Upload
tirta-wahyudi
View
51
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
zxcv
Citation preview
MAKALAH LENGKAP TAUHID
by paulusjancok on Fri Aug 12, 2011 5:28 pm
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembahasan mengenai Tauhid merupakan hal yang paling urgen dalam Agama
Islam, dimana Tauhid mengambil peranan penting dalam membentuk pribadi-pribadi
yang tangguh, selain juga sebagai inti atau akar daripada ‘Aqidah Islamiyah. Kalimat
Tauhid atau lebih dikanal dengan kalimat Syahadat atau juga disebut Kalimah
Thayyibah (Laailaahaillallah) begitu masyhur di kalangan umat Islam. Dalam
kesehariannya, seorang muslim melafalkan kalimat tersebut dalam setiap shalat
wajibnya yang lima waktu.
Namun rupanya saat ini pembahasan masalah 'Aqidah menjadi sesuatu yang
terkesampingkan dalam kehidupan, kencenderungan masyarakat yang hedonis
dengan persaingan hidup yang begitu ketat, sehingga urusan-urusan dunia menjadi
suatu hal yang menyita perhatian manusia daripada hal-hal lainnya, termasuk
masalah keberagamaan, sehingga kita dapatkan banyak sekali penyimpangan demi
penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah umat Islam, dengan keadaan yang
semakin hari semakin buruk ini rupanya lambat laun akan menyadarkan kita semua
akan pentingnya peran agama Islam sebagai agama paripurna yang tidak mengatur
urusan ukhrawi saja, namun juga dalam mengatur urusan-urusan duniawi, yang
menjadikan 'aqidah sebagai landasan berfikirnya.
Diharapkan dari penulisan makalah ini, selain pengetahuan yang lebih luas tentang
Tauhid sebagai intisari peradaban yang telah mengantarkan umat Islam menuju
kejayaan demi kejayaan yang tidak pernah tertandingi.
B.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1.Apa pengertian tauhid sebagai inti peradaban islam?
2.Bagaimana konsep ajaran tauhid ?
3.Bagaimana tauhid dipadang sebagai dimensi metodologis?
4.Apa saja dimensi isi tauhid?
C.Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari
penulisan makalah ini antara lain:
1. Memahami dan mempelajari pengertian tauhid.
2. Memahami dan mempelajari konsep-konsep ajaran tauhid
3. Memahami dan mempelajari dimensi metodologi tauhid
BAB II
PEMBAHASAN
1. PengertianTauhid sebagai intisari peradaban islam
Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan
bearti mengakui keesaan Allah; mengesakan Allah (Kamus besar Bahasa Indonesia,
hal. 907). Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya pencipta, pemelihara,
penguasa, dan pengatur Alam Semesta. (DR. Abdul Aziz, 1998, hal. 9), Tauhid adalah
keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu pun yang
menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya. (Prof. Dr. M. Yusuf
Musa, 1961, hal. 45) Tauhid adalah mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya
dengan penuh penghayatan, dan keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan
peribadatan selain kepada-Nya, serta membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia
(asma’ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna, dan menafikan sifat
kurang dan cela dari-Nya. (Shalih Fauzan bin Abdullah al Fauzan, hal. 15).
Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya adalah
keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya
kepada-Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.
2. Bagaimana konsep ajaran tauhid
A. Konsep Ajaran Tauhid
Terkait dengan konsep ajaran tauhid ini, dapat kita lihat ayat-ayat Allah yang sedikit
banyak menyinggung ajaran tauhid ini.Di antaranya adalah :
“Katakanlah, Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu pun yang
setara dengan Dia”. (TQS. Al Ikhlas: 1-4 )
"Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Dia; (demikianpula) para malaikat
dan orang-orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada Tuhan selain Dia,
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana." (TQS. Ali Imran: 18)
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka maha suci Allah yang mempunyai arasy dari apa yang
mereka sifatkan.” (TQS. Al Anbiya’: 22 )
Dari sini dapat kita lihat bahwa beriman kepada Allah SWT terwujud dalam empat
perkara: Beriman kepada Wujud Allah,Beriman kepada Rububiyah Allah,Beriman
kepada Uluhiyah Allah ,Beriman kepada Asma’ dan shifat Allah. Dari keempat
perkara tersebut hanya tiga perkara yang diuraikan dalam makalah ini yaitu :
1. TAUHID RUBUBIYAH
Mengenai tauhid rububiyah ini firman Allah mengatakan :
"Allah yang Meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat,
kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia Menundukkan matahari dan Bulan;
masing-masing beredar menurut waktu yang telah ditentukan. Dia Mengatur urusan
(makhluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), agar kamu yakin
akan pertemuan dengan Tuhanmu". (TQS. Ar-Ra'd: 2)
Rububiyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu
‘Rabb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara lain: al-Murabbi (pemelihara), al-
Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), al-Sayyid
(tuan) dan al-Wali (wali). Dan dalam terminologi syariat Islam, istilah Tauhid
Rububiyah berarti: “Percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik,
pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan
serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya.” (DR. Ibrahim bin
Muhammad, hal. 141-142)
2. TAUHID ASMA’ dan SIFAT
Firman Allah :
“Dan Allah memiliki Asma’ul Husna (Nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut Asma’ul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (TQS. al-A’raf: 180)
Pengertian dari Tauhid Asma’ dan Sifat adalah mempercayai bahwa hanya Allah
yang memiliki segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari
segala kekurangan. (Ensiklopedi Islam, jild. V, hal. 92) Atau menetapkan asma’ dan
sifat Allah berdasarkan apa yang ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya di dalam Al
Qur’an maupun sunnah Rasul-Nya. (DR. Abdul Aziz, hal. 24).
3.TAUHID ULUHIYAH
Tauhid Uluhiyah merupakan salah satu cabang Tauhid dari tiga macam Tauhid yang
ada, yaitu mempercayai bahwa hanya kepada Allah-lah manusia harus bertuhan,
beribadah, memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendah serta tidak kepada
yang lain. Makna Uluhiyah adalah mengakui bahwa hanya Allah lah Tuhan yang
berhak disembah, tidak ada sekutu bagiNya. (DR. Abdul Aziz bin M. Alu Abdullatief,
hal. 13).Tauhid Uluhiyah merupakan ujung ruh Al Qur’an, yang karenanya para Rasul
diutus, yang karenanya ada pahala dan siksa, dan karenanya keikhlasan beragama
kepada Allah terealisasi. (Ibnu Taimiyah, Menghindari pertentangan Wahyu dan Akal,
hal. 30). Ayat al Qur'an yang menerangkan tentang Tauhid jenis ini adalah:
"Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu
tidak menyembah setan, Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu. Dan
hendaklah kamu menyembah-Ku, inilah jalan yang lurus." (TQS. Yasin: 60 - 61)
B. Tauhid sebagai dimensi metodologi
Sebagai intisari peradaban Islam, tauhid mempunyai dua segi atau dimensi : segi
metodologis dan konseptual. Yang pertama menentukan bentuk penerapan dan
implementasi prinsip pertama peradaban ; yang kedua menentukan prinsip pertama
itu sendiri.
Dimensi Metodologis
Dimensi metodologis meliputi tiga prinsip; yaitu kesatuan, rasionalisme, dan
toleransi. Ketiganya ini menentukan bentuk peradaban Islam.
Kesatuan. Tak ada peradaban tanpa kesatuan. Jika unsur-unsur peradaban tidak
bersatu, berjalin , dan selaras satu dengan lainnya, maka unsur-unsur itu bukan
membentuk peradaban, melainkan himpunan campur-aduk. Prinsip menyatukan
berbagai unsur dan memasukkan unsur-unsur itu di dalam kerangkanya sangat
penting. Prinsip seperti ini akan mengubah campuran hubungan unsur-unsur satu
dengan lainnya menjadi bangunan rapi dimana tingkat prioritas atau derajat
kepentingan dapat dirasakan. Peradaban Islam menempatkan unsur-unsur dalam
bangunan rapi dan mengatur eksistensi serta hubungannya berdasarkan pola yang
seragam. Unsur-unsur itu sendiri ada yangasli dan ada yang berasal dari luar. Tidak
ada peradaban yang tidak mengambil unsur dari luar. Yang penting adalah bahwa
peradaban mencerna unsur itu, yaitu mempola kembali bentuk dan hubungannya
sehingga menyatu ke dalam sistemnya sendiri. “Membentuk” unsur itu dengan
bentuknya sendiri sebenarnya mengubahnya menjadi realitas baru sehingga unsur
itu tak lagi eksis sebagai unsur itu sendiri, namun sebagai komponen integral
peradaban baru. Ini bukanlah argumen menentang peradaban bila peradaban itu
semata-mata hanya menambah unsur-unsur asing. Atau bila peradaban
melakukannya dengan cara terpotong-potong, tanpa pembentukan ulang,
penambahan, atau integrasi. Persisny, unsur-unsur ini semata-mata ada bersama
(co-exist) dengan peradaban. Secara organis, unsur-unsur itu bukan bagian dari
peradaban itu. Namun jika peradaban ini telah berhasil mengubah mereka dan
mengintegrasikannya ke dalam sistemnya, maka proses integrasi menjadi indeks
vitalitas, dinamisme dan kreativitasnya. Dalam setiap peradaban integral, dan tentu
saja dalam Islam, unsur-unsur pembentuknya, baik unsur material, struktural atau
relasional, semuanya diikat oleh satu prinsip utama. Dalam peradaban Islam, prinsip
utama ini adalah tauhid. Inilah tongkat pengukur utama orang Islam, pembimbing
dan pencarinya dalam berhadapan dengan agama dan peradaban lain, dengan fakta
atau situasi baru. Yang sejalan dengan prinsip ini diterima dan diintegrasikan. Yang
tidak sejalan ditolak atau dikutuk.
Tauhid atau doktrin keesaan, transenden, dan doktrin keutamaan Tuhan,
mengandung arti bahwa hanya Dia yang patut disembah dan dilayani. Orang yang
taat akan hidup berdasarkan prinsip ini. Dia akan berupaya menyelaraskan
perbuatannya dengan pola ini, melaksanakan maksud Ilahiah. Karena itu,
kehidupannya harus menunjukkan kesatuan pikiran dan kehendaknya, tujuan utama
pengabdiannya. Kehidupannya tak akan merupakan serangkaian peristiwa yang
disatukan dengan kacau balau. Tetapi, kehidupannya akan dihubungkan dengan
satu prinsip utama, diikat oleh kerangka tunggal yang menyatukan mereka menjadi
kesatuan tunggal. Dengan demikian, kehidupannya memiliki gaya tunggal, bentuk
yang integral – singkatnya Islam.
Rasionalisme. Sebagai prinsip metodologis, rasionalisme membentuk intisari
peradaban Islam. Rasionalisme terdiri atas tiga aturan atau hukum : pertama,
menolak semua yang tidak berkaitan dengan realitas; kedua, menafikan hal-hal yang
sangat bertentangan; ketiga, terbuka terhadap bukti baru dan/ atau berlawanan.
Hukum pertama melindungi seorang muslim dari membuat pernyataan yang tidak
terujji, tidak jelas terhadap ilmu pengetahuan.Pernyataan yang kabur, menurut Al-
Qur’an, merupakan contoh zhann (pengetahuan yang menipu) dan dilarang oleh
Tuhan, sekalipun tujuannya dapat diabaikan. Seorang muslim dapat didefinisikan
sebagai orang yang pernyataannya hanyalah kebenaran. Hukum kedua
melindunginya dari kontradiksi di satu pihak, dan paradoks di pihak lain.
Rasionalisme bukan berarti pengutamaan akal atas wahyu tetapi penolakan
terhadap kontradiksi puncak antara keduanya.
Rasionalisme mempelajari tesis-tesis yang bertentangan berulang-ulang, dengan
anggapan bahwa pasti ada segi pemikiran yang terlewat yang jika dipertimbangkan
akan mengungkapkan hubungan yang bertentangan. Rasionalisme juga menggiring
pembaca wahyu- bukan wahyu itu sendiri – kepada bacaan lain. Bila dia menangkap
makna yang tak jelas yang kemudian dipikirkannya kembali, maka akan menghapus
kontradiksi yang tampak. Perujukan pada akal atau pemahaman demikian akan
memiliki pengaruh penyelarasan bukan wahyu itu sendiri – wahyu tak dapat
dimanipulasi manusia – tetapi penafsiran atau pemahamann insani seorang muslim
akan wahyu. Ini menjadikan pemahamannya akan wahyu sejalan dengan bukti
kumulatif yang disingkapkan akal. Penerimaan terhadap sesuatu yang bertentangan
atau paradoks sebagai suatu kebenaran hanya menarik orang-orang berpandangan
picik. Muslim yang cerdas adalah seorang rasionalis karena dia menegaskan
kesatuan dua sumber kebenaran yaitu wahyu dan akal.
Hukum ketiga, keterbukaan terhadap bukti baru atau yang bertentangan,
melindungi seorang muslim dari literalisme, fanatisme, dan konservatisme yang
menyebabkan stagnasi. Hukum ketiga ini mencontohkan dia kepada kerendahan
hati intelektual. Memaksanya menambahkan pada penegasan dan penyangkalannya
ungkapan “Allahu a’lam” (Allah yang lebih tahu). Karena dia yakin bahwa kebenaran
lebih besar daripada yang dapat dikuasainya.
Sebagai penegasan akan keesaan mutlak Tuhan, tauhid merupakan penegasan
keesaan kebenaran. Karena Tuhan, dalam Islam adalah kebenaran. Keesaan-Nya
merupakan keesaan sumber-sumber kebenaran. Tuhan adalah Pencipta alam dari
mana manusia mendapat pengetahuannya. Tujuan pengetahuan adalah pola-pola
alam yang merupakan karya Tuhan. Jelas Tuhan mengetahui semuanya karena
Dialah penciptanya; dan Dialah sumber wahyu. Dia memberi manusia pengetahuan-
Nya; dan pengetahuan-Nya mutlak dan universal. Tuhan tidak menipu, tidak dengki,
tidak menyesatkan. Dia juga tidak mengubah keputusan-Nya seperti yang dilakukan
manusia ketika membetulkan pengetahuan-Nya, kehendaknya, atau keputusannya.
Tuhan adalah sempurna dan maha tahu. Dia tak pernah salah. Kalau pernah, Dia
tidak akan menjadi Tuhan trasenden agama Islam.
Toleransi. Sebagai prinsip metodologis, toleransi adalah penerimaan terhadap yang
tampak sampai kepalsuannya tersingkap. Dengan demikian toleransi relevan dengan
epistemologi. Ia juga relevan dengan etika sebagai prinsip menerima apa yang
dikehendaki sampai ketaklayakannya tersingkap. Yang pertama disebut sa’ah; yang
kedua yusr. Keduanya melindungi seorang muslim dari menutup diri terhadap dunia
dari konservatisme. Keduanya mendesaknya untuk menegaskan dan
mengatakannya terhadap kehidupan, terhadap pengalaman baru. Keduanya
mendorongnya untuk menyampaikan data baru dengan pikirannya yang tajam,
usaha konstruktifnya. Dan dengan demikian memperkaya pengalaman dan
kehidupannya, dan selalau memajukan budaya dan peradabannya.
Sebagai prinsip metodologis di dalam intisari peradaban Islam, toleransi adalah
keyakinan bahwa Tuhan tidak membiarkan umat-Nya tanpa mengutus rasul dari
mereka sendiri. Rasul yang akan mengajarkan bahwa tak ada Tuhan kecuali Allah,
dan bahwa mereka patut menyembah dan mengabdi kepada-Nya, untuk
memperingatkan mereka bahaya kejahatan dan penyebabnya. Dalam hubungan ini,
toleransi adalah kepastian bahwa semua manusia dikaruniai sensus communis, yang
membuat manusia dapat mengetahui agama yang benar, mengetahui kehendak dan
perintah Tuhannya. Toleransi adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama
terjadi karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang
dan waktunya yang berbeda, prasangka, keinginan, dan kepentingannya. Di balik
keanekaragaman agama berdiri al-din al-hanif, agama fitrah Allah, yang mana
manusia lahir bersamanya sebelum akulturasi membuat manusia menganut agama
ini atau itu. Toleransi menuntut seorang Muslim untuk mempelajari sejarah agama-
agama. Tujuannya untuk menemukan di dalam setiap agama karunia awal Tuhan,
yang diajarkan oleh rasul-rasul yang diutus-Nya di segenap tempat dan waktu.
Dalam agama-dan hampir tak ada yang lebih penting dalam hubungan manusia-
toleransi mengubah konfrontasi dan saling kutuk antar agama menjadi kerjasama
penelitian ilmiah tentang asal-usul dan perkembangan agama. Tujuannya
memisahkan penambahan historis dari wahyu awal yang diterima. Dalam etika,
semua bidang penting berikutnya, yusr; mengebalkan seorang Muslim dari
kecenderungan menolak kehidupan. Yusr membuatnya memiliki optimisme yang
diperlukan untuk menjaga kesehatan, keseimbangan, dan kebersamaan, meski
kehidupan manusia ditimpa berbagai tragedy dan penderitaan. Tuhan menjamin
makhluk-Nya bahwa “dengan kesulitan, Kami menetapkan kemudahan [yusr]”. Dan
karena Dia memerintahkan mereka untuk menguji setiap pernyataan dan
memastikannya sebelum menilai, maka kaum ushuli (ahli fiqih) melakukan
eksperimentasi sebelum menilai kebaikan atau keburukannya, yang tidak
bertentangan dengan perintah Ilahiah yang pasti.
Sa’ah dan yusr langsung berasal dari tauhid sebagai prinsip metafisika etika. Tuhan,
yang menciptakan manusia agar manusia dapat membuktikan dirinya berguna, telah
membuatnya bebas dan mampu bertindak positif di dunia. Menurut Islam,
melaksanakan hal itu adalah maksud eksistensi manusia di bumi.
D.Dimensi isi tauhid
Tauhid mempunyai beberapa dimensi isi tauhid sbb:
1. Tauhid sebagai prinsip pertama metafisika
Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah berarti berpendapat bahwa Dialah
Pencipta yang mewujudkan segalanya. Dialah sebab utama setiap kejadian, dan
tujuan akhir segala yang ada, bahwa Dialah Yang Pertama dan Terakhir. Bersaksi
dengan kebebasan dan keyakinan, secara sadar memahami isinya, berarti
menyadari bahwa segala di sekitar kita, baik benda atau kejadian, semua yang
terjadi di bidang alam, sosial, atau psikis, adalah tindakan Tuhan, pelaksanaan dari
satu atau lebih tujuan-Nya. Begitu tercipta, realisasi seperti itu menjadi hakikat
kedua manusia, yang tak dapat dipisahkan darinya selama terjaga. Sehingga
manusia akan hidup di bawah bayang-bayangnya. Dan dimana manusia mengetahui
perintah dan tindakan Tuhan dalam setiap objek dan peristiwa, maka dia mengikuti
inisiatif Tuhan karena ini semua perintah Tuhan. Mengamati inisiatif Tuhan dalam
alam ebrarti melaksanakan ilmu alam. Karena inisiatif Ilahiah dalam alam tak lain
daripada hukum-hukum yang tak berubah yang diaugerahkan Tuahn kepada alam.
Mengamati inisiatif Ilahiah dalam diri seseorang atau dalam masyarakat berarti
mempelajari ilmu kemanusiaan dan ilmu-ilmu sosial. Dan jika seluruh alam semesta
sendiri benar-benar menyingkapkan atau memenuhi hukum alam in, yang adalah
perintahdan kehendak Tuhan, maka alam semesta, menurut orang Muslim
merupakan teater hidup yang digerakkan oleh perintah Tuhan. Teater itu sendiri,
dan segala isinya, dapat dijelaskan dengan istilah-istilah ini. Keesaan Tuhan berarti
bahwa Dialah Sebab segalanya.
2. Tauhid sebagai prinsip pertama etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan Maha Esa menciptakan manusia dalam bentuk
terbaik, untuk menyembah dan mengabdi kepada-Nya. Ini berarti bahwa seluruh
keberadaan manusia di muka bumi bertujuan mematuhi Tuhan, menjalankan
perintah-Nya. Tauhid juga menegaskan bahwa tujuan ini termasuk kekhalifahan
manusia di muka bumi. Karena, menurut Al-Qur’an, Tuhan telah memberikan
amanat-Nya kepada manusia, amanat yang tak mampu dipikul langit dan bumi, dan
yang mereka hindari dengan ketakutan. Amanat tuhan adalah pelaksanaan bagian
etika dari kehendak Tuhan. Hakikatnya menuntut bahwa amanat itu diwujudkan
dalam kebebasan dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu
melakukannya. Dimanapun kehendak Tuhan diwujudkan sesuai kebutuhan hukum
alam, perwujudannya bukan moral, tetapi mendasar (elemental) atau bermanfaat
(utilitarian). Hanya manusia yang mampu mewujudkannya dengan kemungkinan
melakukan atau tidak melakukannya sama sekali, atau melakukan sebaliknya atau
sebagian. Kemerdekaan manusia untuk mematuhi perintah Tuhanlah yang
menjadikan pelaksanaan perintah moral.
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan, yang pemurah dan bertujuan, tidak
menciptakanmanusia secara main-main, atau sia-sia. Dia menganugerahkan
manusia dengan panca indera, akal dan pemahaman, menjadikannya sempurna –
dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya- untuk mempersiapkannya menunaikan tugas
besar ini.
3. Tauhid sebagai prinsip pertama aksiologi
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan umat manusia agar manusia
dapat membuktikan diri bernilai secara moral melalui perbuatannya. Sebagai Hakim
agung dan akhir,Dia memperingatkan bahwa semua perbuatan manusia akan
diperhitungkan ; bahwa perbuatan baik mereka akan diberi pahala, dan perbuatan
buruk mereka akan diberi hukuman. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa Tuhan
menempatkan manusia di muka bumi agar manusia mendiaminya. Agar manusia
dapat bekerja di atas bumi, memakan buah-buahnya, menikmati kebaikan dan
keindahannya, dan memakmurkan bumi dan dirinya. Inilah penegasan dunia :
menerima dunia karena dunia tidak berdosa dan baik, diciptakan oleh Tuhan dan
diatur oleh-Nya untuk dimanfaatkan manusia. Segala yang ada di dunia ini, termasuk
matahari dan bulan, tunduk kepada manusia. Semua ciptaan merupakan teater bagi
manusia untuk melakukan perbuatan etikanya sehingga mewujudkan bagian yang
lebih tinggi dari kehendak Ilahi. Manusia bertanggung jawab untuk memuaskan
naluri dan kebutuhannya, dan setiap orang bertanggung jawab satu sama lain.
Manusia berkewajiban mengembangkan sumber daya manusia ke tingkat yang
tertinggi yang mungkin, sehingga semua karunia alam dapat sepenuhnya
dimanfaatkan. Dia berkewajiban mengubah bumi menjadi kebun buah yang
produktif dan taman indah. Dalam proses ini dia dapat mengeksplorasi matahari dan
bulan jika perlu. Tentu saja manusia harus menemukan dan mempelajari pola-pola
alam, jiwa manusia, masyarakat. Dia harus mengindustrikan dan mengembangkan
dunia agar dunia menjadi taman dimana Firman Allah diagungkan.
4. Tauhid sebagai prinsip pertama masyarakat
Tauhid menegaskan bahwa “umatmu ini umat yang satu, yang Tuhannya adalah
Allah. Karena itu sembah dan mengabdilah pada-Nya” Tauhid berarti bahwa orang
orang-orang beriman adalah bersaudara , yang anggotanya saling mencintai dalam
Tuhan, mereka saling menasihati untuk berlaku adil dan sabar. Mereka semua
berpegang pada tali Allah, dan tidak berpisah satu sama lain, mereka saling
berurusan, menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan; mereka menaati Allah
dan Nabi-Nya.
5. Tauhid sebagai prinsip pertama estetika
Tauhid berarti menyingkirkan Tuhan dari segenap bidang alam. Segala yang
diciptakan adalah makhluk, nontrasenden, tunduk kepada hukum ruang dan waktu.
Semuanya ini tak mungkin Tuhan dalam arti apapun, khususnya arti ontologis yang
dinafikan tauhid, sebagai intisari monoteisme. Tuhan sama sekali bukan ciptaan,
sama sekali bukan alam, dan karena itu Tuhan transenden. Dialah satu-satunya
wujud yang trasenden. Tauhid selanjutnya menegaskan bahwa tak ada yang
menyerupai-Nya, sehingga tidak ada ciptaan yang menyerupai atau melambangkan
Tuhan, tak ada yang dapat mewakili-Nya. Jelas secara definisi Dia tak tergambarkan.
Tuhan adalah Dia yang tak ada lembaga estetis apapun yang mungkin.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari yang telah teruraikan tersebut, dapat kita simpulkan bahwa tauhid merupakan
inti pokok agama islam sebagai pengakuan umat islam terhadap pencipta yang
mutlak dan tidak ada yang dituju selainya.Untuk itu dalam firman Allah dan sabda
Nabi Muhammad SAW dikatakan :
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman(syirik), mereka itulah oarng yang mendapat keamanan. Mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-An-nam:82)
Rosullullah bersabda,
“Allah ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, seandainya enkau datang kepada-Ku
dengan membawa dosa sepenuh jagad, lantas engkau menemuiku dalam keadaan
tidak menyekutukan-Ku dengan suatu apa pun, maka Aku akan memberimu
ampunan sepenuh jagad itu pula,” (HR.Tirmidzi 3540)
B.Saran
Semoga setelah mempelajari dan memahami pembahasan ini kita dapat mengambil
hikmah betapa pentingnya ajaran tauhid ini bagi umat islam dan merupakan faktor
terpenting untuk mengembalikan kejayaan islam pada umat ini.. Untuk itu, kita
sebagai generasi penerus perjuangan Islam harus berusaha sekuat tenaga untuk
mengimplementasikan konsep tauhid dalam semua segi kehidupan kita. Pada
akhirnya kita berharap dan berdo'a kepada Allah SWT supaya mengembalikan
kejayaan ummat ini dengan konsep tauhid yang kita amalkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Surin. 1979. Terjemah & Tafsir Al-Qur'an. Bandung: Penerbit Fa. Sumatra.
Tim Penyusun Kamus. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Fauzan, Abd. Fauzan. 1998 at-Ta’liq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid
lissyaikh muhammad ibn 'abdul Wahhab. Ponorogo : Darussalam Press
Musa, Prof. Dr. M. Yusuf. 1961 Islam suatu kajian komprehensif (Terj.). Jakarta:
Rajawali Press.
2002 Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. 1998 Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
Jakarta: Darul Haq.
Taimiyah, Ibnu. 2004 Menghindari Pertentangan Akal dan Wahyu. Malang: Pustaka
Zamzami.
Al-Faruqi, Ismail R dan Lois Lamiyah. 1998. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang (terjemahan). Bandung: Mizan.