Upload
suko-winarti
View
148
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR PERTANIAN TEMBAKAU DI KABUPATEN PONOROGO MENUJU
PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN
Suko Winarti1 dan Suning2 Mahasiswa Magister Teknik Lingkungan ITS Surabaya1
Mahasiswa Doktor Teknik Lingkungan ITS Surabaya2 Email:[email protected]
ABSTRAK
Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi di
abad 21 jika tidak ada upaya untuk menanggulanginya. Perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global (global warming) merupakan salah satu tantangan terpenting. Hasil berbagai studi mutakhir menunjukkan bahwa faktor antropogenik, terutama perkembangan industri yang sangat cepat selama 50 tahun terakhir telah memicu terjadinya pemanasan global secara signifikan. Perubahan iklim berdampak terhadap kenaikan frekuensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim, peningkatan suhu dan permukaan air laut dan perubahan pola hujan yang pada gilirannya akan menimbulkan bencana iklim yang lebih besar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi eksisting perubahan iklim terhadap pertanian tembakau serta untuk mengetahui penyebab perubahan iklim terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian tembakau di Kabupaten Ponorogo, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu acuan pertanian yang ramah lingkungan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara kuesioner kepada petani tembakau, kemudian dilakukan analisa dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, dengan memperhatikan aspek persepsi masyarakat, strategi adaptasi Petani, hasil produksi tembakau, luas lahan tanam, luas lahan panen, jenis tanaman tembakau dan pendapatan usaha tani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan emisi gas rumah kaca dari kegiatan pertanian tembakau meliputi berbagai aktivitas mitigasi untuk mengurangi secara signifikan emisi CH4, N2O, NOx dan CO yang ditimbulkan dan sekaligus meningkatkan peranan pertanian tembakau sebagai penyerap gas rumah kaca terutama CO2.
Kata Kunci: Pertanian Tembakau, Pertanian Ramah Lingkungan, Pemanasan Global, Perubahan Iklim
A. PENDAHULUAN
Hasil kajian the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC 2007)
menunjukkan bahwa sejak tahun 1850, tercatat ada 12 tahun terpanas berdasarkan data suhu
permukaan global. Sebelas dari 12 tahun terpanas tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun
terakhir. Kenaikan suhu total dari tahun 1850-1899 sampai dengan 2001−2005 mencapai
1
0,76°C. Permukaan air laut rata-rata global juga meningkat dengan laju rata-rata 1,80
mm/tahun dalam kurun waktu tahun 1961−2003. Kenaikan total permukaan air laut yang
berhasil dicatat pada abad ke-20 diperkirakan mencapai 0,17 m. Di banyak tempat di dunia,
frekuensi dan intensitas bencana cenderung meningkat (Sivakumar 2005). Banjir dan badai
mengakibatkan 70% dari total bencana, dan sisanya 30% disebabkan kekeringan, longsor,
kebakaran hutan, gelombang panas, dan lain-lain. Laporan IPCC juga menunjukkan bahwa
kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20.
Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi abad ke-
21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya. Banjir adalah bencana yang paling sering
terjadi (34%), diikuti longsor (16%). Kemungkinan pemanasan global akan menimbulkan
kekeringan dan curah hujan ekstrim, yang pada gilirannya akan menimbulkan bencana iklim
yang lebih besar (IPCC 2007). Laporan United Nations Office for the Coordination of
Humanitarian Affairs (UNOCHA) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim. Perubahan iklim dinyakini akan
berdampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan, terutama
sektor pertanian, dan dikhawatirkan akan mendatangkan masalah baru bagi keberlanjutan
produksi pertanian, terutama tanaman pangan. Pada masa mendatang, pembangunan pertanian
akan dihadapkan pada beberapa masalah serius, yaitu: penurunan produktivitas dan
pelandaian produksi yang tentunya membutuhkan inovasi teknologi untuk mengatasinya,
degradasi sumber daya lahan dan air yang mengakibatkan soil sickness, penurunan tingkat
kesuburan, dan pencemaran, variabilitas dan perubahan iklim yang mengakibatkan banjir dan
kekeringan serta alih fungsi dan fragmentasi lahan pertanian.
Perubahan iklim merupakan proses alami yang bersifat tren yang terus-menerus
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, strategi antisipasi dan penyiapan teknologi adaptasi
merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Kementerian Pertanian dalam
rangka menyikapi perubahan iklim dan mengembangkan pertanian yang tahan (resilience)
terhadap perubahan iklim. Besarnya dampak perubahan iklim terhadap pertanian sangat
bergantung pada tingkat dan laju perubahan iklim di satu sisi serta sifat dan kelenturan
sumber daya dan sistem produksi pertanian di sisi lain. Untuk itu, diperlukan berbagai
penelitian dan pengkajian tentang perubahan iklim dan dampaknya terhadap sektor pertanian,
baik sumber daya, infrastruktur, maupun sistem usaha tani/agribisnis dan ketahanan pangan
nasional. Oleh itu penelitian dengan judul “Identifikasi Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Sektor Pertanian Tembakau Di Kabupaten Ponorogo Menuju Pertanian
Ramah Lingkungan” perlu dilakukan.
2
B. METODOLOGI PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan informasi dampak perubahan
iklim terhadap sektor pertanian tembakau yang terdapat di wilayah Kabupaten Ponorogo
sehingga dapat digunakan sebagai kebijakan/bahan masukan bagi pihak yang terkait dalam
menyusun manajemen dan strategi penanganannya dalam upaya penanganan pemanasan
global. Sesuai dengan tujuan dan lingkup studi yang akan dikerjakan, maka data yang akan
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengukuran
langsung sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil pengukuran atau penelitian oleh
peneliti terdahulu, dinas atau instansi terkait, misalnya Dinas KLH, Dinas Kesehatan, Dinas
Kependudukan, Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Dinas-dinas terkait seperti Bappekab,
Dinas Pertanian-Perkebunan dan Disperindag terutama menyangkut pertanian tembakau yang
akan dianalisis secara deskriptif. Sedangkan survey primer dilakukan melalui home interview
dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara kepada masyarakat terutama petani tembakau.
Secara garis besar metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan
permasalahan penelitian dapat dijelaskan dalam tabel matrik dan gambar kerangka kerja
penelitian berikut.
Tabel 1. Matriks Metode Analis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data1 Menganalisis persepsi
petani mengenai perubahan iklim
Data primer melalui (wawancara menggunakan kuisioner)
Analisis dekriptif dengan menggunakan Microsofty Excel 2007
2 Menganalisis strategi adaptasi petani terhadap perubahan iklim
Data primer melalui (wawancara menggunakan kuisioner)
Analisis dekriptif dengan menggunakan Microsofty Excel 2007
3 Menganalisis dampak perubahan iklim terhadap hasil produksi, input, dan mengestimasi besarnya pendapatan petani
Data primer melalui (wawancara menggunakan kuisioner) dan data sekunder
Analisis deskriptif dan analisis pendapatan usaha tani dengan menggunakan Microsoft Excel 200
4 Mengindentifikasi faktor –faktor adaptasi terhadap perubahan iklim
Data primer melalui (wawancara menggunakan kuisioner)
Model Regresi Logistik menggunakan Program SPSS
3
4
5
Gambar 1. Kerangka Kerja Penelitian
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisa Disktrif Penyebab Dampak Perubahan Iklim dari Sektor Pertanian
Tembakau
Gas yang dikategorikan sebagai gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap efek rumah kaca yang akan
menyebabkan perubahan iklim. Berdasarkan kondisi eksisting sistem pertanian tembakau di
Kabupaten Ponorogo maka terdapat beberapa kegiatan pertanian tembakau yang ikut
menambah semakin tingginya gas rumah kaca (GRK), yaitu:
a. Pembakaran /Pembukaan Lahan Baru (prescribed burning of savannas)
b. Pembakaran limbah pertanian (field burning of agriculture residues).
c. Tanah pertanian (agricultural soil).
(Sumber: IPCC, 1994)
a.1. Pembakaran /Pembukaan Lahan Baru
Pembakaran lahan baru akan menghasilkan gas CH4, N2O, NOx dan CO.
Pembakaran ini biasanya terjadi karena lahan tersebut akan digunakan sebagai lahan
pertanian. Jumlah gas yang diemisikan bergantung pada luas lahan yang dibakar dan jumlah
biomass yang terbakar pada padang sabana tersebut. Selain itu jenis biomassa hidup atau mati
juga mempengaruhi jumlah gas yang diemisikan karena perbedaan kondisi
kelembaban/kekeringan bahannya.
6
Peningkatan luas pertanian tembakau di Kabupaten Ponorogo semakin meningkat
dari dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Emisi CH4 yang yang diberikan dari pembakaran
padang sabana/pembukaan lahan semakin besar. Pada tahun 2012 mencapai 117.346,32
Ton/Ha. Berikut adalah hasil perhitungan prakiraan jumlah Emisi CH4 /Methan tanaman
tembakau dari kegiatan pembukaan lahan baru di Kabupaten Ponorogo.
Gambar 2. Prakiraan Emisi Metan (CH4)
Gambar 2 di atas dapat diketahui bahwa salah satu penyebab dampak perubahan
iklim pada sektor pertanian tembakau adalah meningkatnya emisi gas CH4 dari pembakaran
lahan. Pada tahun 2012 Emisi Gas CH4 dari pertanian tembakau meningkat 55,67 % dari
tahun sebelumnya. Bila dikontribusikan dengan luas lahan pertanian secara keseluruhan di
Kabupaten Ponorogo pada tahun 2011 tercatat 13755,07 Ha. Maka Emisi Gas CH4 dari
pertanian tembakau mensuplai sebesar 5 %. Sedangkan prakiraan kontribusi pada perubahan
iklim yang dihasilkan oleh Emisi CO2 sebagaimana pada gambar 3 berikut.
Gambar 3. Peningkatan Emis CO2 dari Pembakaran Lahan
Berdasarkan gambar 3 di atas terlihat bahwa pada tahun jumlah peningkatan emisi
CO2 terbanyak pada tahun 2012 sebesar 10.721 18 Ton. Pada tahun 2011 emisi menurun
karena terjadi bencana banjir sehingga banyak lahan yang tergenang air di akhir sepanjang
tahun 2011.
7
b.2. Penggunan Pupuk Kimia sebagai Sumber Gas Emisi CO2 dan N2O
Pupuk Kimia yang digunakan untuk pertanian tembakau juga berpotensi terhadap
salah satu sumber emisi CO2 dan N2O. Berdasarkan pada data sekunder jenis pupuk yang
banyak digunakan pada pertanian tembakau di Kabupaten ponorogo, diperkirakan akan
berkontribusi besar terhadap jumlah emisi CO2 dan N2O yang dihasilkan (dapat dilihat pada
gambar 4, 5, 6, 7 dan tabel 2).
Tabel 2. Pemakaian Pupuk Kimia dan Prakiran emisi CH4 yang berasal dari lahan
sawah
NO TAHUN JENIS LUAS Ha Jumlah Pupuk Kimia (TON) Faktor Emisi N2O Emisi N20 (Ton)
1 2007 Virginia 35 29 0,2 6 Jawa 20 13 0,2 32 2008 Virginia 37,5 31 0,2 6 Jawa 115,22 72 0,2 143 2009 Virginia 62,26 51 0,2 10 Jawa 187,28 118 0,2 244 2010 Virginia 75,32 61 0,2 12 Jawa 391,22 246 0,2 495 2011 Virginia 41,52 34 0,2 7 Jawa 291,96 184 0,2 376 2012 Virginia 50,27 41 0,2 8 Jawa 701,95 442 0,2 88
Gambar 4. Jumlah Pemakaian Pupuk Kimia Di Ponorogo
8
Gambar 5. Jumlah Prakiraan emisi N20 dari Pupuk Kimia
Gambar 6. Prakiraan Emisi CH4 dari Penggunaan Batu Bara dan Pembakaran Limbah Tembakau
Gambar 7. Prakiraan Emisi CO2 dari Penggunaan Batu Bara dan Pembakaran Limbah Tembakau
c.3. Analisa Upaya Adaptasi Perubahan Iklim Pertanian Tembakau di Kabupaten
Ponorogo
9
Analisa kondisi eksisting pertanian tembakau di Kabupaten Ponorogo berdasarkan
kegiatan wawancara dengan bantuan kuesioner kepada 30 rensponden petani tembakau di
beberapa kecamatan di Kabupaten Ponorogo memberikan informasi sebagai berikut :
1. Persepsi masyarakat terhadap perubahan iklim
Berdasarkan data dari 30 responden petani tembakau yang tersebar diperoleh
informasi bahwa pengetahuan petani terhadap dampak perubahan iklim pada sektor
tembakau 35 % menjawab cukup, 23 % kurang paham, 13 % sangat baik dan 10 %
baik. Hal ini terkait dengan tingkat pendidikan dari petani tembakau. Diketahui dari
30 responden diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan petani tembakau 33 %
adalah SMA /SMK, 30 % SD, 23 % SLTP dan hanya 14 % Perguruan Tinggi.
2. Permasalahan – permasalahan yang sering dihadapi oleh petani tembakau di
Kabupaten Ponorogo terkait dengan perubahan iklim adalah faktor cuaca, kurang
sarana dan prasarana pertanian.
Hampir 50 % responden menyatakan bahwa kondisi cuaca yang tidak dapat
diprediksi menyebabkan petani susah untuk mendapatkan air. Perubahan cuaca yang
ekstrim menyebabkan rawan bencana seperti pada tahun 2010 produksi pertanian
mengalami penurunan produksi.
3. Upaya – upaya adapatsi yang sudah dilakukan oleh petani tembakau
Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa upaya – upaya adaptasi yang sudah
dilakukan oleh hampir 56 % responden petani tembakau adalah menanam tembakau
tepat waktu. Hal ini merupakan bentuk upaya mitigasi yang sudah dilakukan oleh
Dinas Pertanian Perkebunan Kabupaten Ponorogo. Selain itu hampir 40 % responden
petani tembakau berupaya membuat sumur dan hanya 3,3 % yang beralih ke sektor
pertanian yang lain.
D. KESIMPULAN DAN REKOMENDASIHasil analisis dan pembahasan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi
eksisting pertanian tembakau di Kabupaten Ponorogo dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
Rendahnya kemampuan masyarakat (petani) dalam mengelola risiko
iklim
Kendala dalam adopsi/penerapan teknologi adaptif (teknis & sosial)
Belum efektif atau lemahnya kebijakan dan terbatasnya program untuk
mendukung petani dalam mengatasi dampak perubahan iklim
Rekomendasi pengurangan emisi GRK dari kegiatan pertanian tembakau meliputi
berbagai aktivitas mitigasi untuk mengurangi secara signifikan emisi CH4, N2O, NOx dan CO
10
yang ditimbulkan dan sekaligus meningkatkan peranan pertanian tembakau sebagai penyerap
gas rumah kaca terutama CO2. Dengan demikian upaya-upaya (langkah-langkah operasional)
yang dapat dilakukan sebagai rencana aksi untuk mengurangi dampak perubahan iklim
sebagaimana tabel berikut;
Tabel 3. Rekomendasi
No Rencana Aksi Tujuan
1. Penerapan sistem irigasi
intermitten
Mengurangi emisi CH4 dan N2O
2 Pengolahan kompos dari limbah
pertanian tembakau (Sampah Daun
–Daun yang rusak)
Mengurangi emisi CH4 dan CO2
3 Penggunaan pupuk organik untuk
mengurangi penggunaan pupuk
nitrogen kimia pada tanaman
peralihan tanaman tembakau
Mengurangi emisi N2O dan NO2
4. Pengembangan sistem budidaya
untuk efisiensi pemupukan
Mengurangi emisi N2O dan NO2
5. Pengembangan dan penggunaan
varietas yang lebih resposif
terhadap pemupukan dan rendah
emisi
Mengurangi emisi N2O, NO2, CH4
dan CO2
6. Penghijauan lahan kawasan
budidaya pertanian terbengkalai
Mengurangi emisi CO2,
meningkatkan penyerapan CO2
di udara
7. Pengembangan dan penggunaan
bioenergi
Mengurangi emisi CO2 dari bahan
bakar fosil
8. Penerapan sistem pembukaan lahan
tanpa membakar dan menerapkan
pengolahan tanah minimum
Mengurangi emisi CO2
DAFTAR PUSTAKA
Sudaryono (2004). ” Pengaruh Naungan Terhadap Perubahan Iklim Mikro Pada Budidaya
Tanaman Tembakau Rakyat”. Jurnal Teknik Lingkungan, P3TL-BPPT 5 (1), 56-60.
11
Priyanto, S.H (2004). ”Pengaruh Lingkungan Eksternal dan Kewirausahaan terhadap
Kinerja Usahatani Tembakau”. Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 2 Nomor 3
Ariyanto, Shodiq, E.(2009) “Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktifitas
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L) di Lahan Kering” ISSN :1979-6870
Sylviani dan Sakuntaladewi, S. (2010). ”Dampak Perubahan Musim dan Strategi Adaptasi
Pengelola dan Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Baluran”. Jurnal Penelitian
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Vol.7
Hermanto,. (2011).” Pengaruh Perubahan Iklim pada Produktifitas Perkebunan Kelapa Sawit
Menggunakan Model jaringan Syaraf Tiruan” Seminar Mekanisme Pertanian Serpong
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Industri Rokok Dan Atau Cerutu
RTRW Kabupaten Ponorogo Tahun 2012-2032, Laporan
Kabupaten Ponorogo Dalam Angka Tahun 2012, Laporan
Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Ponorogo Tahun 2012, Laporan
12
13
14
15
16