13
MAKALAH HUKUM PAJAK HUKUM PAJAK INTERNASIONAL DISUSUN OLEH: RIDHO SUCIAWAN 06 17 037 DOSEN PEMBIMBING SITI RACMIATUN, S.H, M.Hum FAKULTAS SYARI’AH

Makalah Hukum Pajak Internasional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hukum internasional

Citation preview

Page 1: Makalah Hukum Pajak Internasional

MAKALAHHUKUM PAJAK

HUKUM PAJAK INTERNASIONAL

DISUSUN OLEH:

RIDHO SUCIAWAN06 17 037

DOSEN PEMBIMBINGSITI RACMIATUN, S.H, M.Hum

FAKULTAS SYARI’AHJURUSAN MUAMALAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIRADEN FATAH PALEMBANG

2008

Page 2: Makalah Hukum Pajak Internasional

PENDAHULUAN

Dalam dunia yang serba modern seperti sekarang ini, tidaklah ada suatu

negera yang dapat mengasingkan diri dari pergaulan internasional.

Pergaulan antar negera-negara yang berdaulat dan merdeka sudah barang

tentu harus diatur. Perhubungan-perhubungan hukum pada umumnya yang telah ada

di antara negara-negara itu, telah diatar dalam himpunan peraturan-peraturan yang

disebut “hukum antar negara”. Sebagai modernisasi dari nama lain yaitu “hukum

bangsa-bangsa” yang merupakan terjemahan lurus dari nama-nama seperti volkerrect,

droit de gens, law of nations, dan volkenrecht yang kesemuanya barasal dari istilah

Romawi: ius gentium. Modernisasi nama itu membawa pula perubahan dalam artinya,

yang kemudian hanya ditunjukkan kepada himpunan peraturan-peraturan yang

bersangkutan saja; dengan perkataan lain lambat laun berubahlah tugasnya, sehingga

dapatlah kini dikatakan bahwa hukum antar negara adalah hukum yang mengatur

pergaulan internasional. Dalam pada ini tidaklah dapat dibantah-bantah lagi, bahwa

kepentingan bersama dari semua negara seperti perdamaian, keamanan, keadilan,

kemakmuran, cooperation dan sebagainya, menghendaki dengan mutlak adanya

sopan santun dalam pergaulan antar negara yang merupakan peraturan-peraturan

hukum.

Demikian pula halnya yang dikehendaki oleh negara-negara burhubungan

dengan tugasnya sebagai pemungut pajak. Maka dicarilah kini olehnya salah satu

undang-undang kesepakatan kerjasama yang erat dalam lapangan-lapangan

perpajakan.

Page 3: Makalah Hukum Pajak Internasional

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Pajak Internasional

Pengertian hukum pajak ini dapat dibagi menjadi tiga bagian dari pendapat

ahli hukum pajak, yaitu:

1. Menurut pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, bahwa hukum pajak

internasional adalah hukum pajak nasional yang terdiri atas kaedah, baik

berupa kaedah-kaedah nasional maupun kaedah yang berasal dari traktat antar

negara dan dari prinsif atau kebiasaan yang telah diterima baik oleh negera-

negara di dunia, untuk mengatur soal-soal perpajakan dan di mana dapat

ditunjukkan adanya unsur-unsur asing.

2. Menurut pendapat Prof. Dr. P.J.A. Adriani, hukum pajak internasional adalah

suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam UU

Nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang luar negeri, peraturan-

peraturan nasional untuk menghindarkan pajak ganda dan traktat-traktat.

3. Sedangkan menurut pendapat Prof. Mr. H.J. Hofstra, hukum pajak

internasional sebenarnya merupakan hukum pajak nasional yang di dalamnya

mengacu pengenaan terhadap orang asing.

Persoalan yang terjadi dalam hukum pajak ini ialah apakah hukum pajak

nasional akan diterapkan atau tidak? Hukum pajak internasional juga merupakan

norma-norma yang mengatur perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai

objeknya maupun subjeknya.

B. Kedaulatan Hukum Pajak Internasional

Berbicara masalah Hukum Pajak Internasional, khususnya Hukum Pajak

Internasional Indonesia secara umum dapat dikatakan barlaku terbatas hanya pada

subjeknya dan objeknya yang berada di wilayah Indonesia saja. Dengan kata lain

terhadap orang atau badan yang tidak bertempat tinggal atau berkedudukan di

Indonesia pada dasarnya tidak akan dikenakan pajak berdasarkan UU Indonesia.

Page 4: Makalah Hukum Pajak Internasional

Namun demikian, Hukum Pajak Internasional dapat berkaitan dengan subjek maupun

objek yang berada di luar wilayah Indonesia sepanjang ada hubungan yang erat dalam

hal terdapat hubungan ekonomis atau hubungan kenegaraan dengan Indonesia.

UU No. 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah diubah dengan UU No.

17 Tahun 2000 (UU PPh) khususnya dalam pasal 26 diatur bahwa terhadap WP luar

negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia antara lain berupa bunga, royalti,

sewa, hadiah dan penghargaan, akan dikenakan PPh sebesar 20% dari jumlah bruto.

Pasal ini menunjukkan bahwa contoh adanya hubungan ekonomis antara orang asing

dengan penghasilan yang diperoleh di Indonesia.

Dalam hukum antar negara terdapat suatu asas mengenai kedaulatan negara

yang dinyatakan sebagai kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur

kepentingan-kepentingan rumah tangganya sendiri, dalam batas-batas yang

ditentukan oleh hukum antar negara dan bebas dari pengaruh kekuasaan negara lain.

Sesuai dengan asas yang dimaksud di muak, maka kedaulatan pemajakan sebagai

spesial dari gengsi kedaulatan negera dapat dinyatakan sebagai kedaulatan suatu

negara untuk bertindak merdeka dalam lapangan pajak.

C. Sumber-sumber Hukum Pajak Internasional

Prof. Dr. Rochmat Soemito dalam bukunya “Hukum Pajak Indonesia,

menyebutkan bahwa ada bebarapa sumber hukum pajak internasional, yaitu:

1. Hukum Pajak Nasional atau Unilateral yang mengandung unsur asing.

2. Trakat, yaitu kaedah hukum yang dibuat menurut perjanjian antar negara baik

secara bilateral maupun multilateral.

3. Keputusan Hakim Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak

internasional.

Sedangkan dalam buku “Pengantar Ilmu Hukum Pajak” karangan R. Santoso

Brotodihardjo, S.H. menyatakan bahwa sumber-sumber formal dari hukum pajak

internasional, yaitu:

1. Asas-asas yang terdapat dalam hukum antar negara

Page 5: Makalah Hukum Pajak Internasional

2. Peraturan-peraturan unilateral (sepihak) dari setiap negara yang maksudnya

tidak ditujukan kepada negara lain.

3. Traktat-traktat (perjanjian) dengan negera lain, seperti:

a. Untuk meniadakan atau menghindarkan pajak berganda.

b. Untuk mengatur pelakuan fiskal terhadap orang-orang asing.

c. Untuk mengatur soal pemecahan laba di dalam hal suatu perusahaan atau

seseorang mempunyai cabang-cabang atau sumber-sumber pendapatan di

negara asing.

D. Terjadinya Pajak Berganda Internasional

Pajak berganda internasional umumnya terjadi karena pada dasarnya tidak ada

hukum internasional yang mengatur hal tersebut sehingga terjadi bentrokan hukum

antar dua negara atau lebih. Velkenbond memberikan pengertian bahwa pajak

berganda internasional terjadi apabila pengenaan pajak dari dua negara atau lebih

saling menindih sedemikian rupa, sehingga orang-orang yang dikenakan pajak di

negara-negara yang lebih dari satu memikul beban pajak yang lebih besar daripada

jika mereka dikenakan pajak di satu negara saja. Beban tambahan yang terjadi tidak

semata-mata disebabkan karena perbedaan tarif dari negara-negara yang

bersangkutan, melainkan karena dua negara atau lebih secara bersamaan memungut

pajak atas objek dan subjek yang sama.

Dari pengertian di atas jelas bahwa pajak berganda internasional akan timbul

karena atas suatu objek pajak dan subjek pajak yang sama dikenakan pajak lebih dari

satu kali sehingga menimbulkan beban yang berat bagi subjek pajak yang dikenakan

pajak tersebut. Selanjutnya Prof. Rochmat Soemitro menjelaskan bahwa ada beberapa

sebab terjadinya pajak berganda internasional, yaitu:

1. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negera, yang

dapat terjadi karena:

a. Domisili rangkap

b. Kewarganegaraan rangkap

Page 6: Makalah Hukum Pajak Internasional

c. Bentrokan atas domisili dan asas kewarganegaraan.

2. Objek pajak yang sama dikenakan pajak yang sama di beberapa negara.

3. Subjek pajak yang sama dikenakan pajak di negara tempat tinggal

berdasarkan atas wold wide incom, sedangkan di negera domisili dikenakan

pajak berdasarkan asas sumber.

E. Cara Penghindaran Pajak Berganda Internasional

Ada dua cara untuk menghindari pajak berganda internasional, yaitu dengan

cara sebagai berikut:

1. Cara Unilateral

Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan untuk menghindari pajak

berganda dalam UU suatu negara dengan suatu prosedur yang jelas.

Pengguanaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk

mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu UU.

2. Cara Bilateral atau Multilateral

Cara Bilateral atau Multilateral dilakukan melalui suatu perundingan antar

negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda.

Perjanjian yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan

multelateral dilakukan oleh lebih dari dua negara, yang lebih dikenal dengan

sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral

maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena

masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing

sesuai dengan kedaulatan negaranya sendiri.

F. Perjanjian Dalam Pajak Berganda Internasional

Perjanjian seperti ini kebanyakan masih berusia muda, dahulu hanya

dikenakan persetujuan persahabatan, persetujuan untuk menetap, persetujuan

dagangan dan peretujuan pelayanan yang kadang-kadang mencakup satu ketentuan

yang ada hubungannya dengan beberapa macam pajak yang kebanyakan

Page 7: Makalah Hukum Pajak Internasional

mencantumkan klausul tentang keharusan adanya perlakuan yang sama terhadap

penduduk atau penguasa dari negara-negara yang mengadakan persetujuan.

Prosedur dari perjanjian kolektif ternyata sukar untuk dilaksanakan karena

bermacam-macam ragam, sistem dan asas perpajakan di berbagai negara, dan karena

lambannya prosedur perundingan untuk tidak berbicara tentang lambannya atau

resikonya pengukuhan oleh kepala negara-negara peserta perjanjian.

Ketentuan-ketentuan penting yang tercantum dalam perjanjian-perjanjian

pajak berganda secara singkat adalah sebagai berikut:

1. Orang-orang yang dapat menikmati keuntungan dari perjanjian-perjanjian.

2. Pajak-pajak yang diatur dalam perjanjian.

3. Sengketa internasional.

4. arti tempa kediaman fiskal.

G. Kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan

Bagaimana kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan yang diadakan

antara Indonesia dengan negara lain? Bila ditelusuri dasar hukum bisa diadakannya

perjanjian perpajakan antar negara, maka kita kembali pada konstitusi yaitu pasal 11

ayat (1) UUD 1945 beserta perubahannya. Mengacu pada dasar hukum tersebut, tentu

saja akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, dengan

pertimbangan kepraktisan khusus dalam lalu lintas hukum internasional antara

Indonesia dengan negara-negara lain yang cukup intensif, maka tidak diperlukan lagi

persetujuan DPR tetapi cukup diberitahukan saja.

Berdasarkan ketentuan Pasal 11 UUD 1945 di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kedudukan hukum perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional

seperti UU tentang PPh. Kedudukan hukum perjanjian perpajakan tidak lebih tinggi

dari UU Perpajakan Nasional.

Page 8: Makalah Hukum Pajak Internasional

KESIMPULAN

Hukum Pajak Internasional merupakan norma-norma yang mengatur

perpajakan karena adanya unsur asing, baik mengenai subjek maupun objeknya. Dan

para ahli hukum pajak juga banyak memberikan definisi tentang hukum pajak

internasional salah satunya yaitu; Prof. Dr. P.J.A. Adriani, seorang ahli yang banyak

menulis buku tentang perpajakan.

Kemudian sumber-sumber hukum pajak internasional terdiri dari:

1. Hukum Pajak Nasional.

2. Traktat

3. Keputusan Hakim Nasional.

Dan kedudukan Hukum Perjanjian Perpajakan adalah sama dengan UU

Nasional seperti UU tentang PPh, kedudukan hukum tax treaty tidak lebih tinggi dari

UU Perpajakan Nasional.

Page 9: Makalah Hukum Pajak Internasional

DAFTAR PUSTAKA

Brotodihardjo Santoso, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika Aditama

Ilyas B. Wirawan, dkk, 2007, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat.