) dan terakhir diperbaharui kembali melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 2 tahun 2000
tentang panduan evaluasi dokumen AMDAL
9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2000
tentang jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan
AMDAL
9
10. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 4 tahun 2000
tentang panduan penyusunan AMDAL kegiatan pembangunan
permukiman terpadu
11. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2000
tentang panduan penyusunan AMDAL kegiatan pembangunan di daerah
lahan basah
12. Keputusan kepala BAPEDAL nomor 08 tahun 2000 tentang keterlibatan
masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL
13. Keputusan kepala BAPEDAL nomor 09 tahun 2000 tentang pedoman
penyusunan AMDAL.
14. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002
tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
15. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang
Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.
16. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994
tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan
2.5 Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara
orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek
permasalahan.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari
persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat
menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku
pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat
hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara
keduanya
10
Pengertian Sengketa Lingkungan menurut UU No.32 Tahun 2009 menurut
Pasal 1 Ketentuan Umum: Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara
dua pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
Sengketa lingkungan hidup di Indonesia dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu
1) sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;
2) sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam;
3) sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan.
Sengketa yang berkaitan dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya
terjadi antara pihak yang ingin memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi
kepentingan ekonomi di satu sisi dan pihak yang berkepentingan atau
berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan suber daya alam di sisi lain.
Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya
terjadi karena ada pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut
terhalangi, sedangkan sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada
umumnya terjadi antara pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi
korban pencemaran/perusakan.
11
BAB III
KASUS
[SERANG] Pencemaran yang terjadi pada Sungai Ciujung, akibat limbah dari
pabrik kertas yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper (IKPP) yang terletak di
Kecamatan Keragilan, Kabupaten Serang semakin membahayakan. Namun
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang sendiri belum memiliki langkah konkrit
untuk mengatasi pencemaran Sungai Ciujung tersebut. Bahkan audit lingkungan
yang saat ini sedang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup terhadap
beberapa perusahaan yang diduga melakukan pencemaran dianggap tidak akan
objektif. Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Serang, Ahmad Soleh mengaku
sangat pesimistis dengan hasil audit wajib tersebut. Sebab, seluruh pembiayaan
audit ditanggulangi oleh perusahaan yang diaudit, dalam hal ini PT IKPP.
“Kendati diserahkan kepada tim independen, hasilnya tidak akan objektif selama
biaya audit lingkungan itu dibiayai oleh perusahaan yang diaudit. Logikanya,
kalau saya memberikan uang untuk mereka, saya pun bisa memberikan pesanan
terhadap mereka. Artinya hasilnya bisa saja disetir oleh saya meskipun hanya
sekian persennya. Sama halnya dengan yang terjadi pada PT IKPP. Hasilnya
sudah bisa diduga pasti tidak akan objektif,” tegas Ahmad Soleh di Serang, Senin
(10/9). Soleh memaparkan bahwa tempat penampungan limbah yang dimiliki PT
IKPP, tidak cukup untuk menampung seluruh limbah yang dikeluarkan yang
kemudian diproses agar saat dialirkan ke Sungai Ciujung sesuai dengan buku
mutu air yang dapat digunakan. “Faktanya, kekuatan penampung ipalnya hanya
32 ribu meter kubik per hari. Sementara setiap harinya PT IKPP membuang
limbahnya hampir 38 ribu meter kubik,” jelasnya. Dikatakan, berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukannya, saat ini saja bau Sungai Ciujung tercium hingga
satu kilometer. Sementara airnya sendiri sudah tidak dapat digunakan lagi. “Mata
saja sampai berair jika kita terlalu dekat akibat aroma limbah dari PT IKPP yang
begitu menyengat,” katanya. Menurut Soleh, Pemkab Serang dan Pemprov Banten
belum menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi limbah dari PT IKPP
tersebut. Karena itu, masyarakat harus berani bersuara. “Manajemen PT IKPP
secara perlahan telah membunuh masyarakat Serang Timur dan Utara. Sementara
pemerintah tidak pernah tegas menutup perusahaan yang jelas-jelas sudah
12
melanggar undang-undang,” tegasnya. Sementara, Kepala Badan Lingkungan
Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Serang, Anang Mulyana hingga saat ini
masih menunggu hasil audit tim independen dari Kementerian LH. Sebelum
lebaran, kata Anang, pihaknya bersama dewan sudah menanyakan hasil audit
tersebut. “Kita juga sudah melayangkan surat ke Kementerian LH untuk segera
memberitahu hasil auditnya. Katanya, September 2012 ini akan diberikan,”
jelasnya. Dikatakan Anang, audit tersebut merupakan audit wajib karena
pencemaran limbah dari PT IKPP sudah dianggap membahayakan. Anang juga
tidak menyangkalnya jika PT IKPP masih membuang limbahnya ke Sungai
Ciujung meskipun debit airnya saat ini minim akibat musim kemarau.
13
BAB IV
ANALISA dan PEMBAHASAN
Dalam membangun usaha atau kegiatan ada hal hal yg perlu di perhatikan
oleh setiap orang maupun pemarkarsa yaitu mengenai hak setiap orang,
kewajiban dan tanggung jawab yang berhubungan dengan dampak lingkungan
dikemudian hari.
Pada kasus PT IKPP nampak jelas pengusaha tidak menjalankan kewajiban yg
telah diatur dalam UU no 32 tahun 2009:
Pasal 67
Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
1. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka, dan tepat waktu;
2. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan
3. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
PT IKPP melanggar (Pasal 69) Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup;
PT IKPP juga tdk melakukan tanggung jawab nya yg telah diatur dalam UU no 32
tahun 2009:
Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
14
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan
ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas
kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Yang dimaksud dengan “bertanggung jawab mutlak” atau strict liability adalah
unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar
pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi
yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup
menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.
Selain itu masyarakat Serang Timur dan Utara tidak mendapat hak nya
untuk dapat hidup di lingkungan yang bersih dan sehat sebagaimana telah diatur
dalam Pasal 65:
1. lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi
manusia.
2. Mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses
partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
3. Mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
4. Berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5. Melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup.
juga dalam UUD 1945 dalam pasal 28H khususnya pada ayat (1). Dalam Pasal
28H ayat (1) UUD 1945 disebutkan ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
15
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dengan demikian persoalan
hak atas lingkungan merupakan hak asasi yang sudah dijamin oleh Pasal 28H ayat
(1) UUD 1945. Sehingga apapun keputusan Badan atau Pejabat dalam kaitannya
dengan kelayakan dan ketidaklayakan lingkungan harus dalam mendukung hak
asasi untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal, faktor-faktor tersebut adalah:
1. Pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatannya.
Pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan
baku dan/atau bahan penolong. Perubahan desain dan/atau proses dan/atau
kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau
kegiatan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda.
2. Terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa
alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau kegiatan
yang bersangkutan dilaksanakan. Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara
mendasar berarti hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang
menjadi dasar penyusunan Amdal.
3. Disamping keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau
kegiatan menjadi batal oleh faktor-faktor tersebut di atas, keputusan kelayakan
lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluarsa apabila
rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun
sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan
cepatnya pengembangan pembangunan wilayah, dalam jangka waktu 3 tahun
kemungkinan besar telah terjadi perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona
lingkungan hidup yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan Amdal tidak
cocok lagi digunakan untuk memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan. Atas kejadian ini keputusan
kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluarsa.
Amdal sendiri pada dasarnya merupakan suatu kajian mengenai dampak
positif dan negatif dari rencana kegiatan/proyek, yang dipakai oleh pemerintah
dalam memutuskan apakah suatu kegiatan/proyek layak atau tidak layak
lingkungan.
16
Dengan demikian Amdal mampu menjawab tantangan pembangunan,
karena pembangunan tidak hanya menimbulkan dampak positif tetapi
pembangunan juga mempunyai efek negatif bagi lingkungan yang akan
menimbulkan masalah lingkungan. Seperti yang bisa dilihat dalam kasus
pencemaran sungai Ciujung oleh PT. IKPP. Pencemaran itu terjadi karena tidak
adanya manajemen yang baik untuk mengatur kapasitas penampungan limbah
pabrik setiap harinya. Sehingga limbah yang dihasilkan lebih banyak daripada
kapasitas penampungan limbah yang dimiliki oleh perusahaan itu.
Ada beberapa cara pemulihan lingkungan yang sudah mengalami
kerusakan dilakukan dengan tahapan:
1. Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar
2.Remediasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah
yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-
site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-siteadalah
pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah,
terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan
kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman,
tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah
tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi
pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan
rumit.
3.Rehabilitasi restorasi adalah pemulihan lahan kembali
4.Dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
17
Masalah lingkungan juga bisa muncul melalui praktik menyalin dokumen
Amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) bagi rencana kegiatan. Praktik
menyalin dokumen Amdal dilakukan dengan mengganti nama perusahaan, lokasi,
luasan proyek, atau identitas-identitas spesifik lain. Praktik semacam itu sangat
berisiko bagi lingkungan. Daya dukung lingkungan tidak dianggap sebagai satu
hal yang penting dan mutlak dijaga.
Dengan menyadari manfaat Amdal baik bagi pemerintah, pemrakarsa
maupun masyarakat sekiranya para pihak mendukung supaya dapat terwujud
keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan cara salah satunya menghindari
keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan batal. Manfaat AMDAL secara
umum adalah menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak
secara lingkungan. Layak secara lingkungan berarti kegiatan tersebut sesuai
dengan peruntukkannya sehingga dampak yang ditimbulkan dapat ditekan.
Manfaat Amdal khususnya bagi pemerintah di antaranya sebagai berikut:
mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan; menghindari konflik dengan
masyarakat; menjaga agar pembangunan sesuai dengan prinsip pembangunan
berkelanjutan; perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Manfaat Amdal bagi pemrakarsa, di antaranya sebagai berikut: Menjamin
keberlangsungan usaha; menjadi referensi dalam peminjaman kredit; interaksi
saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar; sebagai bukti ketaatan hukum.
Manfaat Amdal bagi masyarakat mengetahui sejak dini dampak dari suatu
kegiatan; melaksanakan kontrol; terlibat dalam proses pengambilan keputusan.
Namun disamping positifnya AMDAL ada juga kelemahannya yaitu:
Beberapa faktor yang menjadi penyebab pelaksanaan AMDAL atau UKL UPL
kurang optimal adalah sebagai berikut:
1. AMDAL dan implementasinya oleh pemrakarasa masih dipandang sebagai
beban bukan sebagai kewajiban untuk mengelola lingkungan hidup
2. Tidak ada insentif bagi pemrakarasa yang:
a. menyusun atau tidak menyusun AMDAL
b. menyusun AMDAL secara baik dan benar dan yang asal jadi
18
c. mengimplementasikan hasil AMDAL dengan yang tidak berniat
melaksanakan hasil AMDAL
3. AMDAL lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada sebagai
instrumen pencegahan dampak lingkungan
4. Lemahnya penegakan hukum terhadap:
a. Kegiatan / usaha yang tidak menyusun AMDAL
b. AMDAL disusun pada saat kegiatan sudah mulai
c. Kegiatan / usaha yang tidak mengimplementasikan RKL atau RPL
5. Belum ada integrasi antara AMDAL, ijin lokasi dan ijin operasi
PT IKPP mendapat sanksi pidana menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 98:
1. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air,
baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah)
2. Apabila mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas
miliar rupiah)
3. Apabila mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah)
PT IKPP mendapat sanksi lainnya menurut UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 119:
pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
2. penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan
3. perbaikan akibat tindak pidana;
4. pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
19
5. penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Atau dapat dikaitkan dengan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar
Pengadilan Menurut UU.No.32 Tahun 2009.Penyelesaian sengketa Lingkungan
Hidup pada UU No 32 Tahun 2009 melengkapi dari undang-undang
sebelumnya,sebagaimana yang tercantum pada Bab XIII UU No 32 Tahun 2009
dikatakan bahwa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau diluar pengadilan (pasal 84 ayat 1).
Pada bagian kedua tentang penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar
pengadilan,dikatakan pada pasal 85 (1) bahwa :
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk
mencapai kesepakatan mengenai :
a. Bentuk dan besar nya ganti rugi;
b. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;
c. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa diluar pengadilan ini tidak berlaku terhadap tindak pidana
yang diatur dalam UU.No32 Tahun 2009 tersebut hal ini tercantum dalam Pasal
85 ayat 2. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dapat digunakan jasa mediator dan atau arbitrer yang berfungsi untuk membantu
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup itu sendiri hal ini menurut Pasal 85
ayat 3. Bentuk-bentuk penyelesaian lingkungan hidup diluar pengadilan ini
menganut konsep Alternative Dispute Resolution (ADR),yang dilakukan dalam
wujud mediasi ataupun arbritasi.Dan pada bagian inilah peran Polri dapat masuk
dan ikut serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk-
bentuk penyelesaian sengketa ini memang memperkenankan untuk hadirnya orang
ketiga sebagai penengah dan bukan penentu kebijakan. Masyarakat pun dapat
turut campur dalam upaya penyelesaian sengketa lingkungan ini dengan
20
membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak, dalam hal tersebut pemerintah dan pemerintah
daerah dapat memfasilitasi pembentukan lembaga tersebut yang ketentuan lebih
lanjutnya akan diatur dalam sebuah Peraturan Pemerintah
Menjadi persoalan selanjutnya adalah bagaimana dengan kesiapan dalam
menegakkan hukum lingkungan ini, karena dari ancaman yang diberikan oleh
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 sudah memenuhi rasa keadilan yang
mana ancamannya tidak hanya kepada pengusaha tetapi juga kepada pejabat
pemberi izin lingkungan. Dinantikan peran serta masyarakat, aparat penegak
hukum dan sarana yang memadai untuk menegakkan hukum lingkungan di
Indonesia
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Hal hal yang harus diperhatikan dalam membangun usaha atau kegiatan
yang berdampak pada lingkungan adalah hak setiap orang pasal 65,
kewajiban pasal 67, 68 , hal yang dilarang pasal 69 dan tanggung jawab
pemarkarsa pasal 88 UU no 32 tahun 2009
2. Ada beberapa faktor yang menyebabkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal, faktor-faktor tersebut
adalah: Pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatannya.
Terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa
alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan. Keputusan kelayakan lingkungan
hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluarsa apabila rencana
usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 tahun
sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.
3. Cara perusahaan melakukan pemulihan lingkungan yang sudah mengalami
kerusaka dilakukan dengan tahapan: penghentian sumber pencemaran dan
pembersihan unsur pencemar; remediasi; rehabilitasi; restorasi; dan/atau
cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4. Dasar hukum, sanksi pidana dan sanksi lain pidana dan sanksi lain bagi
pemrakarsa dalam pelanggaran hukum lingkungan adalah dapat bersumber
dari UUD 1945, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup
5. Penyelesaian sengketa lingkungan diluar pengadilan menurut UU.No.32
tahun 2009 dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai : Bentuk dan
besar nya ganti rugi; Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
22
peruskan; Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau Tindakan untuk mencegah
timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
6. Dikenal bentuk pertanggungjawaban yuridis (liability) bagi pengusaha dan
pejabat pemberi izin lingkungan berupa pengenaan sanksi pidana
administratif sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungn Hidup
5.2 Saran
Dalam rangka penegakan hukum lingkungan sesuai dengan teori penegakan
hukum maka, diperlukan peran serta masyarakat, aparat penegak hukum dan
sarana yang memadai.
23
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.
Hamzah, Andi, Penegakan Hukum Lingkungan, Cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
____________, Asas-Asas Hukum Pidana, Cet. 1. Jakarta: Yarsif Watampone, 2005.
Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Cet. 14. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1999.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, Eksaminasi Putusan MA N0. 617/K/PID/2004
tentang Tindak Pidana Lingkungan Hidup PT EVERBRIGHT MEDAN-SUMUT.
Raihan, Lingkungan Dan Hukum Lingkungan, Cet. 2. Jakarta: Universitas Islam Jakarta,
2007.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2006.
Siahaan, N.H.T. Hukum Lingkungan, Cet. 2. Jakarta: Pancuran Alam Jakarta, 2009.
Steni, Bernadius, Susilaningtias, Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Sumber Daya
Alam dalam Berbagai Undang-Undang Sektoral Dan Upaya Kodifikasi Ke Dalam
RKUHP, Cet. 1. Jakarta: HUMA dan Aliansi Nasional Reformasi KUHP, 2007.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
24