Upload
chubbylie
View
240
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
MAKNA DAN PEMAHAMAN KONSEP FILSAFAT PANCASILA
1. LATAR BELAKANG SEJARAH NILAI DAN FUNGSI FILSAFAT
Budaya dan peradaban umat manusia berawal dan berpuncak dengan nilai-nilai filsafat
yang dikembangkan dan ditegakkan sebagai sistem ideologi. Maknanya nilai filsafat sebagai
jangkauan tertinggi pemikiran untuk menemukan hakekat kebenaran ( kebenaran hakiki;
karenanya dijadikan filsafat hidup, pandangan hidup, (Weltanschauung); sekaligus
memancarkan jiwa bangsa, jatidiri bangsa (Volksgeist) dan martabat nasional !.
Integritas filsafat Pancasila terjabar sebagai Sistem Kenegaraan Pancasila dengan visi-
misi sebagai diamanatkan dalam UUD Proklamasi 45.
Menegakkan integritas sistem kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 adalah
pembudayaan filsafat Pancasila dan ideologi nasional Indonesia Raya!
A. Makna, Sejarah, dan Fungsi Filsafat
Istilah filsafat secara etymologis terbentuk dari kata bahasa Yunani: filos dan sophia.
Filos = friend, love; sophia = learning, wisdom. Jadi, makna filsafat = (orang) yang
bersahabat dan mencintai ilmu pengetahuan, serta bersikap arif bijaksana. Karena itulah
diakui orang belajar filsafat berarti mencari kebenaran sedalam-dalamnya, kemudian
menghasilkan sikap hidup arif bijaksana. Demikian pula para pemikir filsafat (filosof)
dianggap manusia berilmu dan bijaksana.
Sesungguhnya nilai ajaran filsafat telah berkembang, terutama di wilayah Timur
Tengah sejak sekitar 6000 – 600 SM; juga di Mesir dan sekitar sungai Tigris dan Eufrat
sekitar 5000 – 1000 sM; daerah Palestina/Israel sebagai doktrine Yahudi sekitar 4000 – 1000
SM (Radhakrishnan, et al. 1953: 11; Avey 1961: 3-7). Juga di India sekitar 3000 – 1000 SM,
sebagaimana juga di Cina sekitar 3000 – 500 SM.
Nilai filsafat berwujud kebenaran sedalam-dalamnya, bersifat fundamental, universal
dan hakiki; karenanya dijadikan filsafat hidup oleh pemikir dan penganutnya.
1
Sedangkan pemikiran filsafat yang dianggap tertua di Eropa (Yunani) baru berkembang
sekitar 650 SM. Jadi, pemikiran filsafat tertua bersumber dari wilayah Timur Tengah;
sinergis dengan ajaran nilai religious. Fenomena demikian merupakan data sejarah budaya
sebagai peradaban monumental, karena Timur Tengah diakui sebagai pusat berkembangnya
ajaran agama supranatural (agama wahyu, revealation religions). Kita juga maklum, bahwa
semua Nabi/Rasul berasal dari wilayah Timur Tengah (Yahudi, Kristen dan Islam).
Berdasarkan data demikian kita percaya bahwa nilai filsafat sinergis dengan nilai-nilai
theisme religious. Karena itu pula, kami menyatakan bahwa nilai filsafat Timur Tengah
dianggap sebagai sumur madu peradaban umat manusia karena kualitas dan integritas
intrinsiknya yang fundamental-universal theisme religious.
Nilai ajaran filsafat Barat (Eropa, Yunani) adalah nilai filsafat natural dan rasional
(ipteks); karenanya dianggap sebagai sumur susu peradaban. Makna uraian di atas: manusia
atau bangsa yang ingin sehat dan jaya, hendaknya memadukan nilai theisme religious
dengan ipteks; sebagaimana pribadi manusia yang ingin sehat minumlah susu dengan madu.
Artinya, budaya dan peradaban yang luhur dan unggul akan berkembang berdasarkan nilai-
nilai (moral) agama dan ipteks.
Budaya dan peradaban modern mengakui bahwa perkembangan ipteks dan kebudayaan
manusia bersumber dan dilandasi oleh ajaran nilai filsafat. Karena itu pula, filsafat diakui
sebagai induk ipteks (= philosophy as the queen and as the mother of knowledge as well).
Nilai filsafat menjangkau alam metafisika dan misteri alam semesta; visi-misi penciptaan
manusia. Alam semesta dengan hukum alam memancarkan nilai supranatural dan
suprarasional sebagaimana rokhani manusia dan martabat budinuraninya juga
memancarkan integritas suprarasional!
Sistem filsafat dan cabang-cabangnya --- termasuk sistem ideologi--- dalam
kepustakaan modern diakui sebagai Kultuurwissenschaft, dan atau Geistesswissenschaft
(terutama filsafat hukum, filsafat politik, filsafat manusia, filsafat ilmu, filsafat ekonomi dan
filsafat etika).
Sedemikian besar dan dominan pengaruh ajaran sistem filsafat dan atau ideologi
dimaksud terlukis dalam skema 1, dalam makna : lingkaran global menunjukkan supremasi
nilai filsafat religious yang bersumber dari Timur Tengah yang memberikan martabat
moral kepribadian manusia secara universal!
2
SUMBER DAN PUSAT PERKEMBANGAN FILSAFAT
Pusat Pengembangan Moral dan Ipteks dalam Wawasan Filsafat
3
ONTOLOGY --------------- EPISTEMOLOGY -------------- AXIOLOGY
R U A N G d a n W A K T U
A S I A
TIMUR TENGAH C I N A
I N D I A
E R O P A
JEPANG
AUSTRALIA
INDONESIA
PERADABAN & MORAL T -- T
A M E R I K A
AFRIKA
2. INTEGRITAS SISTEM KENEGARAAN PANCASILA DAN UUD PROKLAMASI
’45
Sebagai aktualisasi sistem filsafat Pancasila dan atau sistem ideologi (nasional)
Pancasila secara ontologis dan axiologis dikembangkan dan ditegakkan sebagai integritas
Sistem Kenegaraan Pancasila-UUD Proklamasi 45 dengan asas-asas fundamental
berikut :
A. Sistem Filsafat Pancasila Sebagai Asas Kerokhanian Bangsa dan Negara
Filsafat Pancasila memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas martabat
manusia, sebagai pancaran asas moral (sila I dan II); karenanya ajaran HAM
berdasarkan filsafat Pancasila yang bersumber asas normatif theisme-religious, secara
fundamental sbb:
1. Bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II: hidup,
kemerdekaan dan hak milik/rezki); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh
umat manusia.
2. Bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban
asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia
menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3. Kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a. Manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha
Pencipta (sila I).
b. Manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta,
termasuk atas nasib dan takdir manusia; dan
c. Manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta (Tuhan
Yang Maha Esa), atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada
(kepribadian). Manusia terikat dengan hukum alam dan hukum moral !.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM;
sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
4
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas
potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah
kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya
(termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2007: 147-160)
Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (termasuk
wawasan nasional) atas martabat manusia, menetapkan bagaimana sistem kenegaraan
ditegakkan; sebagaimana bangsa Indonesia menetapkan NKRI sebagai negara
berkedaulatan rakyat (sistem demokrasi) dan negara hukum (Rechtsstaat). Asas-asas
fundamental ini memancarkan identitas, integritas dan keunggulan sistem kenegaraan RI
(berdasarkan) Pancasila – UUD 4, sebagai sistem kenegaraan Pancasila.
Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai
keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan
potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
Jadi, bagaimana sistem kenegaraan bangsa itu, ialah jabaran dan praktek dari ajaran
sistem filsafat dan atau sistem ideologi nasionalnya masing-masing. Berdasarkan asas
demikian, kami dengan mantap menyatakan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila,
dan terjabar (pedoman penyelenggaraanya) dalam UUD Proklamasi 45 --- yang orisinal,
bukan menyimpang sebagai “ terjemahan “ era reformasi yang menjadi UUD 2002 --- yang
kita rasakan amat sarat kontroversial, bahkan menjadi budaya neo-liberalisme !
5
BAB II
NEGARA HUKUM
Menurut para ahlipengertian hukum:
ARISTOTELES
Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.
HUGO KRABBE
Bahwa Negara seharusnya Negara Hukum (rechtsstaat) dan setiap tindakan Negara harus
didasarkan pada hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan pada hukum.
F.R. Bothlingk
De staat, waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht”
(negara, dimana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan
hukum).
Wirjono Prodjodikoro
1. Semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pe-
merintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam negara sal-
ing berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus mem-
perhatikan peraturan-peraturan hukum yang berlaku;
2. Semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peratu-
ran-peraturan hukum yang berlaku.
Di Eropa dikenal dua tipe pokok Negara Hukum, yaitu:
Type Anglo Saxon (Inggris, Amerika), berintikan Rule of Law
Type Eropa Kontinental (Jerman, Belanda, Belgia, Skandinavia), yang berdasarkan pada
kedaulatan Hukum (Rechtsouvereiniteit); jadi berintikan Rechstaat (Negara Hukum)
Pengertian Negara Hukum di Indonesia
Prof. R. Djokosutomo, SH
Negara Hukum menurut UUD 1945 adalah berdasarkan pada kedaulatan hukum. Hukum-
lah yang berdaulat. Negara adalah merupakan subjek hukum, dalam arti rechtstaat (badan
hukum republik). Karena negara itu dipandang sebagai subjek hukum, maka jika ia
bersalah dapat dituntut didepan pengadilan karena perbuatan melanggar hukum.
Prof. Dr. Ismail Suny, SH., M. CL dalam brosur beliau “Mekanisme Demokrasi Pan-
6
casila” mengatakan, bahwa negara hukum Indonesia memuat unsur-unsur:
1. Menjunjung tinggi hukum
2. Adanya pembagian kekuasaan
3. Adanya perlinduungan terhadap hak-hak asasi manusia serta remedi-remedi prosedural
untuk mempertahankannya
4. Dimungkinkan adanya peradilan administrasi
7
BAB III
KONSEP FILSAFAT PANCASILA
1. Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar
dan menyeluruh.
Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the faounding father kita,
yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari
Pancasila (Notonagoro)
2. Pancasila Sebagai Suatu Sistem Filsafat
Pembahasan mengenai Pancasila sebagai sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara
deduktif dan induktif.
Cara deduktif yaitu dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif.
Cara induktif yaitu dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya, dan menarik arti dan makna yang hakiki dari gejala-gejala itu.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang dimaksud
sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama untuk
tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Sila-sila Pancasila
yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis. Artinya,
antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi.
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang
berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa
yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
8
Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang berbeda
dengan sistem-sistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme, rasionalisme, liberalisme,
komunisme dan sebagainya.
3. Ciri sistem Filsafat Pancasila itu antara lain:
Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh. Dengan kata
lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah maka itu
bukan Pancasila. Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat digam-
barkan sebagai berikut:
Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5;
Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3, 4 dan 5;
Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila 4, 5;
Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai sila 5;
Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.
4. Inti sila-sila Pancasila meliputi:
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
Membahas Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran
Pancasila yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan juga bagi manusia
pada umumnya.
Wawasan filsafat meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas landasan Ontologis Pancasila, Epistemologis
Pancasila dan Aksiologis Pancasila.
9
BAB IV
SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA
Ideologi dan dasar negara kita adalah Pancasila. Pancasila terdiri dari lima sila. Kelima
sila itu adalah: Ketuhanan yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Untuk
mengetahui latar belakang atau sejarah Pancasila dijadikan ideologi atau dasar negara coba baca
teks Proklamasi
berikut ini.
Sebelum tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia belum merdeka. Bangsa Indonesia dijajah
oleh bangsa lain. Banyak bangsa-bangsa lain yang menjajah atau berkuasa di Indonesia, misal-
nya bangsa Belanda, Portugis, Inggris, dan Jepang. Paling lama menjajah adalah bangsa Belanda.
Padahal sebelum kedatangan penjajah bangsa asing tersebut, di wilayah negara RI terdapat kera-
jaan-kerajaan besar yang merdeka, misalnya Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram, Ternate,
dan Tidore. Terhadap penjajahan tersebut, bangsa Indonesia selalu melakukan perlawanan dalam
bentuk perjuangan bersenjata maupun politik.
Perjuangan bersenjata bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, dalam hal ini Belanda,
sampai dengan tahun 1908 boleh dikatakan selalu mengalami kegagalan. Penjajahan Belanda be-
rakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 8 Maret. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala
tentara Jepang. Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia. Mulai tahun 1944, ten-
tara Jepang mulai kalah dalam melawan tentara Sekutu. Untuk menarik simpati bangsa Indonesia
agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu, Jepang memberikan janji ke-
merdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal
7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April 1945 Jepang
memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji kemerdekaan
10
tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari Pemer-
intah Militer Jepang di Jawa dan Madura)
Dalam maklumat itu sekaligus dimuat dasar pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Us-
aha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan ini adalah menyelidiki dan
mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah Jepang untuk dapat
dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.
Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang per-
tama pada tanggal 29 Mei 1945 -1 Juni 1945. Dalam sidang pertama ini yang dibicarakan khusus
mengenai calon dasar negara untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama itu, banyak
anggota yang berbicara, dua di antaranya adalah Muhammad Yamin dan Bung Karno, yang mas-
ing-masing mengusulkan calon dasar negara untuk Indonesia merdeka. Muhammad Yamin men-
gajukan usul mengenai dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Selain itu Muhammad Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yang juga terdiri atas lima
hal, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Per-
wakilan
11
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Usulan ini diajukan pada tanggal 29 Mei 1945, kemudian pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno
mengajukan usul mengenai calon dasar negara yang terdiri atas lima hal, yaitu:
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan
Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama Pancasila. Lebih lanjut Bung Karno mengemukakan
bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan
Berikutnya tiga hal ini menurutnya juga dapat diperas menjadi Ekasila yaitu Gotong Royong.
Selesai sidang pertama, pada tanggal 1 Juni 1945 para anggota BPUPKI sepakat untuk
membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan
memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesem-
patan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20
Juni 1945. Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas delapan orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
12
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata
8. Drs. Muh. Hatta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota
BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujuinya dibentuknya se-
buah Panitia Kecil Penyelidik Usul-Usul/Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas Sembilan
orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Muh. Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkir
6. Abikusno Tjokrosujoso
7. H. Agus Salim
8. Mr. Ahmad Subardjo
9. Mr. Muh. Yamin
Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini pada tanggal itu juga melanjutkan sidang
dan berhasil merumuskan calon Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian lebih dikenal dengan
sebutan “Piagam Jakarta”.
13
Dalam sidang BPUPKI kedua, tanggal 10-16 juli 1945, hasil yang dicapai adalah meru-
muskan rancangan Hukum Dasar. Sejarah berjalan terus. Pada tanggal 9 Agustus dibentuk Pani-
tia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah
tanpa syarat kepada Sekutu, dan sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan terse-
but dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah
proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama (1) mengesahkan ran-
cangan Hukum Dasar dengan preambulnya (Pembukaannya) dan (2) memilih Presiden dan
Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang cukup panjang. Sebelum mengesahkan
Preambul, Bung Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore
hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang men-
emuinya.
Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul,
di belakang kata “ketuhanan” yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik
memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan. Usul ini oleh Muh.Hatta disam-
paikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain
kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Muh. Hatta
berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat
Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya “dengan ke-
wajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” di belakang kata Ketuhanan dan
diganti dengan “Yang Maha Esa”. Adapun bunyi Pembukaan UUD1945 selengkapnya sebagai
berikut:
14
BAB V
IDENTITAS BANGSA
Indonesia, 28 Oktober 1928 Masehi. Saat yang megah dan memiliki makna sangat dalam
tentang sebuah rasa, sebuah karsa, dan sebuah asa. Ikrar jiwa-jiwa muda pada bangsa Indonesia
tuk menebarkan rasa cinta dan bangga akan bangsa kita, bangsa Indonesia. Bangsa yang
memiliki beragam kekayaan baik alam maupun kultur budayanya.
Tak mungkin saya mampu membayangkan apa yang terjadi saat itu. Namun, hari itu terasa
membekas bagai menggoreskan luka kebahagiaan, akan rasa cinta pada bangsa Indonesia. 3
Unsur utama intinya, melalui rangkaian kata-kata yang menyatukan kita semua, tuk selalu
bersama dalam hidup di Indonesia.
Setelah sekian lama, setelah waktu yang membawa kita pada kehidupan sekuler, libralis,
komunis ataupun demokratis, sebagai pilihan idealis. Terasa kepudaran makna sebuah peristiwa
nan megah dikenal dengan hari Sumpah Pemuda.
15
Harus saya akui, tanpa harus dipungkiri. Memang kepudaran akan makna Sumpah Pemuda
jiwa-jiwa muda bangsa Indonesia tempo itu, tak lagi membekas di hati, kepudarannya mungkin
disebabkan oleh bercampurnya beragam budaya bangsa lain yang menjerumus masuk, seolah
serangan virus yang menghantam dan memanipulasi arsip-arsip dokumen tentang budaya bangsa
sendiri. Atau penat atau bosan yang merasuk di diri ini akan identitas bangsa ini.
Setelah lebih dari setengah abad bangsa ini, meniti kehidupannya, membangun dan membina
kehidupannya, diri ini pun seolah tak mengenali lagi jati diri bangsa ini. Diri ini terbuai dengan
kemajemukan yang terbingkai indah, menusuk secara perlahan jati diri bangsa ini.
Inilah awalnya diri ini mulai menyadari sebuah kesepahaman yang diinginkan muda-mudi
tempo itu untuk menyatukan semua rakyat bangsa Indonesia dengan satu persamaan pendapat
yang mengikat kehidupan bangsa untuk dapat rukun dalam kedamaian. Hidup dengan beragam
etnik yang memang harus saling mengenal.., berdampingan dengan lebih menghargai
kebudayaan bangsa sendiri.
Bahasa Indonesia Sebagai Identitas Dan Penyatu Bangsa Menghadapi Pengubah Sosial
Memulai dengan mengenal budaya bangsa, mencintai, menjaga, dan
mengapresiasikannya kehadapan dunia. Agar dunia tahu bagaimana bangsa Indonesia ini, megah
oleh pondasi jiwa-jiwa muda bangsa Indonesia
Fungsi Bahasa Indonesia Seminar Politik Bahasa Nasional, 25-28 Februari 1975 di
Jakarta, antara lain merumuskan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa
Indonesia (selanjutnya disingkat BI) berfungsi sebagai:
(1) lambang kebanggaan nasional,
(2) lambang identitas nasional,
(3) pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang sosial budaya bahasa,
(4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah (Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, 1975:5).
Beriringan dengan pesatnya perkembangan BI sebagai lambang identitas nasional,
teraktualisasikan pula perkembangan bahasa daerah (selanjutnya disingkat BD) sebagai lambang
16
identitas daerah yang keberadaannya diakui di dalam UUD 1945 yang secara bersamaan dengan
BI menghadapi arus globalisasi. Identitas Bangsa Sosok yang menunjukkan bahwa dia adalah
Indonesia, baik sebagai negara maupun sebagai bangsa, berwujud dalam dua kenyataan, yakni BI
yang menampakkan diri sebagai identitas fonik dan merah putih serta Garuda Pancasila sebagai
wujud fisik.
Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa itu tecermin, antara lain, dari sikap lebih
mengutamakan penggunaan bahasa asing (disingkat BA) daripada penggunaan BI, misalnya
dalam penamaan kompleks perumahan, dan sikap mementingkan kegiatan tertentu, misalnya
demi kegiatan pengembangan pariwisata dan bisnis. Pengaruh Muatan Lokal sebagai Upaya
Penangkal Arus Globalisasi Berdasarkan Petunjuk Penerangan Muatan Lokal (Depdikbud,
1987), yang dimaksud muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan
kebutuhan daerah yang perlu dipelajari oleh murid. Tantangan itu dapat dilihat dari kenyataan BI
itu sendiri, dan yang satu dari pemilik dan penutur BI sendiri.
Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bi sebenarnya bersumber dari sikap,
kesadaran berbahasa yang kemudian tecermin dalam perilaku berbahasa (lihat Fishman,
1975:24-28, Pateda, 1990: 25-32). Terhadap ujaran sulitnya mendapatkan padanan istilah yang
berkaitan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni sebenarnya Pusat Bahasa bekerja sama
dengan para pakar dalam disiplin ilmu tertentu telah mengupayakan menerbitkan kamus, antara
lain Kamus Istilah Teknik Perkapalan (Soegiono dkk, 1985), Kamus Istilah Politik (Muhaimin
dkk, 1985), Kamus Istilah Teknologi Mineral (Soetjipto dkk, 1985), tetapi barangkali tidak luas,
maka tuduhan di atas muncul.
Persoalan krisis jati diri yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai
substansi, dan sebagai makhluk yang beridentitas yang kemudian dikaitkan dengan pembinaan
dan pengembangan BI sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran
kebangsaan sebaiknya dipertimbangkan untuk diberikan dalam lembaga pendidikan kita. Dewasa
ini substansi jiwa kebangsaan seolah-olah ditempelkan pada mata pelajaran PMP dan PSPB.
Selain itu, penggunaan kata-kata, daripada, yang mana, di mana, saudara-saudara sekalian,
dianggap bukan sesuatu yang salah oleh para oknum petinggi di negara kita ini. Dengan kata
lain, terdapat kontroversi antara norma bahasa yang dikumandangkan oleh Pusat Bahasa dan
kenyataan di lapangan.
17
PENUTUP
Berdasarkan uraian ringkas makalah secara mendasar dapat dirumuskan pokok-pokok pikiran
berikut :
1. Sistem filsafat Pancasila adalah bagian dari sistem filsafat Timur yang memancarkan
integritas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. Ajaran filsafat Pancasila
yang dikembangkan sebagai sistem ideologi nasional dikembangkan dan ditegakkan dalam
integritas sistem kenegaraan Pancasila (sebagai terjabar dalam UUD Proklamasi 45).
2. Filsafat Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan NKRI memberikan integritas
keunggulan sistem kenegaraan Indonesia Raya.
Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila
sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa.
Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan
18
melandasi cita budaya dan moral politik nasional, sebagai terjabar dalam asas normatif-
filosofis-ideologis-konstitusional:
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ahwani, Ahmad Fuad 1995: Filsafat Islam, (cetakan 7), Jakarta, Pustaka Firdaus (terjemahan
pustaka firdaus).
Ary Ginanjar Agustian, 2003: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual
ESQ, Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (edisi XIII), Jakarta, Penerbit Arga
Wijaya Persada.
Center for Civic Education (CCE) 1994: Civitas National Standards For Civics and
Government, Calabasas, California, U.S Departement of Education.
Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh :
Saafroedin Bahar), Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo.
Kartohadiprodjo, Soediman, 1983: Beberapa Pikiran Sekitar Pancasila, cetakan ke-4, Bandung,
Penerbit Alumni.
19
Kelsen, Hans 1973: General Theory of Law and State, New York, Russell & Russell
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell
& Bain Ltd.
Mohammad Noor Syam 2007: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai
Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi III, Malang,
Laboratorium Pancasila.
------------------ 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural,
Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to
Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
Nawiasky, Hans 1948: Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe,
Zurich/Koln Verlagsanstalt Benziger & Co. AC.
20