Upload
alfath-bagus-panuntun-elnur
View
32
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Reformasi Birokrasi Jurusan Politik dan Pemerintahan UGM
Citation preview
7
MENAKAR ARAH PEMBANGUNAN BANGSA
STUDI KASUS: KEBERHASILAN REFORMASI BIROKRASI PADA
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
KELOMPOK X
Dikerjakan Oleh:
Alfath Bagus Panuntun El Nur Indonesia NIM : 13/349852/SP/25853
Destry Indra Wibawa NIM : 13/348015/SP/25751
Fisabil Mahardika Putra NIM : 10/297712/SP/23982
Imam Ismail Addarojad NIM : 13/353439/SP/25979
Nugraheni Nur Pratiwi NIM : 13/347965/SP/25740
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
7
BAB I
A. Pendahuluan
Era-globalisasi ini menuntut aparatur negara mengubah cara pandang untuk lebih
mampu mengakomodasikan keinginan perubahan dalam rangka pembangunan bangsa secara
demokratis dan konstitusional dengan tetap menjaga stabilitas dan integrasi nasional. Oleh
karena itu, perlu diciptakan mekanisme tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) yang mensyaratkan sinergi antara negara, swasta dan masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan.
Birokrasi sebagai suatu metode pengorganisasian aparatur negara dengan pelbagai
tugas sangat diperlukan dalam pengendalian operasi manajemen pemerintahan. Namun
kinerja birokrasi, rutinitas kegiatan pejabat dan aparat birokrasi kerap menimbulkan
permasalahan. Berbagai potret kelemahan dalam penyelenggaraan pemerintahan selama ini
telah menjadi sorotan berbagai kalangan. Namun upaya penanganannya menjadi semakin
sulit dan kompleks akibat banyaknya agregasi kepentingan didalamnya. Penanganan yang
lamban membuat tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah. Permasalahan ini yang
membuat birokrasi seolah berjalan ditempat, kurang peka terhadap lingkungan sekitarnya dan
terkesan cenderung menutup diri terhadap pembaharuan. Keadaan ini memunculkan potensi
seperti: korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah Pusat maupun Daerah perlu melakukan
reformasi birokrasi, tidak hanya pada tataran komitmen, lebih jauh pada tataran yang lebih
nyata. Kita perlu menakar sejauh apa proses reformasi birokrasi telah dilaksanakan di
Indonesia. Dalam hal ini, beberapa daerah telah membuktikannya. Salah satunya kami
mengangkat keberhasilan reformasi birokrasi pada Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2008-2013), dibawah
kepemimpinan Gubernur Awang Faroek Ishak dan Wagub Farid Wadjdy, kinerja Pemprov
Kaltim dibidang Reformasi Birokrasi menunjukkan capaian keberhasilan yang sangat baik.
Selama empat tahun berturut-turut (2009-2012), Kaltim berhasil melukis karya prestasi
dengan predikat Pemprov terbaik atas hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah.
Hal tersebut tentunya dapat mendorong daerah-daerah lain untuk terus meningkatkan
kualitas reformasi birokrasi. Kelak yang kami harapkan adalah terbentuknya Indonesia yang
7
lebih baik dan bermartabat dengan peningkatan kualitas pelayanan publik yang efektif,
efisien, kreatif dan berkinerja.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
Apa yang mendasari harus dilakukannya reformasi birokrasi?
Ke arah mana reformasi birokrasi yang diharapkan oleh pemerintah Pusat kepada
pemerintah Daerah?
Bagaimana cara yang dilakukan pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi
ditingkat Daerah?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Menjelaskan pentingnya reformasi birokrasi untuk segera diterapkan di Indonesia
Memberikan penjelasan mengenai cara melakukan reformasi birokrasi
Menakar kesiapan pemerintah Pusat dan Daerah dalam melaksanakan reformasi
birokrasi
Menghadirkan solusi atas permasalahan birokrasi pada tata kelola pemerintahan di
daerah-daerah Indonesia
7
BAB II
A. Tuntutan Reformasi Birokrasi
Konsep mengenai Birokrasi dilahirkan sekitar abad 19 oleh Max Weber. Dia
menyebutkan bahwa birokrasi ialah “a clearly defined hierarchy where office holders
have spesific functions and apply universalistic rules in a spirit of formalistic
impersonalistic”. Karakternya yang hirarkis, kaku dengan segala bentuk perarturan
yang kemudian justru membuat keberadaanya menghalangi pekerjaan yang cepat.
Keluhan yang kemudian banyak dirasakan dari birokrasi sebagai pelaksana
kebijakan terkait dengan sifat dasarnya yang hirarkis dan kaku kemudian menuntut
untuk diwujudkanya reformasi birokrasi yang mendorong terciptanya iklim yang
dinamis dalam tubuh birokrasi. Birorasi bukan hanya sebagai sebuah organisasi
pelaksana melainkan pelayan yang juga dituntut untuk mampu memenuhi variasi
kebutuhan dari masyarakat. Maka dibutuhkan birokrasi yang lebih efektif, efisien
kreatif dan berkinerja.
Salah satu perilaku birokrasi yang membuat perlunya tuntuntan untuk
menjalankan reformasi birokrasi ialah pada sikap para pelaku organisasi rokrasi
pemerintah yang masih banyak berorientasi pada status, prestise, restu dan segala
macam seremonial, bukan pada martabat manusia yang mampu berprestasi.1
Keadaan yang kemudian menjadi penghalang bagi birokrat bawahan untuk
melangkah disebabkan oleh budaya seremonial yang kaku dan hierarkis, mereka tidak
cukup berani untuk melangkah dan bertindak dalam mengambil tindakan tanpa seijin
atau perintah atasan. Hal ini yang kemudian menyebabkan birokrat kurang memiliki
inisiatif dan hanya menunggu yang menjadikan birokrasi selalu lamban. Persoalan
lain yang kemudian menjadi penghalang adalah kurang jelasnya petunjuk pelaksanaan
dan petunuk teknis yang menjadikan para birokat tidak mampu bekerja dengan cepat
dan berfikir menanggung resiko “disalahkan”.
Oleh karena itu, reformasi birokrasi adalah langkah awal yang dilakukan oleh
pemerintah dengan tujuan menakar arah pembangunan bangsa kearah yang lebih baik.
Dengan reformasi birokrasi, kita dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik yang
lebih efektif dan efisien. Sehingga kedepannya, masyarakat dapat merasakan arti
1 Dr.Z. Helfin Frinces ,BSc, MSc. Soc, MA. Manajemen Reformasi Birokrasi. 2008
7
Kondisi ObyektifPotensiKeunggulanProblemPara PesaingProgram(prioritas)
PROSES
Faktor Penentu/ Variabel Moderasi :
Perlunya Perubahan strategisKepemimpinan berwawasan wirausahaSistem manajemen yang kondusif untuk berubah dan majuKualitas SDM yang profesional yang berjiwa dan bersemangat kewirausahaan yang handalPrioritas kerja yang tepat
Tujuan Strategis Pelayananyang berkualitas dan memuaskan
penting dari hadirnya negara ketengah masyarakat sebagai agen pengubah kebijakan
yang lebih baik.
B. Arah Reformasi Birokrasi
Gambar I: Model Kerangka Pikir Reformasi Borokrasi
Arah yang dituju utamanya adalah menciptakan kemajuan. Kemajuan ini
terkait dengan mengubah hal hal yang dirasa sebagai hambatan bagi terciptanya
pelayanan yang terbaik. Keadaan keadaan yang lamban, berbelit belit, dan statis
menjadi lebih dinamis, cepat dan inovatif yang kemudian menuntun pada keadaan
yang diharapkan dari keberadaan birokrasi sebagai pelaksana kebijakan.
Tesis utama dan pertama dalam rangka mengelola reformasi birokrasi adalah
terjadinya perbaikan yang sistematis, komprehensif dan cepat atas pelayanan yang
7
diberikan kepada publik sehingga publik merasa puas terhadap apa yang telah dan
sedang birokrat berikan (lihat: Gambar I).2
Argumentasinya bahwa tujuan utama reformasi birokrasi ialah mewujudkan
penyelenggaraan pelayanan yang cepat, berkualitas dan sesuai apa yang diharapkan.
Hal inilah yang kemudian menjadi faktor yang penting bagi vaiabel penentu dalam
proses reformasi yang kemudian menjad perangkat utama penggerak diantaranya,
perubahan, kepemimpinan,sistem, SDM yang berkualitas dan Prioritas kerja.
Kelimanya menempati posisi yang sentral dan saling berkaitan. Pemimpin
yang kuat dan sistem yang baik akan berjalan tersendat tanpa agenda kerja yang jelas
dalam melakukan perjalanan. Hal ini haruslah pula didukung dengan Sumber Daya
Manusia yang memadai dalam perwujudannya, karna tidak dipungkiri birokrasilah
yang menjadi penentu keberhasilan dan tercapainya tujuan sebuah kebijakan.
Hal selanjutnya yang harus menjadi arah atau orientasi bagi birokrasi adalah
pertama peningkatan kemandirian staf, hal ini kemudian menuntut reformasi
membentuk iklim yang dinamis yang menjadikan staf lebih mandiri dan mampu
berinofasi. Kedua, Peningkatan daya saing. Ketiga, Orientasi Hasil. Yang keempat,
orientasi pasar, hal ini sebagai kunci untuk memberikan semangat kompetitif bagi
institusi untuk lebih kompetitif memberikan yang terbaik dalam pelayanan.
C. Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Timur Mendapat Predikat Pemprov Terbaik
Untuk Reformasi Birokrasi
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2008-2013) di bawah kepemipinan
Gubernur Awang Faroek Ishak dan Wagub Farid Wadjdy, kinerja Pemrov Kaltim
dibidang Reformasi Birokrasi menunjukkan capaian keberhasilan yang sangat baik.
Kaltim selama empat tahun berturut-turut (2009-2012) mencatat prestasi dengan
predikat Pemprov terbaik atas hasil evaluasi akuntabilitas kinerja pemerintah. Atas
prestasi tersebut, Pemprov mendapat penghargaan dari Kementrian Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan–RB), serta piagam
2 Dr.Z. Helfin Frinces ,BSc, MSc. Soc, MA. Manajemen Reformasi Birokrasi. 2008
7
penghargaan dari Deputi Akuntabilitas Aparatur Kemenpan, atas penyampaian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) kepada Presiden melalui
Kemenpan-RB secara tepat waktu sebagai pelaksanaan Inpres Nomor 7/1999. Selain
itu, Gubernur Awang Faroek mengungkapkan penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan telah menunjukkan capaian yang sangat baik. Dalam hal pengembangan
dan pelaksanaan kerja sama antar daerah, Pemprov telah membuat kesepakatan dan
mengimplementasikan bentuk kerja sama dengan beberapa daerah, baik dalam skala
internasional, nasional, provinsi maupun kabupaten/kota.
Jumlah kesepakatan kerja sama periode 2009-2013 sebanyak 81 kesepakatan
dengan implementasi kegiatan mencapai 47,8 persen atau lebih tinggi dari rata-rata
nasional yang baru mencapai 26,2 persen.
“Beberapa kesepakatan kerja sama dalam upaya peningkatan kapasitas SDM
adalah dengan Australia dan beberapa Perguruan Tinggi seperti UGM, UNDIP, IPB
dan beberapa Perguruan Tinggi lainnya. Kemudian dalam rangka penyediaan
transmigrasi dan ketenagakerjaan, Kaltim juga telah bekerjasama dengan Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta, ungkap Bapak Awang Faroek.3
Bukti keseriusan Kaltim dalam melaksanakan reformasi birokrasi adalah
terkait pelaksanaan proyek pengadaan barang dan jasa yang kini sudah dilakukan
melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik). Hingga pertengahan
September ini, Kaltim berada di urutan ketiga provinsi tertinggi dalam page lelang
melalui LPSE, yakni Rp3,7 triliun. Urutan pertama ditempati DKI Jakarta yang
mencapai Rp10 triliun dan Jawa Barat Rp3,8 triliun. Transparansi seperti ini sekaligus
menjawab tuntutan masyarakat tentang keterbukaan. Kaltim sudah melakukan
transparansi itu dengan sangat baik.Menteri menambahkan, dalam tahun terakhir
pelaksanaan reformasi birokrasi cukup gencar, baik di kementerian/lembaga pusat
maupun di daerah. Sayangnya, belum semua kementerian/lembaga dan daerah mau
secara serius melakukan reformasi birokrasi tersebut.
Namun dengan penerapan PMPRB online, diharapkan semua kementerian,
lembaga serta pemerintah daerah berlomba-lomba melaksanakan reformasi birokrasi.
3 http://www.setdaprovkaltim.info/organisasi/kaltim-predikat-pemprov-terbaik-untuk-reformasi-birokrasi/#more-3403, diakses pada tanggal 6 November 2014 Pukul 16.04 WIB.
7
Dengan demikian, bukan lagi disuruh-suruh, tetapi yang tidak melaksanakan akan
malu denngan sendirinya.
Acara tersebut juga dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek, Wakil Gubernur
Farid Wadjdy, Pangdam VI Mulawarman Mayjen Subekti, Wakapolda Kaltim Rusli
Nasution dan Walikota Balikpapan Rizal Efendi.
Menteri yang didampingi Deputi Kementerian PAN-RB Bidang Program dan
Reformasi Birokrasi Ismail Mohammad menambahkan, dengan PMPRB online , para
pimpinan daerah dapat mengetahui secara langsung nilai-nilai yang dikumpulkan
sehingga langkah perbaikan dan pembenahan terkait IPK, Opini BPK, integritas
pelayanan publik, peringkat kemudahan berusaha, indeks efektivitas pemerintahan
dan instansi pemerintah yang akuntabel.
Selain itu, perkembangan reformasi birokrasi di daerah juga bisa diakses
melalui internet kapan pun dan di mana pun. Langkah ini diharapkan dapat membantu
percepatan proses reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi pemda untuk tahun ini
ditetapkan 33 provinsi, 33 pemerintah kabupaten dan 33 pemerintah kota ibukota
provinsi. Namun pemkab dan pemkot yang non pilot project juga dapat melaksanakan
reformasi birokrasi melalui PMPRB online (era/HUMAS MENPAN-RB).
Sebagai provinsi yang 4 kali berturut–turut menjadi daerah yang mendapat
nilai tinggi dalam reformasi birokrasi, Kaltim telah berhail mewujudkan birokrasi
yang sangat baik seperti yang tertuang dalam road map reformasi birokrasi Kaltim.
Pertama terwujudnya pemerintahan yang bebas dari KKN hal ini terlihat
dalam opini WTP [Opini Badan Pemeriksa Keuangan (disingkat Opini BPK)]
merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat
kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan
pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern) Badan Pemeriksa Keuangan
kepada pemerintah pemerintah provinsi kalimantan timur berdasarkan hasil laporan
keuangan tahun 2013, kemudian terbentuknya implementasi e – goverment berbasis
teknologi informasi melalui tampilan website www.kaltimprov.go.id,
7
teridentifikasinya dan tersusunnya sejumlah peraturan perundang – undangan yang
tidak harmonis dan sinkron, dan lainsebagainnya.
Kedua terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat,
hal ini terlihat dari beberapa kegiatan yang telah dilakukan pemprov kalimantan timur
seperti Penyusunan Standar Operasional (SOP) penyelenggaraan tugas dan fungsi di
lingkungan Biro Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur,
jumlah seluruh SOP yang dimiliki sejumlah 43 buah, teridentifikasinya sejumlah
SKPD yang telah memiliki SOP dan SKPD yang telah memiliki standard pelayanan,
dll (di ROADMAP).
Ketiga Meningkatnya kapasitas dan akuntanbilitas kinerja birokrasi. Dalam
mewujudkan reformasi birokrasi di Kaltim, pemprov membuat road map reformasi
birokrasi yang memuat tiga sasaran utama dalam pewujudan birokrasi yang baik di
kalimantan timur yang pertama adalah menciptakan pemerintah yang bebas dari
korupsi kolusi dan nepotisme (KKN), kedua Peningkatan kualitas pelayanan publik
kepada masyarakat, dan ketiga menigkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja
birokrasi. Dalam mewujudkan sasaran utama reformasi birokrasi ini pemerintah
Kaltim selalu memperhatikan lima faktor penentu keberhasilan reformasi birokrasi
yaitu dukungan masyarakat, kemauan dan komitmen politik, ketersediaan anggaran,
konsistensi dan keberlanjutan, dan kesamaan persepsi dan tujuan.
Sebab secara logika, pemerintah tidak bisa melaksanakan reformasi birokrasi
tanpa adanya dukungan dari lingkungan. Reformasi dalam rangka pembangunan
bangsa adalah tugas bersama, meskipun dalam hal ini pihak pemerintah lah yang
menjadi motor penggeraknya. Karena kendali area perubahannya hanya dapat
dilakukan oleh pihak pemerintah. Hasil yang didapat dari banyaknya area yang ingin
diubah menuntut keseriusan bahwa ini adalah tugas besar (lihat: Gambar II).
7
Gambar II. Area Perubahan, Hasil Yang Diharapkan dan Tujuan Reformasi
Birokrasi
Pada suatu kesempatan dalam Rakor Litbang Administrasi Negara yang
bertema “Revitalisasi Peran Litbang dalam Mendorong Percepatan Reformasi
Birokrasi” di Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III (PKP2A III)
LAN Samarinda pada tanggal 27-28 Maret 2012, Wakil Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN dan RB), Eko Prasojo,
mengatakan bahwa saat ini terdapat lima penyakit kronis yang menghinggapi
birokrasi kita. Kelima penyakit reformasi birokrasi tersebut adalah:
Pertama, organisasi birokrasi yang memiliki struktur gemuk dan tidak fit
dengan fungsi yang dimilikinya. Diakui atau tidak, pernyataan Wamen PAN dan RB
harus menyadarkan kita betapa organisasi yang kaya struktur (gemuk) cenderung
tidak sehat (fit) apalagi dengan tugaspokok dan fungsi yang cukup luas ruang
lingkupnya. Sumber inefisiennya terjadi pada organisasi yang demikian. Pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi pun juga tidak akan efektif. Struktur organisasi yang
demikian juga membuka peluang bagi para pejabat ‘politik’ seperti menteri yang
berasal dari jalur partai politik, para gubernur atau bupati/walikota melakukan “politik
7
dagang sapi” dengan menawari beberapa jabatan tertentu. Artinya, struktur organisasi
yang gemuk membuka peluang korupsi yang sangat lebar. Reformasi birokrasi harus
berani menutup ruang terbuka secara rapat.
Kedua, hukum dan peraturan perundang-undangan yang saling kontradiktif
dan ambigu. Sampai saat ini kita juga masih melihat banyak produk hukum kita yang
masih bersifat kontradiktif dan ambigu, baik secara horizontal maupun vertical.
Menurut Wamen PAN dan RB, misalnya di bidang pertanahan masih terdapat 12
peraturan perundang-undangan yang kontradiktif dengan peraturan di bawahnya.
Terhadap kondisi ini, yang dirugikan bukan hanya pemerintah, namun juga
pemerintah daerah. Jika hal ini menyangkut investasi, maka berapa banyak daerah
yang dirugikan akibat kondisi produk hukum dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Reformasi harus mampu menuntaskan persoalan ini.
Ketiga, sumberdaya aparatur yang overstaffed dan understaffed serta
bermasalah integritasnya. Jumlah PNS di Indonesia tergolong cukup besar, 4,7 juta.
Sayangnya jumlah sebanyak itu tidak dibarengi dengan kapasitas dan kompetensi
yang dimilikinya. Apa yang selalu disampaikan Menpan dan RB dalam berbagai
kesempatan, bahwa jumlah PNS yang memiliki kompetensi hanya 5%. Sekalipun data
yang disampaikan Menpan dan RB ini menimbulkan polemik, karena jumlah tersebut
belum dilakukan kajian mendalam, namun keadaan ini bisa dijadikan asumsi awal
bahwa keadaan PNS tidak jauh berbeda dari anggapan Menpan dan RB.
Bisa dibayangkan jika sebuah organisasi pemerintah dengan jumlah
pegawainya sebanyak itu tidak memiliki kompetensi, bagaimana target output atau
outcomes yang yang ditetapkan bisa tercapai. Secara teori, cepat atau lambat,
organisasi seperti ini akan bangkrut.
Keempat, sistem pelayanan publik yang selalu mencerminkan ketidakpastian
dalam proses, biaya dan waktu, serta tidak berkualitas dan memiliki celah yang sangat
terbuka dalam korupsi.
Dan kelima, birokrasi dengan mind-set dan culture-set yang tidak inovatif
serta tidak memiliki semangat perubahan. Persoalan lain, masih terkait dengan
sumberdaya aparatur, adalah masalah integritas.
7
Pelayanan publik yang buruk, mind-set dan culture-set sangat terkait dengan
integritas. Menurut KPK, integritas dimaknai sebagai keselarasan antara apa yang
diucapkan dan apa yang dilakukan oleh seseorang. Tindakannya sesuai dengan
tuntutan moral dan prinsip-prinsip etika, dan juga sesuai dengan aturan hukum yang
berlaku dan tidak mendzalimi kepentingan umum. Juga mencerminkan ketepatan
dalam hal tuntutan waktu, cara melakukan, dan kualitas/mutu pekerjaannya.4
Apa makna dibalik berbagai persoalan birokrasi tersebut? Pertama, reformasi
menghadapi rintangan yang tidak mudah. Kedua, membutuhkan proses, biaya dan
waktu yang tidak sedikit. Ketiga, memerlukan strategi dan komitmen bersama untuk
melaksanakan berbagai sasaran strategi reformasi birokrasi tersebut.
Rintangan akan selalu ada dalam setiap tahapan kehidupan, baik dalam
kehidupan satu individu, kelompok atau organisasi apapun, tak terkecuali organisasi
pemerintah dengan dinamika kehidupan yang sangat tinggi. Namun, optimisme
adalah sebuah keniscayaan atau sunnatullah yang tetap harus ada dalam setiap bait
kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
Optimisme yang dimaksud adalah optimisme yang disertai dengan landasan
gerak atas berbagai nilai yang diusung dalam setiap kebijakan terkait dengan
reformasi birokrasi. Semua kita tahu bahwa tidak ada celah sedikitpun terhadap
kebijakan reformasi birokrasi. Yang ada adalah hilangnya semangat untuk
mengimplementasikan, semangat untuk melaksanakannya. Berbagai fenomena di atas
menjadi petunjuk betapa kita kehilangan daya dorong untuk menggerakkan program
reformasi birokrasi di instansi kita.
Faktor kepemimpinan pada tiap-tiap instansi pemerintah menjadi krusial untuk
menggerakkan sumberdaya aparatur yang ada di masing-masing satuan kerjanya. Saat
ini, kita membutuhkan kepemimpinan integratif, yang tidak sekedar kepemimpinan
transaksional tetapi juga transformasional. Kepemimpinan di saat kritis seperti
sekarang, dimana target-target pencapaian sasaran reformasi birokrasi serba muskil,
kita membutuhkan kepemimpinan yang tidak sekedar pandai memotivasi bawahannya
melalui penentuan sasaran dengan menjelaskan peran dan persyaratan tugas serta
4 Disarikan dari laman http://samarinda.lan.go.id/menyoal_pencapaian_target_reformasi_birokrasi_118.htm, diakses pada tanggal 6 November 2014, pukul 16.10 WIB.
7
memberikan penghargaan dan hukuman yang tepat saja (B.M. Bass, 1985). Sekaligus,
kita juga membutuhkan seorang pemimpin dimana para bawahannya selalu
merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan rasa hormat terhadap
pemimpinnya, dan bawahan selalu termotivasi untuk melakukan lebih daripada apa
yang diharapkan darinya semula (Rachmany, 2006).
Kepemimpinan transformasional selalu melihat dirinya sebagai agen
perubahan, pemimpin adalah visionary yang memiliki level kepercayaan yang tinggi
bagi institusinya; pemimpin adalah pengambil resiko, memiliki kapasitas
mengartikulasikan nilai-nilai inti organisasi, memiliki keterampilan kognitif dan
mampu menunjukkan sensisitifitas terhadap kebutuhan orang, fleksibel dan terbuka
untuk belajar dengan pengalaman (Lussier & Achua, 2001).
Mungkin inilah yang menjadi dasar kenapa faktor kepemimpinan menjadi
faktor pengungkit (key leverage), yang diharapkan dapat mendorong setiap
sumberdaya aparatur untuk menjadi penggerak utama percepatan reformasi birokrasi.
Kepemimpinan yang akhirnya mampu menggerakan dan mengelola keuangan dan
sumberdaya lainnya untuk pencapaian sasaran reformasi birokrasinya: meningkatnya
kualitas pelayanan publik, penguatan akuntabilitas kinerja dan menjamin sistem
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN.
7
BAB III
Kesimpulan
Konsep mengenai Birokrasi dilahirkan pada sekitar abad 19 oleh Max Weber
yang menyebutkan bahwa birokrasi ialah “a clearly defined hierarchy whwre office
holders have spesific functions and apply universalistic rules in a spirit of formalistic
impersonalistic”. Karakternya yang hirarkis, kaku dengan segala bentuk perarturan
yang kemudian justru membuat keberadaanya menghalangi pekerjaan yang cepat.
Keluhan yang kemudian banyak dirasakan dari birokrasi yang sebagai
pelaksana kebijakan terkait dengan sifat dasarnya yang hirarkis dan kaku kemudian
menuntut untuk diwujudkanya reformasi birokrasi yang mendorong terciptanya iklim
yang dinamis dalam tubuh birokrasi. Birorasi bukan hanya sebagai sebuah organisasi
pelaksana melainkan orang pelayan yang juga dituntut untuk mampu memenuhi
variasi kebutuhan dari masyarakat. Dibutuhkannya birokrasi yang lebih efektif,
efisien, kreatif dan berkinerja.
Dari penjelasan yang telah kami paparkan diatas dapat disimpulkan bahwa
reformasi birokrasi pemerintahan sangat mendesak untuk dilaksanakan pada saat
birokrasi telah dianggap sebagai sistem yang menyebabkan jalannya pemerintahan
dan pelayanan publik berjalan tersendat, bertele-tele, ketidak-efisienan, organisasi
yang terlalu besar dan kaku, KKN, serta permasalahan birokrasi lainnya. Tujuan
reformasi birokrasi adalah membangun kepercayaan masyarakat (public trust
building) dan menghilangkan citra negatif birokrasi pemerintahan dengan membentuk
aparatur negara yang profesional, sedangkan sasaran reformasi birokrasi adalah
terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, terwujudnya peningkatan
kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, dan meningkatnya kapasitas dan
akuntabilitas kinerja birokrasi melalui pembaharuan pola pikir (mid-set) dan pola
budaya (culture-set) pegawai negeri dalam pengelolaan urusan pemerintahan serta
sistem manajemen pemerintahan.
Ada 3 (tiga) sasaran utama dilakukannya reformasi birokrasi di Lingkungan
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, yakni: 1. Terwujudnya pemerintahan yang
bersih dan bebas KKN: 2. Terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik
7
kepada masyarakat; 3. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi.
Terwujudnya pemerintahan yang bersih (good governance) sebagai sasaran reformasi
birokrasi antara lain ditandai dengan kondisi birokrasi yang akuntabel, transparan,
efektif dan efisien. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut maka dibutuhkan upaya
untuk terus melakukan upaya perbaikan berkelanjutan. Setiap individual pegawai,
pejabat, anggota tim reformasi birokrasi, setiap unit kerja harus terus menerus
berupaya untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam rangka mewujudkan
sasaran reformasi birokrasi. Upaya reformasi birokrasi merupakan upaya yang harus
dilakukan dengan penuh kesabaran, pengorbanan dan memakan banyak waktu, namun
harus dilakukan dan tidak boleh ditunda. Pemprov Kaltim terus berupaya membangun
tata pemerintahan yang baik, dengan salah satunya berkomitmen untuk melaksanakan
reformasi birokrasi secara bersungguh-sungguh.
Daftar Pustaka
Z. Frinces Heflin. 2008. “Manajemen Reformasi Birokrasi”. Yogyakarta: Mida
Pustaka.
Anggota IKAPI DIY. 2009.”Reformasi Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan
Publik”. Yogyakarta: Gava Media.
http://samarinda.lan.go.id/menyoal_pencapaian_target_reformasi_birokrasi_118.htm,
diakses pada tanggal 6 November 2014, pukul 16.10 WIB.
http://www.setdaprovkaltim.info/organisasi/kaltim-predikat-pemprov-terbaik-untuk-
reformasi-birokrasi/#more-3403, diakses pada tanggal 6 November 2014
Pukul 16.04 WIB.