26
KETERKAITAN KASUS PRITA MULYASARI VS RUMAH SAKIT OMNI INTERNATIONAL DENGAN PASAL 28 F UUD 1945 Di susun oleh : 1. ADINDA CLAUDIA (P27834113021) 2. ILMI KHILYASARI (P27834113035) 3. MOCHAMMAD KEVIN RIZALDY (P27834113040) 4. SUCI IZZATI NAFSI SULAIMAN (P27834113048) Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Negeri Surabaya 2014

Makalah Kewaranegaraan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Kewaranegaraan

KETERKAITAN KASUS PRITA MULYASARI VS

RUMAH SAKIT OMNI INTERNATIONAL DENGAN

PASAL 28 F UUD 1945

Di susun oleh :

1. ADINDA CLAUDIA (P27834113021)

2. ILMI KHILYASARI (P27834113035)

3. MOCHAMMAD KEVIN RIZALDY (P27834113040)

4. SUCI IZZATI NAFSI SULAIMAN (P27834113048)

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Negeri Surabaya

2014

Page 2: Makalah Kewaranegaraan

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Keterkaitan Prita Mulyasari VS Rumah

Sakit Omni Internatonal dengan Pasal 28 F UUD 1945.

Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas Pendidikan Kewarganegaraan.

Sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan oleh Bapak Drs. Djoko SBU Oetomo, MM

sebagai dosen pengajar. Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat menjadi

warga negara yang bertanggung jawab dalam hal berkomunikasi dan memperoleh informasi

serta memanfaatkan informasi yang didapatkan dengan penuh tanggung jawab. Akhirnya

semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, mohon maaf apabila terdapat

kekurangan dalam penyusunan makalah ini.

Surabaya, 3 April 2014

Hormat kami

Penyusun

Page 3: Makalah Kewaranegaraan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara hukum yang segala sesuatu didalamnya telah diatur

dalam peraturan perundang – undangan, termasuk didalamnya undang - undang tentang

hak asasi manusia. Terdapat bermacam – macam hak asasi manusia seperti hak hidup,

hak memeluk agama, hak membela negara dan hak untuk berkomunikasi serta mendapat

informasi.

Indonesia merupakan negara hukum yang demokratis, sehingga perlindungan tehadap

kebebasan dan hak asasi manusia menjadi prinsip utama. Dalam Undang – Undang

Dasar 1945 peraturan yang menyangkut tentang hak asasi manusia dalam hal

berkomunikasi dan mendapat informasi diatur dalam pasal 28 F UUD 1945.

Tahun 2009 marak diperbincangkan kasus Prita Mulyasari yang mengalami konflik

dengan Rumah Sakit OMNI International karena surat elektronik yang dikirimkan Prita

Mulyasari terkait ketidak puasannya dengan pelayanan Rumah Sakit OMNI

International. Konflik yang bermula dari penyampaian aspirasi berakhir dengan gugatan

Rumah Sakit OMNI International dengan tuduhan pencemaran nama baik.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana keterkaitan antara kasus Prita Mulyasari vs Rumah Sakit OMNI

International dengan pasal 28 F Undang – Undang Dasar 1945?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk menganalisa keterkaitan antara kasus Prita Mulyasari dan Rumah Sakit OMNI

International dengan pasal 28 F Undang – Undang Dasar 1945 tentang hak asasi

manusia mengenai kebebasan dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi serta

memanfaatkan informasi yang didapatkan dengan penuh tanggung jawab.

Page 4: Makalah Kewaranegaraan

Bab 2

Landasan Teori

2.1 Pengertian

1. Pengertian Internet Menurut Para Ahli :

Menurut Strauss, El-Ansary, Frost (2003, p8) Internet adalah seluruh jaringan yang

saling terhubung satu sama lain. Beberapa komputer-komputer dalam jaringan ini

menyimpan file, seperti halaman web, yang dapat diakses oleh seluruh jaringan

komputer.

Menurut O’Brien (2003, p10), Internet merupakan jaringan komputer yang

berkembang pesat dari jutaa bisnis, pendidikan, dan jaringan pemerintahan yang

saling berhubungan dengan jumlah penggunanya lebih dari 200 negara.

Menurut Allan (2005, p12) internet adalah sekumpulan jaringan computer yang saling

terhubung secara fisik dan memiliki kemampuan untuk membaca dan menguraikan

protocol komunikasi tertentu yang disebut Internet Protocol (IP) dan Transmission

Control Protocol (TCP). Protokol adalah spesifikasi sederhana mengenai bagaimana

komputer saling bertukar informasi.

2. Penfertian e-mail Menurut Para Ahli :

Ali Zaki dan Smitdev Community

Email adalah surat elektronik, yang memungkinkan semua orang saling berkirim

pesan via jaringan internet

Happy Chandraleka

Email merupakan surat yang disampaikan melalui perangkat elektronik yang

dinamakan komputer

Jasmadi dan E-Media Solusindo

Email adalah singkatan dari electronic mail. Singkatnya, e-mail merupakan metode

berkirim pesan secara elektronik via internet

Tyas Vanneza

Email adalah layanan yang dapat digunakan untuk mengirim pesan instan yang

dilakukan secara elektronik

Darma, Jarot S, Shenia A

Page 5: Makalah Kewaranegaraan

Email merupakan singkatan dari electronic mail, memiliki prinsip kurang lebih sama

seperti saat kita berkirim surat, hanya saja via internet, bukan lewat pos.

Erima Oneta dan Yosep S.

Email adalah salah satu fasilitas di internet yang begitu populer dan merupakan

fasilitas yang paling awal dikembangkan di internet. Dengan e-mail, kita dapat

menyusun, mengirimkan, membaca, membalas, dan mengelola pesan secara elektronis

dengan mudah, cepat, tepat, dan aman

Indra Kertarajasa Furqon

Email merupakan singkatan dari electronic mail yang dalam bahasa Indonesia adalah

surat elektronik. Sesuai dengan namanya, email digunakan untuk melakukan kegiatan

surat - menyurat melalui jaringan internet

3. Pengertian Sosial Media Menurut Para Ahli :

Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai sebuah

kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan

teknologi Web

Professor J.A Barnes pada tahun 1954. Sosial Media merupakan sebuah sistem

struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individu atau organisasi. Jejaring

sosial ini akan membuat mereka yang memiliki kesamaan sosialitas, mulai dari

mereka yang telah dikenal sehari-hari sampai dengan keluarga bisa saling

berhubungan.

4. Pengertian Informasi Menurut Para Ahli :

George R. Terry, Ph. D, informasi adalah data yang penting yang memberikan

pengetahuan yang berguna.

Gordon B. Davis, informasi adalah data yang telah diolah menjadi suatu bentuk yang

penting bagi si penerima dan mempunyai nilai yang nyata yang dapat dirasakan dalam

keputusan-keputusan yang sekarang atau keputusan-keputusan yang akan datang.

Joner Hasugian, informasi adalah sebuah konsep yang universal dalam jumlah

muatan yang besar, meliputi banyak hal dalam ruang lingkupnya masing-masing dan

terekam pada sejumlah media

Kenneth C. Laudon, informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah

formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia

Page 6: Makalah Kewaranegaraan

Anton M. Moeliono, informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar

atau berita. Informasi juga merupakan keterangan atau bahan nyata yang dapat

dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan.

Robert G. Murdick, informasi terdiri atas data yang telah didapatkan,

diolah/diproses, atau sebaliknya yang digunakan untuk tujuan penjelasan/penerangan,

uraian, atau sebagai sebuah dasar untuk pembuatan ramalan atau pembuatan

keputusan

Kusrini, informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti

bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ni atau

mendukung sumber informasi

MC Leod, infomasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki arti

5. Pengertian Komunikasi Menurut Para Ahli :

Everett M. Rogers, komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber

kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku

mereka.( Pengantar Ilmu Komunikasi, 1998, hal 20, Prof. Dr. Hafied Cangara, M. Sc.)

(Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , 2005, hal 62, Dedy Mulyana)

Rogers & D. Lawrence Kincaid, 1981, komunikasi adalah suatu proses dimana dua

orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.

(Pengantar Ilmu Komunikasi, 1998, hal 20, Prof. Dr. Hafied Cangara, M. Sc.)

Shannon & Weaver, 1949, komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling

pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas

pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi

muka, lukisan, seni, dan teknologi. (pengantar Ilmu komunikasi, 1998, hal 20, Prof.

Dr. Hafied Cangara, M. Sc.)

Harorl D. Lasswell, 1960, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang

menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat

apa atau hasil apa (Who? Says what? In which channel? To whom? With what

effect?) (Pengantar Ilmu Komunikasi, 1998, hal 19, Prof. Dr. Hafied Cangara, M. Sc.)

(Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , 2005, hal 69, Dedy Mulyana)

Steven, komunikasi Juga dapat terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi

terhadap suatu objek atau stimuli. Apakah itu berasal dari seseorang atau lingkungan

Page 7: Makalah Kewaranegaraan

sekitarnya. (Pengantar Ilmu Komunikasi, 1998, hal 19, Prof. Dr. Hafied Cangara, M.

Sc.)

Raymond S. Ross, komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan

mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar

membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang

dimaksudkan komunikator. (Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar , 2005, hal 62, Dedy

Mulyana)

Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri, komunikasi adalah pengalihan suatu pesan dari satu

sumber kepada penerima agar dapat dipahami. (Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan,

2003, hal 4)

Bernard Berelson & Gary A. Steiner, komunikasi adalah transmisi informasi,

gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol –

kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah

yang disebut dengan komunikasi. (Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar

2005, hal 68)

Menurut John R. Wenburg dan William W Wilmot, komunikasi adalah suatu usaha

untuk memperoleh makna. (Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar 2005,

hal 68)

Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang

(komunikator) menyampaikan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain.

(Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar 2005, hal 68)

6. Pengertian Hak Asasi Manusia

Menurut John Locke, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung

oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.

Menurut Jack Donnely, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia

semata-mata karena ia manusia.

Menurut Meriam Budiardjo, Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia

yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam

kehidupan masyarakat.

7. Pengertian Komunikasi Massa Menurut Para Ahli

Page 8: Makalah Kewaranegaraan

Onong Uchjana Effendy mengartikan komunikasi massa yaitu komunikasi melalui

media massa modern, dan media massa ini adalah surat kabar, radio, film serta

televisi.

Bittner mengatakan, “Mass Communication Is Messages Communicated Trough a

Mass Medium to a Large Number of People”, ( Komunikasi massa adalah pesan yang

dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang ). (Rahkmat, 1991:

188).

Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988) disebutkan : “Mass communication is

aprocess whereby mass-produced message are transmitted to large, anonymous, and

heterogeneous masses of receivers” (Komunikasi massa adalah sebuah proses

dimana pesan-pesan yang diproduksi secara massal / tidak sedikit itu disebarkan

kepada massa penerima pesan yang luas, anonim dan heterogen). (Nurudin, 2003:11)

2.2 Undang – Undang Terkait

1. Pasal 28 F Undang Undang Dasar 1945

Pasal 28 F Undang Undang Dasar 1945 menjelaskan hak untuk berkomunikasi dan

memperoleh informasi, yang berbunyi :

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

2. Pasal 27 Ayat 3 Undang – Undang ITE no 11 Tahun 2008

Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (UU ITE), yang berbunyi :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik.”

3. Pasal 4 D Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen

Page 9: Makalah Kewaranegaraan

Pasal 4 D Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

mengatur tentang hak – hak yang didapatkan oleh konsumen, yang berbunyi :

”Hak konsumen antara lain adalah hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa”. (Redaksi Sinar Grafika, 1999,

hal.2).

4. Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktek Kedokteran

Bunyi Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 29 Tahun

2004 tentang Praktek Kedokteran :

“(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis,

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan,

c. Alternatif tindakan lain dan resikonya,

d. Resiko dan kompilasi yang mungkin terjadi.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis

maupun lisan.

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi

harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang

berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran

gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) diatur dengan

Peraturan Menteri” (IKAPI, 2004, hal.22-23).

5. Pasal 310 ayat (2) KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP.

Pasal 310 ayat (2), menyatakan :

”jika hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan dan

dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena

menista dengan tulisan dengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan

Page 10: Makalah Kewaranegaraan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,- (empat ribu lima ratus rupiah).” (Andi

Hamzah, 2003, hal.124)

Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan :

”Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal

ia diizinkan untuk membuktikan tuduhan itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika

tuduhan dilakukannya sedang diketahui tidak benar, dihukum karena salah

memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”. (R. Soesilo,

1976, hal. 196).

Page 11: Makalah Kewaranegaraan

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1 Kasus

3.1.1. Kronologi kasus Prita Mulyasari

- 7 Agustus 2008, 20 :30

Prita Mulyasari dating ke RS Omni Internasional dengan keluhan panas tinggi dan

pusing kepala. Hasil pemeriksaan laboratorium: Thrombosit 27.000 (normal 200.000),

suhu badan 39 derajat. Malam itu langsung dirawat inap, diinfus dan diberi suntikan

dengan diagnose positif demam berdarah.

- 8 Agustus 2008

Ada revisi hasil lab semalam, thrombosit bukan 27.000 tapi 181.000. Mulai mendapat

banyak suntikan obat, tangan kiri tetap diinfus. Tangan kiri mulai membangkak, Prita

Mulyasari minta dihentikan infus dan suntikan. Suhu badan naik lagi ke 39 derajat.

- 9 Agustus 2008

Kembali mendapatkan suntikan obat. Dokter menjelaskan dia terkena virus udara.

Infus dipindahkan ke tangan kanan dan suntikan obat tetap dilakukan. Malamnya Prita

Mulyasari terserang sesak nafas selama 15 menit dan diberi oksigen. Karena tangan

kanan juga bengkak, dia memaksa agar infus diberhentikan dan menolak disuntik lagi.

- 10 Agustus 2008

Terjadi dialog antara keluarga Prita Mulyasari dengan dokter. Dokter menyalahkan

bagian labratorium terkait revisi thrombosit. Prita mengalami pembengkakan pada

leher kiri dan mata kiri.

- 11 Agustus 2008

Terjadi pembengkakan pada leher kanan, panas kembali 39 derajat. Prita Mulyasari

memutuskan untuk keluar dari rumah sakit dan mendapatkan data-data medis yang

menurutnya tidak sesuai fakta. Prita Mulyasari meminta hasil laboratorium yang

berisi thrombosit 27.000, tapi yang didapat hanya informasi thrombosit 181.000.

Pasalnya, dengan adanya hasil laboratorium thrombosit 27.000 itulah dia akhirnya

dirawat inap. Pihak Rumah Sakit OMNI Internasional berdalih hal tersebut tidak

diperkenankan karena hasilnya memang tidak valid. Di rumah sakit yang baru, Prita

dimasukkan ke dalam ruang isolasi karena dia terserang virus yang menular.

Page 12: Makalah Kewaranegaraan

- 15 Agustus 2008

Prita Mulyasari mengirimkan e-mail berisi keluhan atas pelayanan yang diberikan

pihak rumah sakit ke [email protected] dan ke kerabatnya yang lain

dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional Alam Sutra”. E-mailnya menyebar ke

beberapa milis dan forum online.

- 30 Agustus 2008

Prita mengirimkan isi emailnya ke suarapembaca.detik.com

- 5 September 2008

Rumah Sakit Omni Internasional mengajukan gugatan pidana ke Direktorat Reserse

Kriminal Khusus.

- 22 September 2008

Pihak Rumah Sakit Omni International mengirimkan e-mail klarifikasi ke seluruh

costumernya.

- 8 September 2008

Kuasa Hukum Rumah Sakit Omni Internasional menayangkan iklan berisi bantahan

atas isi e-mail Prita yang dimuat di harian Kompas dan Media Indonesia.

- 24 September 2008

Gugatan perdata masuk.

- 11 Mei 2009

Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan Gugatan Perdata Rumah Sakit Omni

Internasional. Prita terbukti melakukan perbuatan hukum yang merugikan Rumah

Sakit Omni Internasional. Prita divonis membayar kerugian materiil sebesar 161 juta

sebagai pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan 100 juta untuk kerugian

imateriil. Prita langsung mengajukan banding.

- 13 Mei 2009

Mulai ditahan di Lapas Wanita Tangerang terkait kasus pidana yang sudah dilaporkan

oleh Rumah Sakit Omni Internasional.

- 2 Juni 2009

Penahanan Prita Mulyasari diperpanjang hingga 23 Juni 2009. Informasi itu diterima

keluarga Prita Mulyasari dari Kepala Lapas Wanita Tangerang.

- 3 Juni 2009

Megawati dan Jusuf Kalla mengunjungi Prita Mulyasari di Lapas. Komisi III DPR RI

meminta MA membatalkan tuntutan hukum atas Prita Mulyasari. Prita Mulyasari

Page 13: Makalah Kewaranegaraan

dibebaskan dan dapat berkumpul kembali dengan keluarganya. Statusnya diubah

menjadi tahanan kota.

- 4 Juni 2009

Sidang pertama kasus pidana yang menimpa Prita Mulyasari mulai disidangkan di

Pengadilan Negeri Tangerang. Prita Mulyasari didakwa dengan dakwaan melanggar

Pasal 27 ayat 3 UU ITE, Pasal 310 ayat (2) KUHP dan Pasal 311 ayat (1) KUHP.

- 25 Juni 2009

Majelis hakim menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita

Mulyasari tidak jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat

sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui

persidangan tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum.

- 29 Desember 2009

Majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari tidak

terbukti secara sah melakukan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni

International Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan.

- 29 September 2010

Majelis kasasi Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi gugatan perdata

yang diajukan Prita Mulyasari melawan Rumah Sakit Omni Internasional. Prita

dibebaskan dari seluruh ganti rugi yang nilainya Rp 204 juta.

- 30 Juni 2011

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum dan

menjatuhkan Prita tidak bersalah.

- 23 Agustus 2011

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang menerima dan menyatakan berkas

Peninjauan Kembali (PK) terpidana Prita Mulyasari telah lengkap.

- 17 September 2012

Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali, Prita Mulyasari pun bebas.

3.2 Analisa Kasus

3.2.1 Kaitan Kasus Prita Mulyasari dengan Pasal 27 Ayat 3 UU No. 11 Tahun 2008

Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE) sudah diterapkan, dan kembali memakan 'korban'. Kali ini terjadi pada seorang

ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari, mantan pasien Rumah Sakit Omni

Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapatkan

Page 14: Makalah Kewaranegaraan

kesembuhan, malah penyakitnya bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan

keterangan yang pasti mengenai penyakit serta rekam medis yang diperlukan pasien.

Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut lewat surat

elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya,

pihak Rumah Sakit Omni Internasional berang dan marah, dan merasa nama baiknya

dicemarkan.

Lalu Rumah Sakit Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana.

Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata.

Kejaksaan Negeri Tangerang juga telah menahan Prita Mulyasari di Lembaga

Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran

nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik

(UU ITE).

Banyak pihak yang menyayangkan penahanan Prita Mulyasari yang dijerat pasal

27 ayat 3 Undang – Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam kebebasan berekspresi. Selain itu Prita

Mulyasari sebenarnya mengirimkan e-mail secara pribadi, bukan bermaksud menyebar

luaskan. Hal ini bukan termasuk tindakan pencemaran nama baik karena niat awalnya

hanya untuk konsumsi pribadi.

Pasal ini berbunyi :

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik.”

Beberapa aliansi menilai bahwa rumusan pasal tersebut sangatlah lentur dan

bersifat multi intrepretasi. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat tetapi

juga penyebar dan para moderator miling list, maupun individu yang melakukan forward

ke alamat tertentu. Kasus ini juga akan membawa dampak buruk dan membuat

masyarakat takut menyampaikan pendapat atau komentarnya di ranah dunia maya. Pasal

27 ayat 3 ini yang juga sering disebut pasal karet, memiliki sanksi denda hingga Rp 1

Miliar dan penjara enam tahun.

3.2.2 Kaitan Kasus Prita Mulyasari dengan Pasal 28 F Undang Undang Dasar 1945

Kasus Prita Mulyasari dengan Rumah Sakit Omni Internasional behubungan

dengan pelanggaran pasal 28 F Undang – Undang Dasar 1945. Rumah Sakit Omni

Page 15: Makalah Kewaranegaraan

Internasional yang semula melaporkan Prita Mulyasari telah melakukan tindak

pencemaran nama baik, justru sebenarnya telah melanggar pasal 28 F Undang – Undang

Dasar 1945, yang berbunyi :

“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk

mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,

memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan

menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

Pasal 28 F Undang – Undang Dasar 1945 merupakan pasal tentang perlindungan

Hak Asasi Manusia dalam hal berkomunikasi dan memperoleh informasi. Prita

Mulyasari dalam kasus ini tidak melanggar pasal 28 F Undang – Undang Dasar 1945

karena Prita berniat baik memberikan informasi kepada masyarakat agar tidak

mengalami kesalahan pelayanan rumah sakit seperti yang dialami olehnya. Namun,

Rumah Sakit OMNI Internasional justru menganggap bahwa tindakan memberikan

informasi tersebut merupakan tindak pencemaran nama baik.

3.2.3 Kaitan Kasus Prita Mulyasari dengan Pasal 4 D Undang – Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Dalam kasus Prita, telah jelas bahwa hak-haknya sebagai konsumen dan pasien

dari rumah sakit OMNI International Hospital telah terenggut misalnya hak untuk

mendapat informasi yang benar atas hasil diagnosa dokter terhadap pemeriksaan kondisi

tubuhnya (sakitnya), oleh karena pihak OMNI tidak memberikan respon positif saat Prita

menanyakan perihal penyakit Prita Mulyasari yang sebenarnya. Hal ini jelas merupakan

pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 huruf D Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, yang berbunyi :

”Hak konsumen antara lain adalah hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa”

3.2.4 Kaitan Kasus Prita Mulyasari dengan Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)

Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran

Prita yang mendapat berbagai infus dan berbagai suntikan tanpa penjelasan dan

izin dari Prita (pasien) atau keluarga Prita (keluarga pasien) untuk apa hal itu dilakukan,

bahkan ketika Prita meminta keterangan perihal tujuan berbagai suntikan dan infus

dimaksud, tidak ada keterangan, penjelasan dan jawaban apapun, hal demikian jelas

Page 16: Makalah Kewaranegaraan

merupakan sebuah pelanggaran terhadap Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)

Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, yang berbunyi :

“(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh

dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

mendapat penjelasan secara lengkap.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis,

b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan,

c. Alternatif tindakan lain dan resikonya,

d. Resiko dan kompilasi yang mungkin terjadi.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis

maupun lisan.

(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung resiko tinggi

harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang

berhak memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran

gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) diatur dengan

Peraturan Menteri”

3.2.5 Kaitan Kasus Prita Mulyasari dengan Pasal 310 Ayat (2) dan Pasal 311 Ayat

(1) KUHP

Ketentuan pasal 310 ayat (2) KUHP menyatakan :

”jika hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan dan

dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena

menista dengan tulisan dengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,- (empat ribu lima ratus rupiah).” (Andi

Hamzah, 2003, hal.124)

Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan :

”Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam

hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhan itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan

jika tuduhan dilakukannya sedang diketahui tidak benar, dihukum karena salah

memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”. (R. Soesilo, 1976,

hal. 196).

Page 17: Makalah Kewaranegaraan

Ketentuan pasal 310 KUHP menjerat pelakunya dengan hukuman penjara

maksimum 9 (sembilan) bulan. Demikian pula, dengan ketentuan pasal 311 juga

menjerat pelakunya dengan hukuman penjara maksimum 4 (empat) tahun. Jika kedua

ketentuan ini dikoneksikan dengan ketentuan pasal 21 KUHAP, maka merupakan sebuah

pelanggaran apabila Kejaksaan Negeri Tangerang menahan Prita, oleh karena menurut

ketentuan pasal 21 KUHAP, penahan hanya bisa dilakukan jika ancaman hukumannya di

atas 5 (lima) tahun. Sehingga jelas, tindakan jaksa penuntut umum dalam kasus Prita

sangat tidak profesional. (Leden Marpaung, 1995, hal. 113).

Pasal 310 KUHP cenderung mengatur tentang penghinaan formil, dalam artian,

lebih melihat cara pengungkapan dan relatif tidak peduli dengan aspek kebenaran isi

penghinaan. Sehingga pembuktian kebenaran penghinaan hanya terletak di tangan hakim

sebagaimana diatur pasal 312 KUHP. Sehingga ketentuan semacam ini sangatlah bersifat

subyektif dan ditentukan oleh kemampuan terdakwa untuk meyakinkan hakim bahwa

penghinaan dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri, sebagaimana

ditentukan pasal 310 ayat (3) maka jika Prita dapat membuktikan di depan persidangan

bahwa tindakannya dilakukan untuk kepentingan umum dan membela diri, maka Prita

akan terbebas dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. Terlebih ketentuan pasal 310

KUHP (penghinaan, pencemaran nama baik) adalah sangat identik dengan adanya

kehormatan, harkat dan martabat, sedangkan yang memiliki kehormatan, harkat dna

marabat adalah manusia, bukan badan hukum, sehinga oleh karenanya pasal 310 KUHP

ini hanya diperuntuk kepada korban manusia bukan badan hukum.

Sebaliknya, dari kajian unsur pasal 311 KUHP, yang mewajibkan pelaku untuk

membuktikan kebenaran materiil (in casu : isi email Prita), maka jika memang isi dari

email Prita tersebut sesuai dengan kenyataan dna fakta yang sebenarnya, maka Prita

harus dibebaskan dari dakwaan maupun tuntutan pasal 311 KUHP tersebut. Kata ”fitnah”

yang ada dalam klausul pasal 311 KUHP terjadi apabila suatu tuduhan tidak sesuai

dengan kenyaaan, namun jika tuduhan tersebut sesuai dengan kenyataan yang terjadi,

maka hal demikian tidak dapat diklasifikasikan sebagai ”fitnah”. Bahwa, dari berbagai

literatur, para sarjana hukum pidana berpendapat, bahwa tindak pidana yang diatur oleh

Pasal 311 KUHP tidak berdiri sendiri. Artinya, tindak pidana tersebut masih terkait

dengan ketentuan tindak pidana yang lain, dalam hal ini yang erat terkait adalah

ketentuan Pasal 310 KUHP. (Tongat, 2000, Hal. 160-161). Sehingga Penuntut Umum

harus terlebih dahulu dapat membuktikan apabila Prita terbukti melawan ketentuan Pasal

310 KUHP.

Page 18: Makalah Kewaranegaraan

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Terdapat berbagai pelanggaran hukum dalam kasus Prita Mulyasari, antara lain

pelanggaran terhadap Pasal 27 Ayat 3 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008, Pasal 28

F Undang Undang Dasar 1945, Pasal 4 D Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran serta Pasal 310 Ayat (2) dan

Pasal 311 Ayat (1) KUHP

4.2 Saran

Dengan adanya makalah ini, penyusun mengharapkan :

1. Perlunya kehati-hatian dalam memutuskan untuk memilih Rumah Sakit yang baik.

2. Pasien punya hak untuk mendapat pelayanan Rumah Sakit yang baik dan harus kritis

dalam berdiskusi soal metoda medis.

3. Perlunya kehati-hatian saat menulis keluhan di media internet (atau media lainnya)

karena celah pada UU ITE bisa dimanfaatkan para pihak yang merasa meradang

dengan apa yang ditulis, gunakan bahasa yang baik dan tidak terkesan menuduh pihak

yang sedang dibahas

4. UU ITE harus direvisi, setidaknya tidak boleh dipakai sebagai rujukan hingga nanti

terbit PP dan Permen/Kepmen Kominfo yang menjadi turunan hukumnya

5. Harus diungkap skenario sesungguhnya mengapa Prita bisa dijebloskan ke

penjara selama tiga pekan, siapa saja oknum dibalik itu semua haruslah bertanggung

jawab

6. Perlu dibuat aturan yang melindungi keamanan pasien dari tindakan Rumah Sakit

yang tidak semestinya, juga hak pasien untuk mendapat catatan rekam medis hingga

hak mendapat penjelasan soal penyakitnya

7. Perlu dibuat aturan yang menjadi standarisasi penamaan ‘internasional’ untuk Rumah

Sakit, apakah dari segi kepemilikannya atau standar pelayanannya