Upload
fandy-label-honggono
View
1.702
Download
17
Embed Size (px)
Citation preview
Aturan Fasa dan Rumus Derajat Kebebasan
Sistem 1, 2, 3 Komponen
oleh Rivano Andriansyah, 0906489492
A. Aturan Fasa
Aturan fasa bisa diterapkan ke dalam sistem yang lebih dari satu komponen. Hal ini
memungkinkan untuk memproses secara lebih umum dan untuk mendapatkan ‘aturan
fasa’ yang memberikan jumlah derajat kebebasan sistem dengan C komponen dan P fasa.
Berdasarkan C komponen yang didistribusikan kedalam setiap P fasa dari sistem,
derajat kebebasan sistem dapat dikalkulasikan dengan menambahkan jumlah total variabel
intensif yang dibutuhkan untuk mendeskripsikan secara terpisah setiap fasa dan kemudian
mengurangi jumlah variabel-variabel yang nilainya didapat dari hubungan energi bebas
kesetimbangan diantara fasa yang berbeda.
Di dalam setiap fasa, terdapat konsentrasi C-1 yang dibutuhkan untuk menetapkan
komposisi fasa sebanyak-banyaknya. Jika fraksi mol digunakan untuk mengukur
konsentrasi, sesuatu dibutuhkan untuk menentukan fraksi mol semua komponen,
komponen yang tersisa bisa ditentukan karena jumlah dari fraksi mol menjadi satu
kesatuan. Karena terdapat P fasa, maka ada P(C-1) komposisi variabel. Tekanan dan
suhuyang sudah ditentukan memberikan P(C-1) + 2 variabel intensif jika sistemnya
berdasarkan fasa demi fasa.
Jumlah variabel-variabel ini, yang ditetapkan oleh kondisi kesetimbangan sistem,
sekarang harus ditentukan. Komponen 1, misalnya, didistribusikan antara fasa P1 dan P2.
Bila ekuilibrium dibuat untuk setiap komponen yang didistribusikan antara dua fasa,
hubungan distribusi dapat ditulis. Jadi, jika konsentrasi salah satu komponen dalam fasa
P1 yang ditentukan, konsentrasi dalam tahap P2 secara otomatis tetap. Kesetimbangan
serupa juga akan diatur untuk setiap komponen antara berbagai pasangan fasa. Untuk
setiap komponen akan ada hubungan P-1 tersebut. Jadi, untuk komponen C total C (P-1)
variabel intensif akan tetap ditentukan kondisi kesetimbangan.
Jika komponen tidak ada atau berada pada tingkat yang diabaikan dalam salah satu
fasa dari sistem, akan ada lebih sedikit satu variabel intensif untuk fasa tersebut sejak
konsentrasi diabaikan dari satu unsur. Juga akan ada satu relasi kesetimbangan yang lebih
sedikit. Aturan fasa berlaku untuk semua sistem terlepas dari apakah semua fasa memiliki
jumlah komponen yang sama atau tidak.
Aturan ini berlaku hanya untuk apa yang telah disebut sistem kimia biasa. Sifat dari
beberapa system mungkin lebih tergantung pada medan listrik atau magnet seluruh sistem
atau intensitas cahaya yang bersinar melalui sistem. Jika sifat seperti intensif tambahan
signifikan (dalam sistem kimia biasa variabel intensif dapat diabaikan), mereka harus
ditambahkan ke jumlah variabel dan salah satu kemudian akan memiliki, misalnya Φ = C
+ 3 – P. Dalam praktek, kita hampir selalu berurusan dengan sistem yang variabel
tambahan tersebut tidak memiliki pengaruh yang nyata pada sistem, dan karena itu mereka
dapat dibiarkan keluar dari pertimbangan semua.
Aturan fasa merupakan penyamarataan yang penting meskipun hal ini tidak
memberitahu kita kepada kesimpulan dalam contoh sistem yang sederhana tetapi aturan
fasa merupakan panduan berharga untuk menjelaskan kesetimbangan fasa di dalam sistem
komplek.
B. Rumus Derajat Kebebasan Sistem
Untuk menguraikan keadaan kesetimbangan dari suatu sistem yang terdiri atas
beberapa fasa dengan beberapa spesi kimia, dapat ditentukan mol masing – masing spesi
dalam setiap fasa serta suhu (T) dan tekanan (P). Akan tetapi penentuan tidak dapat
dilakukan karena massa setiap fasa dalam sistem tidak menjadi perhatian. Massa atau
ukuran dari setiap fasa tidak mempengaruhi posisi kesetimbangan fasa, karena
kesetimbangan fasa, karena kesetimbangan fasa ditentukan oleh kesamaan dalam potensial
kimia yang merupakan variabel intensif.
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif yang harus
dipilih agar keberadaan variabbel intensif dapat ditetapkan. Jumlah minimum variabel
intensif dapat berupa temperatur, tekanan, konsentrasi. Simbol untuk derajat kebebasan Φ
dan invarian bila Φ = 0, univarian bila Φ = 1, biarian bila Φ = 2 dan seterusnya.
Rumus derajat kebebasan diturnkan melalui hukum fasa Gibbs. Persamaannya dapat
dituliskan menjadi:
Φ = C + 2 – P ; Φ = derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Pemahaman Anda tentang diagram fasa akan terbantu dengan pemahaman hukum fasa
Gibbs, hubungan yang diturunkan oleh fisikawan-matematik Amerika Josiah Willard
Gibbs (1839-1903) di tahun 1876. Aturan ini menyatakan bahwa untuk kesetimbangan
apapun dalam sistem tertutup, jumlah variabel bebas-disebut derajat kebebasan Φ yang
sama dengan jumlah komponen C ditambah 2 dikurangi jumlah fasa P, yakni,
Φ = C + 2 - P
Jadi, dalam titik tertentu di diagram fasa, jumlah derajat kebebasan adalah 2 – yakni
suhu dan tekanan; bila dua fasa dalam kesetimbangan-sebagaimana ditunjukkan dengan
garis yang membatasi daerah dua fasa hanya ada satu derajat kebebasan-bisa suhu atau
tekanan. Pada ttik tripel ketika terdapat tiga fasa tidak ada derajat kebebasan lagi. Dari
diagram fasa, Anda dapat mengkonfirmasi apa yang telah diketahui, dan lebih lanjut, Anda
dapat mempelajari apa yang belum diketahui. Misalnya, kemiringan yang negatif pada
perbatasan padatan-cairan memiliki implikasi penting sebagaimana dinyatakan di bagian
kanan diagram, yakni bila tekanan diberikan pada es, es akan meleleh dan membentuk air.
Berdasarkan prinsip Le Chatelier, bila sistem pada kesetimbangan diberi tekanan,
kesetimbangan akan bergeser ke arah yang akan mengurangi perubahan ini. Hal ini berarti
air memiliki volume yang lebih kecil, kerapatan leb besar daripada es; dan semua kita
telah hafal dengan fakta bahwa s mengapung di air.
Muhamad Syaugi
0906515401 – kelompok 2
Defenisi Fase, Banyaknya Fase dan Banyaknya Komponen
Definisi fase
Kata “fase” berasal dari bahasa yunani yang bermakna permunculan. Fase adalah suatu
daerah di mana semua sifat fisik dari bahan dasarnya seragam (homogen). Contoh sifat fisik
meliputi densitas, indeks bias, dan komposisi kimia.
Secara singkat, fase adalah suatu daerah dengan bahan kimia yang seragam, secara fisik
berbeda, dan (sering) dapat dipisahkan secara mekanis. dapat dipisahkan secara mekanis
berarti fase tersebut dapat dipisahkan dengan cara filtrasi, sedimentasi, destilasi, dekantasi,
ekstraksi (pemisahan heterogen)
Dalam hal ini tidak termasuk pemisahan dengan cara penguapan, destilasi, adsorbsi,
atau ekstraksi karena pemisahan dengan cara tersebut digunakan pada sistem homogen
Untuk contoh sederhana adalah, di dalam sistem yang terdapat es batu dan air di sebuah
gelas, es batu merupakan fase padat, air merupakan fase cair, dan uap air di sekitar gelas
gelas adalah fase gas.
Perbedaan fase dapat digambarkan sebagai negara yang berbeda materi seperti gas, cair,
padat, plasma atau Bose-Einstein kondensat. Perbedaan fase juga mungkin ada dalam suatu
keadaan tertentu dari materi. Seperti ditunjukkan dalam diagram untuk besi paduan, ada
beberapa tahapan baik untuk negara padat dan cair. Fase juga dapat dibedakan berdasarkan
kelarutan seperti di kutub (hidrofilik) atau non-polar (hidrofobik). Campuran air (cairan
polar) dan minyak (cairan non-polar) secara spontan akan terpisah menjadi dua tahap. Air
memiliki kelarutan yang sangat rendah (tidak larut) dalam minyak, dan minyak memiliki
kelarutan rendah dalam air. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut
dalam sebuah pelarut sebelum terlarut berhenti untuk membubarkan dan tetap dalam tahap
yang terpisah. Sebuah campuran dapat terpisah menjadi lebih dari dua fase cair dan fase
konsep pemisahan meluas ke padat, padat yaitu dapat terbentuk larutan padat atau
mengkristal ke dalam fase kristal berbeda. Logam pasangan yang saling larut dapat terbentuk
paduan, sedangkan logam pasangan yang tidak bisa saling larut.
Banyaknya fase
Banyaknya fase dalam sistem diberi notasi P. Gas, atau campuran gas, adalah fase
tunggal; kristal adalah fase tunggal; dan dua cairan yang dapat campur secara total
membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal, walaupun es dapat dipotong-[potong
menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fase (P = 2) walaupun
sulit untuk menemukan batas antara fase-fasenya.
Campuran dua logam adalah sistem dua fase (P = 2) jika logam-logam itu tak dapat
campur, tetapi merupakan sistem satu fase (P = 1) jika logam-logamnya dapat campur.
Contoh ini menunjukan bahwa memutuskan apakah suatu sistem terdiri dari satu atau dua
fase, tidak selalu mudah. Larutan padatan A dalam padatan B –campuran yang homogen dari
dua komponen– bersifat seragam pada skala molekuler. Dalam suatu larutan, atom-atom A
dikelilingi oleh atom-atom dari A dan B, dan sembarang sampel yabng dipotong dari padatan
itu, bagaimanapun kecilnya, adalah contoh yang tepat dari komposisi keseluruhannya.
Dispersi adalah seragam pada skala makroskopik, tetapi tidak pada skala mikroskopik,
karena dispersi terdiri atas butiran-butiran atau tetesan-tetesan komponen didalam matriks
komponen lain. Sampel kecil seluruhnya dapat berasal dari butiran kecil A murni, sehingga
sampel itu bukan contoh tepat dari keseluruhannya. Dispersi seperti ini penting karena dalam
banyak material tingkat tinggi (baja), siklus perlakuan panas digunakan untuk memperoleh
pengendapan dispersi halus partikel- partikel dari suatu fase (seperti fase kabrid), di dalam
suatu matriks yang terbentuk dari fase larutan padat jenuh. Kemampuan mengendalikan
struktur mikro yang dihasilkan dari kesetimbangan fase inilah yang memungkinkan
penyesuaian sifat mekanik pada pemakaian khusus.
Banyaknya komponen
Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang
diperlukan untuk menemukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini
mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi, sehingga kita hanya
menghitung banyaknya. Misalnya air murni adalah sistem satu komponen (C = 1) dan
campuran etanol dan air adalah sistem dua komponen (C = 2).
Jika spesies bereaksi dan berada pada kesetimbangan kita harus memperhitungkan arti
kalimat “semua fase” dalam definisi tersebut. Jadi, untuk amonium klorida yang dalam
kesetimbangan dengan uapnya,
NH4Cl(s) NH3(g) + HCl (g)
Kedua fase mempunyai komposisi formal “NH4Cl” dan sistem mempunyai satu
komponen. Jika HCl berlebih ditambahkan, sistem mempunyai dua komponen karena
sekarang jumlah relatif HCl dan NH3 berubah-rubah. Sebaliknya, kalsium karbonat berada
dalam kesetimbangan dengan uapnya
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
Adalah sistem dua komponen karena “CaCO3” tidak menggambarkan komposisi
uapnya. (Karena tiga spesies dihubungkan oleh stokiometri reaksi maka konsentrasi kalsium
oksida bukanlah variabel bebas). Dalam hal ini C = 2, apakah kita mulai dari kalsium
karbonat murni,atau jumlah yang sama dari kalsium oksida dan karbon dioksida, atau jumlah
yang berubah dari ketiga-tiganya.
Contoh perhitungan komponen pada sistem: (1)sukrosa dalam air; (2) natrium klorida
dalam air; (3) asam fosfat encer.
Tunjukan banyaknya S dari berbagai jenis spesies (ion-ion) yang ada dalam setiap
sistem fase tunggal. Tunjukan banyaknya hubungan R antara spesies-spesies (reaksi-reaksi
pada kesetimbangan, kenetralan muatan). Kemudian banyaknya komponen adalah banyaknya
spesies dikurangi dengan banyaknya hubungan: C = S – R. (1) spesies yang ada adalah
molekul air dan molekul sukrosa sehingga S = 2. di antara molekul-molekul itu tidak ada
hubungan, sehingga R = 0. oleh karena itu, C = 2. (2) spesies yang ada adalah molekul H2O,
ion Na+ dan ion Cl-, sehingga S = 3. karena larutan itu bermuatan listrik netral, maka jumlah
ion Na+ sama dengan ioni Cl-. Oleh karena itu, ada suatu hubungan, dan R = 1.
Konseuensinya, C = 3 -1 = 2. (3) spesies yang ada dalam asam fosfat encer adalah H2O,
H3PO4, H2PO4-, HPO4
-2, PO4-3, H+, maka S = 6. namun, ionisasi asam itu ada pada
kesetimbangan:
H3PO4 (aq) H2PO4- (aq) + H+ (aq)
H2PO4- (aq) HPO4
-2 (aq) + H+ (aq)
HPO4-2 (aq) PO4
-3 + H+ (aq)
Dan ada tiga hubungan di antara spesies-spesies tersebut, di samping itu, juga ada
kenetralan muatan keseluruhan, sehingga jumlah total kation harus sama dengan jumlah total
anion, apapun jenisnya. Dengan demikian, banyaknya hubungan total adalah R = 4, sehingga
jumlah total komponen C = 6- 4 = 2.
fase-1
fase-2
a’ b’
H2O Et3N
T
T1c
Sistem 2 Komponen dan Diagram Fasa Cair-cair
Oleh, Johan Sebastian (0906515345)
Diagram Fasa Cair-cair
Pada diagram fasa ini kita ambil contoh pada larutan H2O dan
Et3N(triethylamine/N(CH2CH3)3)
Keterangan gambar:
Cekungan biru (fase-2) yang kita lihat merupakan daerah dimana campuran kedua
komponen masih dapat dibedakan. Sedangkan sisanya (fase-1) adalah daerah dimana
kedua komonen sudah tercampur sempurna, pada saat ini kedua komponen tidak
dapat dibedakan lagi. Adapun terdapat suhu kritis (T c), yaitu suhu saat kedua zat
bercampur, membaur, suhu kritis ini terletak di dasar cekungan putih.
Bisa kita lihat di sebelah kanan adalah triethylamine dan di sebelah kiri adalah air. b’
menunjukan bagian campuran yang banyak mengandung komponen Et3N , sedangkan
a’ menunjukan bagian campuran yang banyak mengandung H2O . T adalah suhu,
dapat saya disimpulkan bahwa banyaknya campuran yang banyak mengandung H2O
dan banyaknya campuran yang banyak mengandung Et3N adalah sama pada suhu
tertentu.
Sistem 2 Komponen
Dari sebuah sumber, dijelaskan bahwa untuk mendapatkan komponen (C) dengan
menggunakan rumus:
C = S – R
C (component) = komponen
S (species) = ada apa saja di dalam larutan itu
R (relation) = hubungan yang terjadi pada larutan itu
Seperti yang telah kita ketahui, pada aturan fasa Gibbs, F adalah derajat kebebasan, C adalah
jumlah komponen, dan P adalah jumlah fasa. Rumusnya adalah:
F=C-P+2
Pada saat terdapat 1 fasa dan 2 komponen, maka derajat kebebasan F = 2 – 1 + 2 = 3. Artinya,
terdapat 3 variabel yang harus detetapkan untuk menggambarkan kondisi fasa, yaitu, tekanan,
suhu, dan konsentrasi.
Karena komponen (C) adalah 2, maka: F=4-P
Sedangkan system 2 komponen pada tekanan tetap adalah: F=3-P
Karena variable yang harus berpengaruh berkurang 1, yaitu tekanan.
Contoh: diagram titik didih campuran toluene dan benzene.
Pada gambar di atas terdapat x1 dan x2, denga x1 dalah fraksi mol komponen 1 dan x2 adalah
fraksi mol komponen 2. Jika x1 bertambah, maka x2 berkurang, dan sebaliknya. Dengan
perpindahan fraksi mol dari komponennya, maka titik didih pun bisa bergeser-geser.
F = 2 = 4 – Phase
Fasa yang terjadi ada 2, vapor dan liquid. Jadi, variable yang bersangkutan ada 2, yaitu suhu
dan tekanan.
cair
padat
a5’
e
b3
B Akomposisi
T
Cair + B
Cair + A
a5”a5
Te a4
a3
a2
a1
Diagram Fase Cair-Padat dan Teknik Pemurnian Zone
oleh Fandy Label Honggono, 0906515276, Kelompok
Diagram Fase Cair-Padat
Fase padat dan cair, keduanya dapat berada dalam sistem pada temperatur di bawah
titik didih. Sebagai contoh, sepasang logam yang hamper seluruhnya tak campur sampai titik
lelehnya, seperti antimon dan bismut.
A = antimon
B = bismut
Pada titik a1 komponen dalam keadaan cair.
Cair + A terjadi proses pendinginan pertama yaitu pada titik a2, cairan + padatan A dan
kaya akan komponen B.
Pada titik a3 masih dalam pendinginan dan terbentuk padatan lebih banyak . dan jumlah
relatif padatan dan cairan (yang berada dalam kesetimbangan), pad tahap ini padatan dan
cairan masing-masing berjumlah sama.
Fase cair lebih kaya akan B daripada sebelumnya (komposisi dinyatakan dengan b3)
karena komponen A sudah mengendap.
Cair + B; cairan + padatan B dan kaya akan komponen A.
Pada titik a4, komposisi cairan lebih sedikit dari pada di a3, membentuk padatan dan
terletak pada temperatur eutektik.
Pada Te padatan mudah dilelehkan. Isoplet pada titik e sesuai dengan komposisi eutektik,
yang berarti mudah dilelehkan.
Larutan dengan komposisi disebelah kanan e mengendapkan A ketika larutan itu
mendingin dan larutan disebelah kiri e mengedapkan B.
Pada titik a5, kedua fase titik a5’ untuk bagian padatan B hampir murni dan a5” untuk
padatan A hampir murni.
Kemurnian Ultra dan Ketakmurnian Terkontrol
Untuk mendapatkan material dengan kemurnian ultra atau dengan ketakmurnian
terkontrol, digunakan teknik pemurnian zone. Teknik ini memanfaatkan sifat
ketidakseimbangan sistem dan sifat lebih larutnya pengotor di dalam sampel leleh
dibandingkan padatan dan membawa pengotor itu dengan melewati zona leleh berulang-
ulang dari satu sisi ke sisi lainnya.
Dari gambar ini, anggaplah isoplet di M. Jika temperatur diturunkan hingga T,
padatan dengan komposisi X diendapkan dan sisa cairannya adalah Y. Lalu temperatur
diturunkan lagi hingga Ts, lalu padatan A dengan komposisi M2 diendapkan, dan seterusnya
hingga tetesan terakhir cairan yang akan dipadatkan sangat terkontaminasi dengan B. Contoh
sederhana pemurnian zone ini adalah es batu, dimana zona tengah es batu agak keruh,
berbeda dengan luarnya yang jernih. Ini disebabkan karena dalam air ada udara terlarut, yang
makin lama makin terdesak ke tengah karena bagian luarnya membeku.
Sistem Tiga Komponen dan Diagram Fase Segitiga
oleh: Rahmad Mulya
NPM : 0906515484
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas yang diperlukan untuk
menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada keseimbangan diungkapkan sebagai:
F = C – P + 2
dimana,
F = jumlah derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Dalam ungkapan diatas, keseimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan dan komposisi
sistem. Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap
dapat dinyatakan sebagai
F = 3 – P
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk menyatakan
keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua komponennya. Sedangkan
bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan, maka F = 1, berarti hanya satu
komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah
tertentu berdasarkan diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga komponen
pada suhu dan tekanan tetap, mempunyai derajat kebebasan paling banyak dua, maka
diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga
samasisi yang disebut diagram terner.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen tergantung pada daya saling larut
antar zat cair tersebut dan suhu. Misalkan ada tiga zat cair A, B dan C. A dan B larut
sebagian. Penambahan zat C kedalam larutan campuran A dan B akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B. Zat A dan C serta B dan C saling larut sempurna.
Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuan A dan B pada suhu tetap dapat di
gambarkan pada suatu digram terner.
Prinsip menggambarkan komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada gambar 1
dan 2 dibawah ini.
x
z
y
Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik titik pada sisi AB, BC, AC
menyatakan fraksi dari dua komponen sedangkan titik didalam segitiga merupakan fraksi dari
tiga komponen yang mana jumlah fraksi dari zat A, B dan C adalah x, y dan z.
C
25 75
Q
50 50
75 25
P
A B
Titik X menyatakan suatu campuran dengan fraksi A = 25%, B = 25% dan C = 50%.
Titik titik pada garis BP dan BQ menyatakan suatu campuran dengan perbandingan jumlah A
dan C yang tetap tetapi dengan jumlah B yang berubah, Hal yang sama berlaku bagi garis
garis yang ditarik dari salah sudut segitiga kesisi yang ada dihadapannya. Daerah didalam
lengkungan merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk menentukan garis binoidal
atau kurva kelarutan ini adalah dengan cara menambah zat B kedalam berbagai komposisi
campuran A dan C. Titik titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat
terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh. Kekeruhan timbul karena larutan tiga komponen
yang homogen pecah menjadi dua larutan konjugat terner.
Contoh penerapan sistem tiga komponen dan diagram fase segitiga adalah pada
otimisasi bubuk slag nikel yaitu dengan cara pendekatan sistem temari C-A-S (CaO-Al2O3-
SiO2). Hal ini dilakukan melalui penerapan sistem persamaan keseimbangan reaksi kimiawi
dengan tiga fase utama, yaitu:
a. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) hasil reaksi antara
trikalsium silikat (C3S) dan dikalsium silikat (C2S) semen dengan air (H2O)
b. Fase pembentukan senyawa kalsium silika hidrat (CSH) bubuk slag nikel dengan
kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi kimia fase pertama.
c. Fase hidrogamet atau fase pembentukan ettringite sebagai produk reaksi antara
senyawa kimia silika oksida (SiO2) dan alumunium oksida (Al2O3) bubuk slag
nikel dengan kalsium hidroksida (CH) hasil sampingan reaksi kimia fase pertama.
Ketiga fase tersebut merepresentasikan reaksi hidrasi cementitous dengan tiga
komponen produk reaksi yaitu kalsium silika hidrat (CSH), kalsium hidroksida (CH),
dan kalsium suoaluminat hidrat (CASH).
JAWABAN SOAL PEMICU
1. Fasa = suatu daerah di mana semua sifat fisik dari bahan dasarnya seragam (homogen)
Banyaknya fasa (P) = banyaknya jumlah fase dalam suatu sistem
Banyaknya komponen ( C) = jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk
menemukan komposisi semua fase yang ada dalam system
Jumlah spesies (S) = banyaknya spesies dari berbagai jenis spesies (ion-ion, senyawa
maupun atom) yang ada dalam setiap sistem fase tunggal.
Relasi (R) = banyaknya hubungan antara spesies-spesies (reaksi-reaksi pada
kesetimbangan, kenetralan muatan)
a) Air dan uap air dalam kondisi kesetimbangan pada tekanan 1 bar;
C = 2, P = 2; F = C – P + 1 = 1
b) Air dan uap air dalam kondisi kesetimbangan;
C = 2, P = 2; F = C- P + 2 = 2
c) Sistem kesetimbangan uap dari NH3, N2 dan H2.
NH3 (g) N2 (g)+ H2 (g)
C = 2, P = 1; F = C – P + 2 = 3
d) Larutan H3PO4 dan NaOH pada tekanan 1 bar.
H3PO4 (aq) + 3NaOH (aq) Na3PO4 (s) + 3H2O
H3PO4 (aq) H2PO4- (aq) + H+ (aq)
H2PO4- (aq) HPO4
-2 (aq) + H+ (aq)
HPO4-2 (aq) PO4
-3 (aq) + H+ (aq)
S = 8; R = 5; C = 8 – 5 = 3
C = 3; P = 2; F = 3 - 2 + 1 = 2
e) Larutan H2SO4 dalam air pada kondisi kesetimbangan dengan padatan hidrat
H2SO4.2H2O pada tekanan 1 bar.
H2SO4 (aq) HSO4
- (aq) + H+ (aq)
HSO4- (aq) SO4
-2 + H+ (aq)
S = 5; R = 3; C = 5 – 3 = 2
P = 2; F = C – P + 2 = 2 – 2 + 2 = 2
2. Jumlah Theritical plates tergantung pada refluks, perbandingan antara laju cairan yang
turun ke dasar kolom dengan laju cairan yang naik teratas kolom. Jumlah piringan teoritis
suatu kolom didistilasi dalam keadaan terpakai dapat diperoleh dengan mencacah
penguapan apada keadaan setimbang yang diperlukan agar pemisahan yang
sesungguhnya tercapai dalam kolom tersebut.
3. Pada awalnya, campuran A + C mendidih
pada suhu 65oC. Ini berarti pada keadaan
dimana fraksi massa A = 0.5
Massa A = 50% x 200 g = 100 g
Massa B = 200 – 100 g = 100 g
Dipanaskan hingga titik didih residu yang tersisa = 75oC, maka pada keadaan tersebut
terdapat:
- Distilat, dengan komposisi 70% A dan 30% C
- Residu, dengan komposisi 20% A dan 80% C
Dapat dibuat persamaan:
0,7 D + 0,2 R = 100 g
0,3 D + 0,8 R = 100 g
dimana D adalah massa distilat, dan R adalah massa residu.
Dengan eliminasi, didapatkan nilai D dan R:
D = 120 g
R = 200 – 120 g = 80 g
Dengan demikian, didapatkan bahwa:
Komposisi residu pada awal destilasi : 100 gram A dan 100 gram C
Komposisi residu pada akhir destilasi : 16 gram A dan 64 gram C
Komposisi distilat pada awal destilasi : 0 gram
Komposisi distilat pada akhir destilasi : 84 gram A dan 36 gram C
Gambar di atas adalah gambar sistem aseton-kloroform
Untuk dapat memisahkan campuran 2 komponen ini, dapat digunakan metode pemurnian
zone. Dengan pemurnian zone, campuran suhunya dinaikkan atau diturunkan hingga
terbentuk dua fase, yaitu gas dan cair, setelah itu gas dan cair tersebut dipisahkan, dan
suhunya dinaikkan dan diturunkan lagi hingga terbentuk dua fase lagi, dan terus diulangi
hingga didapatkan aseton berkonsentrasi tinggi dan juga kloroform berkonsentrasi tinggi.
4. Jika suatu senyawa ditambahkan pada sistem kesetimbangan padat cair, maka titik leleh
senyawa lainnya akan menurun mendekati titik eutektik campuran.
5. Dari data yang didapatkan, dapat digambarkan diagram fase sistem NH3 dan N2H4 sebagai
berikut:
Kurva di sebelah kiri merupakan kurva leleh dari N2H4, sedangkan kurva sebelah kanan
adalah kurva leleh NH3.
Eutektik adalah campuran antara dua materi kimia dengan komposisi tertentu yang
memiliki titik leleh lebih rendah dibandingkan dengan campuran antara dua materi kimia
yang sama tersebut dengan komposisi yang berbeda. Pada diagram fase di atas, titik
eutektik ditandai dengan huruf e dan diberi garis isoplet.
Pada titik eutektik, derajat kebebasannya hanyalah satu, yaitu tekanan.
6.
Jika cairan dengan komposisi a didinginkan hingga suhu 200 K, akan terbentuk campuran
antara Ag3Sn padat dengan Ag padat, yang sedikit terkontaminasi oleh Sn. Sedangkan
jika cairan dengan komposisi b didinginkan hingga suhu 200 K, akan terbentuk campuran
antara Sn dan Ag3Sn padat.
Pelelehan tak kongruen adalah peristiwa pelelehan suatu zat yang tidak meleleh secara
uniform, melainkan ada yang terdekomposisi. Titik leleh tak kongruen adalah titik
dimana terjadi dekomposisi zat yang dilelehkan tersebut. Contohnya pada gambar di atas
adalah titik di sebelah kiri b2, ada cekungan ke dalam pada kurva pelelehan Ag. Pada
diagram tersebut, terjadi perubahan zat dari Ag yang dilelehkan menjadi Ag3Sn.
Komposisi campuran eutektik terletak pada campuran yang didominasi oleh massa logam
Sn. Pada diagram sebelah kanan, diketahui bahwa titik eutektik terletak pada saat
komposisi Ag pada campuran sekitar 5%, sehingga 95% dari komposisi campuran adalah
logam Sn.
7. Diketahui data sebagai berikut:
Fraksi Mol
x (eter) y (metanol) z (air)0.1 0.2 0.70.2 0.27 0.530.3 0.3 0.40.4 0.28 0.320.5 0.26 0.240.6 0.22 0.180.7 0.17 0.130.8 0.12 0.080.9 0.07 0.03
Pada campuran 5 gram methanol, 30 gram eter dan 50 gram air, maka:
- Mol methanol = 5 gram
32 gram /mol = 0,15625 mol ~ 0,156 mol
- Mol eter (asumsikan eternya adalah dimetil eter) = 30 gram
46 gram /mol = 0,652174 mol ~
0,652 mol
- Mol air = 50 gram
18 gram /mol = 2,778 mol
- total mol = 0,156 + 0,652 + 2,778 = 3,586 mol
- Fraksi mol methanol = 0,1563,586
= 0,0435
- Fraksi mol eter = 0,6523,586
= 0,1818
- Fraksi mol air = 1 – (0,0435 + 0,1818) = 0,7747
maka dapat diperkirakan letak dari campuran tersebut pada diagram fase, yaitu
Jumlah fase =
Untuk mengubah jumlah fase yang ada, maka massa air harus dibuang.
jadi fraksi mol air harus dikurangi hingga menjadi sekitar 0,3 saja. Maka air yang harus dibuang:
2,778−x mol3,586−x mol
= 0,3
2,778−xmol=1,0758−0,3 xmol
0,7x mol = 1,7022
x = 2,4317 mol
Massa air yang harus dibuang adalah sebanyak
M = 2,4317 mol x 18 gram/mol = 43,7706 gram
Daftar Pustaka
Atkins, P.W. 1966. Kimia Fisika Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Barrow, Gordon M. 1979. Physical Chemistry. New York: McGraw-Hill Inc.
Maron, S.H. dan Lando, JB. 1974. Fundamentals of Physical Chemistry. New York:
Macmillan Publishing Co. Inc.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Jakarta: Bina Aksara
http://pkimunlam.wordpress.com/