Upload
rzq-mlyn-rezmul
View
792
Download
20
Embed Size (px)
Citation preview
1 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
MAKALAH SISTEM REPRODUKSI
BAYI BARU LAHIR BERMASALAH
(FREMATUR, BBLR, ASFIKSIA NEONATORUM, NECROLIZING
ENTEROCOLITIS, SEPSIS)
Disusun Oleh
Kelompok 7 :
Nur Aidal Fitri
Jumrawati Rahim
Sunyati Arwin
Lebrina Rezkywati
A.Hilmi
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
2 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya lah sehingga Makalah Sistem Reproduksi ini yang berisi tentang “Bayi Baru Lahir
Bermasalah” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini disusun sebagai
hasil pencarian kami dari beberapa referensi.
Makalah ini didalamnya dipaparkan mengenai Bayi baru lahir bermasalah dengan
serangkaian informasi dari berbagai sumber,serta di sertai dengan asuhan keperawatan.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan keperawatan, baik
mahasiswa maupun perawat.
Kami menyampaikan banyak terima kasih pada ners-ners pembimbing kami dan
semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dengan keterbatasan kami, tentunya makalah ini
tidak mungkin sempurna. Karena itu saran dan kritik dari para pembaca sangat kami perlukan
untuk kedepannya.
Terima kasih
Makassar,18 Februari 2013
Penulis
3 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan kelahiran bayi ialah lahirnya seorang individu yang sehat dari seorang ibu
yang sehat. Bayi lahir sehat artinya tidak mempunyai gejala sisa atau tidak mempunyai
kemungkinan mendapatkan gejala yang penyebabnya dapat dicegah dengan pengawasan
antenatal dan perinatal yang baik.
Sekarang telah banyak diketahui bahwa penyakit bayi baru lahir merupakan kelanjutan
penyakit ibu atau disebabkan oleh kelainan pada kehamilan dan kelahiran.
Khusus untuk masalah BBLR ,sampai saat ini masih banyak ditemukan bayi lahir
dengan berat badan lahir rendah dengan berbagai penyebab. Dimana bayi BBLR akan
mengalami banyak masalah yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas
pada bayi.
Untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas bayi karena BBLR tersebut
menjadi tanggung jawab tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat., khususnya perawat
anak dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan .
4 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Frematur
1. Defenisi
Bayi prematur (preterm) yaitu bayi yang lahir sebelum akhir usia gestasi 37
minggu, tanpa memperhitungkan berat badan lahir (Wong, 2008). Dahulu neonate dengan
berat badan lahir kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature.
Pada tahun 1961 oleh WHO semua bayi yang baru lahir dengan berat kurang dari 2500
gram disebut Low Birth Weight Infant (BBLR) (Sitohang, 2006).
Berdasarkan pengertian di atas maka bayi dengan berat badan lahir rendah dapat
dibagi menjadi dua golongan (Sitohang, 2006):
1. Prematuritas murni adalah bayi dengan umur kehamilan kurang dari 37 minggu dan
mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan atau disebut
Neonatus Kurang Bulan – Sesuai Masa Kehamilan (NKBSMK).
2. Dismaturitas adalah bayi dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa kehamilan, dismatur dapat terjadi dalam preterm, term, dan post term.
Dismatur ini dapat juga: Neonatus Kurang Bulan - Kecil Masa Kehamilan (NKB-
KMK), Neonatus Lebih Bulan – Kecil Masa Kehamilan (NLB-KMK).
Bayi premature berisiko karena sistem-sistem organnya tidak matur dan cadangannya
kurang. Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi tiga sampai empat kali daripada bayi
yang lebih tua dengan berat yang dapat dibandingkan. Masalah-masalah potensial dan
kebutuhan bayi prematur dengan berat 2000 gram berbeda dari kebutuhan perawatan bayi
aterm, pascaterm, atau bayi pascamatur dengan berat badan yang sama (Bobak, 2005).
Perbedaan antara Bayi Prematur di Garis Batas (Borderline), Bayi
Prematur Sedang dan Sanggat Prematur (Bobak, 2005)
BAYI PREMATUR DI GARIS BATAS
37 minggu gestasi
2500 sampai 3250 gram
16% seluruh kelahiran hidup
Biasanya normal
5 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Masalah
Ketidakstabilan
Kesulitan menyusu
Ikteris
RDS mungkin muncul
Penampilan
Lipatan pada kaki lebih sedikit
Payudara lebih kecil
Banyak rambut halus
Lanugo
Genitalia kurang berkembang
BAYI PREMATUR SEDANG
31 sampai 36 minggu gestasi
1500 sampai 2500 gram
6% sampai 7% seluruh kelahiran hidup
Masalah
Ketidakstabilan
Pengaturan glukosa
Keseimbangan cairan
RDS
Ikterik
Anemia
Infeksi
Kesulitan menyusui
Penampilan
Seperti pada bayi premature di garis batas, tetapi lebih parah
Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah
BAYI SANGAT PREMATUR
24 sampai 40 minggu gestasi
500 sampai 1400 gram
0,8% seluruh kelahiran hidup, tetapi hamper seluruh kematian neonatal
6 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
dan deficit neuurologis tidak disebabkan oleh defek atau trauma lahir
Masalah
Semua
Penampilan
Kecil, tidak memiliki lemak, kulit sangat tipis
Kedua mata mungkin berdempetan
Bayi premature mengalami kerugian yang berbeda saat mereka menghadapi
transisi dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Tingkat kerugian
bergantung terutama kepada tingkat maturitasnya. Gangguan fisiologis dan kelainan
malformasi juga mempengaruhi respons mereka terhadap pengobatan. Pada umumnya,
makin medndekati nilai normal aterm, baik usia gestasi maupun berat lahirnya, bayi
makin mudah melakukan penyesuaian terhadap lingkungan eksternal (Bobak, 2005).
2. Etiologi
1) Faktor Ibu
a. Penyakit
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya: perdarahan
antepartum, trauma fisik dan psikologis, diabetes mellitus, toksemia gravidarum,
dan nefritis akut (Sitohang, 2006)..
b. Usia ibu
Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia > 20 tahun, dan multi
gravid yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada usia antara
26-35 tahun (Sitohang, 2006)..
c. Keadaan sosial ekonomi
Keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya prematuritas. Kejadian tertinggi
terdapat pada golongan social ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan
gizi yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula
kejadian prematuritas pada bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah
ternyata lebih tinggi bila dibandingkan bayi yang lahir dari perkawinan yang sah
(Sitohang, 2006).
d. Sebab lain: ibu perokok, ibu peminum alcohol dan pecandu obat narkotik.
2) Faktor janin
7 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom (Sitohang, 2006).
3) Faktor lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat beracun (Sitohang, 2006).
3. Patofisiologi
4.
5.
6.
7.
8.
Manifestasi Klinik
Faktor ibu
Keadaan gizi ibu
Usia ibu
Penyakit ibu
Taksemia gravidarum
Perdarahan antepartum
DM, pre eklamsia
Keadaan lain, perokok,
alcohol, dan narkotik
Social ekonomi rendah
Sindrom aspirasi
Asfiksia intra uterin
janin
Cairan amnion
bercampur dengan
mekonium dan
lengket di paru janin
Faktor janin
Hidrmion
Kehamilan ganda
Kelainan kromosom
Faktor lingkungan
Tempat tinggal di dataran tinggi
Radiasi
Za-zat beracun
Gangguan
konjugasi hepar
Imaturitas hepar
BBLR
Bayi tampak
kurus
Relatif lebih
panjang
Kulit longgar,
jaringan lemak
Resiko perubahan suhu
Resiko kerusakan integritas kulit
Masalah kolaborasi hipoglikemia
Premature KDG < 20 mg/dl
Matur KGD < 30 mg/dl
Tanda:
Pucat, tidak mau
minum, lemah,
apatis, kejang
Kemikterus
Letargi
Kejang tonus otot
meningkat, leher
kaku, kemampuan
hisap menurun
Defisit
albumin
Hiperbilirubinemia
Bilirubin indirek
> 20 mg/dl
8 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
4. Manifestasi Klinik
Menunjukkan belum sempurnanya fungsi organ tubuh dengan keadaannya lemah
(Sitohang, 2006):
a. Fisik
bayi kecil
pergrakan kurang dan masih lemah
kepala lebih besar dari pada badan
berat badan < 2500 gram
b. Kulit dan kelamin
kulit tipis dan transparan
lanugo banyak
rambut halus dan tipis
genitalia belum sempurna
c. Sistem syaraf
refleks moro
refleks menghisap, menelan, batuk belum sempurna
d. Sistem muskuloskeletal
axifikasi tengkorak sedikit
ubun-ubun dan satura lebar
tulang rawan elastis kurang
otot-otot masih hipotonik
tungkai abduksi
sendi lutut dan kaki fleksi
kepala menghadap satu jurusan
e. Sistem pernafasan
pernafasan belum teratur sering apnoe
frekwensi nafas bervariasi
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada bayi prematur sebagai berikut (Sitohang, 2006):
1. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna
2. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna
3. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral disebabkan
anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan terjadinya kegagalan
peredaran darah sistemik.
9 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
6. Penatalaksanaan Bayi Prematur
Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan hidup di luar uterus maka perlu
diperhatikan pengaturan suhu dan lingkungan, pemberian makanan dan bila perlu
oksigen, mencegah infeksi serta mencegah kekurangan vitamin dan zat besi (Sitohang,
2006).
a. Pengaturan suhu
Bayi prematuritas dengan cepar akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia,
karena pusat pengaturan panas belum berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah
dan permukaan badan relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di
dalam inkubator sehinggan panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi
dirawata dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan 2000 gram adalah 35
derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2000 sampai 2500 gram adalah 33
sampai 34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada, bayi dapat dibungkus dengan kain
dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air panas, sehingga panas badannya dapat
dipertahankan (Sitohang, 2006).
b. Makanan
Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna, lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3-5 gr/kb BB dan kalori 110
kal/kg BB sehingga pertumbuhannya dapat meningkat(Sitohang, 2006).
Pemberian minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap
cairan lambung. Reflex menghisap masih lemah, sehingga pemberian minum
sebaiknya sedikit demi sedikit, tetapi frekuensi yang lebih sering. ASI merupakan
makanan yang paling utama, sehingga ASI lah yang paling dahulu diberikan. Bila
faktor menghisapnya kurang, maka ASI dapat diperas dan diminumkan dengan sendok
perlahan-lahan atau dengan sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan
sekitar 50-60 cc/kg BB/hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cc/kg
BB/hari (Sitohang, 2006).
c. Menghindari infeksi
Bayi premature mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuhnya masih
lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentuakn antiboodi belum
10 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
sempurna. Oleh karena itu, upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan prematuritas. Dengan demikian, perawatan
dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik (Sitohang,
2006).
Asuhan Keperawatan Bayi Praterm
Pengkajian Dasar Data Neonatus
1. Sirkulasi
Nadi apical mungkin cepat dan/atau tidak teratur dalam batas normal (120 – 160 dpm)
Murmur janutng yang dapat didengar dapat menandakan duktus arteriosus paten (DPA)
2. Makanan/Cairan
Berat badan kurang dari 2500 g
3. Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemas denga perut agak gendut.
Ukuran kepala besar dalam hubungannnya dengan tubuh, sutura mungkin mudah
digerakkan, fontanel mungkin besar atau terbuka lebar.
Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputar.
Edema kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat (tergantung pada usia
gestasi)
Refleks tergantung pada usia gestasi; rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu
32; koordinasi refles untuk menghisap, menelan, dan bernapas biasanya terbentuk
pada gestasi minggu ke-32; komponen pertama dari refleks Moro (ektensi lateral dari
ekstremitas atas dengan membuka tangan) tampak pada gestasi minggu ke-28;
komponen kedua (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada
gestasi minggu ke-32.
Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24 dan 37.
4. Pernapasan
Skor Apgar mungkin rendah.
Pernapsan mungkin dangkal, tidak teratur; pernapasan diafragmatik intermiten atau
periodik 40-60 x/menit)
Mengorok, pernapasan cuping hidung, retraksi suprastrenal atau substernal, atau
berbagai derajat sianosis mungkin ada.
11 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi, menandakan sindrom distress pernapasan
(RDS).
5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah
Menangis mungkin lemah
Wajah mungkin memar, mungkin ada kaput suksedaneum
Kulit kemerahan atau tembus pandang; warna mungkin merah muda atau kebiruan,
akrosianosis, atau sianosis/pucat.
Lanugo terdistribusi secara luas di seluruh tubuh.
Ekstremitas mungkin tampak edema
Garis telapak kaki mungkin atau mungkin tidak ada pada semua atau sebaian telapak.
Kuku mungkin pendek.
6. Seksualitas
Persalinan atau kelahiran mungkin tergessa-gesa.
Genitalia: labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan klitoris
menonjol; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau tidak ada pada
skrotum.
Penyuluhan/Pembelajaran
Riwayat ibu dapat menunjukkan faktor-faktor yang memperberrat persalinan praterm,
seperti usia muda; latar belakang social ekonomi rendah; rentang kehamilan dekat, gestasi
multiple; nutrisi buruk, kehamilan praterm sebelumnya; komplikasi obstetric seperti abrupsio
plasentae, ketuban pecah dini (KPD), dilatasi serviks premature, adanya infeksi;
inkompatibilitas darah berhubungan dengan eritroblastosis fetalis; atau penggunaan obat yang
diresepkan, dijual bebas atau obat jalanan.
Pemeriksaan Diagnostik
Pilihan tes dan hasil yang diperkirakan tergantung pada adanya masalah dan
komplikasi sekunder.
1. Studi cairan amniotik: untuk rasio lesitin terhadap sfingomielin (L/S), ;profil paru janin,
dan fosfatidilgliserol/fosfatidilinositol mungkin telah dilakukan selama kehamilan untuk
mengkaji maturitas janin.
12 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
2. Jumlah darah lengkap (JDL): penurunan pada hemoglobin/hematokrit (Hb/Ht) mungkin
dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah. Sel darah putih (SDP) mungkin
kurang dari 10.000/mm3
dengan pertukaran ke kiri (kelebihan dini dari netrofil dan pita),
yang biasanya dihubungkan dengan penyakit bakteri berat.
3. Dekstrostik: menyatakan hipoglikemia. Tes glukosa serum mungkin diperlukan bila hasil
Dekstrostik kurang dari 45 mg/ml.
4. Kalsium serum: Mungkin rendah
5. Elektrolit (Na++
, K+, Cl
-) : Biasanya dalam batas normal pada awalnya.
6. Golongan darah: Dapat menyatakan potensial inkompatibiltas ABO.
7. Penetuan Rh dan Coomb langsung (bila ibu Rh-negatif dan ayah Rh-positif):
Menentukan inkompatibilitas.
8. Gas darah arteri (GDA): PO2 munkin rendah; PCO2 mungkin meningkat dan
menunjukkan asidosis ringan/sedang, sepsis, atau kesulitan napas yang lama.
9. Laju sedeimetasi eritrosit (ESR): Meningkat, menunjukkan respons inflamasi akut.
Penurunan ESR menunjukkan resolusi inflamasi.
10. Protein C-reaktif (beta globulin): Ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya
proses radang infeksius atau non-infeksius.
11. Jumlah trombosit: Trambositopienia dapat menyertai sespsis.
12. Kadar fibrinogen: Dapat menurun selama koagulasi intravaskuler diseminata (KID) atau
menjadi meningkat selama cedera atau inflamasi.
13. Produk split fibrin: Ada pada KID.
14. Kultur darah: Mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungakan dengan sepsis.
15. Urinaisis III( pada specimen kedua ynag dikeluarkan): Mendeteksi abnormalitas, cedera
ginjal.
16. Berat jenis urin: rentang antara 1,006 sampai 1,013, meningkat pada dehidrasi.
17. Klinites/Klinistiks: Mengidentifikasi adanya gula dalam darah.
18. Hemates: Memeriksa adanya darah pada feses; hasil positif menunjukkan nekrotisasi
enterokolitis.
19. Tes shake aspirat lambung: Menentukana ada atau tidaknya surfaktan. (Hasil menengah
bila darah atau mekonium ada)
20. Sinar-x dada (PA dan lateral) dengan bronkogram udara: Dapat menunjukkan
penampilan ground-glass (RDS).
13 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
21. Seri ultrasonografi cranial: Mendeteksi ada dan beratnya hemoragi intraverikuler (IVH).
22. Punksi lumbal: Dapat dilakukan untuk mengesampingkan meningitis.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Menignkatkan fungsi pernapasan optimal.
2. Mempertahankan lingkungan termal yang netral.
3. Mencegah atau menurunkan risiko terhadap potensial komplikasi.
4. Mempertahankan homeostasis melalui regulasi nutrisi dan hidrasi.
5. Membantu mengembangkan unti keluarga sehat.
TUJUAN PULANG
1. Mempertahankan homeostasis fisiologis dengan dukungan yang minimal.
2. Berat badan 4½ lb atau lebih besar tepat dengan usia atau kondisi.
3. Komplikasi dicegah/teratasi atau ditangani secara mandiri.
4. Keluarga mengidentifikasi dan menggunakan sumber dengan tepat.
5. Keluarga mendemonstrasikan kemampuan untuk mengatur peawatan bayi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
A. KERUSAKAN PERTUKARAN GAS
Dapat berhubungan dengan : ketidakseimbangan perfusi ventilasi, ketidakadekuatan
kadar surfaktan, imaturitas otot arteriol pulmonal, imaturitas sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem neuromuscular, ketidakefektifan bersihan jalan napas, anemia, dan stress dingin.
Kemungkinan dibuktikan oleh: hiperkapnia, hipoksia, takpne, sianosis.
Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan kadar PO2/PCO2 dalam batas
normal (DBN), menderita RDS minimal, dengam penurunan kerja pernapasan dan tidak
ada morbiditas, bebas dari displasia bronkopulmonal.
Intervensi
Mandiri
1. Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lama
persalinan, tipe kelahiran, agar skor, kebutuhan tindakan resusitas saat kelahiran, dan
obat-obatan ibu yang di gunakan selama ke hamilan / kelahirann, termasuk
betametason.
Rasional : Persalinan yang lama meningkatakn resiko hipoksia, dan depresi
pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau pengunaan obat oleh ibu. Selain itu,
bayi yang memerlukan tindakan resusitatif pada kelahiran , atau yang apgar skornya
14 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
rendah, mungkin memerlukan intervensi lebih untuk menstabilkan gas darah dan
mungkin dan mungkin menderita cedra SSP dengan kerusakan hipotalamus, yang
mengontrol pernafasan.( catatAn : pemberian kortokosteroid pada ibu dalam minggu
1 kelahiran membantu mengembangkan maturitas bayi dan produksi surfaktan).
2. Perhatian usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin.
Rasional: neonatus lahir sebelim gestasi mingu ke-30 dan / atau brat badan kurang
dari 1500 g beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS. Selain itu, pria 2 kali rentnnya
dari pada wanita. (catatan : mayoritas kematian berhubungan dengan RDS terjadi
pada bayi dengan berat badan < 1500 g).
3. Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda disters pernafasan ( miss ; retraksi,
pernafasan cuping hidung , mengorok, retraksi, ronki, atau krekels).
Rasional: menandakan distres [pernafasan , khususnya bila pernafasan lebih besar sri
60x/mnit setelah 5 jam pertama kehidupan pernafasan mengorok menunjukan upaya
untuk mempertahankan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung adalah
mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatakan
masukan oksigen. Krekels/ ronki dapat menandakan fasokontriksi pulmunal yang
berhubungan dengan TDA, hipoksmia asedemia,atau imaturotas otot areterior, yang
gagal untuk kontriksi sebagai respons terhadap peningkatan lkdar oksigen.
4. Gunakan pemantauan oksigen transkuta atau oksimeter nadi . catat kadar tiap jam,
ubah sisi alat setiap 3-4 jam.
Rasional: memberikan pemantaun noninfasiv konstan terhadap kdar oksigen
(Catatatn: insufisiensi pulmonal biasanya memburuk 24-48 jam pertama, kemudian
mencapai plateau.
5. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan btasi waktu obstruksi
jalan nafas dengan kateter 5-10 detik. Observasi pemantauan oksigen trankutan
oksimeter nadi sebelum dan selam penghisapan berikan “kantung” ventilasi setelah
penghisapan.
Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya
pada bayi yang menerima penytilasi bayi pertem tidak mngembangkan reflek
terkoordinasi untuk menghisap menelan, dan bernafas sampai gestasi [ada minggu
ke-32 sampai ke-34. Silia tidak berkembang dengan penuh atau mungkin rusak dari
penggunaan selam indoktrial fase eksudat berhubngan dengang RDS pada kira-48
15 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
jam pascapartum dapat meperberat kesulitan bayi dalam mengatasi vagus,
menyebabka bradikardi, hiposemia, bronkospasme. Kantung ventilasi meningkatkan
perbaikan kadar oksigenn yang cepat.
6. Pertahankan keneetrlan suhu denngan suhu tubuh pada 97,7F (dalam 0,5F).Rujuk pada
DK: termoregolasi, tidak efektifresiko tinggi terhadap).
Rasional : Stres dingin menigkatkan konsumsi oksigen bayi , dapat meningkatkan
asidosis, dan selanjutnya kerusakan produksi surfaktan.
7. Pantau masukan haluaran cairan: timbang berat badan sesuai indikasi berdasarkan
protokol.
Rasional : dehidrasi merusak kemampuan untuk membersihkan jalan nafas saat
mukus menjadi kental. Hidrasi berlebihan dapat memperberat infiltrat alveolar/
edema pulmonal. Penurunan berat badan dan peningkatan haluran irin daoat
menandakan fase diuretik dari RDS, biasanya mulai pada 72-96 jam dan mendahului
resolusi kondisi.
8. Tingkatan istirahat;minimalkan rangsangan dan pengunaan energi.Posisikan bayi pada
abdomen bila mungkin berikan matras”tidak rata” sesuai indikasi
Rasional: menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigenn. Memungkinkan
ekspansi dada optimal merangsang pernafasan dan pertumbuhan ventrikel.
9. Observasi terhadap tanda-tanda vital dan lokasi sianosis.
Rasional: sianosiss adalah tanda lanjut dari poa2 rendah dan tamapak sampai ada
sedikit lbih dafri 3 g /dl penurunan Hb pada darah erteri sentrl. Atau 4-6 g/dl pada
darah kapiler, atau sampai satursai oksigen haqnya 75-85 % dengan kadar po2 42 -41
mmhg.
10. Selidiki penyimpangan tiba-tba dari kondisi yang di hubungkan dengan sianosis,
penurunan atau tidak adanya bunyi napas, pergeseran btitik tampak maksimal,
penonjolan dndinng dada, hipotensi,atau disritmia jantung.
Rasional :penyimpangan pernapasan yang tiba- tiba atau tidak diperkirakan dapat
menandakn awitan pneomothoraks.
11. Pantau terhadap tanda-tanda nekrosis ektrokolitis (rujuk pada DK:konstipasi , resiko
tiggi terhadap; diare, resiko tinggi terhadap).
16 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional ;: hipoksia dapat menyembuhkan pirau darah ke otak sehinga men urunkan
sirkulasi keusus, dengan akibat lanjut dengan kerusakan sel usus damn infasi oleh
bakteri membentuk gas.
Kolaborasi
12. Pantau pemeriksaan laboratorium, dengan teta; grafik seri GDA.
Rasional : hopoksemia. Hiperkapnia , dan asisdosis menurunkan produksi surfaktan
kadar pao2 harus 50-70 mmhg atau lebih tinngi, kadar paco2 haru 35-45mmhg, dan
saturasi oksigen harus 92%-94%.
13. Hb/Ht.
Rasional : penurunan simpanan besi pada kelahiran, pengulangan pengambilan
sampel darah, pertumbuhan cepat, dan episode henoragis meningkatakn
kemungkinan bahwa bayi patrem akan anemik, sehingga menurunakan kapasitas
pembawa oksigen darah.( catatan: pemberian sel mungkin perli untuk menggantikan
darah yang di ambil untuk pemeriksaan laboratorium).
14. Tinjau ulang seri sinar x dada.
Rasional : atelektasis,kongesti, bronkogram udara menujukkan terjadinya RDS.
15. Berikan oksigen sesiuai kebutuhan, dengnanmasker kap, selang endotrakeal atau
fentilasi mekanik dengan menggunakan tekanan jakan napas positif konstan dan
fentilasi mandotari intermiten(IMV), atau pernapasan tekann positif intermiten dan
tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP).
Rasional: hipoksemia asdemia dapat berlanjut menurunkan produksi surfaktan,
meningkatkan tahanan vaskuler pulmonal dan vasokontriksi, dan menyebabkan
duktus arterious tetap terbuka . imaturitas hipotalamus dapat memerlukan bantuan
ventilasi untuk mempertahankan pernapasn. Pengunaan PEEP dapat menurunkan
kolaps jalan napas, meningkatkan pertukran gas dan menurunkan kebutuhan oksigen
tingkat tinggi.
16. Pantau pemberian oksigen dan durasi pemberian.
Rasional :kadar oksigen serum tinggi yang lama diakibatkan dari IPPB dan
PEEP(barotrauma) dapat memredisposisikan bayi pada displasia bronkopulmunal.
17. Catat fraksi oksigen dalam udra inspirasi (FIO2) setiap jam.
Rasional: jumlah oksigen yang di berikan, diexspresikan sebagai FIO2 ditentukan
secra individu, berdasarkan pada pemantauan transkutan atau sampel darah
17 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
kapiler.(catatan: kadar ooksigen tinggi lama {toksisitas oksigen }. Dapat
mendisposisikan bayi pada kertusakan retinal trolental fibropasial).
18. Mulai drainase postural. Fisioterapi dada, atau vibrasi lobus setiap 2jam, sesuai
indikasi, perhatikan toleransi bayi terhadap proedur.
Rasional: memudahkan penghilangan sekresi. Lama waktu yang digunakan untuk
setiap lobus dihubu8ngkan dengan toleransi bayi. ( bayi biasanya tidak bisa
mentoleransi regimen tindakan yang penuh setiap waktu).
19. Aspirasi isi lambung untuk tes shake.
Rasional: memberikan informasi yang segera akn ada atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan,, yang perli untuk meningkatakan ekspansi normal dan elastisitas
alveolibiasanya tidak ada dalam kuantitas yang cukup sampai gestasi minggu ke-32
sampai ke-33.
20. Beri makan dengan selang nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti penberian
makan dengan ASI, bila tepat.
Rasional: menu runkan kebutuhan oksigen, meningkatkan istirahat, menghemat
energi, dan menurunkan resiko aspirasi karena perkembangan refleks gag buruk.
21. Berikan obat-obatan sesuai indikasi:
a. Natrium bikarbonat.
Rasional: bila tindakan meningkatkan frekuensi pernapasan atau memperbaiki
ventilasi tidak cukup untuk memperbaiki asidosis. Penggunaan natrium
bikarbonat yang hati-hati dapat mengembalikan ph ke dalam rentang normal.
b. Surfaktan(artifisial atau eksogen).
Rasional : Mungkin di berikan pada kelahiran atau setelah diagnosis RDS untuk
menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek dapat
berakjir sampai 72 jam.
22. Bantu dengan aspirasi jarum toresentesis, atau pemasangan selang dada.
Rasional: mengembankan kembali paru melalui mengeluarkan udara atau cairan
yang terjebak. Membuat kembal tekanan negatif dn meninkatkan pertukaran gas.
B. POLA PENAPASAN, TIDAK EFEKTIF
Dapat berhubungan dengan: imatiritas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan
otot, penurunan energi. Depresi berhubungan dengan obat dan ketidak seimbangan
metabolik.
18 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Kemungkinan di buktikan oleh: dispnea, takipneaa, periode aonea, pernafasan cuping
hidung, penggunaan bantuan otot, sianosis , GDA abnormal, takikardia.
Hasil yang di harapkan neonatal akan: Mempertahankan pola pernafasan periodik (
periode apenik berakhir 5-10 dtk diikuti dengan periode pendek ventilasi cepat). Dengan
membran mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekuensi jantung , tonus jantung, tonus otot, dan warna kulit berkenaan
dengan prosedur atau perawatan. Lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang
kontinu.
Rasional : membantu dalam memberikan periode perpytaran pernfasan normal dari
serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi seblum gestasi mingu ke-30.
2. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan napas.
3. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi
pernapasan pada bayi.
Rasional : madnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernafasan aktifitas SSP.
Ikan
4. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan gulungan pokok di bawah
bahu untuk menghasilkan sedikit hiperektensi.
Rasional: posisi ini dapat memoermudah pernafasan dan menurunkan episode apneik,
khususnya pada adanya hipoksia, asidosis metabolik, atau hiperkapnia.
5. Pertahankan suhu tubuh optimal.(rujuk pada DK: termoregulasi , tidak efektif, resiko
tinggi terhadap).
Rasional: bahkan adanya sedikit peningkatan atau penurunn suhu lingkungan dapat
menimbulkan apnea.
6. Berikan rangsangan taktil yang segera.( mis, gosokan punggung bayi) bila terjadi
apnea. Pergatikan adanya sianosis, bradikardi, atau hipotonia. Anjurakan kontak orang
tua.
19 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya
pernafasan spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau
tidak ada , atau bradikardia bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.
7. Tempatkan bayi pada matras bergelombang.
Rasional: gerakan memberikann rangsangan, yang dapat menurunkan kejadian
apneik.
Kolaborasi
8. Pantau pemeriksaan laboratorium (Mis,. GDA, glikosa serum, elekrolit, kultur,mdan
kadar obat) sesuai indikasi.
Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglekimia, hipokalsemia,dan
sepsis dapat memperberat serangan apneik. Toksisitas obat, yang menekan fungsi
pernafasan dapat terjadi karena pernafasan dapat terjadi karena keterbatasan ekskresi
dan waktu paruh obat yang lama.
9. Berikan oksigen sesuai indikasi.(rujukan pada DK: pertukaran gas, kerusakan).
Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatka n
pernfasan.
10. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
a. Natrium bikarbonat.
Rasional : memperbaiki asidosis.
b. Antibiotik.
Rasional; mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis.
c. Kalsium glukonat.
Rasional: hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea.
d. Aminoflin.
Rasional: dapat meningkat aktifitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas
terhadap karbondiosida, menurunkan frekuensi apnea.
e. Pankuronium bromida (pavulon).
Rasional: mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin perlu bila bayi scra
mekanis terventilasi.
f. Larutan glukosa.
Rasional: mencegah hipoglikemia. (Rujuk pada DK: nutrisi, perubahan, kurang
dari kebutuhan tubuh, resikotinggi terhadap).
20 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
C. TERMOLEGULASI, TIDAK EFEKTIF, RESIKO TINGGI TERHADAP.
Faktor resiko dapat meliputi: perkembangan SSP imatur( pusat regulasi suhu), penurunan
rasio masa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak subkutan . keterbtasan
simpanan lemak coklat , ketidak mampuan merasakan dingin atau berkeringat. Cadangan
metabolik buruk, respons mati terhadap hipotermia. Danmanipulasi dan intervensi
medis/ keperawatan yang sering.
Kemungkinan di buktikan oleh: {tidak dapat di terapkan: adanyha tanda/gejala untuk
mendiagnosa aktual}
Hasil yang di harapkan neonatal akan: Mempertahankan suhu kilt /aksila dalam 95,9-
99,1 F(35,5-37,3F) bebas dari tanda-tanda stres dingin.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya, periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi
setiap 15 mnt selama penghangatan ulang.
Rasional: hipotermia mebuat bayi cendrung pada stres dingin, penggunaan simpanan
lemak coklat yang tidak dapat diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitifitas untuk
meningkatkan kadar karbon dioksida ( hiperkapnia) atau penurunan kadat oksigen(
hipoksia). (catatan: penghangatan ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi
apneik, ini dapat menyebabkan depessi pernafasan lanjut sebagai pengganti
pernapasan. Mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan oksigen.)
2. Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka dengan
penyebar hangat , atau tempat tidur bayi terbuka dengan pakaian tepat untuk bayi yang
lebih besar atau lebih tua. Gunakan bantalan pemanas di bawah bayi bila perlu, dalam
hubunganya dengan tempat tidur isolette atau tebuka.
Rasional ; mempertahankan lngkungan termonal membantu mencegah stres dingin.
3. Gunakan lampu pemanas selam prosedur. Tutup penyebar hangat atau bayi dengan
penutup plastik atau kertas alumunium bil tepat. Objek pans dengan tubuh bayi,
seperti stetosko, linen, dan pakaian.
Rasional; menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yanng lebih dingin dari
ruangan.
21 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
4. Kurangi pemajanan pada aliran udara: hindari pembukaan pagar isolette yang tidak
semestinya.
Rasional: menurunkan kehilangan panas karena konveksi/konduksi. Membatasi
kehilangan panas melalui radiasi.
5. Ganti pakaian atau linen tempat bila basah. Pertahankan kepala bayi tetap tertutup.
Rasional: menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
6. Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat, atau incubator. (pertahankan batas atas
pada bayi 98,6oF, tergantung pada ukuran atau usia bayi).
Rasional : hipertemie akibat pening katan pada laju metabolisme, kebutuhan oksigen
dan glukosa dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan
yang dapat dikontrol, terlalu tinggi.
7. Pertahankan kelembapan relatif 50-80%. Oksigen lembap hangat 88-93 F(31-34C)
Rasional; mencegah evaporasi berlebihan , menurunkan kehilngan cairan tidak kasat
mata.
8. Perhatikan adanya takipnea atau apnea: sianosis umum, akrosianosis , atau kulit
belang: bradikardia , menangis buruk, atu latergi . evaluasi derajat dan lokasi ikterik.
(Rujuk pada MK: Bayi baru lahir:hiperbilirubinemia).
Rasional: tanda-tanda ini menandakan stres dingin, yang meninkatkan konsumsi
oksigen dan kalori serta mebuat bayi cendrung pada asidosis berkenaan dengan
metabolisme anerobik. Hipoytmia meningkatkan reiko kernikterus, saat asam lemak
dilepasakan pada metabolisme lemak coklat bersaing dengan bilirubin untuk bagian
pada albumin. (catatan: warna kulit mungkin merah terang pada perifer, dengan
sianosis terlihat pada bagian tengah sebagai akibat darike gagalan disoiasi
oksihemoglobin .)
9. Berikan penghangatan bertahap untuk bayi yang stres dingin.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen
berlebihan dan apnea.
10. Kaji haluaran dan berat jenis urin.
Rasional: peningkatan haluaran dan peningkatan berat jenis urin di hubungkan dengan
penurunan perfusi ginjal selama periode stres dingin.
11. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila penambahan berat badan tidak
adekuat, tingkatkan suhu lingkingan sesuai indikasi.
22 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: ketidak adekuatan penambahan berat badan mesipunmasukan kalori tidak
adekuat dapat menandakan bahwa kalori di gunakan untuk mempertahankan suhu
tubuh , memerlukan peningkatan suhu lingkungan.
12. Perhatikan frekuensi dan jumlah masukan. Pantau dextrosix. Kaji bayi terhadp
muntah, distensi abdomen, atau apatis.
Rasional: pemberian makan buruk ketidak stabilan biasa terjadi pada bayi dengan
ketidak stabilan suhu kadar dextrosik kurang dari 45 mg/dl menadakan hipoglekimia
yang memrluksn intervensi segera.
13. Kaji kemjuan kemampuan bayi untuk berdaptasi tergadap suhu rendah di dalam
inkubator, atau pada suhu ruangan, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan
yang tepat
Rasional: .alat buaian dapat di gunakan bila bayi dapat mempertahankan suhu tubuh
stabil 97,70F dalam udra ruangan dan dapat meningkatkan berat badan.
14. Pantau suhu bayi bila keluar dari lingkungan hangtat. Berikan informasi termoregulasi
kepada orangtua.
Rasional: kontak di luar tempat tidur, khusunya dengan orangtua, mungkin singkat
saja bila dimungkinkan untuk mencegah stres dingin. (catatan: hipertermia dapat
terjadi bila bayi di gendong oleh orang tua.)
15. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan , diaforesis, letarge,apnea,
koma atau aktifitas kejang .
Rasional: tanda-tanda hipertermia (suhu tubuh lebih besar dari 990F ( 37,2
0C). Dapat
berkanjut pada kerusakan otak bil tidak teratasi.
16. Evaluiasi sumber eksternal ( mis., foto terapi, lampu pemanas, atau sinar matahari).
Batasi pakaian dan mandi di seka dengan spon menggunakan air hangat. Pastikan
posisi yang tepat dari alat pengukur suhu bila digunakan.
Rasional: tindakan ini secra umum berhasil dalam memperbaiki hipertermia. (catatan:
bila hipertermia menetap setelah menetukan posisi yang tepat dan memfungsikan alat
pengukur suhu, kemungkinan status hipermetabolik seperti sepsis atau gejala putus
zat narkotik harus dipertimbangkan).
Kolaborasi
17. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi( mis., GDA, Glukosa, serum,
elektrolit, dan kadar bilirubin). (rujuk pada DK: kerusakan pertukaran gas .)
23 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: stres dingin meningkatkan kebutuhann terhadap glukosa dan oksigen serta
dapat menyebabkan masalah asam –basa bila bayi mengalami metabolisme anerobik
bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia peningkatan kadar bilirubin inderek
dapat terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat, dengan
asam lemak bersaig dengan bilirubin pada bagian ikatan di alabumin. Asidosis
metabolok dapat juga terjadi pada hipertermia.
18. Berikan D10 W dan ekspander volume secara intravena, bila diperlukan.
Rasional: pemberian dekstrosa mungkin perlu untuk meperbaiki hipoglikemia.
Hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang
mengalami stress panas. Hipertermia dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi tiga
sampai empat kali lipat.
19. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
Rasional : Bila oksigen tidak siap tersedia untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
metabolik berkenaan dengan upaya untuk meningkatkan suhu tubuh, bayi akan
menggunakan metabolisme anaerobik, mengakibatkan asidosis karena pembentukan
asam laktat. Hipotermia menurunkan respons bayi praterm terhadap hipoksia dan
hiperkapnia, yang menyebabkan depresi pernapasan lanjut sebagai ganti dari
peningkatan frekuensi pernapasan, mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan
oksigen. Hipertermia karena penghangatan terlalu cepat dihubungkan dengan keadaan
apnea, peningkatan kehilangan air yang tidak kasatmata dan peningkatan frekuensi
metabolik dengan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen dan glukosa.
20. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi :
a. Fenobarbital.
Rasional: Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP
yang disebabkan oleh hipertermia.
b. Natrium bikarbonat
Rasional: Memperbaiki asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermia dan
hipertermia.
D. KEKURANGAN VOLUME CAIRAN, RISIKO TINGGI TERHADAP
Faktor resiko dapat meliputi : Usia dan berat badan ekstrem (prematur, dibawah 2500 g),
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu
lingkungan, ginjal imatur / kegagalan untuk mengkonsentrasikan urin).
24 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Kemungkinan dibuktikan oleh : [Tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnosa aktual].
Hasil yang diharapkan neonatal akan : Bebas dari tanda-tanda dehidrasi atau glikosuria
dengan masukan cairan sama dengan haluaran dan pH, Ht, dan berat jenis urin DBN.
Menunjukkan penambahan berat badan 20-30g/hari.
Intervensi
Mandiri
1. Dapatkan seri berat badan setiap hari dengan menggunakan skala yang sama dan pada
waktu yang sama.
Rasional; Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan.
Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 15% dari berat badan total atau 1%-2%
dari berat badan total perhari. Ketidakadekuatan penambahan berat badan dapat
dihubungkan dengan ketidakseimbangan air atau ketidakadekuatan masukan kalori.
2. Bandingkan masukan dan haluaran cairan setiap shift dan keseimbangan kumulatif
setiap periode 24 jam. Pertahankan catatan setiap jam dari penginfusan cairan
intravena. Kaji haluaran melalui pengukuran urin dari kantung penampung atau
melalui penimbangan / penghitungan popok. Pertahankan catatan akurat mengenai
jumlah darah yang diambil untuk tes laboratorium.
Rasional: Haluran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
80-100 ml/kg/hari pada hari pertama kehidupan, meningkat sampai 120-140
ml/kg/hari pada hari ke-3 pasca kelahiran. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan
penurunan kadar Hb/Ht.
3. Pantau berat jenis urin setiap selesai berkemih, atau setiap 2-4 jam, dengan
megaspirasi urin dari popok bila bayi tidak tahan dengan kantung penampung urin
atau yang kantung penampung yang direkatkan.
Rasional; Meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan untuk
mengkonsentrasikan urin biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi
praterm (rentang normal 1,006 – 1,013), berat jenis urin bervariasi, memberikan tanda
tingkat dehidrasi individu. Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan;
kadar lebih besar dar 1,013 menandakan ketidakcukupan masukan cairan dan
dehidrasi.
25 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
4. Tes urin dengan Dextrotix per protokol.
Rasional: Bahkan pada kasus hipoglikemia, glikosuria terjadi saat ginjal yang imatur
mulai mengekskresikan glukosa, yang dapat menimbulkan diuresis osmotik,
meningkatkan resiko dehidrasi.
5. Minimalkan kehilangan cairan yang tidak kasatmata melalui penggunaan pakaian,
suhu termonetral, dan menghangatkan atau melembabkan oksigen.
Rasional: Bayi praterm kehilangan air dalam jumlah besar melalui kulit, karena
pembuluh darah dekat dengan permukaan dan kadar lapisan lemak berkurang atau
tidak ada. Fototerapi atau penggunaan penyebar hangat dapat meningkatkan
kehilangan tidak kasatmata sampai 50% atau sebanyak 200 ml/kg/hari. (catatan : BB
bayi < 1500g (3 lb 5 oz) paling rentan terhadap kehilangan cairan tidak kasatmata).
6. Pantau tekanan darah (TD), nadi, dan tekanan arterial rerata (TAR)
Rasional: Kehilangan 25% volume darah mengakibatkan syok dengan TAR <25
mmHg menandakan hipotensi (Catatan: TD dihubungkan dengan BB; mis, bayi lebih
kecil, TAR lebih rendah).
7. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel anterior.
Rasional: Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm. Kehilangan/perpindahan
cairan yang minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor
kulit yang buruk, membran mukosa kering, dan fontanel cekung.
8. Perhatikan letargi, menangis dengan nada tinggi, distensi abdomen, peningkatan
apnea, kedutan, hipotonia, atau aktivitas kejang.
Rasional: Tanda-tanda ini menunjukkan hipokalsemia, yang paling mungkin terjadi
selama 10 hari pertama kehidupan.
9. Kaji lokasi tempat masuknya cairan intravena setiap jam. Perhatikan edema atau
kegagalan masuknya cairan. Jangan memeriksa posisi jarum dengan menurunkan
cairan dibawah tingkat jarum.
Rasional: Pembengkakan dapat menandakan terjadi infiltrasi cairan atau plester
terlalu ketat. Aliran balik darah disebabkan oleh penurunan cairan mungkin
menyumbat jarum.
10. Berikan kalium klorida, kalsium glukonat 10%, dan magnesium sulfat 50%, sesuai
indikasi. Pantau bradikardia yang potensial terjadi pada bayi melalui pemantau
26 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
jantung; observasi lokasi tempat masuknya infus terhadap adanya tanda-tanda iritasi
atau edema.
Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan elektrolit perlu untuk mempertahankan atau
mencapai homeostasis. Pemberian kalsium melalui kateter vena umbilikal dapat
menyebabkan nekrosis hepar, bila diberikan melalui arteri umbilikal, ini dapat
memperberat entrokolitits nekrotisan. Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
membatasi efek-efek tidak baik dari infiltrasi obat; sperti kerapuhan, kalsifikasi, dan
nekrosis. (Catatan: Penggantian kalsium tidak efektif pada adanya defisit
magnesium).
11. Berikan transfusi darah.
Rasional: Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan
menggantikan kehilangan darah.
12. Berikan dopamin hidroklorida, sesuai indikasi.
Rasional: Dapat digunakan untuk mengatasi penurunan tekanan darah, khususnya
bila berhubungan dengan pemberian Pavulon.
Kolaborasi
13. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi :
a. Ht
Rasional: Dehidrasi meningkatkan kadar Ht di atas nilai normal 45% - 53%.
b. Kalsium serum dan magnesium serum.
Rasional: Bayi praterm rentan pada hipokalsemia (kadar kalsium < 7 mg/dl)
karena simpanan rendah, depresi rangsang paratiroid, dan stress karena hipoksia,
sepsis, atau hipoglikemia. Hipomagnesemia sering disertai hipokalsemia.
c. Kalsium serum.
Rasional: Hipokalsemia dapat terjadi karena kehilangan melalui selang
nasogastrik, diare, ata muntah. Kadar kalium berlebihan (hiperkalemia) dapat
diakibatkan dari kesalahan penggantian, perpindahan kalium dari ruangan
intraselular ke ekstraselular, asidosis, atau gagal ginjal.
14. Berikan infus parenteral: dalam jumlah > 180 ml/kg, khususnya pada PDA, displasia
bronkopulmonal (BPD), atau enterokolitis nekrotisan (NEC).
Rasional: Penggantian cairan menambah volume darah, membantu mengembalikan
vasokonstriksi berkenaan dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan kekiri melalui
27 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
PDA, dan telah membantu dalam penurunan komplikasi enterokolitis nekrotisan dan
displasia bronkopulmonal.
E. CEDERA, RISIKO TINGGI TERHADAP, KERUSAKAN SSP
Faktor resiko dapat meliputi : Hipoksia jaringan, perubahan faktor pembekuan,
ketidakseimbangan metabolik (hipoglikemia, perpindahan elektrolit, peningkatan
bilirubin).
Kemungkinan dibuktikan oleh : [Tidak dapat diterapkan, adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnosa aktual].
Hasil yang diharapkan neonatal akan : Bebas dari kejang dan tanda-tanda kerusakan
SSP. Mempertahankan homeostasis dibuktikan oleh GDA, glukosa serum, kadar
elektrolit dan bilirubin DBN.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji upaya pernapasan. Perhatikan adanya pucat atau sianosis.
Rasional: Distress pernapasan dan hipoksia mempengaruhi fungsi serebral dan dapat
merusak atau melemahkan dinding pembuluh darah serebral, meningkatkan resiko
ruptur. Bila tidak teratasi, hipoksia dapat mengakibatkan kerusakan permanen. (Rujuk
DK: pertukaran gas, kerusakan).
2. Pantau kadar Dextrostix, dan observasi adanya perilaku yang menandakan
hipokalsemia atau hipokalsemia pada bayi (mis, kacau mental, kedutan, kejang
mioklonik, atau mata terbalik). (Rujuk DK : Nutrisi, perubahan, kurang dari
kebutuhan tubuh, resiko tinggi terhadap).
Rasional: Karena kebutuhannya terhadap glukosa, otak dapat menderita kerusakan
yang tidak dapat pulih bila kadar glukosa serum lebih rendah dari 30-40 mg/dl.
Hipokalsemia (kadar kalsium serum <7 mg/dl) sering menyertai hipokalsemia dan
dapat mengakibatkan apnea dan kejang.
3. Observasi bayi terhadap perubahan fungsi SSP dimanifestasikan oleh perubahan
perilaku, letargi, hipotonia, penonjolan atau ketegangan fontanel, mata terbalik, atau
aktifitas kejang. Selidiki penyimpangan keadaan yang ditandai oleh menangis nada
tinggi, pernapasan yang sulit, dan sianosis, yang diikuti dengan apnea, flaksid
kuadriparese, tidak berespons, hipotensi, postur tonik, dan arefleksia.
28 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: Trauma kelahiran, kapiler rapuh, dan kerusakan proses koagulasi membuat
bayi beresiko terhadap IVH, khususnya bayi yang BB nya < 1500g atau gestasi
dibawah 34 minggu. Penegangan atau penonjolan fontanel anterior mungkin
merupakan tanda pertama dari IVH, syok hemoragi, atau peningkatan tekanan
intrakranial (PTIK), yang dengan mudah membawa pada kematian akibat sirkulasi
yang kolaps. Bayi gestasi < 32 minggu dapat menjadi letargik atau hipotonik serta
dapat memanifestasikan gerakan “mata menjelajahi” yang tidak terkontrol dan kurang
jalur penglihatan. (Catatan: tanda-tanda klinis dan perkembangan IVH mungkin tidak
ada, sangat samar, atau tiba-tiba serta mengancam kehidupan).
4. Ukur lingkar kepala, sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mendeteksi kemungkinan PTIK atau hidrosefalus, yang
mungkin merupakan akibat dari hemoragi subdural. Hanya 35%-50% bayi dengan
hidrosefalus berkembang secara normal.
5. Kaji warna kulit, perhatikan bukti peningkatan ikterik berkenaan dengan perubahan
perilaku seperti letargi, hiperrefleksia, kacau mental, dan opistotonus. (Rujuk pada
MK: Bayi baru lahir: Hiperbilirubinemia).
Rasional: Bayi praterm lebih rentan pada kernikterus pada kadar bilirubin lebih
rendah dari bayi cukup bulan karena peningkatan kadar bilirubin sirkulasi tidak
terkonjugasi melewati barier darah otak.
Kolaborasi
6. Pantau pemeriksaan laboratorium, sesuai indikasi :
a. Ht / Hb; GDA
Rasional: Penurunan kadar Hb atau anemia menurunkan kapasitas pembawa
oksigen, meningkatkan resiko kerusakan SSP yang peramnen berkenaan dengan
hipoksemia. Penurunan Ht yang tiba-tiba dapat menjadi indikator pertama dari
IVH.
b. Kadar bilirubin
Rasional: Peningkatan kadar bilirubin dengan cepat dapat mengakibatkan
kernikterus bila tidak diatasi.
c. Berikan suplemen oksigen
Rasional: Hipokalsemia meningkatkan resiko kelemahan atau kerusakan SSP
yang permanen.
29 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
7. a. Bantu dengan prosedur diagnostik atau terapeutik, sesuai indikasi :
Skaning tomografi komputer, ultrasonografi kranial.
Rasional: Mengidentifikasi adanya/luasnya hemoragi, yang bermanfaat dalam
memprediksi kemungkinan komplikasi jangka panjang dan dalam pemilihan
tindakan.
b. Punksi lumbal
Rasional:Spesimen cairan serebrospinal (CSS) berdarah memastikan IVH.
Beberapa rumah sakit melakukan punksi leumbal berturut-turut setiap hari untuk
menurunkan TIK dan mencegah efek-efek berbahaya dari hidrosefalus.
c. Transfusi tukar
Rasional: Naik atau meningkatnya kadar bilirubin dengan cepat menandakan
kebutuhan terhadap transfusi tukar volume ganda dengan darah O negatif untuk
mengeluarkan bilirubin dan mencegah hemolisis lanjut dari sel darah merah
(SDM).
d. Ventrikulopunksi atau tap.
Rasional: Mungkin digunakan untuk mengeluarkan kelebihan darah dari
ventrikel, meskipun pemeriksaan tidak menandakan adanya perubahan dalam
hasil.
e. Penempatan pirau ventrikuloperitoneal.
Rasional: Dilatasi ventrikel progresif tidak responsif pada tindakan lain dapat
memrlukan intervensi pembedahan untuk memperbaiki atau mencegah
hidrosefalus.
8. a. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
Kalsium, magnesium, natrium bikarbonat, dan atau glukosa.
Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan membantu mencegah aktivitas kejang
neonatus, yang dapat terjadi pada respons terhadap keadaan metabolik sementara.
b. Fenobarbital
Rasional: Membantu untuk mengontrol kejang akut serta status epileptikus pada
bayi baru lahir.
30 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
c. Fenitoin atau diazepam
Rasional: Mungkin digunakan bila obat antiepileptik lain tidak berhasil dalam
mengontrol aktifitas kejang. (Catatan : Dosis harus berdasarkan pada pembuluh
darah).
d. Furosemid, asetazolamid, atau steroid.
Rasional: Membantu menurunkan tekanan intrakranial, dan mengatasi efek-efek
sekunder dari perdarahan.
e. Vitamin E
Rasional: Sifat antioksidan melindungi membran SDM terhadap hemolisis.
f. Indometasin
Rasional: Pemberian IV dapat memperbaiki ketidakseimbangan hemodinamik
melalui penutupan duktus arteriosus paten.
9. Bantu dengan penggantian cairan atau pembatasan
Rasional: Perfusi serebral tergantung pada volume sirkulasi adekuat. (Catatan: cairan
mungkin tidak dibatasi pada kasus hipertonisitas, kerusakan SSP dengan perdarahan,
atau palsi serebral).
F. NUTRISI, PERUBAHAN, KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH, RISIKO
TINGGI TERHADAP
Faktor resiko dapat meliputi: Imaturitas produksi enzim, penurunan produksi asam
hidroklorik (menurunkan absorpsi lemak dan vitamin yang larut dalam lemak), imaturitas
sfingter kardia, otot abdominal lemah, kapasitas lambung kecil, refleks lemah, tidak ada,
atau tidak sinkron berkenaan dengan pemberian makan, ketidakadekuatan kadar nutrisi
simpanan.
Kemungkinan dibuktikan oleh: [tidak dapat diterapkan adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnose actual]
Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan
BB dalam kurva normal, dengan penambahan BB tetap sedikitnya 20-30 g/hari.
Mempertahankan glukosa serum DBN dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi
Mandiri
1. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan (mis, menghisap, menelan,
gag, dan batuk).
31 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: Menentukan metode pemberian makan yang tepat untuk bayi.
2. Auskultasi terhadap adanya bising usus. Kaji status fisik dan status pernapasan.
Rasioanal: Pemberian makan pertama pada bayi stabil yang memiliki peristaltik dapat
dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila distress pernapasan ada, cairan perenteral
diindikasikan, dan cairan peroral harus ditunda.
3. Mulai pemberian makan sementara atau dengan menggunakan selang sesuai indikasi.
Rasional: Pemberian makan perselang mungkin perlu untuk memberikan nutrisi yang
adekuat pada bayi yang telah mengalami koordinasi menghisap yang buruk dan refleks
menelan atau yang menjadi lebih selama pemberian makan.
4. Kaji pernapasan yang tepat dari selang pemberian makan pada bayi, gunakn prosedur
pengkleman yang tepat untuk mencegah masuknya udara kedalam lambung.
Rasional: Pemasangan selang pada trakea yang tidak tepat dapat menurunkan fungsi
pernapasan. Bila 1 ml atau kurang aspirasi dari lambung, penjumlahan ini harus
dikurangi dari makanan yang akan diberi dan dimasukan kembali kedalam selang. Bila
> 2 ml diaspirasi, jadwal pemberian makan perlu diubah.
5. Masukan ASI/formula dengan perlahan selama 20 menit pada kecepatan 1 ml/menit.
Rasional: Pemasukan makanan kedalam lambung yang terlalu cepat dapat
menyebabkan respons balik cepat regurgitasi, peningkatan resiko aspirasi, dan distensi
abdomen, semua ini menurunkan status pernapasan.
6. Kaji tingkat energi dan penggunaannya, derajat kelelahan, frekuensi pernapasan, dan
lama waktu yang diperlukan untuk makan.
Rasional: Penggunaan energi berlebihan selama makan menurunkan ketersediaan
kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan normal. Pengguanaan selang secara total
atau sementara mungkin perlu untuk menurunkan kelelahan. Pemberian makan peroral
tidak tepat bila frekuensi pernapasan > 60/menit.
7. Penuhi kebutuhan menghisap pada bayi dengan menggunakan dot selama pemberian
makan perselang. Bila bayi menjadi kadang-kadang menyusu ASI, ibu dapat
menggosok dot pada payudara, melembabkannya dengan sedikit ASI untuk memberi
bau padanya. Ia dapat juga menggendong bayi selama pemberian makan.
Rasional: Memberikan kepuasaan oral sehingga bayi menghubungkan kepuasaan diri
dalam menghisap dengan kenyamanan dari pengisian lambung.
8. Tunda drainase postural selama sedikitnya 1 jam setelah pemberian makan.
32 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: Memungkinkan pencernaan optimal dan absorpsi dan pemberian makan,
membantu mencegah regurgitasi berkenaan dengan peningkatan penanganan.
9. Perhatikan adanya diare, muntah, regurgitasi, residu lambung berlebihan, atau hasil
positif dari tes guaiak. (Rujuk pada DK: konstipasi, resiko tinggi terhadap).
Rasional: Menandakan kerusakan fungsi lambung. Residu lambung > 2 ml (diaspirasi
melalui selang nasogastrik[NG] sebelum pemberian makan) menunjukkan kebutuhan
untuk menurunkan jumlah pemberian makan dan dapat menandakan absorpsi buruk
atau enterokolitis nekrotisan.
10. Pantau kadar Dextrosix dan Clinitest perprotokol.
Rasional: Karena hepar imatur tidak menyimpan atau melepaskan glikogen dengan
baik, resiko hipoglikemia meningkat. Hipoglikemia dapat di diagnosa dengan kadar
Dextrostix < 45 mg/dl. (Catatan: Bayi mungkin asimtomatik bahkan bila hasil
Dextrostix serendah 20 mg/dl).
11. Pertahankan termonetral lingkungan dan oksigenasi jaringan yang tepat. Gangguan
pada bayi harus seminimal mungkin.
Rasional: Stress dingin, hipoksia, dan penanganan yang berlebihan meningkatkan laju
metabolisme dan kebutuhan kalori bayi, kemungkinan mengorbankan pertumbuhan
dan peningkatan BB.
12. Pantau bayi terhadap reaksi lokal atau sistemik untuk pemberian makan parenteral
(mis, peningkatan suhu, trombosis pembuluh darah, dispnea, muntah, atau sianosis).
Rasional: Kira-kira 50% komplikasi yang berhubungan dengan nutrisi parenteral total
(NPT) adalah karena sepsis, biasanya septikemia Candida. Komplikasi lain meliputi
kelebihan beban cairan dan obstruksi atau perubahan posisi kateter.
13. Catat pertumbuhan dengan membuat pengukuran BB setiap hari dan setiap minggu
dari panjang badan dan lingkar kepala.
Rasional: Pertumbuhan dan peningkatan BB adalah criteria untuk penentuan
kebutuhan kalori, untuk menyesuaikan formula dan untuk menentukan frekuensi
pemberian makan. Pertumbuhan mendorong peningkatan kebutuhan kalori dan
kebutuhan protein.
Kolaborasi
14. Mulai pemberian makan dengan air steril, glukosa, dan ASI atau formula, dengan
tepat.
33 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional: Pemberian makan dini mencegah penurunan cadangan.
15. Beri makan sesering mungkin sesuai indikasi berdasarkan BB bayi dan perkiraan
kapasitas lambung.
Rasional: Bayi < 1250g (2 lb 12 oz) diberi makan setiap 2 jam, bayi antara 1500 dan
1800 d (3 bl 8 oz – 4 lb) diberi makan setipa 3 jam.
16. Gunakan formula pekat untuk memberikan 120-150 kal/kg/hari atau lebih, dengan
protein 3-4 g/kg/hari. Tambahkan suplemen ke ASI untuk pemberian makan melalui
selang sesuai kebutuhan.
Rasional: Masukan kalori harus cukup untuk mencegah katabolisme. Formula yang
pekat memberikan lebih banyak kalori dalam volume yang lebih sedikit, yang perlu
karena penurunan kapasitas dan pengosongan lambung, serta bahaya menekan ginjal
imatur. (Catatan : bayi yang sakit merupakan formula pembandingan setengah diawal
dengan volume/konsentrasi ditambahkan > 1-10 hari sesuai toleransi bayi).
17. Berikan vitamin dan mineral, khususnya vitamin A, C, D, dan E, dan zat besi, sesuai
indikasi.
Rasional: Menggantikan simpanan nutrien rendah untuk meningkatkan keadekuatan
nutrisi dan menurunkan resiko infeksi. Vitamin C dapat menurunkan kerentanan pada
anemia hemolitik dan menghilangkan displasia bronkopulmonal dan fibroplasia
retrolental. Vitamin E membantu mencegah hemolisis SDM.
18. Pertahankan kepatenan, bantu dengan menggunakan selang makan indwelling (selang
transpilorik, nasojejunal, nasoduodenal).
Rasional: Memberikan kontinuitas penginfusan formula pada bayi praterm yang
sangat kecil yang memenuhi kriteria khusus: mis, takipnea, penyakit paru kronis,
ketergantungan respirator, aspirasi berulang dengan pendekatan cara pemberian makan
lain. (Catatan: potensial resiko menyertai penggunaan selang indwelling ini harus
dipertimbangkan terhadap keuntungannya).
19. Berikan makan NPT melalui pompa infus dengan menggunakan kateter indwelling
kedalam vena kava atau jalur perifer. Infus emulsi lemak (intralipid) melalui jalur
perifer.
Rasional: Infus NPT dari protein hidrolisat, glukosa, elektrolit, mineral, dan vitamin
mungkin perlu untuk bayi dengan diare kronis; sindrom malabsorpsi, perbaikan
pembedahan dari anomali gastrointestinal (GI), obstruksi, atau enterokolitis
34 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
nekrotisan, prematuritas yang ekstrem. Infus intralipid memberikan asam lemak
esensial kepada anak yang memrlukan NPT. (Catatan: keuntungan dari pengguanaan
intralipid harus dipertimbangkan terhadap kemungkinan resiko akumulasi lemak
dalam paru).
20. Pantau pemeriksaan laboratorium; mis, glukosa serum, elektrolit, protein total.
Rasional: Mengukur ketepatan NPT
G. INFEKSI, RISIKO TINGGI TERHADAP KONSTIPASI, RISIKO TINGGI
TERHADAP
Faktor resiko dapat meliputi: Respon imun imatur, kulit rapuh, jaringan trauma, prosedur
invasif, pemajangan lingkungan (KPD, pemajangan transplasental).
Kemungkinan dibuktikan oleh: [Tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnosa aktual]
Hasil yang diharapkan neonatal akan: Mempertahankan serum negatif, CSS, urin, dan
kultur nasofaringeal dengan hitung darah lengkap, trombosit, kadar pH, dan tanda vital
DBN.
Intervensi
Mandiri
1. Tinjau ulang catatan kelahiran. Perhatikan apakah tindakan resusitasi diperlukan, lama
pecah ketuban, dan adanya korioamnionitis.
Rasional: Faktor-faktor maternal seperti KPD dengan persalinan dan kelahiran
praterm kemungkinan disebabkan oleh proses infeksi asenden. Infeksi transplasental
didapat (yang mempengaruhi dua sepertiga dari semua bayi terinfeksi) juga
merupakan ancaman. Bayi yang telah diresusitasi dan yang telah mendapat intervensi
invasif lebih cenderung kemasukan patogen dan infeksi. Sepsis awiatan-awal (terjadi
dalam 2 hari pertama kehidupan) dipengaruhi oleh pertahanan hospes dan durasi pecah
ketuban antepartum.
2. Tentukan usia gestasi janin dengan menggunakan kriteria Dubowitz.
Rasional: Kelahiran sebelum gestasi minggu ke-28 – 30 meningkatkan kerentanan
abyi terhadap infeksi, karena penurunan kemampuan SDP untuk menyerang bakteri,
penurunan pemindahan imunoglobulin G (IgG ditransportasikan melewati plasenta
terutama pada trimester ke-3), kurang imunogloblin A (IgA) bila bayi tidak menerima
35 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
ASI, dan keratin kulit buruk dengan ketidakefektifan kualitas barier. (Catatan : Bayi
yang menderita retardasi pertumbuhan intrauterus beresiko tinggi terhadap infeksi).
3. Tingkatkan cara-cara mencuci tangan pada staf, orangtua, dan pekerja lain
perprotokol. Gunakana antiseptik sebelum membantu dalam pembedahan atau
prosedur invasif.
Rasional: Mencuci tangan adalah prktik yang paling penting untuk mencegah
kontaminasi silang serta mengontrol infeksi dakam ruang perawatan.
4. Pantau staf dan pengunjung akan adanya lesi kulit, luka basah, infeksi pernapasan
akut, demam, gastroenteritis, herpes simpleks aktif (oral, genital, atau paronisial), dan
herpes zoster.
Rasional: Penularan penyakit pada neonatus dari pekerja atau pengunjung dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung.
5. Berikan jarak yang adekuat antara bayi atau antara unit isolette atau unit individu.
Gunakan ruangan isolasi terpisah dan teknik isolasi sesuai indikasi.
Rasional: Memberikan jarak 4-6 kaki dengan bayi membantu mencegah penyebaran
droplet atau infeksi melalui udara.
6. Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi, seperti ketidakstabilan suhu (hipotermia atau
hipertermia), letargi atau perubahan perilaku, distres pernapasan (apnea, sianosis, atau
takipnea), ikterik, petekie, kongesti nasal, atau drainase dari mata atau umbilikus.
Rasional: Bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi, suhu tubuh sendiri merupakan
adalah cara yang tidak dpata dipercaya dalam mengkaji infeksi pada bayi praterm
dengan kerusakan respons inflamasi dan mobilisasi SDP.
7. Buat kelompok bayi, bila mungkin, dan jamin bahwa perawat yang sama merawat
bayi-bayi yang dikelompokkan bersama.
Rasional: Bayi-bayi yang lahir dalam kerangka waktu yang sama (biasanya 24-48
jam), atau terkolonisasi/terinfeksi dengan patogen yang sama, mungkin
dikelompokkan bersama sampai pulang. Pengelompokkan ini merupakan tindakan
yang penting dalam mengkontrol infeksi dengan embatasi jumlah dari kontak satu bayi
dengan bayi yang rentan atau petugas lainnya.
8. Lakukan perwatan tali pusat sesuai protokol rumah sakit.
Rasional: Penggunaan alkohol lokal, triplet dye, dan berbagai antimikroba yang
membantu mencegah kolonisasi.
36 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
9. Siapkan lokasi tempat prosedur invasif dengan alkohol (70%), iodin tingtur, atau
iodofor. Pantau lokasi infus intravena dan lokasi jalur pemantauan invasif perprotokol.
Rasional: Menurunkan insiden kemungkinan flebitis atau bakteremia.
10. Gunakan teknik aseptik selama penghisapan. Bubuhi tanggal pada larutan yang
terbuka untuk pelembaban, irigasi, atau nebulasi, dan buang setelah 24 jam. Jamin
pembersihan rutin atau penggantian peralatan pernapasan.
Rasional: Menurunkan kesempatan untuk masuknya bakteri yang dapat
mengakibatkan infeksi pernapasan.
11. Perlakuan jalur arteri, stopkok, dan kateter sebagai daerah steril, ambil spesimen darah
pada waktu yang sama.
Rasional: Membantu mencegah bakteremia berkenaan dengan jalur arteri dan
aksesnya yang langsung pada darah dan jaringan dalam.
12. Pantau bayi terhadap tanda-tanda awitan lanjut penyakit atau infeksi.
Rasional: Awitan lanjut penyakit dapat terjadi dapat terjadi secepat-cepatnya pada
hari kelima, tetapi ini biasanya terjadi setelah minggu pertama kehidupan. Tanda-
tanda awitan lanjut infeksi kemungkinan disebabkan oelh bakteri yang didapat
13. Observasi terhadap tanda – tanda syok atau koagulasi intravascular diseminata (KID),
seperti bradikardia, penurunan TD, ketidakstabilan suhu, malas, edema, atau eritema
pada dinding abdomen.
Rasional : KID dapat terjadi dengan septicemia gram negatif.
14. Berikan ASI untuk pemberian makan, bila tersedia.
Rasional: ASI mengandung IgA, makrofag, limfosit, dan netrofil, yang memberikan
beberapa perlindungan dari infeksi.
Kolaborasi
15. Dapatkan specimen, sesuai indikasi (mis: urin melalui aspirasi suprapubis, darah, CSS,
lesi kulit terlihat, nasofaring, atau sputum bila bayi diintubasi.)
Rasional : tes kultur/ sensitivitas perlu untuk mendiagnosa pathogen dan
mengindentifikasi terapi yang tepat.
16. Pantau pemeriksaan laboratorium sesui indikasi :
a. Seri jumlah SDM dan diferensia.
Rasional : prematuria menurunkan respon imun pada infeksi. Jumlah SDP pada
bayi praterm bervariasi dari 6.000 sampai 225.000/mm3 dan dapat berubah dari
37 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
hari ke hari, membatasi reabilitas diagnostic. Peningkatan nyata atau tiba-tiba atau
penurunan SDP atau sel pita menandakan infeksi.
b. Jumlah trombosit
Rasional : sepsis menyebabkan jumlah trombosit menurun, tetapi pada bayi
praterm, rentang trombosit normal mungkin hanya 60.000 (pada 3 hari pertama)
sampai 100.000/mm3
c. Glukosa dan kadar PH serum
Rasional ; hipoglikemi, hiperglikemi atau asodisis metabolic ( dengan kadar
bikarbonat kurang dari 21 mEq/L ) menandakan infeksi.
17. Berikan antibiotic secara intravena berdasarkan laporan sensitivitas.
Rasional : antibiotic spectrum luas meliputi ampisilin dan aminoglikosida biasanya
diindikasikan, menunggu hasil tes kultur dan sensitivitas. Penggunaan antibiotic
sistemik dengan sembarangan atau tidak tepat dapat menyebabkan efek samping yang
tidak diharpkan, membantu mengembangkan resitensi strain bakteri, dan mengubah
flora normal bayi baru lahir.
18. Bantu dengan pungsi lumbal, sesuai kebutuhan.
Rasional : membantu mengidentifikasi organisme dan lokasi infeksi bila meningitis
dicurigai.
19. Bantu dengan tindakan untuk kemungkinan kondisi yang berhubungan dengan infeksi
: hipoksemia, abnormalitas sushu, ketidakseimbangan elektrolit dan asam-basa,
anemia, atau syok.
Rasional : kejadian fisiologis yang berhubungan dan gejala sisa mungkin mengancam
hidup bayi karena infeksi itu sendiri.
20. Berikan immunoglobulin intrvena dengan tepat.
Rasional : penelitian menunjukkan Ig IV dapat meningkatkan laju kehidupan pada
bayi septic, selain itu, terapi profilaktik untuk bayi dengan berat badan kurang dari
1500 g dapat menurunkan insiden awitan lanjut infeksi nosokomial.
H. KELEBIHAN CAIRAN, RESIKO TINGGI TERHADAP
Faktor resiko dapat meliputi: sistem ginjal imatur dan penurunan laju filtrasi glomelurus
Kemungkinan dibuktikan: tidak dapat diterapkan : adanya tanda dan gejala untuk
menegakkan diagnose aktual.
Hasil yang diharapkan : mempertahankan berat jenis urin, haluaran, dan PH DBN.
38 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Intervensi
Mandiri
1. Pantau haluaran, lebih disukai dengan menimbang popok, atau dengan mengkaji
satirasi popok dan jumlah popok yang digunakan perhari. Ukur berat jenis urun.
Rasional : haluaran harus 1 – 3 ml/kg/jam dan berat jenis urin harus 1,006 sampai
1,013. Hipovolemia atau anuria atau oliguria dapat menyertai hipoksia berat.
2. Hitung keseimbangan cairan ( masukan total minus haluaran total) setiap 8 jam, dan
timbang bayi per protocol.
Rasional : keseimbangan cairan yang positif dan hubungan penambahan berat badan
dengan kelebihan 20-30 g/hari menunjukkan kelebihan cairan.
3. Evaluasi hidrasi, perhatikan adanya krekels, ronki, dispnea atau takipnea.
Rasional : keterbatasan kemempuan ginjal untuk mengeluarkan kelebihan cairan
meningkatkan risiko hidrasi berlebihan dengan gangguan jantung atau pernapasan.
4. Perhatikan adanya lokasi dan derajat edema
Rasional : edema berlebihan menurunkan sirkulasi dan volume ginjal saat
perpindahan cairan dari plasma ke jaringan.
5. Lakukan pengukuran untuk mencegah infeksi ( rujuk pada DK: infeksi, resiko tinggi
terhadap.)
Rasional : infeksi menggantikan peningkatan kebutuhan pada sistem ginjal yang telah
menurun.
Kolaborasi
6. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
a. Kadar elektrolit dan PH.
Rasional : asidosis dan perubahan kadar elektrolit menunjukkan
ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis.
b. Nitrogen urea darah, kreatinin, kadar asam urat.
Rasional : mengkaji beratnya keterlibatan ginjal.
7. Berikan makan dengan menggunakan ASI bila mungkin ; jamin jumlah kosentrasi
yang tepat dari formula suplemen.
Rasional : ASI mengandung sedikit larutan ginjal daripada susu sapi. Ginjal mungkin
tidak dapat mengatasi formula dengan konsentrasi larutan berlebihan.
39 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
8. Perbaiki cairan, elektrolit, dan gangguan asam basa; perbaiki keadaan hipoksik.
Rasional : tindakan mungkin perlu untuk memperbaiki laju filtrasi glomelurus dan
aliran darah ginjal setelah periode hipoksia dengan akumulasi asam laktat. Pemberian
natrium bikarbonat mungkin perlu, karena menghalangi kapasitas ginjal
mempredisposisikan bayi praterm pada asidosis metabolic.
9. Pantau bayi terhadap toksisitas obat, khususnya bayi menerima gentamisin atau
nafsilin.
Rasional : imaturitas ginjal menghambat atau memundurkan ekskresi obat sehingga
pada bayi praterm, toksisitas dapat terjadi lebih cepat dengan kadar yang lebih rendah
daripada bayi cukup bulan.
I. KONSTIPASI, RESIKO TINGGI TERHADAP : DIARE, RESIKO TINGGI
TERHADAP
Faktor fisiko dapat meliputi: masukan diet/cairan, ketidakaktivan fisik, otot – otot
abdomen, perubahan motalitas gastric.
Kemungkinan dibuktikan oleh: ( tidak dapat diterapkan ; adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnose actual. )
Hasil yang diharapkan neonatal akan: membantu kebiasaan defekasi tergantung pada
tipe pemberian makan, dengan abdomen lunak dan tidak distensi bebas dari tanda – tanda
enterokolitis nekrotisan.
Intervensi
Mandiri
1. Pertimbangan frekuensi dan karakteristik feses delam hubungannya dengan usia bayi
dan tipe pemberian makan. Auskultasi bising usus. Ukur lingkar abdomen,
melaporkan peningkatan ukuran 1 cm atau lebih dari pengukuran sebelumnya.
Rasional : penurunan fungsi usus dan motilitas GI mengakibatkan defekasi tidak
sering dan distensi abdomen.
2. Perhatikan adanya faktor – faktor resiko seperti hipoksia, sepsis atau maslah sirkulasi
berkenaan dengan PDA
Rasional : kondisi ini dapat memperberat perkembangan enterokolitis nekrotisan.
Temuan terbaru menunjukkan bahwa perkembangan enterokolitis nekrotisan
dihubungkan dengan perkembangan dan usia gestasi.
40 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
3. Kaji status hidrasi dan masukan cairan dan haluaran ( rujuk pada DK ; kekurangan
volume cairan , risiko tinggi terhadap : nutrisi, perubahan, kurang dari kebutuhan
tubuh, risiko tinggi terhadap.)
Rasional : ketidakadekuatan hidrasi dapat memperberat kurangnya air atau konstipasi
feses.
4. Pantau terhadap tanda – tanda enterokilitis nekrotisan, seperti distensi abdomen,
kekakuan, nyeri tekan; kulit abdomen berkilau atau tegang; lengkung usus dapat
dilihat, meludah berlebihan, muntahan berwarna empedu: kegagalan pemberian
makanan per selang untuk diabsorsi atau residu lambung berlebihan; dan tiodak
adanya bising usus; tes feses ( kecuali ada diare yang mengandung darah) dengan
mengandung hematest atau guaiak. Tes residu gaster.
Rasional : enterokolitis nekrotisan merupakan komplikasi yang potensial mengancam
kehidupan yang mempengaruhi 3% - 8% bayi praterm, biasanya ada dalam 2 minggu
kehidupan pertama.
5. Minimalkan penanganan bayi ; berikan gosokan pada wajah, tangan, dan kaki. Bicara
pada bayi.
Rasional : hindari trauma abdominal lanjut. Kebutuhan emosional dan sentuhan dapat
dipenuhi dengan sentuhan ekstermitas dan kepala dan melalui percakapan.
6. Hindari penggunaan popok dan thermometer rectal
Rasional : popok meningkatkan tekanan abdomen bawah dan mencegah atau
membatasi observasi terhadap abdomen. Thermometer rectal dapat menyebabkan
trauma pada mukosa rectal.
7. Pantau bayi terhadap tanda – tanda sepsis, syok, atau KID
Rasional : enterokolitis nekrotisan dapat berlanjut pada perforasi usus dengan
peritonitis, mengakibatkan sepsis, syok dan KID
8. Pertahankan untuk tetap mencuci tangan setelah memegang setiap bayi.
Rasional : membantu mencegah terjadinya epidemic enterokolitis nekrotisan dalam
ruang perawatan.
Kolaborasi
9. Gunakan ASI untuk pemberian makan bilamana mungkin
Rasional : ASI mudah dicerna menghasilkan feses yang lebih lunak, dan dapat
menurunkan risiko infeksi enteric atau terjadinya enterokolitis nekrotisan.
41 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
10. Tingkatkan pengenceran formula supleman sesuai indikasi
Rasional : diare dapat menandakan intoleransi terhadap konsentrasi formula.
11. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi : jumlah SDP dan deferensial, jumlah
trombosit, masa protrombin, dan masa tromboplastin
Rasional : peningkatan atau penurunan jumlah SDP atau pergeseran ke kiri
menunjukkan sepsis. Trombositopeni atau masa pembekuan memanjang menunjukkan
terjadinya KID
12. Tinjau sinar X abdomen
Rasional : adanya distensi lengkung usus, penebalan dinding, dan asites menunjukkan
enterokolitis nekrotisan.
13. Kirimkan feses darah awal atau hematest positif pada laboratorium
Rasional : tawas yang ditimbulkan pada tes toksoid diperlukan untuk membedakan
darah bayi dari darah ibu.
14. Hentikan pemberian makan oral atau NG selama 7 sampai 10 hari, sesuai indikasi.
Berikan makanan NPT
Rasional : memungkinkan tes usus, meningkatkan penyembuhan jaringan sambil
memenuhi kebutuhan cairan dan kebutuhan nutrisi.
15. Pasang selang orogastrik atau NG, dan sambungkan ke penghisap rendah kontinu,
sesuai kebutuhan.
Rasional : mungkin perlu untuk dekompresi lambung pada kasus kecurigaan
enterokolitis nekrotisan atau setelah intervensi pembedahan.
16. Berikan antibiotic sesuai indikasi
Rasional : melawan infeksi enteric; dapat meningkatkan pemulihan usus.
17. Siapkan untuk pembedahan, bila diperlukan.
Rasional : prosedur pembedahan mungkin perlu untuk menghilangkan segmen usus
yang terinflamasi.
J. INTEGRITAS KULIT, KERUSAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP
Faktor risiko yang meliputi: kulit tipis, kapiler rapuh dekan permukaan kulit, tidak ada
lemak subkutan di atas penonjolan tulang, ketidakmampuan untuk mengubah posisi untuk
menghilangkan titik penekanan, penggunaan restrain, perubahan status nutrisi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: (tidak dapat diterapkan; adanya tanda/gejala untuk
menegakkan diagnose actual.)
42 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Hasil yang diharapkan neonatal akan: mempertahankan kulit utuh. Bebas dari cedera
dermal.
Intervensi
Mandiri
1. Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan
Rasional : mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, dapat mengakibatkan
sepsis.
2. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin swab. Berikan jeli
petroleum untuk bibir.
Rasional : membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir berkenaan dengan
tidak adanya masukan oral atau efek kering dari terapi oksigen.
3. Hindari penggunaan agens topical keras; cuci dengan hati – hati larutan povidon-iodin
setelah prosedur
Rasional : membantu mencegah kerusakan kulit dan menghilangkan barier pelindung
epidermal.
4. Berikan latihan rentang gerak, perubahan posisi rutin, dan bantal bulu domba atau
terbuat dari bahan yang lembut.
Rasional : membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema
dermis atau kurangnya lemak subkutan diatas tonjolan tulang.
5. Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda, dan kantung
urin, jalur I,V,dan sebagainya.
Rasional : melepaskan plester dapat juga melapas lapisan epidermal, karena kohesi
antara plester dan korneum sternum lebih kuat daripada antara dermis dan epidermis.
6. Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dengan sabun ringan. Cuci hanya pada
bagian tubuh yang benar benar kotor. Minimalkan manipulasi kulit bayi.
Rasional : setelah 4 hari, kulit mengalami beberapa sifat bacterisidal karena PH
asam. Mandi sering menggunakan sabun alkalin atau pelembab dapat meningkatkan
PH kulit, menurunkan flora normal dan mekanisme pertahanan alamiah yang
,melindungi pathogen invasive.
7. Ganti elektroda hanya bila perlu
Rasional : penggantian yang sering dapat memperberat kerusakan kulit.
Kolaborasi:
43 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
8. Berikan saleb antibiotic pada hidung, mulut dan bibir bila pecah atau teriritasi
Rasional: meningkatkan pemulihan pecah – pecah dan iritasi berkenaan dengan
pemberian oksigen; dapat membantu mencegah infeksi.
K. PERUBAHAN SENSORI – PERSEPTUAL
Dapat dihubungkan dengan: imaturitas sistem neurosensori, perubahan rangsangan
lingkungan, efek – efek terapi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: perubahan pada respon terhadap rangsangan, apatis,
iritabilitas, perubahan tengangan otot, ukuran berubah pada ketajaman sensorium.
Hasil yang diharapkan neonatal akan: berespon dengan tepat pada rangsangan khusus
usia. Bebas dari tanda kelebihan sensori. Mendemonstrasikan respon yang diharapkan
pada rangsangan visual, bebas dari tanda – tanda retinopati prematuritas (ROP)
Intervensi
Mandiri
1. Berikan perawat primer untuk setiap shift. ( tugas perawat primer per bayi untuk
memberikan informasi pada orang tua)
Rasional : meningkatkan kontinuitas perawatan dan mengikuti program
perkembangan. Meningkatkan pengenalan perubahan perilaku dan kondisi bayi yang
tidak kentara. Adanya seorang perawat yang bertanggung jawab untuk memberikan
informasi membantu untuk menurunkan kejadian informasi dan kesalahan
pemahaman orang tua.
2. Sering ganti popok bayi ( khususnya bila bayi mendapat SPAP nasal atau selang
endotrakeal)
Rasional : memberikan rangsangan kinesthesia. Bayi imatur secara neuromuscular
tidak mampu mengubah posisi sendiri atau bergerak dalam isolette.
3. Berikan sentuhan lembut dan perhatian, khususnya pada waktu pemberian maka,
kenalkan tekstur (spatel lidah, waslap) bila tepat.
Rasional : memberikan rangsangan taktil, yang berkenaan dengan penambahan berat
badan dan khususnya penting bila bayi 40 minggu pascakonsepsi atau lebih.
4. Bicara atau bernyanyi pada bayi, panggil nam, mainkan music lembut dalam ruang
perawatan, atau mainan suara orang tua yang direkam tipe.
Rasional : memberikan rangsangan auditorius, permainan, tape suara orang tua dapat
meningkatkan pengenalan bayi terhadap mereka.
44 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
5. Gendong bayi setinggi wajah, memungkinkan kontak mata. Memberikan linea
berwarna, dan mengganti desain atau gambar pada sisi incubator, dan manganjurkan
orang tua untuk membuat bentuk dari kertas dan talai yang bergerak segera setelah
bayi mencapai usia pasca konsepsi 40 tahun.
Rasional : rangsangan visual paling baik diberikan dengan objek yang ditempatkan
pada 7-9 inci dari wajah. Wajah hitam dan putih dan desain checkerboard
meningkatkan perhatian visual, bayi menjadi terbiasa pada rangsangan yang tidak
berubah. Melibatkan orang tua dalam kreasi rangsangan bayi membantu menjamin
bahwa proses berlanjut setelah pulang.
6. Gendong bayi pada posisi ventral
Rasional : merangsang orientasi visual.
7. Kaji bayi terhadap tanda – tanda fisiologis dari kelebihan beban sensori
Rasional : rangsangan berlebihan dapt mengakibatkan perubahan fisiologis.
8. Minimalkan rangsangan interaksi social selain dari yang secara langsung berhubungan
dengan pemberian makan bila bayi menunjukkan tanda – tanda kelebihan beban
sensori. Kurangi rangsangan sebelum pemberian makan.
Rasional : rangsangan berlebihan dapat mengganggu pemberian makanan, sehingga
rangsangan yang diperlukan harus doberikan antara pemberian makan. Rangsangan
berlebihan sebelum pemberian makan dapat mempengaruhi penghisapan dan
motilitas GI secara negative dan dapat menyebabkan muntah.
9. Rencanakan aktivitas untuk memungkinkan periode tidur. Cegah perubahan posisi tiba
– tiba atau kebisingan, dan menurunkan sinar secara intermiten dengan menutup
incubator dengan handuk atau dengan menurunkan lampu ruangan.
Rasional : membantu melindungi bayi dari rangsangan berlebihan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan keadaan fisiologis secara negative; meningkatkan
rasa terhadaap siklus siang – malam pada bayi.
10. Buka penutup mata secara berkala bila bayi menerima fototerapi.
Rasional : tameng pelindung mata diperlukan pada fototerapi yang dengan berat
menurunkan kesempatan rangsangan visual.
11. Kaji respon bayi terhadap rangsangan. Buat pola individual dari intervensi yang
berdasarkan pada usia perkembangan dan kebutuhan bayi.
45 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional : masing – masing bayi berespon secara unik pada pola intervensi
berdasarkan pada kebutuhan individual.
12. Timbang berat badab bayinsetiap hari. Perhatikan frekuansi pemberian makan dan
masukan serta frekuensi defekasi.
Rasional : rangsangan vagal yang dihasilakan oleh rangsangan taktil dan kinestasis
yang tepat menaikkan penambahan berat badan, meningkatkan persiktaktil dan
pengeluaran produk sisa, menurunkan retensi lambung, dan meningkatkan aktivitas
pemberian makan.
13. Ukur lingkar kepala.
Rasional : korteks serebral dianggap meningkat pada berat badab dalam berespon
terhadap rangsangan pada lingkungan, dan peningkatan ini, yang berlanjut pada
periode pascanatal lanjut, dapat meningkatkan perkembangan kognitif dan intelektual.
14. Perhatikan faktor – faktor fisiko berat badan lahir, kondisi yang menyrtai, dan terapi
yang berhubungan
Rasional : retinopati prematuria tidak lagi diyakini merupakan akibat tersendiri dari
terapi oksigen tingkat lama. Imaturitas, adanya beberapa anomaly congenital, dan
berbagai terapi membuat bayi beresiko.
15. Berikan informasi pada orangtua mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan /respon
individu bayi.
Rasional : menurunkan ansietas berkenanan dengan ketidaktahuan, meningkatkan
koping dan kemempuan pemecahan masalah. Menyadari bahwa bayi yang mengalami
kerusakan visual mungkin tidak mengenal atau menunjukkan perasaan dengan
perubahan ekspresi wajah mendorong orang tua untuk mengamati bahasa tubuh yang
menunjukkan ekspresi diri yang dengan cara demikian menguatkan ikatan kedekatan.
16. Berikan peningkatan penggunaan rangsngan auditorius dan taktil.
Rasional : memperttahankan rangsangan dini adekuat dan tepat dapat membatasi
masalah kongnitif dan emosional masa datang berhubungan dengan isu – isu
lingkungan temasuk kekurangan rangsangan dan respon orang tua terlalu melindungi.
17. Berikan tempat tidur yang tidak rata / air bila diindikasikan
Rasional : bayi praterm yang kurangdari gestasi 34 minggu telah menunjukkan
peningkatan ukuran kepala dan diameter bipariental dengan rangsangan bentuk ini.
46 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
18. Pantau terapi oksigen dengan ketat,sesuai kadar dan pembatasan durasi dengan tepat
Rasional : membantu mencegah atau membatasi perkembangan retinopati
prematuria.
19. Periksakan fundus oftalmoskopik indirek
Rasional : menganjurkan untuk senua bayi yang kurang dari gestasi minggu ke 36
atau dibawah 2000g dan menerima terapi oksigen. Biasanya dilakukan antara usia
minggu ke 4 dan minggu ke-8 dan diulang sesuai indikasi untuk diagnosis/memantau
kemajuan retinopati prematuria dan menentukan kebutuhan terapi.
20. Terapi laser atau krioterapi
Rasional : mungkin bermanfaat dalam membatsi efek – efek merugikan berkanaan
dalam tahap akut dari retinopati prematurias dengan obliterasi pembentukan
pembuluh baru, penurunan traksi pada retina dan pelepasan selanjutnya.
L. KOPING, INDIVIDUAL, TIDAK EFEKTIF
Dapat dihubungkan dengan : imaturitas dan kerusakan SSP ( ambang rendah untuk
rangsangan dan stress nyeri), kemampuan organisasi yang buruk, keterbatasan
kemampuan untuk menguntrol lingkungan.
Kemungkinan dibuktikan : diisorganisasi aktivitas motorik dan siklus bangun – tibur,
iritabilitas, ketidakmampuan menyampaikan isyarat tapat pada pemberian perawatan
sehingga stressor dapat dikurangi atau dihilangkan.
Hasil yang diharapkan neonatal akan : meminimalkan/ menurunkan isyarat perilaku yang
menandakan stress. Mkemajuan dengan tepat, sesui pola individu dalam pertumbuhan
dan perkembangan.
Intervensi
Mandiri:
1. Berikan perawatn primer kapan pun mungkin.
Rasional : perawatn yang konsisten dan dapat diperkirakan memungkinkan bayi
mengembangkan ras percaya pada pemberi perawatan, lingkunagan, dan diri sendiri
serta memudahkankoping. Pemberian perawatan yang banyak membinggungkan bayi,
meningkatkan distress selama makan, menyebabkan irribilitas dan mengganggu
perhatian visual.
2. Kaji bayi terhadap isyarat perilaku yang menandakan stress, perhatikan faktor – faktor
penyebab dan hilangkan atau kurangi stressor bila mungkin.
47 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Rasional : pengenalan dengan perilaku respon lazim dan sifat kepribadian bayi perlu
untuk mengidentifikasi perubahan yang tidak nyata yang menandakan stress dan
perlunya intervensi untuk menurunkan sters ini.
3. Buat suasana seperti didalam uterus bilamana mungkin menutupi isolette untuk
periode lama dan menghidupkan bunyi – bunyian rekaman plasenta atau bunyi
jantung maternal. Memberikan lingkungan gelap, tenag, menurunkan stress,
meningkatkan adaptasi, dan didapati berhubungan secara positif dengan penambahan
berat badan, penyapihan dini dari oksigen atau ventilator dan pulang lebih dini.
Rasional : rekaman bunyi ibu cenderung menurunkan atau menghilangkan persepsi
bayi tentang kebisingan dari isolette.
4. Ubah posisi bayi dengan menggunakan gulungan popok yanh ditempatkan pada
punggung dan bagian depan bila bayi pada posisi miring atau pada sisinya bayi dapat
mentoleransi posisi tengkurap.
Rasional : imaturitas neuromuscular dapat merusak kemampuan bayi untuk mencari
posisi yang nyaman atau menghilangkan stress dari perubahan posisi. Sulungan
popok di sekitar bayi memberikan rasa aman dan mempunyai efek menenangkan.
Posisi telungkup meningkatkan tidur dan relaksasi optimal.
5. Tutup bagian atas penyebar hangat dengan penutup plastic, bila dibutuhkan.
Rasional : menurunkan stress lingkungan aliran dari udara, yang mengejutkan bayi
saat petugas bergerak melewati penghangat.
6. Berikan orang tua informasi tentang isyarat perilaku bayi dan respon terhadap stressor.
Rasional : orang tua harus meningkatkan keterampilan dalam pengenalan isyarat bayi
yang tidak nyata menandakan stress sehingga mereka dapat secara efektif
memberikan intervensi untuk meminimalkan stress dan memudahkan adaptasi positif
bayi terhadap kehidupan akstrauterus.
2. Berat Berat Lahir Rendah (BBLR)
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang atau sama dengan 2500 gram
(WHO, 1961 dalam Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003).
Klasifikasi bayi baru lahir berdasarkan umur kehamilan atau masa gestasi
48 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
1. Preterm infant atau bayi premature, yaitu bayi yang lahir pada umur kehamilan tidak
mencapai 37 minggu.
2. Term infant atau bayi cukup bulan (mature/aterm), yaitu bayi yang lahir pada umur
kehamilan lebih daripada 37-42 minggu.
3. Post term infant atau bayi lebih bulan (posterm/postmature), yaitu bayi yang lahir pada
umur kehamilan sesudah 42 minggu.
Klasifikasi BBLR :
1) Prematuritis murni
Prematuritis murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu
dan berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan, berat badan terletak
antara persentil ke-10 sampai persentil ke-90 pada intrauterine growth curve
Lubchenko (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003).
Bayi prematuritas murni digolongkan dalam tiga kelompok (Rahayu D P,
2010), yaitu:
a. Bayi yang sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu. Bayi dengan
masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara yang
belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih
mungkin dapat hidup dengan perawatan yang sangat intensif.
49 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
b. Bayi pada derajat prematur yang sedang (moderately premature) : 31-36 minggu.
Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari pada golongan
pertama dan gejala sisa yang dihadapinya di kemudian hari juga lebih ringan, asal
saja pengelolaan terhadap bayi ini benar-benar intensif.
c. Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai sifat-sifat
prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan dikelola seperti bayi
matur, akan tetapi sering timbul problematika seperti yang dialami bayi prematur,
misalnya sindrom gangguan pernapasan, hiperbilirunemia, daya hisap yang lemah
dan sebagainya, sehingga bayi harus diawasi dengan seksama.
Faktor-faktor yang merupakan prodisposisi terjadinya kelahiran premature
(Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003), yaitu faktor ibu, faktor janin, faktor
plasenta, tidakdiketahui :
1. Faktor ibu
Toksemia gravidarum, yaitu preeclampsia dan eklampsi.
Kelainan bentuk uterus (misalnya uterus bikornis, inkompeten serviks)
Tumor (misalnya mioma uteri, sistoma
Ibu yang menderita penyakit antara lain :
Akut dengan gejala panas tinggi (misal tifus abdominal, malaria)
Kronis (misalnya TBC, penyakit jantung, glomerulonefritis kronis)
Trauma pada masa kehamilan antar lain :
Fisik (misal jatuh)
Psikologis (misal stress)
Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Plasenta antara lain plasenta previa, solusio plasenta
2. Faktor janin
Kehamilan ganda
Hidramnion
Ketuban pecah dini
Cacat bawaan
Infeksi (misalnya rubella, sifilis, toksoplasmosis)
Insufisiensi plasenta
50 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Inkompatibilitas darah ibu dan janin (factor Rhesus, golongan darah ABO)
3. Faktor plasenta
Plasenta previa
Solusio plasenta
Tanda dan gejala bayi premature (Rahayu D P, 2010. Surasmi, Handayani, &
Kusuma, 2003), yaitu :
1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu.
2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2500 gram.
3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm.
4) Kuku panjangnya belum melewati ujung jari.
5) Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas.
6) Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm.
7) Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm.
8) Rambut lanugo masih banyak
9) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang.
10) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya, sehingga seolah-
olah tidak teraba tulang rawan daun telinga.
11) Tumit mengkilap, telapak kaki halus.
12) Alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang.
Testis belum turun ke dalam skrotum, untuk bayi perempuan klitoris menonjol,
labia minora belum tertutup oleh labia mayora.
13) Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya lemah
14) Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan reflek hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif dan tangisnya lemah.
15) Jaringan kelenjar mamae kurang akibat pertumbuhan otot dan jaringan lemak
masih kurang.
16) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.
Komplikasi bayi premature (Rahayu D P, 2010) :
1) Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat kurangnya jaringan lemak
di bawah kulit; permukaan tubuh yang relative lebih luas dibandingkan dengan
51 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang karena lemak
coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusar pengaturan suhu yang berfungsi
sebagaimana mestinya.
2) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal
ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (rasio lesitin atau sfingomielin kurang
dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot
pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung (pliable
thorax). Penyakit gangguan pernapasan yang sering diderita bayi prematur adalah
pernapasan periodik (periodic breathing) dan apnea disebabkan oleh pusat
pernapasan di medulla belum matur.
3) Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia defisiensi vitamin K.
4) Ginjal yang immature baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urin yang
sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh
dan elektrolit dari badan dengan akibat mudahnya terjadi edema dan asidosis
metabolik.
5) Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile),
kekurangan faktor pembeku seperti protombin, faktor VII dan factor Christmas.
6) Gangguan imunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena
rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relative belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta belum sanggup membentuk
antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik.
7) Peradangan intraventrikuler : lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan
intraventrikuler. Hal ini desebabkan oleh karena bayi prematur sering menderita
apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernapasan. Akibatnya bayi menjadi
hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke
otak akan lebih banyak karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi
prematur, sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah kapiler yang
rapuh dan iskemia di lapisan germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis
antara nucleus kaudatus dan ependim. Luasnya perdarahan intraventrikuler ini
dapat didiagnosis dengan ultrasonografi atau CT scan.
8) Retrolental fibroplasias : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi
(PaO2 lebih dari 115 mmHg = 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh
52 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang
iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina menjadi
buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasias maka oksigen yang diberikan
pada bayi prematur tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan
oksigen dengan kecepatan dua liter per menit.
2) Dismaturitis
Dismaturitis yaitu bayi dengan berat badan kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk usia kehamilan, ini menunjukkan bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauterine (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2003).
Bayi dismatur atau bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK) Banyak istilah
yang dipergunakan untuk menunjukkan bahwa bayi KMK ini menderita gangguan
pertumbuhan di dalam uterus (intrauterine growth retardation = IUGR) seperti
pseudopremature, small for dates, dysmature, fetal malnutrition. Setiap bayi yang
berat lahirnya sama dengan atau lebih rendah dari 10th persentil untuk masa
kehamilan pada Denver Intrauterine Growth Curve adalah bayi SGA. Kurva ini dapat
pula dipakai untuk Standart Intrauterine Growth Chart of Low Birth Weight
Indonesian Infants. Setiap bayi baru lahir (prematur, matur dan postmatur) mungkin
saja mempunyai berat yang tidak sesuai dengan masa gestasinya. Gambaran kliniknya
tergantung dari pada lamanya, intensitas dan timbulnya gangguan pertumbuhan yang
mempengaruhi bayi tersebut
Ada dua bentuk IUGR, yaitu:
1) Proportionate IUGR: janin yang menderita distres yang lama di mana gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulanbulan sebelum bayi lahir
sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang seimbang akan
tetapi keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang sebenarnya. Bayi ini
tidak menunjukkan adanya wasted oleh karena retardasi pada janin ini sebelum
terbentuknya adipose tissue.
2) Disproportionate IUGR : terjadi akibat distres subakut. Gangguan terjadi beberapa
minggu sampai beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini panjang dan
lingkaran kepala normal akan tetapi berat tidak sesuai dengan masa gestasi. Bayi
tampak wasted dengan tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak di bawah kulit, kulit
kering keriput dan mudah diangkat, bayi keliatan kurus dan lebih panjang. Pada
53 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
bayi IUGR perubahan tidak hanya terhadap ukuran panjang, berat dan lingkaran
kepala akan tetapi organ-organ di dalam badan juga mengalami perubahan
misalnya, berat hati, limpa, kelenjar adrenal dan thymus berkurang dibandingkan
bayi prematur dengan berat yang sama. Perkembangan dari otak, ginjal dan paru
sesuai dengan masa gestasinya (Rahayu D P, 2010)
Beberapa faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya bayi dismatur
(Rahayu D P, 2010), yaitu :
1) Faktor ibu
2) Faktor uterus dan plasenta
3) Faktor janin
4) Keadaan ekonomi yang rendah
5) Tidak diketahui
Berbagai masalah yang sering terjadi pada bayi dismatur, yaitu:
1) Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks. Ini disebabkan distres yang
sering dialami bayi dalam persalinan. Insiden idiopathic respiratory distress
syndrome berkurang oleh karena IUGR mempercepat maturnya jaringan paru.
2) Bayi dismatur (KMK) mempunyai hemoglobin yang tinggi yang mungkin
desebabkan oleh hipoksia kronik di dalam uterus.
3) Hipoglikemia terutama bila pemberian minum terlambat. Agaknya hipoglikemia
ini disebabkan oleh berkurangnya cadangan glikogen hati dan meningginya
metabolisme bayi.
4) Keadaan lain yang mungkin terjadi : asfiksia, perdarahan paru yang massif,
hipotermia cacat bawaan akibat kelainan kromosom (sindrom Down’s Turner dan
lain-lain), cacat bawaan oleh karena infeksi intrauterin dan sebagainya.
Stadium pada bayi dismatur (Rahayu D P, 2010)., yaitu:
1) Stadium pertama : bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang.
2) Stadium kedua : terdapat tanda stadium pertama ditambah warna kehijauan pada
kulit plasenta dan umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur
dalam amnion yang kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauterin.
54 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
3) Stadium ketiga : terdapat tanda stadium kedua ditambah kulit yang berwarna
kuning, begitu pula dengan kuku dan tali pusat, ditemukan juga tanda anoksia
intrauterin yang lama.
Perawatan di Rumah Sakit
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) memerlukan perawatan lebih intensif,
karena sebenarnya bayi masih membutuhkan lingkungan yang tidak jauh berbeda dari
lingkungannya selama dalam kandungan. Maka dengan demikian, di rumah sakit bayi
dengan BBLR biasanya akan mendapatkan perawatan sebagai berikut:
1) Dimasukkan dalam inkubator
Inkubator berfungsi menjaga suhu bayi supaya tetap stabil. Akibat system
pengaturan suhu dalm tubuh bayi belum sempurna, maka suhunya bisa naik atau
turun secara drastis. Hal ini tentu bisa membahayakan kondisi kesehatannya. Otot-
ototnya juga relatif lebih lemah, sementara cadangan lemaknya juga lebih sedikit
dibandingkan bayi yang lahir normal.
2) Pencegahan infeksi
Mudahnya bayi BBLR terinfeksi menjadikan hal ini salah satu focus perawatan
salama di RS. Pihak RS akan terus mengontrol dan memastikan jangan sampai
terjadi infeksi karena bisa berdampak fatal.
3) Minum cukup
Bagi bayi, susu adalah sumber nutrisi yang utama. Untuk itulah selama dirawat,
pihak RS harus memastikan bayi mengkonsumsi susu sesuai kebutuhan tubuhnya.
Selama belum bisa mengisap dengan benar, minum susu digunakan menggunakan
pipet.
4) Memberikan sentuhan
Selama bayi dibaringkan dalam inkubator bukan berarti hubungan dengan orang
tua terputus. Orang tua terutama ibu sangat disarankan untuk terus memberikan
sentuhan pada bayinya. Bayi BBLR yang mendapat sentuhan ibu menurut
penelitian menunjukkan kenaikan berat badan yang lebih cepat daripada jika bayi
jarang disentuh.
5) Membantu beradaptasi
Bila memang tidak ada komplikasi, perawatan di RS bertujuan membantu bayi
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Setelah suhunya stabil dan dipastikan
55 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
tidak ada infeksi, bayi biasanya boleh dibawa pulang. Namun, ada juga sejumlah
RS yang menggunakan standar berat badan. Misalnya bayi baru boleh pulang
kalau beratnya mencapai 2 kg.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat kehamilan
Mulai HPHT – umur kehamilan < 37 minggu
Ibu menderita : hipertensi( toksemia gravidarum ), kelainan jantung, DM, penyakit
menular
Riwayat obstetric kurang baik
Kehamilan multigravida dengan jarak kelahiran < 2 tahun
Umur ibu < 20 tahun dan < 35 tahun
Nutrisi ibu kurang
Pemeriksaan/ pengawasan antenatal tidak teratur
b. Penentuan usia kehamilan
1) Usia kehamilan < 37 minggu , dengan pemeriksaan
Kepala relative lebih besar dari pada badan
Kulit tipis transparan,lanugo dan verniks caseosa banyak,lemak subkutan kurang
Oksifikasi tengkorak sedikit,ubun – ubun dan sututra lebar
Tulang rawan dan daun telinga belum matur sehingga kurang elastic
Gusi : makroglosia
Jaringan mamae belum sempurna,demikian pula putting susu belum terbentuk
dengan baik
Posisi masih posisi fetal ( dekubitus lateral )
Lipatanbawah kaki lebih sedikit.
Pergerakan kurang dan masih lemah ( tonus otot kurang )
Bayi laki-laki Desensus testikulorum
Bayi perempuan klitoris dan labia minora belum tertutup labia mayora.
56 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
2. Pemeriksaan fisik
Antropometri: Berat badan < 2500 gr,panjang badan < 45 cm,lingkar dada < 30
cm,lingkar kepala < 33 cm.
3. Neurosensori Pemeriksaan Refleks
Tubuh panjang,kurus,lemah dengan perut agak gendur
Ukuran kepala besar dengan hubungannya dengan tubuh,sutura mungkin mudah
digerakkan,fontanel mungkin besar atau terbuka lebar.
Edema kelopak mata umum terjadi ,mungkin merapat ( tergantung usis gestasi )
Refleks moro : komponen pertama dari refleks morro ekstensi lateral dari ekstremitas
atas dengan membuka tangan tampak pada gestasi minggu ke – 28,komponen kedua
fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar yang tampak pada usia gestasi
minggu ke 32.
Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara 24 – 37 minggu.
Refleks roting terjadi dengan baik pada gestasi 32 minggu,koordinasi refleks untuk
mengisap,menelan dan berfnafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32
Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputer
4. Sistem pernafasan
Frekuensi pernafasan bervariasi/ belum teratur terutama pada hari – hari
pertama,pernafasan diagfragmatik intermiten atau periodic ( 40 – 60x/m)
Sering terjadi apnue
Refleks batuk lemah
Mengorok ,pernafasan cuping hidung,retraksi suprasternal atausubsternal atau
berbagai derajat sianosis mungkin ada
Adanya bunyi “ampeles” pada auskultasi , menandakan Respirasi Distress Syndrome
5. Sirkulasi
Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang dapat berubah sesuai perubahan
posisi menjadi lebih nyata sesuadah 24 – 48 jam
Kulit tampak mengkilat dan licin
Pembuluh darah kulit banyak terlihat
7. Makanan / cairan
Refleks menelan masih lemah (kurang )
57 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Refleks mengisap masih lemah
Kesulitan menyusui
8. Eliminasi
Urine Pada bayi 24 jam I < 15 – 20 cc, 26 hari < 200 cc ( fungsi pemekatan urine
lemah)
Mekonium ( + )
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan (Deonges dalam Sitohang, 2004)
1. Diagnose Keperawatan
a. Tidak efektifnya pola pernafasan
Tujuan : RR normal 40-60x/menit, jalan nafas paten, irama regular
Intervensi
1) Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan
prosedur atau perawatan, lakukan pemantauan jantung dan pernafasan kontinu.
Rasional : membantu dalam membedakan periode perputaran pernafasan yang
normal dari serangan apnea, yaitu terutama sering terjadi sebelum gestasi
minggu ke-30
2) Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : menghilangkan mucus yang menyumbat jalan nafas.
3) Pertahankan suhu tubuh optimal
Rasional : hanya sedikit peningkatan atau penurunan suhu lingkungan dapat
menimbulkan apnea.
4) Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok di
bawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.
Rasional : posisi ini dapat memudahkan pernafasan dan menurunkan episode
apnea, khususnya adanya hipoksia, asidosis metabolic atau hiperkapnea.
Kolaborasi:
5) Pantau pemeriksaan laboratorium (GDA, glukosa serum, elektrolit)
Rasional : hipoksia, asidosis metabolic, hiperkapnea, hipoglikemia,
hipokalsemia, dan sepsis dapat memperberat serangan apnea.
58 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
6) Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional : perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan
fungsi pernafasan.
b. Risiko tinggi tidak efektifnya thermoregulasi berhubungan dengan
perkembangan SSP imatur (pusat regulasi suhu), penurunan rasio masa tubuh
terhadap area permukaan, penurunan lemak sub kutan.
Tujuan : mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (36,4-37,4)
Intervensi :
1) Kaji suhu dengan sering, periksa suhu rectal pada awalnya, selanjutnya periksa
suhu aksila atau gunakan alat thermostat dengan dasar terbuka dan penyebab
hangat. Ulangi setiap 15 menit selama penghangatan ulang.
Rasional : hipotermia membuat bayi cenderung pada stress dingin, penggunaan
simpanan lemak coklat yang tidak dapat diperbaharui bila ada dan penurunan
sensivitas untuk meningkatkan kadar CO2 (hiperkapnea) atau penurunan kadar
O2 (hipoksia)
2) Tempatkan bayi pada penghangat, isolette, incubator, tempat tidur terbuka
dengan penyebar hangat, atau tempat tidur terbuka dengan pakaian tepat untuk
bayi yang lebih besar atau lebih tua gunakan bantalan pemanas pemanas di
bawah bayi bila perlu dalam hubungannya dengan tempat tidur isolette atau
terbuka.
Rasional : mempertahankan lingkungan termo netral membantu mencegah
stress dingin
3) Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah, pertahankan kepala tetap
tertutup.
Mencegah kehilangan cairan melalui evaporasi
Kolaborasi :
4) Kolaborasi pemberian D-10 W dan ekspander volume secara intra vena bila
diperlukan.
Rasional : pemberian dekstrose mungkin perlu untuk memperbaiki
hipoglikemia, hipotensi karena vasolidilatasi perifer mungkin memerlukan
tindakan pada bayi yang mengalami stress panas, hipetermi dapat
menyebabkan peningkatan dehidrasi 3-4 kai lipat.
59 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
5) Berikan obat-obatan sesuai indikasi fenobarbital, natrium bikarbonat.
Rasional : membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan SSP yang
disebabkan oleh hipertermia, memperbaiki asidosis yang yang dapat terjadi
pada hipotermia dan hipertermia.
c. Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan immaturitas organ tubuh.
Tujuan : - Peningkatan berat badan 20-30 gr/hr
- Mempertahankan berat badan
Intervensi
1) Timbang berat badan bayi saat menerima di ruang perawatan dan setelah itu
setiap hari.
Rasional : menetapkan kebutuhan kalori dan cairan sesuai dengan BB dasar
yang sesuai yang sesuai/normal turun sebanyak 5%-10% dalam 3-4 hari dari
kehidupan karena keterbatasan masukan oral.
2) Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen, adanya tangisan
lemah yang diam bila dirangsang oral diberikan dan perilaku menghisap.
Rasional : Indicator yang menunjukkan neonates lapar.
3) Lakukan pemberian makan oral awal dengan 50-15 ml air steril, kemudian
dextrose dan air sesuai protoko rumah sakit, berlanjut pada formula untuk bayi
yang makan melalui botol.
Rasional : pemberian makanan awal membantu memenuhi kebutuhan kalori
dan cairan khususnya pada bayi yang laju metabolisme menggunakan 100-120
kal/kg BB setiap 24 jam
Kolaborasi :
4) Berikan glukosa dengan segera peroral atau intravena bila kadar dekstrosik
kurang dari 45 mg/dl.
Rasional : bayi mungkin memerlukan suplemen glukosa untuk meningkatkan
kadar serum.
d. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kapiler
rapuh dekat permukaan kulit.
Tujuan : mempertahankan kulit utuh bebas dari cedera dermal
60 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Intervensi
1) Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan
Rasional : mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, yang dapat
mengakibatkan sepsis.
2) Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin scrub
Rasional : Membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir.
3) Berikan latihan gerak, perubahan posisi rutin dan bantal bulu domba atau terbuat
dari bahan yang lembut.
Rasional : membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan
edema dermis di atas penonjolan tulang.
4) Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun meminimalkan
manipulasi kulit bayi
Rasional : setelah beberapa (empat) hari, kulit mengalami beberapa bakterisidal
karena pH asam.
kolaborasi
5) Berikan saleb antibiotic
Rasional : meningkatkan pemulihan pecah-pecah dari iritasi berkenaan dengan
pemberian oksigen, dapat membantu mencegah infeksi.
6) Hindari penggunaan agen topical keras, cuci tangan dengan hati-hati dengan
pofidon setelah prosedur.
Rasional : membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier
perlindungan epidural.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun imatur
Tujuan : tidak terjadi infeksi,
Criteria : leukosit normal, tali pusat tidak ada tanda-tanda infeksi
Intervensi :
1) Tingkatkan cara-cara mencuci tangan pada staf, orang tua dan pekerja lain
Rasional : mencuci tangan adalah praktik yang penting untuk mencegah
kontaminasi
2) Pantau pengunjung akan adanya lesi kulit
Rasional : penularan penyakit pada neonatus dari pengunjung dapat terjadi
secara langsung.
61 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
3) Kaji bayi terhadap tanda-tanda infeksi, misalnya : suhu, letargi tau perubahan
perilaku.
Rasional : bermanfaat dalam mendiagnosa pasien
4) Lakukan perawatan tali pusat sesuai local rumah sakit
Rasional : penggunaan local triple dye dapat membantu mencegah kolonisasi.
ASI mengandung Ig A, makrofag, limfosit dan netrofil yang memberikan beberapa
perlindungan dari infeksi. Mengatasi infeksi pernafasan atau sepsis.
3. Asfiksia Neonatrum
1. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernapas secara spontan dan terartu setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989).
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan
teratur sehingga dapat menurunkan O2 dan meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan yang lebih lanjut.
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur setelah satu menit kelahiran.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak dan kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001).
2. Jenis Asfiksia
Ada dua jenis dari asfiksia, yaitu :
1. Asfiksia Livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
Perbedaan Asfiksia Livida dan Pallida :
Perbedaan Asiksia Livida Asfiksia Pallida
Warna kulit Kebiru-biruan Pucat
Tonus otot Masih baik Sudah kurang
62 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Reaksi rangsangan Positif Negatif
Bunyi jantung Masih teratur Tak teratur
Prognosis Lebih baik Jelek
3. Klasifikasi Asfiksia
Asfiksia diklasifikasikan berdasarkan nilai APGAR, yaitu:
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
b. Asfiksia ringan dengan nilaiAPGAR 4-6
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
4. Etiologi
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (1989):
a. Asfiksia dalam kehamilan
1) Penyakit infeksi akut
2) Penyakit infeksi kronik
3) Keracunan oleh obat-obat bius
4) Anemia berat
5) Cacat bawaan
6) Trauma
b. Asfiksia dalam persalinan
1) Kekurangan O2
Partus lama (rigid serviks dan atonia uteri)
Ruptur uteri yang memberat
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
Pemberian obat bius terlalu banyak
Perdarahan: plasenta previa dan solution plasenta
2) Paralisis pusat pernapasan
Trauma dari luar seperti tindakan forsep
Trauma dari dalam seperti obat bius
63 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Penyebab asfiksia menurut Stright (2004):
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensi yang diinduksikan oleh
kehamilan, obat-obatan.
2. Faktor uterus, meliputi persalinan lama
3. Faktor plasenta, meliputi plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta
4. Faktor umbilical, meliputi prolaps tali pusat, lilitan tali pusat
5. Faktor janin, meliputi disproporsi sefalopelvis, kelainan congenital, kesulitan
kelahiran
5. Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat
sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan
untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi
pernapasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan
bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi
denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak
lemas (flasid). Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
menunjukan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran
gas/transport O2 (menurunnya tekanan O2 darah) mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam
tubuh bayi sehingga terjadi asidosis metabolik, selanjutnya akan terjadi perubahan
kardiovaskuler.Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk
terhadap sel-sel otak, dimana kerusakan sel-sel otak ini dapat menimbulkan kematian
atau gejala sisa (squele).
6. Tanda Dan Gejala 1. Hipoksia
2. RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt 3. Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4. Bradikardia 5. tonus otot berkurang
6. Warna kulit sianotik/pucat 7. Manifestasi Klinik
a. Pada kehamilan
64 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari 100x/menit , halus
dan ireguler serta adanya pengeluara mekonium.
Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
Jika DJJ 160x/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
Jika DJJ 100x/menit ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
b. Pada bayi setelah lahir
1) Bayi pucat dan kebiru-biruan
2) Usaha bernapas dan tidak ada
3) Hipoksia
4) Asidosis metabolic atau respiratori
5) Perubahan fungsi jantung
6) Kegagalan system multi organ
7) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologic :
kejang, nistagmus
8. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatorum:
a. Edema otak dan perdarahan otak
Pada penderita asfiksia neonatorum dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonates, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
b. Anuria atau Oligouria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada asfiksia, keadaan ini dikenal
dengan istilah disfungsi miokardium yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah
mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan
transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran
CO2 yang dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan yang
tidak efektif.
65 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
9. Pemeriksaan diagnostik
pH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status praasidosis; tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna
Hemoglobin/hematokrit; kadar Hb 15-20g dan Ht 43%-61%
Tes Coombs langsung pada darah tali pusat:menentukan adanya kompleks antigen-
antibodi pada membrane sel darah merah, menunjukkan hemolitik
10. Manajemen Terapi Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir
yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi
gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti
tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut kemudian hidung k/p trakhea
Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
2) Pembersihan jalan nafas
b. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
1) Tindakan khusus
66 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
1. Asphyksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki
ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik
dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg.
Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-
4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena
umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak
telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan
pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan
dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam
perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai
kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang
belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis
jalan nafas.
2. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-
60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan,
ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan
membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan
mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera
dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut,
sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang
mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan
67 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot,
intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
11. Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1. Sirkulasi
Nadi apical dapat berfluktuasi dari 110 samapi 180x/menit. Tekanan darah dari
60-80mmHg (sistolik), 40-45mmHg (diastolic).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV
Murmur biasa terjadi selama beberapa jam kehidupan
Tali pusat putih dan bergelatin, menagndung 2 arteri dan 1 vena
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/Cairan
Berat badan dari 2500-4000 gram
Panjang badan 44-55 cm
Turgor kulit elastik
4. Neurosensori
Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas
Sadar dan aktif, mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahian (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma)
Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menagis tinggi menunjukkan
abnormalitas genetic, hipoglikemia, atau efek narkotik yang memanjang.
5. Pernapasan
Skor APGAR : 1 menit…….5 menit…..skor optimal harus 7-10
Rentang dari 30-60x/menit
Bunyi napas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya
Silindrik torak;kartilagixifoid menonjol
68 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
6. Keamanan
Suhu terentang dari 36,50C sampai 370C
Ada verniks
Kulit:lembut, fleksibel; pengelupasan kulit tangan/kaki dapat terlihat; warna
merah muda atau kemerahan; mungkin belang-belang menunjukkan memar
minor (misalnya kelahiran dengan forsep), atau perubahan warna harlequin;
ptekie pada kepala/wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan
dengan kelahiran atau korda nukhal); bercak port-wine, nevi telengiektatis
(kelopak mata, antara alis mata, atau pada oksipital), atau bercak Mongolia
(terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat.
Abrasi kulit kepala mungkin ada
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. produksi mucus berlebihan
2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d. kurangnya suplai O2 dalam darah
3. Resiko cedera b.d. anomaly congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan
pada agen-agen infeksius
4. Perubahan proses keluarag b.d. transisi perkembangan dan/atau penambahan anggota
keluarga
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. produksi mucus yang berlebihan.
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan napas patendengan frekuensi pernapasan dan jantung
dalam batas normal; secara umum tidakada sianosis.
Bebas tanda distress pernapasan.
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Ukur skor APGAR pada menit ke-1 dan
ke-5 setelah kelahiran.
Membantu menentukan kebutuhan
terhadap intervensi segera (missal
penghisapan, oksigen). Skor total dari 0-
69 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Perhatikan komplikasi prenatal yang
mempengaruhi status plasenta dan/atau
janin )missal kelainan jantung atau ginjal,
hipertensi karena kehamilan, atau
diabetes).
Tinjau ulang status janin intrapartum,
termasuk denyut jantung janin (DJJ),
perubahan periodic pada DJJ, variabilitas
denyut per denyut, kadar pH kulit kepala,
dan warna serta jumlah cairan amniotic.
3 menunjukkan asfiksia berat atau
kemungkinan disfungsi pada control
neurologis dan kimia terhadap
pernapasan. Skor 4-6 memperberat
kesulitan beradaptasi terhadap kehidupan
ekstrauterus. Skor 7-10 menandakan
tidak ada kesulitan beradaptasi terhadap
kehidupan ekstrauterus.
Komplikasi ini dapat mengakibatkan
hipoksia kronis danasidosis,
meningkatkan resiko kerusakan system
saraf pusat dan memerlukan perbaikan
setelah kelahiran.
Seperti komplikasi prenatal, kejadian
pada intrapartum dapat membuat distress
janin dan hipoksia yang menetap sampai
pada periode segera dari pascapartum,
mengakibatkan upaya pernapasan
tertekan atau tidak efektif. Janin dengan
kadar pH kulit kepala kurang dari 7,20;
variable yang memanjang, atau
deselerasi lambat, dan penurunan
variabilitas DJJ; oligohidramnion; atau
cairan amniotic mengandung mekonium
akan memerlukan upaya-upaya lebih
besar untuk mencapai stabilisasi setelah
kelahiran daripada janin tanpa hipoksia
70 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Perhatian durasi persalinan dan tipe
kelahiran.
Perhatikan waktu dimana obat-obatan
9misal magnesium sulfat atau meperidin
hidroklorida (Demerol)) diberikan pada
ibu.
Kaji frekuensi dan upaya pernapasan awal.
atau distress.
Kompresi torakal selama lewatnya janin
melalui jalan lahir membantu dalam
membersihkan paru-paru kira-kira 80-
110ml cairan. Bayi yang lahir melalui
persalinan yang cepat (kurang dari 3 jam)
atau kelahiran seksio sesaria mempunyai
mucus berlebihan karena
ketidakadekuatan kompresi torakal.
Obat-obatan dapat menekan upaya
pernapasan bayi dan mengurangi
kemampuan bayi baru lahir untuk
memberikan oksigen ke jaringan.
Pernapasan pertama, merupakan yang
paling sulit, menetapkan kapasitas residu
fungsional (KRF), sehingga 30%-40%
jaringan paru tetap mengembang penuh
asalkan ada kadar surfaktan yang
adekuat. Kegagalan untuk mencapai
KRF membuat tiap pernapasan
selanjutnya selelah dan sesulit
pernapasan awal. Takipnea (frekuensi
pernapasan lebih besar dari 60x/menit)
biasanya berhubungan dengan perubahan
normal yang diantisipasi pada periode
reaktivitas pertama (30 menit setelah
71 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Perhatikan adanya pernapasan cuping
hidung, retraksi dada, pernapasan
mendengkur, krekels, atau ronki.
Bersihan jalan napas; hisap nasofaring
dengan perlahan, sesuai kebutuhan,
dengan menggunakan spuit balon atau
kateter penghisap DeLee. Pantau nadi
apical selama penghisapan.
Keringkan bayi dengan selimut hangat,
tempatkan stoking penutup kepala, dan
tempatkan di lengan orang tua atau unit
pemanas.
Tempatkan bayi pada posisi
Trendenlenburg yang dimodifikasi pada
sudut 10 derajat.
Perhatikan nada dan intensitas menangis.
kelahiran), tetapi dapat juga ada pada
upaya menghilangkan karbon dioksida.
Tanda-tanda ini normal dan sementara
pada periode reaktivitas pertama, tetapi
dapat menandakan distress pernapasan
bila ini menetap. Krekels dapat terdengar
sampai cairan direabsorpsi dari paru-
paru. Ronki menandakan aspirasi sekresi
oral.
Membantu menghilangkan akumulasi
cairan, memudahkan upaya pernapasan,
dan membantu mencegah aspirasi.
Penghisapan orofaring menyebabkan
rangsangan vagal yang menimbulkan
bradikardia.
Menurunkan efek-efek stress dingin
(missal peningkatan kebutuhan oksigen)
dan berhubungan dengan hipoksia, yang
selanjutnya dapat menekan upaya
pernapasan dan mengakibatkan asidosis
saat bayi memaksa metabolism anaerobic
dengan produk akhir asam laktat.
Memudahkan drainase mucus dari
nasofaring dan trakea dengan gravitasi.
Pada awalnya sehat, menangis kuat
meningkatkan PO2 alvolar dan
72 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Perhatikan nadi apical.
Berikan rangsangan taktil dan sensori
yang tepat.
Perhatikan adanya pandangan mata lebar.
Observasi warna kulit terhadap lokasi dan
luasnya sianosis. Kaji tonus otot.
Hisap isis lambung bila cairan amniotic
mengandung mekonium.
menghasilkan perubahan kimia yang
diperlukanuntuk mengubah sirkulasi
janin menjadi sirkulasi bayi, sehingga
frekuensi jantung meningkat 175-180
dpm dan kemudian biasanya kembali ke
normal dalam 4-6 jam berikutnya.
Frekuensi jantung kurang dari 100 dpm
menandakan asfiksia berat dan
kebutuhan terhadap resusitasi segera.
Takikardia (frekuensi jantung lebih besar
dari 160 dpm) dapat menandakan
asfiksia baru atau respons normal
berkenaan dengan periode pertama
reaktivitas.
Merangsang upaya pernapasan dan dapat
meningkatkan inspirasi oksigen.
Menandakan hipoksia intrauterus kronis,
yang kemungkinan dihubungkan dengan
asidosis dan memerlukan tindakan
resusitatif.
Akrosianosis, menunjukkan lambatnya
sirkulasi perifer, terjadi normalnya pada
85% bayi baru lahir selama jam pertama;
namun, sianosis umum dan flaksiditas
menunjukkan ketidakadekuatan
oksigenasi jaringan.
Membantu mengurangi insiden
pneumonia aspirasi pada periode awal
neonates.
73 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Kolaborasi
Berikan oksigen hangat melalui masker
pada 4-7 L/mnt bila diindikasikan.
Bantu dalam mengambil darah tali pusat.
Lakukan penghisapan dalam bila bayi
menunjukkkan bukti depresi pernapasan
yang tidak berespons terhadap pengisapan
perlahan atau rangsangan taktil perlahan.
Berikan obat-obatan sesuai indikasi
(missal Naloxone (Narcan)), diberikan
secara intravena atau melalui kateter
pembuluh umbilicus.
Berikan tindakan resusitatif, dan siapkan
untuk pemindahan bayi ke unti
perawatanintensif neonates (NICU) atau
Memberikan oksigen tambahan dan
mendukung upaya bila pucat dan
sianosis. Pada kasus hipoksia yang lama,
sirkulasi janin mungkin bertahan karena
peningkatan PO2 perlu untuk
mengurangi tahanan vascular pulmoner,
meningkatkan aliran darah ke paru-paru,
dan meningkatkan tekanan pada sisi kiri
jantung, yang menutup duktus artriosus
dan foramen ovale.
Bila terdapat indikasi distress pernapasan
pada bayi baru lahir, kadar pH tali pusat
mungkin diambil untuk memastikan
adanya dan durasi asfiksia prenatal.
Meningkatkan jalan napas paten. Bila
bercak mekonium ada, penghisapan
dalam, dalam hubungannya dengan
penghisapan saat kepala bayi di
perineum, perlu untuk mencegah aspirasi
mekonium.
Narcan adalah anatagonis narkotik kerja
cepat mengatasi depresi pernapasan yang
disebabkan pemajanan ibu pada anestetik
atau narkotik.
Bayi yang memerlukan upaya-upaya
resusitatis luas harus diobservasi dan
dirawat oleh petugas yang secara khusus
terlatih untuk merawat bayi baru lahir
74 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
fasilitas tingkat III/IV, sesuai indikasi. yang sakit.
2. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d. kurangnya suplai O2 dalam darah
Kriteria hasil:
Mempertahankan suhu inti, kulit, dan aksila dan tanda-tanda vital DBN.
Bebas dari tanda distress pernapasan dan stress dingin.
Intervensi ;
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Pastikan obat-obatan yang diterima ibu
selama periode prenatal dan intrapartum.
Perhatikan adanya distress atau hipoksia
pada janin.
Keringkan kepala dan tubuh bayi baru
lahir, pakaikan stoking penutup kepala
dan bungkus dalam selimut hangat.
Tempatkan bayi baru lahir dalam
lingkungan hangat atau pada lengan
orangtuanya.
Hipoksia janin atau penggunaan Demerol
oleh ibu mengubah metabolism janin
terhadap lemak coklat, sering
menyebabkan penurunan suhu bayi yang
berarti. Magnesium sulfat dapat
menyebabkan vasodilatasi dan
mempengaruhi kemampuan bayi untuk
menyerap panas.
Mengurangi kehilangan panas akibat
evaporasi dan konduksi, melindungi
kelembapan bayi dari aliran udara atau
pendingin undar, dan membatasi stress
akibat perpindahan lingkungan dari
uterus yang hangat ke lingkungan yang
lebih dingin.
Mencegah kehilangan panas melalui
konduksi, dimana panas dipindahkan dari
bayi baru lahir ke objek atau permukaan
yang lebih dingin daripada bayi.
Digendong erat dekat tubuh orangtua dan
kontak kulit dengan kulit menurunkan
75 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Perhatiakn suhu lingkungan. Hilangkan
aliran udara dan minimalkan penggunaan
pendingin udara; hangatkan oksigen bila
diberikan melalui masker.
Kaji suhu inti neonates; pantau suhu kulit
secara kontinu dengan alat pemerisa kulit
dengan tepat.
Berikan penghangatan bertahap pada bayi
yang mengalami stress dingin,
pertahankan suhu udara 1,50C lebih
hangat dari suhu tubuh.
Observasi bayi terhadap tanda-tanda stress
dingin (missal penurunan suhu inti,
peningkatan aktivitas, ekstremitas fleksi,
kehilangan panas pad bayi baru lahir.
Penurunan dalam suhu lingkungan cukup
untuk menggandakan konsumsi oksigen
neonatal cukup bulan. Kehilangan panas
melalui konveksi terjadi bila bayi
kehilangan panas ke aliran udara yang
lebih dingin. Kehilangan melalui radiasi
terjadi bila panas dipindahkan dari bayi
baru lahir ke objek atau permukaan yang
tidak berhubungan langsung denga bayi
baru lahir (missal sisi atau dinding
incubator).
Suhu kulit dipertahankan mendekati
36,50C. Suhu inti (rectal) biasanya 0,50C
lebih tinggi dari suhu kulit, namun
perpindahan kontinu dari inti ke kulit
terjadi sehingga perbedaan suhu inti dan
kulit lebih besar, makin cepat
pemindahan makin cepat suhu ini
menjadi dingin.
Peningkatan suhu yang terlalu cepat
dapat mengakibatkan apnea pada bayi
yang mengalami stress dingin.
Bila suhu lingkungan turun di bawah
zona termonetral, bayi meningkatkan
tingkat aktivitas (meningkatkan laju
metabolism dan konsumsi oksigen),
76 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
belang-belang atau pucat, kulit tangan dan
kaki dingin.
Perhatikan tanda-tanda distress pernapasn
(missal apnea, sianosis umum,
bradikardia, mendengkur berat, retraksi
otot pernapasan, dan pernapasan uping
hidung).
ekstremitas fleksi menurunkan besar
permukaan tubuh yang terpajan, dan
melepaskan katekolamin adrenal, yang
meningkatkan pelepasan panas dari
simpanan lemak coklat dan menyebabkan
vasokontriksi selanjutnya mendinginkan
kulit.
Tanda-tanda ini menandakan efek
negative stress dingin yang lama dan
memerlukan pemantauan ketat.
Vasokontriksi perifer menimbulkan
asidosis metabolic; vasokontriksi
pulmoner mengakibatkan penurunan
pernapasan dan sirkulasi janin menetap
dengan kegagalan penutupan duktus
arteriosus dan foramen ovale.
Kolaborasi
Berikan dukungan metabolic (glukosa
atau buffer), sesuai indikasi.
Efek samping dari hipotermia lama dapat
meliputi peningkatan konsumsi oksigen
yang menimbulkan hipoksia, asidosis,
dan penurunan pernapasan; peningkatan
laju metabolic dan konsumsi glukosa
mengakibatkan hipoglikemia; serta
pelepasan asam lemak bebas dalam aliran
darah yang bersaing ddengan sisi ikatan
bilirubin pada albumin, karenanya
77 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
meningkatkan resiko ikterik dan
kernikterus. Pemberian glukosa atau
bikarbonat dapat memperbaiki
hipoglikemia, asidosis dan asfiksia.
3. Resiko cedera b.d. anomaly congenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi, pemajanan
pada agen-agen infeksius
Kriteria hasil : bebas dari cedera/komplikasi.
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Lakukan pengkajian fisik rutin terhadap
bayi baru lahir, perhatikan jumlah
pembuluh darah tali pusat dan adanya
nomali.
Mandikan bayi baru lahir segera setelah
kelahiran bila terpajan pada agen-agen
infeksius telah terjadi.
Membantu mendeteksi abnormalitas dan
efek neurologis, menentukan usia gestasi,
dan mengidentifikasi kebutuhan terhadap
pemantauan ketat dan perawatan lebih
intensif. Tali pusat mengandung tiga
pembuluh darah. Hanya ada satu
pembuluh darah arteri dihubungkan
dengan abnormalitas genitourinarius.
Mencegah bayi baru lahir terkena virus
hepatitis B atau dari menjadi karier kronis
bila terpajan pada produk darah serum ibu
saat melahirkan.
Kolaborasi
Klem tali pusat umbilicus bayi baru lahir
kira-kira ½ sampai 1 inci dari abdomen
dalam 30 detik setelah kelahiran,
sementara bayi berada sejajar dengan
Menggendong bayi di bawah introitus
atau keterlambatan mengklem tali pusat
yang mengandung 50-100ml darah dari
plasenta, kemungkinan memperberat
78 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
introitus ibu.
Berikan profilaksis mata dalam bentuk
salep eritromisin (Ilotycin) kira-kira 1 jam
setelah kelahiran.
polisitemia dan hiperbilirubinemia pada
masa neonatus.
Membantu mencegah oftalmia
neonatorum yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae, yang mungkin ada
pada janin lahir ibu. Eritromisin secara
efektif menghilangkan baik organism
gonorrhoeae dan klamidia. Profilaksis
mata mengeruhkan pandangan bayi,
menurunkan kemampuan bayi untuk
berinteraksi dengan orangtua.
4. Perubahan proses keluarag b.d. transisi perkembangan dan/atau penambahan anggota
keluarga
Kriteria hasil :
Memulai proses kedekatan dengan cara yang bermakna untuk anggota keluarga
Dengan tepat mengidentifikasi bayi untuk meyakinkan hubungan keluarga
yang benar
Intervensi :
Tindakan/Intervensi Rasional
Mandiri
Informasikan kepada orang tua tentang
kebutuhan-kebutuhan neonates segera dan
perawatan yang diberikan.
Tempatkan bayi dalam lengan
ibu/ayahnya segera setelah kondisi
Menghilangkan ansietas orangtua
berkenaan dengan kondisi bayi mereka.
Membantu orangtua untuk memahami
rasional intervensi pada periode awal
bayi baru lahir.
Jam pertama dari kehidupan bayi adalah
masa yang paling khusu bermakna untuk
interaksi keluarga dimana ini dapat
79 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
neonates memungkinkan.
Anjurkan orangtua untuk mengelus dan
bicara pada bayi baru lahir; anjurkan
ibunya untuk menyusui bayi bila
diinginkan.
Bagi informasi tambahan dari pengkajian
fisik awal bayi baru lahir.
Diskusikan kemapuan bayi untuk
berinteraksi.
Berikan informasi yang tepat dalam
kejadian komplikasi yang tidak
diperkirakan atau kebutuhan terhadap
pemindahan ke NICU
meningkatkan awal kedekatan antara
orangtua dan bayi serta penerimaan bayi
baru lahir sebagai anggota keluarga baru.
Memberikan kesempatan untuk orangtua
dan bayi baru lahir memulai pengenalan
dan proses kedekatan.
Membantu orangtua memandang bayi
sebagai individu terpisah dengan
karakteristik fisik yang unik.
Membantu memudahkan interaksi orang
tua-bayi.
Mempertahankan orangtua tetap
mendapat informasi tentang status
perubahan bayi, dan tindakan actual atau
potensial untuk dilakukan, membantu
menjamin bahwa segala sesuatu yang
mungkin dilakukan untuk perawatan
bayii dan meningkatkan kerjasama
orangtua dengan tindakan
kegawtdaruratan.
4. Necrolizing Enterocolitis (Nec)
1. Definisi
Necrolizing Enterocolitis (NEC) adalah kondisi medis terutama terlihat pada
bayi yang premature, dimana bagian dari ususnya mengalami kronis (kematian
jaringan). Necrolizing Enterocolitis (NEC) merupakan gangguan multifocal
melibatkan nekrosis iskemik pada traktus alimenter tanpa predisposisi kelainan
anatomi dan fungsi. Kondisi ini kemungkinan merupakan satu dari respons akhir
80 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
potensial dalam jumlah terbatas yang muncul pada saluran cerna satelah satu atau
lebih stress.
2. Insiden
Necrolizing Enterocolitis (NEC) paling umum terjadi di ileum terminal dan
kolom proksimal. Jumlah seluruh insiden NEC adalah antara 1% dari 5% seluruh bayi
yang masuk ke unit perawatan intensif neonates. NEC terutama menyerang bayi
prematur, meskipun sekitar 10% diantaranya merupakan neonates aterm. Insiden ini
meningkat pada usia gestasi yang lebih kecil.
Insiden NEC sangat bervariasi dari tempat perawatan yangs satu ke tempat
perawatan lainnya, keduanya diambil dari satu daerah geografis dan dari satu daerah
ke daerah lain. Perkiraan ini tidak dapat secara akurat mencerminkan insiden yang
sebenarnya karena inkonsistensi akurat mencerminkan insidens yang sebenarnya
karena inkonsistensi dalam definisi dan dalam melaporkan kasus yang diperumit
dengan variabel pengacau lain, seperti prematuritas.
a. NEC terjadi pada 2% - 7% dari semua bayi yang diamasukkan ke unit perwatan
intensif neonatal
b. NEC terjadi pada sekitar 12% neonates dengan berat badan lahir kurang dari 1500 g
c. 62% - 94% bayi yang terkena adalah bayi premature
d. 7% - 13% bayi yang terkena NEC adalah bayi cukup bulan
Banyak dari bayi tersebut yang mendapatkan penanganan penyakit jantung
kongenital, malformasi gastrointestinal anatomik, polisitemia, atau masalah-
masalah medis yang lain
e. Angka mortalitas NEC secara berlawanan proporsional dengan berat badan pada
saat lahir dan lebih dari 50% pada bayi yang memiliki berat badan kurang dari 1000
g saat lahir.
f. NEC merupakan penyebab kematian neonatal ketiga terbesar, dengan angka
mortalitas keseluruhan sebanyak 10%-15%.
3. Etiologi
Penyebab utama NEC adalah iskemi pada saluran intestinal, kolonisasi bakteri pada
intestine, dan pemberian susu formula, dan gangguan pertahanan pada host. Iskemia dan
agen infeksi merupakan faktor predisposisi awal terjadinya NEC, faktor lainnya seperti
81 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
mediator inflamasi (sitokin), radikal bebas, produk fermentasi bakteri dan toksin, diduga
memperparah proses penyakit.
a. Imunitas bayi
Bayi yang memiliki imunitas rendah dan saluran GI yang belum matur, memiliki
kemungkinan untuk terserang NEC. Pada saat lahir, mukosa usus bayi belum memiliki
antibodi imunoprotektif utama di gastrointestinal, IgA. Karena ASI memiliki faktor
protektif nonspesifik dan spesifik seperti sel imunokompeten, IgA, laktoferin, lisozim,
dan lactobacillus bifidus growth factor, ASI dapat mengurangi insiden dan keparahan
NEC. Pada saluran gastrointestinal yang belum matur, usus belum mampu mencerna
makanan dengan baik, terutama makanan-makanan formula. Ditambah lagi, barrier
mukosa belum berkembang dengan baik, sehingga dapat terjadi translokasi bakteri dan
antigen makanan yang tidak tercerna ke lamina propia sehingga mengaktivasi sel
peradangan.
b. Iskemia dan kolonisasi bakteri
Saat mengalami keterbatasan perfusi, terjadi mekanisme pertahanan ubuh yang
melindungi otak dan jantung dari kerusakan akibat iskemik, yaitu aliran darah di tubuh
diprioritaskan untuk dialirkan ke dua organ tubuh tersebut dengan memindahkan aliran
darah dari mesentrika dan renal. Aliran darah mesentrika berada pada prioritas yang
sangat rendah saat terjadi hipoksia, sehingga pada neonatus yang mengalami asfiksia,
aliran darah ke abdomen, ileum, dan koon menurun drastis selama episode tersebut.
Apabila terjadi gangguan regulasi di mesentrika menuju intestin, maka akan terjadi
hipoksia pada area organ tubuh yang mendapatkan aliran darah dari mesentrika yang
mencetuskan terjadinya injuri dan disrupsi pada mukosa epitel intestinal. Saat hal
tersebut terjadi, bakteri dapat dengan mudah masuk pada area injuri dan
mengakibatkan kerusakan jaringan, termasuk nekrosis dan ulserasi.
Skema:
Gangguan regulasi di mesentrika → bowel ischemia → injuri dan disrupsi mukosa
epitel intestinal → bakteri masuk ke area injuri → kerusakan jaringan → nekrosis,
ulserasi.
c. Feeding process
Pada neonatus, terjadi malabsorpsi parsial terhadap konstituen lemak dan karbohidrat
pada susu akibat organ tubuh yang belum matur, bakteri-bakteri fermentasi
82 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
membentuk asam organik, karbon dioksida, dan gas hidrogen hasil nutrient yang
tersisa. Saat NEC berkembang, neonatus mengalami kehilangan karbohidrat yang
besar pada intestine, mengakibatkan penurunan substansi pada feses dan hydrogen-
filled cysts diantara mukosa usus.
Skema:
Feeding process → Terbentuk gas hydrogen → gas hydrogen terpenetrasi, terjadi
perforasi dinding usus → gas masuk ke jaringan submukosa (pneumatosis instinalis)
& dapat robek ke dalam bantalan vaskular mesentrika.
4. Patofisiologi
Patogenesis NEC sulit untuk dipahami dan kontroversial, meskipun demikian,
patogenesis NEC adalah multifaktor. Ada tiga mekanisme patologis utama dalam proses
terjadinya NEC: cedera iskemik pada usus, kolonisasi bakteri usus, dan adanya suatu
substrat seperti formula.
Cedera hipoksik/iskemik menyebabkan aliran darah ke usus menurun. Hipoperfusi
usus ini selanjutnya merusak mukosa usus, dan sel mukosa yang melapisi usus
menghentikan sekresi enzim protektif. Bakteri yang berproliferasi dibantu oleh makanan
enteral (substrat), menginvasi mukosa usus yang rusak sehingga terjadi kerusakan usus
lebih lanjut karena pelepasan bakteri dan gas hidrogen. Gas mulanya membelah lapisan
serosa dan submukosa usus (pneumatosis intestinalis). Gas tersebut juga dapat robek ke
dalam bantalan vaskular mesentrika, yang akan didistribusikan ke dalam sistem vena
hepar. Tiksin bakterial yang berkombinasi dengan iskemia mengakibatkan nekrosis.
Nekrosis usus yang sangat tebal mengakibatkan perforasi dengan pelepasan udara bebas
ke dalam ronga peritoneal (pneumoperitoneum) dan peritonitis.
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala NEC sangat bervariasi, berkisar dari intoleransi terhadap
pemberian makanan sampai kerusakan intraabdomen yang tiba-tiba disertai sepsis, syok,
perotinotis, dan kematian. Kondisi ini biasanya muncul dalam bentuk distensi abdomen,
aspirasi gaster, muntah empedu, dan feses yang mengandung darah. Gambaran yang
nyata meliputi letargi, apnea, dan hipoperfusi. Temuan fisik yang tercatat pada
serangkaian pemeriksaan meliputi nyeri tekan progresif pada abdomen, gangguan otot
(muscular guarding), dan eritema pada dinding abdomen.
83 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Awitan NEC paling sering terjadi antara hari ke-3 dan hari ke-12 kehidupa, tetapi
dapat terjadi seawal mungkin pada 24 jam keidupan atau sekitar mungkin pada usia 90
hari. Penyakit dicirikan oleh suatu rentang tanda dan gejala luas yang menerminkan
perbedaan keparahan, komplikasi, dan mortalitas penyakit. Secara khas, NEC yang
dicurigai (derajat I) terdiri ats temuan klinis tidak spesifik yang menggambarkan
ketidakstabilan psikologis dan dapat menyerupai kondisi yang biasa lainnya pada bayi
premature. Temuan klinis tersebut antara lain:
1) Ketidakstabilan suhu
2) Letargi
3) Kekambuhan apnea dan bradikardi
4) Hipoglikemia
5) Perfusi perifer buruk
6) Peningkatan residu gaster sebelum pemberian makanan melalui selang lambung
7) Intoleransi makan
8) Emesis
9) Distensi abdomen ringan
10) Hasil hematest positif
NEC pasti (derajat II) terdiri atas temuan klinis non-spesifik yang telah disebutkan diatas
ditambah:
1) Distensi abdomen berat
2) Nyeri tekan abdomen
3) Feses berdarah nyata
4) Lengkung usus teraba
5) Edema dinding abdomen
6) Bunyi usus yang mungkin tidak ada
NEC lanjut (derajat III) terjadi bila bayi menjadi sakit akut. Tanda-tanda dan gejala yang
berkaitan meliputi:
1) Kemunduran tanda-tanda vital
2) Adanya bukti syok septik
3) Edema dan eritema dinding abdomen
4) Massa dikuadran kanan bawah
5) Asidosis
84 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
6) Koagulasi intravaskular diseminata
6. Komplikasi
a. Komplikasi segera meliputi:
1) Sepsis (9%-23%)
2) Gagal napas (91%)
3) Gagal ginjal (85%)
4) Syok
5) Paten duktus arterious
6) Anemia
7) Koagulasi intravaskular diseminata
8) Trombositopenia
9) Perforasi
b. Komplikasi jangka panjang, meliputi:
1) Striktur (25%-35%)
2) Sindrom usus pendek (9%-23)
3) NEC kambuhan (4%-6%)
4) Malabsorbsi
5) Kebocoran anastomosis
6) Kolestasis
7) Fistula enterokolitis (2%)
8) Atresia
9) Gagal tumbuh kembang
7. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
a. Hasil laboratorium yang menggambar tanda-tanda sepsis meliputi:
1) Lukopenia (hitung sel darah putih total dibawah 6000/mm3) atau peningkatan sel
darah putih dengan peningkatan hitung berkas
2) Trombositopenia (hitung trombosit dibawah 50.000/mm3 sebelum pembedahan)
3) Ketidakseimbangan elektrolit
4) Asidosis (metabolik dan/atau respiratorik
5) Hipoksia
6) Hiperkapnea
7) Hasil kultur darah, feses atau urine positif
85 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
b. Temuan radiologis merupakan dasar untuk mengonfirmasi diagnosis NEC. Radiografi
standar anteroposterior dan dekubitus lateral kiri (atau lateral melintang meja) dapat
menunjukkan beberapa atau semua tanda berikut:
1) Distensi fokal atau gas nonspesifik pada lengkung usus
2) Penebalan dinding usus dari adanya edema
3) Pneumatosis intestinalis (gelembung udara subserosa pada dinding usus)
4) Lengkung usus yang berdilatasi secara persisten
5) Udara vena porta
6) Pneumoperitoneum (udara abdomen bebas)
c. Studi diagnostik lain muncul yang dapat menjadi keuntungan diagnostik, khusunya
pada NEC derajat awal, yang meliputi:
1) Ultrasonografi vena porta, mendeteksi gelembung mikro pada vena porta sebelum
dapat diidentifikasi pada radiograf polos
2) Uji kadar hydrogen dalam udara yang dikeluarkan, kadar hydrogen dapat
meningkat, yang mengindikasikan adanya fermentasi bakteri
3) Seri gastrointestinal (GI) bagian atas dengan kontras metrizamid, mendeteksi
pneumatosis sebelum diidentifikasi dengan radiograf polos.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi medis siportif: pendekatan yang mungkin bila tidak ada nekrosis dan perforasi
usus.
1) NPO, istirahat dan dekompresi usus
2) Pantau pemeriksaan laboratorium (hitung sel darah lengkap, hitung platelet,
analisis gas adarh, elektrolitserum, dan kultur darah)
3) Penggenatian cairan dan elektrolit agresif, transfusi produk darah sesuai
keperluan, antibiotik spektrum luas
4) Pemeriksaan fisik yang sering, radiografi abdominal serial setiap 6 sampai 8 jam
b. Intervensi bedah untuk indikasi berikut: pneumoperitoneum, penurunan klinis
meskipun penanganan telah agresif, teraba massa abdomen, lengkung usus dilatasi
menetap pada radiografi, adanya udara vena porta pada radiografi (kontroversial), dan
parasentesis yang positif lebih dari 0,5 mL cairan kuning-coklat yang mengandung
bakteri pada pewarnaan gram.
86 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
c. Intervensi bedah meliputi laparatomi dengan reaksi usus nekrosis dan kemungkinan
pembuatan ostomi. Usaha dilakukan untuk mereseksi hanya usus yang jelas nekrosis
atau perforasi dan mempertahankan katup ileosekal.
d. Drainase peritoneal untuk pengobatan perforasi: pemasangan drain penrose di
abdomen bawah (prosedur di tempat tidur) untuk mendekompresi udara, cairan, dan
material tinja.
e. Terapi pascaoperasi
1) Dukungan pernapasan
2) Resusitasi cairan mungkin diperlukan sekunder akibat kehilangan dan sepsis
3) Observasi dinding abdomen dan stoma terhadap perubahan warna dan
pembengkakan. Pantau platelet, elektrolit, dan status asam-basa. Asidosis
persisten menunjukkan adanya usus nekrotik
f. Penutupan stoma: bila bayi telah menoleransi makanan sampai 4 bulan atau lebih,
haluaran berlebih dari stoma mengharuskan penutupan stoma yang lebih dini.
9. Pertimbangan keperawatan
a. Dimulai dengan pengenalan awal
b. Bila dicurigai perawat membantu prosedur diagnostik & implementasi program
terapeutik
c. Pantau tanda vital perforasi usus, septikemia, syok kardiovaskular,
d. Upaya pencegahan penularan ke bayi lain
e. Hindari pengukuran suhu rektal perforasi
f. Bayi dibiarkan tanpa popok & ditelentangkan atau miring hindari tek. Abdomen yg
distensi
g. Pemenuhan kebutuhan nutrisi makanan oral diberikan 7 s.d 10 hr stlh diagnosis dan
penanganan, diberikan scr bertahap
h. Mengontrol infeksi
5. Sepsis Neonatrum
1. Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi selama
empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara 1 dalam 500
atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005).
87 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Sepsis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan respons sistemik
terhadap infeksi pada bayi baru lahir (Behrman, 2000). Sepsis adalah sindrom yang
dikarekteristikkan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang
dapat berkembang kearah septikemia dan syok septik (Dongoes, 2000)
Sepsis neonatorum adalah semua infeksi pada bayi pada 28 hari pertama sejak
dilahirkan. Infeksi dapat menyebar secara nenyeluruh atau terlokasi hanya pada satu
orga saja (seperti paru-paru dengan pneumonia). Infeksi pada sepsis bisa didapatkan
pada saat sebelum persalinan (intrauterine sepsis) atau setelah persalinan (extrauterine
sepsis) dan dapat disebabkan karena virus (herpes, rubella), bakteri (streptococcus B),
dan fungi atau jamur (candida) meskipun jarang ditemui. Sepsis dapat dibagi menjadi
dua yaitu,
1. Sepsis dini :terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme
pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka
mortalitas tinggi.
2. Sepsis lanjutan/nosokomial : terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan
didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung
atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat
perawatan bayi, sering mengalami komplikasi. (Vietha, 2008)
2. Epidemiologi
Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab
daro 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada
bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering
menyerang bayi laki-laki.
3. Etiologi
Bakteria seperti Escherichia coli, Listeria monocytogenes, Neisseria meningitidis,
Sterptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B, Salmonella, dan
Streptococcus grup B merupakan penyebab paling sering terjadinya sepsis pada bayi
berusia sampai dengan 3 bulan. Streptococcus grup B merupakan penyebab sepsis
paling sering pada neonatus.
Pada berbagai kasus sepsis neonatorum, organisme memasuki tubuh bayi melalui
ibu selama kehamilan atau proses kelahiran. Beberapa komplikasi kehamilan yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus, antara lain:
88 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
a. Perdarahan
b. Demam yang terjadi pada ibu
c. Infeksi pada uterus atau plasenta
d. Ketuban pecah dini (sebelum 37 minggu kehamilan)
e. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum
melahirkan)
f. Proses kelahiran yang lama dan sulit.
g. Streptococcus grup B dapat masuk ke dalam tubuh bayi selama proses kelahiran.
Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling
tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita
hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. Bayi prematur yang
menjalani perawatan intensif rentan terhadap sepsis karena sistem imun mereka
yang belum berkembang dan mereka biasanya menjalani prosedur-prosedur
invasif seperti infus jangka panjang, pemasangan sejumlah kateter, dan bernafas
melalui selang yang dihubungkan dengan ventilator. Organisme yang normalnya
hidup di permukaan kulit dapat masuk ke dalam tubuh kemudian ke dalam aliran
darah melalui alat-alat seperti yang telah disebut di atas.
Bayi berusia 3 bulan sampai 3 tahun beresiko mengalami bakteriemia tersamar,
yang bila tidak segera dirawat, kadang-kadang dapat megarah ke sepsis.
Bakteriemia tersamar artinya bahwa bakteria telah memasuki aliran darah, tapi
tidak ada sumber infeksi yang jelas. Tanda paling umum terjadinya bakteriemia
tersamar adalah demam. Hampir satu per tiga dari semua bayi pada rentang usia
ini mengalami demam tanpa adanya alasan yang jelas - dan penelitian
menunjukkan bahwa 4% dari mereka akhirnya akan mengalami infeksi bakterial
di dalam darah. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) menyebabkan sekitar
85% dari semua kasus bakteriemia tersamar pada bayi berusia 3 bulan sampai 3
tahun.
4. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan
endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan
ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan
metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, complment cascade
89 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan
perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated
intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian (Bobak, 2005).Bayi baru lahir
mendapat infeksi melalui beberapa jalan, dapat terjadi infeksi transplasental seperti
pada infeksi konginetal virus rubella, protozoa Toxoplasma, atau basilus Listeria
monocytogenesis. Yang lebih umum, infeksi didapatkan melalui jalur vertikel, dari
ibu selam proses persalinan ( infeksi Streptokokus group B atau infeksi kuman
gram negatif ) atau secara horizontal dari lingkungan atau perawatan setelah
persalinan ( infeksi Stafilokokus koagulase positif atau negatif).
Faktor- factor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal
dari tiga kelompok, yaitu :
a. Faktor Maternal
1) Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui
sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya
buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih
banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih.
2) Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun
c. Kurangnya perawatan prenatal.
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e.Prosedurselamapersalinan.
b. Faktor Neonatatal
1) Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor
resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan
lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui
plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir,
konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan
hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan
kulit.
2) Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik,
khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA
90 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat.
Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3
serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida.
Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik,
bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar
penurunan aktivitas opsonisasi.
3) Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat
kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
c. Faktor Lingkungan
1) Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering
memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah
sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi
parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang
luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi.
2) Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko
pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas,
sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan
resisten berlipat ganda.
3) Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
4) Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi
oleh E.colli.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui
beberapa cara, yaitu :
1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu
setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat
menembus plasenta antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki,
hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain
malaria, sipilis, dan toksoplasma.
91 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
2. Pada masa intranatal atau saat persalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena
yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya,
terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk
dalam tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah
terinfeksi akan terinhalasi oleh bayi dan masuk dan masuk ke traktus digestivus
dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut.
Selain cara tersebut di atas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau
port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman.
Beberapa kuman yang melalui jalan lahir ini adalah Herpes genetalis, Candida
albican,dan N.gonorrea.
3. Infeksi paska atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran
umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misal
melalui alat- alat : penghisap lendir, selang endotrakhea, infus, selang
nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomil. Infeksi juga
dapat terjadi melalui luka umbilikus (AsriningS.,2003)
5. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis dari sepsis neonatorum adalah sebagai berikut,
1. Umum : panas (hipertermi), malas minum, letargi, sklerema
2. Saluran cerna: distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
3. Saluran nafas: apnoe, dispnue, takipnu, retraksi, nafas cuping hidung, merintih,
sianosis
4. Sistem kardiovaskuler: pucat, sianosis, kulit lembab, hipotensi, takikardi,
bradikardi
5. Sistem syaraf pusat: iritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum,
pernapasan tidak teratur, ubun-ubun membonjol
6. Hematologi: Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura, perdarahan.
Gejala sepsis yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat
menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala-gejala
lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut
kembung
92 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Gejala dari sepsis neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang,
opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan
atau tungkai yang terkena
d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan
sendi yang terkena teraba hangat
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare
berdarah.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pertanda diagnostik yang ideal memiliki kriteria yaitu nilai cut off tepat yang
optimal, nilai diagnostik yang baik yaitu sesitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih
dari 85%, Positive Probable Value (PPV) lebih dari 85%, Negative Probable Value
(NPV) mendekati 100%, dan dapat mendeteksi infeksi pada tahap awal. Kegunaan klinis
dari pertanda diagnostik yang ideal adalah untuk membedakan antara infeksi bakteri dan
virus, petunjuk untuk penggunaan antibiotik, memantau kemajuan pengobatan, dan untuk
menentukan prognosis.
Pertanda hematologik yang digunakan adalah hitung sel darah putih total, hitung
neutrofil, neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur dengan neutrofil total (I:T), mikro
Erytrocyte Sedimentation Rate (ESR), dan hitung trombosit. Tes laboratorium yang
dikerjakan adalah CRP, prokalsitonin, sitokin IL-6, GCSF, tes cepat (rapid test) untuk
deteksi antigen, dan panel skrining sepsis.
Saat ini, kombinasi petanda terbaik untuk mendiagnosis sepsis adalah sebagai
berikut: IL6, dan IL1-ra untuk 1-2 hari setelah munculnya gejala; IL6 (atau IL1-ra 0, IL8,
G-CSF, TNF, CRP, dan hematological indices pada hari ke-0); CRP, IL6 (atau GCSF dan
hematological indices pada hari ke-1); dan CRP pada hari-hari berikutnya untuk
memonitor respons terhadap terapi. Tabel 3 menjelaskan sensitivitas dan spesifisitas dari
berbagai uji laboratorium.
7. Penatalaksanaan
93 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
1. Diberikan kombinasi antibiotika golongan Ampisilin dosis 200 mg/kg BB/24 jam i.v
(dibagi 2 dosis untuk neonatus umur <> 7 hari dibagi 3 dosis), dan Netylmycin (Amino
glikosida) dosis 7 1/2 mg/kg BB/per hari i.m/i.v dibagi 2 dosis (hati-hati penggunaan
Netylmycin dan Aminoglikosida yang lain bila diberikan i.v harus diencerkan dan
waktu pemberian ½ sampai 1 jam pelan-pelan).
2. Dilakukan septic work up sebelum antibiotika diberikan (darah lengkap, urine,
lengkap, feses lengkap, kultur darah, cairan serebrospinal, urine dan feses (atas
indikasi), pungsi lumbal dengan analisa cairan serebrospinal (jumlah sel, kimia,
pengecatan Gram), foto polos dada, pemeriksaan CRP kuantitatif).
3. Pemeriksaan lain tergantung indikasi seperti pemeriksaan bilirubin, gula darah, analisa
gas darah, foto abdomen, USG kepala dan lain-lain.
4. Apabila gejala klinik dan pemeriksaan ulang tidak menunjukkan infeksi, pemeriksaan
darah dan CRP normal, dan kultur darah negatif maka antibiotika diberhentikan pada
hari ke-7.
5. Apabila gejala klinik memburuk dan atau hasil laboratorium menyokong infeksi, CRP
tetap abnormal, maka diberikan Cefepim 100 mg/kg/hari diberikan 2 dosis atau
Meropenem dengan dosis 30-40 mg/kg BB/per hari i.v dan Amikasin dengan dosis 15
mg/kg BB/per hari i.v i.m (atas indikasi khusus).
6. Pemberian antibiotika diteruskan sesuai dengan tes kepekaannya. Lama pemberian
antibiotika 10-14 hari. Pada kasus meningitis pemberian antibiotika minimal 21
hari.Pengobatan suportif meliputi : Termoregulasi, terapi oksigen/ventilasi mekanik,
terapi syok, koreksi metabolik asidosis, terapi hipoglikemi/hiperglikemi, transfusi
darah, plasma, trombosit, terapi kejang, transfusi tukar.
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat penyakit
Keluhan utama
Klien datang dengan tubuh berwarna kuning, letargi, kejang, tak mau menghisap,
lemah.
Riwayat penyakit sekarang
94 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
Pada permulaannya tidak jelas, lalu ikterik pada hari kedua, tapi kejadian ikterik
ini berlangsung lebih dari 3 mg, disertai dengan letargi, hilangnya refleks rooting,
kekakuan pada leher, tonus otot mneningkat.
Riwayat penyakit dahulu
Ibu klien mempunyai penyakit hepar atau kerusakan hepar karena obstruksi
Riwayat penyakit keluarga
Orangtua atau keluarga mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan
hepar atau dengan darah.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau
inflamasi
Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37
o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua
jam dan pantau warna kulit
Perubahan tanda-tanda vital yang
signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada
aksila, leher dan lipatan paha, hindari
penggunaan alcohol untuk kompres.
Kompres pada aksila, leher dan lipatan
paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar
besar yang akan membantu menurunkan
demam. Penggunaan alcohol tidak
95 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
dilakukan karena akan menyebabkan
penurunan dan peningkatan panas secara
drastis.
Kolaborasi
4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan
jika panas tidak turun.
Pemberian antipiretik juga diperlukan
untuk menurunkan panas dengan segera.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
Kriteria Hasil
1. Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37
o C)
2. Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit,
frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
3. Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua
jam dan pantau warna kulit
Perubahan tanda-tanda vital yang
signifikan akan mempengaruhi proses
regulasi ataupun metabolisme dalam
tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang
dan dehidrasi.
Hipertermi sangat potensial untuk
menyebabkan kejang yang akan semakin
memperburuk kondisi pasien serta dapat
menyebabkan pasien kehilangan banyak
cairan secara evaporasi yang tidak
diketahui jumlahnya dan dapat
menyebabkan pasien masuk ke dalam
kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi
hipertermi, dan pertimbangkan untuk
langkah kolaborasi dengan memberikan
antipiretik.
Kompres air hangat lebih cocok digunakan
pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk
menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi
secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu
lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh
karena itu pemberian antipiretik
96 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
diperlukan untuk segera menurunkan
panas, misal dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan
jumlah pemberian yang telah
ditentukan
Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal
diperlukan untuk mencegah bayi dari
kondisi lapar dan haus yang berlebih.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan volume
bersirkulasi akibat dehidrasi
Kriteria Hasil
1. Tercapai keseimbangan ai dalam suang interselular dan ekstraselular
2. Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
3. Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi
jaringan
INTERVENSI RASIONAL
1. perawatan sirkulasi (misalnya periksa
nadi perifer,edema, pengisian perifer,
warna, dan suhu ekstremitas)
1. meningkatkan sirkulasi arteri dan vena
2. pantau perbedaan ketajaman/tumpul dan
panas/dingin
2. mengetahui sensasi perifer,
kemungkinan parestesia
3. pantau status cairan 3. mengetahui keseimbangan antara
asupan dan haluaran
4. PK: Trombositopenia
a. Tujuan
Perawat akan menangani dan mengurangi komplikasi penurunan trombosit.
b. Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau JDL, hemoglobin, tes koagulasi
dan jumlah trombosit
Nilai ini membantu mengevaluasi respon
klien terhadap pengobatan dan resiko
terhadap pendarahan akibat dari sepsis.
2. Pantau tanda tau gejala pendarahan
spontan atau perdarahan hebat : ptekie,
Pemantauan secara konstan sangat
dibutuhkan untuk menjamin deteksi dini
97 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
ekimosis, hematoma spontan,
perubahan tanda-tanda vital.
adanya episode perdarahan
3. Pantau tanda perdarahan sisemik atau
hipovolemia, seperti peningkatan
frekuensi nadi, napas dan tekanan
darah, perubahan status neurologis
Perubahan pada oksigen sirkulasi akan
mempengaruhi fungsi jantung, vascular
dan fungsi neurologis
98 BBL BERMASALAH | KELOMPOK 7
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily Lynn; Sowden, Linda A. 2009. Buku saku keperawatan pediatric, Ed.5. Jakarta:
EGC.
Berkow & Beers. 1997. Neonatal Problems : Sepsis Neonatorum, diakses pada tanggal 18
februari 2013 <http://debussy.hon.ch/cgi-bin/find?1+submit+sepsis_neonatorum>
Bobak & Lowdermik. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas, edisi 4. Jakarta: EGC.
Carpenito, LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta :
EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi:Pedoman Untuk
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi 2. Jakarta: EGC.
Hawa, Paulette S. 2007. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: EGC.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsi obstetric. Jakarta : EGC.
Rahayu D P, E. (2010). Koping Ibu Terhadap Bayi Bayi BBLR yang Menjalani Perawatan
Intensif Di Ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit). Semarang: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran universitas Diponegoro.
Saifuddin AB, Adriaansz G, et al. 2002. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Sitohang, N. A. (2004). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Medan:
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Surasmi, A., Handayani, S., & Kusuma, H. N. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta:
EGC.